PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA ......Ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan...

24
PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA JEMAAT DEWASA MUDA GKI PETRUS JAYAPURA DITINJAU DARI KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT OLEH MEIDY IVANA SUMIHE 802013005 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Transcript of PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA ......Ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan...

  • PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA JEMAAT

    DEWASA MUDA GKI PETRUS JAYAPURA

    DITINJAU DARI KEPRIBADIAN INTROVERT

    DAN EKSTROVERT

    OLEH

    MEIDY IVANA SUMIHE

    802013005

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • 1

    PENDAHULUAN

    Proses dari masa remaja menjadi dewasa merupakan masa transisi yang

    cukup signifikan yang terjadi pada usia 18 sampai 25 tahun (Arnett 2006, 2007,

    dalam Santrock, 2012). Hal-hal paling mendasar yang dapat dilihat saat seseorang

    memasuki tahap dewasa awal adalah dimana seseorang mulai hidup secara mandiri,

    menentukan pilihannya sendiri dan bertanggung jawab atas hidupnya. Menurut

    Santrock (2002) kaum muda berbeda dengan remaja karena adanya perjuangan

    antara membangun pribadi yang mandiri dan terlibat secara sosial. Ada dua hal

    yang dapat menujukkan seseorang masuk dalam permulaan dewasa awal yaitu

    kemandirian secara ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan

    (Santrock, 2002). Perubahan ini juga terlihat dari perkembangan moral seseorang

    ketika memasuki masa dewasa awal. Dua pengalaman yang mengacu

    perkembangan moral pada masa dewasa awal adalah menghadapi nilai yang

    bertentangan dengan nilai yang sudah dianut di rumah dan pengalaman dalam

    bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain (Papalia, Olds, & Feldman,

    2011).

    Menjadi seseorang yang mulai memasuki perkembangan dewasa awal dan

    memiliki peran sebagai makhluk sosial menjadikan seseorang sangat melekat dan

    tidak dapat terlepas untuk melakukan perilaku prososial. Perilaku prososial

    merupakan kecenderungan disposisi yang berlangsung lama pada seseorang untuk

    berpikir tentang hak dan kesejahteraan orang lain, berempati dan merasa khawatir

    akan orang lain serta berperilaku yang medatangkan manfaat bagi orang lain

    (Penner, Fritzsche, Craiger & Freifeld, 1995). Hal ini juga yang dirasakan salah

    satu pemuda di gereja GKI Petrus Jayapura, melalui wawancara tanggal 11 Agustus

  • 2

    2017 yang dilakukan peneliti, pemuda tersebut mengatakan bahwa ia suka untuk

    selalu menolong orang lain, berempati dengan teman-teman sesama pemuda yang

    sedang sakit dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial di sekitar lingkungan gereja.

    Begitupun dengan salah satu pemudi yang peneliti wawancara pada tanggal 12

    Agustus 2017, ia menganggap bahwa menolong orang lain merupakan hal yang

    sebisa mungkin ia akan lakukan karena baginya ketika ia menolong orang lain ia

    juga akan merasakan sukacita.

    Ada berbagai dimensi-dimensi yang membentuk seseorang melakukan

    perilaku prososial menurut Penner (1995) antara lain: (1) tanggung jawab sosial,

    yaitu kecenderungan untuk bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensi

    dari segala tindakan yang ia perbuat, (2) Empati, a.) mampu berempati, yaitu

    kecenderungan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, merasa simpati dan

    memperhatikan orang-orang yang kurang beruntung, b.) pengambilan sudut

    pandang, yaitu secara spontan memiliki kecenderungan untuk mengambil sudut

    pandang dari segi psikologis orang lain, c.) kemampuan mengatasi stress, yaitu

    kecenderungan pada diri seseorang dalam merasakan perasaan gelisah dan

    khawatir, (3) pemahaman moral, yaitu kecenderungan untuk membuat keputusan-

    keputusan yang dilandaskan pada pertimbangan moral dan fokus pada kepentingan

    orang lain, (4) menolong, yaitu kecenderungan untuk menolong orang lain (dalam

    Farhah, 2011). Perilaku prososial juga di tentukan oleh faktor-faktor yang menjadi

    alasan seseorang melakukan perilaku prososial antara lain (1) pengaruh faktor

    situasional, seperti bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban, adanya model,

    desakan waktu dan sifat kebutuhan korban, (2) pengaruh faktor dari dalam diri,

  • 3

    seperti suasana hati (mood), sifat, jenis kelamin, tempat tinggal dan pola asuh (UI,

    2014).

    Salah satu hal yang menjadi faktor seseorang melakukan perilaku prososial

    yaitu faktor sifat. Jung (1921/1971 dalam Feist & Feist, 2014) mendefinisikan sifat

    sebagai suatu kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah

    karakter. Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni

    sikap ekstraversi dan sikap introversi. Menurut Jung (1921/1971 dalam Feist &

    Feist, 2014) introversi adalah aliran energi psikis kearah dalam yang memiliki

    orientasi subyektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam

    diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat

    individu. Orang-orang dengan kepribadian introvert akan menerima dunia luar

    dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif mereka. Sedangkan,

    ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar

    sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh

    dari subyektif. Ekstrovert akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya

    dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung bersikap objektif dan

    menekan sisi subjektifnya (Feist & Feist, 2014). Menurut Hedges (1993) yang

    mengembangkan teori tipologi Jung menyatakan bahwa terdapat perbedaan

    karakteristik yang lebih kompleks antara mereka yang memiliki kepribadian

    introvert dan ekstrovert. Karakteristik mereka dengan tipe kepribadian ekstrovert

    yaitu (1) perhatiannya tertuju pada dunia diluar dirinya, (2) mendapatkan energi

    melalui orang lain, (3) menyaring isi pikiran, perasaan dan ide dari orang lain, (4)

    cenderung berkomunikasi secara lisan, (5) minatnya menyebar, (6) bicara terlebih

    dahulu baru berpikir, (7) ekspresif dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang

  • 4

    baru, (8) terbuka dan suka berteman, (9) tidak canggung dan ramah, (10) suka

    bekerja sama dengan orang lain. Sedangkan, karekteristik mereka dengan

    kepribadian introvert yaitu (1) perhatiannya tertuju pada dunia dalam dirinya, (2)

    mendapatkan energi dari dalam dirinya, (3) menyaring ide dan isi pikiran dari

    dalam diri, (4) cenderung berkomunikasi secara tulisan, (5) minatnya mendalam,

    (6) berpikir terlebih dahulu baru berbicara, (7) mengalami kesulitan perihal

    menjalani hubungan sosial dengan orang lain, (8) mempunyai sifat tertutup, (9)

    pemalu dan sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru, (10) lebih senang

    bekerja sendiri (dalam Sulaeman, 2011).

    Melihat perbedaan yang cukup signifikan dari cara seseorang bersikap

    berdasarkan kepribadiannya maka secara tidak langsung hal tersebut dapat

    mempengaruhi bagaimana cara seseorang terlibat dalam melakukan perilaku

    prososial. Perbedaan kepribadian dalam melakukan perilaku prososial ini pernah

    diteliti oleh Kurniawan dan Stanislaus (2016) yang menyatakan bahwa perilaku

    prososial mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert lebih tinggi dari

    pada mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert yang artinya bahwa ada

    perbedaaan perilaku prososial antara mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian

    ekstrovert dengan mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert. Begitu juga

    dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (1992) pada anggota Bintara

    Sabhara Polri bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara intensi

    prososial antara anggota yang memiliki kepribadian ekstrovert dan introvert.

    Namun, hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruf dan

    Radosevich (2009) dalam penelitiannya tentang “How Personality and Gender

    May Relate to Individual Attitudes Toward Caring for and About Others” bahwa

  • 5

    tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepribadian ekstrovert dan introvert

    dalam aksi apa yang akan dilakukan dalam menolong.

    Untuk itu berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan di atas,

    maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Apakah ada perbedaan

    perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa Muda GKI Petrus

    Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert”.

    Masalah Penelitian

    Apakah ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat

    Dewasa Muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan

    ekstrovert?

    Hipotesis

    Ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa

    Muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert.

  • 6

    METODE PENELITIAN

    Variabel Penelitian

    Variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu:

    1.Variabel 1 : Perilaku Prososial.

    Perilaku seseorang yang cenderung untuk melakukan sesuatu

    yang mendatangkan manfaat bagi orang lain, mementingkan

    kepentingan orang lain serta merasakan empati akan apa

    yang dialami orang lain.

    2.Variabel 2 : Kepribadian Ekstrovert dan Introvert.

    Sifat seseorang yang menjadi ciri khas dirinya yang

    mempengaruhi bagaimana caranya bertindak, dalam hal ini

    yaitu introvert dan ekstrovert.

    Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi adalah subyek yang dikenakan generalisasi dari hasil penelitian yang

    dapat berbentuk daerah, perkembangan atau karakteristik pribadi (Periantalo, 2016).

    Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah anggota jemaat GKI Petrus

    Jayapura.

    Sample merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan

    tertentu yang akan diteliti (Martono, 2012). Dalam penelitian ini teknik

    pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel insidental (incidental

    sampling). Teknik sampel insidental (incidental sampling) adalah teknik penentuan

  • 7

    sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental

    bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang

    yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2012).

    Berdasarkan uraian tersebut maka sampel yang digunakan adalah anggota

    jemaat dewasa muda Gereja Kristen Injili di Tanah Papua Jemaat Petrus Jayapura

    yang ditemui oleh peneliti secara kebetulan dengan kriteria, yaitu :

    1. Usia 18-25 tahun.

    2. Anggota persekutuan kaum pemuda yang secara aktif terlibat dalam

    kegiatan gereja seperti ibadah maupun kegiatan sosial yang dilakukan

    gereja.

    3. Berstatus sebagai mahasiswa dan/atau bekerja.

    Pengambilan sampel dilakukan tanggal 17-25 Oktober 2017 dengan jumlah

    sampel yaitu 83 orang yang terdiri dari 36 laki-laki dan 47 perempuan dengan status

    sebagai mahasiswa berjumlah 71 orang dan bekerja berjumlah 12 orang.

    Teknik Pengumpulan Data

    Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ialah

    dengan metode skala psikologi atau angket yang mengukur perilaku prososial dan

    kepribadian introvert dan ekstrovert.

    1. Skala Perilaku Prososial

    Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku prososial diadaptasi dari

    Farhah (2011) berdasarkan teori Penner (1995). Penilaian skala ini makin

    tinggi skor total yang diperoleh individu menunjukan perilaku prososialnya

    makin tinggi, sedangkan makin rendah skor total yang diperoleh individu

  • 8

    menunjukan perilaku prososialnya rendah. Skala perilaku prososial

    berjumlah 30 aitem, yang terdiri dari 16 aitem favorable dan 14 aitem

    unfavorable yang mengacu pada skala Likert dengan empat pilihan jawaban

    yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

    Hasil perhitungan uji seleksi aitem skala perilaku prososial pada 30 aitem

    diperoleh aitem yang gugur sebanyak 5 aitem dan 25 aitem yang valid

    dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,314-0,629. Dan

    hasil uji reliabilitas dengan menggunakan teknik perhitungan Alfa Cronbach

    menunjukkan hasil perhitungan sebesar 0,910 yang artinya skala perilaku

    prososial yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.

    2. Skala Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

    Skala yang digunakan untuk mengukur kepribadian introvert dan ekstrovert

    diambil dari Utomo (2013) berdasarkan Jung’s Type Indicator Test dari

    Jungian Tipologi Theory. Skala ini terdiri dari 70 aitem yang terdiri dari 36

    aitem ekstrovert dan 34 introvert dengan pilihan jawaban “ya” jika

    pernyataan sesuai dengan diri subyek dan “tidak” jika pernyataan tidak

    sesuai dengan diri subyek. Teknik skoring untuk pernyataan ekstrovert akan

    diberikan skor 1 untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”

    sedangkan untuk penyataan introvert akan diberikan skor 0 untuk jawaban

    “ya” dan skor 1 untuk jawaban “tidak” dengan ketentuan jika skor ≥36

    maka dikategorikan kedalam tipe ekstrovert sedangkan jika skor ≤35 maka

    dikategorikan kedalam tipe introvert.

  • 9

    Berdasarkan hasil uji seleksi item skala kepribadian ekstrovert dan

    introvert diperoleh semua aitem valid yaitu 70 aitem dengan koefisien

    korelasi item totalnya bergerak antara 0,307-0,689. Dan hasil uji reliabilitas

    dengan menggunakan teknik perhitungan Alfa Cronbach menunjukkan hasil

    perhitungan sebesar 0,950 yang artinya skala kepribadian ekstrovert dan

    introvert yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.

    Teknik Analisis Data

    Desain dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe

    penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah penelitian yang

    membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel

    yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2006). Teknik

    perhitungan statistik yang digunakan untuk penelitian ini adalah Uji Independent

    Sample T-Test dengan program SPSS 23.0 for Windows.

  • 10

    HASIL PENELITIAN

    Uji Deskriptif Statistika

    Tabel 1. Dekriptif Statistika

    Descriptive Statistics

    N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

    Perilaku Prososial

    Kepribadian

    Ekstrovert

    46 69 99 82.76 6.550

    Perilaku Prososial

    Kepribadian

    Introvert

    37 44 74 61.08 8.493

    Kepribadian

    Ekstrovert dan

    Introvert

    83 15 65 39.42 16.147

    Valid N (listwise) 37

    Hasil uji deskripsi statistika pada tabel 1 menunjukkan bahwa skala perilaku

    prososial untuk kepribadian ekstrovert memiliki skor terendah yaitu 69 dan skor

    tertinggi yaitu 99 dengan rata-rata 82,76 dan standar deviasinya 6,550. Pada skala

    perilaku prososial untuk kepribadian introvert didapatkan skor terendah yaitu 37 dan

    skor tertinggi yaitu 74 dengan rata-rata 61,08 dan standar deviasinya 8,493. Sedangkan,

    skala kepribadian introvert dan ekstrovert didapat skor tertinggi yaitu 65 dan skor

    terendahnya 15 dengan rata-rata 39,42 dan standar deviasinya 16,147.

  • 11

    Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Tipe Kepribadian

    No Tipe Kepribadian ∑ Presentase

    (%)

    1

    2

    Ekstrovert

    Introvert

    46

    37

    55,42%

    44,58%

    Total 83 100%

    Pada tabel 2 yaitu kategorisasi hasil pengukuran skala kepribadian ekstrovert

    dan introvert menujukkan sebanyak 46 subyek memiliki kepribadian ekstrovert dengan

    presentase 55,42% dan sebanyak 37 subyek memiliki kepribadian introvert dengan

    presentase 44,58%.

    Tabel 3. Kategorisasi Pengukuran Skala Perilaku Prososial

    Kategori Interval Frekuensi

    Ekstrovert Mean %

    Frekuensi

    Introvert Mean %

    Sangat Tinggi 85 ≤ x ≤ 100 19 41,30% - -

    Tinggi 70 ≤ x ≤ 84 26 82,76 56,53% 9 24,33%

    Sedang 55 ≤ x ≤ 69 1 2,17% 20 61,08 54,05%

    Rendah 40 ≤ x ≤ 54 - - 8 21,62%

    Sangat Rendah 25 ≤ x ≤ 39 - - - -

    Total 46 100% 37 100%

    Dari hasil perngukuran kategorisasi pada tabel 3 terlihat bahwa skala perilaku

    prososial pada kepribadian ekstrovert memiliki skor rata-rata 82,76 dengan presentase

  • 12

    56,53% yang artinya subyek berada pada kategori tinggi sedangkan kepribadian

    introvert memiliki skor rata-rata 61,08 dengan presentase 54,05% yang berarti subyek

    berada pada kategori sedang.

    Uji Asumsi

    Pada penelitian ini uji asumsi yang dilakukan antara lain yaitu uji normalitas, uji

    homogenitas dan uji T-Test. Masing-masing hasil uji yang dilakukan dapat dilihat pada

    tabel-tabel berikut:

    Uji Normalitas

    Tabel 4. Hasil Uji Normalitas

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    Kepribadian

    Ekstrovert

    Kepribadian

    Introvert

    N 46 37

    Normal Parameters Mean 82.76 61.08

    Std.

    Deviation 6.550 8.493

    Most Extreme Differences Absolute .128 .096

    Positive .128 .070

    Negative -.075 -.096

    Kolmogorov-Smirnov Z 1.288 1.206

    Asymp. Sig. (2-tailed) .073 .109

    Pada tabel 4 hasil uji normalitas pada variabel kepribadian ekstrovert yaitu nilai

    K-S-Z sebesar 1,288 dengan nilai signifikansi 0,073 (p>0,05) dan untuk variabel

    kepribadian introvert nilai K-S-Z sebesar 1,206 dengan nilai signifikansi 0,109

    (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka kedua variabel yaitu kepribadian ekstrovert

    dan kepribadian introvert berdistribusi normal.

  • 13

    Uji Homogenitas

    Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas

    Test of Homogeneity of Variances

    Prososial

    Levene Statistic df1 df2 Sig.

    1.001 17 56 .471

    Berdasarkan tabel 5 hasil uji homogenitas menunjukkan skor signifikansi 0,471

    (p>0,05) yang artinya data bersifat homogen.

    T-Test

    Tabel 6. Hasil Uji T-Test

    Independent Samples Test

    Levene's Test

    for Equality of

    Variances t-test for Equality of Means

    F Sig. t df

    Sig. (2-

    tailed)

    Mean

    Difference

    Std. Error

    Difference

    95% Confidence Interval

    of the Difference

    Lower Upper

    Prososial Equal

    variances

    assumed

    1.663 .201 13.132 81 .000 21.680 1.651 18.395 24.965

    Equal

    variances

    not

    assumed

    12.770 66.505 .000 21.680 1.698 18.291 25.069

    Uji T (T-Test) dilakukan untuk menguji ada tidaknya perbedaan yang signifikan

    antara kedua variabel. Berdasarkan hasil uji T menggunakan Independent Samples Test

    didapatkan hasil t hitung = 13,132 dengan nilai signifikansi 0,000 (p>0,05). Hal ini berarti

    ada perbedaan yang signifikan pada perilaku prososial anggota jemaat dewasa muda

    GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert.

  • 14

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan perilaku prososial anggota

    jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan

    kepribadian ekstrovert didapatkan hasil bahwa hipotesis diterima yaitu ada perbedaan

    perilaku prososial yang signifikan antara kepribadian introvert dan ekstrovert pada

    anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura dengan nilai t hitung = 13,132 dan

    nilai signifikansi 0,000 (p>0,05).

    Dari hasil penelitian terlihat bahwa kepribadian introvert dan kepribadian

    ekstrovert memberikan sumbangan yang berbeda dalam melakukan perilaku prososial.

    Perbedaan perilaku prososial antara kepribadian introvert dan kepribadian ekstrovert

    pada anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura cukup terlihat jelas, dimana

    anggota dewasa muda dengan kepribadian ekstrovert memiliki perilaku prososial yang

    lebih tinggi dari pada anggota dewasa muda yang memiliki kepribadian introvert. Dari

    aitem yang telah diisi terlihat bahwa anggota dewasa muda yang memiliki kerpibadian

    ekstrovert bersedia sebisa mungkin akan membantu orang lain ketika mereka

    membutuhkan pertolongan dan mereka melakukannya dengan inisiatif mereka sendiri

    tanpa harus diminta oleh orang lain. Sedangkan, bagi anggota dewasa muda yang

    memiliki kepribadian introvert merasa bahwa mereka sulit untuk melihat sesuatu dari

    sudut pandang orang lain, cenderung mengambil pertimbangan sesuka keinginan

    mereka dan bagi mereka ketika orang lain mengalami masalah mereka tidak merasakan

    perasaan apapun karena mereka merasa itu bukan urusan mereka.

    Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (1992) pada

    anggota Bintara Sabhara Polri bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara

  • 15

    intensi prososial antara anggota yang memiliki kepribadian ekstrovert dan introvert.

    Begitu pun dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan Stanislaus

    (2016) yang menyatakan bahwa ada perbedaan perilaku prososial antara kepribadian

    introvert dan ekstrovert dimana kepribadian ekstrovert memiliki perilaku prososial yang

    lebih tinggi dari pada kepribadian introvert.

    Melakukan perilaku prososial berarti terlibat langsung dalam lingkungan sosial

    dan membuat perilaku tersebut diperhatikan oleh orang-orang disekitar yang nantinya

    secara tidak langsung akan membuat mereka yang melakukan perilaku prososial

    mendapatkan penghargaan secara sosial. Bagi mereka dengan kepribadian ekstrovert

    bukanlah hal yang sulit untuk melakukan perilaku prososial karena mereka terkenal

    memiliki orientasi secara sosial yang menjadikan mereka mudah menyesuaikan diri

    dengan lingkungan dan segala hal yang dilakukan tidak hanya tentang dirinya namun

    tergantung pada lingkungan diluar dirinya. White & Gerstein (1987) mengatakan bahwa

    mereka yang memiliki pemantauan diri yang tinggi akan tergantung pada harapan orang

    lain, sehingga akan cenderung lebih penolong karena mereka berpikir bahwa perilaku

    menolong akan mendapatkan imbalan secara sosial.

    Hal ini berbanding terbalik dengan mereka yang memiliki kepribadian introvert

    dimana lingkungan sosial bukanlah hal yang nyaman bagi mereka. Mereka dengan

    kepribadian introvert sering kali menghindari kontak sosial karena semua hal yang

    dilakukan hanya tertuju bagi diri mereka sendiri. Menurut Taylor, Peplau, & Sears

    (2009) salah satu hal yang mendasari seseorang melakukan perilaku menolong karena

    adanya faktor kesedihan personal yaitu reaksi emosional kita terhadap penderitaan

    orang lain seperti perasaan terkejut, ngeri, dan prihatin. Namun hal ini hanya

    memotivasi kita untuk mengurangi ketidaknyamanan dalam diri kita sehingga kita

  • 16

    mungkin menghilangkannya dengan cara membantu orang lain atau mungkin juga

    merasa lebih baik untuk menghindari situasi atau mengabaikan penderitaan di sekitar

    kita namun keinginan membantu untuk mereduksi ketidaknyamanan pribadi adalah

    tindakan yang egoistis (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Sedangkan, menurut Bierhoff,

    Klein & Kramp (1991) salah satu dari lima hal yang ditunjukkan mereka yang

    melakukan perilaku prososial adalah egosentrisme yang rendah. Untuk itu, melakukan

    perilaku prososial cenderung bukan menjadi hal utama yang akan dilakukan oleh

    mereka yang memiliki kepribadian introvert karena mereka cenderung untuk lebih

    memusatkan segala hal bagi dirinya sendiri sehingga membuat mereka pun cenderung

    menjadi pribadi yang egois.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepribadian introvert dan

    kepribadian ekstrovert memiliki keputusan yang berbeda untuk bereaksi dalam

    lingkungan sosialnya yang akhirnya berpengaruh dan terlihat perbedaannya dalam

    mengambil keputusan untuk melakukan perilaku prososial.

  • 17

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

    ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota dewasa muda jemaat

    GKI Petrus Jayapura yang memiliki kepribadian ekstrovert dengan kepribadian

    introvert.

    Untuk anggota dewasa muda dengan kepribadian ekstrovert cenderung memiliki

    perilaku prososial pada kategori tinggi sedangkan anggota dewasa muda yang memiliki

    kepribadian introvert cenderung berada pada kategori sedang.

    SARAN

    Dari hasil penelitian, pembahasan serta mengingat masih adanya keterbatasan dalam

    penelitian ini maka peneliti ingin mengajukan beberapa saran, yaitu :

    1. Bagi anggota dewasa muda baik yang memiliki kepribadian introvert maupun

    ekstrovert untuk tetap terus melakukan, meningkatkan dan mempertahankan

    perilaku prososialnya.

    2. Bagi gereja agar dapat membantu anggota jemaatnya dalam menanamkan dan

    mengajarkan nilai-nilai perilaku prososial agar kondisi perilaku prososial

    anggota jemaat yang sudah ada dapat terus dilakukan dan dipertahankan

    3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang perilaku prososial

    diharapkan dapat meneliti lebih luas dengan melihat variabel-variabel lain secara

    internal maupun eksternal karena penelitian ini hanya menguji salah satu

    variabel dalam melihat perbedaan perilaku prososial.

  • 18

    DAFTAR PUSTAKA

    Bierhoff, H. W., Klein, R., &Kramp, P. (1991). Evidence for the altruistic personality

    from data on accident research. Journal of Personality, 263-280.

    Farhah, S. (2011). Hubungan religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa pengurus

    lembaga dakwah kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Feist, J., & Feist, G. J. (2014). Teori kepribadian (7 ed.). (Handriatno, Trans.) Jakarta:

    Salemba Humanika.

    Kurniawan, M. F., & Stanislaus, S. (2016). Perilaku pro-sosial ditinjau dari tipe

    kepribadian introvert dan ekstrovert studi pada mahasiswa psikologi UNNES.

    Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi, 195-199.

    Martono, N. (2012). Metode penelitian kuantitatif analisis isi dan analisis data

    sekunder. Jakarta: Rajawali Pers.

    Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Psikologi perkembangan (9 ed.).

    (A. K. Anwar, Trans.) Jakarta: Kencana.

    Penner, L. A., Fritzsche, B. A., Craiger, J. P., & Freifeld, T. S. (1995). Meansuring the

    prosocial personality. (J. N. Butcher, & C. D. Spielberger, Eds.) Advances in

    Personality Assessment, 10, 147-163. Hillsdale, NJ: Erlbaum

    Periantalo, J. (2016). Penelitian kuantitatif untuk psikologi. Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar.

    Ruf, D. L., & Radosevich, D. M. (2009). How personality and gender may relate to

    individual attitudes toward caring for and about others. Roeper Review, 207-216.

    Santrock, J. W. (2002). Perkembangan masa hidup (5 ed., Vol. II). (A. Chusairi, & J.

    Damanik, Trans.) Jakarta: Erlangga.

    Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup (13 ed., Vol. II). (B. Widyasinta,

    Trans.) Jakarta: Erlangga.

    Sugiyono. (2006). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan

    r&d. Bandung: Alfabeta.

    Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi. Bandung:

    Alfabeta.

    Sulaeman, B. (2011). Perbedaan intensitas komunikasi melalui fitur blackberry

    messenger berdasarkan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pada mahasiswa

    universitas Bina Nusantara.

  • 19

    Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial (12 ed.). (T.

    Wibowo, Trans.) Jakarta: Kencana.

    UI, T. P. (2014). Psikologi sosial. (S. W. Sarwono, & E. A. Meinarno, Eds.) Jakarta:

    Salemba Humanika.

    Utomo, A. B. (2013). Perbedaan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert di dalam

    frekuensi terkena bullying studi kepada siswa SMA negeri 3 Salatiga.

    White, M. J., & Gerstein, L. H. (1987). Helping : The influence of anticipated social

    sanctions and self-monitoring. Journal of Personality, 41-54.

    Wibawa. (1992). Perbedan intensi prososial antara tipe kepribadian ekstrovert dengan

    introvert pada Bintara Sabhara Kepolisian wilayah Yogyakarta.