Post on 21-Jan-2016
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di ruang Geriatri RSUP Karyadi
Semarang pada hari kamis tanggal 6 september 2013 jam 15.30- 16.30 WIB dengan Perawat
S bahwa sistem SP2KP sudah dilaksanakan disana mulai sejak tahun 2007 tetapi pada tahun
tersebut sistem SP2KP belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, baru pada tahun 2008
penerapan sistem SP2KP sudah terlaksana dengan baik.
Sebelum menggunakan sistem SP2KP di Rumah Sakit Karyadi ketenagaannya
( perawat ) dalam pemberian pelayanan keperawatan belum ada pembagian tugas yang jelas
semua kedudukan perawat disamaratakan sebagai perawat perawat primer tetapi setelah
dilaksanakan sistem SP2KP pembagian tugas perawat sudah jelas, disisi telah ditetapkan
pembagian seperti kepala ruang, katim dan perawat asociet. Kepala ruang bertugas
menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan, memberikan pengarahan kepada ketua
tim, melakukan supervisi dan evaluasi, untuk menjadi kepala ruang dari hasil wawancara
kualifikasi atau pendidikan tidak terlalu dipermasalahkan baik DIII maupun S1 atau yang
lainnya hanya saja syarat menjadi kepala ruang harus memiliki masa kerja minimal 9 tahun
dan lulus uji PK ( Perawat Klinik) minimal 3 kali. Sedangkan ketua tim bertugas
memanajemen dan mengingatkan tugas yang harus dilaksanakan pada perawat asosiet dan
kualifikasi atau pendidikan juga tidak dipermasalahkan hanya saja seperti kepala ruang harus
mempunyai masa kerja 9 tahun dan lulus uji PK ( Perawat Klinik ) sebanyak 2- 3 kali .
Perawat asosiet berpendidikan minimal DIII atau S1 dan kebanyakan belum pernah
mengikuti uji PK, walaupu ada biasanya baru mengikuti uji PK( Perawat Klinik ) 1.
Dalam Sistem SP2KP yang digunakan ruang Geriatri RSUP Kariadi Semarang setiap
ruangan dipimpin oleh 1 kepala ruang dengan dibantu oleh 3 ketua tim dan masing- masing
tim terdiri dari 9 orang perawat asosiet yang terbagi dalam 3 sift ( masing- masing sift terdiri
dari 3 perawat asosiet). Ketua tim hanya bertugas pada pagi hari saja akan tetapi ketua tim
sudah memanajemen atau merancang asuhan keparawatan yang akan dilaksanakan pada sift
pagi, siang dan malam yang akan disampaikan pada setiap operan berlangsung. Pada sift pagi
terdapat pre dan post conference, sedangkan pada sift siang dan malam hanya dilakukan
operan saja. Tim dibagi menjadi tim a, tim b, dan tim c. Tim a dan tim b bertugas merawat 8
kamar, sedangkan tim c merawat 10 kamar.
Metode asuhan keperawatan yang diterapkan di ruang Geriatri RSUP Karyadi
Semarang dengan sistem SP2KP menggunakan metode Tim, akan tetapi selain diruang
Geriatri ada yang menggunakan sistem moduler dan sistem campuran ( moduler dan tim).
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa dengan menggunakan metode tim format
pendokumentasian lebih jelas dan tertata rapi, misalnya dalam pengkajian pasien hanya
dilakukan oleh ketua tim, sedangkan pada siang dan malam hari pengkajian dilakukan oleh
perawat jaga yang nantinya akan dilengkapi oleh ketua tim pada sift pagi.Selain itu pada
sistem S2KP setiap perawat diwajibkan memberikan edukasi pada semua pasien dan keluarga
seperti langkah cuci tangan yang baik dan benar, mengeluarkan dahak yang baik dan benar,
dan memberikan informasi perawat yang akan merawat serta ketua timnya. Jika ada
kesalahan dari tenaga medis lainnya misalnya kesalahan obat yang diberikan dari apotik
perawat diminta untuk membuat surat pernyataan tentang kesalahan tersebut kemudian
diberikan oleh kepala ruang untuk ditindak lanjuti, begitu juga ketika seorang perawat
melakukan kesalahan maka perawat tersebut wajib membuat surat pernyataan tentang
kesalahannya dan diberikan kepada kepala ruang untuk ditindak lanjuti juga.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kelompok kami lakukan di RSUP Karyadi
Semarang didapatkan beberapa fenomena mengenai sistem SP2KP yang dilaksanakan disana
seperti:
1. Fenomena tentang pembedaan jabatan yang lebih mementingkan lama kerja dibandingkan
dengan derajat pendidikan. Misalnya kulifikasi S1 belum tentu mempunyai kedudukan lebih
tinggi dibandingkan DIII apabila dia belum memiliki pengalaman kerja. Dari hasil
wawancara ditemukan perawat asosiet dengan pendidikan S1 sedangkan ketua tim dengan
pendidikan DIII.
2. Fenomena tentang jumlah ketenagaan ( perawat ) disetiap sift berjumlah 9 orang perawat
asosiet yang terbagi dalam 3 tim ( tim a, tim b, tim c), dan pada sift pagi ditambah 1 katim
pada setiap tim dan 1 kepala ruang. Permasalahan yang sering muncul pada kasus seperti
tersebut adalah jika terdapat salah seorang perawat yang berlahangan hadir secara tiba- tiba,
sehingga biasanya kepala ruang harus mengambil salah seorang perawat asosiet dari tim lain
yang berada pada satu sift.
Pembahasan
Fenomena 1
Fenomena tentang pembedaan jabatan yang lebih mementingkan lama kerja dibandingkan
dengan derajat pendidikan. Misalnya kulifikasi S1 belum tentu mempunyai kedudukan lebih
tinggi dibandingkan DIII apabila dia belum memiliki pengalaman kerja. Dari hasil
wawancara ditemukan perawat asosiet dengan pendidikan S1 sedangkan ketua tim dengan
pendidikan DIII. Berdasarkan terori yag ada, jenis ketenagaan dalam sistem pelayanan
profesional dibagi menjadi:
a. Kepala Ruangan
Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang adalah perawat dengan kemampuan
DIII keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun
b. Clinical care manager ( CCM)
Clinical care manager adalah seseorang dengan pendidikan S1 keperawatan/Ners, dengan
pengalaman kerja lebih dari 3 tahun
c. Perawat primer ( PP)
Perawat primer pada MPKP pemula adalah seseorang yang berpendidikan DIII, Tugas
perawat primer adalah, memimpin dan bertanggung jawab pada pelaksanaan asuhan dan
pelayanan keperawatan serta pendokumentasian dan administrasi pada sekelompok pasien
yang menjadi tanggung jawabnya. Berpartisipasi dalam visite dokter, mengatasi
permasalahan/ konflik pasien, penunggu dan petugas diareanya, mengkoordinasikan proses
pelayanan kepada kepala ruangan mengatur dan memantau semua proses asuhan keperawatan
di area kelolaan dan memastikan kelengkapan pendokumentasian dan administrasi dari klien
masuk sampai pulang.
d. Perawat Asosiet ( PA)
Pada MPKP pemula perawat Asosiet adalah yang berpendidikan DIII keperawatan, dan tidak
menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan SPK tugas PA dalah bertanggunga
jawab dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang menjadi tanggungjawabnya.
Melaksanakan dokumentasi keperawatan dan berkoordinasi dengan perawat primer untuk
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengaturan tanggung jawab PP lebih ditekankan pada
peleksanaan terapi keperawatan karena bentuk tindakannya lebih pada interaksi, adaptasi
yang memerlukan konsep dan analisa yang tinggi, tindakan yang tidak memerlukan analisis
dapat dilakukan oleh PA.
Dari hasil teori tersebut terdapat kesenjangan antar teori dengan realita yang ada, menurut
teori kualifikasi perawat asosiet adalah yang berpendidikan DIII keperawatan, dan tidak
menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan SPK tetapi pada kenyataannya masih
banyak ditemukan perawat asosiet yang berpendidikan S1. Hal ini disebabkan oleh faktor
pengalaman kerja yang dianggap mendapat peranan penting. Akan tetapi syarat untuk
menjadi ketua tim dan jabatan tinggi lainnya di RSUP Kariadi, Semarag harus sesuai dengan
kualifikasi yang ada yaitu minimal DIII, berpengalaman kerja minimal 9 tahun dan telah lulu
uji PK 3 (Perawat Klinik 3).
Fenomena 2
Fenomena tentang jumlah ketenagaan ( perawat ) disetiap sift berjumlah 9 orang perawat
asosiet yang terbagi dalam 3 tim ( tim a, tim b, tim c), dan pada sift pagi ditambah 1 katim
pada setiap tim dan 1 kepala ruang. Permasalahan yang sering muncul jika dilihat dari hasil
wawancara tersebut jumlah perawat tidak seimbang dengan pasien yang dirawat sekitar 32
pasien dimasing- masing tim sehingga pelayanan profesional yang diberikan terlihat kurang
maksimal. Berdasarkan teori ketenagaan keperawatan menurut Doughlas yaitu:
Menurut Douglas(1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang
diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien.
Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan
pasien dibagi 3 kategori, yaitu :
1) Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam yang terdiri atas :
a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b) Makan dan minum dilakukan sendiri
c) Ambulasi dengan pengawasan
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
f) Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
2) Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri
atas :
a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d) Voley kateter/intake output dicatat
e) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan
prosedur
3) Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam:
a) Segala diberikan/dibantu
b) Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
c) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
d) Pemakaian suction
e) Gelisah/disorientasi
Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang dibutuhkan
perpasien untuk dinas pagi, sore dan malam.
Waktu
KlasifikasiPagi Sore Malam
Minimal
Partial
Total
0,17
0,27
0,36
0,14
0,15
0,30
0,10
0,07
0,20
Sebagai contoh :
Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien minimal, 15
pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang diperlukan untuk jaga
pagi adalah :
10 x 0,17 = 1,7
15 x 0,27 = 4,05
5 x 0,36 = 1,8 +
Jumlah = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang
dibutuhkan untuk dinas pagi.
Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan
sebaiknya dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu yang
sama. Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut
perhitungan Douhglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan pada
ruang tersebut adalah :
Perawat shift = 10 orang
Libur cuti = 5 orang
Ketua tim = 3 orang
Kepala Ruangan = 1 orang +
Jumlah = 19 orang
Dari hasil teori tersebut semua pasien digolongkan menjadi 3 jenis yaitu pasien minimal,
pasien partial dan pasien total, sedangkan menurut realita yang ada pada sistem SP2KP di
RSUP Kariadi Semarang tidak menggunakan penggolongan pasien seperti yang dikemukakan
teori Doughlas, hanya saja di RSUP Kariadi hanya membagi kelas tanpa membandingkan
penggolongan keparahan penyakit pasien. Jadi secara tidak langsung pembagian jumlah
perawat untuk memberikan pelayanan profesional kepada pasien kurang maksimal.