Post on 11-Apr-2019
PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA JEMAAT
DEWASA MUDA GKI PETRUS JAYAPURA
DITINJAU DARI KEPRIBADIAN INTROVERT
DAN EKSTROVERT
OLEH
MEIDY IVANA SUMIHE
802013005
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
1
PENDAHULUAN
Proses dari masa remaja menjadi dewasa merupakan masa transisi yang
cukup signifikan yang terjadi pada usia 18 sampai 25 tahun (Arnett 2006, 2007,
dalam Santrock, 2012). Hal-hal paling mendasar yang dapat dilihat saat seseorang
memasuki tahap dewasa awal adalah dimana seseorang mulai hidup secara mandiri,
menentukan pilihannya sendiri dan bertanggung jawab atas hidupnya. Menurut
Santrock (2002) kaum muda berbeda dengan remaja karena adanya perjuangan
antara membangun pribadi yang mandiri dan terlibat secara sosial. Ada dua hal
yang dapat menujukkan seseorang masuk dalam permulaan dewasa awal yaitu
kemandirian secara ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan
(Santrock, 2002). Perubahan ini juga terlihat dari perkembangan moral seseorang
ketika memasuki masa dewasa awal. Dua pengalaman yang mengacu
perkembangan moral pada masa dewasa awal adalah menghadapi nilai yang
bertentangan dengan nilai yang sudah dianut di rumah dan pengalaman dalam
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain (Papalia, Olds, & Feldman,
2011).
Menjadi seseorang yang mulai memasuki perkembangan dewasa awal dan
memiliki peran sebagai makhluk sosial menjadikan seseorang sangat melekat dan
tidak dapat terlepas untuk melakukan perilaku prososial. Perilaku prososial
merupakan kecenderungan disposisi yang berlangsung lama pada seseorang untuk
berpikir tentang hak dan kesejahteraan orang lain, berempati dan merasa khawatir
akan orang lain serta berperilaku yang medatangkan manfaat bagi orang lain
(Penner, Fritzsche, Craiger & Freifeld, 1995). Hal ini juga yang dirasakan salah
satu pemuda di gereja GKI Petrus Jayapura, melalui wawancara tanggal 11 Agustus
2
2017 yang dilakukan peneliti, pemuda tersebut mengatakan bahwa ia suka untuk
selalu menolong orang lain, berempati dengan teman-teman sesama pemuda yang
sedang sakit dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial di sekitar lingkungan gereja.
Begitupun dengan salah satu pemudi yang peneliti wawancara pada tanggal 12
Agustus 2017, ia menganggap bahwa menolong orang lain merupakan hal yang
sebisa mungkin ia akan lakukan karena baginya ketika ia menolong orang lain ia
juga akan merasakan sukacita.
Ada berbagai dimensi-dimensi yang membentuk seseorang melakukan
perilaku prososial menurut Penner (1995) antara lain: (1) tanggung jawab sosial,
yaitu kecenderungan untuk bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensi
dari segala tindakan yang ia perbuat, (2) Empati, a.) mampu berempati, yaitu
kecenderungan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, merasa simpati dan
memperhatikan orang-orang yang kurang beruntung, b.) pengambilan sudut
pandang, yaitu secara spontan memiliki kecenderungan untuk mengambil sudut
pandang dari segi psikologis orang lain, c.) kemampuan mengatasi stress, yaitu
kecenderungan pada diri seseorang dalam merasakan perasaan gelisah dan
khawatir, (3) pemahaman moral, yaitu kecenderungan untuk membuat keputusan-
keputusan yang dilandaskan pada pertimbangan moral dan fokus pada kepentingan
orang lain, (4) menolong, yaitu kecenderungan untuk menolong orang lain (dalam
Farhah, 2011). Perilaku prososial juga di tentukan oleh faktor-faktor yang menjadi
alasan seseorang melakukan perilaku prososial antara lain (1) pengaruh faktor
situasional, seperti bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban, adanya model,
desakan waktu dan sifat kebutuhan korban, (2) pengaruh faktor dari dalam diri,
3
seperti suasana hati (mood), sifat, jenis kelamin, tempat tinggal dan pola asuh (UI,
2014).
Salah satu hal yang menjadi faktor seseorang melakukan perilaku prososial
yaitu faktor sifat. Jung (1921/1971 dalam Feist & Feist, 2014) mendefinisikan sifat
sebagai suatu kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah
karakter. Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni
sikap ekstraversi dan sikap introversi. Menurut Jung (1921/1971 dalam Feist &
Feist, 2014) introversi adalah aliran energi psikis kearah dalam yang memiliki
orientasi subyektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam
diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat
individu. Orang-orang dengan kepribadian introvert akan menerima dunia luar
dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif mereka. Sedangkan,
ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar
sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh
dari subyektif. Ekstrovert akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya
dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung bersikap objektif dan
menekan sisi subjektifnya (Feist & Feist, 2014). Menurut Hedges (1993) yang
mengembangkan teori tipologi Jung menyatakan bahwa terdapat perbedaan
karakteristik yang lebih kompleks antara mereka yang memiliki kepribadian
introvert dan ekstrovert. Karakteristik mereka dengan tipe kepribadian ekstrovert
yaitu (1) perhatiannya tertuju pada dunia diluar dirinya, (2) mendapatkan energi
melalui orang lain, (3) menyaring isi pikiran, perasaan dan ide dari orang lain, (4)
cenderung berkomunikasi secara lisan, (5) minatnya menyebar, (6) bicara terlebih
dahulu baru berpikir, (7) ekspresif dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang
4
baru, (8) terbuka dan suka berteman, (9) tidak canggung dan ramah, (10) suka
bekerja sama dengan orang lain. Sedangkan, karekteristik mereka dengan
kepribadian introvert yaitu (1) perhatiannya tertuju pada dunia dalam dirinya, (2)
mendapatkan energi dari dalam dirinya, (3) menyaring ide dan isi pikiran dari
dalam diri, (4) cenderung berkomunikasi secara tulisan, (5) minatnya mendalam,
(6) berpikir terlebih dahulu baru berbicara, (7) mengalami kesulitan perihal
menjalani hubungan sosial dengan orang lain, (8) mempunyai sifat tertutup, (9)
pemalu dan sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru, (10) lebih senang
bekerja sendiri (dalam Sulaeman, 2011).
Melihat perbedaan yang cukup signifikan dari cara seseorang bersikap
berdasarkan kepribadiannya maka secara tidak langsung hal tersebut dapat
mempengaruhi bagaimana cara seseorang terlibat dalam melakukan perilaku
prososial. Perbedaan kepribadian dalam melakukan perilaku prososial ini pernah
diteliti oleh Kurniawan dan Stanislaus (2016) yang menyatakan bahwa perilaku
prososial mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert lebih tinggi dari
pada mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert yang artinya bahwa ada
perbedaaan perilaku prososial antara mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian
ekstrovert dengan mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert. Begitu juga
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (1992) pada anggota Bintara
Sabhara Polri bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara intensi
prososial antara anggota yang memiliki kepribadian ekstrovert dan introvert.
Namun, hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruf dan
Radosevich (2009) dalam penelitiannya tentang “How Personality and Gender
May Relate to Individual Attitudes Toward Caring for and About Others” bahwa
5
tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepribadian ekstrovert dan introvert
dalam aksi apa yang akan dilakukan dalam menolong.
Untuk itu berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan di atas,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Apakah ada perbedaan
perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa Muda GKI Petrus
Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert”.
Masalah Penelitian
Apakah ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat
Dewasa Muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan
ekstrovert?
Hipotesis
Ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa
Muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert.
6
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1.Variabel 1 : Perilaku Prososial.
Perilaku seseorang yang cenderung untuk melakukan sesuatu
yang mendatangkan manfaat bagi orang lain, mementingkan
kepentingan orang lain serta merasakan empati akan apa
yang dialami orang lain.
2.Variabel 2 : Kepribadian Ekstrovert dan Introvert.
Sifat seseorang yang menjadi ciri khas dirinya yang
mempengaruhi bagaimana caranya bertindak, dalam hal ini
yaitu introvert dan ekstrovert.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah subyek yang dikenakan generalisasi dari hasil penelitian yang
dapat berbentuk daerah, perkembangan atau karakteristik pribadi (Periantalo, 2016).
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah anggota jemaat GKI Petrus
Jayapura.
Sample merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan diteliti (Martono, 2012). Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel insidental (incidental
sampling). Teknik sampel insidental (incidental sampling) adalah teknik penentuan
7
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut maka sampel yang digunakan adalah anggota
jemaat dewasa muda Gereja Kristen Injili di Tanah Papua Jemaat Petrus Jayapura
yang ditemui oleh peneliti secara kebetulan dengan kriteria, yaitu :
1. Usia 18-25 tahun.
2. Anggota persekutuan kaum pemuda yang secara aktif terlibat dalam
kegiatan gereja seperti ibadah maupun kegiatan sosial yang dilakukan
gereja.
3. Berstatus sebagai mahasiswa dan/atau bekerja.
Pengambilan sampel dilakukan tanggal 17-25 Oktober 2017 dengan jumlah
sampel yaitu 83 orang yang terdiri dari 36 laki-laki dan 47 perempuan dengan status
sebagai mahasiswa berjumlah 71 orang dan bekerja berjumlah 12 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ialah
dengan metode skala psikologi atau angket yang mengukur perilaku prososial dan
kepribadian introvert dan ekstrovert.
1. Skala Perilaku Prososial
Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku prososial diadaptasi dari
Farhah (2011) berdasarkan teori Penner (1995). Penilaian skala ini makin
tinggi skor total yang diperoleh individu menunjukan perilaku prososialnya
makin tinggi, sedangkan makin rendah skor total yang diperoleh individu
8
menunjukan perilaku prososialnya rendah. Skala perilaku prososial
berjumlah 30 aitem, yang terdiri dari 16 aitem favorable dan 14 aitem
unfavorable yang mengacu pada skala Likert dengan empat pilihan jawaban
yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Hasil perhitungan uji seleksi aitem skala perilaku prososial pada 30 aitem
diperoleh aitem yang gugur sebanyak 5 aitem dan 25 aitem yang valid
dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,314-0,629. Dan
hasil uji reliabilitas dengan menggunakan teknik perhitungan Alfa Cronbach
menunjukkan hasil perhitungan sebesar 0,910 yang artinya skala perilaku
prososial yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
2. Skala Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
Skala yang digunakan untuk mengukur kepribadian introvert dan ekstrovert
diambil dari Utomo (2013) berdasarkan Jung’s Type Indicator Test dari
Jungian Tipologi Theory. Skala ini terdiri dari 70 aitem yang terdiri dari 36
aitem ekstrovert dan 34 introvert dengan pilihan jawaban “ya” jika
pernyataan sesuai dengan diri subyek dan “tidak” jika pernyataan tidak
sesuai dengan diri subyek. Teknik skoring untuk pernyataan ekstrovert akan
diberikan skor 1 untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”
sedangkan untuk penyataan introvert akan diberikan skor 0 untuk jawaban
“ya” dan skor 1 untuk jawaban “tidak” dengan ketentuan jika skor ≥36
maka dikategorikan kedalam tipe ekstrovert sedangkan jika skor ≤35 maka
dikategorikan kedalam tipe introvert.
9
Berdasarkan hasil uji seleksi item skala kepribadian ekstrovert dan
introvert diperoleh semua aitem valid yaitu 70 aitem dengan koefisien
korelasi item totalnya bergerak antara 0,307-0,689. Dan hasil uji reliabilitas
dengan menggunakan teknik perhitungan Alfa Cronbach menunjukkan hasil
perhitungan sebesar 0,950 yang artinya skala kepribadian ekstrovert dan
introvert yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
Teknik Analisis Data
Desain dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe
penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah penelitian yang
membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel
yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2006). Teknik
perhitungan statistik yang digunakan untuk penelitian ini adalah Uji Independent
Sample T-Test dengan program SPSS 23.0 for Windows.
10
HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif Statistika
Tabel 1. Dekriptif Statistika
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Perilaku Prososial
Kepribadian
Ekstrovert
46 69 99 82.76 6.550
Perilaku Prososial
Kepribadian
Introvert
37 44 74 61.08 8.493
Kepribadian
Ekstrovert dan
Introvert
83 15 65 39.42 16.147
Valid N (listwise) 37
Hasil uji deskripsi statistika pada tabel 1 menunjukkan bahwa skala perilaku
prososial untuk kepribadian ekstrovert memiliki skor terendah yaitu 69 dan skor
tertinggi yaitu 99 dengan rata-rata 82,76 dan standar deviasinya 6,550. Pada skala
perilaku prososial untuk kepribadian introvert didapatkan skor terendah yaitu 37 dan
skor tertinggi yaitu 74 dengan rata-rata 61,08 dan standar deviasinya 8,493. Sedangkan,
skala kepribadian introvert dan ekstrovert didapat skor tertinggi yaitu 65 dan skor
terendahnya 15 dengan rata-rata 39,42 dan standar deviasinya 16,147.
11
Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Tipe Kepribadian
No Tipe Kepribadian ∑ Presentase
(%)
1
2
Ekstrovert
Introvert
46
37
55,42%
44,58%
Total 83 100%
Pada tabel 2 yaitu kategorisasi hasil pengukuran skala kepribadian ekstrovert
dan introvert menujukkan sebanyak 46 subyek memiliki kepribadian ekstrovert dengan
presentase 55,42% dan sebanyak 37 subyek memiliki kepribadian introvert dengan
presentase 44,58%.
Tabel 3. Kategorisasi Pengukuran Skala Perilaku Prososial
Kategori Interval Frekuensi
Ekstrovert Mean %
Frekuensi
Introvert Mean %
Sangat Tinggi 85 ≤ x ≤ 100 19 41,30% - -
Tinggi 70 ≤ x ≤ 84 26 82,76 56,53% 9 24,33%
Sedang 55 ≤ x ≤ 69 1 2,17% 20 61,08 54,05%
Rendah 40 ≤ x ≤ 54 - - 8 21,62%
Sangat Rendah 25 ≤ x ≤ 39 - - - -
Total 46 100% 37 100%
Dari hasil perngukuran kategorisasi pada tabel 3 terlihat bahwa skala perilaku
prososial pada kepribadian ekstrovert memiliki skor rata-rata 82,76 dengan presentase
12
56,53% yang artinya subyek berada pada kategori tinggi sedangkan kepribadian
introvert memiliki skor rata-rata 61,08 dengan presentase 54,05% yang berarti subyek
berada pada kategori sedang.
Uji Asumsi
Pada penelitian ini uji asumsi yang dilakukan antara lain yaitu uji normalitas, uji
homogenitas dan uji T-Test. Masing-masing hasil uji yang dilakukan dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut:
Uji Normalitas
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kepribadian
Ekstrovert
Kepribadian
Introvert
N 46 37
Normal Parameters Mean 82.76 61.08
Std.
Deviation 6.550 8.493
Most Extreme Differences Absolute .128 .096
Positive .128 .070
Negative -.075 -.096
Kolmogorov-Smirnov Z 1.288 1.206
Asymp. Sig. (2-tailed) .073 .109
Pada tabel 4 hasil uji normalitas pada variabel kepribadian ekstrovert yaitu nilai
K-S-Z sebesar 1,288 dengan nilai signifikansi 0,073 (p>0,05) dan untuk variabel
kepribadian introvert nilai K-S-Z sebesar 1,206 dengan nilai signifikansi 0,109
(p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka kedua variabel yaitu kepribadian ekstrovert
dan kepribadian introvert berdistribusi normal.
13
Uji Homogenitas
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Prososial
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.001 17 56 .471
Berdasarkan tabel 5 hasil uji homogenitas menunjukkan skor signifikansi 0,471
(p>0,05) yang artinya data bersifat homogen.
T-Test
Tabel 6. Hasil Uji T-Test
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Prososial Equal
variances
assumed
1.663 .201 13.132 81 .000 21.680 1.651 18.395 24.965
Equal
variances
not
assumed
12.770 66.505 .000 21.680 1.698 18.291 25.069
Uji T (T-Test) dilakukan untuk menguji ada tidaknya perbedaan yang signifikan
antara kedua variabel. Berdasarkan hasil uji T menggunakan Independent Samples Test
didapatkan hasil t hitung = 13,132 dengan nilai signifikansi 0,000 (p>0,05). Hal ini berarti
ada perbedaan yang signifikan pada perilaku prososial anggota jemaat dewasa muda
GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert.
14
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan perilaku prososial anggota
jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan
kepribadian ekstrovert didapatkan hasil bahwa hipotesis diterima yaitu ada perbedaan
perilaku prososial yang signifikan antara kepribadian introvert dan ekstrovert pada
anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura dengan nilai t hitung = 13,132 dan
nilai signifikansi 0,000 (p>0,05).
Dari hasil penelitian terlihat bahwa kepribadian introvert dan kepribadian
ekstrovert memberikan sumbangan yang berbeda dalam melakukan perilaku prososial.
Perbedaan perilaku prososial antara kepribadian introvert dan kepribadian ekstrovert
pada anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura cukup terlihat jelas, dimana
anggota dewasa muda dengan kepribadian ekstrovert memiliki perilaku prososial yang
lebih tinggi dari pada anggota dewasa muda yang memiliki kepribadian introvert. Dari
aitem yang telah diisi terlihat bahwa anggota dewasa muda yang memiliki kerpibadian
ekstrovert bersedia sebisa mungkin akan membantu orang lain ketika mereka
membutuhkan pertolongan dan mereka melakukannya dengan inisiatif mereka sendiri
tanpa harus diminta oleh orang lain. Sedangkan, bagi anggota dewasa muda yang
memiliki kepribadian introvert merasa bahwa mereka sulit untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain, cenderung mengambil pertimbangan sesuka keinginan
mereka dan bagi mereka ketika orang lain mengalami masalah mereka tidak merasakan
perasaan apapun karena mereka merasa itu bukan urusan mereka.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (1992) pada
anggota Bintara Sabhara Polri bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
15
intensi prososial antara anggota yang memiliki kepribadian ekstrovert dan introvert.
Begitu pun dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan Stanislaus
(2016) yang menyatakan bahwa ada perbedaan perilaku prososial antara kepribadian
introvert dan ekstrovert dimana kepribadian ekstrovert memiliki perilaku prososial yang
lebih tinggi dari pada kepribadian introvert.
Melakukan perilaku prososial berarti terlibat langsung dalam lingkungan sosial
dan membuat perilaku tersebut diperhatikan oleh orang-orang disekitar yang nantinya
secara tidak langsung akan membuat mereka yang melakukan perilaku prososial
mendapatkan penghargaan secara sosial. Bagi mereka dengan kepribadian ekstrovert
bukanlah hal yang sulit untuk melakukan perilaku prososial karena mereka terkenal
memiliki orientasi secara sosial yang menjadikan mereka mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan segala hal yang dilakukan tidak hanya tentang dirinya namun
tergantung pada lingkungan diluar dirinya. White & Gerstein (1987) mengatakan bahwa
mereka yang memiliki pemantauan diri yang tinggi akan tergantung pada harapan orang
lain, sehingga akan cenderung lebih penolong karena mereka berpikir bahwa perilaku
menolong akan mendapatkan imbalan secara sosial.
Hal ini berbanding terbalik dengan mereka yang memiliki kepribadian introvert
dimana lingkungan sosial bukanlah hal yang nyaman bagi mereka. Mereka dengan
kepribadian introvert sering kali menghindari kontak sosial karena semua hal yang
dilakukan hanya tertuju bagi diri mereka sendiri. Menurut Taylor, Peplau, & Sears
(2009) salah satu hal yang mendasari seseorang melakukan perilaku menolong karena
adanya faktor kesedihan personal yaitu reaksi emosional kita terhadap penderitaan
orang lain seperti perasaan terkejut, ngeri, dan prihatin. Namun hal ini hanya
memotivasi kita untuk mengurangi ketidaknyamanan dalam diri kita sehingga kita
16
mungkin menghilangkannya dengan cara membantu orang lain atau mungkin juga
merasa lebih baik untuk menghindari situasi atau mengabaikan penderitaan di sekitar
kita namun keinginan membantu untuk mereduksi ketidaknyamanan pribadi adalah
tindakan yang egoistis (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Sedangkan, menurut Bierhoff,
Klein & Kramp (1991) salah satu dari lima hal yang ditunjukkan mereka yang
melakukan perilaku prososial adalah egosentrisme yang rendah. Untuk itu, melakukan
perilaku prososial cenderung bukan menjadi hal utama yang akan dilakukan oleh
mereka yang memiliki kepribadian introvert karena mereka cenderung untuk lebih
memusatkan segala hal bagi dirinya sendiri sehingga membuat mereka pun cenderung
menjadi pribadi yang egois.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepribadian introvert dan
kepribadian ekstrovert memiliki keputusan yang berbeda untuk bereaksi dalam
lingkungan sosialnya yang akhirnya berpengaruh dan terlihat perbedaannya dalam
mengambil keputusan untuk melakukan perilaku prososial.
17
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota dewasa muda jemaat
GKI Petrus Jayapura yang memiliki kepribadian ekstrovert dengan kepribadian
introvert.
Untuk anggota dewasa muda dengan kepribadian ekstrovert cenderung memiliki
perilaku prososial pada kategori tinggi sedangkan anggota dewasa muda yang memiliki
kepribadian introvert cenderung berada pada kategori sedang.
SARAN
Dari hasil penelitian, pembahasan serta mengingat masih adanya keterbatasan dalam
penelitian ini maka peneliti ingin mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Bagi anggota dewasa muda baik yang memiliki kepribadian introvert maupun
ekstrovert untuk tetap terus melakukan, meningkatkan dan mempertahankan
perilaku prososialnya.
2. Bagi gereja agar dapat membantu anggota jemaatnya dalam menanamkan dan
mengajarkan nilai-nilai perilaku prososial agar kondisi perilaku prososial
anggota jemaat yang sudah ada dapat terus dilakukan dan dipertahankan
3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang perilaku prososial
diharapkan dapat meneliti lebih luas dengan melihat variabel-variabel lain secara
internal maupun eksternal karena penelitian ini hanya menguji salah satu
variabel dalam melihat perbedaan perilaku prososial.
18
DAFTAR PUSTAKA
Bierhoff, H. W., Klein, R., &Kramp, P. (1991). Evidence for the altruistic personality
from data on accident research. Journal of Personality, 263-280.
Farhah, S. (2011). Hubungan religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa pengurus
lembaga dakwah kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Feist, J., & Feist, G. J. (2014). Teori kepribadian (7 ed.). (Handriatno, Trans.) Jakarta:
Salemba Humanika.
Kurniawan, M. F., & Stanislaus, S. (2016). Perilaku pro-sosial ditinjau dari tipe
kepribadian introvert dan ekstrovert studi pada mahasiswa psikologi UNNES.
Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi, 195-199.
Martono, N. (2012). Metode penelitian kuantitatif analisis isi dan analisis data
sekunder. Jakarta: Rajawali Pers.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Psikologi perkembangan (9 ed.).
(A. K. Anwar, Trans.) Jakarta: Kencana.
Penner, L. A., Fritzsche, B. A., Craiger, J. P., & Freifeld, T. S. (1995). Meansuring the
prosocial personality. (J. N. Butcher, & C. D. Spielberger, Eds.) Advances in
Personality Assessment, 10, 147-163. Hillsdale, NJ: Erlbaum
Periantalo, J. (2016). Penelitian kuantitatif untuk psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ruf, D. L., & Radosevich, D. M. (2009). How personality and gender may relate to
individual attitudes toward caring for and about others. Roeper Review, 207-216.
Santrock, J. W. (2002). Perkembangan masa hidup (5 ed., Vol. II). (A. Chusairi, & J.
Damanik, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup (13 ed., Vol. II). (B. Widyasinta,
Trans.) Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2006). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
r&d. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi. Bandung:
Alfabeta.
Sulaeman, B. (2011). Perbedaan intensitas komunikasi melalui fitur blackberry
messenger berdasarkan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pada mahasiswa
universitas Bina Nusantara.
19
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial (12 ed.). (T.
Wibowo, Trans.) Jakarta: Kencana.
UI, T. P. (2014). Psikologi sosial. (S. W. Sarwono, & E. A. Meinarno, Eds.) Jakarta:
Salemba Humanika.
Utomo, A. B. (2013). Perbedaan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert di dalam
frekuensi terkena bullying studi kepada siswa SMA negeri 3 Salatiga.
White, M. J., & Gerstein, L. H. (1987). Helping : The influence of anticipated social
sanctions and self-monitoring. Journal of Personality, 41-54.
Wibawa. (1992). Perbedan intensi prososial antara tipe kepribadian ekstrovert dengan
introvert pada Bintara Sabhara Kepolisian wilayah Yogyakarta.