Post on 24-Apr-2015
description
PEMICU 2
2.1 Pertumbuhan dan perkembangan OKF
2.1.1Pertumbuhan Kraniofasial
Lebar wajah ketika bayi lahir adalah duapertiga besar wajah dewasa , tinggi wajah adalah setengahnya dan
kedalaman wajah adalah sepertiga kedalaman dewasa. Bagian rangka wajah yg terletak di bawah bidang
Frankfort adalah kira-kira seperdelapan besar cranium ketika bayi lahir. Pd saat dewasa besarnya meningkat
menjadi sepertiga besar cranium. Atau dengan kata lain, regio infraorbitalis atau bagian rangka wajah yg
berhubungan dengan mastikasi, tumbuh lebih besar setelah bayi lahir daripada cranium, regio olfactoris dan
regio orbitalis dari wajah.
Sewaktu lahir, kepala membentuk sekitar seperempat dr tinggi total tubuh. Pada orang dewasa, kepala
membentuk seperdelapan dari tinggi total tubuh. Oleh karena itu antara lahir sampai maturitas,tubuh
tentunya tumbuh lebih pesat baik pada proporsi maupun ukuran, dibandingkan kepala. Pada waktu lahir,
lengan terlihat sepertiga dr panjang badan, namun setelah dewasa hampir setengahnya. Terlihat ada
pertumbuhan yang lebih pada tungkai bawah drpd yg atas selama kehidupan postnatal.Perubahan ini
merupakan pola pertumbuhan normal, yang menunjukkan pertumbuhan sefalokaudal. Pada wajah dan
kepala, tingkat pertumbuhan sefalokaudal sangat mempengaruhi proporsi dan menyebabkan perubahan
proporsi melalui pertumbuhan.
Proffit dan Fields (1993, 2007) membagi kraniofasial menjadi empat daerah pertumbuhan karena cara
pertumbuhan masing-masing daerah berbeda yaitu :
A. Ruang Kranial (Kranial vault)
B. Basis kranium
C.Maksila
D.Mandibula
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah lahir dan lambat laun akan
menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun, besar kranium sudah mencapai 90% kranium dewasa.
Kranium terbagi dua yaitu :
A.Ruang kranial (kranial vault)
Ruang kranial adalah bagian kranium yang membentuk tutup kepala atau menutupi otak terdiri dari sejumlah
tulang pipih yg terbtk langsung melalui pembtkan tulang intramembranus, tanpa didahului pembentukan
cartilago (Proffit dan Fields, 2007). Fungsi utama ruang kranial adalah melindungi otak. Pertumbuhan
kranial vault akan sejalan dan seiring dengan pertumbuhan otak itu sendiri.Kebanyakan pertumbuhan pada
daerah ini sudah selesai seluruhnya pada usia 7 tahun.
B. Basis kranium
Merupakan dasar kranium terletak dibawah otak dan merupakan batas antara kranium dan wajah. Fungsinya
selain mendukung dan melindungi otak dan tulang spinal, juga berguna untuk menegakkan tubuh,
melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebra,mandibula dan sebagian maksila.Fungsi terpenting
lainya adalah sebagai daerah penyangga diantara otak, wajah dan regio faringeal, dimana pertumbuhan
berjalan dengan cara berlainan (Moyers,1988). Pertumbuhan basis kranium dipengaruhi oleh suatu
keseimbangan yg kompleks antara pertumbuhan sutura,perpanjangan sinkondrosis, pergerakan kortikal yg
luas serta remodeling.
Basis kranium terbagi dua yaitu :
1. Basis kranium anterior
2. Basis kranium posterior
Basis kranium anterior dimulai dari sela tursika sampai nasion, sedangkan basis kranial posterior dimulai
dari basis osipital sampai sela tursika (Ranly, 1980).Pertumbuhan basis kranium anterior lebih cepat selesai
dibandingkan basis kranium posterior. Basis kranium posterior akan terus meluas karena adanya
spenoosipital sinkondrosis. Spenoosipital sinkondrosis adalah suatu kartilago yang menghubungkan tulang
spenoid dengan tulang osipital.
Pertumbuhan basis kranial ke arah anteroposterior terjadi dengan adanya pertumbuhan endokondral pada
spenoosipital sinkondrosis, pertumbuhan sutura spheno ethmoidalis dan sutura fronto ethmoidalis.
Pertumbuhan basis kranium mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan muka bagian tengah dan
mandibula.
Kranium, yang tumbuh dengan cepat sebelum lahir, akan terus tumbuh dengan cepat sampai usia 1 tahun,
untuk tempat otak. Setelah itu laju pertumbuhan menurun dan pada usia 7 tahun, kranium sudah mencapai
90% . Sejak usia ini, kranium akan membesar dengan perlahan sampai maturitas. Wajah berkembang ke
arah depan dan bawah dalam kaitanya dengan kranium.Bertambah lebarnya rangka wajah postnatal
terutama dipengaruhi oleh deposisi permukaan dan resorpsi internal pada cavitas orbitalis, cavum nasi,
cavitas paranasalis dan cavum oris.
C. Tulang Maksila dan Tulang Palatinus
Rahang atas dibentuk oleh tulang maksila dengan tulang palatinus.
Pada tulang maksila, beberapa suture merupakan tempat proliferasi tulang.
Suture frontomaksila dan suture zygomaticomaksila merupakan tempat-tempat pertumbuhan tulang
maksila ke arah depan dan bawah.
Dapat dikatakan pula bahwa pertumbuhan ini tegak lurus dengan garis suture, yang sesungguhnya tidak
lurus. Tulang sphenoid berartikulasi dengan suture-suture pada semua tulang dari kranium dan sebagian
besar tulang muka.
Prosesus pterygoid dari tulang sphenoid sangat berhubungan dekat dengan tuberositas maksila.
Pada anak yang sedang tumbuh, tuberositas ini sama sekali tidak berkontak dengan prosesus pterygoid,
tetapi berada secara lateral terhadap prosesus ini dan dipisahkan oleh prosesus pyramidal dari tulang
palatinus.
Setelah umur 1 tahun, prosesus pterygoid ini tumbuh kearah bawah.
Pertumbuhan tuberositas sendiri mengarah ke depan karena terdesak dari belakang oleh prosesus
pterygoid dan prosesus pyramidal.
Prosesus alveolaris merupakan tempat pertumbuhan tulang yang konstan, termasuk penambahan dan
resorpsi.
Permukaan oral dari palatum durum terdiri dari 2 tulang utama sepasang tulang maksila (termasuk
premaksila), dan sepasang tulang palatinus.
Pada palatum terdapat dua suture utama suture palatinus median dan suture palatinus transversal.
Bentuk palatum tidak pernah sangat tebal, karena penambahan tulang pada permukaan nasal
diseimbangkan dengan resorpsi tulang pada permukaan oral. Begitu pula sebaliknya.
Penambahan permukaan pada prosesus alveolaris berkontribusi terhadap lebar.
Banyak peneliti berpendapat bahwa dimensi terbesar dari muka saat lahir adalah lebarnya. Saat
kehidupan pasca natal, dimensi inilah yang mengalami peningkatan yang paling sedikit, karena jarak
pertumbuhan yang harus ditempuh juga tinggal sedikit.
Ketika proses penambahan tulang terjadi pada permukaan prosesus alveolaris dan beberapa suture di
maksila, resorpsi juga terjadi dalam pembentukan sinus maksila.
Pertumbuhan postnatal maksila seluruhnya terjadi dengan osifikasi intramembran karena tidak terdapat
cartilago. Pertumbuhan maksila terjadi melalui 2 cara yaitu aposisi sutura-sutura yang menghubungkan
maksila dengan kranium dan basis kranial serta remodeling tulang. Sementara maksila tumbuh ke bawah
dan depan, permukaan anteriornya mengalami remodeling. Hampir seluruh permukaan anterior maksila
mengalami resorpsi, kecuali daerah kecil disekitar spina nasalis anterior. Sementara terjadi pertumbuhan
maksila ke bawah dan depan, ruangan antara sutura yang terbuka diisi oleh proliferasi tulang. Aposisi terjadi
pada kedua sisi sutura sehingga tulang - tulang tempat perlekatan maksila bertambah besar. Tepi posterior
maksila yg merupakan daerah tuberositas mengalami aposisi sehingga menambah ruangan untuk tempat
erupsi gigi molar tetap. Panjang maksila bertambah setelah umur dua tahun yg terjadi akibat dari tuberositas
maksila dan dengan pertumbuhan sutura sepanjang tulang palatal. Aposisi permukaan terjadi sebelah
anterior lengkung tulang maksila.
D. Mandibula
Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat mobil dan merupakan tulang yg sangat penting
karena terlibat dalam fungsi fungsi vital antara lain : pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara dan
ekspresi wajah (Moyers, 1988).
Mandibula adalah tulang pipih berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses osifikasi
endokondral dan aposisi periosteal (osifikasi intramembranous ) dan padanya melekat otot-otot dan gigi.
Menurut Proffit dan Fields (2007), pertumbuhan mandibula ada dua macam :
1. Pola pertama, bagian posterior mandibula dan basis kranium tetap, sementara dagu bergerak ke bawah
dan depan.
2. Pola kedua, dagu dan korpus mandibula hanya berubah sedikit sementara pertumbuhan sebagian besar
terjadi pada tepi posterior ramus, koronoid dan kondilus mandibula. Gerakan pertumbuhan mandibula pada
umumnya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yg terjadi di maksila.
Pada saat lahir mandibula walaupun terdeteksi dengan jelas, sangat berbeda pada berbagai aspek dari
tulang dewasa. Perbedaan utamanya terletak pada sudut mandibula yang tumpul, ramus yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan korpus. Pada saat organ-organ benih gigi susu mulai berdiferensiasi, mandibula akan
mulai membentuk hubungan dengan benih gigi tersebut. Keadaan ini dapat berlangsung melalui perluasan
ke atas pada kedua sisi benih gigi, dari lamina lateralis dan lamina medialis mandibula, setinggi n. Incisicus
dan n. Alveolaris inferior, untuk membentuk lamina alveolaris lateral dan medial.Melalui proses
pertumbuhan ini gigi-gigi yang sedang berkembang akan terletak di dalam saluran tulang.
Bentuk dan ukuran mandibula pada janin yang kecil menjalani transformasi selama pertumbuhan
dan perkembangan. Ramus ascendens mandibula neonatal rendah dan lebar, proses koronoideus relatif
besar dan jauh di atas kondilus. Pemisahan awal dari korpus mandibula kanan dan kiri bawah di midline
simfisis secara bertahap dieliminasi di antara bulan 4 dan 12 setelah kelahiran, ketika
proses osifikasi mengubah syndesmosis menjadi synostosis, menyatukan dua bagian.
Meskipun mandibula muncul sebagai single bone pada orang dewasa, secara perkembangan dan
fungsional dibagi menjadi beberapa subunit rangka (Gambar12-2).
Tulang basal tubuh membentuk satu unit, yang melekat ke alveolar, koronoideus , sudut , dan prosesus
condylaris dan dagu. Pola pertumbuhan masing-masing sub-unit tulang dipengaruhi oleh matriks fungsional
yang bertindak pada tulang: gigi bertindak sebagai matrik fungsional untuk unit alveolar, kerja
otot temporalis mempengaruhi proses koronoideus; masseter dan otot pterygoideus medial bekerja
pada sudut dan ramus mandibula; dan otot pterygoideus lateral yang memiliki pengaruh pada prosesus
condylaris. Fungsi yang berkaitan dengan lidah dan otot perioral dan perluasan rongga mulut
dan faring memberikan rangsangan bagi pertumbuhan mandibula yang optimal. Dari semua tulang
wajah, mandibula mengalami sebagian besar pertumbuhan postnatal dan memberikan bukti-
bukti variasi yang banyak dalam hal morfologi.
Pertumbuhan terbatas berlangsung di mental simfisis sampai fusi terjadi. lokasi utama
pertumbuhan mandibula postnatal berada di kartilago condylar, yang posterior berbatasan dengan ramus,
dan alveolar ridge. Daerah deposisi tulang yang luas sebagian besar memperhitungkan
untuk peningkatan tinggi, panjang, dan lebar mandibula. Namun, pada pertumbuhan inkremental dasar
banyak remodelling regional pada fungsi lokal yang melibatkan resorpsi selektif dan perpindahan elemen
mandibula.
Kartilago condylar mandibula berfungsi baik sebagai (1) kartilago artikular pada
sendi temporomandibular, ditandai dengan selapis permukaan fibrokartilago, dan (2)
pertumbuhan kartilago analog menjadi plat epiphysial pada tulang panjang , ditandai oleh hipertropi
lapisan tulang yang lebih dalam.
Pada bayi, inklinasi kondilus mandibula cenderung hampir horizontal, sehingga pertumbuhan
kondilus menyebabkan peningkatan lebih banyak pada panjang mandibula dibandingkan dengan
ketinggiannya.
Deposisi tulang terjadi di perbatasan posterior ramus, dimana resorpsi secara bersamaan juga
terjadi di batas anterior untuk mempertahankan proporsi ramus, yang pada dasarnya , menggerakkan ramus
kebelakang dalam kaitannya dengan corpus mandibula. Deposisi dan resorpsi yang bersamaan meluas
sampai processus koronoideus , melibatkan mandibular notch, dan mereposisi secara progressif
foramen mandibula ke posterior.
The V principle of Maxillary Growth
Prosesus alveolaris berkembang sebagai palung pelindung dalam responnya terhadap benih gigi dan
menjadi sumperimposed pada tulang basal mandibula. Hal ini menambah ketinggian dan ketebalan korpus
mandibula dan terutama berguna untuk penempatan gigi molar ketiga. Tulang alveolar gagal terbentuk
jika gigi tidak ada dan mengalami resorbsi yang dikarenakan oleh ekstraksi gigi.
Dagu dibentuk pada bagian dari ossicles mental dari kartilago aksesori dan
ujung ventral kartilago Meckel, sangat kurang berkembang pada bayi, yang terbentuk sebagai sub-unit yang
independen pada mandibula, dipengaruhi oleh oleh faktor seksual dan faktor genetik yang
spesifik.. perbedaan jenis kelamin pada daerah symphyseal mandibula tidak signifikan hingga terbentuk
karakteristik seksual sekunder. Dengan demikian, dagu menjadi signifikan hanya pada masa remaja,
dari perkembangan tonjolan mental dan tuberkel.
Sedangkan dagu yang kecil ditemukan pada orang dewasa pada kedua jenis kelamin, dagu yang sangat
besar memiliki karakteristik maskulin. "Unit" kerangka dagu muncul sebagai ekspresi dari
kekuatan fungsional yang diberikan oleh otot-otot pterygoideus lateral, dalam menarik mandibula ke depan,
secara tidak langsung menekan daerah symphyseal mental. Bone buttressing untuk menahan tekanan otot,
yang lebih kuat pada pria, terlihat dalam dagu laki-laki lebih menonjol. Dagu yang menonjol adalah
keunikan manusia,tidak ada pada primata lain.
Selama hidup janin, ukuran relatif dari rahang atas dan rahang bawah bervariasi.
Awalnya, mandibula yang jauh lebih besar dari rahang atas, yang kemudian terlihat bahwa pertumbuhan
maksila lebih besar; sekitar 8 minggu pasca konsepsi, pertumbuhan maksila overlap dengan mandibula.
Pertumbuhan yang lebih besar pada mandibula menghasilkan ukuran yang hampir sama antara rahang atas
dan rahang bawah pada minggu ke 11. Pertumbuhan mandibula lebih lambat dari perumbuhan maksila
antara minggu ke 13 dan 20 karena adanya peralihan dari kartilago Meckel ke kartilago sekunder kondilus
sebagai penentu utama pertumbuhan pada mandibula. Saat lahir, mandibula cenderung lebih retrognati
daripada maksila walaupun kedua rahang dapat saja berukuran sama. Kondisi retrognati ini biasanya
terkoreksi dengan sendirinya pada awal kehidupan postnatal oleh pertumbuhan mandibula yang sangat cepat
dan perpindahan ke arah depan untuk mencapai hubungan maksilomandibula kelas I Angle. Pertumbuhan
mandibula yang tidak adekuat akan menghasilkan hubungaan kelas II Angle (retrognati), dan pertumbuhan
mandibula yang sangat berlebih menghasilkan hubungan kelas III (prognati). Mandibula dapat tumbuh lebih
panjang dibandingkan maksila.
2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi geligi
1. Pertumbuhan :
A. Inisiasi
Pada minggu ke-6 kehidupan embrionik, sel pada lapisan basal epitelium oral berproliferasi dengan
kecepatan yang tinggi dibandingkan sel-sel lain. Sebagai hasilnya terjadi penebalan epitelium di
regio yang akan menjadi lengkung rahang di masa mendatang yang memanjang disepanjang margin
bebas rahang
Penebalan epitelium tersebut dinamai primordium of the ectodermal portion of the teeth dan akan
menghasilkan dental lamina
Pada saat yang bersamaan, terjadi 10 pembengkakan yang berbentuk bulat atau ovoid pada posisi
yang nantinya akan ditempati oleh gigi primer
Sel-sel tertentu di lapisan basal mulai berproliferasi pada kecepatan yang tinggi dibandingkan
sel-sel lain. Proliferasi sel ini mengandung seluruh potensial pertumbuhan gigi
Gigi molar permanen sama seperti gigi primer berasal dari dental lamina, sedangkan insisivus,
kaninus, dan premolar permanen berkembang dari benih gigi pendahulunya
Tidak adanya benih gigi (hipodontia/anodontia) diakibatkan tidak adanya atau terganggunya
inisiasi atau terhentinya proliferasi sel. Adanya supernumerary teeth juga diakibatkan oleh
pembentukan benih gigi yang terus menerus dari enamel organ
B. Proliferasi
Proliferasi sel terus berlanjut selama cap stage
Sebagai hasil pertumbuhan yang tidak seimbang pada beberapa tempat dari benih, maka
terbentuk cap
Terdapat invaginasi dangkal pada permukan terdalam benih. Sel perifer pada cap akan
membentuk outer enamel epithelium dan inner enamel epithelium
Defisiensi proliferasi menghasilkan kegagalan benih gigi untuk berkembang dan jumlah gigi
dapat berkurang (hipodontia)
Proliferasi yang berlebihan juga dapat menyebabkan epithelial rests yang inaktif dan akan aktif
jika ada rangsang berupa trauma atau infeksi
Jika sel sebagian terdiferensiasi atau terlepas dari enamel organ pada fase diferensiasi sebagian
tsb, mereka dapat menyebabkan fungsi sekretori pada semua sel epitel sehingga terbentuk kista
Jika sel berdiferensiasi seluruhnya atau terlepas dari enamel organ, maka dapat diproduksi email
dan dentin yang menghasilkan odontoma atau supernumerary teeth
C. Histodiferensiasi
Epitelium terus berinvaginasi dan semakin mendalam hingga enamel organ berbentuk bell
Diferensiasi sel dental papila menjadi odontoblas dan sel inner enamel epithelium menjadi
ameloblas
Histodiferensiasi ditandai dengan akhir proliferasi, sel kehilangan kapasitasnya untuk
menggandakan diri
Gangguan dalam diferensiasi sel formatif benih gigi menghasilkan struktur email atau dentin
abnormal. Kegagalan ameloblas untuk berdiferensiasi dapat menghasilkan amelogenesis
imperfekta, kegagalan odontoblas untuk berdiferensiasi dapat menghasilkan dentinogenesis
imperfekta
D. Morfodiferensiasi
Pada tahap morfodiferensiasi, sel formatif diatur untuk sebagai outline bentuk dan ukuran gigi.
Proses ini terjadi asebelum deposisi matriks.
Pola morfologi gigi dibentuk ketika inner enamel epithelium tersusun sehingga batas antara inner
enamel epithelium dan ouline odontoblas akan membentuk dentinoenamel junctiom
Gangguan dalam morfodiferensiasi dapat mengarah kepada kelainan bentuk dan ukuran gigi seperti microdontia dan macrodontia
E. Aposisi
Pertumbuhan aposisi sebagai hasil dari deposisi seperti lapisan dari sekresi matriks ekstraseluler
nonvital
Matriks ini didepositkan oleh sel formatif seperti ameloblas dan odontoblas yang terdapat
disepanjang dentinoenamel dan dentinocemental junction pada tahap morfodiferensiasi
Sel formatif memulai kerjanya pada tempat yang spesifik yang dikatakan sebagai growth centers
hingga dentinoenamel junction terbentuk
Gangguan sistemik atau trauma lokal dapat merusak ameloblas selama pembentukan email yang
dapat menyebabkan interupsi atau tertahannya aposisi matriks menjadi enamel hypoplasia.
Hypoplasia dentin kurang sering terjadi jika dibandingkan dengan enamel hypoplasia dan terjadi
setelah gangguan sistemik yang parah
2. Kalsifikasi :
Mineralisasi : pengerasan matriks -> pengendapan garam-garam kalsium an-organik Maturasi : pematangan (s/d gigi erupsi)
3. Erupsi
Erupsi gigi adalah proses bergeraknya gigi ke dalam rongga mulut menembus tulang alveolar. Proses erupsi
gigi adalah proses fisiologis dimana gigi bergerak ke arah vertikal, mesial, bergerak miring dan rotasi.
Gerakan-gerakan ini merupakan tekanan (kekuatan) untuk mencapai posisi gigi dan mempertahankan titik
kontak dengan gigi tetangga. Erupsi dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu fase pra-erupsi, fase erupsi
prefungsional, dan fase erupsi fungsional. Fase pra-erupsi adalah periode sejak dimulainya pembentukan
gigi sampai mulai bergerak ke dalam rongga mulut. Fase erupsi prefungsional meliputi periode
perkembangan akar sampai gigi menembus gingiva. Fase erupsi fungsional merupakan fase setelah gigi
berkontak dengan gigi antagonis dan gigi terus-menerus erupsi sesuai perubahan dinamis tubuh. Waktu
erupsi gigi di rongga mulut berbeda untuk tiap gigi, dimana gigi yang proses .pembeniukannya lebih awal
akan bererupsi lebih dahulu dibandingkan dengan gigi yang dibkmtuk sesudahnya. Waktu erupsi gigi dapat
terjadi lebih cepat atau lebih lambat dari rata-rata waktu erupsi gigi yang normal. Waktu erupsi gigi
dipengaruhi oleh banyak factor baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemanjangan akar gigi selama
perkembangan dan pertumbuhan pulpa di dalamnya ketika foramen apikal masih terbuka lebar, cenderung
tekanan erupsi yang paling kecil. Deposisi sementum pada permukaan akar akan menimbulkan sedikit gerak
eruspsi bila akar sudah terbentuk sempurna. Arah erupsi dari mahkota gigi akan dituntun oleh sisa
perlekatan folikel gigi terhadap eptelium mulut. Tekanan pada daerah jaringan di sekitar akar-akar gigi dan
perubahan vaskularisasimjaringan periodontal, termanifestasi berupa tekanan eruptif. Erupsi gigi juga
disebabkan oleh aktifitas matrik fungsional yang berada diantara periodontal ligamen dan jaringan keras.
Proliferasi jaringan ikat dari periodontal ligamen atau penumpukan cairan jaringan periodontal akan
cenderung memisahkan gigi dan tulang sehingga timbul tekanan eruptif. Tahap-tahap erupsi gigi yang
teratur menunjukkan bahwa erupsi berada di bawah kontrol genetik. Terdapat variasi yang cukup besar
antara umur erupsi gigi, suatu peristiwa yang sangat mudah dipengaruhi oleh nutrisi, hormon, dan penyakit
4. Atrisi
Pengurangan lapisan gigi secara normal-> pembentukan oklusi
5. Resorbsi akar dan Eksfoliasi
A. Resorbsi akar
– Dihubungkan dengan pertumbuhan gigi permanen pengganti gigi susu
B. Exfoliasi
– Goyahnya kedudukan gigi susu dalam tulang alveolar akibat proses resorbsi akar gigi susu.
Pola Tahapan Pembentukan Gigi Primer
Keduapuluh benih gigi primer memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan (cap stage-bell stage)
yang termanifestasi dalam pola rangkaian (sequence patterns) yang disebut polymorphisms. Hal ini
mendasari polymorphisms pada gigi geligi pasca-natal. Contoh polymorphisms :
1. Pasca natal, insisivus RB cenderung erupsi lebih awal daripada insisivus RA. Hal ini berlawanan
dengan gigi posterior dimana gigi-gigi RA lebih awal erupsi dibanding gigi-gigi RB.
2. Proses kalsifikasi dan erupsi gigi permanen, kecuali M3, lebih awal terjadi pada perempuan.
Sedangkan pada gigi primer, perkembangan benih gigi lebih awal pada laki-laki.
Rongga mulut Neo-natal
1. Bantalan gingiva (gum pads)
Saat kelahiran (natal), prosesus alveolaris dilapisi oleh bantalan gingiva (keras seperti gingiva
dewasa pada daerah tak bergigi) yang segera tersegmentasi menjadi lokasi pembentukan gigi.
Ukuran bantalan gingiva dipengaruhi oleh :
a. Tingkat kematangan bayi saat lahir
b. Berat badan bayi saat lahir
c. Ukuran gigi primer yang sedang terbentuk
d. Faktor genetik
2. Hubungan rahang neo-natal
Saat kelahiran, ada bermacam-macam hubungan gusi RA dan RB dimana hubungan neo-natal tidak
dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis prediksi hubungan oklusi pada gigi geligi primer.
3. Erupsi prematur gigi primer
Gigi Natal muncul saat lahir
Gigi Neo-natal erupsi dalam 1 bulan pertama
Gigi pre-erupted erupsi dalam 2-3 bulan pertama
Ketiga gigi di atas mayoritas selalu insisivus RB (sering mengalami enamel hipoplasia)
PERIODE ERUPSI GIGI
Definisi Erupsi
Pergerakan gigi yang sedang tumbuh ke arah aksial dari lokasi semula di dalam tulang rahang ke posisi
fungsionalnya di rongga oral. Namun, sebelum menembus mukosa oral ke rongga oral, gigi harus keluar
dari dental sac di dalam tulang. Erupsi gigi berlangsung terus sampai gigi bertemu dengan gigi
antagonisnya.
Bila mahkota gigi sudah terbentuk lengkap, epitel gigi bagian dalam dan bagian luar akan melipat ke
arah pertemuan email-sementum dan melanjutkan pertumbuhannya tanpa jaringan stellate retikulum
diantaranya dan disebut sebagai Hertwig’sepithelial root sheath.
Faktor-faktor pendukung erupsi gigi :
a. Pembentukan dan Pertumbuhan akar
b. Proliferasi Hertwig’sepithelial root sheath
c. Proliferasi jaringan ikat papila gigi
d. Pertumbuhan rahang
e. Kontraksi dari ligamen periodontal
f. Tekanan otot, vaskular dan jaringan
g. Remodelling tulang (aposisi dan resorpsi tulang)
Kategori erupsi (Menurut Orban, 1957) dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu:
a. Fase Pra erupsi
Mulai pertumbuhan akar dan gigi terdorong ke ronggga mulut, masih dalam dental sac
b. Fase erupsi pra fungsional gigi baru keluar tapi belum ada antagonisnya
Pembentukan akar terus berjalan sampai dengan ½ - 2/3 bagian dan gigi menembus gingiva. Pada
umumnya, keadaan ini yang tercatat dalam tabel pertama kali gigi erupsi
c. Fase erupsi fungsional telah mencapai gigi antagonisnya
Erupsi terus berlangsung sesuai dengan tumbuh kembang fisik
RESORBSI AKAR DAN EKSFOLIASI
Eksfoliasi adalah proses tanggalnya gigi primer, karena tekanan erupsi gigi tetap pengganti pada apeks gigi
primer dan sekitarnya. Tekanan erupsi akan merangsang osteoklas sehingga terjadi resorbsi akar, dentin,
Mendukung eruptive force
sementum, dan tulang di sekitarnya sehingga gigi sulung menjadi goyah dalam kedudukannya pada tulang
alveolar kemudian tanggal dan digantikan oleh gigi permanen yang memulai proses erupsinya.
KRONOLOGIS PERKEMBANGAN GIGI DAN ERUPSI
Gigi sulung :
Gigi insisif sulung :
a. Pembentukan email atau mahkota selesai terjadi 4-6 bulan sebelum erupsi
b. Selesai erupsi kedelapan gigi insisif 1 tahun
Gigi kaninus dan molar sulung :
a. Pembentukan email atau mahkota selesai terjadi 6-12 bulan sebelum erupsi
b. Pembentukan akar selesai 1 tahun setelah erupsi
Jangka waktu periode erupsi gigi sulung berlangsung selama 2 tahun, yaitu berkisar antara 6-30
bulan.
Pemebnetukan gigi sulung secara total memerlukan waktu 4 tahun
Pada saat lahir, mineralisasi mahkota gigi sulung sudah mencapai separuhnya, dan terbentuk lengkap
di usia 1 tahun.
Pembentukan akar selesai secara total anatara usia 1,5-3 tahun
Gigi permanen :
Kalsifikasi mahkota M1 dimulai saat lahir
Kalsifikasi mahkota gigi anterior dimulai usia 3-12 bulan
Kalsifikasi mahkota gigi posterior lainnya berlangsung selama1,5-3 tahun (M3 antara 8-11 tahun)
Mahkota gigi permanen selesai 3 tahun sebelum erupsi
Pembentukan akar gigi permanen selesai 3 tahun setelah erupsi
Secara normal, apeks menutup 3-4 tahun setelah erupsi.
Kecepatan pembentukan akar tertinggi pada gigi insisif dan terendah pada gigi kaninus dan M2
Pada umumnya, tumbuh kembang gigi bawah lebih awal daripada gigi atas.
Gambaran Erupsi Gigi
Erupsi Molar I
a. mandibula
pada umumnya anak-anak M1 berupsi terlebih dahulu dibandingkan central incisors. Molar permanen ini
dituntun ke posisi oklusalnya saat erupsi oleh permukaan distal dari dm2. hubungan oklusal yang segera
M1 dapatkan dengan antagonisnya ditentukan oleh hubungan terminal plane dari dm2. perubahan
hubungan oklusal yang terjadi saar erupsi M1 tidak disebabkan karena erupsinya, tetapi akibat
pertumbuhan skeletal.
b. maksila
saat pembentukan, mahkota dari M1 manghadap lebih secara dorsal dibandingkan oklusal. Seiiring
maksila tumbuh bergerak ke depan, ruang terbentuk di posterior, menyediakan pembesaran dari maxilla
tuberosity. Saat pertumbuhan ini, M1 berotasi sampai mahkotanya menembus ke gingiva dan menjadi
menghadap oklusal. Pada beberapa kasus, dapat juga terjadi erupsi ektopik.
Erupsi insisivus
a. mandibula
insisiv sentral mandibula berkembang ke arah lingual dari akar gigi sulung yang sedang resorpsi.
Erupsi lebih lanjut dan aktivitas lidah menggerakan insisiv lebih ke arah labial yaitu ke posisi normalnya
yang seimbang antara lidah, bibir, dan otot-otot muka.
Ukuran dari gigi sulung, besarnya ruang interdental, dan ukuran anterior perimeter dari lengkung
rahang adalah faktor-faktor yang menentukan apakah gigi insisiv permanen berjejal. Normalnya, akan
ada beberapa crowding setelah gigi insisiv erupsi. Gigi insisiv lateral, tidak hanya mendorong gigi
insisiv lateral sulung ke labial tetapi juga mendorong gigi kaninus sulung secara distal dan lateral
sehingga menutup primate spaces. Jika gigi insisivus permanen besar bagi si lengkung rahang, erupsinya
dapat meyebabkan eksfoliasi dari kaninus sulung atau resorpsi abnormal dari akarnya. Jika gigi kaninus
sulung mengalami premature lost, lengkung anterior akantidka stabil dan insisiv dapat menjadi miring ke
lingual akibat akitivitas oto mentalis, kondisi yang sering ditemukan pada kelas II divisi I maloklusi atau
thumb sucking. Posisi tersebut menjadikan perkembangan kaninus permanen bergeser lebih ke labial.
b. maksila
segment anterior di support oleh mandibula, menyediakan fungsi stop bagi erupsi gigi anterior
maksila. Biasanya gigi anterior berupsi setelah gigi insisiv central mandibular. Gigi insisiv central
permanen maksila bererupsi lebih ke labial dibandingkan gigi sulungnya sesuai dengan bentuk
labiolingualnya yang lebih tebal dan diameternya yang lebih lebar. Ia bererupsi dengan sedikit inklinasi
ke distal dan runag midline diantaranya yang akan hilang dengan berupsinya gigi insisiv lateral dan
kaninus.
Di lain sisi, gigi insisiv lateral maksila seringkali mendapat kesulitan mencapai posisi normalnya.
Saat mereka sedang berupsi, perkembangan mahkota dari kaninus maksila berada di posisi labial dan
distal dari akar insisiv. Posisi kaninus ini seringkali menyebabkan insisiv lateral berupsi lebih ke labial
daripada insisiv sentral. Setelah kaninus yang berupsi mengubah arahnya, inisisiv lateral dapat bergerak
ke posisi normalnya. Rotasi minor dri gigi-gigi insisiv biasanya terkoreksi setelah kaninus permanen
berupsi. Jadi sebaiknya usaha untuk menyejajarkan gigi insisiv central dan lateral sebelum kaninus
permanen berupsi dihindari karena tekanan orthodontik ke gigi insisiv lateral dapat menekan akar
terhadap mahkota kaninus yang sedang berupsi dan menyebabkan resorpsi akar.
Erupsi kaninus dan premolar
Perkembangan oklusi yang diinginkan dari regio ini sangat tergantung dari empat faktor:
(1) urutan erupsi yang baik;
(2) rasio ukuran gigi dan ruang yang tersedia yang memuaskan;
(3) hubungan antar molar yang normal dengan pengurangan ruang kosong yang minimal untuk regio ini; dan
(4) hubungan buko-lingual dari prosesus alveolar yang baik.
a. mandibula
tahapan erupsi yang baik di mandibula adalah kaninus, premolar 1, premolar 2, dan molar 2. apabila
kaninus berupsi pertama, sangat menguntungkan karena berguna untuk menjaga perimeter lengkung dan
mencegah insisiv miring ke lingual. Apabila insisiv miring ke lingual, dapat terjadi overerupsi karena
kehilangan centric stops dengan insisiv maksila. Pada maloklusi kelas II yang berat, insisiv mandibular
berupsi melewat occlusal plane sampai menemui fungsional stop yaitu melawan mukosa palatal.
Malposisi lebih mungkin terjadi jika premolar mendahului erupsi kaninus. Normal bagi kaninus untuk
tertinggal dari premolar saat awal perkembangan, tetapi kaninus akan lebih dahulu berupsi. Erupsi
kaninus dapat bergegas dengan ekstraksi gigi kaninus sulung saat akar kaninus permanen sedang
dibentuk. Jika rasio ukuran gigi dan ruang yang tersedia buruk, erupsi kaninus dapat terhenti oleh dm1
atau sebaliknya dm1 satu akan eksfoliasi lebih cepat.
Jarang sekali premolar 1 mengalami kesulitan bererupsi, rotasi kadang terjadi dengan resorpsi akar
yang tidak seimbang dari dm1. jika rotasi tersebut terlihat berkembang, sebaiknya digunakan space
maintaner, ekstraksi dm1, dan menjaga ruang untuk gigi yang berupsi. Jika terjadi pengurangan
lengkung perimeter akibat pergerakan mesial dari molar 1, dapat terjadi tidak adanya ruang untuk
premolar 2 apabila lengkung rahang memang juga sempit. Jika dm2 mengalami premature lost, biasanya
molar 2 yang sedang erupsi dapat membantu molar 1 bergeral ke mesial sebelum premolar 2 dapat
berupsi, jadi erupsi molar 2 yang tidak sesuai urutan yg benar dapat menyebabkan masalah pada
pengaturan ruang yang ada. Jadi harus dianalisa apakah pergerakan ke mesial gigi molar 1 per dikontrol
karena jika ruang yang ada tidak cukup, perlu menahan pergerakan molar 1 ke mesial sampah gigi
premolar berada di tempat normalnya.
Permolar 2 mandibula menunjukkan variasi ekstrim dari jadwal kalsifikasi dan perkembangannya.
Karena itu, sulit untuk menentukan waktu tepat munculnya, dan terkadang ia dapat tidak terbentuk tapi
saat menetapkan hal tersebut perlu hati-hati mengingat waktu perkembangannya yang sanga bervariasi.
b. maksila
urutan erupsinya bervariasi, bisa dimulai dari premolar 1, premolar 2, kaninus atau premolar 1,
kaninus, premolar 2. walaupun segmen anterior maksila tidak mudah unutk kolaps ke lingual karena
support oleh mandibula, mereka sangat mudah terdisposisi ke labial karena thumb sucking, tongue
thrusting, atau aktivitas otot mentalis yang berlebihan. Premolar 1 umunya berupsi tanpa banyak
kejadian, setelah kaninus atau premolar 1 mandibula. Karena premolar 1 maksila mirip dalam segi
ukuran, ia tidak begitu mengganggu kaninus sulung atau dm2. situasi yang harus diperhatika adalah
apabila kaninus lambat dalam bererupsi, premolar 2 yang sudah berupsi harus diikuti dengan berupsinya
kaninus molar 1 jangan sampai berotasi atau miring ke mesial karena terbloknya ruang untuk kaninus
mengakibatkan kaninus terblok labioversion. Erupsi molar 2 yang mendahului premolar atau kaninus
juga sesuatu yang kritis bagi maksila dan mandibula.
Kaninus permanen maksila mengalami kesulitan berupsi yang paling berat. Saat anak berumur 3
taun, ia berada jauh di atas, dengan mahkota mengarah ke mesial dan lingual. Saat mulai berupsi, terlihat
dengan posisi mengarah ke akar insisiv lateral , tetapi nantinya mengarah ke arah yang lebih vertikal.
Erupsi kaninus ini menutup ruang interdental diantara insisiv, menyedialan tempat untuk meluruskan
posisi akhir dari kaninus. Saat berada di posisinya yang tepat, ia mempunya sedikit inklinasi ke mesial.
Erupsi molar 2
Secara normal, molar 2 berupsi ke rongga mulut setelah seluruh gigi anterior berupsi. Molar 2 di
mandibular berupsi sebelum molar 2 maksila. Jika molar 2 maksila mendahului mandibula, merupakan
suatu gejala perkembangan maloklusi kelas II. Demikian juga dengan premature lost molar-molar
sulung.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG OROKRANIOFASIAL
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial terbagi dalam
dua kelompok besar, yaitu : faktor natural dan faktor disruptive
1. Faktor Natural
Van Limborgh membagi faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
menjadi lima kelompok, yaitu : namely, faktor genetik intrinsik, faktor local, faktor general epigenetic, dan
faktor pengaruh lingkungan baik secara lokal dan general.
a. Genetic
Genetik merupakan faktor paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
orokraniofasial. Van Limborgh menyebutkan dalam studinya bahwa faktor informasi genetik intrinsik
sangat dibutuhkan dalam proses diferensiasi dari cranial cartilage dan tulang. Primary genetic
mengontrol beberapa pertumbuhan inisial (contoh: kalsifikasi tooth buds, pembentukan mandibula, dll).
Kemudian primary genetic juga merupakan inductive local feedback dan menjadi mekanisme
komunikasi antara sel dan jaringan – ”the teeth talk to the bone”, ”the muscle talk to the bone”, dan
sterusnya.
b. Function”
Fungsi yang normal berperan penting dalam pertumbuhan tulang. Jika fungsi ini mengalami kelainan
seperti temporomandibular ankylosis, aglossia, neuromuscular disorder. Keseluruhan kelainan ini akan
mempengaruhi distorsi morfologi tulang.
c. General Body Growth
Metabolisme dan maturasi juga dipengaruhi oleh beberapa kombinasi : genetic, climatic, ras, nutrisi dan
sosial-ekonomi.
d. Neutrophism
Neural activity mengontrol aktifitas otot dan pertumbuhan. Saraf mengontrol pertumbuhan skeletal
dengan cara mentrasnmisikan substansi ke saraf (akson) yang kemudian saraf tersebut akan menginduksi
dan mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi jaringan lunak dan skeletal yang kemudian akan
berpengaruh terhadap morfologi skeletal.
2. Disruptive Factor
Umumnya factor ini tidak terlalu berpengaruh terhadap variasi orang normal. Namun, sangat penting
ketika muncul pada kondisi – kondisi tertentu.
a. Orthodontic forces
Tekanan orthodontic akan mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan terhadap posisi dari
lengkung rahang.
b. Surgery
Orthognathic surgery dilakukan dengan dua alasan, yaitu : untuk mengkoreksi pertumbuhan
skeletal yang anomali dan atau untuk improve craniofacial esthetic pada skeletal yang non-
anomali.
c. Malnutrisi
Nutrisi berpengaruh terhadap pembentukan skeletal dan metabolismenya.
d. Malfungsi
Perubahan pada malfungsi berperan penting terhadap pembentukan morfologi skeletal.
Misalnya terjadi kelainan / malfungsi terhadap nasorespiratori akan mengubah fungsi oklusi
”functional malfunction”
e. Gross Craniofacial Anomali
2.2.1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG GIGI
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempengaruhi proses kalsifikasi, seperti morfologi mahkota berlebih, tingkat dan
tahapan pertumbuhan, bentuk kalsifikasi, serta kandungan mineralnya.
Ukuran gigi sulung dan kandungan mineral di dalmnya pada umumnya bersifat bawaan atau
diwariskan.
2. Faktor Seks
Gigi sulung pada anak laki-laki pada umumnya lebih besar daripada anak perempuan.
Anak perempuan lebih cepat mengalami kalsifikasi pada gigi permanen dibandingkan dengan anak
laki-laki.
anak perempuan mengalami erupsi gigi permamen lebih cepat rata-rata 5 bulan dibandingkan dengan
anak laki-laki, kecuali untuk gigi M3.
Anak perempuan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi mengalami gigi ektopik dibandingkan
dengan anak laki-laki. Gigi ektopik adalah gigi yang berkembang jauh dari posisi normalnya. Gigi
yang paling sering mengalami ektopik adalah M1 permanen RA (disebabkan karena gigi sulung dan
permanen yang lebar, lebar maksila yang terbatas, posisi posterior pada maksila, dan tipe sudut
erupsi gigi M1), dan cuspid maksila dan madibula, P2 RA, premolar lain dan I2 RA.
3. Faktor Ras
Pada orang amerika negro dan indian serta orang asia memiliki kecenderungan erupsi gigi yang lebih
cepat dibandingkan orang eropa.
4. Faktor yang mempengaruhi erupsi
pertumbuhan akar (bukan penyebab utama karena gigi tanpa akar pun dapat mengalami erupsi).
tekanan vaskular atau jaringan
remodeling tulang (memegang peranan penting pada tahap awal erupsi).
traksi dari ligamen periodontal (sel serabut periodontal memiliki kekuatan untuk mendorong pada
saat gigi erupsi).
ras, status ekonomi, nutrisi, gangguan mekanis yang dapat mengubah genetic plan dari erupsi gigi
(lesi periapikal, pulpitis, pulpotomy pada gigi sulung molar yang dapat mempercepat erupsi gigi
premanen premolar, ekstraksi gigi sulung).
Faktor yang menentukan posisi gigi selama erupsi heritable traits, ada atau tidaknya gigi tetangga
(sebelah), tingkat resorpsi gigi sulung, kehilangan dini pada gigi sulung, kondisi patologik lokal serta
faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan perubahan pada pertumbuhan atau conformation prosesus
alveolar.
5. Factor sistemik
Proses pertumbuhan gigi seringkali diikuti dengan gejala atau tanda-tanda yang sering dikeluhkan anak
seperti demam, diare, muntah, bahkan penyakit severe upper respiratory. Gejala ini berlansung sebelum
gigi erupsi dan akan membaik sampai gigi muncul.
6. Pertumbuhan tubuh
Kalsifikasi gigi memiliki hubungan dengan tinggi badan, berat badan, lemak tubuh, dan osifikasi tulang
pergelangan (wrist bone). Namun, tidak semua faktor tersebut memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap proses kalsifikasi gigi permanen.
7. Ankylosis gigi sulung
Pada umumnya gigi molar sulung mengalami ankylosis ke prosesus alveolar sehingga
menghambat/mencegah proses erupsinya. Ankylosis bisa disebabkan oleh trauma atau tekanan recessive.
Namun, ankylosis merupakan proses fisiologis normal yang dapat terjadi selama proses resorpsi gigi.
2.2.2 FAKTOR LOKAL DAN SISTEMIK YANG MEMPENGARUHI ERUPSI
1. Gigi Ankilosis
Henderson: ankilosis adalah interupsi ritme erupsi dan pasien yang memiliki 1 atau 2 gigi
ankilosis akan memiliki lebih banyak gigi yang ankilosis.
Gigi yang paling sering mengalami ankilosis adalah molar mandibula sulung.
Ankilosis pada gigi anterior sulung tidak terjadi kecuali ada trauma.
Ankilosis terjadi dengan pola familial (keturunan), tidak terkait jenis kelamin, dan terjadi lebih
sering pada anak berkulit putih daripada anak berkulit hitam.
Resorpsi normal pada molar gigi sulung dimulai pada bagian dalam atau permukaan lingual akar.
Proses resorpsi tidak terjadi terus menerus melainkan terhenti oleh periode istirahat atau inaktif.
Proses reparatif mengikuti periode resorpsi. Pada periode reparatif ini, ikatan solid sering
berkembang di antara tulang dan gigi sulung. Periode intermitten resorpsi dan repair dapat
menjelaskan berbagai derajat ketahanan gigi sulung sebelum gigi-gigi tersebut tanggal. Ankilosis
tulang yang luas pada gigi sulung dapat menghambat eksfoliasi normal juga menghambat erupsi
gigi permanen penggantinya.
Ankilosis molar sulung terhadap tulang alveolar tidak biasa terjadi sampai resorpsi akarnya
dimulai. Jika ankilosis terjadi lebih awal, erupsi gigi sebelahnya akan cukup berkembang
sehingga gigi yang ankilosis jauh di bawah bidang oklusi normal dan bahkan sebgian dapat
ditutupi jaringan lunak. Jalur lapisan epitel, memanjang dari rongga mulut ke gigi. Ankilosis
terkadang dapat terjadi sebelum erupsi dan pembentukan akar gigi sulung sampai sempurna.
Ankilosis juga dapat terjadi lebih terlambat daripada resorpsi gigi sulung dan bahkan dapat
mengganggu erupsi gigi permanen di bawahnya.
2. Ankilosis Gigi Molar Sulung Tanpa adanya Gigi Permanen Pengganti
Pentingnya kehadiran gigi permanen pengganti adalah untuk eksfoliasi normal gigi molar sulung.
Tidak ditemukan ada gigi molar ankilosis tanpa gigi permanen pengganti yang dapat eksfoliasi
sendiri. Tetapi resorpsi akar yang sangat lama mungkin dapat terjadi pada gigi ankilosis seperti
itu.
3. Ankilosis Gigi Permanen
Erupsi rtidak sempurna dari gigi molar permanen dapat dihubungkan dengan ankilosis akar kecil.
Jika gigi permanen telah terekspos pada rongga mulut dan berada di bawah bidang oklusi gigi
sebelahnya, amka ankilosis merupakan kemungkinan penyebabnya.
Gigi permanen yang tidak erupsi dapat mengalami ankilosis melalui inostosis enamel. Proses
terjadi karena iritasi folikel atau jaringan periodontal akibat infeksi kronis. Hubungan yang dekat
dari apeks yang terinfeksi dengan gigi yang tidak erupsi dapat mengakibatkan proses inostosis
tersebut. Pada gigi yang belum erupsi, enamel dilindungi oleh epitel enamel. Epitel enamel
tersebut dapat putus akibat infeksi (trauma), enamel kemudian diresorpsi, dan tulang atau
sementum karena akan didepositkan pada daerah tersebut. Hasilnya adalah fiksasi solid gigi pada
posisi tidak erupsinya.
4. Trisomy 21 Syndrome (Down Syndrome/DS)
Adalah salah satu kelainan kongenital yang seringkali memperlambat erupsi gigi.
Gigi sulung pertama tidak muncul sampai usia 2 tahun, dan gigi geligi baru lengkap setelah usia
5 tahun.
Erupsi seringkali mengikuti pola abnormal, dan beberapa gigi sulung dapat bertahan selama 15
tahun.
Keterlambatan pertumbuhan maxilla dan mandibula nyata terlihat pada pasien DS. Maxilla dan
mandibula berada di anterior, di bawah basis kranial. Tinggi wajah bagian atas terlihat lebih
kecil. Wajah bagian tengah juga terlihat lebih kecil dalam dimensi vertikal dan horizontal.
Rahang yang lebih kecil mengakibatkan kecenderungan protrusi lidah dan gigi berjejal. Lidah
juga cenderung lebih besar daripada normalnya.
5. Cleidocranial Dysplasia
Sindrom kongenital yang jarang terjadi dan memiliki kelainan dental adalah cleidocranial
dysplasia (CCD) atau sleidocranial dysostosis, osteodentin dysplasia, mutational dysostosis, dan
Marie-sainton syndrome.
Pasien mengalami prognathism mandibula yang disebabkan oleh peningkatan panjang mandibula
dan pendeknya basis kranial.
Maxilla cenderung pendek secara vertikal tetapi tidak secara anteroposterior.
Perkembangan gigi tertunda.
Gigi geligi sulung lengkap muncul pada usia 15 tahun karena resorpsi gigi sulung yang tertunda
dan terlambatnya erupsi gigi permanen.
Karakteristik pembeda yang khas adalah adanya supernumerary teeth. Beberapa anak mungkin
memiliki hanya sedikit supernumerary teeth di daerah anterior, beberapa anak lain memiliki
banyak gigi tambahan di mulutnya. Bahkan dengan pengangkatan gigi sulung dan supernumerary
teeth, erupsi gigi permanen, tanpa intervensi orthodontik, seringkali tertunda dan irreguler.
6. Hypothyroidism
a. Congenital Hypothyroidism (Cretinism)
Tanpa terapi hormone yang cukup gigi geligi anak dengan congenital hypothyroidism
terlambat dalam setiap tahapnya, meliputi erupsi gigi sulung, eksfoliasi gigi sulung, dan
erupsi gigi permanent.
Giginya berukuran normal tetapi berjejal dalam rahang yang lebih kecil dari ukuran
normalnya.
Lidahnya besar dan mungkin berprotrusi dari mulutnya. Ukuran abnormal lidah dan
posisinya sering menyebabkan anterior open bite dan pelebaran gigi-gigi anterior.
b. Juvenile Hypothyroidism (Acquired Hypothyroidism)
Karena defisiensi terjadi setelah periode pertumbuhan cepat, karakteristik pola wajah dan
tubuh yang tidak biasa dari orang yang mengalami congenital hypothyroidism tidak muncul.
Pada kasus juvenile hypothyroidism yang tidak dirawat, keterlambatan eksfoliasi gigi sulung
dan keterlambatan erupsi gigi permanen merupakan karakteristik tersendiri.
Anak dengan kronologis usia 14 tahun dengan juvenile hypothyroidism mungkin akan
memiliki gigi geligi dalam tahap perkembangan yang sama dengan anak usia 9-10 tahun pada
umumnya.
7. Hypopituitarism
Gigi geliginya berukuran normal.
Keterlambatan erupsi gigi geligi merupakan karakteristiknya.
Pada kasus yang parah, gigi sulung tidak mengalami resorpsi tetapi akan terus bertahan selama
hidup.
Gigi permanen di bawahnya terus berkembang tetapi tidak erupsi.
8. Achondroplastic Dwarfism
Pertumbuhan basis cranial yang tidak sempurna nyata terlihat pada individu dengan
achondroplastic dwarfism.
Maxilla kecil yang mengakibatkan gigi-gigi berjejal dan memiliki kecenderungan open bite.
Kondisi tersebut dapat dihubungkan dengan maloklusi dan gigi berjejal.
Perkembangan gigi geligi sedikit mengalami keterlambatan.
9. Penyebab Lain
Erupsi gigi yang terlambat telah dihubungkan dengan kelainan lain, meliputi fibromatosis gingivae,
Albright hereditary osteodystrophy, chondroectodermal dysplasia, de Lange syndrome,
frontometaphyseal dysplasia, Gardner syndrome, Goltz syndrome, Hunter syndrome, incontinenria
pigmenti syndrome (Bloch-Sulzberger syndrome), Milles-Dieker syndrome, progeria syndrome
(Hutchinson-Gilford syndrome), dan familial hypophosphatemia.
2.3 RADIOGRAFIK PADA ANAK
2.3.1 Pemeriksaan Radiografik
Foto radiograf adalah faktor diagnostik yg sangat penting dalam mendeteksi penyakit, sehingga mencegah
terjadinya tooth lost, dan mencegah maloklusi. Radiograf sebenarnya lebih dibutuhkan pada anak dibanding
dewasa. Gigi pada anak memiliki hal yang kompleks seperti tumbuh kembang gigi dan faktor yang
menyertainya.
Manfaat
Informasi yg bisa didapatkan dari radiograf yaitu:
1. Lesi karies tahap awal. Radiograf dapat digunakan sebagai early detection, dan mengahasilkan data
yg lebih lengkap dibandingkan dengan kaca mulut.
2. Anomali. Gigi yg anomali biasanya asimptomatik dan tidak terlihat. Terjadinya pada tahap
pembentukan gigi shg diperlukan radiograf untuk mengetahuinya, spt: supernumerary teeth, impaksi,
dll.
3. Perubahan kalsifikasi gigi. Foto radiograf dapat menunjukkan perubahan kalsifikasi akibat dari
adanya penyakit atau oral manifestasi dari penyakit.
4. Perubahan tumbuh kembang. Walaupun umur erupsi tiap2 anak agak berbeda, akan disebut
penyimpangan jika waktu erupsi berbeda 3 tahun atau lebih. Penundaan pertumbuhan dapat
disebabkan banyak faktor. Indikasi dari hal ini adalah kemungkinan terjadinya penyakit seperti
hypothyroidism dan hypopituitarism, penyakit metabolik (spt: cleidocranial dysostosis), impaksi, dll.
5. Perubahan pada membran periodontal. Perubahan ketebalan pada foto radiograf dapat
mengindikasikan terjadinya infeksi pada membran periodontalnya. Foto radiograf juga dapat
menginformasikan kerusakan akibat iritasi, trauma, caries, dll.
6. Perubahan pada supporting bone. Perubahan pada struktur mandibula dan maxilla dapat
mengindikasikan terjadinya penyakit lokal atau sistemik, seperti tumor, kista abses, dll.
7. Perubahan keutuhan gigi. Fraktur, absorbsi akar, dll yg menjadikan struktur gigi berubah dapat
dideteksi dengan cukup akurat melalui radiograf.
8. Evaluasi pulpa.
Jenis film
Intra dan ekstra oral pedodontic roentgenography membutuhkan film dengan berbagai jenis film dan
kecepatannya bergantung anaknya:
intra oral films
- yg paling kecil no. 1,0 ukuran 0,81 X 2,5 inches, biasa digunakan pada anak dengan mulut yg
kecil. Bisa juga digunakan sbg film periapikal atau kombinasi dengan bitewing (dapat
digunakan pd anak SD kelas 3 atau 4).
- Anterior periapical film no. 1,1 ukuran 0,94 X 1,56 inches digunakan untuk gambar
periapikal dari permanent anterior teeth atau sbg periapical atau bite wing film pada anak yg
lbh muda.
- Yg paling sering digunakan no. 1,2. ini adalah ukuran dewasa film untuk periapical ukuran
1,22 X 1,61 inches. Paket ini juga digunakan sbg film oklusal pada anak yg belum sekolah.
Dapat digunakan pula pada anak usia sekolah sbg film periapical, dan digunakan dengan bite
wing tab akan menjadikannya sbg ideal bitewin film.
- Occlosal film ukuran 2,25 X 3 inches dapat digunakan untuk mengmbil gambar oklusal
dikedua rahang pada older children.
- Kecepatan film dengan bbg emulsion speed (menurut American Standart Assosiation)
diklasifikasikan dari yg terlambat A – F yg tercepat.
extra oral films
ada 2 tipe, yaitu screen dan nonscreen film. Variasi ukuran byk, tp yg paling sering digunakan adalah
5 X 7 inchi atau 8 X 10 inchi. 5 by 7 inches nonscreen film adalah yg biasa digunakan pada anak.
Sedangkan screen film (dengan screen cassete) digunakan untuk mempenetrasi lapisan tebal spt foto
tulang dan TMJ, karena memiliki kecepatan yg lebih tinggi.
Tipe pemeriksaan
General survey pada mulut
Anak harus diperiksa secara general pada mulutnya untuk menentukan perawatan yg dibutuhkan,
menentukan waktu kunjungan, dan mengamati perubahan yg terjadi pada anak (apakah berjalan
normal atau tidak)
Pemeriksaan pada area yg spesifik
Pemeriksaan menggunakan foto hanya spesifik pada satu target saja, misal: pada sinus dan TMJ,
untuk pemeriksaan
Special surveys
Digunakan untuk menambah informasi dan untuk menunjukan struktur yg tidak tampak pada
pemeriksaan dengan dental roentgenogram, misal foto cephalometric untuk mengetahui tumbuh
kembang tulang, atau foto telapak dan pergelangan tangan untuk mengetahui umur tulang.
Indikasi
Tujuan penting dari kedokteran gigi anak-anak adalah untuk mengawasi perkembangan dari geligi dan jika
memungkinkan, mencegah efek-efek yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan abnormalitas. Deteksi
awal dari abnormalitas membutuhkan pemeriksaan radiografik keseluruhan. Umumnya deteksi radiografis
ini dilakukan pada tahap awal dari mixed dentition (sekitar usia 8 tahun).
Pemeriksaan radiografik keseluruhan pada pasien anak-anak (8 tahun) seharusnya dilakukan secara rutin dan
dapat diraih dengan kombinasi sebagai berikut:
1. a. Panoramic radiograph (untuk menunjukan geligi lengkap)
b. Maxilarry anterior occlusal (untuk menunjukan regio maxilla anterior dengan lebih jelas)
Panoramic radiograf adalah metode paling tepat untuk mendapatkan gambaran dari seluruh
geligi pada 1 film, tetapi perlengkapan yang dibutuhkan mahal sehingga tidak selalu tersedia.
Regio anterior dari kedua rahang adalah bagian paling kurang baik terlihat pada panoramic
radiograph, dan gigi yg terletak diluar garis lengkung tidak dapat dideteksi. Pada tahap awal
dari mixed dentition, adalah penting untuk mendeteksi keberadaan dari gigi supernumerary
pada regio maxilla anterior sehingga ini adalah radiograf (periapical) sebagai tambahan bagi
panoramic radiograph
2. a. Kanan dan kiri rotated lateral oblique radigraf (untuk menunjukan maxilla dan mandibula gigi,
distal dari kaninus)
b. Maxila anterior occlusal (untuk menunjukan bagian maxilla anterior)
c. Mandibular anterior occlusal (untuk menunjukan bagian mandibular anterior)
Radiograf ini mudah dan tidak memerlukan perlengkapan yang terlalu mahal seperti panoramic
3. a. Periapical radiograf (menunjukan gigi posterior)
b. Maxila anterior oclusal dan jika mungkin mandibular anterior occlusal.
CEPHALOMETRIC RADIOGRAPHY
Cephalometric radiography adalah Radiografi Ekstraoral yang distandarisasi dan “reproductible”,
digunakan terutama di bidang orthodonsi (untuk menunjukkan hubungan gigi dengan rahang, dan rahang
dengan rangka wajah) dan orthognatic surgery. Standarisasi diperlukan untuk memperoleh foto dengan
posisi yang selalu sama, terutama untuk membandingkan foto sebelum, selama, dan sesudah perawatan
orthodonsi.
Kegunaan
- Mempelajari pertumbuhan tulang kepala
- Analisis diagnostic kelainan muka (cranio-facial)
Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan maloklusi
- Mempelajari tipe fasial
- Untuk rencana perawatan orthodonsi
- Untuk melihat hasil perawatan
Indikasi
Kegunaan keperluan orthodonsi
- Untuk diagnosis awal (menunjukkan dasar skeletal dan jaringan lunak yang abnormal)
- Perencanaan perawatan
- Memonitor progress dari perawatan
- Memantau hasil perawatan sebelum akhirnya dipasang kawat gigi cekat (retainer lepasan)
Kegunaan keperluan Orthognatic surgery
- Mengevaluasi skeletal dan jaringan lunak sebelum di operasi
- Membantu perencanaan perawatan
- Analisis pasca operasi
Keterbatasan Cephalogram
1. Kesalahan pada pembuatan cephalogram
- posisi gigitan biasanya RB lebih sering maju ke depan
- penentuan kondisi sinar X
- proses pencucian di kamar gelap
2. Kesalahan “tracing”
Karena kurang terampil/kurang pengetahuan tentang anatomi maupun landmark cephalogram.
Dua proyeksi utama: 1. Proyeksi Cephalometric posterior-anterior rahang
2. Proyeksi lateral cephalometric
Proyeksi Cephalometric posterior-anterior rahang
Ditujukan untuk tindakan plastic surgery, misalnya dagu, hidung, mata, bibir. Biasanya dilakukan 2 kali
pemotretan, pre dan post operative.
Proyeksi Lateral Cephalometric
Digunakan untuk:
1. Analisis diagnostik (pra operasi ortho)
2. Analisis selama perawatan
3. Analisis pasca perawatan
Terdiri dari:
1. Outline dan garis inklinasi dari gigi anterior
2. Hubungan posisi mandibular dan maksila dasar gigi dan dasar cranial
3. Hubungan posisi dari dasar gigi satu dengan yang lain
4. Hubungan antara tengkorak dan jaringan lunak mulut
Analisis Radiograf Cephalometric
- Analisis profil wajah dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai hubungan gigi dengan
rahang. Radiograf cephalometric lateral dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut.
- Radiograf cephalometric adalah alat yang bisa digunakan untuk memeriksa hubungan antara tulang
dengan strukstur gigi.
- Radiograf cephalometric biasanya digunakan saat terdapat ketidaksesuaian tulang, atau saat
perawatan ortho dibutuhkan.
- Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan ukuran dan posisi struktur tulang dan posisi gigi.
Evaluasi Radiografis
- Beberapa hal yang harus diperhatikan saat evaluasi radiograf anak pada periode mixed dentition.
1. identifikasi missing teeth dan supernumerary teeth.
2. masalah erupsi yang potensial, seperti ectopic eruption, posisi kaninus yang terlalu ke labial
atau palatal.
3. Ukuran palatum yang kecil mungkin menyusahkan pengambilan foto radiograf periapikal
mkasila via long-cone film-stabilizing apparatus.
4. Panjang anteroposterior yang lebih besar pada oklusi posterior membutuhkan cakupan
bitewing yang lebih.
- Pada periode mixed dentition, radiograf sebaiknya dilakukan untuk mengetahui supernumerary /
missing teeth pada anterior maksila.
- Semua tooth-bearing area disurvey selama tahuan-tahun awal mixed dentition. Survey ini terdiri dari
panoramic radiograf dan posterior bite-wing.
- Intraoral film survey pada usia ini (6-12 tahun) terdiri dari setidaknya 1 periapical view di setiap
kuadran posterior dan posterior bite-wing. Jumlah film yang digunakan diperkirakan berdasarkan
ukuran tooth-bearing area, kebutuhan anak dan banyaknya jaringan yang tercover oleh ukuran film.
- Biasanya 12-film survey (4 posterior periapical, 6 anterior periapical, 2 posterior bite wing) cukup.
PANORAMIC RADIOGRAPHY
Kendala membaca struktur anatomis normal:
1. Anatomi wajah tengah yang kompleks
2. Superimpos variasi struktur anatomis
3. Orientasi proyeksi yang berubah-ubah
Gambaran yang bermacam-macam berhubungan dengan:
1. Gerakan pasien dan mesin
2. Posisi pasien
3. Anatomi pasien yang tidak biasa
Contoh: posisi external oblique dan mylohyoid ridges di mandibula. Di foto panoramic mereka terlihat
tajam, di mana secara fisik external oblique ridge di permukaan bukal mandibula dan mylohyoid ridge di
permukaan lingual mandibula, terpisah beberapa millimeter.
Foto panoramic sebenarnya adalah tiga foto dalam satu foto: foto lateral kanan dan kiri posterior dari
kaninus dan gambar posterior-anterior anterior dari kaninus.
Foto anterior paling sering terjadi distorsi, juga superimpos karena cervical vertebrae. (Gambar 10-16)
Struktur anatomis penting dalam foto panoramic
Mandibula
Daerah anatomis mayor di mandibula:
1. prosesus kondilaris dan TMJ
2. prosesus koronoideus
3. Ramus
4. Body and angle
5. Anterior sextant
6. gigi and struktur pendukung
Bayangan struktur lain yang dapat superimpos di atas area ramus mandibula termasuk:
1. Pharyngeal airway shadow – khususnya ketika pasien tidak dapat menghembuskan udara dan
menempatkan lidah nya di palatal selama ekspos radiasi.
2. Dinding posterior nasofaring
3. Cervical vertebrae – khususnya pada pasien dengan anterior lordosis berat, biasanya terlihat pada
pasien osteoporosis parah.
4. Ear lobe dan ear decorations
5. Soft palate dan uvula
6. Dorsum lidah
7. Ghost shadow dari sisi mandibula yang berlawanan
Daerah-daerah mayor yang diperiksa di maksila:
1. Cortical boundary maksila, termasuk border posterior dan alveolar ridge
2. Pterygomaxillary fissure
3. Sinus maksilaris
4. Zygomatic complex, termasuk orbital rims inferior dan lateral, prosesus zygomaticus maksila, dan
bagian anterior zygomatic arch
5. Kavitas nasal dan conchae
6. TMJ
7. Gigi-gigi maksila dan supporting alveolus
2.3.2Pertumbuhan dan perkembangan gigi dari aspek radiologi
A. Pada umur 3,5 tahun molar mahkota permamen pertama selesai terbentuk
B. Pada umur 5 tahun akar dari permanen molar pertama, kaninus dan insicive dalam proses
C. Pada umur 6 tahun sebagian permanen molar pertama telah erupsi
D. Pada umur 8 tahun apex akar dari permanen molar pertama mulai terbentuk
E. Pada umur 10 tahun pembentukan foramen apical molar permanen pertama telah terbentuk
F. Pada umur 12 tahun gigi sulung kaninus dan molar di resorbsi oleh gigi permanen yang
sedang erupsi
G. Pada umur 14 tahun sebagian besar akar dan foramen apikal gigi permanen telah terbentuk
H. Pada umur 16 tahun akar pada sebagian gigi yang erupsi telah menyempit
I. Pada umur 18 tahun seluruh gigi permanen telah berkembang
2.4 KARAKTERISTIK UMUM LANSIA DAN PENYAKIT SISTEMIK PENYERTA
2.4.1 Karakteristik Umum
1. Usia lanjut sehat
1. Definisi : Usia lanjut sehat adalah usia lanjut yang dapat mempertahankan kondisi fisik dan mental
yang optimal serta tetap melakukan aktivitas sosial dan produktif.
2. Ciri :
Memiliki tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa hidupnya bermakna, mampu
menerima kegagalan yang dialaminya sebagai bagian dari hidupnya yang tidak perlu disesali dan
justru mengandung hikmah yang berguna bagi hidupnya.
Memiliki integritas pribadi yang baik, berupa konsep diri yang tepat dan terdorong untuk terus
memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
Mampu mempertahankan sistem dukungan sosial yang berarti, berada di antara orang-orang yang
memiliki kedekatan emosi dengannya, yang memberi perhatian dan kasih sayang yang membuat
dirinya masih diperlukan dan dicintai.
Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, didukung oleh kemampuan melakukan kebiasaan
dan gaya hidup yang sehat.
Memiliki keamanan finansial, yang memungkinkan hidup mandiri, tidak menjadi beban orang
lain, minimal untuk memenuhi kebutuhan seharihari.
Pengendalian pribadi atas kehidupan sendiri, sehingga dapat menentukan nasibnya sendiri, tidak
tergantung pada orang lain. Hal ini dapat menjaga kestabilan harga dirinya.
2. Pasien lanjut usia
Definisi : usia lanjut yang memiliki kelainan fungsi yang bersifat patologis (sakit)
3. Pasien Geriatri
Definisi :
Pasien yang berusia 60 tahun atau lebih yang dicirikan / dikarakeristikkan dengan :
1. memiliki lebih dari 1 macam penyakit (multipatologi) yang umumnya didominasi oleh penyakit
kronik degeneratif, dicetuskan oleh penyakit akut
2. adanya penurunan cadangan faali, yang ditandai dengan penurunan faal berbagai organ, penurunan
daya tahan tubuh, kekuatan otot yang berkurang, dsb imobilisasi
3. adanya tampilan klinis yang menyimpang
4. gangguan fungsi dan nutrisi (gizi), dimana pada pasien geriatri selalu dijumpai kesulitan makan dan
gangguan asupan makanan yang disebabkan oleh penyakitnya sendiri ataupun akibat sequelle (gejala
sisa) penyakit sebelumnya
5. disertai dengan problema sosial dan psikologi
6. penurunan status fungsional sehingga menimbulkan ketergantungan terhadap keluarga atau orang
lain
7. adanya gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan buang air kecil (inkontinensia) dan besar
8. cenderung terkena gangguan ereksi pada pasien laki-laki
9. instabilitas / jatuh isolasi sosial serta imobilisasi gangguan gerakan keterbatasan mobilitas dan
iatrogenic (efek samping pemakaian banyak obat)
2.4.2 Penyakit yang Menyertai Pasien Lanjut Usia
1. Penyakit sistem paru dan kardiovaskuler.
2. Penyakit pencernaan makanan
3. Penyakit sistem urogenital.
4. Penyakit gangguan endokrin (metabolik).
5. Penyakit pada persendian tulang.
6. Penyakit yang disebabkan proses keganasan
2.4.3 kondisi yang berhubungan dengan proses menua dan rongga mulut
Dengan bertambahnya usia akan disertai dengan perubahan kondisi-kondisi tertentu dan disertai
penyakit-penyakit tertentu, hal tersebut akan memperlihatkan manifestasi di rongga mulut. Seperti
osteoporosis akan terlihat di rongga mulut adanya resorpsi puncak alveolar mandibularis. Diabetes mellitus,
diabetes insipidus, nefritis, terapi obat, anemia pernisiosa iradiasi, pada rongga mulut akan menunjukan
adanya xerostomia. Pada keadaan sirosis hepatis akan terlihat manifestasi oral berupa kanker oral.
Defisiensi vitamin A, B, dan Cakan menimbukan keadaan penyakit periodontal dan glositis.defisiensi
vitamin B pada lidah akan terlihat fisura dan depapilasi lidah. Stress emosional terlihat pada rongga mulut
adanya ulcer, ulkus traumatic, seiolosis angular. Pada keadaan malnutrisi akan terlihat pada rongga mulut
berupa seilosis, bengkak, lidah lunak, papilla hipermik, dan hipertrofik sehingga mudah terjadi pendarahan,
penyusutan gusi, bibir pecah, kering, dan nyeri tekan.
2.5 PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN MORFOLOGIS PADA RONGGA MULUT DAN
JARINGAN RONGGA MULUT LANSIA
Penuaan dapat didefinisikan sebagai suatu hal fisiologis di mana proses tersebut merupakan hal yang
genetik, suatu terminasi yang tak terelakkan dari pertumbuhan normal. Manusia lanjut usia yang biasa
dikenal sebagai istilah manula merupakan tahap akhir siklus kehidupan dari perkembangan normal yang
dialami dan tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Salah satu contohnya adalah kasus kehilangan gigi
karena perubahan kondisi fisik pada rongga mulut.
2.5.1 Teori Penuaan
Salah satu teori proses aging yang diterima secara luas adalah teori Neuroendokrin yang
menguraikan tentang jaringan biokimia yang kompleks yang mengatur pelepasan hormon oleh tubuh
manusia. Hipotalamus melepaskan hormon yang mempunyai bermacam reaksi berantai yang akan
menstimulasikan organ-organ untuk melepaskan hormon yang akan menstimulasikan pelepasan hormon
lain, dan selanjutnya menstimulasikan fungsi-fungsi tubuh. Proses menua menyebabkan penurunan dalam
produksi hormon, sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan tubuh untuk
mengatur dan memperbaiki bagian yang rusak.
Teori ”wear and tear” menyatakan bahwa tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena
penyalahgunaan dan penggunaan yang berlebihan. Organ-organ seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan lain-
lainnya diracuni dengan toksin yang terdapat dalam makanan dan lingkungan, asupan lemak, gula, kafein,
alkohol dan nikotin yang berlebihan, sinaran ultra-violet dari matahari dan banyak lagi faktor fisikal dan
tekanan emosi yang dihadapi oleh tubuh badan manusia. Menurut Harman (1972) yang memperkenalkan
teori radikal bebas, dimana mitokondria bertanggungjawab atas kebanyakan reaksi radikal bebas yang
berlaku dalam sel-sel. Mitokondria menghasilkan radikal bebas secara terus-menerus sepanjang hidup
manusia. Komponen dalam sel tersebut merupakan pengguna oksigen untuk menghasilkan energi dan secara
automatis terlibat dalam menghasilkan radikal bebas spesis oksigen, reactive oxygen species (ROS). ROS
dihasilkan apabila radikal bebas
yang dihasilkan dari aktifitas tubuh, terpapar dengan molekul oksidan dari lingkungan (polusi, radiasi),
nutrisi atau keadaan patologis. ROS (contoh ; H2O2, O2-, OH) dapat mengubah DNA, protein dan
membrana fosfolipid. Reaktifitas dari setiap radikal bebas adalah bervariasi namun dapat menyebabkan
kerusakan yang parah pada molekulmolekul biologis, terutama DNA, protein dan lemak.
Salah satu perubahan yang benar-benar karena usia adalah bahwa perubahan ini memenuhi criteria
berikut:
Perubahan yang terjadi karena usia tidak harus bersifat merusak
Perubahan berlangsung secara progresif
Perubahan ini terlihat pada seluruh anggota spesies
Perubahan ini tidak reversible
2.5.2 Fisiologi proses penuaan secara umum
Tahapan hidup manusia dibagi kepada infancy (lahir – 2 tahun), childhood (3 – 12 tahun), early
adulthood (20 – 39 tahun), middle adulthood (40 – 64 tahun), late adulthood (65+ tahun) dan kematian, atau
berhentinya fungsi dari organ yang vital. Proses penuaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu yang kelihatan dan
yang tidak kelihatan. Perubahan yang dapat dilihat seperti rontoknya rambut serta perubahan warna dari
hitam menjadi putih, kulit yang berkerut dan kendur, berkurangnya daya
pendengaran dan penglihatan, berkurangnya stamina, dan lain-lain. Menurut Janssen (2005), perubahan
yang tidak dapat dilihat adalah sistem internal seperti system kardiovaskular, yang menyebabkan tekanan
darah tinggi dan serangan jantung, berkurangnya kapasitas paru, sistem pencernaan dan lain-lain.
Perubahan-perubahan penting yang terjadi adalah perubahan pada kulit merupakan manifestasi penuaan
yang paling mudah dilihat. Kerutan dan kulit yang kendur disebabkan oleh kurangnya lemak subkutan,
meningkatnya kolagen dan elastin yang terfragmentasi dan tidak elastik.
Pada pembuluh darah, jumlah kolagen meningkat dan menjadi kurang elastis, pembuluh arteri
menjadi kaku, tekanan darah sistolik dan denyut nadi cenderung meningkat. Sering ditemukan
arterosklerosis. Vaskularisasi yang berkurang menyebabkan memburuknya nutrisi dan pemberian oksigen ke
jaringan. Pada gigi, proses penuaan yang terjadi adalah kalsifikasi fibrillar pada pulpa yang terjadi lebih dari
90% gigi tua, dan lesi umum yang berlaku pada gigi tua adalah kalsifikasi pada arteriol. Biasanya kalsifikasi
yang terjadi lebih banyak pada bagian akar dari pulpa jika dibandingkan bagian koronal.
Pada sistem muskulo-skeletal, terjadi atropi secara keseluruhan pada massa otot di mana jaringan
lemak dan jaringan ikat kolagen menggantikan sebagian serat-serat
kontraktil otot. Akibatnya terjadi kemunduran kekuatan, kelenturan, stamina serta tonus otot ketika
melakukan aktifitas. Sebagai contoh, implikasi yang berlaku pada system pernafasan di mana kekuatan otot
yang berkurang menyebabkan manula bernafas secara dangkal. Kehilangan kalsium dan massa tulang yang
menurun sejalan dengan usia, akan menyebabkan osteoporosis di mana terjadi penurunan dimensi tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur. Tulang vertebra yang mengalami kalsifikasi akan
mengakibatkan perubahan postural tubuh.
Tulang alveolar juga mengalami perubahan berupa hilangnya mineral tulang secara umum oleh
karena usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat dipercepat oleh tanggalnya gigi, penyakit
periodontal, protesa yang tidak adekuat, dan karena menderita penyakit sistemik.
Perubahan normal yang berlaku pada sistem kardiovaskular berupa atropi pada otot jantung terutama
ventrikel kiri, kalsifikasi pada vulva jantung, kehilangan elastisitas pada dinding arteri (arteriosclerosis)
serta deposit-deposit yang bertumpuk di dalam arteri(atherosclerosis). Akibatnya terjadi penurunan cardiac
output, sensitifitas baroreseptor serta automatisitas nodus SA. Seterusnya suplai darah yang semakin lemah
akan mengakibatkan penurunan stamina, fungsi ginjal dan hati yang semakin lemah serta berkurangnya
suplai oksigen dan energi ke sel-sel seluruh tubuh.
Secara umum terjadi kemunduran sejumlah organ sejalan dengan meningkatnya usia. Seperti otak,
hati, ginjal, kelenjar saliva, semua perubahan ini dimulai dari sel atau jaringan : seperti ginjal dengan
meningkatnya usia terjadi kerusakan sebagian dari nefron atau dengan kata lain glomeruli yang abnormal
sehingga fungsi dari ginjal akan menurun, osmolariti urine berkurang. Penurunan fungsi sekresi
meningkatkan retensi sampah produk metabolisme dan memiliki potensi penyebab terjadinya kerusakan
skala rendah sel-sel di seluruh tubuh.
Dengan meningkatnya usia, sistem imun secara umumnya akan berkurang efektifitasnya sehingga
akan meningkatkan resiko terhadap penyakit akibat infeksi, berkurangnya kemampuan melawan penyakit,
penyembuhan luka menjadi lambat, dan berkembangnya penyakit autoimun serta kanker.
Pancaindera merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia untuk mengumpulkan informasi
dan mengantisipasi dalam interaksi sosial. Perubahan yang dapat berlaku adalah pada mata (penglihatan),
telinga (pendengaran), hidung (pembauan) dan lidah (pengecapan).
2.5.3 Mukosa mulut normal
2.5.3.1 Histologi mukosa rongga mulut
Mukosa rongga mulut dilapisi oleh epitel berlapis gepeng (stratified squamous epithelium), namun
diklasifikasikan kepada 3 kelompok menurut lokasi dan fungsinya :
a. Mastikatory Mucosa : Mukosa yang terlibat dalam fungsi mastikasi yaitu gingival dan palatum durum,
dilapisi oleh epitel berkeratinisasi yang menyerupai epitel yang melapisi kulit pada tubuh.
b. Lining Mucosa : Mukosa yang memerlukan fleksibilitas untuk membantu proses pengunyahan,
percakapan, maupun penelanan bolus makanan yaitu mukosa pipi, palatum molle dan dasar mulut, dilapisi
oleh epitel yang tidak berkeratinisasi.
c. Specialized Mucosa : Mukosa yang membalut bagian dorsal lidah yang berikatan langsung ke otot lidah.
Mukosa di lidah dilapisi oleh epitel yang berkeratinisasi dan tidak berkeratinisasi.
2.5.3.2 Fisiologi mukosa mulut
Warna mukosa mulut sangat dipengaruhi oleh ketebalan epitel yang menutupinya dan vaskularisasi
pada lamina propria yang terletak dibawahnya. Mukosa mulut kelihatan lebih pucat pada daerah-daerah
dengan tekstur mukosa yang berkeratinisasi seperti pada gingiva dan palatum durum. Warna gingival yang
normal adalah merah jambu (coral pink) dengan tekstur permukaan seperti kulit jeruk (stippling) pada
gingiva cekat dan tekstur yang licin pada gingiva bebas. Warnanya dipengaruhi oleh vaskularisasi, ketebalan
dan derajat keratinisasi epitel, dan keberadaan sel-sel yang mengandung pigmen. Warna gingival bervariasi
antar individu, dan tampaknya berkolerasi dengan pigmentasi pada kulit, artinya warna gingival lebih gelap
pada individu yang warna kulitnya lebih gelap. Biasanya pigmen yang terlibat dalam memberi warna pada
mukosa rongga mulut adalah melanin dan hemoglobin dalam darah. Melanin diproduksi oleh specialized
pigments cells yang dikenal dengan melanocytes, yang terletak di lapisan sel basal epitel rongga mulut.
Vestibulum, pipi, dasar mulut dan bibir bagian dalam memiliki lapisan epitel yang tipis, dapat
digerak-gerakkan dan berwarna merah tua. Oleh karena epitel yang tipislah menyebabkan kapiler-kapiler
yang terdapat dibawahnya dapat terlihat sehingga warna mukosa bagian-bagian rongga mulut tersebut
tampak berwarna merah tua.
Meski beberapa perubahan pada struktur rongga mulut ini dapat dianggap sebagai perubahan yang
benar-benar karena usia, yang lainnya tidak diragukan lagi mempunyai hubungan dengan proses penyakit atau
merupakan kombinasi dari proses patologi dan penuaan. Jaringan-jaringan yang patut dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
1. Tulang
2. Sendi temporomandibula
3. Kelenjar saliva
4. Mukosa mulut
5. Gigi geligi
6. Jaringan periodontal
7. Lidah dan Pengecapan
Tulang
Pada pertumbuhan tulang terdapat suatu periode konsolidasi selama 15 tahun saat terjadi pengendapan
kalsium yang lebih benyak, mengurangi porositas kortikal, dan bertambahnya penebalan kortikal. Massa
tulang dewasa mencapai puncaknya sekitar 35 tahun. Kemudian massa tulang menurun sejalan dengan usia,
dengan hilangnya tulang kortikal maupun tulang trebekular.
Pada lanjut usia terutama wanita makin banyak proporsi tulang kortikal yang dipenuhi oleh pusat-pusat
resorpsi, terutama dekat permukaan endosteum. Factor tambahan pada kerusakan tulang karena usia adalah
ketidaksemimnbangan antara resorpsi dan penggantian tulang pada sistem Haversian. Penuaan juga
mempengaruhi struktur internal tulang yaitu terjadi penurunan ketebalan kortikal yang lebih besar pada
wanita daripada pria. Selain itu tulang biasanya labih rapuh dengan meningkatnya jumlah fraktur mikro dari
trabekula yang tipis yang sembuh dengan lambat karena remodeling yang melemah. Juga ada peningkatan
porositas tulang yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya ruangan vascular.
Tulang alveolar juga mengaami perubahan berupa hilangnya mineral tulang secara umum oleh karena
usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat dipercepat oleh tanggalnya gigi, penyakit periodontal,
protesa yang tidak adekuat, dan karena menderita penyakit sistemik. Penurunan yang hebat dari tinggi
alveolar seringkali merupakan akibat pemakaian gigi tiruan lengkap dalam jangka waktu yang panjang. Di
duga bahwa resorpsi alveolar merupakan akibat yang tidak bisa dihindari dari pemakaian gigi tiruan.
Pemakaian gigi tiruan mempunyai potensi untuk membebani dan merusak tulang alveolar di bawahnya.
Gigi-gigi atas biasanya melebar ke bawah dan keluar, sehingga resorpsi tulangnya terjadi ke arah atas
dan ke dalam. Karena lapisan kortikal yang sebelah luar lebih tipis daripada yang sebelah dalam, resorpsi
lapisan kotikal luar cenderung lebih besar dan cepat. Karena alveolr rahang atas mengalami resopsi, maksila
menjadi lebih kecil dalam segala arah dan menjadi lebih sempit.
Gigi-gigi anterior bawah cenderung miring ke atas dan ke depan terhadap bidang oklusal, sedang gigi
posteriornya sedikit miring ke lingual. Korteks sebelah luar biasanya lebih tebal daripada korteks lingual.
Tulang alveolar rahang bawah tampak seolah-olah bergeser kearah lingual dan ke bawah di daerah anterior,
dan di daerah posterior bergeser ke bukal. Akibatnya lengkung mandibula tampak menjadi lebih lebar.
Sendi Temporomandibula
Penelitian tentang otot-otot penutupan mulut menunjukkan perpanjangan fase konstraksi sejalan dengan
usia, yang menunjukkan perubahan umum dari otot atau hilangnya serabut otot untuk gerakan mandibula
berkaitan dengan pertambahan usia. Reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot rahang ditemukan pada orang
tidak bergigi dibanding yang masih bergigi. Ini membuktikan bahwa tingkat tekanan paengunyahan dan
efisiensi pengunyahan berkurang banyak pada pasien yang gigi-geligi aslinya sudah diganti gigi tiruan.
Meskipun demikian, pemakai gigi tiruan lengkap sering menganggap fungsi pengunyahannya cukup
memuaskan.
Kerusakan pada sisten neuromuskuler selama proses penuaan diperkirakan merupakan disfungsi neuron
motoris yang progresif, yang termanifestasi pertama kali berupa meningkatnya ketidakmampuan neuron
motoris untuk mempertahankan serabut-serabut otot dalam kondisi yang baik. Setelah neuron motoris
mengalami degenerasi, neuron bersebelahan mulai tumbuh dan mengambil ailh pasokan pada beberapa
serabut otot.
Kelenjar Saliva
Telah diketahui bahwa fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaaan
normal pada proses penuaan manusia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan
istirahat, saat berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia atau mulut kering sering
ditemukan pada orang tua daripada orang muda yang disebabkan oleh perubahan karena usia pada kelenjar
itu sendiri.
Fungsi utama dari saliva adalah pelumasan, buffer, dan perlindungan untuk jaringan lunak dan keras
pada rongga mulut. Jadi, penurunan aliran saliva akan mempersulit fungsi bicara dan penelanan, serta
menaikkan jumlah karies gigi, dan meningkatkan kerentanan mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi
microbial.
Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi epitel saliva, atrofi, hilangnya asini dan fibrosis terjadi
dengan frekuensi dan keparahan yang meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat dikatakan
bahwa saliva nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua. Xerostomia
juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan oleh pasien, biasanya untuk mengatasi keluhan
pencernaan, depresi, atau insomnia.
Mukosa Mulut
Mukosa rongga mulut memiliki sedikit toleransi atau lebih sensitif terhadap iritasi dan cedera, toleransi
ini makin menurun jika terdapat kelainan sistemik. Perubahan mukosa pada penggunaan gigi tiruan di
gambarkan sebagai batas patologis tetapi tanpa peradangan klinis yang nyata, penurunan penandukan atau
ketebalan mukosa biasa terjadi pada mukosa pendukung gigi tiruan.
Pemeriksaan sitologik terhadap mukosa pendukung juga menunjukkan adanya penurunan dalam jumlah
sel yang mengalami penandukan. Tetapi respon epitel mulut terhadap pemasangan gigi tiruan berbeda-beda,
seringkali peradangan mukosa berjalan secara bertahap tanpa adanya rasa sakit. Beberapa perubahan intra
oral dapat terlihat termasuk kelenjar sebasea yang menonjol yang kemungkinan disebabkan oleh penipisan
mukosa dan beberapa permukaan mukosa yang tampak halus.
Gigi
Gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan bertambahnya usia perubahan ini
bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi disebabkan oleh refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan
kebiasaan. Email mengalami perubahan pada yang nyata karena pertanbahan usia, termasuk kenaikan
konsetrasi nitrogen dan fluoride sejalan usia. Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia
menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa.
Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal pasien lansia yang masih begigi mempunyai kapasitas untuk bertahan, mengatasi,
dan memperbaiki kerusakan akibat penyakit periodontal, tetapi
perubahan akibat proses penuaan menunjukkan adanya peningkatan keretanan. Penelitian menunjukkan
bahwa prevalensi dan keparahan dari penyakit periodontal meningkat sejalan dengan usia.
Jaringan periodontal yang meliputi gingiva, ligament periodontal, tulang alveolar dan sementum secara
keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan usia. Epitel mulut bertambah tipis sejalan dengan usia, keratin
berkurang, dan terdapat peningkatan kepadatan sel. Komponen selular dari jaringan ikat juga berkurang
dengan bertambahnya usia. Pada ligamen periodontal komponen serabut dan selnya menurun sementara
struktur ligamen menjadi lebih tidak teratur. Semakin dikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi
beban oklusalnya, hal ini mengakibatkan melebarnya ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi.
Lidah dan Pengecapan
Lidah mungkin menjadi halus dan mengkilat atau merah dan meradang. Bermaca-maam gejala dapat
terjadai pada mukosa lidah, dengan keluhan-keluhan nyeri, panas, atau sensari rasa yang berkurang. Sensasi
ini biasanya pada orang uisa lanjut dan pada wanita pasca menopause.
Permukaan lidah ditutupi oleh banyak papilla pengeecap, terdapat empat tipe papilla yaitu papilla
filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan foliate. Sebagian papilla pengecap terletak di lidah dan beberapa
ditemukan pada palatum, epiglottis, laring dan faring. Pada manuasia terdapat sekitar 10.000 putik kecap,
dengan bertambahnya umur jumlahnya dapat berkurang secara drastis.
Xerostomia
Xerostomia lebih sering disebut dengan mulut kering, xerostomia mungkin terjadi pada setiap usia,
namun kondisi ini lebih sering dengan bertambahnya usia. Lebih dari 24% dari orang tua mengeluhkan
kekeringan mulut sehari-hari. Dan selain itu perempuan juga lebih sering dibandingkan dengan laki-laki.
Namun, xerostomia bukanlah hasil dari penuaan, hal ini juga dapat terjadi dalam hubungan dengan penyakit
tertentu atau sebagai efek samping dari obat. Dan lebih umum terjadi dikalangan lansia.
Saliva
Sekresi saliva sebagai pelindung alamiah karena saliva mempertahankan jaringan rongga mulut
dalam kodisi fisiologis. Pengaruh dari saliva mayor pada plak dengan pembersih mekanis yang ditunjukkan
pada permukaan mukosa dengan asam bufer sebagai bakteri dan kontrol aktifitas bakteri.
Saiva mengandung banyak inorganik dan organik yang mempengaruhi bakteri dan produknya
dilingkungan rongga mulut. Faktor inorganik mengandung ion dan gas bicarbonat, sodium, potasium, fospat,
kalsium, flouride, amonium dan karbondioksida. Faktor organik mengandung lisosom, lactoferin,
myeloperoxsidase, laktoperoxsidase dan aglutinin seperti glikoprotein, mucin, β2-makroglobulin, fibronecin
dan antibodi.
Komponen saliva berfungsi untuk mempertahankan pH netral pada 6,5-7,4 lisan dan remineralize,
kehilangan gigi struktur dari kerusakan gigi awal. Selanjutnya, saliva antibodi melindungi jaringan keras dan
lunak mulut melawan mikroorganisme ganas rongga mulut. Diantara enzim air liur, amilase sangat penting
selama proses pencernaan karena itu merusak karbohidrat kompleks memasuki saluran pencernaan, Air liur
juga bertindak sebagai pelarut untuk dan pembawa rasa zat yang memfasilitasi dan meningkatkan persepsi
selera. Selanjutnya, air liur melakukan fungsi penting menipiskan zat yang ada di dalam rongga mulut,
proses yang disebut sebagai pembersihan saliva atau clearance lisan.