pembahasan MPKP

9
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di ruang Geriatri RSUP Karyadi Semarang pada hari kamis tanggal 6 september 2013 jam 15.30- 16.30 WIB dengan Perawat S bahwa sistem SP2KP sudah dilaksanakan disana mulai sejak tahun 2007 tetapi pada tahun tersebut sistem SP2KP belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, baru pada tahun 2008 penerapan sistem SP2KP sudah terlaksana dengan baik. Sebelum menggunakan sistem SP2KP di Rumah Sakit Karyadi ketenagaannya ( perawat ) dalam pemberian pelayanan keperawatan belum ada pembagian tugas yang jelas semua kedudukan perawat disamaratakan sebagai perawat perawat primer tetapi setelah dilaksanakan sistem SP2KP pembagian tugas perawat sudah jelas, disisi telah ditetapkan pembagian seperti kepala ruang, katim dan perawat asociet. Kepala ruang bertugas menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan, memberikan pengarahan kepada ketua tim, melakukan supervisi dan evaluasi, untuk menjadi kepala ruang dari hasil wawancara kualifikasi atau pendidikan tidak terlalu dipermasalahkan baik DIII maupun S1 atau yang lainnya hanya saja syarat menjadi kepala ruang harus memiliki masa kerja minimal 9 tahun dan lulus uji PK ( Perawat Klinik) minimal 3 kali. Sedangkan ketua tim bertugas memanajemen dan mengingatkan tugas yang harus dilaksanakan pada perawat asosiet dan kualifikasi atau pendidikan juga tidak dipermasalahkan hanya saja seperti kepala ruang harus mempunyai masa kerja 9 tahun dan lulus uji PK ( Perawat Klinik ) sebanyak 2- 3 kali . Perawat asosiet berpendidikan minimal DIII atau S1 dan kebanyakan belum pernah mengikuti uji PK,

Transcript of pembahasan MPKP

Page 1: pembahasan MPKP

Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di ruang Geriatri RSUP Karyadi

Semarang pada hari kamis tanggal 6 september 2013 jam 15.30- 16.30 WIB dengan Perawat

S bahwa sistem SP2KP sudah dilaksanakan disana mulai sejak tahun 2007 tetapi pada tahun

tersebut sistem SP2KP belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, baru pada tahun 2008

penerapan sistem SP2KP sudah terlaksana dengan baik.

Sebelum menggunakan sistem SP2KP di Rumah Sakit Karyadi ketenagaannya

( perawat ) dalam pemberian pelayanan keperawatan belum ada pembagian tugas yang jelas

semua kedudukan perawat disamaratakan sebagai perawat perawat primer tetapi setelah

dilaksanakan sistem SP2KP pembagian tugas perawat sudah jelas, disisi telah ditetapkan

pembagian seperti kepala ruang, katim dan perawat asociet. Kepala ruang bertugas

menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan, memberikan pengarahan kepada ketua

tim, melakukan supervisi dan evaluasi, untuk menjadi kepala ruang dari hasil wawancara

kualifikasi atau pendidikan tidak terlalu dipermasalahkan baik DIII maupun S1 atau yang

lainnya hanya saja syarat menjadi kepala ruang harus memiliki masa kerja minimal 9 tahun

dan lulus uji PK ( Perawat Klinik) minimal 3 kali. Sedangkan ketua tim bertugas

memanajemen dan mengingatkan tugas yang harus dilaksanakan pada perawat asosiet dan

kualifikasi atau pendidikan juga tidak dipermasalahkan hanya saja seperti kepala ruang harus

mempunyai masa kerja 9 tahun dan lulus uji PK ( Perawat Klinik ) sebanyak 2- 3 kali .

Perawat asosiet berpendidikan minimal DIII atau S1 dan kebanyakan belum pernah

mengikuti uji PK, walaupu ada biasanya baru mengikuti uji PK( Perawat Klinik ) 1.

Dalam Sistem SP2KP yang digunakan ruang Geriatri RSUP Kariadi Semarang setiap

ruangan dipimpin oleh 1 kepala ruang dengan dibantu oleh 3 ketua tim dan masing- masing

tim terdiri dari 9 orang perawat asosiet yang terbagi dalam 3 sift ( masing- masing sift terdiri

dari 3 perawat asosiet). Ketua tim hanya bertugas pada pagi hari saja akan tetapi ketua tim

sudah memanajemen atau merancang asuhan keparawatan yang akan dilaksanakan pada sift

pagi, siang dan malam yang akan disampaikan pada setiap operan berlangsung. Pada sift pagi

terdapat pre dan post conference, sedangkan pada sift siang dan malam hanya dilakukan

operan saja. Tim dibagi menjadi tim a, tim b, dan tim c. Tim a dan tim b bertugas merawat 8

kamar, sedangkan tim c merawat 10 kamar.

Metode asuhan keperawatan yang diterapkan di ruang Geriatri RSUP Karyadi

Semarang dengan sistem SP2KP menggunakan metode Tim, akan tetapi selain diruang

Geriatri ada yang menggunakan sistem moduler dan sistem campuran ( moduler dan tim).

Page 2: pembahasan MPKP

Dari hasil wawancara didapatkan bahwa dengan menggunakan metode tim format

pendokumentasian lebih jelas dan tertata rapi, misalnya dalam pengkajian pasien hanya

dilakukan oleh ketua tim, sedangkan pada siang dan malam hari pengkajian dilakukan oleh

perawat jaga yang nantinya akan dilengkapi oleh ketua tim pada sift pagi.Selain itu pada

sistem S2KP setiap perawat diwajibkan memberikan edukasi pada semua pasien dan keluarga

seperti langkah cuci tangan yang baik dan benar, mengeluarkan dahak yang baik dan benar,

dan memberikan informasi perawat yang akan merawat serta ketua timnya. Jika ada

kesalahan dari tenaga medis lainnya misalnya kesalahan obat yang diberikan dari apotik

perawat diminta untuk membuat surat pernyataan tentang kesalahan tersebut kemudian

diberikan oleh kepala ruang untuk ditindak lanjuti, begitu juga ketika seorang perawat

melakukan kesalahan maka perawat tersebut wajib membuat surat pernyataan tentang

kesalahannya dan diberikan kepada kepala ruang untuk ditindak lanjuti juga.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah kelompok kami lakukan di RSUP Karyadi

Semarang didapatkan beberapa fenomena mengenai sistem SP2KP yang dilaksanakan disana

seperti:

1. Fenomena tentang pembedaan jabatan yang lebih mementingkan lama kerja dibandingkan

dengan derajat pendidikan. Misalnya kulifikasi S1 belum tentu mempunyai kedudukan lebih

tinggi dibandingkan DIII apabila dia belum memiliki pengalaman kerja. Dari hasil

wawancara ditemukan perawat asosiet dengan pendidikan S1 sedangkan ketua tim dengan

pendidikan DIII.

2. Fenomena tentang jumlah ketenagaan ( perawat ) disetiap sift berjumlah 9 orang perawat

asosiet yang terbagi dalam 3 tim ( tim a, tim b, tim c), dan pada sift pagi ditambah 1 katim

pada setiap tim dan 1 kepala ruang. Permasalahan yang sering muncul pada kasus seperti

tersebut adalah jika terdapat salah seorang perawat yang berlahangan hadir secara tiba- tiba,

sehingga biasanya kepala ruang harus mengambil salah seorang perawat asosiet dari tim lain

yang berada pada satu sift.

Page 3: pembahasan MPKP

Pembahasan

Fenomena 1

Fenomena tentang pembedaan jabatan yang lebih mementingkan lama kerja dibandingkan

dengan derajat pendidikan. Misalnya kulifikasi S1 belum tentu mempunyai kedudukan lebih

tinggi dibandingkan DIII apabila dia belum memiliki pengalaman kerja. Dari hasil

wawancara ditemukan perawat asosiet dengan pendidikan S1 sedangkan ketua tim dengan

pendidikan DIII. Berdasarkan terori yag ada, jenis ketenagaan dalam sistem pelayanan

profesional dibagi menjadi:

a. Kepala Ruangan

Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang adalah perawat dengan kemampuan

DIII keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun

b. Clinical care manager ( CCM)

Clinical care manager adalah seseorang dengan pendidikan S1 keperawatan/Ners, dengan

pengalaman kerja lebih dari 3 tahun

c. Perawat primer ( PP)

Perawat primer pada MPKP pemula adalah seseorang yang berpendidikan DIII, Tugas

perawat primer adalah, memimpin dan bertanggung jawab pada pelaksanaan asuhan dan

pelayanan keperawatan serta pendokumentasian dan administrasi pada sekelompok pasien

yang menjadi tanggung jawabnya. Berpartisipasi dalam visite dokter, mengatasi

permasalahan/ konflik pasien, penunggu dan petugas diareanya, mengkoordinasikan proses

pelayanan kepada kepala ruangan mengatur dan memantau semua proses asuhan keperawatan

di area kelolaan dan memastikan kelengkapan pendokumentasian dan administrasi dari klien

masuk sampai pulang.

d. Perawat Asosiet ( PA)

Pada MPKP pemula perawat Asosiet adalah yang berpendidikan DIII keperawatan, dan tidak

menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan SPK tugas PA dalah bertanggunga

jawab dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang menjadi tanggungjawabnya.

Page 4: pembahasan MPKP

Melaksanakan dokumentasi keperawatan dan berkoordinasi dengan perawat primer untuk

pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengaturan tanggung jawab PP lebih ditekankan pada

peleksanaan terapi keperawatan karena bentuk tindakannya lebih pada interaksi, adaptasi

yang memerlukan konsep dan analisa yang tinggi, tindakan yang tidak memerlukan analisis

dapat dilakukan oleh PA.

Dari hasil teori tersebut terdapat kesenjangan antar teori dengan realita yang ada, menurut

teori kualifikasi perawat asosiet adalah yang berpendidikan DIII keperawatan, dan tidak

menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan SPK tetapi pada kenyataannya masih

banyak ditemukan perawat asosiet yang berpendidikan S1. Hal ini disebabkan oleh faktor

pengalaman kerja yang dianggap mendapat peranan penting. Akan tetapi syarat untuk

menjadi ketua tim dan jabatan tinggi lainnya di RSUP Kariadi, Semarag harus sesuai dengan

kualifikasi yang ada yaitu minimal DIII, berpengalaman kerja minimal 9 tahun dan telah lulu

uji PK 3 (Perawat Klinik 3).

Fenomena 2

Fenomena tentang jumlah ketenagaan ( perawat ) disetiap sift berjumlah 9 orang perawat

asosiet yang terbagi dalam 3 tim ( tim a, tim b, tim c), dan pada sift pagi ditambah 1 katim

pada setiap tim dan 1 kepala ruang. Permasalahan yang sering muncul jika dilihat dari hasil

wawancara tersebut jumlah perawat tidak seimbang dengan pasien yang dirawat sekitar 32

pasien dimasing- masing tim sehingga pelayanan profesional yang diberikan terlihat kurang

maksimal. Berdasarkan teori ketenagaan keperawatan menurut Doughlas yaitu:

Menurut Douglas(1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang

diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien.

Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan

pasien dibagi 3 kategori, yaitu :

1) Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam yang terdiri atas :

a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.

b) Makan dan minum dilakukan sendiri

c) Ambulasi dengan pengawasan

d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.

e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.

f) Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.

Page 5: pembahasan MPKP

2) Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri

atas :

a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu

b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali

d) Voley kateter/intake output dicatat

e) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan

prosedur

3) Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam:

a) Segala diberikan/dibantu

b) Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam

c) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena

d) Pemakaian suction

e) Gelisah/disorientasi

Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang dibutuhkan

perpasien untuk dinas pagi, sore dan malam.

Waktu

KlasifikasiPagi Sore Malam

Minimal

Partial

Total

0,17

0,27

0,36

0,14

0,15

0,30

0,10

0,07

0,20

Sebagai contoh :

Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien minimal, 15

pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang diperlukan untuk jaga

pagi adalah :

10 x 0,17 = 1,7

15 x 0,27 = 4,05

5 x 0,36 = 1,8 +

Jumlah   = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang

dibutuhkan untuk dinas pagi.

Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan

sebaiknya dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu yang

sama. Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut

Page 6: pembahasan MPKP

perhitungan Douhglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan pada

ruang tersebut adalah :

Perawat shift = 10 orang

Libur cuti = 5 orang

Ketua tim = 3 orang

Kepala Ruangan = 1 orang +

Jumlah = 19 orang

Dari hasil teori tersebut semua pasien digolongkan menjadi 3 jenis yaitu pasien minimal,

pasien partial dan pasien total, sedangkan menurut realita yang ada pada sistem SP2KP di

RSUP Kariadi Semarang tidak menggunakan penggolongan pasien seperti yang dikemukakan

teori Doughlas, hanya saja di RSUP Kariadi hanya membagi kelas tanpa membandingkan

penggolongan keparahan penyakit pasien. Jadi secara tidak langsung pembagian jumlah

perawat untuk memberikan pelayanan profesional kepada pasien kurang maksimal.