Post on 20-Jan-2016
description
Perdarahan Uterus Abnormal
Perdarahan uterus abnormal seringkali terjadi dengan gambaran klinik yang bervariasi
dan rumit. Angka kejadian mencapai 19.1 % dari semua kunjungan poliklinis untuk kasus
ginekologi. Selain itu dilaporkan bahwa sekitar 25% tindakan pembedahan ginekologi dilakukan
berkaitan dengan perdarahan uterus abnormal.
Perdarahan lucut yang terjadi pada bayi baru lahir perempuan merupakan keadaan yang
fisiologis, namun perdarahan pervaginam sebelum menarche merupakan keadaan yang tidak
normal. Pada masa reproduksi, yang dimaksud dengan perdarahan uterus abnormal adalah
meliputi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hal frekuensi, durasi atau jumlah darah yang
keluar dalam siklus haid serta kejadian perdarahan diluar siklus haid. Pada masa pasca
menopause, yang dimaksud dengan perdarahan uterus abnormal adalah terjadinya perdarahan per
vagina setelah wanita yang bersangkutan berhenti haid selama lebih dari 12 bulan atau terjadinya
perdarahan uterus pada wanita masa pasca menopause yang mendapatkan terapi sulih hormonal
selama lebih dari 12 bulan.
Pembahasan berikut menyangkut pendekatan praktis untuk menentukan etiologi
perdarahan uterus abnormal dan penatalaksanaannya.
Etiologi dan Evaluasi Perdarahan Uterus Abnormal
Sebelum menarche
- Keganasan
- Trauma
- Kekerasan seksual
Pemeriksaan panggul (dengan anestesi ) harus dilakukan mengingat bahwa 54% kasus
disebabkan oleh adanya lesi traktus genitalis dan 21% diantaranya bersifat ganas.
Tabel 1.1 Diagnosa Banding Perdarahan Uterus Abnormal.
Kehamilan dan komplikasi
kehamilan :
Solusio plasenta
Kehamilan ektopik
Penyakit sistemik :
Hiperplasi adrenal dan penyakit
Cushing
“Blood Dyscrasia” (leukemia
Patologi traktus genitalis :
Infeksi (servisitis, miometritis,
endometritis)
Neoplasia
Abortus
Plasenta previa
Penyakit trofoblas
Medikasi & penyebab iatrogenik:
Antikoagulan
Antipsikotik
Kortikosteroid
Suplemen herbal
Terapi sulih hormon
AKDR
Pil kontrasepsi
Tamoxifen
dan trombositopenia)
Koagulopatia
Penyakit hepar
Supresi hipotalamik (stress,
penurunan berat badan
berlebihan, olah raga
berlebihan)
Sindroma ovaripolikistik
Penyakit ginjal
Penyakit tiroid
Kelainan anatomi jinak:
(adenomiosis, mioma uteri, polip
servik)
Lesi pra-ganas (displasia
servik, hiperplasia endometrium)
Lesi ganas : (karsinoma servik
sel skuamosa, adenokarsinoma
endometrium, tumor ovarium
penghasil estrogen, tumor ovarium
penghasil testosteron,
leiomiosarkom)
Trauma, benda asing, abrasi,
kekerasan atau penyimpangan
seksual
Perdarahan uterus
disfungsi (diagnosa per
eksklusionum)
2.1 Masa Reproduksi
Siklus haid memiliki 3 fase. Selama fase folikuler, terjadi peningkatan hormon FSH
sehingga terjadi maturitas dari folikel yang dominan dan menghasilkan estrogen dalam sel
granulosa. Dengan meningkatnya kadar estrogen, haid berhenti dan endometrium mengalami
proliferasi dan selanjutnya mekanisme umpan balik positif terjadi pada hormon LH sehingga
terjadilah fase luteal. Selama fase luteal, meningkatnya hormon progesteron akan menghentikan
proses proliferasi endometrium. Selanjutnya penurunan produksi progesteron oleh corpus luteum
menyebabkan pengelupasan endometrium dan terjadilah fase menstruasi . Disebut abnormal, bila
siklus haid berlangsung dengan frekuensi kurang dari 21 hari atau melebihi 35 hari atau bila
durasi haid berlangsung kurang dari 2 hari atau lebih dari 7 hari.
Peristiwa kehamilan merupakan keadaan yang harus dipikirkan pertama kali bila seorang
wanita pada masa reproduksi datang dengan keluhan perdarahan uterus abnormal (lihat tabel
1). Harus ditanyakan pada penderita tersebut mengenai pola siklus haid, penggunaan
kontrasepsi dan aktivitas seksualnya. Harus dilakukan pemeriksaan bimanual (apakah terdapat
pembesaran uterus), pemeriksaan β-hCG serta ultrasonografi panggul untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kehamilan atau kelainan yang terkait dengan kehamilan.
Selanjutnya, harus diteliti lebih jauh penyebab perdarahan uterus abnormal yang bersifat
iatrogenik.
Bila kehamilan atau penyebab iatrogenik sudah disingkirkan maka harus dilakukan
evaluasi sistemik khususnya mengenai kelenjar tiroid, kelainan hematologi, kelainan hepar,
kelainan adrenal dan hipotalamus (lihat tabel 2). Ketidakteraturan haid seringkali berhubungan
baik dengan hipotiroid (23.4%) maupun dengan hipertiroid ( 21.5%). Pemeriksaan fungsi tiroid
dapat membantu dokter untuk menegakkan diagnosa.
Tabel 2.2. Evaluasi Perdarahan Uterus Abnormal
Langkah diagnostik Gejala, tanda dan tes Kelainan
Anamnesa Nyeri panggul
Mual, berat badan bertambah,
sering buang air kecil, lesu
Abortus, kehamilan ektopik,
penyakit radang panggul
(PID) , penyimpangan atau
kekerasan seksual.
Kehamilan
Berat badan bertambah, rasa
dingin berlebihan, sembelit, lesu.
Berat badan menurun, berkeringat
banyak, palpitasi
Gusi mudah berdarah
Ikterus, riwayat hepatitis
Hirsuitisme, jerawat, acathoisis
nigricans, obesitas
Perdarahan pasca sanggama
Galaktorea, nyeri kepala,
Hipotiroidisme
Hipertiroidisme
Koagulopatia
Penyakit hepar
PCOS
Displasia servik, polip
endoservik
Adenoma hipofise
Supresi hipotalamus
gangguan visual
Berat badan turun, stress, olah
raga berlebihan
Pemeriksaan Fisik Tiromegali, berat badan
naik,edema
Tiroid mengeras, takikardia, berat
badan turun, kelainan kulit
Ikterus, hepatomegali
Uterus membesar
Uterus kaku dan melekat pada
jaringan dasarnya.
Masa adneksa
Uterus tegang, gerakan servik
terbatas
Hipotiroidisme
Hipertiroid
Penyakit hepar
Kehamilan, mioma uteri,
karsinoma uterus
Karsinoma uterus
Tumor ovarium, kehamilan
ektopik, kista ovarium
Radang panggul,
endometritis
Pemeriksaan
laboratorium
β hCG
Darah lengkap dan pemeriksaan
faal pembekuan darah
Tes fungsi hepar, prothrombine
time
Thyroid Stimulating Hormon-
TSH
Prolaktin
Gula darah
DHEA-s, testosteron bebas, 17 a
hidroxyprogesteron (bila
hiperandrogenik)
Papaniculoau smear
Tes pemeriksaan infeksi servik
Kehamilan
Koagulopatia
Penyakit hepar
Hipo / hipertiroid
Adenoma hipofise
DM
Tumor ovarium / adrenal
Displasia servik
Servisitis, PID
Pencitraan dan Biopsi endometrium atau D & C Hiperplasia, atipia atau
pengambilan sediaan
jaringan USG transvaginal
Sonohisterografi (saline infusion)
Histeroskopi
adenokarsinoma
Kehamilan, tumor ovarium /
uterus
Lesi intra uterus, polip
endometrium, mioma
submukosa
Lesi intra uterus, polip
endometrium, mioma
submukosa
2.3 Masa pasca menopause
Evaluasi penderita perdarahan uterus pasca menopause meliputi pemeriksaan bimanual
dan hapusan papaniculoau untuk melihat adanya lesi vulva, vagina , tanda trauma, polip atau
displasia servik. Displasia servik jarang mengakibatkan perdarahan uterus abnormal namun
sering berkaitan dengan perdarahan pasca sanggama.14 Biakan servik perlu dikerjakan pada
penderita dengan resiko tinggi infeksi atau bila memperlihatkan gejala infeksi.
Perdarahan uterus disfungsional baik yang bersifat anovulasi maupun yang ovulasi
(jarang) dapat terjadi pada masa reproduksi. Ini merupakan diagnosa per eklusionum yang dibuat
bilamana penyebab lain sudah dapat disingkirkan.2, 16
Perdarahan uterus disfungsional yang anovulatoir adalah gangguan pada poros hipotalamus-
hipofise-ovarium yang mengakibatkan terjadinya perdarahan uterus yang tidak teratur, ber
kepanjangan dan dengan jumlah darah haid yang banyak. Dapat terjadi segera setelah menarche
bila poros hipotalamus-hipofisis-ovarium belum matang atau dapat terjadi pada masa
perimenopause dimana menurunnya kadar estrogen menyebabkan tidak adanya rangsangan
terjadinya “LH surge” agar dapat terjadi ovulasi.
Stimulasi estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron dapat menyebabkan terjadinya
proliferasi endometrium dan hiperplasia. Dengan tidak adanya progesteron yang diperlukan
untuk stabilisasi dan diferensiasi endometrium maka selaput mukosa akan rapuh dan luruh secara
tidak teratur.
Perdarahan uterus disfungsional yang ovulatoir dapat berupa polimenorea, oligomenorea,
bercak perdarahan pada pertengahan siklus dan menoragia Polimenorea diperkirakan terjadi
akibat disfungsi fase luteal sehingga siklus berlangsung lebih pendek (kurang dari 21 hari) ,
sementara itu oligomenroea adalah disfungsi fase folikuler yang memanjang sehingga siklus
berlangsung lebih panjang (lebih dari 35 hari). Bercak perdarahan pada pertengahan siklus haid
terjadi sebelum ovulasi disebabkan oleh kadar estrogen yang menurun. Menoragia adalah
perdarahan haid yang berlebihan (lebih dari 80 ml per siklus) dan hal ini dapat disebabkan oleh
gangguan hemostasis endometrium.
2.4 Evaluasi lanjutan atas dasar faktor resiko terjadinya karsinoma endometrium
Evaluasi lanjutan dari perdarahan uterus abnormal tergantung pada usia penderita dan
adanya faktor resiko untuk terjadinya karsinoma endometrium antara lain:
- Perdarahan pervagina dengan siklus anovulatoir
- Obesitas
- Nulipara
- Usia > 35 tahun
Diabetes melitus merupakan faktor resiko terjadinya karsinoma endometrium. Penderita
dengan siklus haid tidak teratur dan berkepanjangan memiliki resiko mengalami DM tipe 2 dan
diharuskan menjalani pemeriksaan skrining diabetes.
Karsinoma endometrium jarang terjadi pada wanita muda ( 15 – 18 tahun). Dengan
demikian maka wanita dewasa yang menderita perdarahan uterus disfungsi boleh diterapi dengan
terapi hormon dan observasi saja tyanpa pemeriksaan diagnostik lain.
Resiko terjadinya karsinoma endometrium meningkat dengan semakin bertambahnya
usia.Angka kejadian karsinoma endometrium adalah 10.2 kasus per 100.000 wanita usia 19 – 39
tahun. Angka kejadian karsinoma endometrium pada usia 40 – 49 tahun adalah 36.5 per 100.000.
. American College of Obstetrician and Gynecology merekomendasikan untuk melakukan
evaluasi dengan baik pada penderita perdarahan uterus abnormal yang berusia diatas 35 tahun.
Evaluasi endometrium (meliputi pencitraan dan pengambilan jaringan) disarankan untuk
dilakukan pada penderita resiko tinggi menderita karsinoma endometrium dan penderita resiko
rendah yang tidak memberikan respon bermakna dengan terapi medikamentosa.
2.5 Pencitraan dan Pengambilan Jaringan Sediaan
Sensitivitas biopsi endometrium untuk deteksi dari abnormalitas endometrium mencapai
96%. Akan tetapi 18% dari lesi fokal akan terlewatkan melalui tindakan ini, antara lain polip
endometrium dan mioma uteri submukosa oleh karena hanya sebagian kecil dari endometrium
yang dapat diangkat sebagai sediaan. Meskipun biopsi endometrium memiliki sensitivitas yang
tinggi dalam menegakkan diagnosa karsinoma endometrium, namun sensitivitas dalam
mendeteksi hiperplasia endometrium atipikal hanya sekitar 81%.
Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal dapat memperlihatkan adanya mioma uteri,
penebalan endometrium atau tumor intra uterin. Meskipun kemampuan pemeriksaan tersebut
dalam mendeteksi polip endometrium atau mioma submukosa terbatas, akan tetapi memiliki
sensitifitas yang sangat tinggi dalam mendeteksi adanya karsinoma endometrium (96%) dan
kelainan endometrium (92%). Bila dibandingkan dengan pemeriksaan D & C, evaluasi
endometrium dengan ultrasonografi transvaginal hanya berselisih sekitar 4% saja,
Sonohisterografi dengan menggunakan cairan garam faali intrauterin memperkuat
kemampuan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal dalam menagkkan diagnosa. Dengan
pemeriksaan ini, dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal setelah dimasukkan 5 – 10
ml garam faali kedalam ringga uterus. Sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan diaghnosa
karsinoma endometrium sebanding dengan pemeriksaan histeroskopi. Sonohisterografi lebih
akurat dalam menegakkan diagnosa kelainan intrakaviter dibanding dengan ultrasonografi
transvaginal saja. dan lebih akurat dibandingkan histeroskopi dalam menegakkan diagnosa
hiperplasia endometrium. Kombinasi antara pemeriksaan biopsi endometrium dan
sonohisterografi untuk identifikasi abnormalitas endometrium mencapai sensitivitas 95 – 97%
dan spesifisitas 70 – 98%.
Meskipun D & C merupakan “gold standard” dalam menegakkan diagnosa karsinoma
endometrium, akan tetapi tindakan ini tidak lagi dianggap sebagai tindakan kuratif mengingat
adanya keterbatasan dalam mencapai cornu uterus. Histeroskopi yang disertai dengan biopsi
lebih informatif dibanding tindakan D & C saja
Kepada penderita pasca menopause dengan perdarahan uterus abnormal, termasuk
mereka yang mendapatkan terapi sulih hormon lebih dari 12 bulan harus ditawarkan tindakan D
& C untuk evaluasi endometrium (sensitivitas untuk mendeteksi karsinoma endometrium
mencapai 96% dengan angka negatif palsu mencapai 2 – 6% ) Wanita pasca menopause yang
beresiko tinggi bila memperoleh anestesia umum dan tindakan D & C diberikan alternatif untuk
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau histerosonografi dan biopsi
endometrium.
Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan metode terbaik dalam melakukan
evaluasi endometrium penderita perdarahan uterus abnormal. Berdasarkan bukti yang ada,
sonohisterografi disertai dengan biopsi endometrium merupakan tindakan diagnostik terbaik
dengan resiko yang minimal saat ini.
2.6 Penatalaksanaan Medis
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI YANG ANOVULATOIR
Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada
penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil
kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap
endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the
endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada
penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi
( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan terapi dengan progestin secara
siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif.
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI OVULATOIR
Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam
mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena)
Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah
setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi
penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka
pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium.
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini
jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan
tromboemboli).
Tabel 1.3 . Penatalaksanaan Medikamentosa PUD anovulatoir
Obat Dosis Maksud
Pil kontrasepsi Etinil estradiol 20 – 35 mcg
+ progestin monofasik tiap
hari
Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari
selama 5 – 7 hari sampai
perdarahan berhenti dan
diikuti dengan penurunan
secara bertahap sampai 1 pil
1 kali perhari dan dilanjutkan
dengan pemberian pil
kontrasepsi selama 3 siklus
Mengatur siklus haid
Kontrasepsi
Mencegah hiperplasia
endometrium
Penatalaksanaan perdarahan
yang banyak namum tidak
bersifat gawat darurat
Progestin :
Medroxyprogesteron
asetat (Provera, Prothyra)
5 – 10 mg / hari selama 5 –
10 hari setiap bulan
Mengatur siklus haid
Mencegah hiperplasia
endometrium
2.7 Pembedahan
Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi
pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga
dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.
Tabel 1.4. Penatalaksanaan pembedahan pada perdarahan uterus abnormal
Tindakan Alasan
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.Mimektomi (abdominal, laparoskopik,histeroskopik)
Mioma uteri.
Reseksi endometrial transervikal Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
Ablasi endometrium (thermal balloon/roller ball)
Terapi menoragia atau menometroragia resisten dalam rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang resisten
Embolisasi arteri uterine Mioma uteri.Histerektomi Hiperplasia atipikal, karsinoma
endometrium.
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
Abnormal Uterine Bleeding atau Perdarahan Uterus Abnormal meruapakan perdarahan
yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. AUB ada dua macam, yaitu AUB
organik dan AUB nonorganik.
Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai
komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah
serviks atau uterus (leiomioma) atau kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual.
Batasan Perdarahan Uterus Abnormal
Batasan Pola Anbormalitas Perdarahan
OligomenoreaPerdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari
dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
PolimenoreaPerdarahan uterus yang terjadi dengan interval < 21 hari
dan disebabkan oleh defek fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal
( 21 – 35 hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau >
7 hari.
Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik
dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau
dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
Metroragia atau
perdarahan antara haid
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus
ovulatoir dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR,
endometritis, polip, mioma submukosa, hiperplasia
endometrium, dan keganasan.
Bercak intermenstrual
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi
yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar
estrogen.
Perdarahan pasca
menopause
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause
yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid
selama 12 bulan.
Perdarahan uterus
abnormal akut
Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah
yang sangat banyak dan menyebabkan gangguan
hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan uterus
disfungsi
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir
yang tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan,
penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata
dan atau gangguan kondisi sistemik.
1. A. AUB Organik
AUB organik adalah perdarahan diluar siklus menstruasi yang diakibatkan oleh faktor-faktor
organik, seperti kelainan fisik, kehamilan, penyakit sistemik, trauma maupun peradangan. AUB
organik merupakan jenis perdarahan uterus yang tidak disebabkan oleh gangguan pada poros
hipotalamus-hipofise-ovarium yang mengakibatkan terjadinya perdarahan uterus.
Faktor-faktor Etiologik :
1. Komplikasi kehamilan
1. Perdarahan implantasi
2. Abortus
3. Kehamilan ektopik
4. Kehamilan mola, penyakit trofoblastik
5. Komplikasi plasenta
6. Vasa previa
7. Hasil konsepsi yang tertahan
8. Subinvolusi uterus setelah kehamilan
2. Infeksi dan Inflamasi
1. Vulvitis
2. Vaginitis
3. Servitis
4. Endometritis
5. Salpingo-oophoritis
3. Hiperplasia dan Neoplasia
1. Vagina: karsinoma, penyakit trofoblastik metastatic, sarcoma botryoides.
2. Serviks: polip, papiloma, karsinoma.
3. Endometrium: hyperplasia, polip, karsinoma, sarcoma, penyakit trofoblastik.
4. Miometrium: leiomoima, leiomiosarkoma, miosis stroma endolimfatik
(hemangioperisitoma).
5. Ovarium : tumor-tumor sel teka granulose yang menghasilkan estrogen; tumor-
tumor lain atau kista dapat merangsang hormone stromaovarium.
6. Tuba falopii: karsinoma.
4. Trauma
1. Perdarahan post operatif
2. Laserasi Obstetrik
3. Benda asing dalam vagina
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
5. Endometriosis
6. Adenomiosis
7. Aneurisma sirsiod- fistula arteriovenosa
8. Kelainan hematologik atau sistemik
1. Trombositopenia
2. Penyakit Von Willebrand
3. Terapi antikoagulan
4. Koagulasi intravascular diseminata
5. Hipertensi
6. Hipotiroidi (lebih banyak terjadi pada hipotiroidi daripada hipertiroidi)
7. Leukemia
8. Penyakit hepar
1. B. Pemeriksaan
1. Data Subjektif
Gejala Saat Ini Kesan
Perdarahan Pervaginam
1. Kuantitas
1. Penyemburan
1. Spotting (diluar menstruasi)
Komplikasi kehamilan, hiperplasia
endometrium, polip, kanker, polip fibroid
(PUD)
Abortus imminens, kehamilan ektopik,
kontrasepsi oral
1. Durasi
1. Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
1. Spotting (antar menstruasi,
postmenstruasi, post menopause)
Siklus ovulasi yang terkomplikasi oleh
Leiomyomata, Adenomiosis, Hypotiroidi
>> Hypertiroidi, Diskarsia.
Polip endometrium
1. Warna
1. Merah segar
2. Noda cokelat
Komplikasi kehamilan, Laserasi akut
Darah tercampur oleh sekresi serviks atau
vagina
1. Interval
1. Siklik
2. Non siklik
1. setelah amenorrhoe
1. perdarahan antar menstruasi
(misalnya setelah koitus atau
pembilasan)
Ovulatoar
Ovulasi tidak teratur, anovulasi, kondisi
patologis pelviks yang spesifik.
Kompliksi kehamilan (persisten dengan
volume yang kurang normal : kehamilan
ektopik, abortus imminens, implantasi).
Adenomiosis , Leiomyomata, Polip,
Hyperplasia, dan Karsinoma Uterus.
Eversi, Ektropion, Erosi, Polip, Keganasan
serviks
Gejala Penyerta
1. Demam dan nyeri
2. Kram uterus dan kehamilan
3. Petekiae dan Epitaksis
Infeksi pelvis
Kelainan gestasional
Kelainan koagulasi
Riwayat penyakit dahulu
1. Kontrasepsi oral
1. AKDR
Kemungkinan besar tidak hamil,
kehamilan ektopik.
Infeksi pelvis, kehamilan ektopik.
1. Data Objektif
2. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis
b) Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra
peritoneal), sepsis.
c) Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi.
2) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi dan palpasi misalnya menunjukkan kehamilan atau iritasi peritoneum. Uterus
yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang
lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan
mola, kehamilan ganda ataupun kehamilan dalam suatu uterus fibroid.
3) Pemeriksaan pelvis
a) Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah dan sumber perdarahan, laserasi
vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing.
b) Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis.
1. Tes Laborat
Hitung darah lengkap dan apusan darah. Pengukuran pada Hb, HT menunjukkan adanya
perdarahan akut atau kronis dan Leukositosis dengan pergeseran kekiri pada hitung jenis,
peningkatan betuk batang dan peningkatan leukosit polimorfonuklear biasanya menunjukkan
adanya infeksi.
1. Data Diagnostik Tambahan
1) Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi
spesifik.
2) Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit
trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi.
3) Cairan serviks dikirim unutk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi.
4) Tes kehanmilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik
baik intra maupun ekstrauterin.
5) Determinasi serangkaian hematokrit.
6) Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi.
7) Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan
Alur perdarahan uterus abnormal
Gangguan Haid
Anamnesis dan pemeriksaan
Gangguan kehamilan
Tatalaksana gangguan kehamilan Penyebab iatrogenik
Stop penyebab iatrogenik
Medikamentosa
Penyakit sistemik
Patologi pada panggul
Perdarahan uterus disfungsi
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Terminologi
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun
lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang
memanjang atau tidak beraturan. perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor
koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan
yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).
1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak sehingga
perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus
abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal
yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang
cepat dibandingkan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi di antara
2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu
yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia.
2. Sistem Klasifikasi
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan
kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis,
leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,
iatrogenik dan not yet classified.
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik
pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN merupakan kelainan non
struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi
tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih
faktor penyebab PUA. Dengan pendekatan ini, diharapkan tata laksana untuk pasien dengan
PUA dapat menjadi lebih komprehensif.
A. Polip (PUA-P)
Definisi :
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun tidak,
berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel
endometrium.
Gejala :
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.
Diagnostik :
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi, dengan atau
tanpa hasil histopatologi.
Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki
vaskularisasi dan di lapisi oleh epitel endometrium.
B. Adenomiosis (PUA-A)
Definisi :
Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan miometrium
Gejala :
Nyeri haid, nyeri saat sanggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air
besar, atau nyeri pelvik kronik.
Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil
histopatologi.
Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan MRI dan USG.
Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis
adenomiosis.
Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan sebagian
berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.
Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik pada
jaringan miometrium.
C. Leiomioma (PUA-L)
Definisi
Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium
Gejala
Perdarahan uterus abnormal
Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding abdomen
Diagnostik
Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab tunggal PUA.
Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri
dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri.
Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :
Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri;
Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri
submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya;
Tersier : klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum.
D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Definisi :
Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab
penting PUA.
Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi FIGO dan WHO.
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
E. Coagulopathy (PUA-C)
Definisi :
Gangguan hemostasis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang terkait dengan
PUA.
Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostasis
sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand.
F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)
Definisi
Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarah uterus
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang
sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
Dahulu termasuk dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional (PUD).
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid
banyak.
Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik (SOPK),
hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat
yang berlebihan.
G. Endometrial (PUA-E)
Definisi :
Gangguan hemostastis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya
perdarahan uterus.
Gejala :
Perdarahan uterus abnorma
Diagnostik
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur.
Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostasis lokal endometrium.
Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1 dan
prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas fibrinolisis.
Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut akibat
gangguan hemostasis lokal endometrium.
Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang
berovulasi.
H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti penggunaan
estrogen, progestin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin
dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding (BTB).
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat
disebabkan oleh sebagai berikut :
Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi;
Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin;
Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan (warfarin,
heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
I. Not yet classified (PUA-N)
Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi.
Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi
arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.
3. Penulisan
Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena itu dibuat sistem
penulisan.
Angka 0 : tidak ada kelainan pada pasien;
Angka 1 : terdapat kelainan pada pasien;
Tanda tanya (?) : belum dilakukan penilaian.
Sistem penulisan pada pasien yang mengalami PUA karena gangguan ovulasi dan mioma uteri
submukosum adalah PUA P0 A0 L1(SM) M0 – C0 O1 E0 I0 N0. Pada praktek sehari-hari
gangguan di atas dapat ditulis PUA L(SM); O.
C. Penatalakasanaan AUB
Pengobatan harus diarahkan kepada diagnosis yang spesifik. Keperluan untuk segera dirawat di
rumah sakit tergantung pada kuantitas kehilangan darah dan adanya anemia atau hipivolemia.
Apabila perdarahan pervaginam hebat, penanganan daruratnya meliputi cairan intravena,
transfuse darah, dan diagnosis etiologik segera.
Tindakan spesifik yang dapat diindikasikan meliputi :
1. Kuretase endometrium terhadap produk-produk konsepsi yang tertahan.
2. Antibiotika untuk infeksi pelvis.
3. Penamponan vagina atau serviks unutk lesi-lesi serviks maligna.
4. Laparotomi untuk kehamilan ektopik.
5. Penjahitan laserasi vagina.
6. Radiasi untuk lesi-lesi keganasan.
7. Pengeluaran AKDR.
8. Histerektomi untuk leiomiomata.