Post on 11-Feb-2018
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
1/43
Perawatan Post Cardiac Arrest
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
2/43
Perawatan post cardiac arrest setelah ROSCdapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien
dengan kualitas hidup yang baik.
Perawatan post cardiac arrest berpotensi
signifikan dlm mengurangi early mortality, later
morbidity n mortality.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
3/43
Tujuan utama perawatan post cardiac arrest:
Optimalisasi fungsi cardiopulmonary dan perfusi
organ vital
Setelah keluar dari rumah sakit, bawa pasien ke
rumah sakit yang memiliki system perawatan postcardiac arrest yang comprehensive yang meliputi
intervensi koronari akut, perawatan neurologic,
perawatan kritis, dan hipotermia.
Bawa pasien post cardiac arrest ke unit perawatankritis yang sesuai dan menyediakan perawatan post
cardiat arrest secara komprehensif.
Coba untuk mengidentifikasi dan obati penyebab
dari serangan dan cegah serangan datang lagi.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
4/43
Tujuan lain : Mengontrol suhu tubuh untuk mengoptimalkan
kelangsungan hidup dan kesembuhan neurologic.
Identifikasi dan penyembuhan acute coronary
syndromes (ACS)
Mengoptimalkan ventilasi mekanis untuk
meminimalisir kerusakan paru.
Mengurangi resiko kerusakan multiorgan dan fungsi
organ pendukung bila diperlukan. Menilai secara objektif prognosis untuk
penyembuhan
Membantu pasien dengan layanan rehabilitasi bila
diperlukan
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
5/43
Sistem Perawatan Meningkatkan
hasil post cardiac arrest
Perawatan post cardiac arrest merupakan
komponen kritis utk membantu kelangsungan hidup
pasien
Kebanyakan kematian terjadi selama 24 jam
pertama
Sistem multidisiplin, komprehensif, dan terstruktur
harus diterapkan secara konsisten dalampengobatan pasien post cardiac arrest (kelas I,LOE
B)
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
6/43
Dalam program perawatan post cardiac arrestharus mengandung :
intervensi struktur pengobatan hipotermi
optimisasi hemodinamik dan pertukaran gas
reperfusi segera koronari ketika terdapat indikasi
untuk restorasi dari aliran darah coroner dengan
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
kontrol glikemik; dan diagnose neurologic,
managemen, dan prognostikasi.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
7/43
Gambaran Umum PerawatanPast-Cardiac
Arrest
1. Observasi pada jalan nafas (airway) agar adekuat dan memberikan bantuan
pernafasan setelah RSOC.
2. Observasi pada saturasi oksigen menggunakan oxymetry.
Saturasi oksigen hanya diberikan sampai 94%, karena saturasi oksigen
100% (hiperventilasi) dapat berpotensi memberikan efek hemodinamik yang
merugikan.
Hiperventilasi dapat menaikkan tekanan intrathoracic sehingga cardiac
outputmenurun.
Hiperventilasi menyebabkan PaCO2 menurun sehingga aliran darah ke otak
menurun.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
8/43
3. Observasi vital sign
Pemasangan ekg dilakukan untuk memantau bila terjadi aritmia berulang, ekg
12-lead untuk mendeteksi ST elevasi.
Pemasangan iv line harus dievaluasi untuk melakukan resusitasi
Pemberian cairan dapat dilakukan bila terjadi hipotensi (tekanan sistolik 90
mmHg)
Pemberian cairan dapat dilakukan bila terjadi hipovolemi
Pemberian cairan dingin dapat dilakukan bila pasien hipotermi
Pemberian obat vasoaktif (dopamin,norepinefrin, epinefrin) dengan titrasi
untuk mencapai tekanan sistolik 90 mmHg atau tekanan arteri rata2 65
mmHg
Cedera otak dan ketidakstabilan kardiovaskular merupakan penentu
kelangsungan hidup pasien dengan post-cardiac arrest
Pemberian terapi hipotermia dapat dilakukan pada pasien yang tidak merespon
respon verbal untuk meningkatkan pemulihan neurologis
Resusitasi post-cardiac arrest dapat diperberat oleh karena
Hipovolemia Hipoksia
Asidosis
Hyper-/hypokalemia
Hipotermia
Tamponade jantung
Tension pneumothorax
Trombosis
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
9/43
Target Manajemen Suhu
Induksi Hypotermia Untuk perlindungan dari otak dan organ tubuh lainnya,
hipotermia adalah terapi yang sangat bermanfaat pada pasien
yang tetap koma (biasanya didefinisikan sebagai kurangnya
respon bermakna perintah verbal) setelah ROSC.
Studi tambahan dengan kelompok kontrol, menunjukkan
peningkatan hasil neurologis setelah hipotermia terapi untuk
pasien koma dari VF cardiac arrest.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
10/43
Penelitian dengan hewan yang terkena serangan jantungmenunjukkan bahwa hipotermia durasi pendek ( 1 jam)
mencapai < 10 sampai 20 menit setelah ROSC memiliki efek
positif yang hilang ketika hipotermia ditunda.
Dua uji klinis prospektif di mana hipotermia dicapai dalam
waktu 2 jam pada rata-rata 8 jam (kisaran interkuartil [IQR] 4sampai 16 jam) setelah 1 ROSC keduanya menunjukkan hasil
yang lebih baik dalam hipotermia.
waktu untuk inisiasi pendinginan (IQR 1-1,8 jam) dan waktu
untuk mencapai suhu target (IQR 3-6,7 jam) tidak terkait
dengan meningkatkan hasil neurologis setelah dihentikan.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
11/43
Durasi optimal akibat hipotermia adalah setidaknya 12 jambahkan mungkin > 24 jam. Hipotermia dipertahankan selama
12 atau 24 jam dalam kasus pasien yang keluar dari rumah
sakit presentasi di VF. Efek dari durasi yang lebih lama pada
hasil pendinginan belum diteliti pada orang dewasa, tetapi
hipotermia hingga 72 jam aman bagi bayi baru lahir. komplikasi potensial yang berhubungan dengan pendinginan:
Koagulopati
Aritmia
Hiperglikemia
terutama dengan penurunan yang tidak diinginkan di bawah targettemperature.
Kemungkinan pneumonia dan sepsis dapat meningkat pada
pasien yang diobati dengan terapi hypothermia. Hipotermia
juga merusak koagulasi, dan setiap perdarahan yang sedang
berlangsung harus dikontrol sebelum penurunan suhu.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
12/43
Hypertermia Temperatur elevasi di atas normal dapat mengganggu pemulihan
otak, Setelah resusitasi.
Etiologi dari demam setelah serangan jantung mungkin
berhubungan dengan aktivasi inflamasi sitokin dalam pola yang
mirip dengan yang diamati pada sepsis.
Pada pasien dengan kejadian serebrovaskular menyebabkan
iskemia otak, dari hasil penelitian menunjukkan memburuk pada
hasil jangka pendek dan mortalitas pada jangka panjang.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
13/43
Pasien dapat mengembangkan hipertermia setelah rewarmingpengobatan posthypothermia.
Perawat harus memonitor suhu tubuh inti pasien setelah ROSC
dan secara aktif melakukan intervensi untuk menghindari
hipertermia (Kelas I, LOE C).
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
14/43
Organ-Specific Evaluation and
Support
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
15/43
Sistem pernapasan
Penyebab disfungsi pernapasan setelahcardiac arrest meliputi:
Hydrostatic pulmonary edema akibat disfungsiventrikel kiri
Noncardiogenic edema akibat inflamasi,
infeksi, atau jejas fisik
Severe pulmonary atelectasis
Aspirasi yang terjadi ketika cardiac arrest atau
resusitasi
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
16/43
Sistem pernapasan
Tingkat keparahan disfungsi pernapasanditentukan dari rasio PaO2/FiO2
Rasio PaO2/FiO2 300 mmHg acute lung injury
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
17/43
Sistem pernapasan
Tindakan yang dapat meningkatkan fungsipernapasan dan PaO2:
Positive end-expiratory pressure (PEEP)
Mechanical ventilatory support
Titrasi FiO2
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
18/43
Sistem pernapasan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada mechanicalventilatory support:
Saturasi oxyhemoglobin
Blood gas values
Minute ventilation (respiratory rate dan tidal
volume)
Patient-ventilator synchrony
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
19/43
Penggunaan fibrinolitik dapat bermanfaat bagi
pasien dengan emboli paru massif sebelum
dilakukan CPR
Penggunaan fibrinolitik selama CPR sudah diteliti,dan CPR sendiri tampaknya tidak menimbulkan
risiko perdarahan
embolectomy juga berhasil digunakan pada
beberapa pasien setelah PE-induced cardiak
arrest, hanya satu dari tujuh pasien meninggal dan
perfusi paru sebagian besar sembuh(85,7%)
pada pasien post cardiak arrest yang diketahui
adanya emboli paru mungkin pemakaian fibrinolitik
diperlukan
Pengobatan Pulmonary EmbolismSetelah CPR
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
20/43
Pasien dengan koma atau disfungsipernapasan setelah ROSC hendaknya rutin
diintubasi dan dijaga ventilasi pernafasannya
untuk beberapa waktu.
Pasien dengan post cardiac arrest kognitifdisfungsi, mungkin timbul agitasi atau frank
delirium dengan gerakan yg beresiko melukai
diri maka perlu diberikan neuromuskuler
blocking
Opioid, anxiolytics, dan sedatif-hipnotik agen
dapat digunakan dalam berbagai kombinasi
untuk meningkatkan ventilasi pasien
Sedasi post-cardiac arrest
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
21/43
Secara umum agen obat penenang harus diberikanhati-hati dengan gejala harian dan dititrasi untuk efekyang diinginkan. Obat dengan efek pendek dapatdigunakan sebagai single bolus atau infus kontinu
biasanyapenelitian observasional menemukan hubunganantara penggunaan obat penenang danpengembanganpneumonia pada pasien terapi intubasi selama 48 jampertama.Namun, penelitian ini tidak dirancang untukmenyelidiki sedasi sebagai faktor risiko untukpneumonia atau kematian pasien dengan seranganjantung,
Lakukan monitoring pada pasien dengan risiko tinggitimbulnya kejang kecuali elektroensefalografikkontinyu (EEG)
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
22/43
ACS merupakan penyebab umum dari cardiacarrest. dokter harus mengevaluasi EKG pasien
setelah ROSC. EKG 12-lead harus diperoleh
sesegera mungkin setelah ROSC untuk
menentukan adanya ST elevasi akut , Karena
mustahil untuk menentukan status neurologis
akhir pada pasien koma pada jam-jam pertama
setelah ROSC
pengobatan agresif ST-elevasi miokard infark(STEMI) harus dimulai seperti pada pasien non-
cardiac arrest, koma atau induksi hipotermia.
Karena tingginya insiden iskemia koroner akut,
kemungkinan munculnya coronary angiographywa ar bahkan tan a adan a STEMI
Sistem kardiovaskular
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
23/43
Terapi hipotermia dapat dengan amandikombinasikan dengan PCI primer setelah serangan
jantung yang disebabkan oleh AMI
Pasien dengan serangan jantung bisa diberikan obat-
obatan antiarrhythmia seperti lidokain atau
amiodaron selama resusitasi awal
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
24/43
Vasoactive drugs
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
25/43
Penggunaan obat vasoaktive dalam
pasien setelah gagal jantung
Obat vasoaktif dapat diberikan setelah ROSC
untuk mendukung cardiac output, terutama aliran
darah ke jantung dan otak. Obat dapat dipilih untukmeningkatkan denyut jantung (efek kronotropik),
kontraktilitas miokard (efek inotropik), atau tekanan
arteri (efek vasokonstriksi), atau untuk mengurangi
afterload (efek vasodilator).
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
26/43
Obat vasoaktif harus dititrasi di sampingtempat tidur untuk mengamankan efek yang
diinginkan sementara membatasi efek samping.
Penyedia juga harus menyadari konsentrasi
disampaikan dan kompatibilitas dengan obatdiberikan sebelumnya dan bersamaan.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
27/43
Tabel obat vasopressor
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
28/43
Penggunaan Obat vasoaktif pada Post-cardiac
Arrest
Ketidakstabilan hemodinamik sering terjadi
setelah serangan jantung.
Tidak ada manfaat terbukti atau bahaya yangberkaitan dengan pemberian cairan IV rutin atau obat
vasoaktif (pressor dan inotropik agen) untuk pasien
yang mengalami disfungsi miokard setelah ROSC.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
29/43
Pemberian cairan serta vasoaktif (misalnya,norepinefrin), inotropik (misalnya, dobutamin),
dan inodilator (misalnya, milrinone) agen harus
dititrasi sesuai kebutuhan untuk mengoptimalkan
tekanan darah, curah jantung, dan perfusisistemik (Kelas I, LOE B)
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
30/43
Memodifikasi Hasil Dari Penyakit Kritis
Serangan jantung diduga melibatkan multiorgan iskemikcedera dan microcirculatory dysfunction. Sebuah study
menggunakan cairan dan pemberian obat vasoaktif bersama
dengan pemantauan saturasi oksigen vena sentral dapat
meningkatkan kelangsungan hidup dari sepsis, 173menunjukkan bahwa pendekatan yang sama dapat mengambil
manfaat pasien serangan jantung. Dengan analogi, study telah
meneliti beberapa intervensi lain diyakini bermanfaat dalam
sepsis atau penyakit kritis lainnya.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
31/43
Glukosa Kontrol
Pasien serangan jantung berkemungkinan
mengembangkan metabolisme kelainan sepertihiperglikemia yang mungkin merugikan. Bukti
dari beberapa retrospektif studies menunjukkan
sebuah asosiasi kadar glukosa lebih tinggi denganpeningkatan kematian atau hasil neurologis buruk.
Pasien yang diperiksa dengan induksi hypothermia
memiliki konsentrasi glukosa darah optimal dan
intervensi strategi untuk mengelola glukosa darahdi pos-jantung periode penangkapan tidak
diketahui.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
32/43
Temuan konsisten dalam klinis uji glukosa
control177-185 adalah bahwa terapi intensif
mengarah episode lebih sering hipoglikemia berat
(biasanya didefinisikan sebagai kadar glukosa
darah? 40 mg / dL [2,2 mmol / L]). Hipoglikemia
dapat dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk di
sakit kritis patients.Strategi untuk menargetkan
kontrol glikemik sedang (144-180mg / dL [8 sampai
10 mmol / L]) dapat dipertimbangkan pada pasien
dewasadengan ROSC setelah serangan jantung
(Kelas IIb, LOE B). Upaya untuk mengontrol kadar
glukosa dalam kisaran rendah (80 sampai 110 mg /dL [4,4-6,1 mmol / L]) tidak boleh dilaksanakan
setelah serangan jantung karena peningkatan risiko
hipoglikemia (Kelas III, LOE B).
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
33/43
Steroid
Kortikosteroid memiliki peran pentingdalam fisiologis respon terhadap stres
berat, termasuk pemeliharaan vaskular
nada dan permeabilitas kapiler.
Sindrom pasca serangan jantung
memiliki kesamaan dengan syok septik,
tetapi efektivitas kortikosteroid tetap
kontroversial pada pasien dengan sepsis.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
34/43
Hemofiltrasi
Hemofiltrasi telah diusulkan sebagai metodeuntuk memodifikasi respon humoral terhadap cedera
iskemik-reperfusi yang terjadi setelah serangan
jantung.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
35/43
Cedera otak adalah penyebab umum morbiditas dan
mortalitas pasienpost-cardiac arrest.
Patofisiologi post-cardiac arrest dengan cedera otak
melibatkan kaskade kompleks peristiwa molekuler yangdipicu oleh iskemia dan reperfusi
Manifestasi klinis post-cardiac arrest dengan cedera otak
meliputi koma, kejang, mioklonus, berbagai tingkat
disfungsi neurokognitif (mulai dari defisit memori untukkondisi vegetatif), dan kematian otak.
Sistem Saraf Pusat
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
36/43
Manajemen Kejang
Manajemen kejangpost-cardiac arrestbelum diketahui
Kejang pada post-cardiac arrest memiliki arti diagnosis
klinis yang sangat penting tetapi tidak mudah untuk
ditemukan
Pemasangan EEG dapat dilakukan pada pasien koma untukmendiagnosis kejang yang harus dideteksi sesegera
mungkin dan selalu diobservasi
Beberapa studi menjelaskan bahwa pemberian
antikonvulsan kemungkinan dapat mengurangi kejang padapost-cardiac arrest. Antikonvulsan biasanya diberikan
pada pasien kejang dengan status epileptikus.
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
37/43
Obat Neuroprotektif
Obat yang bekerja untuk melindungi saraf daridegenerasi yang diakibatkan olehpost-cardiac arrest
Beberapa obat yang telah diuji dan dikombinasikan
dengan terapi hipotermi (thiopental, glukokortikoid,
nimodipin, lidoflazine, diazepam, dan magnesiumsulfat) belum menunjukkan hasil yang baik untuk
melindungi saraf dari degenerasi
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
38/43
Prognosis dari Akibat Neurologik padaPenderita Cardiac Arrest yang Sadar
dari Koma
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
39/43
Neurological Assesment
Tidak ada refleks pupil dan kornea 72 jam setelahcardiac arrest memiliki prognosis buruk
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
40/43
EEG
Prognosis buruk apabila:
Pola EEG yang menunjukkan supresi ke 20 V
Pola burst-supression dengan aktifitas epileptikTidak ada respons kortikal N2O bilateral pada
stimulasi median nerve
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
41/43
Neuroimaging
Extensive cortical dan lesi subcortical pada MRIberhubungan dengan prognosis neurologik yang
buruk
Donor organ setelah cardiac
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
42/43
Donor organ setelah cardiac
arrest
Pada pasien dewasa yang mengalami henti kerjaotak setelah resusitasi karena cardiac arrest
sebaiknya dipertimbangkan donor organ
7/23/2019 Post-Cardiac Arrest
43/43
Kesimpulan
Tujuan pelayanan segera post-cardiac arrestadalah untuk:
Optimisasi perfusi sistemik
Mengembalikan homeostasis metabolik
Membantu fungsi sistem organ untuk
memungkinkan kembalinya fungsi neurologik