Penelitian kebahasaan Fransiskus

25
AFIKSASI BAHASA RIBUN MASYARAKAT DAYAK DESA BAHARU KECAMATAN PARINDU KABUPATEN SANGGAU Fransiskus Rahelianto Florus 511100038 Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Pontianak 2014

description

desain penelitian kebahasaan ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah penelitian kebahasaan

Transcript of Penelitian kebahasaan Fransiskus

Page 1: Penelitian kebahasaan Fransiskus

AFIKSASI BAHASA RIBUN MASYARAKAT DAYAK

DESA BAHARU KECAMATAN PARINDU

KABUPATEN SANGGAU

Fransiskus Rahelianto Florus

511100038

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Persatuan Guru Republik Indonesia

Pontianak

2014

Page 2: Penelitian kebahasaan Fransiskus

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat kasih dan penyertaannyalah penulis bisa menyelesaikan tugas desain

penelitian berjudal “AFIKSASI BAHASA RIBUN MASYARAKAT DAYAK

DESA BAHARU KECAMATAN PARINDU KABUPATEN SANGGAU” ini

tepat pada waktunya. “Tidak lupa penulis mengucapkan beribu-ribu kata terima

kasih dari hati yang tulus kepada rekan-rekan mahasiswa yang bersedia membantu

dan memberikan penulis masukan – masukan yang bermanfaat bagi penulis.

Khusus juga penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Bapak Al

Ashadi, M.Pd. yang tanpa bosan dan kenal lelah membimbing penulis dari awal

hingga desain penelitian ini terselesaikan.

Penulis sudah berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan desain

penelitian ini, namun jika ada kesalahan, penulis sangat berharap adanya

masukkan-masukan baik berupa kritik maupun saran yang kiranya dapat

membangun dan bermanfaat bagi penulis,Yang positifnya kita ambil yang

negatifnya tentu kita gunakan sebagai bahan pelajaran untuk pembuatan karya

berikutnya

Semoga desain penelitian ini dapat memberi banyak manfaat dan

masukkan kepada kita semua, baik sebagai rekan-rekan mahasiswa, maupun

sebagai calon pendidik yang akan mengabdi kepada masyarakat bangsa dan

Negara.

Penulis, April 2014

( Fransiskus Rahelianto Florus )

i

Page 3: Penelitian kebahasaan Fransiskus

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan 4

1. Tujuan Umum 4

2. Tujuan Khusus 4

D. Manfaat 4

1. Manfaat Teoritis 5

2. Manfaat Praktis 5

E. Ruang Lingkup 5

F. Metodologi penelitian 7

G. Jadwal 8

ii

Page 4: Penelitian kebahasaan Fransiskus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Bangsa Indonesia lebih merasa terkait dalam satu ikatan karena merasa :

Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Dengan adanya bahasa Indonesia

semua lapisan masyarakat mampu mengobarkan semangat untuk bangsa

Indonesia merdeka dan menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

kesatuan.Pada hakikatnya fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi.

Bahasa adalah alat pemersatu bangsa. Bahasa resmi Negara Indonesia adalah

bahasa Indonesia. Namun didaerah-daerah, banyak masyarakat yang

menggunakan bahasa daerah mereka sebagai alat komunikasi dalam kehidupan

sehari-hari. Hal ini dikaranakan bahasa daerah tersebut sudah menjadi bahasa

sehari-hari dan banyak digunakan oleh masyarakat juga.

Dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau

Minoritas: "bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang:

Secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari

negara tersebut, yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari

populasi lainnya di negara tersebut; danBerbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-

bahasa resmi) dari negara tersebut.

Didaerah kecamatan Parindu masyarakat umumnya masih menggunakan

bahasa daerah dalam percakapan sehari- hari. Hal ini membuat bahasa Indonesia

seolah olah berada diurutan pertama bagi mereka. Jika pada pertemuan resmi,

barulah bahasa Indonesia digunakan. Namun, bahasa Indonesia yang digunakan

ternyata mandapat pengaruh dari bahasa daerah. Misalnya pada kata Berjalan

yang seharusnya mendapatkan imbuhan ber-, ketika diucapkan justru menjadi

bejalatn, yang merupakan kata dalam bahasa dayak ribun yang digunakan

1

Page 5: Penelitian kebahasaan Fransiskus

2

sehari-hari dengan mendapat imbuhan be-. Hal ini tentu mempersulit pembinaan

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dinegara kita sendiri.

Bagaimana kita bias mengangkat nama bahaa Indonesia, jika penggunanya saja

masih belum fasih atau belum tepat dalam menggunakan bahasanya sendiri.

Penulis merasa penting untuk membahasmengenai afiksasi dalam bahasa

dayak ribun masyarakat Desa Baharu Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau

karena peneliti memandang kesalahan yang paling banyak terdapat pada

penggunaan Afiksasi/ imbuhan.

Untuk itu, penulis merasa perlu untuk melakukan atau mengangkat

permasalahan ini untuk diteliti, agar kita dapat mengetahui bagaimana proses

penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak, factor yang

mempengaruhi afiksasibahasa ribun Masyarakat dayak, bagaimana perkembangan

afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak Desa Baharu kecamatan Sosok

kabupaten Sanggau

B. Rumusan Masalah.

Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Kalau masalah itu berupa

kesenjangan antara yang diharapkan dengan apa yang terjadi, maka rumusan

masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui

pengumpulan data.

Adapun rumusan Masalah secara umum dalam desain penelitian ini adalah

bagaimanakah afiksasi pada bahasa Ribun masyarakat Dayak Desa Baharu

Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ? sedangkan rumusan masalah secara

khusus

1. Bagaimana penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak desa

Baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ?

Page 6: Penelitian kebahasaan Fransiskus

3

2. Factor apa yang mempengaruhi afiksasi bahasa ribun Masyarakat dayak

Desa baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ?

3. Bagaimana perkembangan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak

Desa Baharu kecamatan Sosok kabupaten Sanggau ?.

C. Tujuan.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan,

mengembangkan dan membuktikan pengetahuan. Tujuan umum dari penelitian ini

adalah mengetahui bagaimana afiksasi bahasa ribun masyarakat dayak desa

Baharu Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau.Tujuan khusus adalah untuk

menemukan. Menemukan berarti sebelumnya belum pernah ada atau belum

diketahui. tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat

dayak desa Baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau.

2. Mengetahui Factor apa yang mempengaruhi afiksasi bahasa ribun

Masyarakat dayak Desa baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau.

3. Memahami perkembangan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak

Desa Baharu kecamatan Sosok kabupaten Sanggau.

D. Manfaat.

Manfaat penelitian merupakan dampak dari pencapaiannya tujuan.

Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yaitu teoritis/akademis

dan praktis/fragmatis. Kegunaan teoritis/akademis terkait dengan kontribusi

tertentu dari penyelenggaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu

pengetahuan serta dunia akademis. Sedangkan kegunaan praktis/fragmatis

berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dari penyelenggaraan

Page 7: Penelitian kebahasaan Fransiskus

4

penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun

organisasi.

Adapun manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan dan referensi bagi rekan-

rekan/mahasiswa lain untuk melakukan kegiatan penelitian.

b. Kelebihan dan kelemahan dari hasil penelitian ini dapat menjadi informasi

bagi lembaga sebagai bahan kajian ilmu dalam rangka meningkatkan

kualitas mutu perkuliahan program studi khususnya Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia dan penerapannya di lapangan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat dijadikan bagi siswa dalam memahami bagaimana

afiksasi bahasa ribun masyarakat Dayak Desa Baharu Kecamatan sosok

Kabupaten Sanggau.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi sekolah dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran siswa serta menjadi bahan pertimbangan

dalam menggunakan bahasa Indonesia di Sekolah.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada

peneliti mengenai afiksasi bahasa Ribun pada masyrakat dayak

Page 8: Penelitian kebahasaan Fransiskus

5

d. Bagi Lembaga

Dapat menjadi referensi dalam pendidikan yang berkaitan dalam rangka

menghasilkan lulusan terbaik, baik dalam segi pencapaian keberhasilan

belajar dan prestasi.

E. Ruang Lingkup

1. Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah afiksasi pada Bahasa Dayak Ribun daerah

kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau.

2. Definisi Operasional

a) Afiksasi.

Afiks ialah satuan gramatik terikat yang bukan merupakan bentuk

dasar, tidak mempunyai makna leksikal, dan hanya mempunyai makna

gramatikal, serta dapat dilekatkan pada bentuk asal atau bentuk dasar

untuk membentuk bentuk dasar dan atau kata baru.

b) Bahasa Ribun.

Bahasa Ribun adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat dayak

Ribun yang sebagian besar ada di Kecamatan Parindu Kabupaten

Sanggau, lebih tepatnya Bodok dan Pusat damai.

c) Masyarakat Dayak Ribun Desa Baharu.

Masyarakat dayak ribun adalah masyarakat yang merupakan salah satu

sub suku dayak yang mendiami kecamatan parindu.

"bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang:

Secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga

negara dari negara tersebut, yang secara numerik membentuk

kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara tersebut;

Page 9: Penelitian kebahasaan Fransiskus

6

danBerbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara

tersebut.

F. Prosedur Penelitian.

1. Metode dan Bentuk Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,.

Alasan dipilihnya metode kualitatif karena permasalahan yang diteliti

tidak menggunakan data-data yang bersifat angka statistic. Bentuk

penelitian yang digunakan adalah Etnografik-ethnometodologik. Yaitu

bentuk penelitian yang mempelajari peristiwa cultural, yang menyajikan

pandangan hidup subjek yang menjadi objek studi.

2. Subjek Penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah Masyarakat Dayak Ribun kecamatan

Parindu Kabupaten Sanggau.

3. Teknik dan alat Pengumpul Data.

a) Teknik

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah komunikasi langsung, recorder, dan Dokumentasi dari tetua

adat dayak Ribun kecamatan Parindu.

b) Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

wawancara, tape recorder dan camera.

Page 10: Penelitian kebahasaan Fransiskus

7

4. Teknik Analisis Data

Teknik menganalisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi

a) Analisis Sebelum dilapangan.

Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran

penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan

Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai

afiksasi bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan

Parindu kabupaten Sanggau.

b) Analisis Data dilapangan

Analisis data dilapangan dilakukan menggunakan model miles and

Huberman.Analisis dilakukan ketika proses wawancara berlangsung,

peneliti memberikan pertanyaan hingga mendapatkan informasi yang

cukup untuk menjawab rumusan rumusan masalah Factor apa yang

mempengaruhi afiksasi dalam bahasa dayak ribun ?, kemudian

merekam pembicaraan pada masyarakat.Melalui rekaman peneliti

dapat mengetahui Bagaimana penggunaan afiksasi bahasa Indonesia

pada masyarakat Dayak Ribun ? dan melalui hasil wawancara dan

rekaman serta dokumen dari ketua adat maka kita dapat menjawab

rumusan masalah Apakah ada pengaruh afiksasi pada bahasa Indonesia

terhadap Bahasa dayak ribun ?

5. Proses Penelitian

Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran

penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan

Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai afiksasi

pada bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan Parindu

kabupaten Sanggau. Analisis dilakukan ketika proses wawancara

berlangsung, peneliti memberikan pertanyaan hingga mendapatkan

informasi yang cukup untuk menjawab rumusan rumusan masalahFactor

apa yang mempengaruhi afiksasi bahasa ribun Masyarakat dayak Desa

Page 11: Penelitian kebahasaan Fransiskus

8

baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ? , kemudian merekam

pembicaraan pada masyarakat. Melalui rekaman peneliti dapat mengetahui

Bagaimana penggunaan afiksasi pada bahasa ribun masyarakat dayak desa

Baharu Kecamatan Sosok Kabupaten Sanggau ? dan melalui hasil

wawancara dan rekaman serta dokumen dari ketua adat maka kita dapat

menjawab rumusan masalah Bagaimana perkembangan afiksasi pada

bahasa ribun masyarakat dayak Desa Baharu kecamatan Sosok kabupaten

Sanggau ?

Aktivitas dalam analisis data yaitu reduction, data display dan concusion

drawing/verification

a) Data Reduction.

Semua data yang diperoleh dipilah pada tahap ini. Semua informasi

dirangkum dan dipilih data-data yang bersifat penting serta dapat

digunakan untuk kepentingan penelitian.

b) Data Display.

Data- data yang penting tadi kemudian disusun kembali sesuai dengan

kategori yang ada. Dikumpulkan data yang dapat digunakan untuk

mendukung dan memecahkan masalah dalam penelitian.

c) Conclusion drawing/Verification.

Semua data yang telah dipilah dan dikelompokkan sesuai kategori

dianalisis dan apabila sudah didukung oleh data-data yang valid, maka

dari data tersebut dapat dijawab rumusan masalah yang ada.

Page 12: Penelitian kebahasaan Fransiskus

9

G. Jadwal Penelitian.

No Jenis Kegiatan

Jadwal Kegiatan

Maret April Mei

I II III IV I II III IV I II III IV

I Persiapan

1.Studi pendahuluan

2. penyusunan proposal

3. konsultasi ke

pembimbing

4. seminar proposal

5. perbaikan proposal

II Pelaksanaan

1. Pengumpulan data

2. pengolahan data

3. konsultasi ke

pembimbing

4. Seminar hasil

penelitian

5. perbaikan hasil

seminar

6. Konsultasi ke

pembimbing

7. Ujian skripsi

8.Perbaikan/ finalisasi

Page 13: Penelitian kebahasaan Fransiskus

BAB II

Landasan Teori

A. Hakikat Bahasa Indonesia.

Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai naluri untuk senantiasa

hidup bersama. Manusia harus mengadakan interaksi sosial untuk dapat hidup

dengan sesamanya, karena interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan

sosial. Tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. syarat

terjadinya Interaksi sosial yaitu adanya kontrak sosial dan komunikasi. Kontrak

sosial merupakan tahap pertama terjadinya interaksi sosial. seorang individu atau

kelompok yang menyadari keberadaan individu atau kelompok yang lain dan

menghendaki terciptanya interaksi sosial harus mengadakan komunikasi. Oleh

sebab itu, manusia harus memiliki alat komunikasi yang disebut bahasa. Jadi

hakikat bahasa dapat dimaksudkan bahasa menjadi alat komunikasi yang

diperlukan dalam komunikasi antar manusia sebagai makhluk sosial.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer (mana suka) yang

dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi /

mengidentifikasi diri. (Kridalaksana,1993). Menurut Keraf (1984:17) Bahasa

adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, yang berupa lambang bunyi

suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Sifat-sifat Bahasa

1. Bahasa bersifat sistematik : Bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus

ditaati agar dapat dipahami oleh pemakainya. bahasa diatur oleh sistem,

setiap bahasa mengandung dua sistem yaitu sistem bunyi dan sistem

makna.

10

Page 14: Penelitian kebahasaan Fransiskus

11

2. Bahasa bersifat manasuka : Bahasa dipilih dari unsur-unsurnya secara acak

tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara makna dan bunyi yang

disimbolkan. bahasa terbentuk atas kesepakatan-kesepakatan.

3. Bahasa bersifat ujar : Hakikat bahasa yang sebenarnya adalah bunyi yang

dihasilkan oleh articulator (alat ucap), sehingga bahasa yang sebenarnya

adalah bahasa lisan yang diujarkan oleh manusia.

4. Bahasa bersifat manusiawi : Bahasa menjadi berfungsi selama manusia

yang menggunakan dan memanfaatkannya, bukan makhluk lain.

5. Bahasa bersifat komunikatif : Bahasa mempunyai arti penting dalam

kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai alat komunikasi atau perhubungan

antar sesama manusia sebagai alat interaksi.

Fungsi bahasa ( umum )

1. Alat ekspresi diri : Bahasa sebagai alat ekspresi diri berarti dengan bahasa

manusia dapat menyatukan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di

dalam pikiran manusia untuk mengekspresikan diri.

2. Alat komunikasi : Bahasa merupakan saluran yang memungkinkan untuk

bekerja sama dengan sesama manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi

memungkinkan setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan

kelompok sosial tertentu, dan dapat melakukan semua kegiatan

kemasyarakatan serta memungkinkan integrasi (pembauran) .

3. Alat integrasi dan adaptasi sosial : Bahasa sebagai alat integrasi, bahasa

memungkinkan setiap penuturannya merasa diri terikat dalam kelompok

sosial atau masyarakat yang menggunakan bahasa yang sama, para

anggota kelompok itu dapat melakukan kerja sama dan membentuk

masyarakat. Bahasa yang sama yang memungkinkan mereka bersatu atau

berintegrasi di dalam masyarakat tersebut.

4. Sebagai alat kontrol sosial : Bahasa dapat digunakan untuk mengatur

berbagai aktivitas sosial, merencanakan berbagai kegiatan, dan

Page 15: Penelitian kebahasaan Fransiskus

12

mengarahkan kedalam suatu tujuan yang di inginkan. Bahasa pula yang

dilakukan oleh seseorang. Segala kegiatan atau aktivitas dapat berjalan

dengan baik apabila diatur atau dikontrol dengan bahasa. Menurut Keraf

(1984:6) proses sosialisasi dapat dilakukan dengan cara :

o Mempunyai keahlian bicara, membaca dan menulis

o Bahasa saluran utama dalam memberikan kepercayaan kepada

anak-anak yang sedang tumbuh

o Bahasa menjelaskan dan melukiskan perasaan anak untuk

mengidentifikasi dirinya, supaya dapat mengambil tindakan-

tindakan yang di perlukan

o Bahasa menawarkan dasar keterlibatan pada si anak tentang

masyarakat bahasanya

Fungsi bahasa ( khusus)

1. Bahasa resmi kenegaraan

2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan

3. bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan pembangunan

B. Hakikat Bahasa Daerah

Bahasa menunjukkan bangsa. Ungkapan itu sarat muatan tentang salah

satu parameter terhadap seseorang atau komunitas dilihat dari sisi baik-buruknya,

salah satunya melalui bahasa. Bahasa menjadi salah satu penanda bagi sebuah

bangsa. Bagaimana bahasa dalam kapasitas sebagai alat komunikasi dan juga

medium berekspresi diolah oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga

muncul sebuah watak atau karakter dari orang atau kelompok yang mengolahnya.

Page 16: Penelitian kebahasaan Fransiskus

13

tersebut. Bahasa seseorang yang tidak berpendidikan berbeda corak, ragam, dan

isinya dengan mereka yang notabene memiliki tingkat pendidikan yang relatif

bagus. Itulah yang membedakan antara golongan yang melek huruf dan yang

tidak. Jargon melek huruf tidak hanya terbatas pada masalah baca, tetapi lebih

luas, yakni upaya mengoptimalkan peran dan fungsi bahasa di dalam kehidupan

sehari-hari. Bahasa secara fungsional masih menimbulkan pro dan kontra

berdasarkan tingkat kepentingannya. Sebagian orang mengatakan bahwa bahasa

merupakan hal yang penting. Artinya, bahasa harus betul-betul diperhatikan dan

diurusi. Sebagian pendapat mengatakan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang

tidak penting sehingga tidak perlu diberi porsi yang banyak dalam pembinaan

ataupun pengembangannya. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa tidak dapat

menghasilkan apa-apa atau tidak berkorelasi langsung dengan persoalan materi.

Oleh karena itu, bahasa tidaklah terlalu penting untuk diperhatikan. Benarkah

demikian? Jawabannya dapat ya, dapat juga tidak, atau kedua-duanya benar. Hal

itu sangat bergantung pada cara pandang kita.

Kita cermati salah satu hal yang setiap tahun terjadi, yakni ujian nasional

(UN), terutama mata pelajaran Bahasa Indonesia. Apabila melihat realitas pasca-

UN, baik tingkat dasar maupun tingkat menengah, rata-rata nilai Bahasa Indonesia

tidak memenuhi standar kelulusan yang dipersyaratkan. Dalam konteks itu, ada

apa sebenarnya dengan pendidikan bahasa Indonesia di Indonesia? Apakah karena

anggapan sepele terhadap bahasa kita sendiri? Apakah tidak ada yang sinkron

antara materi pelajaran Bahasa Indonesia di bangku sekolah dan soal UN? Sangat

kompleks ketika kita akan mencari tahu jawaban atas semua pertanyaan itu. Tanpa

bermaksud mengesampingkan persoalan bahasa Indonesia tersebut, biarlah hal itu

menjadi wilayah mereka yang memiliki pemangku kebijakan yang relatif kuat dan

menyeluruh sesuai dengan konteks bahasa Indonesia yang berskala nasional.

Page 17: Penelitian kebahasaan Fransiskus

14

Kondisi Bahasa Daerah Saat Ini

Untuk skala lokal, apakah bahasa daerah telah pula mendapat “tempat” di

hati masyarakat penuturnya? Kecenderungan yang terjadi, hampir di setiap

daerah, adalah bahwa bahasa daerah semakin terabaikan atau kalau boleh kita

katakan semakin terpinggirkan. Ibarat petinju yang dihajar di pojok ring, bahasa

daerah “digempur” habis-habisan oleh dominasi bahasa nasional dan bahasa

asing. Situasi seperti itu menjadi fenomena yang umum di setiap daerah di

Indonesia meskipun beberapa daerah ada yang telah membuat peraturan daerah

(perda) tentang bahasa daerahnya. Bahkan, badan dunia PBB UNESCO

menyatakan bahwa bahasa yang memiliki jumlah penutur kurang dari seribu

orang memiliki potensi kepunahan yang sangat tinggi. Bahasa dengan kondisi

penutur seperti itu dikategorikan ke dalam bahasa yang terancam punah.

Bagaimana halnya dengan bahasa daerah di Provinsi Aceh?

Sementara ini, hasil pemetaan bahasa di Provinsi Aceh yang dilakukan

oleh tim pemetaan bahasa Balai Bahasa Banda Aceh menunjukkan adanya gejala

kepunahan bahasa, terutama bahasa daerah yang berada di Kepulauan Banyak,

yaitu bahasa Devayan. Secara administratif, wilayah Kepulauan Banyak berada di

bawah pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Hasil kajian yang dilakukan oleh

Balai Bahasa Banda Aceh terhadap bahasa Devayan bukan tidak mungkin juga

akan menjangkiti bahasa daerah lain yang ada di Provinsi Aceh. Tidak terkecuali

bahasa Aceh yang memiliki wilayah pakai di hampir setiap wilayah di Provinsi

Aceh. Penutur terbanyak bahasa daerah di Provinsi Aceh adalah bahasa Aceh, lalu

disusul bahasa Gayo. Sebuah teori menyebutkan bahwa kelangsungan sebuah

bahasa atau hidup matinya sebuah bahasa sangat bergantung pada penutur bahasa

yang bersangkutan. Dengan demikian, bahasa daerah harus dikembangkan dan

dibina dalam rangka kelangsungan hidupnya kelak apabila tidak menginginkan

bahasa daerah tertentu hanya tinggal nama.

Page 18: Penelitian kebahasaan Fransiskus

15

Fenomena yang menarik berkaitan dengan keberadaan bahasa daerah di

Provinsi Aceh dapat dicermati dari sikap berbahasa para penuturnya. Sikap itu

merupakan sesuatu yang tidak dapat diempiriskan, tetapi dapat diketahui melalui

perilaku yang ditunjukkan oleh orang atau individu yang bersangkutan. Manakala

seseorang menyatakan keloyalan kepada atasan, misalnya, hal itu akan terwujud

di dalam perilakunya, bukan hanya manis di mulut, melainkan benar-benar antara

sikap yang dia pilih berbanding lurus dengan perilaku atau perbuatannya. Dalam

hal berbahasa kita juga harus demikian. Namun, sering kali seseorang berteriak-

teriak akan pentingnya bahasa daerah, tetapi di sisi lain tidak berusaha

melestarikan bahasa tersebut. Justru terkadang ia lebih sering menggunakan

bahasa dan istilah asing. Padahal, kata atau istilah asing yang digunakan itu ada

padanannya dalam bahasa Indonesia

Kondisi bahasa daerah yang semakin terpinggirkan biasanya menjangkiti

mereka yang dikategorikan sebagai golongan remaja atau kaum muda. Masa

krusial pada aspek daur hidup manusia adalah masa remaja. Usia remaja sangat

rentan oleh pengaruh dari dunia luar karena pada usia itu terjadi proses pencarian

jati diri. Pada sisi bahasa, remaja menjadi komunitas yang memiliki

kecenderungan untuk berubah. Perubahan tersebut seperti tercerabut dari akar

bahasanya sendiri. Tidak jarang di perkotaan terjadi fenomena bahwa kaum

remaja tidak menguasai lagi bahasa daerahnya, apalagi dengan maraknya apa

yang kita kenal dengan bahasa gaul. Kita tidak fobia atau takut atas setiap

fenomena kebahasaan seperti itu. Akan tetapi, alangkah bijaknya apabila dasar

fondasi bahasa daerah atau bahasa pertama diperkuat terlebih dahulu. Hal itu

sangat berkaitan dengan domain bahasa.

Domain bahasa secara garis besar terbagi atas tiga, yakni bahasa daerah

atau bahasa ibu, bahasa nasional (baca: bahasa Indonesia), dan bahasa asing.

Bahasa asing yang dimaksudkan, yaitu bahasa yang secara geografis berasal dari

luar wilayah Indonesia, dapat berupa bahasa Inggris, Arab, Jepang, dan lain-lain.

Page 19: Penelitian kebahasaan Fransiskus

16

Domain bahasa itu memiliki peran dan fungsi yang sama pentingnya apabila

dikaitkan dengan persoalan jati diri. Sayangnya, apa yang terjadi saat ini seperti

ada perlakuan diskriminatif atas domain bahasa tertentu. Perlakuan tersebut

terutama terjadi pada domain bahasa daerah. Perlakuan itu tidak hanya yang

bersifat kebijakan, tetapi lebih banyak disebabkan oleh sikap bahasa penuturnya.

Sikap berbahasa yang diharapkan atas bahasa daerah sebaiknya atau idealnya

adalah sikap positif.

Apabila kita berkaca pada kasus di Provinsi Aceh, di sisi kebijakan terasa

ada perlakuan yang berbeda. Perlakuan itu salah satunya mengakibatkan

tertundanya kegiatan Kongres Bahasa Aceh yang sebelumnya (akan) rutin

diagendakan. Ketiadaan kemauan politik para pemegang kebijakan di daerah

disebabkan oleh kurang sensitifnya para pemegang kebijakan atas persoalan

bahasa daerah. Rumor yang selama ini penulis peroleh tentang tertundanya

kongres adalah karena masalah pengajuan penganggaran yang selalu “mentah”,

baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Tampaknya ada semacam anggapan

bahwa persoalan bahasa dirasakan belum begitu penting sehingga pembangunan

di Aceh lebih difokuskan pada pembangunan yang bersifat materi. Sering kali

dalam setiap kesempatan penulis menekankan pentingnya bahasa sebagai bagian

humanisme dalam mengobati luka Aceh yang telah berlangsung bertahun-tahun

akibat konflik. Akan tetapi, hal itu belum cukup untuk memunculkan satu

kebijakan dari pemangku kepentingan di daerah akan penanganan bahasa daerah

yang komprehensif dan berkelanjutan.

Sikap berbahasa penutur bahasa daerah sendiri pun terkadang cenderung

negatif. Hal itu dapat diketahui dari keengganan mereka berbahasa daerah.

Mereka akan memilih kata asing yang terlihat lebih intelek atau lebih modern

yang terkadang secara konseptual tidak dimengerti oleh mereka secara pasti.

Itulah kelatahan masyarakat kita yang memunculkan fenomena budaya nginggris,

pokoknya asal berbahasa asing (Inggris), termasuk fenomena di Kota Banda

Page 20: Penelitian kebahasaan Fransiskus

17

Aceh. Penulis pernah mengadakan survei kecil-kecilan dengan mengambil ruas

jalan utama di sekitar kawasan perdagangan sebagai objek survei. Hampir 70%

penulisan papan nama tempat usaha di sepanjang jalan utama tersebut

menggunakan kata asing, seperti fashion dan babyshop. Timbul pertanyaan dalam

benak penulis: apakah orang yang berbelanja di toko tersebut orang asing? Jika

bukan, apakah semua orang di Aceh akan diinggriskan? Penulis merasa kondisi

seperti itu terjadi di setiap kota di Indonesia. Itulah yang menjadi tantangan kita

guna memartabatkan bahasa daerah dan juga bahasa nasional.

Pada saat ini telah hadir Undang-Undang No.24 Tahun 2009 tentang

Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Khusus tentang

bahasa, di dalam undang-undang tersebut telah diatur bagaimana kedudukan dan

fungsi bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Seiring era otonomi

daerah, ada tanggung jawab moral pada pemerintah daerah untuk secara aktif

melakukan pembinaan terhadap bahasa daerah di wilayahnya. Bagaimana dengan

di Provinsi Aceh? Kita menunggu kiprah para pemegang kebijakan, khususnya

soal kebudayaan, terutama soal bahasa, untuk “sekadar” melirik keberadaan

bahasa daerah. Jangan sampai kita menyesal tanpa melakukan antisipasi sehingga

tidak sampai terjadi ada bahasa daerah di Aceh kelak hanya tinggal nama. Aceh

perlu untuk maju dan berkembang seperti halnya daerah lain. Akan tetapi, agar

tidak semua telanjur, ada baiknya para pemangku kebijakan di daerah mencermati

moto globalisasi, yakni berpikir secara lokal, bertindak secara global (think

locally, act globaly), supaya pembinan terhadap bahasa daerah terealisasi. Kita

boleh menjadi bagian pemain di dalam modernitas itu, tetapi tetap kukuh dengan

nilai-nilai keacehan. Dengan demikian, identitas keacehan kita tetap dapat

dipertahankan.

Page 21: Penelitian kebahasaan Fransiskus

18

C. Afiksasi

Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut

afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan

imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk

kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:

1. Berbaju

2. Menemukan

3. Ditemukan

4. Jawaban.

Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas

pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks),

pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan

terbelah (konfiks).

Page 22: Penelitian kebahasaan Fransiskus

BAB III

Metode Penelitian

A. Setting Penelitian.

1. Waktu Penelitian.

Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada maret ,april, mei

2. Tempat Penelitian.

Penelitian ini akan dilaksanakan dikecamatan Parindu Kabupaten Sanggau

B. Persiapan Penelitian.

1. Persiapan,

a) Mempersiapkan perangkat penelitian seperti lembar wawancara, tape

recorder dan lain sebagainya.

b) Validasi perangkat penelitian dan instrument lain.

c) Merevisi perangkat pembelajaran dan instrument penelitian

berdasarkan hasil validasi.

d) Mengujicobakan tes dan mengetahui tingkat kualitas tes

e) Menganalisis hasil dari tes uji coba.

C. Subjek Penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah Masyarakat Dayak Ribun Kecamatan

Kapuas Kabupaten Sanggau.

D. Teknik dan Alat Pengumpul data.

1. Teknik

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah wawancara, rekaman, dan Dokumen dari tetua adat dayak Ribun

kecamatan Parindu.

2. Alat

Alat yang akan digunakan dalam peneitian ini adalah lembar wawancara,

tape recorder dan camera.

19

Page 23: Penelitian kebahasaan Fransiskus

20

E. Analisis Data.

Teknik menganalisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi

1. Analisis Sebelum dilapangan.

Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran

penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan

Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai afiksasi

pada bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan Parindu

kabupaten Sanggau.

2. Analisis Data dilapangan.

Analisis dilakukan ketika proses wawancara berlangsung, peneliti

memberikan pertanyaan hingga mendapatkan informasi yang cukup untuk

menjawab rumusan rumusan masalah Factor apa yang mempengaruhi

afiksasi dalam bahasa dayak ribun ?, kemudian merekam pembicaraan

pada masyarakat.Melalui rekaman peneliti dapat mengetahui Bagaimana

penggunaan afiksasi bahasa Indonesia pada masyarakat Dayak Ribun ?

dan melalui hasil wawancara dan rekaman serta dokumen dari ketua adat

maka kita dapat menjawab rumusan masalahApakah ada pengaruh afiksasi

pada bahasa Indonesia terhadap Bahasa dayak ribun ? Dengan

mensinkronkan ketiga datatersebut maka kita dapat menjawab rumusan

masalah yang telah diangkat.

F. Proses Penelitian.

Peneliti mencoba memahami terlebih dahulu mengenai gambaran

penggunaan afiksasi pada bahasa dayak Ribun masyarakat kecamatan

Parindu kabupaten Sanggau. Peneliti juga mencari tahu mengenai afiksasi

pada bahasa daerah pada masyarakat dayak Ribun kecamatan Parindu

kabupaten Sanggau. Analisis dilakukan ketika proses wawancara

berlangsung, peneliti memberikan pertanyaan hingga mendapatkan

Page 24: Penelitian kebahasaan Fransiskus

21

informasi yang cukup untuk menjawab rumusan rumusan masalah Factor

apa yang mempengaruhi afiksasi dalam bahasa dayak ribun ?, kemudian

merekam pembicaraan pada masyarakat. Melalui rekaman peneliti dapat

mengetahui Bagaimana penggunaan afiksasi bahasa Indonesia pada

masyarakat Dayak Ribun ? dan melalui hasil wawancara dan rekaman

serta dokumen dari ketua adat maka kita dapat menjawab rumusan

masalah Apakah ada pengaruh afiksasi pada bahasa Indonesia terhadap

Bahasa dayak ribun ? Dengan mensinkronkan ketiga data tersebut maka

kita dapat menjawab rumusan masalah yang telah diangkat.

Page 25: Penelitian kebahasaan Fransiskus

Daftar Pustaka

S. Syadih Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja

Rusdakarya.

Subana M. Sudrajat. (2005). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka

Setia.

Hadi amirul. Haryono H. (2005). Metodologi penelitian Pendidikan. Bandung :

Pustaka Setia.

Sugiyono. (2009).Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D). bandung : Alfabeta

Mahmud H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Arikunto S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kristiyanto A. (2010). Penelitian Tindakan Kelas.Surakarta : UNS Press.