Post on 30-Jun-2015
description
AFIKSASI BAHASA RIBUN MASYARAKAT DAYAK
DESA BAHARU KECAMATAN PARINDU
KABUPATEN SANGGAU
Fransiskus Rahelianto Florus
511100038
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Persatuan Guru Republik Indonesia
Pontianak
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kasih dan penyertaannyalah penulis bisa menyelesaikan tugas desain
penelitian berjudal “AFIKSASI BAHASA RIBUN MASYARAKAT DAYAK
DESA BAHARU KECAMATAN PARINDU KABUPATEN SANGGAU” ini
tepat pada waktunya. “Tidak lupa penulis mengucapkan beribu-ribu kata terima
kasih dari hati yang tulus kepada rekan-rekan mahasiswa yang bersedia membantu
dan memberikan penulis masukan – masukan yang bermanfaat bagi penulis.
Khusus juga penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Bapak Al
Ashadi, M.Pd. yang tanpa bosan dan kenal lelah membimbing penulis dari awal
hingga desain penelitian ini terselesaikan.
Penulis sudah berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan desain
penelitian ini, namun jika ada kesalahan, penulis sangat berharap adanya
masukkan-masukan baik berupa kritik maupun saran yang kiranya dapat
membangun dan bermanfaat bagi penulis,Yang positifnya kita ambil yang
negatifnya tentu kita gunakan sebagai bahan pelajaran untuk pembuatan karya
berikutnya
Semoga desain penelitian ini dapat memberi banyak manfaat dan
masukkan kepada kita semua, baik sebagai rekan-rekan mahasiswa, maupun
sebagai calon pendidik yang akan mengabdi kepada masyarakat bangsa dan
Negara.
Penulis, April 2014
( Fransiskus Rahelianto Florus )
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4
1. Tujuan Umum 4
2. Tujuan Khusus 4
D. Manfaat 4
1. Manfaat Teoritis 5
2. Manfaat Praktis 5
E. Ruang Lingkup 5
F. Metodologi penelitian 7
G. Jadwal 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Bangsa Indonesia lebih merasa terkait dalam satu ikatan karena merasa :
Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Dengan adanya bahasa Indonesia
semua lapisan masyarakat mampu mengobarkan semangat untuk bangsa
Indonesia merdeka dan menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
kesatuan.Pada hakikatnya fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi.
Bahasa adalah alat pemersatu bangsa. Bahasa resmi Negara Indonesia adalah
bahasa Indonesia. Namun didaerah-daerah, banyak masyarakat yang
menggunakan bahasa daerah mereka sebagai alat komunikasi dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini dikaranakan bahasa daerah tersebut sudah menjadi bahasa
sehari-hari dan banyak digunakan oleh masyarakat juga.
Dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau
Minoritas: "bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang:
Secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari
negara tersebut, yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari
populasi lainnya di negara tersebut; danBerbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-
bahasa resmi) dari negara tersebut.
Didaerah kecamatan Parindu masyarakat umumnya masih menggunakan
bahasa daerah dalam percakapan sehari- hari. Hal ini membuat bahasa Indonesia
seolah olah berada diurutan pertama bagi mereka. Jika pada pertemuan resmi,
barulah bahasa Indonesia digunakan. Namun, bahasa Indonesia yang digunakan
ternyata mandapat pengaruh dari bahasa daerah. Misalnya pada kata Berjalan
yang seharusnya mendapatkan imbuhan ber-, ketika diucapkan justru menjadi
bejalatn, yang merupakan kata dalam bahasa dayak ribun yang digunakan
1
2
sehari-hari dengan mendapat imbuhan be-. Hal ini tentu mempersulit pembinaan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dinegara kita sendiri.
Bagaimana kita bias mengangkat nama bahaa Indonesia, jika penggunanya saja
masih belum fasih atau belum tepat dalam menggunakan bahasanya sendiri.
Penulis merasa penting untuk membahasmengenai afiksasi dalam bahasa
dayak ribun masyarakat Desa Baharu Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau
karena peneliti memandang kesalahan yang paling banyak terdapat pada
penggunaan Afiksasi/ imbuhan.
Untuk itu, penulis merasa perlu untuk melakukan atau mengangkat
permasalahan ini untuk diteliti, agar kita dapat mengetahui bagaimana proses
penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak, factor yang
mempengaruhi afiksasibahasa ribun Masyarakat dayak, bagaimana perkembangan
afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak Desa Baharu kecamatan Sosok
kabupaten Sanggau
B. Rumusan Masalah.
Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Kalau masalah itu berupa
kesenjangan antara yang diharapkan dengan apa yang terjadi, maka rumusan
masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data.
Adapun rumusan Masalah secara umum dalam desain penelitian ini adalah
bagaimanakah afiksasi pada bahasa Ribun masyarakat Dayak Desa Baharu
Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ? sedangkan rumusan masalah secara
khusus
1. Bagaimana penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak desa
Baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ?
3
2. Factor apa yang mempengaruhi afiksasi bahasa ribun Masyarakat dayak
Desa baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ?
3. Bagaimana perkembangan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak
Desa Baharu kecamatan Sosok kabupaten Sanggau ?.
C. Tujuan.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan,
mengembangkan dan membuktikan pengetahuan. Tujuan umum dari penelitian ini
adalah mengetahui bagaimana afiksasi bahasa ribun masyarakat dayak desa
Baharu Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau.Tujuan khusus adalah untuk
menemukan. Menemukan berarti sebelumnya belum pernah ada atau belum
diketahui. tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat
dayak desa Baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau.
2. Mengetahui Factor apa yang mempengaruhi afiksasi bahasa ribun
Masyarakat dayak Desa baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau.
3. Memahami perkembangan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak
Desa Baharu kecamatan Sosok kabupaten Sanggau.
D. Manfaat.
Manfaat penelitian merupakan dampak dari pencapaiannya tujuan.
Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yaitu teoritis/akademis
dan praktis/fragmatis. Kegunaan teoritis/akademis terkait dengan kontribusi
tertentu dari penyelenggaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu
pengetahuan serta dunia akademis. Sedangkan kegunaan praktis/fragmatis
berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dari penyelenggaraan
4
penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun
organisasi.
Adapun manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan dan referensi bagi rekan-
rekan/mahasiswa lain untuk melakukan kegiatan penelitian.
b. Kelebihan dan kelemahan dari hasil penelitian ini dapat menjadi informasi
bagi lembaga sebagai bahan kajian ilmu dalam rangka meningkatkan
kualitas mutu perkuliahan program studi khususnya Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dan penerapannya di lapangan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Penelitian ini dapat dijadikan bagi siswa dalam memahami bagaimana
afiksasi bahasa ribun masyarakat Dayak Desa Baharu Kecamatan sosok
Kabupaten Sanggau.
b. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi sekolah dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran siswa serta menjadi bahan pertimbangan
dalam menggunakan bahasa Indonesia di Sekolah.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada
peneliti mengenai afiksasi bahasa Ribun pada masyrakat dayak
5
d. Bagi Lembaga
Dapat menjadi referensi dalam pendidikan yang berkaitan dalam rangka
menghasilkan lulusan terbaik, baik dalam segi pencapaian keberhasilan
belajar dan prestasi.
E. Ruang Lingkup
1. Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah afiksasi pada Bahasa Dayak Ribun daerah
kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau.
2. Definisi Operasional
a) Afiksasi.
Afiks ialah satuan gramatik terikat yang bukan merupakan bentuk
dasar, tidak mempunyai makna leksikal, dan hanya mempunyai makna
gramatikal, serta dapat dilekatkan pada bentuk asal atau bentuk dasar
untuk membentuk bentuk dasar dan atau kata baru.
b) Bahasa Ribun.
Bahasa Ribun adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat dayak
Ribun yang sebagian besar ada di Kecamatan Parindu Kabupaten
Sanggau, lebih tepatnya Bodok dan Pusat damai.
c) Masyarakat Dayak Ribun Desa Baharu.
Masyarakat dayak ribun adalah masyarakat yang merupakan salah satu
sub suku dayak yang mendiami kecamatan parindu.
"bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang:
Secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga
negara dari negara tersebut, yang secara numerik membentuk
kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara tersebut;
6
danBerbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara
tersebut.
F. Prosedur Penelitian.
1. Metode dan Bentuk Penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,.
Alasan dipilihnya metode kualitatif karena permasalahan yang diteliti
tidak menggunakan data-data yang bersifat angka statistic. Bentuk
penelitian yang digunakan adalah Etnografik-ethnometodologik. Yaitu
bentuk penelitian yang mempelajari peristiwa cultural, yang menyajikan
pandangan hidup subjek yang menjadi objek studi.
2. Subjek Penelitian.
Subjek dalam penelitian ini adalah Masyarakat Dayak Ribun kecamatan
Parindu Kabupaten Sanggau.
3. Teknik dan alat Pengumpul Data.
a) Teknik
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah komunikasi langsung, recorder, dan Dokumentasi dari tetua
adat dayak Ribun kecamatan Parindu.
b) Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
wawancara, tape recorder dan camera.
7
4. Teknik Analisis Data
Teknik menganalisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi
a) Analisis Sebelum dilapangan.
Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran
penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan
Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai
afiksasi bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan
Parindu kabupaten Sanggau.
b) Analisis Data dilapangan
Analisis data dilapangan dilakukan menggunakan model miles and
Huberman.Analisis dilakukan ketika proses wawancara berlangsung,
peneliti memberikan pertanyaan hingga mendapatkan informasi yang
cukup untuk menjawab rumusan rumusan masalah Factor apa yang
mempengaruhi afiksasi dalam bahasa dayak ribun ?, kemudian
merekam pembicaraan pada masyarakat.Melalui rekaman peneliti
dapat mengetahui Bagaimana penggunaan afiksasi bahasa Indonesia
pada masyarakat Dayak Ribun ? dan melalui hasil wawancara dan
rekaman serta dokumen dari ketua adat maka kita dapat menjawab
rumusan masalah Apakah ada pengaruh afiksasi pada bahasa Indonesia
terhadap Bahasa dayak ribun ?
5. Proses Penelitian
Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran
penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan
Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai afiksasi
pada bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan Parindu
kabupaten Sanggau. Analisis dilakukan ketika proses wawancara
berlangsung, peneliti memberikan pertanyaan hingga mendapatkan
informasi yang cukup untuk menjawab rumusan rumusan masalahFactor
apa yang mempengaruhi afiksasi bahasa ribun Masyarakat dayak Desa
8
baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ? , kemudian merekam
pembicaraan pada masyarakat. Melalui rekaman peneliti dapat mengetahui
Bagaimana penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak desa
Baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ? dan melalui hasil
wawancara dan rekaman serta dokumen dari ketua adat maka kita dapat
menjawab rumusan masalah Bagaimana perkembangan afiksasi pada
bahasa ribun masyarakat dayak Desa Baharu kecamatan Sosok kabupaten
Sanggau ?
Aktivitas dalam analisis data yaitu reduction, data display dan concusion
drawing/verification
a) Data Reduction.
Semua data yang diperoleh dipilah pada tahap ini. Semua informasi
dirangkum dan dipilih data-data yang bersifat penting serta dapat
digunakan untuk kepentingan penelitian.
b) Data Display.
Data- data yang penting tadi kemudian disusun kembali sesuai dengan
kategori yang ada. Dikumpulkan data yang dapat digunakan untuk
mendukung dan memecahkan masalah dalam penelitian.
c) Conclusion drawing/Verification.
Semua data yang telah dipilah dan dikelompokkan sesuai kategori
dianalisis dan apabila sudah didukung oleh data-data yang valid, maka
dari data tersebut dapat dijawab rumusan masalah yang ada.
9
G. Jadwal Penelitian.
No Jenis Kegiatan
Jadwal Kegiatan
Maret April Mei
I II III IV I II III IV I II III IV
I Persiapan
1.Studi pendahuluan
2. penyusunan proposal
3. konsultasi ke
pembimbing
4. seminar proposal
5. perbaikan proposal
II Pelaksanaan
1. Pengumpulan data
2. pengolahan data
3. konsultasi ke
pembimbing
4. Seminar hasil
penelitian
5. perbaikan hasil
seminar
6. Konsultasi ke
pembimbing
7. Ujian skripsi
8.Perbaikan/ finalisasi
BAB II
Landasan Teori
A. Hakikat Bahasa Indonesia.
Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai naluri untuk senantiasa
hidup bersama. Manusia harus mengadakan interaksi sosial untuk dapat hidup
dengan sesamanya, karena interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan
sosial. Tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. syarat
terjadinya Interaksi sosial yaitu adanya kontrak sosial dan komunikasi. Kontrak
sosial merupakan tahap pertama terjadinya interaksi sosial. seorang individu atau
kelompok yang menyadari keberadaan individu atau kelompok yang lain dan
menghendaki terciptanya interaksi sosial harus mengadakan komunikasi. Oleh
sebab itu, manusia harus memiliki alat komunikasi yang disebut bahasa. Jadi
hakikat bahasa dapat dimaksudkan bahasa menjadi alat komunikasi yang
diperlukan dalam komunikasi antar manusia sebagai makhluk sosial.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer (mana suka) yang
dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi /
mengidentifikasi diri. (Kridalaksana,1993). Menurut Keraf (1984:17) Bahasa
adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, yang berupa lambang bunyi
suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Sifat-sifat Bahasa
1. Bahasa bersifat sistematik : Bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus
ditaati agar dapat dipahami oleh pemakainya. bahasa diatur oleh sistem,
setiap bahasa mengandung dua sistem yaitu sistem bunyi dan sistem
makna.
10
11
2. Bahasa bersifat manasuka : Bahasa dipilih dari unsur-unsurnya secara acak
tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara makna dan bunyi yang
disimbolkan. bahasa terbentuk atas kesepakatan-kesepakatan.
3. Bahasa bersifat ujar : Hakikat bahasa yang sebenarnya adalah bunyi yang
dihasilkan oleh articulator (alat ucap), sehingga bahasa yang sebenarnya
adalah bahasa lisan yang diujarkan oleh manusia.
4. Bahasa bersifat manusiawi : Bahasa menjadi berfungsi selama manusia
yang menggunakan dan memanfaatkannya, bukan makhluk lain.
5. Bahasa bersifat komunikatif : Bahasa mempunyai arti penting dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai alat komunikasi atau perhubungan
antar sesama manusia sebagai alat interaksi.
Fungsi bahasa ( umum )
1. Alat ekspresi diri : Bahasa sebagai alat ekspresi diri berarti dengan bahasa
manusia dapat menyatukan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di
dalam pikiran manusia untuk mengekspresikan diri.
2. Alat komunikasi : Bahasa merupakan saluran yang memungkinkan untuk
bekerja sama dengan sesama manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi
memungkinkan setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan
kelompok sosial tertentu, dan dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan serta memungkinkan integrasi (pembauran) .
3. Alat integrasi dan adaptasi sosial : Bahasa sebagai alat integrasi, bahasa
memungkinkan setiap penuturannya merasa diri terikat dalam kelompok
sosial atau masyarakat yang menggunakan bahasa yang sama, para
anggota kelompok itu dapat melakukan kerja sama dan membentuk
masyarakat. Bahasa yang sama yang memungkinkan mereka bersatu atau
berintegrasi di dalam masyarakat tersebut.
4. Sebagai alat kontrol sosial : Bahasa dapat digunakan untuk mengatur
berbagai aktivitas sosial, merencanakan berbagai kegiatan, dan
12
mengarahkan kedalam suatu tujuan yang di inginkan. Bahasa pula yang
dilakukan oleh seseorang. Segala kegiatan atau aktivitas dapat berjalan
dengan baik apabila diatur atau dikontrol dengan bahasa. Menurut Keraf
(1984:6) proses sosialisasi dapat dilakukan dengan cara :
o Mempunyai keahlian bicara, membaca dan menulis
o Bahasa saluran utama dalam memberikan kepercayaan kepada
anak-anak yang sedang tumbuh
o Bahasa menjelaskan dan melukiskan perasaan anak untuk
mengidentifikasi dirinya, supaya dapat mengambil tindakan-
tindakan yang di perlukan
o Bahasa menawarkan dasar keterlibatan pada si anak tentang
masyarakat bahasanya
Fungsi bahasa ( khusus)
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
3. bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan pembangunan
B. Hakikat Bahasa Daerah
Bahasa menunjukkan bangsa. Ungkapan itu sarat muatan tentang salah
satu parameter terhadap seseorang atau komunitas dilihat dari sisi baik-buruknya,
salah satunya melalui bahasa. Bahasa menjadi salah satu penanda bagi sebuah
bangsa. Bagaimana bahasa dalam kapasitas sebagai alat komunikasi dan juga
medium berekspresi diolah oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga
muncul sebuah watak atau karakter dari orang atau kelompok yang mengolahnya.
13
tersebut. Bahasa seseorang yang tidak berpendidikan berbeda corak, ragam, dan
isinya dengan mereka yang notabene memiliki tingkat pendidikan yang relatif
bagus. Itulah yang membedakan antara golongan yang melek huruf dan yang
tidak. Jargon melek huruf tidak hanya terbatas pada masalah baca, tetapi lebih
luas, yakni upaya mengoptimalkan peran dan fungsi bahasa di dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa secara fungsional masih menimbulkan pro dan kontra
berdasarkan tingkat kepentingannya. Sebagian orang mengatakan bahwa bahasa
merupakan hal yang penting. Artinya, bahasa harus betul-betul diperhatikan dan
diurusi. Sebagian pendapat mengatakan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang
tidak penting sehingga tidak perlu diberi porsi yang banyak dalam pembinaan
ataupun pengembangannya. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa tidak dapat
menghasilkan apa-apa atau tidak berkorelasi langsung dengan persoalan materi.
Oleh karena itu, bahasa tidaklah terlalu penting untuk diperhatikan. Benarkah
demikian? Jawabannya dapat ya, dapat juga tidak, atau kedua-duanya benar. Hal
itu sangat bergantung pada cara pandang kita.
Kita cermati salah satu hal yang setiap tahun terjadi, yakni ujian nasional
(UN), terutama mata pelajaran Bahasa Indonesia. Apabila melihat realitas pasca-
UN, baik tingkat dasar maupun tingkat menengah, rata-rata nilai Bahasa Indonesia
tidak memenuhi standar kelulusan yang dipersyaratkan. Dalam konteks itu, ada
apa sebenarnya dengan pendidikan bahasa Indonesia di Indonesia? Apakah karena
anggapan sepele terhadap bahasa kita sendiri? Apakah tidak ada yang sinkron
antara materi pelajaran Bahasa Indonesia di bangku sekolah dan soal UN? Sangat
kompleks ketika kita akan mencari tahu jawaban atas semua pertanyaan itu. Tanpa
bermaksud mengesampingkan persoalan bahasa Indonesia tersebut, biarlah hal itu
menjadi wilayah mereka yang memiliki pemangku kebijakan yang relatif kuat dan
menyeluruh sesuai dengan konteks bahasa Indonesia yang berskala nasional.
14
Kondisi Bahasa Daerah Saat Ini
Untuk skala lokal, apakah bahasa daerah telah pula mendapat “tempat” di
hati masyarakat penuturnya? Kecenderungan yang terjadi, hampir di setiap
daerah, adalah bahwa bahasa daerah semakin terabaikan atau kalau boleh kita
katakan semakin terpinggirkan. Ibarat petinju yang dihajar di pojok ring, bahasa
daerah “digempur” habis-habisan oleh dominasi bahasa nasional dan bahasa
asing. Situasi seperti itu menjadi fenomena yang umum di setiap daerah di
Indonesia meskipun beberapa daerah ada yang telah membuat peraturan daerah
(perda) tentang bahasa daerahnya. Bahkan, badan dunia PBB UNESCO
menyatakan bahwa bahasa yang memiliki jumlah penutur kurang dari seribu
orang memiliki potensi kepunahan yang sangat tinggi. Bahasa dengan kondisi
penutur seperti itu dikategorikan ke dalam bahasa yang terancam punah.
Bagaimana halnya dengan bahasa daerah di Provinsi Aceh?
Sementara ini, hasil pemetaan bahasa di Provinsi Aceh yang dilakukan
oleh tim pemetaan bahasa Balai Bahasa Banda Aceh menunjukkan adanya gejala
kepunahan bahasa, terutama bahasa daerah yang berada di Kepulauan Banyak,
yaitu bahasa Devayan. Secara administratif, wilayah Kepulauan Banyak berada di
bawah pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Hasil kajian yang dilakukan oleh
Balai Bahasa Banda Aceh terhadap bahasa Devayan bukan tidak mungkin juga
akan menjangkiti bahasa daerah lain yang ada di Provinsi Aceh. Tidak terkecuali
bahasa Aceh yang memiliki wilayah pakai di hampir setiap wilayah di Provinsi
Aceh. Penutur terbanyak bahasa daerah di Provinsi Aceh adalah bahasa Aceh, lalu
disusul bahasa Gayo. Sebuah teori menyebutkan bahwa kelangsungan sebuah
bahasa atau hidup matinya sebuah bahasa sangat bergantung pada penutur bahasa
yang bersangkutan. Dengan demikian, bahasa daerah harus dikembangkan dan
dibina dalam rangka kelangsungan hidupnya kelak apabila tidak menginginkan
bahasa daerah tertentu hanya tinggal nama.
15
Fenomena yang menarik berkaitan dengan keberadaan bahasa daerah di
Provinsi Aceh dapat dicermati dari sikap berbahasa para penuturnya. Sikap itu
merupakan sesuatu yang tidak dapat diempiriskan, tetapi dapat diketahui melalui
perilaku yang ditunjukkan oleh orang atau individu yang bersangkutan. Manakala
seseorang menyatakan keloyalan kepada atasan, misalnya, hal itu akan terwujud
di dalam perilakunya, bukan hanya manis di mulut, melainkan benar-benar antara
sikap yang dia pilih berbanding lurus dengan perilaku atau perbuatannya. Dalam
hal berbahasa kita juga harus demikian. Namun, sering kali seseorang berteriak-
teriak akan pentingnya bahasa daerah, tetapi di sisi lain tidak berusaha
melestarikan bahasa tersebut. Justru terkadang ia lebih sering menggunakan
bahasa dan istilah asing. Padahal, kata atau istilah asing yang digunakan itu ada
padanannya dalam bahasa Indonesia
Kondisi bahasa daerah yang semakin terpinggirkan biasanya menjangkiti
mereka yang dikategorikan sebagai golongan remaja atau kaum muda. Masa
krusial pada aspek daur hidup manusia adalah masa remaja. Usia remaja sangat
rentan oleh pengaruh dari dunia luar karena pada usia itu terjadi proses pencarian
jati diri. Pada sisi bahasa, remaja menjadi komunitas yang memiliki
kecenderungan untuk berubah. Perubahan tersebut seperti tercerabut dari akar
bahasanya sendiri. Tidak jarang di perkotaan terjadi fenomena bahwa kaum
remaja tidak menguasai lagi bahasa daerahnya, apalagi dengan maraknya apa
yang kita kenal dengan bahasa gaul. Kita tidak fobia atau takut atas setiap
fenomena kebahasaan seperti itu. Akan tetapi, alangkah bijaknya apabila dasar
fondasi bahasa daerah atau bahasa pertama diperkuat terlebih dahulu. Hal itu
sangat berkaitan dengan domain bahasa.
Domain bahasa secara garis besar terbagi atas tiga, yakni bahasa daerah
atau bahasa ibu, bahasa nasional (baca: bahasa Indonesia), dan bahasa asing.
Bahasa asing yang dimaksudkan, yaitu bahasa yang secara geografis berasal dari
luar wilayah Indonesia, dapat berupa bahasa Inggris, Arab, Jepang, dan lain-lain.
16
Domain bahasa itu memiliki peran dan fungsi yang sama pentingnya apabila
dikaitkan dengan persoalan jati diri. Sayangnya, apa yang terjadi saat ini seperti
ada perlakuan diskriminatif atas domain bahasa tertentu. Perlakuan tersebut
terutama terjadi pada domain bahasa daerah. Perlakuan itu tidak hanya yang
bersifat kebijakan, tetapi lebih banyak disebabkan oleh sikap bahasa penuturnya.
Sikap berbahasa yang diharapkan atas bahasa daerah sebaiknya atau idealnya
adalah sikap positif.
Apabila kita berkaca pada kasus di Provinsi Aceh, di sisi kebijakan terasa
ada perlakuan yang berbeda. Perlakuan itu salah satunya mengakibatkan
tertundanya kegiatan Kongres Bahasa Aceh yang sebelumnya (akan) rutin
diagendakan. Ketiadaan kemauan politik para pemegang kebijakan di daerah
disebabkan oleh kurang sensitifnya para pemegang kebijakan atas persoalan
bahasa daerah. Rumor yang selama ini penulis peroleh tentang tertundanya
kongres adalah karena masalah pengajuan penganggaran yang selalu “mentah”,
baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Tampaknya ada semacam anggapan
bahwa persoalan bahasa dirasakan belum begitu penting sehingga pembangunan
di Aceh lebih difokuskan pada pembangunan yang bersifat materi. Sering kali
dalam setiap kesempatan penulis menekankan pentingnya bahasa sebagai bagian
humanisme dalam mengobati luka Aceh yang telah berlangsung bertahun-tahun
akibat konflik. Akan tetapi, hal itu belum cukup untuk memunculkan satu
kebijakan dari pemangku kepentingan di daerah akan penanganan bahasa daerah
yang komprehensif dan berkelanjutan.
Sikap berbahasa penutur bahasa daerah sendiri pun terkadang cenderung
negatif. Hal itu dapat diketahui dari keengganan mereka berbahasa daerah.
Mereka akan memilih kata asing yang terlihat lebih intelek atau lebih modern
yang terkadang secara konseptual tidak dimengerti oleh mereka secara pasti.
Itulah kelatahan masyarakat kita yang memunculkan fenomena budaya nginggris,
pokoknya asal berbahasa asing (Inggris), termasuk fenomena di Kota Banda
17
Aceh. Penulis pernah mengadakan survei kecil-kecilan dengan mengambil ruas
jalan utama di sekitar kawasan perdagangan sebagai objek survei. Hampir 70%
penulisan papan nama tempat usaha di sepanjang jalan utama tersebut
menggunakan kata asing, seperti fashion dan babyshop. Timbul pertanyaan dalam
benak penulis: apakah orang yang berbelanja di toko tersebut orang asing? Jika
bukan, apakah semua orang di Aceh akan diinggriskan? Penulis merasa kondisi
seperti itu terjadi di setiap kota di Indonesia. Itulah yang menjadi tantangan kita
guna memartabatkan bahasa daerah dan juga bahasa nasional.
Pada saat ini telah hadir Undang-Undang No.24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Khusus tentang
bahasa, di dalam undang-undang tersebut telah diatur bagaimana kedudukan dan
fungsi bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Seiring era otonomi
daerah, ada tanggung jawab moral pada pemerintah daerah untuk secara aktif
melakukan pembinaan terhadap bahasa daerah di wilayahnya. Bagaimana dengan
di Provinsi Aceh? Kita menunggu kiprah para pemegang kebijakan, khususnya
soal kebudayaan, terutama soal bahasa, untuk “sekadar” melirik keberadaan
bahasa daerah. Jangan sampai kita menyesal tanpa melakukan antisipasi sehingga
tidak sampai terjadi ada bahasa daerah di Aceh kelak hanya tinggal nama. Aceh
perlu untuk maju dan berkembang seperti halnya daerah lain. Akan tetapi, agar
tidak semua telanjur, ada baiknya para pemangku kebijakan di daerah mencermati
moto globalisasi, yakni berpikir secara lokal, bertindak secara global (think
locally, act globaly), supaya pembinan terhadap bahasa daerah terealisasi. Kita
boleh menjadi bagian pemain di dalam modernitas itu, tetapi tetap kukuh dengan
nilai-nilai keacehan. Dengan demikian, identitas keacehan kita tetap dapat
dipertahankan.
18
C. Afiksasi
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut
afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan
imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk
kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
1. Berbaju
2. Menemukan
3. Ditemukan
4. Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas
pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks),
pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan
terbelah (konfiks).
BAB III
Metode Penelitian
A. Setting Penelitian.
1. Waktu Penelitian.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada maret ,april, mei
2. Tempat Penelitian.
Penelitian ini akan dilaksanakan dikecamatan Parindu Kabupaten Sanggau
B. Persiapan Penelitian.
1. Persiapan,
a) Mempersiapkan perangkat penelitian seperti lembar wawancara, tape
recorder dan lain sebagainya.
b) Validasi perangkat penelitian dan instrument lain.
c) Merevisi perangkat pembelajaran dan instrument penelitian
berdasarkan hasil validasi.
d) Mengujicobakan tes dan mengetahui tingkat kualitas tes
e) Menganalisis hasil dari tes uji coba.
C. Subjek Penelitian.
Subjek dalam penelitian ini adalah Masyarakat Dayak Ribun Kecamatan
Kapuas Kabupaten Sanggau.
D. Teknik dan Alat Pengumpul data.
1. Teknik
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah wawancara, rekaman, dan Dokumen dari tetua adat dayak Ribun
kecamatan Parindu.
2. Alat
Alat yang akan digunakan dalam peneitian ini adalah lembar wawancara,
tape recorder dan camera.
19
20
E. Analisis Data.
Teknik menganalisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi
1. Analisis Sebelum dilapangan.
Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran
penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan
Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai afiksasi
pada bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan Parindu
kabupaten Sanggau.
2. Analisis Data dilapangan.
Analisis dilakukan ketika proses wawancara berlangsung, peneliti
memberikan pertanyaan hingga mendapatkan informasi yang cukup untuk
menjawab rumusan rumusan masalah Factor apa yang mempengaruhi
afiksasi dalam bahasa dayak ribun ?, kemudian merekam pembicaraan
pada masyarakat.Melalui rekaman peneliti dapat mengetahui Bagaimana
penggunaan afiksasi bahasa Indonesia pada masyarakat Dayak Ribun ?
dan melalui hasil wawancara dan rekaman serta dokumen dari ketua adat
maka kita dapat menjawab rumusan masalahApakah ada pengaruh afiksasi
pada bahasa Indonesia terhadap Bahasa dayak ribun ? Dengan
mensinkronkan ketiga datatersebut maka kita dapat menjawab rumusan
masalah yang telah diangkat.
F. Proses Penelitian.
Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran
penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan
Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai afiksasi
pada bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan Parindu
kabupaten Sanggau. Analisis dilakukan ketika proses wawancara
berlangsung, peneliti memberikan pertanyaan hingga mendapatkan
21
informasi yang cukup untuk menjawab rumusan rumusan masalah Factor
apa yang mempengaruhi afiksasi dalam bahasa dayak ribun ?, kemudian
merekam pembicaraan pada masyarakat. Melalui rekaman peneliti dapat
mengetahui Bagaimana penggunaan afiksasi bahasa Indonesia pada
masyarakat Dayak Ribun ? dan melalui hasil wawancara dan rekaman
serta dokumen dari ketua adat maka kita dapat menjawab rumusan
masalah Apakah ada pengaruh afiksasi pada bahasa Indonesia terhadap
Bahasa dayak ribun ? Dengan mensinkronkan ketiga data tersebut maka
kita dapat menjawab rumusan masalah yang telah diangkat.
Daftar Pustaka
S. Syadih Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja
Rusdakarya.
Subana M. Sudrajat. (2005). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka
Setia.
Hadi amirul. Haryono H. (2005). Metodologi penelitian Pendidikan. Bandung :
Pustaka Setia.
Sugiyono. (2009).Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). bandung : Alfabeta
Mahmud H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Arikunto S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kristiyanto A. (2010). Penelitian Tindakan Kelas.Surakarta : UNS Press.