Post on 25-Oct-2015
description
PERAN BADAN ANTI KORUPSI DALAM MEMBERANTAS KORUPSI DI KOREA SELATAN
(PERBANDINGAN ACRC DENGAN KPK)
Ridhollah Muhammad ArieMahasiswa D-IV STAN
Abstract
Korea Selatan sebagai salah satu negara maju juga mempunyai sejarah kelam mengenai korupsi. Bahkan mantan presidennya sendiri pernah diadili dan dihukum akibat melakukan tindak pidana
korupsi. Berbagai upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan sejak lama, tetapi upaya tersebut dianggap tidak serius hingga pada awal abad 20 dibentuklah Undang-undang anti
korupsi serta lembaga khusus pemberantasan korupsi sama seperti yang dilakukan oleh Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsinya. Lembaga anti korupsi inilah yang diharapkan
dapat berperan mengatasi dan memberantas berbagai tindakan korupsi yang sudah merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
PENDAHULUAN
Korupsi merupakan salah satu
masalah yang senantiasa menyertai
perjalanan kehidupan berbangsa dan
bernegara, tidak terkecuali di Korea Selatan.
Sama seperti Indonesia, Korea Selatan
sedang berupaya serius mengatasi masalah
korupsi ini. Praktek korupsi yang banyak
dilakukan di Korea Selatan pada umumnya
berbentuk penyuapan dan gratifikasi. Di
negara itu terkenal istilah chonji yang
berarti memberikan sedikit uang sebagai
tanda terima kasih. Para pengusaha terbiasa
memberikan sejumlah uang kepada pejabat
atas segala bantuannya terhadap usaha
mereka. Perilaku penyuapan dan gratifikasi
ini akan mengakibatkan persaingan tidak
sehat dalam perekonomian yang pada
akhirnya berakibat buruk bagi pertumbuhan
ekonomi serta kesejahteraan masyarakat
menurun. Hal ini tidak berbeda dengan apa
yang terjadi di Indonesia, bagi bangsa kita
korupsi merupakan masalah terbesar yang
dihadapi sampai saat ini, bahkan dianggap
sebagai kejahatan luar biasa yang dapat
merugikan seluruh aspek kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Berbagai upaya pemberantasan
korupsi telah dilakukan kedua negara. Salah
satu upaya yang dilakukan dan hampir
bersamaan antara kedua negara adalah
pembentukan badan khusus yang mengurus
permasalahan korupsi, Korea Selatan
dengan The Anti-Corruption & Civil Rights
Commission (ACRC) sebagai penerus Korea
Independent Commission Against
Corruption (KICAC) dan Indonesia dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pembentukan kedua badan tersebut
didahului oleh dibuatnya sebuah undang-
undang yang mendasari pembentukan badan
1
anti korupsi tersebut. Keberadaan badan anti
korupsi ini merupakan suatu hal positif
dalam upaya pemberantasan korupsi serta
membantu memperbaiki kualitas dalam tata
kelola pemerintahan. Sejauh mana peran
dan keefektifan kedua badan tersebut dalam
memberantas korupsi di Korea Selatan dan
Indonesia akan menjadi pembahasan dalam
jurnal kali ini.
PERAN ACRC DAN KPK DALAM
PEMBERANTASAN KORUPSI
Sebuah badan anti korupsi dapat
diartikan sebagai sebuah badan publik yang
memiliki tujuan khusus untuk melawan
korupsi dan mengurangi kemungkinan
terjadinya korupsi pada masyarakat melalui
tindakan pencegahan dan/atau penindakan.
Dengan adanya lembaga yang
mengkhususkan diri dalam memberantas
korupsi ini akan diperoleh keuntungan yaitu
dapat menjadi mekanisme yang efektif
untuk menghalangi korupsi terutama
berhubungan dengan masalah koordinasi
sebagai akibat dari keterlibatan berbagai
badan dalam tindakan melawan korupsi.
ACRC adalah badan anti korupsi
yang sifatnya hampir sama dengan KPK
sebagai lembaga yang menangani tindak
pidana korupsi. Meskipun mempunyai
kesamaan dengan KPK, lembaga anti
korupsi ini lebih mengedepankan upaya
pencegahan korupsi karena kewenangan
tertingginya hanya pada tahap investigasi.
Kedua lembaga merupakan lembaga yang
relatif baru dimana ACRC dibentuk pada
tahun 2008 (badan anti korupsi korea
sebelumnya, KICAC, dibenuk tahun 2002),
sedangkan KPK dibentuk pada tahun 2003.
Sebagai badan anti korupsi yang
menjadi garda terdepan dalam
pemberantasan korupsi, ACRC dan KPK,
memiliki beberapa fungsi, tugas, dan
wewenang khusus dalam perannya
memberantas korupsi. Pelaksanaan fungsi
dan tugas serta adanya kewenangan khusus
kedua lembaga inilah diharapkan dapat
memberantas korupsi di kedua negara.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
terdapat perbedaan mendasar antara ACRC
dan KPK dalam fokus strategi
pemberantasan korupsi yang dilakukan
keduanya. ACRC yang memiliki
kewenangan terbatas sampai dengan tahap
investigasi, memfokuskan kegiatan
pemberantasan korupsi pada pencegahan
daripada melakukan penyelidikan terhadap
kasus-kasus korupsi seperti yang dilakukan
KPK. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan
ACRC yang lebih banyak ke arah
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan anti
korupsi, pengawasan (termasuk review)
kebijakan sektor publik, dan menerima
pengaduan masyarakat mengenai hak-hak
mendapat pelayanan publik yang layak.
Sedangkan KPK, jika kita melihat di banyak
berita, KPK lebih terlihat kegiatan
pemberantasan korupsi dalam
2
pengungkapan dan pemrosesan hukum para
pelaku tindak pidana korupsi.
Setelah mengetahui fokus strategi
pemberantasan korupsi yang dilakukan
ACRC dan KPK, kita akan lihat bagaimana
peran badan anti korupsi serta keefektifan
kedua fokus strategi tersebut dalam
memberantas korupsi dengan menggunakan
survey Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang
dikeluarkan oleh lembaga Transparansi
Internasional.
Tahun Skor IPK
Korea
Selatan
Indonesia
2000 4.0 1.7
2001 4.2 1.9
2002 4.5 1.9
2003 4.3 (peringkat
50)
1.9 (peringkat
122)
2004 4.5 2.0
2005 5.0 2.2
2006 5.1 2.4
2007 5.1 2.3
2008 5.6 2.6
2009 5.5 2.8
2010 5.4 2.8
2011 5.4 3.0
2012 56 (peringkat
45)
32 (peringkat
118)
Survey Indeks Persepsi Korupsi
biasa menjadi rujukan indikator tingkat
korupsi di suatu negara dengan
menggunakan survey anggapan seberapa
besar korupsi yang dilakukan di sektor
publik. Jika kita melihat hasil survey dari
tahun ke tahun, secara umum terjadi
peningkatan skor IPK pada kedua negara,
tetapi kenaikan yang terjadi tidak terlalu
signifikan tiap tahunnya. Dengan melihat
tahun pembentukan badan anti korupsi di
kedua negara yaitu tahun 2003 untuk KPK
dan 2002 untuk KICAC/ACRC, keduanya
dianggap tidak terlalu signifikan mengubah
persepsi masyarakat terhadap korupsi di
sektor publik. Jika kita melihat dari sisi skor
dan peringkat dalam survey ini selama 10
tahun sejak dibentuknya badan anti korupsi,
kedua negara tidak memperoleh kemajuan
yang signifikan. Bahkan Korea Selatan
mengalami naik turun dalam skor IPK itu
sendiri.Indonesia, pembentukan KPK pada
tahun 2003, tidak terlalu berpengaruh pada
anggapan publik terhadap banyaknya
korupsi di sektor publik pada tahun-tahun
berikutnya, bahkan peringkat Indonesia
tidak jauh beranjak dari tahun 2003 saat
awal pembentukan KPK hingga tahun 2012.
Namun jika kita melihat skor IPK negara
Korea Selatan, kita akan menemukan tahun-
tahun dimana terjadi peningkatan yang
drastis pada skor IPK yaitu tahun 2005 (3
tahun pembentukan KICAC) dan 2008
(tahun pembentukan ACRC). Peningkatan
drastis tersebut apakah dipengaruhi oleh
dibentuknya badan anti korupsi dan fokus
strategi pada pencegahan - memberantas
korupsi dengan mengeluarkan kebijakan-
kebijakan anti korupsi dan mereview
3
kebijakan-kebijakn publik - masih harus
dikaji lebih dalam lagi.
UPAYA PENINGKATAN
KEEFEKTIFAN BADAN ANTI
KORUPSI
Banyak negara saat ini memiliki
badan khusus untuk memberantas tindak
pidana korupsi yang terjadi negaranya.
Salah satu negara yang berhasil adalah
Singapura dengan Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB). Badan ini
dianggap berhasil menangani tindak pidana
korupsi di Singapura dan selalu berhasil
menempati 10 besarnegara terbersih dari
korupsi berdasarkan survei Indeks Persepsi
Korupsi. Akan tetapi, tidak semua negara
yang memiliki badan anti korupsi telah
berhasil secara signifikan dalam
memberantas korupsi. Jika kita
melihat dari pentingnya sebuah badan
khusus untuk menangani pemberantasan
korupsi, terdapat beberapa syarat yang
dikemukakan oleh Jin-Wook Choi agar
badan anti korupsi suatu negara menjadi
efektif adalah sebagai berikut.
1. Sebuah badan anti korupsi harus bebas dari
korupsi.
ACRC dan KPK sebagai badan anti
korupsi dianggap sampai saat ini bebas dari
korupsi. Walaupun terdapat pelanggaran-
pelanggaran kecil, tetapi isu-isu korupsi di
tubuh ACRC dan KPK hampir tidak pernah
terdengar. Oleh karena itu, untuk kedua syarat
ini baik ACRC maupun KPK telah dipenuhi
dengan baik.
2. Sebuah badan anti korupsi harus netral dan
independen secara politik.
Jika kita bandingkan ACRC dan KPK,
KPK dianggap lebih independen karena
hampir terlepas dari pengaruh pemerintah dan
bertanggung jawab kepada DPR. Sedangkan
ACRC, keberadaannya lebih di bawah
pengaruh politik. Bahkan kabar yang beredar,
penggantian KICAC dengan ACRC adalah
salah satu upaya presiden Korea untuk
melemahkan fungsi badan anti korupsi. Oleh
karena itu, penguatan status ACRC baik dari
sisi indepedensi maupun kewenangan perlu
ditingkatkan.
3. Kedua badan dibentuk atas dasar undang-
undang anti korupsi yang komprehensif.
ACRC melanjutkan keberadaan dari
the Korea Independent Commision Against
Corruption (KICAC/Komisi Independen
Anti Korupsi Korea) di tahun 2008 yang
dibentuk berdasarkan undang-undang
pencegahan korupsi tahun 2001. Di
Indonesia, undang-undang No. 30 Tahun
2002 tentang KPK menyediakan dasar
hukum keberadaan KPK di tahun 2002.
Meskipun substansi kedua undang-undang
relatif berbeda, keduanya telah cukup
komprehensif untuk menetapkan usaha-
usaha anti korupsi dari ACRC dan KPK.
4. Sebuah badan anti korupsi harus memiliki
staf yang memadai.
Baik ACRC dan KPK memiliki
pegawai yang kurang jika melihat luas dan
banyaknya penduduk negeri tersebut.
Berdasarkan data tahun 2012 SDM ACRC
4
berjumlah 479 sedangkan KPK sekitar 700-
an dibandingkan negara Hongkong, pegawai
badan anti korupsi berjumlah 1200 orang
sedangkan di Malaysia berjumlah 2000-an
orang. Dengan berbagai tugas dan luasnya
daerah terutama negara Indonesia sudah
sewajarnya jika pegawai badan anti korupsi
mendapatkan tambahan personil.
5. Sebuah badan anti korupsi harus fokus
utamanya pada penyelidikan dalam upaya
penegakan hukum.
STRATEGI PENCEGAHAN KORUPSI
KPK
Meskipun banyak badan anti korupsi
yang melaksanakan tiga fungsi penyelidikan
atau penindakan, pencegahan, dan edukasi
dan kampanye publik, penyelidikan
dianggap sebagai fungsi yang paling kritikal
dari sebuah badan anti korupsi. ACRC
sebagai badan anti korupsi di Korea Selatan
tidak memiliki fungsi penyelidikan. Laporan
tindakan korupsi yang diterima hanya
sebatas mampu menginvestigasi saksi-saksi
terkait, kemudian diteruskan kepada
kepolisian atau kejaksaan untuk diselidiki
dan dituntut di pengadilan. Hal ini mungkin
salah satu penyebab badan anti korupsi di
Korea Selatan tidak dapat berbuat banyak
dalam pemberantasan korupsi di Korea
Selatan. Karena penegakan hukum dapat
merupakan sebuah fitur kunci dari sebuah
badan anti korupsi, maka efektivitas dari
upaya anti korupsi dapat ditentukan dari
sejauhmana sebuah badan anti korupsi
memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk
menangkap dan menghalangi korupsi.
Sedangkan strategi pencegahan yang
dijalani ACRC dianggap berhasil untuk
memperbaiki tata kelola pemerintahan,
tetapi salah satu hal yang harus diperhatikan
adalah kebijakan-kebijakan pencegahan anti
korupsi kadang diambil dengan tidak
independen karena bergantung pada
kebijakan pemerintah.
KPK sebagai badan anti korupsi di
Indonesia, memiliki seluruh kewenangan
dalam tiga fungsi - penyelidikan,
pencegahan, dan edukasi, tetapi melihat 10
tahun ini ternyata tidak banyak merubah
pandangan masyarakat terhadap korupsi
yang terjadi di sektor publik setidaknya
seperti yang dinyatakan survey IPK.
Walaupun memiliki tugas penyelidikan,
KPK dianggap tidak dapat berbuat banyak,.
Keterbatasan pegawai KPK menjadi salah
satu penyebab ketidakmenyeluruhnyaa
penanganan kasus korupsi oleh KPK. Selain
itu, terdapat pula anggapan bahwa KPK
melakukan "tebang pilih" dalam
penanganan kasus korupsi dapat
mempengaruhi pula pandangan masyarakat
terhadap keseriusan pemberantasan korupsi
di Indonesia. Meskipun fokus strategi
pemberantasan KPK adalah bidang
penyelidikan, bukan berarti tidak ada usaha
pencegahan yang dilakukan KPK. Akhir-
akhir ini fokus pencegahan pemberantasan
korupsi sedang digalakkan oleh KPK.
5
Usaha-usaha KPK dalam upaya preventif
diantaranya adalah dorongan kepada
instansi pemerintah untuk menerpakan
Sisetem Pengawasan dan Pengendalian
Intern, Fraud Risk Assesment, dan Fraud
Control System. Selain itu, pencegahan
dalam hal deteksi dini tindak pidana korupsi
adalah diintegrasikannya LHKPN, laporan
gratifikasi, Whistle Blower dan lain-lain.
Dari kesemua strategi pencegahan itu, fokus
utama saat ini adalah pembangunan sistem
integritas nasional. Semakin tinggi integritas
seseorang, semakin tahan orang tersebut
terhadap virus korupsi. Hal yang telah
dilakukan dalam mambangun sistem ini
adalah membentuk aktor integritas di
instansi-instansi pemerintah yang
diharapkan dapat menjadi penggerak budaya
integritas di masing-masing instansi.
Dengan ini semua diharapkan
pemberantasan korupsi menjadi semakin
efektif .
PENUTUP
Badan anti korupsi baik secara
langsung maupun tidak langsung berperan
dalam upaya pemberantasan korupsi di
suatu negara. Akan tetapi, tetap perlu
dilakukan evaluasi terhadap efektivitas
upaya pemberantasan korupsi. Evaluasi ini
diharapkan dapat dijadikan sarana perbaikan
sehingga memiliki kinerja dan
keefektivitasan yang lebih baik. Selain itu,
upaya-upaya yang dilakukan badan anti
korupsi di negara lain dalam menangani
pemberantasan korupsi di negaranya juga
dapat dijadikan pelajaran dan perbandingan
meningkatkan peran badan anti korupsi di
negara sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, 2011, Pendidikan
Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Jakarta :
CSRC
Kemendikbud. 2011. Pendidikan Anti
Korupsi untuk Perguruan Tinggi.
Widaningrum, Ambar and Jin Park (Eds), 2010, Governance Reform in Indonesia and Korea: A Compararative Perspective, Yogyakarta: Gadjah Mada University
http://www.bbc.co.uk dikutip hari Senin, 5
Agustus 2013, 09.00 WIB
http://www.koreabang.com dikutip hari
Senin, 5 Agustus 2013, 08.00 WIB.
http://www.transparency.org dikutip hari
Senin, 5 Agustus 2013, 08.00 WIB.
6