Pemeriksaan Lab Dan Kegawatdaruratan Kelainan Perdarahan

Post on 04-Jul-2015

428 views 23 download

Transcript of Pemeriksaan Lab Dan Kegawatdaruratan Kelainan Perdarahan

Trombosit dan Kelainan Perdarahan: Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium dan Kegawatdaruratan Oleh Naldo Sofian, 0806451473 A. Pengantar Dalam mengenali kelainan dalam perdarahan, pemeriksaan fisik seringkali tidak menunjukkan kelainan spesifik. Oleh karena itu, tindakan yang tepat dan cepat sangat diperlukan untuk segera mendiagnosis dan menatalaksana keadaan pasien, terutama dalam keadaan gawat darurat. Untuk itu, penulis membahas mengenai interpretasi pemeriksaan laboratorium serta tindakan kegawatdaruratan yang diperlukan, khusus bagi pasien dengan keadaan demikian. B. Isi 1. Sekilas Fisiologi Pembekuan Darah

Gambar 1 Diagram skematik hemostasis dan penghambat alaminya

Mekanisme dari hemostasis diperlihatkan pada gambar 1. Semuanya berjalan dalam keadaan seimbang. Oleh karena itu, faktor pembekuan memiliki penghambat alamiahnya berupa antitrombin (AT), heparin endogen, fibronectin, atau cryoglobulun. Gangguan pada salah satu kelompok pengatur hemostasis ini, baik pro- maupun anti- dari pembekuan ini, menyebabkan gangguan tersebut. Gangguan itu berupa jumlah abnormal maupun malfungsi akibat mutasi atau penghambat lain (contoh: antibodi). Tabel 1. Protein dan sistem koagulasi dalam plasma

Gambar 2 Fibrinolisis

2. Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium a. Pendekatan Diagnostik Tabel 3. Defisiensi faktor koagulasi2

Tabel 4. Pola perdarahan pada kelainan hemostasis secara klinis1

Tabel 5. Manifestasi klinis defisiensi faktor koagulasi1,2

Tabel 6. Faktor-faktor yang mepengaruhi pengukuran faktor trombofilik

b. Konsep dan Langkah Pemeriksaan Laboratorium Pada Pembekuan Darah Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai dengan proses fisiologis yang seharusnya terjadi. Proses fisiologis tersebut sebenarnya dimulai dengan peningkatan pembentukan kompleks faktor jaringan dengan faktor VIIa (tissue factor/factor VIIa). Karena tidak adanya pemeriksaan langsung terhadap peningkatan kompleks dan kebanyakan keadaan fisiologis tersebut, kita dapat melakukan pemeriksaan pada tahapan pembekuan tertentu. Selain itu, dasar pemeriksaan dilakukan dengan melihat kecepatan pembekuan darah.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan diuraikan sebagai berikut: 1. Activated Partial Thromboplastin Time (PTT) PTT dapat diukur dengan adanya aktivasi pada tahapan awal dari sistem pembekuan tersebut. Hal itu perlu diperhatikan karena dapat terjadi autoaktivasi ketika adanya partikel bermuatan negative yang mengaktivasi faktor XII agar menjadi faktor XIIa. Akibatnya, terjadi reaksiGambar 3 Sistem koagulasi berdasarkan pemeriksaan laboratorium

proteolitik yang dideteksi sebagai kelebihan protein dari hemostasis fisiologis yang seharusnya terjadi.

Pemeriksaan yang dilakukan menggunakan campuran permukaan negatif (sehingga disebut activated), fosfolipid, dan plasma pasien yang sudah diberi antikoagulasi selama beberapa menit. Ada pun perbandingan antara antikoagulan dan darah menyeluruh (whole blood) 1:9. Perhitungan waktu pembekuan dilakukan sesudah pemberian CaCl2. 2. Prothrombin Time (PT) PT diinduksi karena adanya faktor jaringan (tissue factor) yang berlebihan. Hal tersebut berakibat pada peningkatan efek inhibisi pada tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Bahkan, aktivasinya dapat mengaktifkan langsung faktor X menjadi faktor Xa tanpa melalui aktivasi faktor IX. Pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan tissue thromboplastin dan plasma dari pasien. Campuran ini kemudian diinkubasi beberapa menit sebelum diberikan CaCl2 dan dihitung waktu pembekuannya. 3. Thrombin Time (TT) / Thrombin Clotting Time (TCT) Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan thrombin eksogen yang ditambahkan pada plasma, kemudian diukur waktu pembekuannya. Fungsi pemeriksaan ini adalah untuk menilai fungsi dari fibrinogen.1 Selain itu, TT menunjukkan adanya penghambatan pada kerja fibrin (cth: heparin) maupunpolimerisasinya (cth: protein myeloma). Pengaruh heparin dapat ditiadakan dengan memeriksa reptilase time.

Gambar 4 Skrining tes koagulasi.

Dengan adanya pemanjangan waktu ini, sebenarnya dapat dilakukan normalisasi dengan cara mencampur plasma normal dengan plasma pasien dengan perbandingan 1:1. Kegagalan koreksi ini menunjukkan adanya inhibitor dari koagulasi tersebut, seperti heparin.2 4. Bleeding Time (BT) BT dipengaruhi oleh jumlah dan fungsi trombosit, posisi, kedalaman insisi, konsistensi tekaan di atas insisi, pengobatan, konsentrasi hemoglobin, dan fungsi ginjal. BT berguna untuk diagnosis, tetapi kurang dapat dipercaya untuk memprediksi kejadian perdarahan secara klinis.2 c. Interpretasi PT normal berlangsung antara 10-13 detik dengan INR 1.0, sedangkan PTT normal berlangsung antara 25-40 detik. Ada pun TT normal berlangsung selama 10 detik. Defek pada PT, menunjukkan adana gangguan pada faktor VII, X, V, II, dan fibrinogen. Berkurangnya waktu pada PTT dicurigai menimbulkan peningkatan faktor koagulasi, terutama faktor VIII.2

Tabel 7. Diagnosis banding dari tes skrining untuk kelainan koagulasi1,2

Pemeriksaan Lab (pemanjangan) PT PTT TT BT Pemeriksaan Lain

vWF

VIII IX + +

II + +

V + + (+)

VII +

Defisiensi Faktor X XI XIII + + + (+) Stypven time

+

Fibrinogen + + + (+)

Dysfibrinogemia + (+) + Reptilase, Euglobin Lysis

Stypven time

5M Urea

Perlu diperhatikan bahwa antar reagen memiliki perbedaan sensitivitas dalam mendeteksi penurunan kadar faktor koagulasi tertentu dalam pemeriksaan PTT mapun PT.a Umumnya, penurunan hingga 20-50% kadar normal barulah menyebabkan pemanjangan PTTb maupun PTc sehingga keadaan abnormal yang ringan (cth: defisiensi faktor koagulasi), tidak terdeteksi dalam tes koagulasi.1,2 Selain itu, hubungan penurunan faktor koagulasi tertentu dengan waktu pemanjangan PTT dan PT digambarkan dengan kurva hiperbola. Oleh karena itu, pemeriksaan juga perlu memperhatikan keadaan klinis terhadap ada tidaknya perdarahan. Variasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: I. Jika terlihat pemanjangan PTT dengan perdarahan kecenderungan adanya defek pada faktor VIII, IX, atau XI berkurang. II. Jika hanya ada pemanjangan PTT, kemungkinan ada lupus anticoagulant dan ada penurunan kemungkinan defek pada faktor XII, prekallikrein, dan high-molecular-weight kininogen.

Defisiensi faktor XI berhubungan dengan kecenderungan perdarahan yang sangat ringan. Adapun keduanya baru menunjukkan defisiensi fibrinogen ketika fibrinogen kurang dari 100 mg/dl.2 b PTT baru menunjukkan defisiensi ketika faktor XII, HMW kininogen, prekallikrein, dan XI berada kurang dari 50%; VIII, IX kurang dari 20%; X,V,II kurang dari 30-50% 2 c PT baru menunjukkan defisiensi pada faktor VII, X, dan V ketika kadarnya kurang dari 50% dan II ketika kurang dari 30%. 2

a

III. IV.

Jika ada pemanjangan PT dengan perdarahan menunjukkan adanya defisiensi sebagain dari faktor VIId. Defek pada jalur bersama (fibrinogen, faktor II, V, dan X) juga dapat dilihat pertama kali dari pemanjangan PT, tetapi biasanya baru terlihat dengan adanya pemanjangan pada PT maupun PTT. Namun, hati-hati dalam mendiagnosis dari keadaan ini, terutama akibat defisiensi vitamin K, transfusi massif, DIC, penyakit hati, dan terapi antikoagulan. Defisiensi vitamin K dan penyakit hati berhubungan dengan defek pada faktor II, VII, IX, X, protein C, S, dan Z.

Keadaan langka yang tidak terlihat dengan pemeriksaan rutin antara lain berupa defek faktor XIII, 2-antiplasmin, dan plasminogen activator inhibitor-1. Defek ketiganya umumnya memperlihatkan keadaan hiperfibrinolitik. Adanya perbedaan reagen juga memunculkan adanya International Normaized Ratio (INR) sebagai standar. INR merupakan perbandingan antara PT dari pasien (observed value) dengan rata-rata nilai normal PT untuk laboratorium atau institusi terkait (berupa referensi dari tromboplastin).1,2 3. Penanganan Dalam Kegawatdaruratan a. Pertolongan Pertama Tindakan pertolongan pertama yang umum dilakukan terhadap perdarahan dan luka adalah dengan menekan langsung perdarahan, tourniquet, penekanan titik (pressure point) dan elevasi, dan bahan hemostasis. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.3 Penekanan dilakukan dengan menggunakan bahan tertentu (cth: kain) harus cukup kuat dan bertahan dalam waktu lama. Jika perdarahan terjadi terus-menerus, tambahkan kain. Jika tidak memungkinkan untuk ditahan dalam waktu lama, gunakan perban elastik di atas kain tersebut. Tourniquet hanya diindikasikan jika perdarahan tidak berhenti dengan menggunakan penekanan langsung karena berbagai komplikasi, mulai dari kerusakan otot dan saraf, asidemia, aritmia, syok, hingga kematian. Oleh karena komplikasi ini pula, perlu dilaporkan durasi pemakaian tourniquet kepada petugas terkait. Ada pun elevasi dan penggunakan penekanan titik kini tidak dianjurkan seiring dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya lebih efektif dan tidak ada perbedaan bermakna pada pulsasi distal pada sukarelawan. Penggunaan bahan hemostatik untuk pertolongan pertama belum dianjurkan karena efektivitas yang bervariasi dan potensi adverse effect, termasuk di dalamnya berupa kerusakan jaringan dan induksi keadaan proembolik dan kerusakan termal. Prinsip lainnya adalah keadaan luka yang lebih mudah sembuh jika tidak ada infeksi, oleh karena itu adanya air bersih mengalir dand

Defisiensi faktor X dapat dibedakan dengan defisiensi faktor VII dengan Stypven time

antibiotik penting untuk penyembuhan luka. Air hangat lebih dianjurkan daripada air dingin karena lebih nyaman meskipun efektivitasnya sama.3 b. Tindak Lanjut di Unit Gawat Darurat Hemofilia A Prinsip utama dari penanganan khusus pada hemophilia adalah mengontrol perdarahan, menghindari prosedur yang memicu perdarahan (kecuali sangat diperlukan), memulai imunosupresi untuk eradikasi inhibitor, dan menangani penyakit yang dialami. Tindakan tertentu seperti pungsi vena, penggantian kanul vena, dan pengukuran tekanan darah dapat menyebabkan perdarahan serius, sedangkan suntikan intramuskular dikontraindikasikan. Pengobatan yang dapat diberikan berupa rekombinan faktor VIIa (rFVIIa), activated prothrombin complex concentrate (aPCC), factor VIII inhibitor complex concentrate (FEIBA), faktor VIII (untuk kasus serius), dan desmopressin (kasus perdarahan minor).4

Gambar 5 Rekomendasi algoritma dalam konsensus penangana pasien yang diduga hemofilia A4

C. Penutup a. Hubungan dengan Pemicu Perdarahan yang terjadi pada pemicu disebabkan oleh tindakan operatif berupa pencabutan gigi pada anak. Tindakan ini merupakan salah satu tindakan medis yang rutin dilakukan dokter, tetapi penanganannya akan berbeda ketika menghadapi pasien dengan kelainan perdarahan. Permasalahan perdarahan ini tidak saja timbul karena tindakan operatif pada mulut, tetapi juga saat erupsi gigi, perdarahan gusi, dan beberapa kelainan gigi seperti karies.

Pada kasus erupsi gigi, kejadiannya sering terjadi pada semua anak (hingga 17 tahun). Khusus pada infant, akar giginya bersifat mobile sehingga rentan berdarah. Resiko perdarahan saat tanggalnya gigi dapat dikurangi dengan membiarkan gigi tanggal dengan sendirinya tanpa ditarik. Oleh karena itu perlu disiapkan antifibrinolitik. Desmopressin hanya dianjurkan pada hemophilia A dan von Willebrand Disease (vWD), bukan hemophilia B. Ada pun jika terjadi perdarahan, anak tersebut perlu menggigit gauze pad atau kantong teh yang lembab sebagai tindakan awal. Ada pun makanan yang dianjurkan adalah makanan lembut tetapi cukup dingin (cth: yogurt). Hindari mengonsumsi makanan panas dan menggunakan sedotan. Semuanya ini untuk menjaga bekuan darah hingga daerah tersebut sembuh. Anak diperbolehkan menggunakan kawat gigi, tetapi hati-hati saat pemasangan karena dapat mengiritasi gusi. Bila perlu, tambahkan dental wax di tepi kawat gigi. Perdarahan pada gusi merupakan tanda adanya penyakit gingivitis, von Willebrand Disease, dan trombositopenia dan seringkali keberadaan plak gigi menjadi penyebabnya. Jika terjadi perdarahan dalam waktu 20 menit atau berhenti lalu muncul kembali, dapat diberikan konsentrat faktor koagulasi atau terapi lainnya (asam tranexamik), tetapi hal ini tidak menangani penyakit yang dialaminya. Ada pula penggunaan 50 IU/KgBB faktor VIII untuk hemophilia A dan 100 IU/KgBB faktor IX di hemophilia B. Tindakan ini diperlukan sebelum dibawa ke Hemophilia Treatment Centre (HTC). Pencegahan utama dari perdarahan pada gusi adalah menjaga kebersihan mulut. Jika gusi sehat, perdarahan tidak akan terjadi walaupun pada pasien dengan hemophilia, kecuali menyikat gigi terlalu keras. Ada baiknya juga pasien yang mudah mengalami perdarahan menggunakan pasta gigi ber-fluoride untuk memperkuat email dan melindung karies. Namun, hindari penggunaan alat pembersih sela gigi (interdental cleaning devices; cth: dental floss dan dental tape) Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi rekuensi dan jumlah gula dalam diet, hindari merokok, dan menyikat gigi minimal 2 kali sehari. D. Daftar Pustaka 1. Marlar RA, Fink LM, Miller JL. Laboratory approach to thrombotic risk. Dalam: McPherson RA, Pincus MR. Henry s clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke21. Philadelphia: Saunders Elsevier. p771, 2007. 2. Simmons ED. Bleeding&hemostasis. Dalam: Bongard FS, Sue DY. Current critical care diagnosis & treatment. Edisi ke-2. San Fransisco: McGraw Hill,2003. 3. Markenson D, Ferguson JD, Chameides L, Cassan P, Chung KL, Epstein J, et al. Part 17: First Aid: 2010 American Heart Association and American Red Cross guidelines for first aid. Circulation. 1 Desember 2010 [Diakses 19 Mei 2011]; 122:S934-46. Tersedia di:

http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/122/18_suppl_3/S9344. Collins P, Baudo F, Huth-Kuhne A, Ingerslev J, Kessler CM, Castellano MEM, et al. Consensus recommendations for the diagnosis and treatment of acquired hemophilia A. BMC Research Notes [Internet]. 2010 [Diakses 19 Mei 2011];3:161. Tersedia di: http://www.biomedcentral.com/1756-0500/3/161