Kti Fix Proposal

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, ahedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010). Amir (2005) mengatakan bahwa depresi bukanlah gangguan yang homogen, tetapi merupakan fenomena yang kompleks. Bentuknya pun sangat bervariasi, sehingga kita mengenal depresi dengan gejala yang ringan, sedang, berat, dengan atau tanpa cirri psikotik, berkormobiditas dengan gangguan psikiatrik lain atau dengan gangguan fisik lain. Keanekaragaman tersebut diduga karena adanya perbedaan etiologi yang mendasarinya. Istilah depresi pertama kali dikenalkan oleh Meyer (1905) untuk menggambarkan suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologis lainnya, gangguan somatic (fisik) maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan ke dalam gangguan afektif. 1

Transcript of Kti Fix Proposal

Page 1: Kti Fix Proposal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam

perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan,

psikomotor, konsentrasi, ahedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh

diri. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh

hilangnya perasan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah

keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi

emosional saat itu (Kaplan, 2010).

Amir (2005) mengatakan bahwa depresi bukanlah gangguan yang homogen, tetapi

merupakan fenomena yang kompleks. Bentuknya pun sangat bervariasi, sehingga kita mengenal

depresi dengan gejala yang ringan, sedang, berat, dengan atau tanpa cirri psikotik,

berkormobiditas dengan gangguan psikiatrik lain atau dengan gangguan fisik lain.

Keanekaragaman tersebut diduga karena adanya perbedaan etiologi yang mendasarinya.

Istilah depresi pertama kali dikenalkan oleh Meyer (1905) untuk menggambarkan suatu

penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologis lainnya,

gangguan somatic (fisik) maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan

digolongkan ke dalam gangguan afektif.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1974) menyebutkan bahwa 17% pasien-pasien yang

berobat ke dokter adalah pasien dengan depresi. Diperkirakan prevalensi pada populasi

masyarakat dunia adalah 3%. Sementara Sartorius (1974) memperkirakan 100 juta penduduk di

dunia mengalami depresi.

Penelitian yang dilakukan di negara-negara Barat menunjukkan insidensi depresi yang

bervariasi antara 33 – 350 per 100.000 penduduk. Sedangkan di Asia insidensi depresi

menunjukkan angka 20 – 690 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat 6 – 8 % pasien yang

datang berobat ke fasilitas kesehatan menderita depresi. Saat ini depresi memang masih

1

Page 2: Kti Fix Proposal

merupakan suatu fenomena gunung es, di mana hanya 12 –15 orang per 1000 pasien yang

mengeluh dengan keluhan depresi (Setyonegoro, 1981 cit., Hawari, 2002).

Rangkuman dari referensi utama psikiatri Kaplan dan Sadock's Comprehensive Textbook of

Psychiatry menyebutkan bahwa prevalensi seumur hidup dan sepanjang tahun dari depresi

unipolar adalah 20%-25% dan 10%-15% secara berturut-turut (Rihmer dan Angst, 2005).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1974) menyebutkan angka 17% pasien yang berobat ke

dokter adalah pasien dengan depresi dan selanjutnya diperkirakan prevalensi depresi pada

populasi masyarakat dunia adalah 3%. Angka-angka ini akan semakin bertambah untuk masa-

masa yang akan datang yang disebabkan karena beberapa hal, antara lain :

1. Usia harapan hidup semakin bertambah

2. Stressor biopsikososial semakin berat

3. Berbagai penyakit kronik semakin bertambah; dan

4. Kehidupan beragama yang semakin ditinggalkan.

Pengamatan dari waktu ke waktu kasus-kasus gangguan kejiwaan yang tergolong

kecemasan dan depresi semakin bertambah. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah kunjungan

pasien yang berobat di pusat-pusat pelayanan kesehatan jiwa dan juga yang berobat ke

dokter/psikiater. Kenaikan jumlah pasien dengan kecemasan dan/atau depresi dapat juga dilihat

dari kenaikan obat-obat psikofarmaka (obat anti cemas dan anti depresi) yang diresepkan oleh

para dokter (Hawari, 2002).

Menurut I Gusti Ayu Endah Ardjana (Menurut Soetjiningsih, 2004) depresi yang nyata

menunjukkan trias gejala yaitu :

a. Pertama, tertekannya perasaan. Tertekannya perasaan dapat dirasakan penderita, dapat

dilaporkan secara verbal, dapat pula diekspresikan dalam bentuk roman muka yang sedih,

tidak mengindahkan dirinya, mudah menangis dan lain sebagainya.

b. Kedua, kesulitan berpikir. Kesulitan berpikir Nampak dalam reaksi verbal yang lambat,

sedikit bicara dan menyatakan bahwa proses berpikir menjadi lambat.

2

Page 3: Kti Fix Proposal

c. Ketiga, keterlambatan psikomotor. Merupakan gejala yang dapat dinilai secara obyektif

oleh sekitar dan juga dirasakan oleh penderita. Misalnya, mudah lelah, kurang antusias,

kurang energy, ragu-ragu, dan keluhan lain sebagainya yang tidak menentu.

Depresi bisa melanda siapa saja, pada segala rentang usia, namun depresi pada kelompok

remaja ternyata relative lebih tinggi atau dengan kata lain remaja rentan terkena depresi. Masa

remaja sering dianggap sebagai masa yang rentan masalah, salah satu wujud dari masalah-

masalah tersebut dikenal sebagai perilaku antisosial. Walau depresi sudah dikenal sejak beberapa

abad yang lalu, namun penyebabnya belum diketahui secara pasti.

Berdasarkan penelitian, semakin meningkat usia anak maka angka kejadian depresinya

makin meningkat. Dari data penelitian di Amerika, didapatkan gejala depresi pada remaja umur

11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun

(remaja menegah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Depresi merupakan gangguan jiwa

yang banyak dialami oleh orang antara umur 15-44 tahun. Prevalensi gangguan depresi pada

remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%.

Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku,

penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif,

anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua

gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1. Diperkirakan

pada wanita yang mengalami depresi antara 10%-15% dan pada pria antara 5% - 12% (Hawari,

2005). Semenjak 20 tahun terakhir ini banyak penelitian tentang depresi pada masa remaja,

karena gejala depresi sering terjadi pada masa remaja.

Remaja atau “adolessence”, berasal dari bahasa latin “Adolescare” yang berarti tumbuh

kearah kematangan. Kematangan dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi

juga kematangan social dan psikologi.

Masa remaja merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia. Pada masa ini

remaja akan mengalami berbagai macam proses-proses perubahan secara biologis dan juga

secara psikologis. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang

ditandai oleh perubahan fisik, emosi dan psikis. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12

3

Page 4: Kti Fix Proposal

tahun samapai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah 10-19 tahun dan belum kawin. Sedangkan

menurut BKKBN adalah 10-19 tahun (Widyastuti, 2008).

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kana-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini

menunjukkan masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Perubahan dari masa

kana-kanak menuju masa dewasa atau sering dikenal dengan istilah masa pubertas ditandai

dengan datangnya menstruasi pada perempuan (August, 2009).

Sejumlah problem yang dihadapi remaja tidak lepas dari kenyataan bahwa masa remaja

merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Hal itu akan

menimbulkan sejumlah konsekuensi perubahan baik pada aspek fisik, seksual, emosi, religious,

moral, social, dan intelektual. Secara biologis masa remaja sudah tergolong dewasa, dalam arti

sudah cukup matang untuk memberikan keturunan. Namun secara psikologis, pemikiran, sikap,

perasaan, minat, dan kehendak masih sering berubah-ubah dan dianggap belum mencapai taraf

kestabilan, bahkan dalam hal keuangan para remaja masih banyak yang bergantung kepada orang

tua (Bastaman, 1995).

Menyerahkan pendidikan anak ke pondok pesantren yang pada umumnya mensyaratkan

para santrinya tinggal di asrama berarti memisahkan hubungan fisik antara anak dan orang tua

selama masa pendidikan. Perpisahan anak dengan orang tua mempunyai resiko terhadap

perkembangan mental di masa yang akan datang dengan berbagai macam konsekuensinya.

Pesantren merupakan sebuah pendidikan dan pengembangan islam yang diperkenalkan di

Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Pada zaman wali songo, pesantren memainkan peran penting

dalam penyebaran agama islam di pulau Jawa. Selanjutnya, pesantren berperan dalam era

kebangkitan islam di Indonesia (Hasbullah, 1999).

Dari hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti perbandingan

tingkat depresi yang terjadi pada remaja putri tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat

Muhammadiyah Yogyakarta yang berasal dari Yogyaarta dan dari luar Yogyakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan peneliti kemukakan adalah :

4

Page 5: Kti Fix Proposal

Apakah ada perbedaan tingkat depresi antara remaja putri yang berasal dari dalam dan luar

Yogyakarta pada tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta.

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dirumuskan tersebut, tujuan penelitiannya adalah

sebagai berikut :

Untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi pada remaja putri yang berasal dari dalam

dan luar Yogyakarta pada tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat Yogyakarta.

1.4. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian ini belum pernah dilakukan. Namun

beberapa penelitian yang mirip adalah :

a. Penelitian yang berjudul “Hubungan Harga Diri dengan Tingkat Depresi Remaja Santri di

Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta”, oleh Siti Cholifatun (2004). Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan rancangan deskriptif analitik

menggunakan pendekatan cross sectional study. Sampel pada penelitian ini adalah remaja

santri berumur 15-24 tahun di Pesantren Krapyak Yogyakarta. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri maka semakin rendah tingkat depresi.

b. Penelitian yang berjudul “Tingkat Depresi Pada Mahasiswa Unversitas Islam Indonesia Yang

Tinggal Di Pondokan Dengan Induk Semang Dan Yang Tinggal di Pondokan Tanpa Induk

Semang”, oleh Eko Prayunanto Adhi N. (2007). Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif non-eksperimental dengan rancangan deskriptif analitik menggunakan pendekatan

cross sectional study. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

tingkat depresi yang signifikan pada mahasiswa UII yang tinggal di pondokan dengan induk

semang dan tanpa induk semang.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

5

Page 6: Kti Fix Proposal

Memperoleh pengalaman dalam hal melakukan riset, mengolah data, dan menyajikannya

sebagai sumber informasi yang baru, serta menambah wawasan bagi peneliti mengenai

depresi yang terjadi pada remaja putri.

b. Bagi profesi kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi dan mengurangi kondisi

gangguan jiwa yang terjadi pada remaja putri.

c. Bagi masyarakat

Menambah informasi tentang gangguan jiwa yang terjadi pada mahasiswa terutama

mengenai depresi pada remaja putri.

6

Page 7: Kti Fix Proposal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEPRESI

2.1.1. Pengertian

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur

dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya, serta bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh

hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah

keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi

emosional saat itu (Kaplan & Sadock, 1997).

Menurut Kartono (2003) Depresi juga dapat diartikan sebagai kemuraman hati

(kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang bersifat patologis.

Menurut Maramis (2009) depresi adalah suatu jenis perasaan atau emosi dengan

komponen psikologik rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia.

2.1.2. Faktor Penyebab Depresi

Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi

menjadi faktor biologi dan faktor psikososial.

1. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5

HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-

hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan

mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.

Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien

memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin

berperan dalam patofisiologi depresi. Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah

menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin

seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson,

7

Page 8: Kti Fix Proposal

adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,

amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan & Sadock, 1997).

2. Faktor psikososial

Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian

teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan

finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan & Sadock, 1997). Sedangkan menurut Kane

(1999), faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan

hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit

fisik.

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor

lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan

sosial (Kaplan & Sadock, 1997).

2.1.3. Faktor Resiko Depresi

Berikut adalah beberapa faktor resiko depresi (Amir, 2005) :

1. Jenis Kelamin

Depresi sering kali terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa wanita lebih sering mencari

pengobatan sehingga depresi lebih sering terdiagnosis. Selain itu ada pula yang menyatakan

bahwa wanita lebih sering terpajan stressor lingkungan dan ambangnya terhadap stressor

lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Adanya depresi berkaitan dengan

ketdakseimbangan hormon pada wanita yang menambah tingginya prevalensi depresi pada

wanita.

2. Usia

Depresi lebih sering terjadi pada usia muda. Umur rata-rata awitan 20-40 tahun.Faktor sosial

sering menempatkan seseorang yang berusia muda pada resiko tinggi. Walaupun demikian,

depresi juga dapat terjadi pada anak-anak dan lanjut usia.

3. Status perkawinan

Gangguan depresi lebih sering dialami oleh individu yang bercerai atau berpisah daripada

individu yang menikah atau lajang. Status perceraian menempatkan seseorang pada resiko

tinggi terkena depresi.

8

Page 9: Kti Fix Proposal

4. Geografis

Penduduk kota lebih sering terkena depresi dibandingkan dengan penduduk desa.

5. Kepribadian

Depresi lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kepribadian tertutup, mudah cemas,

hipersensitif, dan lebih bergantung kepada orang lain.

6. Stressor sosial, dukungan sosial, tidak bekerja.

7. Ketaatan beribadah.

2.1.4. Klasifikasi Depresi

Menurut White (1984) ada dua macam depresi, yaitu:

1. Retarded Depression (depresi lambat), gejala-gejala depresi lambat dapat dikelompokkan

menjadi kurang aktivitas dan suasana hati yang sedih. Timbul perasaan tidak ada harapan,

perasaan tidak berharga, dan menyalahkan diri sendiri.

2. Agitated Depression (depresi yang gelisah), merupakan depresi tanpa ada kelambatan

tingkah laku atau pikir. Mungkin ada perasaan tidak ada harapan, perasaan tidak berharga,

dan menyalahkan diri sendiri seperti pada depresi lambat, tetapi penderita depresi gelisah

sangat aktif dan banyak bicara, tidak dapat duduk diam, tidak dapat tidur, berjalan hilir

mudik, dan banyak berkeluh kesah. Mungkin juga muncul usaha untuk bunuh diri.

2.1.5. Gejala Depresi

Gejala utama depresi pada derajat ringan, sedang, berat (Maslim, 2001) :

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya

aktivitas.

Gejala lainnya yang terjadi pada depresi (Maslim, 2001) :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang ras abersalah dan tidak berguna

9

Page 10: Kti Fix Proposal

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang

Menurut Maramis (2009) gejala psikologis dari depresi adalah menjadi pendiam, rasa

sedih, pesimistik, putus asa, keinginan untuk bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil

keputusan, mudah lupa, dan timbul pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Sedangkan gejala badaniah

dari depresi adalah penderita tampak tidak senang, lelah, tidak bersemangat, bicara dan gerak-

geriknya lambat, insomnia, konstipasi, dan anoreksia atau kadang-kadang makan terlalu banyak

sebagai pelarian.

Menurut PPDGJ-III (Maslim, 2001) gejala depresi dibagi dalam bentuk sebagai berikut:

1. Gejala utama

a. Afek depresif

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang

nyata sesudah melakukan pekerjaan yang ringan) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala lainnya

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Menurut PPDGJ-III (Maslim, 2001) berdasarkan gejala diatas dapat dibagi dalam

beberapa tingkatan, antara lain:

1. Depresi ringan

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas

b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

c. Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

10

Page 11: Kti Fix Proposal

d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

e. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya

2. Depresi sedang

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti depresi ringan

b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala lainnya

c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu

d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan

rumah tangga

3. Depresi berat tanpa gejala psikotik

a. Semua gejala utama depresi harus ada

b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus

berintensitas berat

c. Episode depresi harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi jika gejala

sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan

diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu

d. Pasien sangat tidak mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah

tangga

4. Depresi berat dengan gejala psikotik

a. Episode depresi berat memenuhi kriteria depresi berat diatas

b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresi

2.2. REMAJA

2.2.1. Pengertian

Istilah “Adolessence” atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti

“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif, demikian pula orang-orang zaman

purbakala, memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain

dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan

reproduksi.

11

Page 12: Kti Fix Proposal

Menurut Harlock (2002), masa remaja adalah masa yang penuh dengan goncangan, masa

untuk pencarian jati diri dan merupakan periode yang berat. Menurut Papalia et al (2001), masa

remaja adalah masa pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

Monk & Knoers (2002) menerangkan bahwa dalam perkembangan kepribadian seseorang

maka remaja mempunyai arti yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang

tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Ia tidak termasukdalam golongan

anak, tetapi ia tidak pula termasuk dalam golongan orang dewasa atau golongan orang tua. Masa

remaja berada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai

fisik maupun psikisnya.

Meskipun antara masa kanak-kanak dan masa remaja tidak terdapat batas-batas yang

jelas, namun nampak adanya suatu gejala yang tiba-tiba dalam permulaan masa remaja yaitu

timbulnya seksualitas (genital), hingga masa remaja ini atau setidak-tidaknya permulaan masa

tersebut juga disebut sebagai masa pubertas (Monks & Knoers, 2002).

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari

makhluk aseksual menjadi makluk seksual. Kata pubertas berasal dari kata Latin yang berarti

“usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjuk pada perubahan fisik daripada perilaku yang terjadi

pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan keturunan (Hurlock,

1990).

Monk mengemukakan bahwa pubertas datang dari kata puber (yaitu Pubescent). Kata

lain Pubescere yang berarti mendapatkan pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda

kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Bila selanjutnya dipakai istilah

puber, maka yang dimaksudkan adalah remaja sekitar masa pemasakan seksual (Monks &

Knoers, 2002).

2.2.2. Batasan Usia Remaja

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksal menjadi matang dan

berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut Hurlock (1990) secara umum

masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal dan remaja akhir. Garis pemisah

antara awal masa remaja dan akhir masa remaja terleta kira-kira di sekitar usia tujuh belas tahun.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tia belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh

12

Page 13: Kti Fix Proposal

belas tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai

delapan belas tahun. Dengan demikian periode akhir masa remaja merupakan periode tersingkat.

Untuk batasan umur remaja, banyak pendapat yang berbeda-beda mengenai batasan umur

remaja ini. Menurut Papalia et al (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara

masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun

dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Monks (2002)

berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun, dengan

pembagian: masa remaja awal (12 – 15 tahun), masa remaja pertengahan (15 – 18 tahun), dan

masa remaja akhir (18 – 21 tahun). Sedangkan WHO membagi masa remaja menjadi dua bagian,

yaitu remaja awal (10-14 tahun) dan remaja akhir (15-20 tahun). PBB pun mempunyai batasan

sendiri tentang masa remaja ini, yaitu usia 15-24 tahun.

Batas usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara

10-19 tahun dan belum kawin. Sedangkan menurut BKKBN adalah 10-19 tahun (Widiastuti,

2009)

2.2.3. Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Petro Blos (1962) (cit. Sarwono, 2002) dalam proses penyesuaian diri menuju

kedewasaan ada 3 tahap perkembangan remaja, yaitu:

1. Remaja Awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi

pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan

tersebut.

2. Remaja Madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawankawan.Ia akan merasa senang jika banyak

teman menyukainya.

3. Remaja Akhir (late adolescence)

Tahap ini merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa.

13

Page 14: Kti Fix Proposal

2.3. PESANTREN

Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang

menekankan pada pelajaran agama islam dan didukung dengan asrama sebagai tempat tinggal

santri yang bersifat permanen (Tuanaya et al, 2007). Istilah pesantren sering kali disebut dengan

pondok, atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Depag RI (2003)

mendefinisikan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan keagamaan yang berperan besar

dalam pengembangan masyarakat yang meliput bidang peekonomian dan sosial budaya. Fungsi

pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga

sosial dan penyiaran agama (Mastuhu, 1994).

Tipologi pesantren secara umum dibedakan menjadi dua macam, yaitu pesantren salafi

(tradisional) dan pesantren khalafi (modern). Sistem pendidikan pesantren tradisional sering

disebut sistem salafi, yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab islam

klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem

pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah

formal (seperti madrasah). Selain penerapan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dan sistem

persekolahan terus dikembangkan dengan mengaplikasikan sistem pendidikan keterampilan

(Depag RI, 2003).

2.4. Landasan Teori

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam

perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu

makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta

bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan

kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional

internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu

(Kaplan & Sadock, 1997).

Menurut Harlock (2002), masa remaja adalah masa yang penuh dengan goncangan, masa

untuk pencarian jati diri dan merupakan periode yang berat. Menurut Papalia et al (2001), masa

remaja adalah masa pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

14

Page 15: Kti Fix Proposal

2.5. Kerangka Teori

FAKTOR RESIKO :

- Jenis kelamin

- Usia

- Status perkawinan REMAJA PUTRI

- Geografis TINGKAT TSANAWIYAH DEPRESI

- Riwayat keluarga MADRASAH

- Kepribadian MUALIMAAT

- Stressor sosial dan MUHAMMADIYAH

Dukungan sosial YOGYAKARTA

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas : Variabel Terikat :

Remaja Putri yang berasal Depresi

Dari dalam dan luar jogja

pada tingkat tsanawiyah

15

Page 16: Kti Fix Proposal

Variable Pengganggu Terkendali :

Remaja putri yang Tinggal di asrama dan tidak tinggal di asrama

2.7. Hipotesis

Hipotesis alternatif: terdapat perbedaan depresi antara remaja putri yang berasal dari dalam dan

luar jogja pada tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta.

16

Page 17: Kti Fix Proposal

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional, dengan jenis penelitian

deskriptif analitik cross sectional. Peneliti mendeskripsikan dan menganaisis hubungan variabel

bebas yaitu remaja putri yang berasal dari dalam dan luar jogja pada tingkat tsanawiyah dengan

variabel terikat yaitu depresi.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang diteliti. Dalam

penelitian ini, populasinya yaitu semua remaja putri tingkat tsanawiyah Madrasah Muallimaat

Muhammadiyah Yogyakarta.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan

prosedur tertentu sehingga diharapkan mewakili populasi suatu penelitian. Sampel yang

ditentukan dalam penelitian ini adalah remaja putri tingkat tsanawiyah Madrasah Muallimaat

Muhammadiyah Yogyakarta. Digunakan teknik pengamblan totally sampling.

17

Page 18: Kti Fix Proposal

Kriteria inklusi yang harus dipenuhi oleh sampel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Remaja putri tingkat tsanawiyah Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bersedia menjadi responden.

3. Mengisi data kuesioner secara lengkap.

Kriteria eksklusi yang harus dipenuhi oleh sampel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Remaja putri bukan tingkat tsanawiyah Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tidak bersedia menjadi responden.

3. Responden tidak mengisi data kuesioner secara lengkap.

3.3. Variabel Penelitian

1. Variable penelitian ini dibagi menjadi vaiabel bebas dan variabel terikat serta terdapat juga

variabel terganggun terkendali dan variabel terganggu tidak terkendali.

2. Variabel bebas pada penelitian ini adalah remaja putri yang berasal dari dalam dan luar jogja

pada tingkat tsanawiyah. Variabel terikatnya adalah depresi. Variabel terganggu terkendali

adalah remaja putri yang tinggal di asrama dan tidak tinggal di asrama Variabel terganggu

tidak terkendali dalam penelitian ini adalah usia.

3.4. Definisi Operasional

1. Remaja adalah masa pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

2. Masa remaja adalah masa perkembangan individu antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa, perkembangan tersebut meliputi dimensi biologik, psikologik dan sosiologik yang

saling terkait antara satu dengan lainnya.

3. Batasan usia remaja menurut PBB yaitu usia 15-24 tahun.

4. Tingkat depresi adalah kondisi individu yang abnormal dan termanifestasi sebagai tanda dan

gejala seperti menurunnya mood, sikap pesimis, kehilangan spontanitas, dan tanda-tanda 18

Page 19: Kti Fix Proposal

fisik lainnya, tingkat depresi diukur dengan menggunakan Woodworth’s Questioner.

Seseorang dikatakan depresi jika diperoleh skor pada angka 5 lebih dari sama dengan 120.

5. Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan

pada pelajaran agama islam dan didukung dengan asrama sebagai tempat tinggal santri yang

bersifat permanen.

6. Tipologi pesantren secara umum dibedakan menjadi dua macam, yaitu pesantren salafi

(tradisional) dan pesantren khalafi (modern).

3.5. Cara Pengumpulan Data

Tiap subjek penelitian akan mengisi kuesioner yang didalamnya ditanyakan identitas dari

responden yang terdiri dari nama, umur, pekerjaan, dan alamat di Yogyakarta. Selanjutnya

kuesioner ini menggunakan Woodworth’s Questioner.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Woodworth’s Questioner

Yang bermaksud untuk mengetahui adanya gangguan seperti depresi, instabilitas emosi,

kepribadian antisosial, dan lain-lain. Skala ini terdiri dari 75 pertanyaan yang dijawab dengan

YA atau TIDAK. Jawaban YA atau TIDAK tersebut akan dicocokkan dengan kunci jawaban

yang memuat angka-angka dari angka satu sampai delapan, yang kemudian akan didapatkan

berapa jumlah tiap angka yang ada, selanjutnya akan dikalikan dengan konstanta tiap nomor.

Responden yang mencapai skor yang melampaui batas skala normal yaitu ≥ 120 pada

masing-masing nomor, maka dinyatakan mengalami gangguan. Dalam hal ini, jika jawaban

responden didapatkan angka 5 yang mencapai skor ≥ 120, maka dinyatakan depresi.

3.7. Tahap Penelitian

1. Pengurusan izin untuk melakukan penelitian kepada pihak Madrasah Muallimaat

Muhammadiyah Yogyakarta dan Fakultas Kedokteran UII.19

Page 20: Kti Fix Proposal

2. Penentuan subjek penelitian yaitu remaja putri tingkat tsanawiyah Madrasah Muallimaat

Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Pelaksanaan penelitian, yaitu penyebaran kuesioner penelitian kepada subjek penelitian.

4. Analisis data.

3.8. Rencana Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan program komputer

dengan menggunakan metode chi-square. Data akan disajikan dengan pie chart, tabel, dan

diagram batang.

3.9. Etika Penelitian

Dalam mengadakan penelitian, peneliti akan berusaha memperhatikan hak-hak responden

sebagai subyek penelitian yang meliputi :

1. Memberikan informasi tentang mekanisme atau proses penelitian sebagai calon responden

sehingga responden mampu memahami dan dapat berpartisipasi dalam penelitian ini.

2. Anonimity (tanpa nama); untuk menjaga kerahasiaan subyek, peneliti tidak mencantumkan

nama responden.

3. Confidentially (kerahasiaan); Peneliti akan menjamin rahasia responden sebagai subyek

penelitian.

20

Page 21: Kti Fix Proposal

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, N. 2005. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Bastaman, D. Hanna. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

3. Depag RI, 2003. Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Ditpekapontren Ditjen

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.

4. Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. ( Terjemahan Istiwidayanti ). Jakarta : Erlangga.

5. Hasbullah,1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo

Persada.

6. Hawari, Dadang, 2004. Al-Qur'an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,

Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

7. Kaplan, H.I. dan Sadock, B. J. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2, edisi VII. Jakarta:

Binarupa Aksara.

8. Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta:

Rajawali Pers.

9. Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University

Press.

10. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari

PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

21

Page 22: Kti Fix Proposal

11. Mastuhu, 1994. Dinamika Sistem pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS.

12. Moenks, F. J., Knoers, AMP & Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan:

Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

13. Rihmer Z, Angst J (2005) Epidemiology of bipolar disorder. In: S Kasper, RMA

Hirschfeld (eds): Handbook of bipolar disorder. Taylor and Francis, New York.

14. Sarwono, S. W. 2002. psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.

Jakarta: Balai Pustaka.

15. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung

Seto.

16. Tuanaya et al, 2007. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Departemen Agama.

17. Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan reproduksi. Yogyakarta: Fitra Maya.

22