Post on 29-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mendeskripsikan kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Melalui deskripsi tersebut dapat
diketahui bahwa seseorang dikatakan tidak sehat apabila menderita suatu
penyakit. Penyakit kerap kali bersumber dari kondisi lingkungan yang tidak
sehat. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak
sehat adalah diare. Diare merupakan gangguan pada sistem pencernaan
manusia akibat rendahnya cairan dan elektrolit di dalam tubuh karena frekuensi
pengeluaran air besar dalam satu hari lebih dari tiga kali dimana tinja yang
dikeluarkan berbentuk cair. Diare merupakan salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme; baik virus maupun bakteri
seperti Vibrio cholera, E.coli, Salmonella paratyphi, serta Shigella dysentriae.
WHO (1984) mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam
sehari semalam. Apabila keadaan tersebut berlangsung kurang dari 2 minggu
maka disebut diare akut, sedangkan keadaan sebagaimana definisi sebelumnya
yang berlangsung lebih dari dua minggu dikatakan diare kronis.
WHO (1984) mengemukakan bahwa diare adalah salah satu penyakit
yang dapat menyebabkan kematian dimana setiap tahunnya hampir 80% kasus
1
2
kematian diare terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Lebih lanjut lagi
dijelaskan bahwa setiap tahunnya di hampir semua negara berkembang
terdapat 1,4 milyar balita yang menderita diare. Penegasan WHO tersebut
didukung oleh beberapa hasil penelitian bahwa mayoritas penderita diare
adalah usia balita.
Abdullah, dkk (2012) menyatakan bahwa diare merupakan salah satu
penyebab utama kematian, terutama pada anak-anak. Pada hasil penelitiannya
dikatakan bahwa diare yang disebabkan oleh mikroorganisme Shigella sp.
merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan kematian pada balita di
kota Makassar. Dampak kematian yang dikarenakan penyakit diare juga
dituliskan oleh Wijaya (2012) yang menyatakan bahwa pada umumnya balita
mengalami diare rata-rata 3-4 kali pertahun dan akan menjadi penyebab
kematian apabila disertai dehidrasi sekaligus penanganan yang tidak tepat.
Adisasmito (2007) mengemukakan bahwa penyakit diare sering menyerang
bayi dan balita, bila tidak mendapatkan penanganan lanjutan akan
menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian.
Pada penelitian lainnya, Anwar (2009) menegaskan bahwa hampir
semua wilayah di Indonesia mengalami masalah kesehatan berupa diare. Dari
semua penderita, 83.1% nya adalah anak dengan usia dibawah usia lima tahun
(balita). Kusumawati, dkk (2011) mengemukakan bahwa angka kejadian diare
pada balita di Indonesia berkisar 40 juta per tahun dengan angka kematian
200.000-400.000 jiwa balita.
Tingginya angka kejadian diare terhadap anak balita juga diindikasikan
ada di Kelurahan Kedundung, Kecamatan Megersari, Kota mojokerto, yang
3
menempati urutan kelima penyakit terbanyak yang tercatat di puskesmas
Kedundung.
Gambar 1.1. Grafik 5 Jenis Penyakit Yang Paling Banyak Menginfeksi Penduduk di Kelurahan Kedundung
Sumber: Olah Data Penulis
Apabila dikembalikan pada konsep dasar suatu sistem antara manusia
dengan lingkungannya, masih terjadinya kasus diare tersebut disebabkan oleh
degradasi kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat. Umiati (2012)
menegaskan bahwa konsep sanitasi yang berhubungan dengan kejadian diare
pada balita dipengaruhi oleh sumber air minum, kepemilikan jamban, serta
jenis lantai rumah. Anwar (2009) juga menegaskan bahwa diare yang
menjangkit usia balita disebabkan oleh kualitas air bersih, kebiasaan
membuang air besar, kepemilikan jamban, serta model jamban, sehingga
diperlukan perbaikan kualitas air minum dan sanitasi lingkungan pada
umumnya.
4
Hal serupa juga ditulis oleh Wijaya (2012) bahwa kejadian diare pada
usia balita disebabkan oleh beberapa faktor dimana faktor yang paling
memberikan pengaruh adalah jenis jamban dan kebiasaan ibu dalam menjaga
kebersihan lingkungan. Ditegaskan pula bahwa kebiasaan menumpang jamban
tetangga juga menjadi salah satu pemicu terjadinya diare. Selain itu didapati
pula perilaku ibu yang masih membuang tinja balita ke selokan atau
pekarangan kosong dengan alasan tinja balita tidak memiliki bau tak sedap
layaknya tinja orang dewasa. Walaupun begitu setiap tinja, baik balita maupun
orang dewasa, mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit, salah satunya diare. Sarudji (2012:251) mengemukakan
bahwa kehadiran tinja akan menimbulkan permasalahan terutama yang terkait
dengan penularan penyakit berbasis saluran alat cerna, karena tinja adalah
salah satu sumber penyakitnya.
Sarudji (2012:269) mengemukakan bahwa hasil studi Indonesia
Sanitation Sector Development Program (ISSDP) menunjukkan 47%
masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun,
dan tempat terbuka. Studi lainnya menyebutkan bahwa pengelohan air minum
masyarakat tidak membuat bakteri Escherichia coli mati ataupun inaktif
sehingga air minum tersebut dapat menjadi penyebab munculnya penyakit
diare. Dalam pengamatan pendahuluan penduduk desa Driyorejo masih banyak
yang tidak memiliki sarana sanitasi dasar.
Dengan latar belakang uraian diatas, penulis terdorong untuk
mengadakan penelitian tentang “Pengaruh faktor sanitasi terhadap Kejadian
5
Diare pada Anak Di Bawah Usia Lima Tahun di Kelurahan Kedundung,
Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat rumuskan masalah pada
penelitian ini adalah:
(1) Bagaimanakah pengaruh kepemilikan jamban terhadap kejadian diare pada
balita di Kelurahan kedundung Kota Mojokerto?
(2) Bagaimanakah pengaruh kualitas sumber air bersih terhadap kejadian diare
pada balita di Kelurahan kedundung Kota Mojokerto?
(3) Bagaimanakah pengaruh kepemilikan bak sampah terhadap kejadian diare
pada balita di Kelurahan kedundung Kota Mojokerto?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang memengaruhi kejadian diare pada balita di Kelurahan
Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Mengetahui pengaruh kepemilikan jamban terhadap kejadian diare
pada balita di Kelurahan Kedundung Kota Mojokerto.
(2) Mengetahui pengaruh antara kualitas air bersih terhadap kejadian
diare pada balita di Kelurahan Kedundung Kota Mojokerto.
6
a. Mengetahui pengaruh jenis sumber air terhadap kejadian diare di
Kelurahan Kedundung Kota Mojokerto.
b. Mengetahui pengaruh jarak jamban dengan sumur terhadap
kejadian diare di Kelurahan Kedundung Kota Mojokerto.
c. Mengetahui pengaruh tinggi dinding sumur yang kedap air
terhadap kejadian diare di Kelurahan Kedundung Kota Mojokerto.
(3) Mengetahui pengaruh antara kepemilikan bak sampah terhadap
kejadian diare pada balita di Kelurahan Kedundung Kota Mojokerto.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menjadi langkah peneliti dalam
mempraktikkan ilmu teoritis yang didapatkan selama masa perkuliahan.
2. Bagi Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat
mengetahui bahwa penyakit diare dapat menyebabkan kematian sehingga
mereka semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan/sanitasi lingkungan
sebagai upaya pencegahan infeksi diare.
3. Bagi Instansi Terkait
Sebagai lembaga pelayanan masyarakat, khususnya Puskesmas
Kedundung sebagai masukan dalam menekan kejadian diare pada anak di
bawah usia lima tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare
1. Definisi dan Tinjauan Umum Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
cair), dengan atau tanpa darah atau lendir. Menurut WHO (2005), diare
didefinisikan sebagai berak cair tiga kali ataul ebih dalam sehari semalam.
Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2
minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu).
Penyakit diare adalah penyakit yang paling sering terjadi pada anak
balita dengan disertai muntah dan mencret, penyakit diare apabila tidak segera
diberi pertolongan pada anak dapat mengakibatkan dehidrasi. Untuk pertolongan
pertama pada anak yang menderita diare dengan dehdrasi harus mendapatkan
cairan pengganti baik itu berasal dari oralit maupun dari cairan infus. Penyalit
diare ini sering menyebabkan wabah yang dapat membahayakan bagi anak-anak
dan orang yang bertempat tinggal di daerah-daerah yang sarana air bersih kurang
memenuhi syarat kesehatan (Hiswani, 2003).
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(umumnyakurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi,
7
8
sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita
diare.
b) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentria
dalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadinya komplikasi pada mukosa.
c) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
d) Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan
diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2. Epidemiologi Diare
Epidemiologi merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya suatu
penyakit. Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa epidemiologi diare
adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005):
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui
fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja
dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara
penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum
yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar
9
atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi
anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa
faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan
lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi,
campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak
terjadi pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu
penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana
air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
B. Diare Pada Balita
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare menjadi penyakit yang
rentan terjadi pada penyebab satu kematian balita di seluruh dunia. Diare sendiri
terjadi pada balita dikarenakan pada balita sendiri memiliki daya tahan dan
kekebalan tubuh (imun) yang masih rendah, sehingga sangat memudahkan
terinfeksi virus yang mana disebut diare atau mencret. Meskipun begitu diare tidak
bisa dianggap hal yang biasa, di Indonesia sendiri berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Riskedas (2007), diare termasuk satu dari dua penyebab kematian
terbanyak pada anak-anak, selain pneumonia. Data tersebut menunjukkan angka
10
yang disebabkan diare sebanyak 25,4% atau sekitar 31.200 anak balita meninggal
setiap tahun karena penyakit tersebut pada kasus anak-anak umur 4-11 tahun.
Berdasarkan data tersebut, tentu belum ada obat yang ampuh untuk
membunuh kuman yang menyebabkan daya tahan tubuh pada balita yang dapat
menolaknya. Menurut Widjaja (2008:3) dalam tubuh manusia terdapat berbagai
jenis kuman yang menyebabkan berbagai gangguan sehingga kuman akan menjadi
patogen, seperti Echeriechia-coli atau jenis vibrio sebagai penyebab muntaber,
mencret yang disertai gejala muntah-muntah. Oleh karena itu, jika terjadi diare
pada bayi harus dilakukan pencegahan sedini mungkin guna menekan umur atau
melemahkan kuman.
1. Cara Penularan
Dalam penularan penyakit ada beberapa faktor yang berperan sebagai mata
rantai penularan. Secara klasik mata rantai penularan penyakit tersebut terdiri atas
faktor: (1) penyebab penyakit, (2) reservoir dan sumber infeksi, (3) pintu keluar,
(4) cara penularan baik melalui vehivle, vector, atau udara, (5) pintu masuk, dan (6)
kerentanan.
Mekanisme utama penularan penyakit diare menurut Arvin (2000:889)
adaah tinja – mulut, dengan makanan dan air yang merupakan penghantar untuk
kebanyakan kejadian. Eisenberg (1997:524) menyebutkan kasus-kasus diare jenis
infeksi dapat ditularkan melalui tinja (yang terkontak oleh tangan kemudian ke
11
mulut). Juga ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi. Menurut Farida
(2005:104) penaykit diare dapat ditularkan melalui:
a. Mulut yang memakan makanan yang tercemar atau tidak higienis.
b. Fases yang mengandung kuman penyakit.
c. Proses pengolahan makanan yang tidak sehat sehingga tercemar oleh
kuman-kuman penyebab diare.
Dengan memahami proses penularan penyakit tersebut maka peranan vector
penyakit menjadi lebih jelas yaitu merupakan salah satu mata rantai dari penularan
penyakit. Proses pencegahan penularan penyakit pada dasarnya adalah mematahkan
mata rantai penularan penyakit. Mata rantai mana yang paling mudah dan efektif
untuk dipatahkan tergantung dari jenis penyakit dan cara penularannya.
2. Pencegahan
Selanjutnya masalah pencegahan adalah istilah umum agar seorang (bayi)
dalam kondisi tertentu (sehat) tidak terganggu kesehatannya akibat terkena
gangguan lingkungan. Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah
melalui promosi kesehatan antara lain:
a. Meningkatkan penggunaan ASI eksklusif.
b. Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
e. Penggunaan jamban yang benar.
12
f. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.
g. Memberikan imunisasi campak.
3. Kebijakan Pengendalian
Pada Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan (2011:19), diare
disebutkan bahwa untuk mengendalikan diare di Indonesia pemerintah telah
menetapkan suatu kebijakan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat diare, ketatapan tersebuut adalah:
a. Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuatu standar, baik di sarana
kesehatan maupun di rumah tangga
b. Melaksanakan surveilans epidemiologi dan penanganan kejadian luar biasa
c. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pengelolaan
program yang meliputi aspek manajerial dan teknis medis
e. Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program
f. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksaan pengendalian penyakit diare
g. Melaksanakan evaluasi sebagai dasar perencnaan selanjutnya.
4. Strategi
Sedangkan strategi yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan (2011:19) pada saat mengendalikan diare
adalah:
13
a. Melaksanakan tata laksana enderita diare yang standar di sarana kesehatan
melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare), yaitu pemberian oralit,
pemberian obat Zinc, pemberian ASI/makanan, pemberian antibiotik hanya
atas indikasi, dan pemberian nasehat kepada ibu atau keluarga yang
mengasuh.
b. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan
benar
c. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare
d. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.
C. Sanitasi
Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebaginya (Notoadmojo, 2003). Sanitasi merupakan salah satu komponen dari
kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan
hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan
bahan buangan berbahaya lainya, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan di Indonesia masih
memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi di Indonesia ini di tandai dengan
masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di
masyarakat. Pada saat Negara lain pola penyakit sudah bergeser menjadi
penyakit degenerative, Indonesia masih di repotkan oleh kasus demam
berdarah, diare, kusta serta Hepatitis A yang seakan tidak ada habisnya.
14
D. Faktor yang Memengaruhi Diare
Penularan diare pada anak (balita) dapat disebabkan beberapa faktor-faktor
yang memberi pengaruh dalam penularan balita, berikut uraiannya:
1. Kepemilikan jamban
Jamban adalah sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat buang
air besar maupun buang air kecil. Pada pembuangan tinja tidak dapat dipisahkan
dengan adanya penyediaan jamban yang sesuai kriteria. Oleh karenanya Sarudji
(2012b: 259) menyatakan bahwa dalam penyediaan pembuangan tinja (jamban)
perlu adanya persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya:
a) Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah dan sumber air atau sumur.
b) Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.
c) Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan.
d) Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang lainnya.
e) Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi
syarat estetika lainnya.
f) Metode yang digunakan sederhana dan tidak mahal, baik dari segi
konstruksi maupun perawatannya.
Dengan adanya fasilitas dan penggunaan jamban, pembuangan feses
dapat dikendalikan sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit
diare.
2. Penyediaan air minum
Sumber air minum bisa berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) maupun dari sumur, karena kualitas air sumur tergolong sebagai air
15
bersih. Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah
jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage
pit) dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada
keadaan serta kemiringan tanah. Jarak sumur minimal 15 meter dan lebih tinggi
dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan
sebagainya. Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali
harus terbuat dibuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi perembesan air / pencemaran oleh bakteri dengan
karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Kedalaman sumur gali dibuat
sampai mencapai lapisan tanah yang mengandung air cukup banyak walaupun
pada musim kemarau. Bibir sumur dibuat tembok yang kedap air, setinggi
minimal 70 cm, untuk mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk
aspek keselamatan.
Air PDAM ataupun air dari sumur lebih baik di masak lebih dahulu
sebelum dikonsumsi. Air bersih yang telah dimasak belum menjamin terbebas
dari kuman penyebab diare. Oleh karena itu, dalam memasak air harus
dipastikan betul-betul mendidih, setidak-tidaknya air mendidih di biarkan selama
lima menit atau lebih. Air yang telah dimasak dijauhkan letaknya, lalu cari
peralatan makan dan minum anak balita. Dengan penyediaan air minum yang
baik dan tersedia, maka kebersihan peralatan makan dan minum perlu pada saat
konsumsi balita terjamin sehingga menghindarkan dari kejadian diare pada
balita.
16
Dari keterangan tersebut diatas, meunjukkan bahwa ketersediaan air
bersih dan cara proses memasaknya merupakan faktor yang harus diperhatikan
agar terhindar dari penyakit diare. Air bersih disini dimaksudkan sebagai
penentu faktor yang harus dipenuhi guna dapat dikonsumsi setelah proses
pengolahannya. Sedangkan yang dimaksud air konsumsi meliputi:
a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga;
b. Air yang didistribusikan melalui tangki air;
c. Air kemasan;
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat degan memenuhi syarat kesehatan,
Sementara itu air minum juga harus memenuhi syarat bakteriologis,
kimiawi, radioaktif dan fisik. Sehingga syarat kualitas air dapat dikonsumsi dan
digunakan oleh khalayak, air minum yang ideal harus memuat syarat umum dari
segi jernih airnya, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Syarat-syarat
air minum yang sehat adalah sebagai berikut:
a. Syarat Fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak
berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara di luarnya,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang memenuhi
persyaratan fisik tidak sukar.
b. Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum
17
terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air
tersebut. Bila dari pemeriksaan 100 cc air tiak terdapat satu pun bakteri E.
coli, maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3. Kepemilikan bak sampah
Setiap tempat baik di rumah, sekolah, kantor, bengkel, dan pusat
perbelanjaan serta hiburan sudah umum tersedia bak sampah guna menjaga
kebersihan dan memlihara lingkungan hidup yang sehat.
Pengaruh sampah dalam pencemaran lingkungan dapat ditinjau melalui
tiga aspek, yaitu aspek fisik, kimia, biologis. Secara fisik sampah dapat
mengotori lingkungan sehingga memberikan kesan jorok, tidak estetik, terlebih
apabila sampah tersebut membusuk sehingga meninmbulkan bau yang tidak
sedap. Secara fisik pula sampah dapat mencemari saluran bahkan badan air
sehingga mengganggu alirannya. Secara biologis sampah khususnya sampah
organik yang mudah membusuk (garbage) merupakan media mikroorganisme
untuk hidupnya, sehingga dalam pemanfaatan oleh mikrobial terjadi proses
penguraian. Proses ini akan menimbulkan terbentuknya bau dan menarik
beberapa vektor penyakit dan binatang pengganggu. Akibat selanjutnya adalah
timbulnya sarang lalat atau tikus yang erat kaitannya dalam proses penularan
penyakit (Sarudji, 2012b:325).
Sarana pengumpulan sampah yang sehat harus memehuni beberapa
persyaratan yaitu cukup kuat, mudah dibersihkan dan dapat menghindarkan dari
jangkauan serangga dan tikus, oleh karena itu tempat sampah harus mempunyai
tutup dan selalu dalam keadaan tertutup, bila tutup terbuka maka menjadi tidak
18
sehat. Membuang sampah di atas tanah terbuka sangat tidak sehat karena dapat
menyebarkan bau yang tidak sedap dan mengundang serangga dan tikus. Selain
itu dapat mencemari sumber air seperti sungai dan sumur.
19
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian
Secara skematis peneliti akan menggunakan kerangka konseptual penelitian
dapat digambarkan sebagai berikut :
Fecal Pada Balita
Jamban1. kepemilikan jamban
20
= diteliti
= tidak diteliti
= berpengaruh
Gambar 2 : Kerangka Konseptual
Fecal pada balita mengandung banyak sekali bakteri yang tumbuh dan
berkembang. Beberapa faktor yang mempengaruhi di antaranya kepemilikan
jamban, kualitas air minum, kepemilikan bak sampah, cara penyimpanan makanan
siap saji, kebiasaan mencuci tangan.
Diperlukan jamban yang bersih sebagai tempat pembuangan feses balita,
karena membuang feses ke selokan atau pekarangan kosong atau tempat terbuka
lain akan memicu terjadinya kontaminasi pada makanan
melalui vektor lalat maupun terjadinya kontaminasi air.
Feses balita mengandung mikroorganisme yang akan meningkatkan kejadian diare.
Kualitas air sumur ditentukan dari jarak sumur dengan jamban dan
tinggi dinding sumur bagian atas yang kedap air. Ketersediaan air bersih dan cara
proses memasaknya merupakan faktor yang harus diperhatikan agar terhindar dari
penyakit diare.
Air bersih
1. sumber air bersih
2. penyediaan air
minum
3. jarak sumur dengan
jamban keluarga
4. tinggi dinding sumur
Makanan
Makanan terkontaminasi
21
Setiap tempat baik di rumah, sekolah, kantor, bengkel, dan pusat
perbelanjaan serta hiburan sudah umum tersedia bak sampah guna menjaga
kebersihan dan memlihara lingkungan hidup yang sehat. Sampah yang tidak
ditangani dengan baik melalui penyimpanan sampah setempat dapat memicu
timbulnya vektor lalat yang dapat menimbulkan kejadian diare.
Secara tidak langsung, kondisi lingkungan yang kurang baik juga akan
memengaruhi kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi masing-masing
individu. Apabila ditambah dengan ketidakmampuan seseorang dalam menjaga
hygiene individual-nya maka seseorang akan terinfeksi penyakit, khususnya
penyakit yang berbasis pada sistem pencernaan, yaitu diare.
B. Hipotesis Penelitian
Dari uraian di atas maka dapat di susun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Ada pengaruh antara kepemilikan jamban terhadap kejadian diare
2. Ada pengaruh antara sumber air terhadap kejadian diare
3. Ada pengaruh antara cara menyediakan air minum terhadap kejadian diare
4. Ada pengaruh antara jarak sumur dengan jamban terhadap kejadian diare
5. Ada pengaruh antara tinggi dinding sumur kedap air terhadap kejadian diare
6. Ada pengaruh antara kepemilikan bak sampah terhadap kejadian diare
7. Ada pengaruh antara keadaan bak sampah terhadap kejadian diare
22
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal. Penelitian kausal
merupakan tipe penelitian konklusif yang ditujukan untuk memperoleh bukti
terkait dengan hubungan sebab dan akibat (kausal).
Penelitian ini termasuk penelitian survei yang bersifat cross sectional
yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam
suatu periode waktu tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu kali
pengamatan selama penelitian (Machfoedz, 2007).
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, yaitu pendekatan penelitian yang di dalamnya akan
23
menyampaikan presentasi hasil penelitian yang bersifat numeric (angka-
angka), untuk tujuan menguji pengaruh antara variabel bebas dan terikat
B. Populasi Dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita yang
berkunjung ke Puskesmas Kedundung Kota Mojokerto. Sedangkan responden
adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita di daerah tersebut. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
Simple Random Sampling, yaitu metode pengambilan sampel secara acak di
mana masing-masing anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar
untuk terpilih sebagai anggota sampel (Murti, 2006).
Adapun, penghitungan besarnya sampel dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut(Notoatmodjo, 2003):
n =
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Populasi
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
Besar sampel dalam penelitian ini adalah :
n = 95
1 + 95(0,05)2
n = 95
24
1 + 0,2375
n = 95
1,2375
n = 76,7676
Jadi, jumlah sampelnya sebanyak 76,77 orang, dibulatkan menjadi 76
orang.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November - Desember 2015.
Di Puskesmas Kedundung Kelurahan Kedundung Kecamatan Magersari Kota
Mojokerto.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Variabel Terikat adalah kejadian diare pada balita di Kelurahan
Kedundung.
2. Variabel Bebas pada penelitian ini adalah :
a. Kepemilikan jamban
b. Sumber air
c. Penyediaan air minum
d. Jarak sumur dengan jamban keluarga
e. Tinggi dinding sumur yang kedap air
25
f. Kepemilikan bak sampah
g. Tutup bak sampah
D. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel terikat
Kejadian Diare pada balita di Kelurahan Kedundung Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto dalam 1 bulan terakhir.
2. Variabel Bebas
a. Kepemilikan Jamban;
Yang dimaksud memiliki jamban adalah tersedianya fasilitas buang
air besar untuk keluarga di lingkungan rumah tangga.
b. Kualitas air minum terdiri oleh:
1) Dimasak atau tidaknya air minum
2) Jarak sumur dengan peresapan jamban:
a) ≥ 10 meter
b) < 10 meter
3) Tinggi dinding sumur yang kedap air diukur dari permukaan tanah:
a) ≥ 3 meter
b) < 3 meter
4) Sumber air adalah:
a) PDAM
b) Sumur
26
c. Kepemilikan bak sampah adalah tersedia atau tidaknya bak sampah
yang tertutup, yaitu:
a) Punya
b) Tidak punya
d. Keadaan bak sampah
a) tertutup
b) tidak tertutup
E. Prosedur penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei, dengan teknik wawancara dan observasi pada subjek penelitian.
Metode pengumpulan data yang didasarkan pada pertanyaan yang disampaikan
kepada responden yang didesain untuk mendapatkan informasi dari responden
melalui kuesioner. Observasi dilakukan terhadap fasilitas sanitasi sesuai
dengan variabel yang telah ditentukan.
F. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis tabel silang.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. Z., dkk., 2012, Faktor Risiko Diare Shigellosis pada Anak Balita, Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 7 (1): 16-21.
Adisasmito, W., 2007, Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia:
Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat,
Makara Kesehatan 1 (1): 1-10.
Anwar, A. dan Musadad, A., 2009, Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih Terhadap
Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan, 8 (2): 953-963.
Cooper, DR. & PS. Schindler, 2008, Business Research Methods. Tenth Editition,
McGraw-Hill International Edition, Boston.
DepKes RI, 2000, Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare, Depkes RI,
Jakarta.
28
DepKes RI, 2005, Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare, Depkes RI,
Jakarta.
diarepadaanak.com (diunduh pada 22 April 2013)
Hiswani, 2003, Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang
Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan, Digitazed,
US Library.
Irianto, Agus. Statistik : Konsep Dasar & Aplikasinya. Jakarta : Kencana, 2009.
Kusumawati, O., dkk., 2011, Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Usia 1-3 Tahun Studi Kasus Di Desa Tegowanu
Wetan Kecamatan Tegowanu Grobogan, Stikes Telogorejo, Semarang.
Machfoedz I., 2007, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan
Kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Murti, B., 2006, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif, Gajah Mada University press, Yogyakarta.
Notoatmodjo S., 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Rineka
Cipta, Jakarta.
Riwidikdo, Handoko. Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Rihma, 2010.
Silalahi, U., 2009, Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung.
Sugiyono, 2002, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Sarudji, D., 2012a. Kesehatan Lingkungan 1, Media Ilmu, Surabaya.
_________, 2012b. Kesehatan Lingkungan 2, Media Ilmu, Surabaya.
Tim Prima Pena, 2010, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Erlangga, Jakarta.
29
Umiati, dkk., 2010, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita, Jurnal Kesehatan, 3 (1): 41-47.
Wijaya, Y., 2012, Faktor Risiko Kejadian Diare Balita Di Sekitar TPS Banaran
Kampus UNNES, Unnes Journal of Public Health, 2 (1): 49-56
Widjaja, M.C. dr., 2008, Mengatasi Diare & Keracunan pada Balita, Kawan Pustaka.
World Health Organization, 2005, The Treatment of Diarrhoea (A Manual For
Physicians And Other Senior Health Workers). ISBN 92 4 159318 0. From:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en/
index.html, diakses 5 April 2013.