Post on 24-Jun-2015
Pedoman Polder Perkotaan
Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Semarang, Maret 2009
Pengantar
Pengantar
Empat buku pedoman tentang Pengembangan Polder Perkotaan telah selesai disusun dalam
rangka Proyek Semarang (2007 - 2009). Ini adalah merupakan salah satu proyek dibawah nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding) antara Departemen Pekerjaan Umum dan Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia denhgan Kementrian Transportasi,
Pekerjaan uMum dan Pengelolaan Air serta Kementrian Tata Ruang, Perumahan dan
Lingkungan Hidup Kerajaan Belanda. Empat buku pedoman terdiri dari: Aspek Umum, Aspek
Kelembagaan, Aspek Teknik dan Studi Kasus Banger Polder di Semarang. Dukungan terhadap
proyek ini diberikan oleh program Partners for Water dan Rijkswaterstaat dari Kerajaan
Belanda.
Buku pedoman ini disusun oleh tim gabungan yang terdiri dari:
Indonesia:
Dr. Arie Setiadi Moerwanto, MSc, Research Centre for Water Resources;
Ir. Moh. Farchan, M.T., Municipal of Semarang Planning Board;
Mr. Fauzi, Local Public Works Municipal of Semarang;
Ir. Suhardjono, M.Eng., Municipal of Semarang Planning Board;
Paramesthi Iswari, S.H., HHSK.
the Netherlands:
Prof. Bart Schultz, PhD, MSc, Rijkswaterstaat and UNESCO-IHE
F.X. Suryadi, PhD, MSc, UNESCO-IHE;
Mr. Martijn Elzinga, Rijkswaterstaat;
Herman Mondeel, MSc, Witteveen + Bos.
Masukan substansi pembuatan buku-buku pedoman pengelolaan polder perkotaan ini juga
diperoleh dari Tim Proyek Percontohan Polder Banger. Konsep buku pedoman ini telah
disajikan dan dibahas pada tiga Lokakarya dengan staf Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kota
Semarang. Komentar-komentar yang diberikan pada ketiga lokakarya telah ditampung dan
dimasukan ke dalam buku pedoman ini.
Pada kesempatan ini para penyususn ingin menyampaikan terima kasih yang setulus tulusnya
kepada Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Kota Semarang, Water-board Schieland
and the Krimpenerwaard, serta semua pihak atas dukungan serta masukan yang telah diberikan
i
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
dalam penyiapan buku pedoman ini.
Kami semuanya dengan segala kerendahan hati berharap agar buku pedoman ini dapat
memberikan kontribusi dan manfaat dalam meningkatkan pembangunan dan pengelolaan polder
perkotaan di Indonesia.
ii
Contents
Daftar Isi
Pengantar i
Daftar Isi iii
1 Pendahuluan 1
2 Polder Percontohan Banger di Semarang 3
2.1 Sejaran pengembangan sistem polder Semarang 4
2.2 Pemilihan Polder Percontohan Banger 5
2.3 Tata guna lahan Polder Percontohan Banger 7
2.4 Pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Semarang dalam konteks
wilayah sungai 7
2.5 Aspek sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger 8
2.6 Aspek kebijakan, legal dan kelembagaan Polder Percontohan Banger 10
2.7 Dampak lingkungan pengembangan Polder Percontohan Banger 12
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder
Percontohan Banger 14
3.1 Identifikasi potensi dan kendala 14
3.2 Kerangka kerja perencanaan untuk Polder Percontohan Banger 14
3.3 Kerangka kerja pengembangan lahan dan air Polder Percontohan Banger 17
3.4 Pendekatan perencanaan tata ruang 18
3.5 Aspek sumber daya air Polder Percontohan Banger 20
3.6 Kondisi topografi wilayah 29
3.7 Aspek geo-teknik dan penurunan muka tanah (ambles) Polder Percontohan
Banger 31
3.8 Aspek lingkungan hidup Polder Percontohan Banger 38
3.9 Aspek kebijakan, sosial, ekonomi Polder Percontohan Banger 40
4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger 42
4.1 Tahap realisasi 42
4.1.1 Initiasi pembentukan suatu Badan Polder 42
4.1.2 Pembentukan Badan Polder 42
iii
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
4.2 Tahap pengelolaan 43
4.2.1 Organisasi pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder
Percontohan Banger 43
4.2.2 Tugas dan tanggung jawab Badan Polder Banger 45
4.2.3 Stimulasi keterlibatan pemangku kepentingan 45
4.2.4 Organisasi dan mekanisme kerja 46
4.2.5 Pengembangan sumber daya manusia pada Badan Polder Banger 46
5 Aspek sosial dan pengembangan sumber daya manusia 48
5.1 Tahap realisasi 48
5.1.1 Komunikasi dengan pemangku kepentingan Polder Percontohan Banger 48
5.1.2 Komitmen pemangku kepentingan dan partisipasi dalam Polder Percontohan
Banger 48
5.2 Tahap pengelolaan 48
5.2.1 Pemerintah 48
5.2.2 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan
Banger 48
5.2.3 Partisipasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger 49
5.2.4 Pengembangan sumber daya manusia 53
5.2.5 Pengkajian dampak sosial 54
6 Aspek keuangan 66
6.1 Tahap realisasi 66
6.1.1 Biaya untuk konstruksi, operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan
tata air dan perlindiungan banjir Polder Percontohan Banger 66
6.1.2 Aspek kelayakan Polder Percontohan Banger 67
6.2 Tahap pengelolaan 70
6.2.1 Perencanaan anggaran dan alokasinya untuk Polder Percontohan Banger 70
6.2.2 Identifikasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger 71
6.2.3 Sistem perpajakan dan penetapan tarif untuk Polder Percontohan Banger 72
7 Aspek hukum 75
7.1 Tahap realisasi 75
7.2 Tahap pengelolaan 76
iv
Contents
8 Aspek desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder
Percontohan Banger 77
8.1 Parameter dan kondisi setempat 77
8.2 Penerapan prinsip polderisasi Polder Percontohan Banger 78
8.3 Pra-sarana polder untuk Polder Percontohan Banger 100
8.4 Perencanaan landskap dan tata guna lahan Polder Percontohan Banger 116
8.5 Kondisi batas untuk desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan
banjir Polder Percontohan Banger 116
8.6 Penerapan pendekatan desain dan standard desain terhadap Polder
Percontohan Banger 126
8.7 Dampak penurunan muka tanah (ambles) dan kenaikan muka air laut pada
pengelolaan sistem tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan
Banger 131
8.8 Upaya mitigation 131
9 Aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder
Percontohan Banger 132
9.1 Tanggul, bangunan pembuangan dan pengambilan air 132
9.2 Sistem pengelolaan tata air Polder Percontohan Banger 137
10 Pengelolaan, operasi dan pemeliharaan sistem tata air dan perlindungan banjir
Polder Percontohan Banger 139
10.1 Operasi bangunan air 139
10.2 Pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder
Percontohan Banger 140
10.3 Kelembagaan dan tanggung jawab operasi dan pemeliharaan sistem tata air
dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger 144
10.4 Partipasi pemangku kepentingan pada sistem pengelolaan tata air
dan5perlindungan banjir Polder Percontohan Banger 145
Daftar Pustaka 147
Lampiran
I Glosarium 149
v
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
vi
1 Pendahuluan
1 Pendahuluan
Sejumlah besar kota dan pusat industri di Indonesia berlokasi di wilayah rawan banjir. Pada
umumnya wilayah perkotaan ini mempunyai populasi yang juga tinggi. Resiko banjir 1) dapat
meningkat akibat adanya penurunan permukaan tanah (ambles), peningkatan debit ekstrim
sungai atau curah hujan ekstrim, atau dengan adanya kenaikan muka air laut. Sebagai
konsekuensi dari phenomena tersebut, pada beberapa wilayah perkotaan banjir yang berulang
secara beraturan dapat terjadi dan penggenangan dari beberapa cm sampai dm pada jalan jalan
menjadi hal yang lumrah. Banjir ini dapat menyebabkan gangguan terhadap aspek sosial
maupun pembangunan ekonomi dari wilayah yang bersangkutan secara signifikan. Hal ini juga
dapat menyebabkan badan usaha atau niaga hengkang daerah yang terkena banjir tersebut. Salah
satu solusi dari masalah ini adalah dengan membuat sistem polder. Suatu polder perkotaan
terdiri dari bebrapa komponen yang saling terkait dan terpadu satu sama lain secara esensial.
Komponen komponen utama ini adalah yang mencakup kelembagaan, sosial, teknik (desain,
operasi dan pemeliharaan) dan lingkungan hidup.
Semarang adalah salah satu kota pesisir di mana masalah yang diutarakan di atas sudah sangat
akut. Ini merupakan salah satu alasan bahwasanya suatu proyek polder percontohan
diimplementasikan di wilayah Banger.
Dalam rangka proyek percontohan ini, empat buku pedoman sudah disiapkan, yaitu:
Volume 1: Aspek Umum;
Volume 2: Aspek Kelembagaan;
Volume 3: Aspek Teknik;
Volume 4: Studi Kasus Polder Percontohan Banger, Semarang.
Kata ‘banjir’ dan ‘kebanjiran’ seringkali dipergunakan dalam cara yang berbeda. Dalam buku pedoman
ini perkataan tersebut akan didasarkan pada defenisi sebagai berikut:
Banjir adalah suatu kondisi yang sementara dari air permukaan (sungai, danau, alut), di mana
muka air dan debit melampauhi suatu nilai tertentu, sehingga melampauhi tampungan normalnya.
Tetapi ini bukan berarti akan menghasilkan kebanjiran (Munich-Re, 1997);
Kebanjiran didefenisikan sebagai melimpasnya atau gagalnya tampungan normal dari suatu
sungai, aliran, danau, kanal, laut atau akumulasinya air sebagai hasil dari curah hujan yang deras
dikarenakan kapasitas pengaliran pembuangan yang tidak mencukupi atau terlampauhi, di mana
keduanya akan mempengaruhi areal yang pada kondisi normalnya adalah tidak terendam (Douben
and Ratnayake, 2006).
1
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Volume 1, 2, 3 disusun sedemikian rupa di mana volume volume ini dapat dipergunakan dalam
menunjang pengembangan dan pengelolaan polder perkotaan di Indonesia. Berdasarkan volume
volume ini, studi teknik, desain dan pendekatan untuk membentuk suatu Badan Polder di Polder
Percontohan Banger di Semarang dan Volume 4 ini disusun mencakup studi kasus polder
percontohan Banger. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai suatu contoh
mengenai pengembangan, operasi, pemeliharaan dan pengelolaan sistem tata air dan
perlindungan banjir pada suatu polder perkotaan dan bagaimana ha ini dapat diatur dan
diwujudkan. Perhatian akan diberikan pada hal hal sebagai berikut:
pengenalan terhadap polder percontohan Banger di Semarang;
interaksi tata guna lahan, pengelolaan tata air dan perlindungan banjir pada polder
percontohan Banger;
struktur organisasi pada polder percontohan Banger;
aspek sosial dan pengembangan sumber daya manusia;
aspek keuangan;
aspek hukum;
aspek desain sistem tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger;
aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir polder percontohan
Banger;
pengelolaan, operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan
banjir polder percontohan Banger.
2
1 Pendahuluan
2 Polder Percontohan Banger di Semarang
Polder percontohan Banger terletak di bagian dalam dari Semarang. Dalam kerangka proyek
polder percontohan Banger, misi dan visi dari polder sudah dirumuskan. Kawasan Polder
Percontohan Banger dapat dilihat dalam Gambar 2.1.
Visi Polder Percontohan Banger:
partisipasi aktif para pemangku kepentingan;
mengurangi dampak banjir perkotaan.
Misi:
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat guna meningkatkan efektifitas dan efesiensi
pembangunan berkelanjutan di kawasan bersangkutan;
meningkatkan kapabilitas lembaga-lembaga lokal sebagai dasar pendekatan partisipatif
pemangku kepentingan;
meningkatkan kapasitas manajerial dan teknik guna mengoptimalkan keikutsertaan para
pemangku kepentingan dalam pembangunan.
Gambar 2.1. Wilayah Polder Percontohan Banger
3
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Untuk dapat menganalisis kondisi di dan prospek dari polder, semua data yang berhubungan
dengan wilayah Polder Banger perlu dikumpulkan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1
ditambah dengan data tambahan dari wilayah sebesar 20 m di luar batas polder.
2.1 Perkembangan historis sistem polder Semarang
Semarang digambarkan sebagai sebuah kota yang berada di tepian air, di mana masalah-
masalah banjir terjadi karena turunnya permukaan tanah di kawasan pantai dan adanya kenaikan
permukaan air laut. Sebagai akibat dari fenomena ini, terjadi banjir setiap hari dan genangan
setinggi beberapa cm bahkan sampai desimeter merupakan pemandangan umum di sekitar
pelabuhan Semarang. Hal ini menyebabkan gangguan serius kepada masyarakat, dan juga
menyebabkan gangguan pada pengembangan ekonomi daerah secara signifikan juga
menyebakan banyak perusahaan yang hengkang dari wilayah ini. Masalah-masalah ini sangat
akut dan memerlukan perhatian serius dan harus segera ditanggulangi. Gambar skematik polder
perkotaan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.Tata letak skematik polder perkotaan
Ide memilih sistem polder perkotaan percontohan di Semarang adalah sebagai hasil dari kerja
sama antara pihak pemerintah Indonesia dengan pihak Kerajaan Belanda dengan sasaran
sebagai berikut:
4
1 Pendahuluan
pertukaran ilmu pengetahuan tingkat tinggi;
adaptasi teknologi dan metodologi dari pihak Belanda dengan meyediakan kegiatan
stimulan;
implementasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dan Model Pengendalian Banjir
dalam konteks perkotaan.
Untuk mendukung sasaran dan tujuan tersebut suatu polder percontohan dipilih dan dalam hal
ini wilayah Banger di Semarang.
2.2 Pemilihan Polder Percontohan Banger
Polder Percontohan Banger yang dipilih dengan mempertimbangkan saluran drainase utama
yang melintasi kawasan itu, yaitu sungai Banger. Kawasan ini terletak di bagian Timur Laut
Semarang. Kawasan percontohan meliputi Kecamatan Timur, yang rapat penduduk yang
berjumlah kurang lebih 84,000 jiwa. Polder Banger meliputi areal seluas 527 ha.
Kawasan Polder Percontohan Banger dibagi ke dalam unit-unit administratif sebagai berikut:
Kecamatan, Kelurahan, Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT). Pembagian tersebut
ditampilkan dalam bentuk hierarki administratif yang ada saat ini seperti dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur administrasi wilayah Polder Percontohan Banger
Sebuah Kecamatan terbagi atas beberapa Kelurahan, dan Kecamatan Semarang Timur memiliki
10 buah kelurahan. Kelurahan adalah unit administrasi resmi yang paling rendah dan dipimpin
oleh seorang Lurah. Sedangkan masing-masing Kelurahan terdiri atas beberapa Rukun Warga
5
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
(RW) dan Rukun Tetangga (RT). Di kawasan Polder Percontohan Banger terdapat 77 buah RW
dan 568 RT. Sebuah RT adalah kelompok kepala keluarga atau rumah tangga yang
berhubungan erat satu dal lain, yang membentuk satu lingkungan tetangga, yang terdiri atas
beberapa kepala keluarga. Kepala RT berada di bawah Lurah, tetapi mereka tidak memiliki
tugas resmi. Sedangkan RW terdiri atas beberapa RT, tetapi biasanya tidak begitu penting
dalam struktur administratif. Secara keseluruhan jumlah kepala keluarga di Kecamatan
Semarang Timur berjumlah kurang lebih 17.000. Jumlah RW dan RT per Kelurahan di
Kecamatan Semarang Timur dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Table 2.1. Kelurahan, Rukun Warga/RW dan Rukun Tetangga/RT di Kecamatan Semarang
Timur (BAPPEDA, 2005)
No Kelurahan Jumlah RW Jumlah RT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kemijen
Rejomulyo
Mlatiharjo
Mlatibaru
Bugangan
Kebon Agung
Sarirejo
Rejosari
Karangturi
Karangtempel
11
7
6
9
7
4
8
15
5
5
77
44
42
64
67
27
50
130
27
40
Di sebelah luar bagian utara dari Kecamatan Semarang Timur, Kelurahan Tanjung Mas, masuk
dalam Kecamatan Semarang Utara. Secara resmi, kelurahan ini tidak termasuk di dalam Polder
Percontohan Banger, tetapi tergantung dari opsi desain teknik dan keinginan dari para warga,
bagian dari Tanjung Mas dapat juga dipertimbangkan.
Selain itu, kawasan pelabuhan Tanjung Mas merupakan salah satu pemangku kepentingan
utama dikarenakan lokasi kawasan ini berada di perbatasan pantai polder, yang memiliki
relevansi tinggi terhadap adanya kemungkinan lokasi pembangunan tanggul polder dalam
kawasan administratif Tanjung Mas. Kelurahan Tanjung Mas merupakan salah satu komponen
kelembagaan yang sejak awal sudah terlibat dalam kegiatan proyek kerjasama ini.
6
1 Pendahuluan
2.3 Tata Guna Lahan di Polder Percontohan Banger
Peta resmi tata guna lahan yang sudah dikumpulkan adalah peta tata guna lahan tahun 1993.
Pada kawasan Banger Selatan, tata guna lahan didominasi oleh permukiman. Hanya ada sebuah
areal kecil perniagaan dan industri. Sementara itu di dareah Banger utara, tata guna lahan terdiri
dari rel kereta api (fasilitas umum), tambak dan lahan kosong. Tidak ada permukiman resmi di
daerah ini. Kondisi terkini dari tata guna lahan di kawasan polder dapat dilihat pada foto-foto
udara. Para pemukim telah menempati beberapa lokasi pada areal fasilitas rel kereta api. Hal ini
terjadi karena pesatnya pertumbuhan urbanisasi di Semarang.
2.4 Pengelolaan sistem tata air dan sistem perlindungan banjir di Semarang dalam
konteks aliran sungai
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dapat diartikan sebagai suatu proses yang meningkatkan
pembangunan yang terkoordinasi dalam pengelolaan air, lahan dan sumber-sumber lain yang
terkait, guna memaksimalkan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara merata
tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital. Dalam hal ini pengembangan Polder
Banger dalam aliran sungainya harus dianggap sebagai pengembangan terkoordinasi dari
sumber-sumber alam (udara, air, lahan, flora dan fauna) atas aliran sungai sebagai suatu
kesatuan dengan tujuan menyeimbangkan kebutuhan manusia dengan keharusan melestarikan
sumber-sumber daya alam guna menjaga keberlanjutannya. Pengembangan Polder Banger harus
sejalan dengan tujuan utama pengembangan sumber daya air yaitu untuk pemanfaatan lahan dan
air secara berkesinambunagn demi kesejahteraan semua pemakai air di sepanjang aliran sungai.
Proyek pengembangan sumber daya air di Indonesia harus berlandaskan Undang-Undang No. 7
tahun 2004 tentang Sumber daya Air. Undang-undang ini mengatur tentang tanggung jawab dan
tugas-tugas berkaitan dengan pemanfaatan, pengawasan, koordinasi dan konservasi sumber
daya air. Untuk mengembangkan aliran sungai Jratunseluna secara berkelanjutan di mana
Polder Banger berada di bawah wilayah aliran sungai ini, diperlukan lebih banyak koordinasi
dan pengelolaan yang mencakup aspek-aspek berikut ini:
lahan dan air;
air permukaan dan air tanah;
aliran sungai dan lingkungan pantai dan kelautan di sekitarnya;
kepentingan hulu dan hilir sungai.
Untuk perencanaan dan pembuatan kebijakan Polder Banger, harus digunakan suatu pendekatan
terpadu yang mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:
7
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
kebijakan-kebiakan dan prioritas-prioritas yang mempertimbangkan implikasi sumber
daya air;
ada keterpaduan lintas sektoral dalam pengembangan kebijakan;
para pemangku kepentingan diberi hak suara dalam perencanaan dan pengelolaan air,
dengan perhatian khusus pada pemantapan partisipasi dan peranan kaum wanita serta
warga miskin;
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan air yang dibuat pada tingkat lokal dan aliran
sungai harus sesuai dengan pencapaian tujuan nasional yang lebih luas;
perencanaan air dan strategi dipadukan ke dalam tujuan soial, ekonomi dan lingkungan
yang lebih luas.
2.5 Aspek sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger
Polder Banger akan melindungi 84.000 warga (yang, menurut data Biro Pusat Statistik
Semarang, 38% di antaranya dianggap miskin dan hampir semua penduduk bekerja di sector
informal perkotaan), 527 ha dan beberapa pemangku kepentingan penting seperti Perusahaan
Kereta Api dan Pertamina. Di samping itu, beberapa perusahaan penting yang berdomisili di
kawasan ini. Mereka akan mendapatkan manfaat di mana bisnis mereka akan berjalan lancar
dan tidak terganggu oleh luapan air laut pasang (rob). Pihak terkait dalam kategori ini adalah
sebagai berikut:
Perusahaan Milik Swasta
Kegiatan bisnis dalam bentuk toko dan sentra niaga terletak di kawasan polder yang mengalami
genangan air. Industri manufaktur, khususnya, para pengguna air tanah, merupakan pihak yang
memikul tanggung jawab atas penurunan permukaan tanah disebabkan aktifitas mereka yang
mengambil dan menggunakan air tanah secara berlebihan.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
PT. Pelindo Indonesia, Kantor kantor di Daerah Perkatoran Pelabuhan Tanjung Mas
Genangan air disebabkan oleh air pasang (rob) terjadi di sekitar Pelabuhan Tanjung Mas,
khususnya di sepanjang jalan Ronggowarsito dan Jalan Mpu Tantutlar di mana genangan
tersebut menghalangi arus keluar masuk barang-barang ke luar dan ke dalam pelabuhan. Setiap
8
1 Pendahuluan
tahun, penurunan permukaan tanah diperkirakan sebesar 6-10 cm, akan membuat luapan air laut
(rob) tersebut lebih parah lagi. Jelas bahwa, genangan air tersebut akan mengganggu kegiatan
pelabuhan, yang berperan sebagai pelabuhan utama dan pentingnya secara ekonomi bagi
Semarang dan daerah-daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Proses bongkar muat peti kemas
mungkin akan terganggu selama 2 hari dalam sebulan dan bahkan lebih. Karena itu,
pertanyaannya adalah,”Apakah arus barang, sebagai contoh, barang-barang ekspor (furniture),
yang datang dari Jepara, Kudus dan Demak menuju ke pelabuhan, harus melalui sebuah jalan
panjang?” Ini sangat tidak produktif dan menggunakan route yang memakan waktu lama;
kendaraan harus berputar melalui jalan by pass dan melewati Jalan Arteri Utara di bagian
Semarang Barat guna menghindari luapan air pasang (rob). Sehingga akan sangat
menguntungkan bagi PT. Pelindo Indonesia yang berkantor di Daerah Perkantoran Pelabuhan
Tanjung Mas jika genangan air dan banjir tersebut dapat diatasi secara tuntas.
PT. Kereta Api Indonesia (PT KAI)
Rel kereta api yang tergenang air akan mengganggu jadwal keberangkatan kereta api dan
menyebabkan kerugian kepada penumpang dan juga PT KAI. Upaya-upaya untuk meninggikan
elevasi rel kereta api tentu saja akan memakan biaya sangat besar. Saat ini, 4.900 meter rel
kereta api yang berlokasi di kawasan drainase pusat, yang menghubungkan stasiun Tawang
dengan Pelabuhan Tanjung Mas, sudah merupakan masalah yang terus-menerus; karena rel
kereta api tersebut tergenang air secara rutin. Karena itu, rel kereta api tersebut tidak dapat
berfungsi secara optimal dan dapat disimpulkan bahwa periode umur ekonomisnya akan
berakhir lebih pendek dengan potensi kerusakan yang lebih tinggi. Akan banyak keuntungan
bagi PT KAI, jika banjir dan luapan air pasang (rob) tersebut dapat segera diatasi. PT KAI
memiliki beberapa aset berharga, yang saat ini tidak dapat dieksploitasikan secara optimal
karena asset-aset tersebut terletak di kawasan yang dilanda luapan air pasang (rob) tersebut. Di
antara asset-asset tersebut antara lain berupa lahan (129 ha lahan di kawasan drainase pusat),
pergudangan dan masih banyak lagi fasilitas-fasilitas lainnya.
PLN, PT Telkom dan PDAM
9
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
BUMN ini banyak memiliki saluran kabel (duck cable) yang melewati berbagai kanal drainase
kota yang elevasinya tidak beraturan sehingga mengganggu kinerja saluran drainase. Ini juga
disebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah dan tempat pembuangan sampah disekitarnya.
Hal yang serupa juga terjadi pada saluran-saluran rute pipa air PDAM.
2.6 Aspek kebijakan, hukum dan kelembagaan Polder Percontohan Banger
Perlu mengidentifikasi peraturan-peraturan, hukum dan aspek-asppek hukum terkait lainnya
yang ada di Semarang sehubungan dengan perancangan dan pengembangan suatu polder atau
pengembangan kota yang terletak di pesisir. Di samping itu, lembaga-lembaga potensial yang
terkait dengan pengembangan polder di daerah Semarang juga sudah dikaji. Koordinasi dengan
Pemerintah Kota Semarang dan BAPPEDA merupakan faktor yang sangat penting, terutama
berkaitan dengan perencanaan tata ruang dearah Semarang dan pengembangan Polder Perkotaan
Banger.
Peraturan perundang-undangan yang perlu diperhatikan adalah Keputusan Wali Kota Semarang
No. 050.05/A.0257 tahun 2007. Di dalam Surat Keputusan ini dinyatakan dengan jelas semua
peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar SK ini. Dalam SK ini dinyatakan dengan
jelas pembentukan Tim Pelaksana Polder Banger di Semarang, yang terdiri dari Tim Pengarah
dan Unit Pelaksana Proyek (UPP). Komposisi Unit Pelaksana Proyek (UPP) dan
kelembagaannya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Table 2.2. Komposisi Komite Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger
NAMA JABATAN DALAM LEMBAGA
SAAT INI
JABATAN DALAM TIM
H. Sukawi Sutarip, SH,
SE
Wali Kota Semarang Ketua Tim Pengarah
Drs. Soemarmo HS,
MSi
Sekretaris Kota Semarang c Sekretaris Tim Pengarah
Drs. Hadi Purwono Kepala BAPPEDA Semarang Anggota Tim Pengarah
H. Achmad
Kadarisman, ST, MM
Kepala DPU Semarang Anggota “Steering Committee”
(O&M, DED)
Drs. Suseno, MM Kepala DPKD Semarang Anggota Tim Pengarah
(Keuangan)
Nurjanah, SH Kepala Bagian Hukum, Sekretariat Kota Anggota Tim Pengarah
10
1 Pendahuluan
Madya Semarang (Organisasi & Per-UU)
Farchan, ST. MM Kepala Bagian PPIII, BAPPEDA
Semarang
Ketua Unit Pelaksana Proyek
(UPP)
Ir. Suhardjono, M.Eng Kepala Sub-Bag. KIMPRASWIL,
BAPPEDA Semarang
Sekretaris UPP
Nik Sutiyani, ST, MT Kepala Sub-Bagian Pertambangan dan
Energi, BAPPEDA Semarang
Anggota Tim UPP ( O & M)
Kumbino, ST Kepala Seksi Drainase, DPU Semarang Anggota Tim UPP (O&M)
Heni Arustiati, SE,
MM
Staff DPKD, Kota Semarang Anggota Tim UPP (Keuangan)
Sutanto, SH Staff Seksi Per-UU, Sekretariat Kota
Semarang
Anggota Tim UPP (Organisasi
and Per-UU/Legislasi)
Firdaus Setyawan Kecamatan Semarang Timur Anggota Tim UPP (Organisasi)
Drs. Bambang
Purnomo, Aht
Kecamatan Semarang Utara Anggota TimUPP (Organisasi)
Ir. Fauzi, MT Kepala Sub-Pelayan Sumber Daya Air
DPU Semarang
Anggota Tim UPP (DED-
Perancangan Teknis)
Nurkholis, ST, MT Kepala Sub Pelayanan Pengembangan
Daerah, BAPPEDA Semarang
Anggota Tim UPP (DED
Perancangan Telnis)
Ir. Sugeng Yusianto,
MT
Staff BAPPEDA Semarang Anggota Tim UPP (DED -
Perancangan Teknis)
Hardono, ST Staff DPU Semarang Anggota TimUPP (DED -
Perencangan Teknis)
Dwi Supriyadi, ST Staff DPU Semarang Anggota Tim UPP (DED
Technical setting)
Sedangkan tugas-tugas Tim Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger seperti dapat
dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Table 2.3. Tugas Komite Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger
TIM TUGAS
Pengarah Merancang kebijakan mengenai perencanaan dan pelaksanaan sistem Polder Banger;
Memberikan bimbingan pelaksanaan tim UPP;
Memfasilitasi kerjasama antara UPP dan para pihak terkait;
Mengawasi dan mengendalikan pekerjaan UPP.
UPP Menyiap pembentukan kelembagaan Dewan Polder Banger di Semarang bekerjasama
11
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
dengan masyarakat Banger dan penduduk bersama dengan HHSK ;
Membuat desain rekayasa detail Sistem Polder Banger bekerjasama dengan masyarakat
Banger dan penduduk dan juga dengan konsultan Witteveen+Bos;
Melakukan konsultasi, koordinasi dan mensosialisasikan semua kegiatan berkaitan
dengan Sistem Polder Banger kepada para pihak terkait;
Membuat laporan pelaksanaan Sistem Polder Banger dan kegiatan terkait lainnya dan
laporan kepada Wali Kota Semarang.
Di samping itu, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air harus juga
dipertimbangkan dan dijadikan landasan hukum dalam pengembangan sumber daya air di
Semarang.
2.7 Dampak lingkungan pengembangan Polder Percontohan Banger
Dengan menutup muara sungai, intrusi air asin akan terhenti dan tidak akan ada lagi air asin dari
laut masuk ke dalam Banjir Kanal. Dampak ini akan mempengaruhi ekologi kawasan tersebut.
Kondisi permukaan tanah dan zonasi perkiraan penurunan permukaan tanah (ambles) dapat
dilihat pada Gambar 2.4 dan daerah-daerah yang potensial tergenang air ditampilkan pada Tabel
2.4.
Table 2.4. Daerah yang potensial tergenang
MALR
(muka air laut rata-rata)
AIR PASANG
PURNAMA
DESAIN MUKA AIR
Tahun ha % ha % Ha %
2006 57 11 304 58 357 68
2018 323 61 405 77 444 84
2028 429 81 447 85 489 93
12
2 Polder Percontohan Banger di Semarang
Gambar 2.4.Elevasi muka tanah dan penurunan muka tanah (ambles)
5 cm/year
9 cm/year
7 cm/year
13
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
3. Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan
pengendalian banjir pada Polder Percontohan Banger
3.1 Identifikasi potensi dan kendala
Dalam suatu polder perkotaan,terdapat interaksi yang sangat kuat antara tata guna lahan,
pengelolaan air dan perlindungan banjir. Interaksi ini dapat menjadi potensi dan juga dapat
menjadi kendala bagi pengembangan polder;
Potensi
mengembangkan dan mereklamasi daerah pantai Semarang lebih ke arah laut.
Pengembangan ini harus dilakukan secara terpadu yang akan mengakomodasikan tidak
hanya pengembangan perkotaan tetapi juga pelabuhan dan kondisi lingkungan (banjir,
erosi pantai/sedimentasi dan ekologi hutan bakau);
meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat melalui sistem sanitasi yang lebih baik;
melindungi dan meningkatkan kondisi lingkungan (pengendalian sampah padat,
pembersihan air sungai).
Kendala
kurangnya pengalaman dan pengetahuan dalam pengelolaan dan pengembangan zona
pesisir secara terpadu;
kurangnya dukungan dana yang diperlukan untuk pengembangan;
kurangnya pengelolaan aliran sungai dan pengelolaan polder secara terpadu, yang dapat
memainkan peran penting dalam penyediaan air tawar di kawasan tersebut dan juga
dalam mengendalikan turunnya permukaan tanah (ambles).
Berdasarkan potensi-potensi dan kendala kendala tersebut di atas, jelas bahwa Polder
Percontohan Banger dapat digunakan sebagai studi kasus di mana potensi dan kendala dapat
memperlihatkan dan membelajarkan masyarakat lokal bagaimana mengelola air dan
mengendalikan banjir dengan menerapkan dan mengoperasikan sistem polder.
3.2 Kerangka kerja perencanaan Polder Percontohan Banger
Kota-kota di Indonesia secara umum didesain dengan sistem drainase terbuka, di mana air hujan
14
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
akan masuk ke dalamnya. Pemeliharaan sistem ini sering kali di bawah tingkat atau standard
yang diperlukan. Di samping itu, sistem-sistem seperti ini sering tersumbat oleh sampah-
sampah, seperti sampah plastik dan sebagainya. Akibatnya, air hujan dan air selokan tidak dapat
mengalir dengan lancar. Di samping daerah penyimpanan air (retensi) tidak cukup tersedia, dan
kadang-kadang sistem pompa juga tidak digunakan pada sistem drainase. Selanjutnya,
perencanaan pada tingkat wilayah sungai hanya dikembangkan pada cakupan dan tingkat
terbatas. Penggundulan hutan di bagian hulu menyebabkan terjadinya erosi lahandalam skala
besar dan sedimentasi pada sistem aliran sungai, baik di daerah pedesaan mau pun di daerah
perkotaan. Perluasan dan pengembangan kota-kota yang begitu cepat dan sering tidak terkendali
sering ikut memperburuk kondisi, terutama berkaitan dengan penyediaan air untuk industri dan
untuk air minum. Untuk memenuhi kebutuhan seperti itu, opsi terbaik adalah menggunakan air
dari air sungai tetapi proses pengelolaan kualitas harus disediakan dan hal ini sangat mahal.
Solusi lebih mudah adalah dengan menyedot air tanah tetapi ini akan menyebabkan turunnya
permukaan tanah (ambles) secara serius. Untuk jangka panjang, penyedotan air tanah dan
menurunnya permukaan tanah akan menyebabkan meningkatnya intrusi air laut ke dalam sistem
air tanah dan pada akhirnya meningkatnya masalah banjir.
Untuk memecahkan masalah-masalah seperti di atas, dalam kerangka kerja perencanaan Polder
Percontohan Banger, harus diterapkan suatu pendekatan terpadu dan menerapkan partisipasi
masyarakat.
Tata guna lahan, perencanaan tata ruang dan kepemilikan lahan
Data pemetaan tata guna lahan, perencanaan tata ruang dan kepmilikan lahan di kawasan Polder
Banger sudah dikumpulkan dari sumber-sumber berikut ini:
BAPPEDA Semarang;
Dinas PU Semarang;
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Air (Pusair), Departemen Pekerjaan Umum (PU);
foto-foto udara (Google Earth);
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun 2000- 2010, Pemerintah
Kota Semarang, 2004);
Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang Bagian Wilayah Kota (BWK) I (Kecamatan
Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Selatan) tahun
2000-2010, PemKot Semarang 2004).
15
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Tata guna lahan dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
perumahan;
usaha-usaha kecil;
industri-industri;
pra-sarana (jalan-jalan/rel kereta api);
taman-taman dan lapangan olah raga;
kolam-kolam pemancingan;
air (saluran saluran).
Peta tata guna lahan seperti di atas dapat dilihat dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1.Peta tata guna lahan tahun 1993 dengan sistem drainase Banger
Perencanaan tata ruang
perencanaan tata ruang yang ada untuk kawasan polder Kota Semarang (BAPPEDA);
rencana untuk pembangunan jalan-jalan;
gedung-gedung kosong di kawasan polder;
kepemilikan lahan;
kepemilikan lahan di dalam rencana kawasan polder Banger.
16
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
3.3 Kerangka kerja pengembangan lahan dan air Polder Percontohan Banger
Secara umum, proyek-proyek pengembangan lahan dan air harus sesuai dengan kebijakan
pembangunan nasional atau regional. Proyek-proyek pengembangan lahan dan air dapat sangat
berbeda dalam skala dan tipenya. Hal seperti ini merujuk kepada reklamasi dan pengembangan
daerah baru dan juga peningkatan daerah-daerah yang ada. Berbagai pendekatan pembangunan
dapat diterapkan. Perbedaan dapat dilakukan dalam hal-hal berikut ini:
pembangunan cepat berskala besar;
pembangunan perlahan berskala kecil.
Perbedaan dalam pendekatan timbul antara:
berbasis langsung sampai dengan tahap akhir;
pembangunan bertahap.
Polder Percontohan Banger dapat dikategorikan sebagai pembangunan perlahan berskala kecil
dan juga berbasis langsung pada pendekatan tahap akhir.
Untuk peningkatan kawasan Polder Percontohan Banger, aspek-aspek yang akan memainkan
peran adalah:
peran pemerintah pusat dan peran pemerintah daerah;
penentuan pilihan (opsi) peningkatan;
konsultasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan;
pembentukan Badan Polder dan pengembalian modal kerja;
kepemilikan lahan.
Dalam peningkatan daerah-Banger yang ada saat ini, pemerintah secara umum memainkan
peran pengarahan selama seluruh proses. Dalam hal seperti itu tingkat pemerintahan yang
berbeda harus bekerjasama, dan dengan tanggung jawab yang berbeda pula. Dalam peningkatan
daerah-daerah yang ada, berbagai opsi atau kombinasi dari opsi-opsi biasanya muncul, seperti:
sistem pengelolaan air, sistem jalan, atau sistem pengangkutan air;
perencanaan ulang tata guna lahan;
pembentukan kelembagaan sehubungan dengan pengelolaan polder;
perencanaan operasi dan pemeliharaan.
17
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
3.4 Pendekatan perencanaan tata ruang
Rencana Induk 2000-2010 akan digunakan di mana tata guna lahan berikut ini serta fungsi-
fungsi diperkirakan akan memainkan peran:
Kelurahan Kemijen dan Rejomulyo. Fungsi Daerah ini adalah sebagai daerah
perdagangan ditunjang oleh fasilitas-fasilitas khusus, daerah pemukiman, dan industri.
Pengembangannya diarahkan kepada perdagangan grosir dan pergudangan;
Kelurahan Mlatibaru dan Mlatiharjo. Fungsi dominan daerah ini adalah sebagai daerah
perumahan, didukung oleh daerah perdagangan dan daerah industri rumah tangga;
Kelurahan Kebon Agung dan Bugangan. Tata guna dominan adalah sebagai daerah
perdagangan dan pelayanan, daerah pemukiman, dan daerah industri;
Kelurahan Sarirejo dan Rejosari. Tata guna lahan di daerah ini adalah untuk
perdagangan, pelayanan, dan daerah pemukiman didukung oleh industri rumah tangga.
Pengembangan diarahkan kepada perdagangan non grosir dan industri rumah tangga.
Kelurahan Karangturi dan Karang Tempel. Tata Guna Lahan di daerah ini adalah untuk
perdagangan dan pelayanan serta daerah permukiman; dan pembangunannya diarahkan
kepada perdagangan non grosir. Rencana Induk 2000-2010 dapat dilihat pada Gambar
3.2.
Gambar 3.2.Rencana Induk: wilayah Kecamatan Banger Timur
18
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Kepemilikan lahan
Di daerah Banger Selatan, sebagain besar adalah lahan swasta dan perusahaan-perusahaan
swasta. Di tengah-tengah kawasan Polder ada suatuareal yang dimiliki oleh Pertamina yang
digunakan untuk depot distribusi minyak. Sedangkan, di daerah Banger Utara sebagian
besar daerah itu dimiliki oleh PT. KAI (Perusahaan Kereta Api) dan PT. KAI memiliki
lahan yang saat ini diduduki oleh para pemukim secara ilegal. Lihat Gambar 3.3.
Gambar 3.3.Kepemilikan lahan di wilayah Banger
19
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
3.5 Aspek-Aspek sumber daya air Polder Percontohan Banger
Beberapa arsip elektronik yang berisi sistem drainase yang ada telah dikumpulkan dari Dinas
PU Semarang. Dinas PU Semarang telah membuat sistem drainase untuk seluruh kota
Semarang, termasuk daerah Banger. Sistem drainase ini telah dibuat dalam format GIS (ARC
view). Sebuah file AutoCad sudah dibuat untuk sistem drainase. Sistem drainase menjabarkan
saluran drainase yang terdiri dari tingkat primer, sekunder dan tersier, dan arah saluran. Namun
demikian, peta ini tidak berisi elevasi dasar dari masing-masing saluran dan bangunan hidraulik
seperti pintu-pintu air, pompa-pompa, dan saluran-saluran untuk kabel listrik atau pipa. Survei
tambahan perlu dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan desain selanjutnya. Peta sistem drainase
yang ada di Banger dapat dilihat pada Gambar 3.4
Gambar 3.4.Sistem drainase yang ada saat ini di wilayah Banger(Witteveen+Bos, 2008)
Batas-batas Hidrologi
Perbatasan di sebelah selatan adalah Jalan Brigjen Katamso, bukan Jalan Sompok, karena:
daerah (antara Jalan Sompok dan Jalan Brigjen Katamso) sebagian besar adalah daerah
20
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
pembuangan air ke Banjir Kanal Timur dan bukan ke Kali Banger;
daerah sebelah selatan dari Jalan Brigjen Katamso adalah masuk Kecamatan lain. Di
lihat dari sudut pandang organisasi, mudah sekali untuk tidak memasukan daerah ini ke
dalam kawasan polder;
daerah (antara Jalan Sompok dan Jalan Brigjen Katamso) adalah bagian dari sebuah
kampung (kelurahan) dan tidak termasuk seluruh kampung. Dilihat dari sudut pandang
sosial, akan lebih baik tidak meletakkan batas wilayah di dalam sebuah kampung.
Sekalipun batas polder adalah Jalan Brigjen Katamso, masih akan ada kebocoran yang datang
dari daerah sebelah selatan melalui saluran-saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa yang berada
di bawah jalan. Karena alasan ini maka dibuat asumsi bahwa 75% dari kawasan sebelah selatan
adalah pembuangan air ke Kali Banger. Daerah aliran adalah 0.75*40 ha = 30 ha.
Pengumpulan data sistem drainase yang ada meliputi hal-hal berikut ini:
saluran primer dan sekunder (kisi-kisi 50 m):
* dimensi-dimensi/penampang melintang saluran (luas pada tingkat permukaan,
talud, tingkat dasar);
* arah arus/aliran;
saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa:
* dimensi-dimensi;
* elevasi dasar;
* panjang;
* kondisi ( baru, di tengah, perlu diperbaiki);
pintu-pintu air:
* elevasi ambang;
* elevasi dan lebar pintu air yang mungkin;
* kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki),
* operasi (jam-jam dibuka, jam-jam ditutup per-hari (rata-rata);
pompa:
* tipe pompa dan kapasitasnya;
* muka air di hulu (rata-rata) dan juga muka air di hilir (rata-rata);
* kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki);
* operasi (jam-jam terpakai per hari);
jembatan-jembatan;
* dimensi-dimensi tiang (jika ada);
21
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
* tinggi lantai jembatan.
Data meteorologi:
penelitian yang ada mengenai curah hujan;
data curah hujan selama 100 tahun terakhir (jika mungkin) di Semarang;
data penguapan harian selama 25 tahun terakhir;
data (kecepatan) angin.
Curah hujan
Tabel 3.1 menampilkan curah hujan untuk berbagai durasi dan kemungkinan terjadinya. Angka
angka ini diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan fungsi distribusi Gumbel
(maksimum per tahun), berdasarkan data tahun 1959-1966, 1976, 1978-2006 dari stasiun hujan
otomatik Semarang (96835). Di dalam buku pedoman Volume 3: Aspek Teknik, prinsip dari
fungsi distribusi Gumbel untuk berbagai durasi juga dijelaskan.
Tabel 3.1. Curah hujanl (mm) (Witteveen+Bos, 2008)
MIN. JAM T2 T5 T10 T25 T50
10
1
24 29 34 41 46
15 32 39 47 58 65
30 50 63 69 76 82
60 71 88 94 102 108
2 87 106 129 158 180
3 92 112 138 170 193
6 103 135 159 191 214
12 114 168 192 222 245
24 116 180 207 241 266
Analisis dengan metoda Gumbel ini juga dibandingkan dengan hasil studi terdahulu yang
dilaksanakan oleh PU, lihat Tabel 3.2. Dari tabel ini sangat jelas kalau hasil studi terdahulu dan
studi yang dilaksanakan oleh proyek Polder Percontohan Banger memberikan hasil yang
sebanding.
22
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Tabel 3.2. Hasil distribusi Gumbel dan studi terdahulu (mm/hari) untuk 24 jam (Witteveen+Bos,
2008)
Kemungkinan terjadinya (per tahun) Studi terdahulu Studi proyek Banger:
Gumbel
½ 120 116
1/5 175 180
1/25 225 241
Tabel 3.3 menyajikan analisis statistik untuk curah hujan di Semarang berdasarkan data hujan
tahun 1977 - 2007.
Tabel 3.3 Rata-rata, maksimum dan minimum curah hujan bulanan untuk Semarang (1977 –
2007) (Witteveen+Bos, 2008)
Curah hujan
Semarang
1977 - 2007 Maksimum hujan
harian (mm)
Rata-rata curah
hujan bulanan
(mm)
Minimum curah
hujan bulanan
(mm)
Musim hujan Desember 253 306 106
Januari 276 399 145
Februari 252 329 82
Maret 192 241 72
Transisi April 117 197 38
Mei 141 156 26
Musim kering Juni 88 97 0
Juli 93 61 0
Agustus 77 58 0
September 130 90 0
Oktober 110 152 0
Transisi November 150 231 102
Rata-rata
tahunan
2317
Evaporasi
Tabel 3.4 menampilkan rata-rata evaporasi bulanan. Evaporasi ini diperoleh dengan menghitung
rata-rata evaporasi bulanan 1987-2006, berdasarkan data stasiun Semarang (96835).
23
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Tabel 3.4. Evaporasi bulanan
Bulan Evaporasi
(mm/hari)
Januari 3.60
Februari 3.75
Maret 3.98
April 4.17
Mei 4.17
Juni 4.18
Juli 4.88
Agustus 5.45
September 5.95
Oktober 5.57
November 4.52
Desember 3.82
Perubahan iklim
The Intergovernmental Panel on Climatic Change (IPCC) sudah didirikan oleh WMO dan
UNEP untuk menilai relevansi ilmiah, teknis, dan sosial-ekonomi untuk memahami perubahan
iklim, dampak-dampak yang mungkin timbul dan opsi-opsi untuk adaptasi dan meringankan
dampaknya (mitigasi).
Temperatur
Temperatur di Indonesia akan mengalami peningkatan, meskipun pemanasan diproyeksikan
kurang dari pada rata-rata pemanasan global, karena pengaruh letak lokasi yang dekat dengan
laut. Tabel 3.5 menampilkan peramalan pemanasan global di Indonesia.
Tabel 3.5. Perubahan temperatur di Indonesia (°C, T = tahunan, H = Hujan, K = Kering)
Topik 2020 2050 2080
T H K T H K T H K
Pemanasan 1.05 1.12 1.01 2.15 2.28 2.01 3.03 3.23 2.82
Data hydrologi:
24
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
sistem air daerah sekitar: arah arus saluran di daerah sekitar polder;
muka air laut:
* muka air pasang (rata-rata dan tinggi) dan muka air laut rata-rata (MAR);
* gelombang laut, angin (arah, frekuensi terjadinya, kekuatan angin) dan kondisi
gelombang.
Karasteristik pasang surut
Karasteristik pasang surut ditampilkan pada Tabel 3.6 (Daftar Pasang Surut 2006, Dinas Hidro-
Oseanografi) yang menampilkan muka air maksimum dan minimum selama pasang purnama
dan juga muka air pada saat pasang perbani.
Tabel 3.6. Karakteristik pasang surut (Witteveen+Bos, 2008)
No. Kondisi pasang surut Singkatan Muka air(m+MAR)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Air surut paling rendah pasang purnama
Air surut rendah rata-rata pasang purnama
Air surut rendah paling rendah pasang
perbani
Muka air laut rata-rata (Mean sea level )
Air pasang paling tinggi
Air pasang tinggi rata-rata
Air pasang tertinggi pasang purnama
SRPA
RRPA
SRPI
MALR
APPT
PTRR
PTPA
-0.50
-0.37
-0.10
0.00
+0.10
+0.38
+0.50
Prediksi yang diterima umum untuk kenaikan muka air laut adalah 0.20 m dalam waktu 50
tahun, atau kenaikan 4 mm per tahun.
Kenaikan muka air laut
Disebabkan oleh pemanasan global, muka air laut akan meningkat. The Intergovernmental
Pannel on Climatic Change (IPCC) memproyeksikan kenaikan muka air laut global sebesar 0.19
m sampai dengan 0.58 m pada tahun 2100.
Gelombang laut
Suatu analisis gelombang laut sudah disarankan. Data untuk tekanan muka air laut ditentukan
25
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
dari NCDC. Data tersebut diukur pada sebuah stasiun cuaca di daratan dan terdiri dari tekanan
rata-rata per hari yang diambil dengan periode waktu 6 tahun, dari 1994 sampai dengan 1999
dan ditampilkan pada Gambar 3.5. Gambar ini menunjukkan tekanan permukaan air laut yang
diukur di Semarang. Tekanan maksimum dan minimum masing-masing adalah 1.005 mBar dan
1.0017 mBar. Selisih antara tekanan muka air laut rata-rata yang diukur adalah 12 mBar.
Sebagai suatu pendekatan konservatif, selisih maksimum adalah 20 mBar. Perbedaan dalam
tekanan muka air laut sama dengan perbedaan dalam tekanan muka air laut, yaitu 0.20 m.
Gambar 3.5. Tekanan permukaan laut di stasiun cuaca Semarang (NCDC)
Kenaikan muka air akibat angin
Suatu analisis kenaikan muka air akibat angin sudah dilaksanakan. Karena kecepatan angin
yang berbeda, kenaikan muka air yang ditimbulkan angin juga bervariasi pada setiap
kemungkinan terjadinya. Pada tahap ini, kecepatan angin dibulatkan dengan tingkat kenaikan
muka air setiap 0.05 m dan menyajikan nilai-nilai yang direkomendasikan (nilai batas atas).
Lihat Tabel 3.7.
Table 3.7. Kenaikan muka air akibat angin untuk berbagai kemungkinan terjadinya
Kemungkin
an terjadi
(per tahun)
Kecepatan angin
(m/d)
Kecepatan angin
(m/d)
ARGOSS Kecenderungan
lebih ekstrim
ARGOSS Kecenderungan
lebih ekstrim
Direkomendasika
n
1/1 13.6 15 0.15 0.19 0.20
26
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
1/10 15.3 17 0.19 0.24 0.25
1/100 16.8 20 0.23 0.33 0.35
1/1,000 18.1 22 0.27 0.40 0.40
Kenaikan muka air akibat angin (wind set up) untuk polder percontohan Semarang beradasarkan
data ARGOSS dan gelombang pasang berdasarkan data dari NCDC. Tabel 3.8 memperlihatkan
nilai-nilai yang direkomendasikan untuk kecepatan angin dan gelombang pasang untuk setiap
kemungkinan terjadinya. Kecepatan angin hanya akan terjadi ketika air terperangkap, sehingga
daerah tersebut akan menjadi:
tertutup;
relatif dangkal sehingga arus balik terbatas.
Tabel 3.8. Kenaikan muka air akibat angin berdasarkan data ARGOSS
Kemungkinan
terjadi
(per tahun)
Direkomendasikan
Kecepatan angin
(m)
Gelombang laut
(m)
1/1 0.20 0.20
1/10 0.25 0.20
1/100 0.35 0.20
1/1,000 0.40 0.20
Pada Gambar 3.6 ditarik dua opsi untuk suatu air dangkal teluk tertutup. Dalam hal ini
perhitungan kenaikan muka air akibat angin (wind set up) digunakan garis sambung
sebagai batas untuk domain tersebut; pada garis itu air akan lebih dalam, tetapi
jangkauannya lebih panjang (33 km), mengakibatkan kenaikan muka air akibat angin
yang juga lebih tinggi.
27
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Gambar 3.6. Kemungkinan kondisi teluk yang tertutup dan panjang sumber angin
(Google Earth Pro)
Pembuangan Internal di dalam polder
Rumah tangga menghasilkan air limbah di dalam wilayah polder. Sumber dari air limbah ini
adalah berasal dari air tanah (yang disedot pada kedalaman yang dalam) atau dari air minum,
yang berasal dari luar polder. Suatu indikasi pembuangan ini adalah sebagai berikut:
jumlah penduduk dalam kawasan mencapai 84.000 jiwa;
penggunaan air per orang: 185 l/hari;
jumlah penggunaan air: 15.500 m3/hari, tersebar di seluruh areal polder;
air limbah dari industri menengah dan kecil: 2.600 m3/hari;
produksi air limbah adalah 18.000 m3/hari (= 0.2 m3/d).
Areal lahan
Tabel 3.9 menampilkan berbagai lahan di wilayah polder. Berdasarkan atas asumsi-asumsi
berikut ini, sebuah perbedaan dapat dibuat antara areal-areal aliran yang berbeda:
perumahan: 90% tertutup/, 10 % tidak tertutup/tidak tutup;
air: 100 % air terbuka;
lain-lain: 60 % tertutup, 40 % tidak tertutup.
Table 3.9. Tata guna lahan dalam ha (Witteveen+Bos, 2008)
Perumahan Air Lain lain Total
Kemijen 42 9 45 96
Rejomulyo 38 0 2 40
28
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Mlatiharjo 46 2 7 55
Mlatibaru 35 2 3 40
Bugangan 34 2 10 46
Kebon Agung 34 0 3 37
Sarirejo 40 0 6 46
Rejosari 55 3 10 68
Karangturi 35 0 1 36
Karang Tempel 56 2 5 63
Total 415 20 92 527
Di Kemijen, sebagian besar daerah itu tidak disemen sampai saat ini. Pada waktu yang akan
datang, daerah ini akan dikembangkan menjadi terminal peti kemas dan fasilitas-fasilitas
pengangkutan lainnya. Asumsi juga dibuat untuk daerah ini bahwa 60 % akan disemen dan 40
% tidak akan disemen. Tabel 3.10 menampilkan luas area dengan kondisi permukaan yang
berbeda.
Tabel 3.10. Areal kedap, tidak kedap dan air terbuka dalam ha (Witteveen+Bos, 2008)
Keda
p
Tidak kedap Air terbuka Total
Kemijen 64 23 9 96
Rejomulyo 35 5 0 40
Mlatiharjo 46 7 2 55
Mlatibaru 33 5 2 40
Bugangan 37 7 2 46
Kebon Agung 32 5 0 37
Sarirejo 40 6 0 46
Rejosari 56 10 3 68
Karangturi 32 4 0 36
Karang Tempel 53 8 2 63
Total project area 428 79 20 527
3.6 Kondisi topografi kawasan
Pengumpulan data
29
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Data topografi sudah dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai berikut:
data digital elevasi muka tanah dengan kisi-kisi 50 m untuk polder, diukur selama 3
tahun terakhir, dengan tanda alam yang baik (tidak ada penurunan permukaan dari tanda
alam atau patok tersebut);
data digital elevasi muka tanah dengan kisi-kisi 150 m di luar polder, dengan batas-batas
kawasan polder sebagai berikut:
* sisi timur: Banjir Kanal Timur;
* sisi utara: 300 m
* sisi barat: Jalan Empu Tantular, Jalan Merak, Kali Baru, Jalan Ki Mangunkarso,
Jalan Erlangga Timur;
* sisi selatan: Jalan Sriwijaya;
* beberapa file elektronik juga telah dikumpulkan dari Dinas PU Semarang (DPU,
2006). Peta elevasi permukaan yang ada sekarang (model digital elevasi muka
tanah) di Semarang dibuat pada tahun 2000 oleh Indra Karya sebagai konsultan
untuk Rencana Induk drainase Semarang. Model ini ditentukan oleh titik-titik
ketinggian dan garis-garis kontur ketinggian. Di kawasan polder percontohan,
titik-titik ketinggian ini sangat padat adanya.
Peta elevasi permukaan tanah di kawasan polder percontohan dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Pada bagian utara kawasan (sebelah Utara Jl. Citarum) sebagian di bawah elevasi muka air laut
rata-rata (MALR). Elevasi permukaan tanah berada di antara 0.8 m-MAR dan +0.6 m+MAR. Di
bagian tengah (antara Jl. Kartini dan Jl. Citarum), elevasi permukaan tanah di atasMALR:
0.00+MAR sampai dengan +1.6m+MAR. Di sebelah selatan (sebelah Selatan Jl.Kartini) relatif
tinggi, 1.6 m sampai dengan +6.1 m+MAR.
Perlu diperhatikan bahwa ada kemungkinan data yang diperoleh sudah tidak tepat lagi karena
dua alasan, yaitu:
penurunan permukaan tanah (ambles);
permukiman di kawasan tersebut, yang digunakan untuk survei.
Karena itu, untuk mengecek apakah data tersebut di atas masih sahih atau tidak, perlu dilakukan
survei ulang.
30
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Gambar 3.7. Kondisi topografi wilayah Banger (Witteveen+Bos, 2008)
3.7 Aspek Geo-teknik dan penurunan permukaan di kawasan Polder Percontohan Banger
Bagian sebelah utara Kota Semarang terdiri atas tanah datar alamiah, yang melebar dari barat
ke timur. Lebar di bagian barat adalah 4 km, 7 km di bagian tengah dan 12 km di bagian timur.
Sedangkan tanahnya terdiri atas endapan (deposit) tanah dan pasir (alluvial) yang terbawa dari
sungai-sungai dan anak-anak sungai. Tanah ini terdiri atas tanah liat, pasir, endapan lumpur
(silt) dan batu kerikil (gravel). Polder Banger adalah bagian dari kawasan alluvial. Bagian
tengah pusat Kota Semarang (di sebelah selatan Polder Banger) terdiri atas Formasi Damar.
Formasi ini terdiri dari batu endapan (sedimen), batu volkanik, batu aliran lava, batu intrusi dan
juga batu pyroclastik.
Data geo-hidrologi dan geo-teknik
tipe permukaan tanah dan lapisan tanah liat lebih dalam (Tabel 3.11);
tabel air tanah ari akifer dan air tanah phreatik (data selama 5 tahun terakhir);
penyedotan air tanah saat ini di Semarang;
data geo-teknik yang diperlukan untuk konstruksi tanggul.
Tabel 3.11 Lapisan tanah dan jenisnya (Witteveen+Bos, 2008)
31
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Kedalaman
(m)
Nama Batas cair
(%)
Batas
plastis
(%)
Indeks
plastisitas
(%)
Kandungan air
alamiah
(%)
Rasio
rongga
dari sampai
0
25
>75
25
75
Tanah liat sangat
lunak
Tanah liat
berlempung sangat
kaku
Lempung berpasir
yang sangat kerast
80 -120
80 – 110
-
30 – 40
30 – 40
-
40 – 90
40 – 80
-
40 – 80
30 – 50
-
1 - 2
1 - 1.5
-
Profil tanah, stratifikasi tanah lapisan bawah dan parameter tanah dapat dilihat pada Tabel 3.12
di bawah ini.
Tabel 3.12. Profil tanah (Witteveen+Bos, 2008)
Kedalaman (m) Uraian
dari sampai
0
25
> 75
25
75
Tanah liat laut lembut, SPT blow counts bervariasi antara 3 – 10 blows/m.
Tanah liat setengah kaku s/d tanah liat kaku; SPT blow count kurang lebih
meningkat dengan kedalaman dari kira-kira 30 blows/ft s/d 80 blows/m
Endapan Lumpur keras berpasir /lapisan batu endapan lumpur
Geo-hidrologi Polder Banger
Hidrologi Polder Banger dapat lihat pada Gambar 3.8. Lapisan atas terdiri atas endapan
(deposit) tanah liat alluvial, pasir dan endapan lumpur. Ketebalan lapisan ini adalah 65 m. Muka
air tanah berkisar dari 2 m-permukaan di daerah sebelah utara sampai 4 m-permukaan di
sebelah selatan dari kawasan proyek.
32
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Gambar 3.8. Geohidrologi Polder Banger (Witteveen+Bos, 2008)
Di bawah lapisan ini, terdapat dua akifer, yaitu:
akifer endapan Delta Garang. Ini adalah akifer bagian atas, yang terdiri atas batu
“breccia” volkanik, di kedalaman 65 m-permukaan. Ketebalannya 10 m. Kemampuan
mengalir akifer adalah 20 – 1000 m2/hari. Akifer ini biasa naik ke permukaan (artesian),
tetapi karena penyedotan air tanah, tekanan hidraulik tertarik lebih rendah sampai di
bawah tingkat permukaan air laut dan bahkan lebih rendah. Tekanan hidraulik turun
lebih rendah dari 5 m-permukaan pada tahun 1980 menjadi 17 s/d 25 m -permukaan.
akifer endapan Coast quaternary. Ini adalah akifer kedua, lebih rendah, dengan
kedalaman 85 m-permukaan. Ketebalannya 10 m dan kemampuan pengaliran
(transmissibility) adalah 100 – 500 m2/hari. Tekanan hidraulik adalah 13 s/d 25
m+permukaan.
Penyedotan air tanah
Penyedotan air tanah dimulai pada tahun 1842 di kawasan Fort Wilhelm I (sekarang dikenal
sebagai Pelabuhan Tanjung Mas). Pada tahun 2000 jumlah sumur dalam yang terdaftar ada
1029 unit dengan total volume 39 juta m3/tahun (Siswanto dan Susilo, 2000). Jumlah sumur
meningkat 14% per tahun, tetapi peningkatan volume air disedot meningkat hampir 34 %/tahun.
Penyedotan air tanah oleh sumur-sumur dalam di kawasan Semarang dapat dilihat pada Tabel
33
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
3.13.
Sedangkan, lokasi sumur-sumur dalam diperlihatkan pada Gambar 3.9. Penyedotan air tanah
dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut (up coning) yang masuk pada kedalaman yang
lebih dalam. Penyedotan air tanah terjadi di kawasan industri, perkantoran dan perumahan.
Lapisan atas digunakan untuk air baku PDAM (persediaan air) dan juga digunakan untuk air
minum pribadi/swasta. Lapisan kedua, lapisan yang lebih dalam, digunakan untuk penyedotan
keperluan industri-industri. Karena laju penyedotan air tanah melebihi dari laju pengisian
kembali, tekanan hidraulik dari akifer menjadi lebih rendah.
Gambar 3.9. Lokasi sumur air tanahs
Tabel 3.13. Debit pengambilan air tanah dengan sumur dalam (Witteveen+Bos, 2008)
TAHUN JUMLAH
SUMUR
PENYEDOTAN AIR TANAH
M3/hari/sumur M3/hari M3/tahun
1900 16 73.1 1,170 427,050
1910 18 72.8 1,310 478,150
1920 18 77.8 1,400 511,000
1932 28 57.5 1,610 587,650
1982 127 295.0 37,460 13,672,900
1985 150 293.8 44,064 16,083,360
1990 260 236.8 61,570 22,473,050
1995 316 234.6 74,130 27,057,450
1996 659 122.3 80,594 29,416,810
1997 745 129.9 96,798 35,331,270
1998 776 127.6 98,998 36,134,270
34
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
1999 1060 103.3 109,531 39,978,815
2000 1029 104.3 107,369 39,189,685
Konservasi air tanah
Siswanto dan Susilo (2000) membagi konservasi air tanah di Semarang berdasarkan atas kriteria
sebagai berikut:
total volume air yang disedot;
maksimum penurunan air tanah (Kedalaman dan laju penurunan);
degradasi maksimum kualitas air tanah;
dampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan atas kriteria di atas, kawasan Semarang dibagi menajdi 6 zona konservasi seperti
dalam Gambar 3.10 di bawah ini.
zone 1: zona kritis, yaitu zona yang terletak di pinggir pantai yang ditutupi oleh endapan
(deposit) alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik dengan ketinggian 20 m-
permukaan. Penurunan permukaan tanah juga terjadi di kawasan dengan cepat. Tingkat
permukaan air tanah di kawasan ini 22 – 30 m dan kedalaman akifer berkisar 30 – 150 m.
Penyedotan dari akifer terbatas pada 100 m3/hari. Polder Percontohan Banger terletak di
zona kritis ini;
zona 2: Zona berbahaya, yaitu zona yang berlokasi dekat kawasan pantai tertutup oleh
suspensi alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik dengan ketinggian 10 – 20 m-
permukaan. Zona ini merupakan daerah penyangga (buffer zone) bagi zona kritis.
Kedalaman akifer di kawasan ini berkisar 30 – 90 m-permukaan dan penyedotan air tanah
dari akifer terbatas pada 60 m3/hari;
zona 3: zona aman 1, yaitu zona yang berdekatan dengan pantai ditutupi oleh suspensi
alluvial dan lembah yang ditutupi oleh batu-batu volkanik dari formasi Damar, dengan
kontur piezometrik kurang dari 10 m-permukaan. Penyedotan air tanah untuk industri
masih diizinkan dengan syarat penyedotan berada pada akifer dengan kedalaman 30 m
dan maksimum penyedotan 150m3/hari;
zona 4: zona aman 2, yaitu zona yang terletak di kawasan perbukitan terdiri atas batu-
batu volkanik tua dari formasi Damar dengan suspensi “breccia” dari gunung Ungaran.
Muka air tanah berkisar antara 15 – 51 m-permukaan. Akifer produktif memiliki
kedalaman lebih dari 60 m. Penyedotan air tanah untuk industri masih diizinkan, jika
35
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
disedot dari akifer yang memiliki kedalaman lebih dari 60 m dan dengan maksimum
penyedotan 200 m3/hari;
zona 5: zona aman 3 (V), yaitu zona yang berlokasi di lembah gunung Ungaran ditutupi
oleh batu-batu volkanik tua dan batu-batu volkanik muda yang dibentuk oleh gunung
Ungaran dari lava Andesit dan Bassalt, breccias dan lahar dingin. Muka air tanah
berkisar 1 s/d 27 meter dari permukaan. Kedalaman akifer adalah antara 20 – 80 m dari
permukaan. Zona ini berfungsi sebagai daerah pengisian kembali.
zona 6: zona aman 4 (VI), yaitu zona yang terletak di pusat kota dan di sebelah tenggara
Semarang, berlokasi di kawasan berbukit, ditutupi oleh batu-batu endapan (sedimen)
tersier, batu (tanah) liat, napal, batu pasir, batu konglomerat, breccias, dan batu kapur.
Air asin ditemukan di beberapa sumur di daerah ini.
Gambar 3.10. Zona konservasi air tanah
Penurunan permukaan tanah (ambles)
Seperti diketahui bahwa penurunan permukaan tanah terjadi di bagian utara Kota Semarang.
Beberapa penelitian sudah dilakukan pada waktu yang lalu. Banyak penelitian juga telah
dilakukan mengenai sistem air tanah, dengan tujuan yang berbeda tetapi penyedotan air tanah
yang berlebihan telah diidentifikasi sebagai penyebab utama dari penurunan permukaan tanah.
36
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Pengumpulan data meliputi hal-hal berikut ini:
riset yang ada mengenai penurunan permukaan tanah (ambles);
elevasi permukaan air tanah selama 50 tahun terakhir (jika ada);
penyedotan air tanah selama 50 tahun terakhir.
Pedoman ini menggambarkan dan membandingkan hasil beberapa penelitian dan laporan-
laporan serta prediksi penurunan permukaan tanah pada waktu yang akan datang. Data dan peta
juga telah dikumpulkan dari sumber-sumber berikut ini:
pengukuran batas di atas permukaan laut (“benchmark”) oleh JICA, 1997 dan
pengukuran “benchmark” oleh Rencana Induk Drainase Perkotaan Semarang (Semarang
Urban Drainage Master Plan/SUDMP), 2000;
proyek Rencana Induk drainase perkotaan Semarang, Jilid 2, oleh PT. Indah Karya,
2000;
pengkajian Banjir dan sistem drainase dan efek penurunan air tanah Kota Semarang, oleh
PU, 2001;
pengukuran elevasi bollard-B dan bollar-T pada kawasan PT. Sriboga Ratu Raya
Pelabuhan Tanjung Mas dengan TTG-449 Srondol Semarang, oleh Politeknik Negeri
Semarang, 2005;
pemantauan Penurunan Permukaan Tanah di Semarang, Indonesia, oleh Muh. Aris
Marfai-Lorenz King, Journal of Environmental Geology, Springer Berlin/Heildelberg.
Tingkat penurunan permukan tanah berkisar antara 5 cm/tahun di kawasan bagian selatan
sampai dengan 9 cm in kawasan bagian Utara. Penurunan permukaan tanah tersebut sebagian
besar disebabkan oleh penyedotan air tanah.
Sebagai ringkasan, prediksi tingkat penurunan permukaan tanah di Banger diperlihatkan pada
Gambar 3.11 (Witteveen+Bos, 2008).
37
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Gambar 3.11. Pra-kiraan penurunan permukaan tanah (ambles) di wilayah Banger
Penurunan permukaan tanah disebabkan menurunnya air tanah akan berlangsung terus jika
penyedotan di atas kapasitas pengisian kembali air tanah terus berlangsung. Karena itu harus
ada pengendalian dan pembatasan penyedotan air tanah untuk keperluan industri atau
permukiman, yang memerlukan perhatian penuh dari pemerintah.
3.8 Aspek-aspek lingkungan Polder Percontohan Banger
Pengumpulan data mengenai aspek-aspek lingkungan meliputi fasilitas-fasilitas sanitasi yang
ada saat ini dan sistem pengelolaan sampah.
sanitasi
* lokasi dan tipe sistem sanitasi (seperti: septik tank);
* jumlah pemakai per sistem sanitasi;
* pemeliharaan dan umur sistem sanitasi;
* tingkat kepuasan para pemakai.
wabah/penyakit yang berhubungan dengan sanitasi, sumber-sumbernya dan kualitas air
(nutrisi, logam berat).
38
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Sampah padat
Sampah padat rumah tangga dikumpulkan dalam keranjang sampah di setiap rumah tangga.
Kemudian, petugas sampah akan mengambil sampah padat tersebut dan membawanya ke
tempat penimbunan sampah sementara (TPS). Di tempat ini, limbah padat tersebut akan dimuat
ke dalam truk-truk sampah dan dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Jatibarang di
kabupaten Mijen. Volume sampah padat tersebut diperkirakan mencapai 175 m3/hari. Proyek ini
menunjukkan bahwa warga menyadari masalah-masalah yang berkaitan dengan sampah padat
(berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan) dan ingin memberikan kontribusi atau membayar
iuran untuk sistem pengelolaan sampah padat tersebut.
Intrusi air laut
Intrusi air laut yang disebabkan oleh eksploitasi akifer yang berlebihan. Air tawar yang
terkontaminasi dengan 5% air laut tidak lagi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan umum seperti
air minum, pertanian dan peternakan. Gambar 3.12 diperlihatkan kerucut di mana zona
percampuran antara air tawar dan air tanah asin, tanpa adanya peyedotan air tanah.
Gambar 3.12. Zona percampuran air tanah asin tanpa penyedotan air tanah
Sedangkan, naiknya permukaan air tanah asin, disebabkan oleh adanya penyedotan air tanah
diperlihatkan dalam Gambar 3.13. Dalam Gambar 3.13 tersebut diperlihatkan kerucut di mana
39
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
kenaikan air asin berada dan juga kerucut di mana terjadinya penurunan tekanan.
Gambar 3.13.Percampuran air tanah asin akibat adanya penyedotan air tanah
Ekologi
Untuk meningkatkan kualitas air dan alasan-alasan estetik (sosial), sangat mungkin membuat
suatu sungai lebih ekologis, dengan zona hijau sepanjang sungai yang ditumbuhi oleh tanaman-
tanaman (air) dan pepohonan, atau mungkin dibuatkan sebuah taman rekreasi. Zona hijau ini
juga dapat berfungsi sebagai retensi atau dengan sistem zonasi. Selama dengar pendapat
dengan warga, beberapa warga mengisyaratkan keinginan mereka untuk memiliki sebuah
daerah aliran sungai yang lebih hijau. Namun demikian, risiko yang perlu dipertimbangkan
adalah profil ekologi sungai yang hijau tersebut mungkin akan digunakan untuk permukiman
pada waktu yang akan datang atau bahkan sebagai lokasi tempat pembuangan sampah.
Tambak ikan
Memancing dan menjual ikan bandeng merupakan sumber penting pendapatn para nelayan.
Habitat ikan bandeng adalah air yang payau. Dalam konsep polder, air yang payau akan
berubah menjadi air tawar. Akibatnya adalah, populasi ikan bandeng akan menyusut atau
bahkan akan menyebakan species ikan ini akan punah. Karena itu, dalam desain konseptual,
akan dilakukan penilaian antara:
mengubah menjadi memancing dan menjual ikan air tawar; atau
memasukan air laut ke dalam kolam-kolam ikan.
40
3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger
Untuk mencegah agar ganggang tidak tumbuh terlalu banyak, sistem pengelolaan air tambak
harus memiliki kemampuan membersihkan, dan ini harus dilaksanakan secara cermat.
3.9 Aspek Kebijakan dan Sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger
Data mengenai sosial dan ekonomi meliputi data sebagai berikut:
data sosio-demografik (antara lain, pendapatan, profesi, situasi perumahan, alat
transportasi, kebiasaan sosial, perilaku dan lain-lain);
per daerah/kabupaten/rukun warga: daftar pemangku kepentingan yang relevan,
pemimpin lokal, wakil masyarakat setempat, dan lain-lain);
ikatan sosial di dalam kawasan polder dan keinginan untuk membayar iuran;
masalah-masalah sosial yang ada berkaitan dengan banjir;
warga:
* penghasilan rata-rata per kepala keluarga per komunitas;
* nilai aset;
* kemampuan membayar iuran per komunitas.
industri-industri:
* manfaat;
* jumlah karyawan
* nilai aset dan kemampuan membayar iuran.
usaha kecil:
* keuntungan;
* jumlah karyawan;
* nilai asset dan kemampuan membayar iuran.
air: pentingnya air untuk meningkatkan pendapatan (seperti: tambak ikan, kebun-kebun
sayuran, dan lain-lain).
41
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger
4.1 Tahap realisasi
4.1.1 Prakarsa pembentukan Badan Polder
Untuk memprakarsai pengelolaan Polder Percontohan Banger, sebuah organisasi sementara
yang disebut “Badan Polder Sementara” (BPS) sudah dibentuk, yang terdiri dari warga dengan
latar belakang berbeda. BPS melakukan pertemuan secara teratur dengan pemerintah kota
Semarang, BAPPEDA dan dengar pendapat umum dengan pihak terkait dan pemangku
kepentingan dalam wilayah pengembangan Polder Banger.
Badan Polder Sementara Banger sudah dikembangkan dari Sistem sub Banger Utara dan Sistem
sub Banger Selatan. Suatu Sistem sub adalah sebuah organisasi yang menangani pengelolaan
sumber daya air polder di kota Semarang yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Wali
Kota Semarang. Sebuah sistem sub yang dibentuk atas dasar wilayah aliran sungai memiliki
tugas utama untuk membantu Pemerintah Kota melalui Dinas PU mengumpulkan data
mengenai situasi sungai di Semarang.
Sekalipun tugas mereka secara administratif terbatas (tanpa ada wewenang melakukan
eksekusi), sistem sub tersebut sudah secara resmi diakui oleh Pemerintah Kota. Diharapkan
bahwa awal dari Badan Polder Banger dengan dirintisnya pengembangan Sub-Sistem seperti ini
akan membawa beberapa manfaat, seperti:
Badan Polder dirintis oleh orang-oarang yang telah secara jelas memiliki perduli terhadap
pengelolaan sumber daya air, dalam hal ini berupa anggota dari Sistem sub Banger Utara
dan Banger Selatan;
lebih muda untuk mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Kota.
4.1.2 Pembentukan Badan Polder
Salah satu hal yang paling sulit dalam komponen kelembagaan Badan Polder Banger adalah
bagaimana mendefinisikan tugas dan wewenang Badan Polder yang akan datang. Pada
dasarnya, hampir semua fungsi dan wewenang dalam operasi dan pemeliharaan komponen-
komponen polder seperti tanggul, kolam retensi, saluran, pompa dan lain-lain, telah dimiliki dan
didistribusikan di berbagai lembaga pemerintah yang berbeda, seperti Pemerintah kota, Dinas
42
4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger
Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA), Balai Wilayah Sungai dan lain-lain. Dalam
membentuk sebuah organisasi seperti Badan Polder pada prinsipnya harus bersifat saling
melengkapi dari pada mengambil alih fungsi-fungsi yang sudah diatur saat ini. Harus
dipertimbangkan kemungkinan untuk mendelegasikan beberapa tugas yang ada kepada Badan
Polder. Karena itu, kesepakatan atas berbagi peran antara pemerintah terkait dan warga polder
merupakan landasan dasar dalam pembentukan suatu Badan Polder.
Buat sementara, ketika pedoman ini sedang dalam tahap penyelesaian, inventarisasi wewenang
dan tugas operasional dan pemeliharaan komponen polder sedang dirumuskan dalam proyek
Banger. Diharapkan Badan Polder Banger yang akan datang akan dibentuk paling tidak
berdasarkan atas Surat Keputusan Walikota Semarang.
4.2 Tahap pengelolaan
4.2.1 Organisasi pengelolaan air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Tujuan organisasi polder dan pemerintah kota adalah untuk mengoperasikan dan memelihara
seluruh pra-sarana Polder Banger, sehingga fungsi sistem pengelolaan tata air dapat
dioperasikan dan dipelihara secara pantas dan tepat. Pengelolaan dan pemeliharaan polder
meliputi hal-hal berikut ini:
operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air;
pengelolaan urusan-urusan kelembagaan/administrasi, pendanaan dan keuangan yang
berkaitan dengan aktivitas polder, sebagaimana secara umum dibutuhkan. Organisasi
polder harus bertindak dan memiliki kapasitas sebagai suatu organisasi yang profesional.
pengelolaan sampah padat.
Harus ada pembagian tanggung jawab dan tugas-tugas yang jelas antara organisasi polder
mengenai operasional dan pemeliharaan dari sistem.
Badan Polder Sementara
Buat sementara, dalam lingkup pekerjaan komponen kelembagaan, sudah dibentuk Badan
Polder Sementara (BPS) yang telah mulai aktif bekerja di bawah organisasi-organisasi yang
dibentuk berbasis komonitas: Sistem sub Utara dan Sistem sub Selatan, yang terdiri atas
beberapa kelurahan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.1.
43
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Tabel 4.1. Keanggotaan Kelurahan di Sistemsub Utara dan Selatan
SISTEM SUB UTARA SISTEM SUB SELATAN
Kemijen
Rejomulyo
Tanjung Mas
Mlatiharjo
Mlatibaru
Bugangan
Kebon Agung
Sarirejo
Rejosari
Karangturi
Karang Tempel
Saat ini, yang paling aktif adalah Sistem sub Utara karena banjir yang disebabkan air pasang
(rob) dan juga banjir selama musim hujan sangat mempengaruhi keadaan lingkungan kehidupan
mereka. Secara keseluruhan, Sistem sub Selatan hanya akan terpengaruh pada waktu curah
hujan ekstrim dan/atau pada musim hujan panjang.
Penduduk
Jumlah rumah tangga penduduk dan kepadatan penduduk per kelurahan di Kecamatan
Semarang Timur dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan untuk referensi, data dari Kelurahan Tanjung
Mas di Kecamatan Semarang Utara juga disajikan.
Table 4.2 Jumlah penduduk Kecamatan Semarang Timur (Bappeda, 2005)
Kelurahan Jumlah
rumah tangga
Jumlah
penduduk
Total luas
wilayah
(km2)
Kepadatan
penduduk
(orang/km2)
Kemijen
Rejomulyo
Mlatiharjo
Mlatibaru
Bugangan
Kebon Agung
Sarirejo
Rejosari
Karangturi
Karangtempel
3,382
1,003
1,548
2,087
2,342
1,224
2,603
4,659
904
1,408
13,362
4,357
6,061
9,447
9,354
4,821
10,228
17,758
3,642
4,633
0.96
0.40
0.55
0.40
0.46
0.37
0.46
0.68
0.36
0.63
13,919
10,893
11,020
23,618
20,335
13,030
22,235
26,115
10,117
7,354
Total 21,160 83,663 5.27 15,875Kecamatan Semarang Utara
Kelurahan
Tanjung Mas
RW (16) and RT (125)
6,178 29,343 3,33 8,812
44
4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger
4.2.2 Tugas dan tanggung jawab Badan Polder Banger dan Pemerintah Kota.
Sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu, dua organisasi berbeda akan terlibat, yaitu
Badan Polder dan Pemerintah Kota. Pada saat ini belum jelas siapa yang akan bertanggung
jawab dan akan melaksanakan tugas-tugas yang berbeda dalam pemeliharaan polder Banger.
Tugas-tugas Badan Polder meliputi hal hal sebagai berikut:
merumuskan kebijakan umum;
mengawasi seluruh kegiatan terkait di dalam polder;
memilih ketua dan staf pelaksana Badan Polder;
merumuskan dan mensyahkan semua peraturan berkaitan dengan Badan Polder;
melaksanakan pencegahan dan pengendalian banjir: perlindungan terhadap banjir dari
laut, sungai dan daerah sekitar polder (pengelolaan tanggul);
melakukan pengelolaan kualitas air: mengelola kuantitas air dan memastikan bahwa air
dipertahankan pada elevasi yang benar, termasuk drainase, pembersihan dan irigasi (jika
ada) pengaturan muka air air (mengoperasikan pompa-pompa, pengerukan);
melaksanakan pengelolaan kualitas air dengan mulai membentuk pengelolaan sampah
padat (bekerjasama dengan Pemerintah Kota) dan membersihkan sistem pengelolaan tata
air dari sampah sampah (dan harus disebutkan bahwa sanitasi adalah langkah yang akan
diambil berikut ini).
4.2.3 Stimulasi Keterlibatan pemangku kepentingan
Program stimulasi dalam Polder Percontohan Banger sementara ini adalah dalam kaitannya
dengan pemerosesan pengelolaan sampah padat dan daur ulang di kawasan polder. Semua
peralatan mesin sudah dibeli dan koordinasi dengan pemerintah kota Semarang masih harus
dilakukan untuk menemukan suatu lokasi yang tepat untuk kegiatan-kegiatan stimulasi tersebut.
4.2.4 Organisasi dan mekanisme kerja
45
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Organisasi struktur Badan Polder harus memiliki hubungan dengan Pemerintah Kota Semarang
dan juga dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1 di
bawah ini.
Gambar 4.1. Struktur Administrasi Badan Polder
Sedangkan organisasi Badan Polder diperlihatkan pada Gambar 4.2 berikut ini:
Gambar 4.2 Organisasi Badan Polder
4.2.5 Pengembangan Sumber daya manusia pada Badan Polder Banger
Analisis kapasitas organisasi pengelolaan polder dapat dilakukan dengan menerapkan 3
pendekatan sebagai berikut:
klasik;
kompetensi keuangan;
Pemerintah Pusat
Pemerintah Propinsi
Pemerintah Kota
SK Walikota
Badan Polder
46
Ketua
Administrasi dan Keuangan
UrusanTeknik Urusan Umum
Badan Polder
4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger
kinerja.
Untuk meningkatkan dan memelihara keterampilan teknik dan non-teknik Badan Polder,
dengan melaksanakan program-program pelatihan untuk staf Badan Polder.
47
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
5 Aspek social dan pengembangan sumber daya manusia
5.1 Tahap realisasi
5.1.1 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam polder percontohan Banger
Komunikasi dengan pemegang kepentingan akan dilakukan dengan melakukan dengar pendapat
publik; melalui pertemuan-pertemuan rutin dengan Dewan Polder dan seluruh pihak terkait.
Komunikasi sangat dibutuhkan, terutama untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan
operasi dan pemeliharaan Polder Percontohan Banger.
5.1.2 Komitmen dan partisipasi pemangku kepentingan
Komitmen dan partisipasi para pemangku kepentingan direfleksikan dengan berpartisipasi
dalam sistem iuran, yang berhubungan dengan operasi dan pemeliharaan sistem polder
perkotaan dan secara aktif berpartisipasi dalam dengar pendapat umum dan dalam pertemuan
rutin dengan Badan Polder.
5.2 Tahap pengelolaan
5.2.1 Pengaturan
Badan Polder harus mengetahui pentingnya pengelolaan dan pengaturan korporasi yang baik.
Hal ini karena dengan melaksanakan sistem ”good governance” akan meningkat pelayanan
dan memastikan pengembangan berkelanjutan polder. “Good governace” juga akan
meningkatkan kepercayaan diri di antara para pemangku kepentingan. Badan Polder harus
selalu mendukung dan setia kepada prinsip-prinsip korporasi yang baik dan terpercaya serta
secara ketat mematuhi hukum dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan operasi dan
pemeliharaan polder. Di samping itu, Badan Polder harus menciptakan dan memelihara
kesadaran perlunya praktik baik dan terpercaya dalam etika berbisnis berkaitan dengan
pengelolaan dan staf Badan Polder pada semua tingkat.
5.2.2 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger
Masyarakat yang ada di kawasan Banger telah diperkenalkan kepada sistem polder melalui
48
5 Social and human resources development
program-program dan/atau proyek-proyek terdahulu. Namun demikian, beberapa pihak belum
mendengar hal itu sama sekali; yang lain sudah pernah mendengar dan mengetahui bahwa
sistem polder dapat membantu dalam pengendalian banjir. Masyarakat lainnya bahkan telah
mengetahui semuanya tentang sistem tata air polder. Sebagai contoh, sebuah kolam retensi di
dekat stasiun kereta api di Kota Semarang disebut “Polder Tawang”. Sebutan nama ini sangat
mungkin diperoleh dari nama Belanda. Sekalipun semua masyarakat mengetahui tentang kolam
ini dan selalu merujuk kepada kolam tersebut ketika mereka membicarakan tentang polder.
Sayang sekali nama kolam itu sendiri menimbulkan suatu kesalah pahaman dan salah
interpretasi tentang konsep polder itu sendiri. Bagi banyak orang polder berarti sebuah kolam
dan seharusnya adalah suatu kawasan yang rendah dan terlindungi dari banjir dengan adanya
sistem tanggul, saluran dan sistem pembuang serta kolam-kolom retensi. Namun demikian,
masyarakat ada yang menyebutkan tanggul dan kapsitas pembuang yang besar seperti pompa
dan pintu air sebagai solusi teknik terhadap masalah-masalah banjir.
Jelas perlu diciptakan kesadaran lebih tinggi mengenai topik ini, terutama untuk meyakinkan
semua lapisan masyarakat untuk memahami dan mengetahui perubahan-perubahan yang akan
terjadi jika tinggal di dalam kawasan polder. Di samping itu, masyarakat akan tahu manfaat-
manfaat suatu polder dalam konteks banjir dan mengetahui pentingnya kontribusi atau iuran
berkaitan dengan operasi dan pemeliharaan yang diperlukan untuk menjaga supaya sistem
polder tersebut berfungsi dengan baik.
5.2.3 Partisipasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger
Penduduk Kecamatan Semarang Timur dan Kelurahan Tanjung Mas, yang masing-masing
berjumlah 84.000 dan 6.000 jiwa merupakan pemangku kepentingan utama untuk
merealisasikan, mengoperasikan dan memelihara Polder Percontohan Banger. Para pemimpin
setempat, perwalian lokal, pemimpin masyarakat dan para pemimpin dan angggota Sistem sub
Utara dan Selatan dari Badan Polder Sementara (BPS) akan memainkan peran utama sebagai
aktor yang memiliki dampak positif atau negatif terhadap pelaksanaan proyek polder
percontohan di kawasan Banger.
Di samping warga yang tinggal di kawasan polder, pemangku kepenting penting lainnya adalah
sebagai berikut:
pemertintah setempat: Pemerintah Kota Semarang (Dinas PU dan BAPPEDA);
Bina Marga (Jalan Tol);
49
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
PT. Kereta Api Indonesia PT KAI (Perusahaan Kereta Api);
PT. Pertamina;
Rumah Sakit Panti Wilasa;
Usaha kecil sampai dengan menegah dan toko-toko.
Di kawasan Banger, jelas bahwa warga dan komunitas harus mengatasi masalah banjir,
terutama di sebelah bagian utara (Kelurahn Kemijen dan Rejomulyo). Periode air pasang
merupakan gangguan sehari-hari terhadap penduduk yang tinggal di bagian utara Banger.
Ketinggian genangan air naik hingga batas lutut, merupakan fenomena umum dalam kehidupan
masyarakat. Karena itu lantai rumah mereka sering harus dibangun lebih tinggi, jika mereka
mampu secara finansial. Mampu tidak mampu, akhirnya mereka harus mengatasi intrusi air
semampu yang dapat mereka lakukan.
Bagi masyarakat, kelihatannya banjir, dianggap bukan suatu masalah lagi. Mereka melihat hal
itu sebagai bagian dari kehidupan. Pada hal dengan adanya perubahan teknis dan kelembagaan
dalam pengelolaan air dan juga pada orang secara individual dan perilaku masyarakat, mereka
dapat hidup tanpa harus mengalami gangguan banjir setiap harinya. Di pihak lain, banjir-banjir
besar yang lebih ekstrim, yang tidak terjadi setiap hari, akan menyebabkan lebih banyak
kerusakan dan dianggap sebagai masalah aktual oleh warga. Pada masa yang akan datang,
Sistem sub Utara akan sangat aktif mencoba memberikan kontribusi mengurangi kerusakan
serius yang disebabkan banjir ekstrim tersebut. Di kawasan sebelah selatan, masalah yang
disebabkan banjir tidak begitu besar karena daerah itu terletak di ketinggian sedikit lebih tinggi
dan pengaruh air pasang. Secara umum, penduduk di kawasan selatan ini memiliki taraf hidup
yang lebih tinggi dan hampir semua lantai rumah penduduk dibangun di atas fondasi yang lebih
tinggi.
Dengar pendapat dengan warga
Pada saat dengar pendapat dengan warga, para warga diminta menuliskan masalah-masalah
utama di lingkungan RW/RW mereka. Hampir semua penduduk menyadari bahwa banjir
disebabkan oleh air laut pasang atau hujan deras. Mereka juga menyadari bahwa pintu-pintu air
yang ada di saluran sekunder dan tersier tidak berfungsi dengan baik karena muka air di Kali
Banger adalah tinggi. Di samping itu, mereka juga mengungkapkan bahwa penyebab lain adalah
pendangkalan kali karena besarnya kuantitas sedimen atau lumpur yang masuk ke sungai dan
saluran. Di samping itu, sistem pintu air tidak berfungsi karena banyak sampah di saluran
50
5 Social and human resources development
saluran dan di selokan-selokan yang ada. Sedangkan, masalah lain yang disebut warga adalah
pembangunan rumah-rumah semi permanen dan rumah-rumah yang terbuat dari bambu atau
kayu secara liar di dekat atau di sepanjang pinggir Kali Banger. Gambar 5.1 memperlihatkan
sebuah pertemuan dengar pendapat dengan penduduk, yang dilaksanakan selama tahap
pelaksanaan proyek.
Gambar 5.1. Dengar pendapat umum
Kesadaran dan perilaku terhadap sampah
Pada umumnya, masyarakat memiliki tingkat kesadaran tertentu mengenai banjir dan
pengumpulan sampah. Namun demikian, kelihatannya masyarakat tidak begitu terganggu oleh
masalah ini sepanjang hal itu tidak mempengaruhi secara langsung kehidupan mereka, seperti
situasi di dalam rumah mereka sendiri. Sampah-sampah yang berserakan di sekitar rumah
mereka, atau bahkan ada sampah di selokal-selokan kecil, di sekitar WC umum atau di gang-
gang, kelihatannya tidak menjadikan masalah bagi warga.
Pada beberapa waktu yang lalu, sudah pernah ada usaha untuk membentuk suatu sistem
pengelolaan sampah. Sampah dikumpulkan dari setiap rumah tangga dan kemudian dibawa oleh
warga ke lokasi pembuangan sampah sementara. Warga membayar sejumlah iuran untuk
pengumpulan sampah di rumah-rumah mereka (sebesar Rp. 2000.- atau €0.20 per rumah
tangga/bulan). Sayangnya Pemerintah setempat tidak mengangkut sampah-sampah yang sudah
dikumpulkan di tempat pembuangan sampah sementara tersebut dan karena itu proyek tersebut
akhirnya gagal. Namun demikian, proyek seperti itu menunjukkan bahwa sebagian dari warga
menyadari pentingnya suatu sistem pengumpulan sampah yang baik. Di samping itu,
51
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
masyarakat juga memiliki keinginan menyesuaikan prilaku mereka sebagaimana mestinya serta
ingin menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka untuk mendukung program-program
masyarakat dan pengumpulan sampah yang dikelola oleh Pemerintah setempat.
Dari dengar pendapat dengan warga, mereka mengungkapkan bahwa sampah dan
endapan/sedimen di kanal-kanal dan selokan juga menyebabkan dan bahkan memperburuk
pengaruh dari banjir. Mereka juga menunjukkan (dengan menanyakan apa yang mereka dapat
lakukan sendiri untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh banjir) bahwa mereka dapat
membersihkan kanal-kanal dan selokan-selokan guna meningkatkan sistem pengelolaan tata air.
Sebagai contoh, sampah-sampah, yang menumpuk di dekat stasiun pompa, juga harus dibuang
(lihat Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Tumpukan sampah di sekitar stasiun pompa
Sanitasi dan kondisi kesehatan masyarakat
Di bagian utara kawasan Banger, sebagian besar warga berpendapatan rendah. Mereka
menggunakan toilet-toilet umum dan peturasan peturasan tanpa septik tank atau di atas Kali
Banger. Pada waktu yang akan datang, membuat dan menggunakan peturasan lansung ke sungai
seperti itu harus dihindari (lihat Gambar 5.3). Selama banjir, sering terjadi septik tank tidak
dapat lagi berfungsi dengan baik dan bahkan meluap kepenuhan karena pemeliharaannya buruk
atau tidak ada pemeliharaan sama sekali. Di bagian selatan, terutama di Kelurahan Kemijen,
penduduk sering menderita penyakit kulit disebabkan oleh banjir dan buruknya kondisi kualitas
air. Salah satu sebab buruknya kulitas air tersebut adalah disebabkan oleh sampah dan
pembuangan limbah air dari rumah tangga dan peturasan peturasan langsung ke badan Kali
52
5 Social and human resources development
Banger. Diare merupakan penyakit umum yang sering diderita masyarakat di daerah ini.
Namun, sedikit sekali informasi statistik mengenai jumlah warga yang menderita penyakit kulit
atau diare atau penyakit yang berhubungan dengan kualitas air. Hal ini karena penduduk
biasanya tidak melaporkan kasus-kasus penyakit seperti itu ke Puskesmas setempat. Sebagian
besar penduduk telah hidup, tumbuh dan terbiasa dengan masalah-masalah kesehatan
masyarakat seperti itu. Mereka juga telah belajar mencoba hidup dengan masalah seperti itu
secara apa adanya.
Gambar 5.3. Peturasan di atas Kali Banger
Warga yang tinggal di bagian selatan kawasan Banger tergolong berpendapatan menengah
sampai tinggi. Hampir semua rumah tangga memiliki septik tank, sekalipun kurang jelas berapa
sering peturasan peturasan tersebut dipelihara dan kualitas limbah air apa yang mereka buang
langsung ke Kali Banger. Sebagian besar warga memiliki rumah dengan kualitas memadai,
yang dibangun pada ketinggian lebih tinggi, sehingga kebanjiran hanya merupakan masalah
saat curah hujan ekstrim tinggi. Mereka hanya merasa kurang nyaman selama muka air tinggi,
tetapi hal itu tidak menimbulkan masalah langsung terhadap kesehatan dan sanitasi yang
diperburuk oleh kebanjiran.
5.2.4 Pengembangan sumber daya manusia
Tingkat pendidikan warga di kawasan proyek bervariasi. Sebagian besar dari mereka lulusan
SD, SMP dan SMA atau sederajat. Hanya 8% dari mereka lulusan dari akademi atau perguruan
tinggi. Gambaran mengenai pendidikan penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.
53
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Tabel 5.1. Tingkat pendidikan di Kecamatan Semarang Timur (Bappeda, 2005)
Jenis sekolah Jumlah penduduk
Tidak ada pendidikan formal
Tidak tamat SD
Tidak tamat SMP
Tamat SD sederajat
Tamat SMP sederajat
Tamat SMA sederajat
Lulusan Akademi/Diploma
Lulusan Perguruan Tinggi/Universitas
4.178
4.314
13.939
14.767
12.351
11.372
2.863
2.958
Total 66.742
(dari total penduduk: 83.663)
5.2.5 Penilaian dampak sosial
Dampak sosial sudah diidentifikasikan oleh pemangku kepentingan primer dan sekunder. Ada
dampak langsung dan juga ada dampak tidak langsung.
dampak positif
* dampak langsung
Ada 5 dampak positif langsung yang sudah diidentifikasi untuk proyek Polder
Banger. Ringkasan dampak positif langsung dan pemangku kepentingan utama
yang dipengaruhi proyek dapat dilihat pada Tabel 5.2.
+ penduduk dan kawasan Banger bebas dari banjir dan genangan air
Dampak positif utama dari proyek Polder Banger adalah penduduk dan
kawasan Banger akan bebas dari banjir. Banjir yang terjadi sehari-hari sangat
mengganggu kehidupan masyarakat, karena rumah-rumah penduduk
tergenang air. Karena itu dibutuhkan renovasi dan perbaikan; elevasi lantai
harus ditinggikan dan berbagai jenis penyakit dapat tersebar melalui air.
+ peningkatan keterlibatan Pemerintah Setempat
Proyek Polder Banger akan meningkatkan keterlibatan pemerintah setempat
karena mereka adalah pemilik utama proyek dan secara kelembagaan terlibat
melalui perwakilan mereka dalam Badan Polder (BP). Dalam hal ini,
pemerintah setempat diwakili oleh Pemerintah Kota Semarang (Bappeda dan
Dinas PU).
+ peningkatan keterlibatan masyarakat
Proyek Polder Banger akan meningkatkan keterlibatan masyarakat melalui
54
5 Social and human resources development
perwakilan mereka dan keterlibatan secara aktif dalam kepengurusan Badan
Polder (BP). Semua Kelurahan di kawasan Banger terwakili dalam BP.
+ peningkatan kesadaran umum
Kesadaran umum akan meningkat, terutama mengenai banjir dan genangan
air dan serta bagaiman mengatasinya. Hampir semua kesadaran umum ini
akan ditumbuh-kembangkan melalui BP.
+ peningkatan kesadaran pemerinath setempat
Kesadaran pemerintah setempat mengenai banjir dan pengelolaan genangan
air akan meningkat karena pembentukan Badan Polder (BP) akan
memberikan cukup informasi tentang banjir dan genangan air kepada
pemerintah setempat melalui perwakilan mereka yang duduk dalam
kepengurusan BP.
Table 5.2. Dampak positif langsung pengembangan Polder Banger
DAMPAK LANGSUNG PEMANGKU KEPENTINGAN UTAMA YANG
TERKENA DAMPAK
1. Penduduk dan kawasan Banger akan bebas dari banjir dan genangan air
- Warga Banger Utara - Pemerintah Kota Semarang - Perusahaan milik pemerintah
- Perusahaan milik swasta - Hotel dan restoran
- Rumah sakit dan klinik (Puskesmas) - Warga Banger Selatan
2. Peningkatan keterlibatan Pemerintah Setempat
Pemerintah Kota Semarang (melalui BP)
3. Peningkatan keterlibatan masyarakat - Warga Banger Utara - Warga Banger Selatan (melalui BP)
4. Peningkatan kesadaran umum - Warga Banger Utara - Warga Banger Selatan
5. Peningkatan kesadaran Pemerintah Setempat 6.
Pemerintah Kota Semarang
dampak tidak langsung yang positif
Tujuh dampak positif tidak langsung sudah teridentifikasikan untuk proyek polder
Banger ini. Ringkasan dampak positif ini dan pemangku kepentingan utama berkaitan
dengan dampak positif ini disajikan di dam Tabel 5.3.
peningkatan nilai lahan dan aset
Lahan yang bebas dari banjir dan penggenangan akan bernilai lebih tinggi dari pada
lahan yang ,mengalami masalah penggenangan dan banjir setiap harinya.
perbaikan kondisi kesehatan masyarakat
55
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Kondisi kesehatan masyarakat akan semakin baik karena banjir tidak akan terjadi
lagi di wilayah Banger. Banjir dan penggenangan akan menyebabkan penyebaran
berbagai penyakit seperti diare dan penyakit kulit lainnya. Lebih jauh lagi, kondisi
di dalam rumah rumah menjadi tidak terlalu lembab lagi dan lebih sehat, semenjak
muka air tanah dikendalikan di bawah permukaan tanah.
perbaikan kualitas dan keberlanjutan dari rumah rumah
Kualitas dan keberlanjutan dari rumah rumah akan meningkat dengan tidak adanya
lagi banjir atau banjir yang sangat terbatas (perioda ulang 10.000 tahun) dan
penggenangan (perioda ulang 10 tahun). Banjir mengurangi kualitas dan
keberlanjutan dan juga berpengaruh terhadap umur dari pra-sarana termasuk rumah
rumah karena terjadinya pelapukan kayu, cat yang rusak dan juga kerusakan pada
fundasi rumah Pemeliharaan dan rehabilitasi dari rumah rumah akan berkurang dan
umur bangunan rumah akan mencapai seperti yang didesain.
peningkatan kualitas dan umur jalan jalan
Kualitas dan umur dari jalan jalan akan meningkat sebagai hasil dari tidak terjadi
banjir lagi. Banjir merusak jalan jalan dan mengurangi umur teknik nya. Kondisi
jalan yang tidak baik akan meningkatkan biaya transportasi. Lebih jauh lagi,
pemeliharaan dan rehabilitasi jalan jalan akan berkurang dan umur teknis jalan jalan
akan sesuai dengan yang didesain.
pengurangan pengeluaran dan peningkatan pendapatan
Rumah tangga akan mengalami pengurangan pengeluaran dan sebaliknya
pendapatan akan meningkat karena tidak adanya pengeluaran sebagai berikut:
kerusakan aset (perlengkapan rumah tangga, kendaraan, peralatan audio , dan
lain lain);
kerusakan pada rumah;
biaya untuk melindungi rumah rumah (peninggian lantai);
kerusakan pada jalan jalan;
sedikit kerugian kurangnya pendapatan karena penyakit (hari hari tidak
dapat bekerja);
obat obat dan masalah kesehatan.
peningkatan kesempatan kerja setempat dan kesempatan berusaha
Kesempatan kerja setempat dan kemungkinan berusaha akan meningkat karena
berkurangnya banjir dan penggenangan. Apabila wilayah Banger tidak mengalami
banjir yang berkepanjangan lagi, kegiatan ekonomi akan berjalan dengan baik tanpa
kendala. Penempatan kembali toko toko dan pasar tidak diperlukan lagi.
56
5 Social and human resources development
Karena keuntungan ekonomi dari proyek polder Banger ini (Bab 7), kebutuhan
warga akan meningkat (antara lain restoran dan toko toko, dan lain lain). Kondisi
ini akan menciptakan kesempatan baru bagi warga , yang akan memberikan efek
positif terhadap ekonomi dan lapangan pekerjaan.
perbaikan kualitas air Kali Banger
Diperkirakan kualitas air Kali Banger akan semakin menurun, meskipun sistem
penggelontoran akan diimplementasikan.
Perbaikan kualitas air Kali Banger hanya akan tercapai apabila perbaikan sanitasi
dan pengelolaan sampah padat di dalam polder. Perbaikan sanitasi dapat
menghindari pembuangan air limbah yang belum diolah ke Kali Banger. Dampak
ini merupakan salah satu dampak yang penting dari proyek polder Banger ini.
Tabel 5.3. Dampak positif tidak langsung proyek Polder Percontohan Banger
DAMPAK TIDAK LANGSUNG PEMANGKU KEPENTINGAN UTAMA
1. Peningkatan nilai lahan dan nilai aset Warga Banger utara
Perusahaan perusahaan milik Negara
Pihak perusahaan swasta
2. Perbaikan kondisi kesehatan masyarakat Warga Banger utara
Rumah sakit dan poliklinik
3. Perbaikan mutu rumah dan keberlanjutannya
4.
Warga Banger utara
5. Peningkatan kualitas dan umur jalan jalan Warga Banger utara
Warga Banger selatan
Pemerintah
Perusahaan swasta
Badan Usaha Milik Negara
Pengurangan pengeluaran Warga Banger utara
Perusahaan Milik Negara
Perisahaan swasta
Peningkatan kesempatan kerja lokal dan kemungkinan berusaha Warga Banger utara
Warga Banger selatan
Perusahaan swasta
Perbaikan kualitas air di Kali Banger Warga Banger utara
Warga Banger selatan
Perusahaan swasta
57
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
dampak positif kumulatif
Suatu dampak positif kumulatif sudah diidentifikasikan untuk Proyek Polder Banger:
Meningkatnya keadilan sosial antara kawasan Utara dan Selatan Banger. Keadilan sosial
tersebut secara visual nampak pada kondisi perumahan warga. Karena kualitas
perumahan akan meningkat, keadilan sosial antara Banger Utara dan Banger Selatan juga
akan meningkat. Warga (miskin) Banger Utara akan mampu meningkatkan kondisi
perumahan, karena pengeluaran mereka untuk mengurangi kerusakan yang berkaitan
dengan banjir akan menurun dan pendapatan mereka dengan sendiri akan meningkat.
Pada akhirnya, kualitas perlengkapan perumahan di wilayah selatan akan nampak
seimbang dengan perlengkapan perumahan yang ada di wilayah bagian utara.
Dampak merugikan dan tindakan pencegahan
Dalam hal ini juga terdapat dampak merugikan dari pengembangan polder. Hal ini juga dapat
dijabarkan pula antara dampak langsung dan dampak tidak langsung.
Dampak merugikan secara langsung
Delapan dampak merugikan langsung sudah diidentifikasikan untuk proyek Polder
Banger. Ringkasan dari dampak merugikan langsung dan pemangku kepentingan utama
yang kena dampak dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Dampak langsung yang merugikan dan tindakan mengurangi dampak
DAMPAK LANGSUNG PEMANGKU KEPENTINGAN
UTAMA YANG TERKENA
DAMPAK
- TINDAKAN MENGURANGI DAMPAK
Peraturan lokal baru Wargak Banger Utara
Pemerintah Kota Semaran
BP
Warga Banger Selatan
Koordinasi antara BP dan Pemerintah Kota
Semarang
Sosialisasi
Kebutuhan untuk sanitasi
yang baik, pengelolaan
sampah dan persediaan
air
Warga Banger Utara Warga Banger Selatan
Perbaikan sanitasi dan pengelolaan sampah
Sosialisasi
Perubahan flora dan
fauna
Warga Banger Utara Pelatihan mengenai species (ikan)
58
5 Social and human resources development
Gangguan aksesibilitas
selama konstruksi
Warga Banger Utara
BUMN
Perusahaan swasta
Pengelolaan lalu lintas san penyimpanan
material dan perlengkapan
Berkurangnnya leamanan
masyarakat selama
konstruksi
Warga Banger Utara
BUMN
Perusahaan swasta
Pengelolaan lalu lintas yang tepat
Potensi risiko keamanan
masyarakat tinggal di
bawah permukaan laut
Warga Banger Utara
BUMN
Perusahaan swasta
Warga Banger Selatan
Sistem peringatan dini
Rencana evakuasi
Iuran wajib untuk operasi
dan pemeliharaan
Warga Banger
Warga Banger Selatan
BP
Sosialisasi
Subsidi untuk rumah tangga miskin
Iuran/kontribusi berdasarkan atas kategori
asset/tipe rumah
Permukiman kembali
wajib
Warga Banger Utara Kompensasi/sosialisi
peraturan setempat yang baru
dampak merugikan
Peraturan-peraturan setempat yang baru, terutama berkaitan dengan
pembentukan Badan Polder (BP). Peraturan ini akan diberlakukan hanya di
kawasan polder. Karena peraturan tersebut berlaku secara setempat, maka
tumpang tindih dengan peraturan yang ada dapat terjadi. Sebagai contoh,
dalam pengelolaan sampah, peraturan baru yang diterapkan oleh BP dapat
tumpang tindih dengan peraturan yang ada, yang dapat menyebabkan
terjadinya warga harus membayar dua kali untuk iuran pengumpulan
sampah.
tindakan pengurangan dampak
Harus ada koordinasi yang erat antara BP dan Pemerintah Kota Semarang.
Dengan cara ini akan dapat mengurangi atau meringankan dampak yang bisa
merugikan warga. Di samping itu, perlu ada informasi lebih jauh yang dapat
meyakinkan warga dan pemangku kepentingan lain mengenai peaturan-
peraturan baru tersebut.
kebutuhan untuk sanitasi, penyediaan air bersih dan pengelolaan sampah yang lebih
baik
dampak merugikan
59
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Suatu polder adalah sebuah sistem tertutup yang memerlukan sanitasi dan
pengelolaan sampah yang lebih baik. Perbaikan sistem air limbah guna
menghindari pencemaran berat terhadap Kali Banger.
Sampah-sampah sampai saat ini masih banyak dibuang ke dalam Kali
Banger. Ini disebabkan oleh buruknya sistem pengelolaan sampah dan
kebiasaan kurang baik warga. Dalam sistem air tertutup, sampah tidak boleh
dibuang ke laut lagi. Karena itu perbaikan sistem pengelolaan sampah sangat
diperlukan.
tindakan pengurangan dampak
Untuk menghindari meningkatnya pencemaran terhadap Kali Banger,
penting bagi BP dan Pemerintah Kota Semarang untuk memprioritaskan
perbaikan fasilitas-fasilitas pengelolaan sanitasi dan sampah.
Badan Polder dan Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan sosialisasi
untuk menerangkan program yang ada dan guna menciptakan kesadaran
publik agar dapat memperbaiki pengelolaan sampah dan sanitasi.
perubahan flora dan fauna
dampak merugikan
Akan terjadi perubahan flora dan fauna, terutama di lingkungan akuatik.
Perubahan dari air payau menjadi air tawar disebabkan oleh sistem polder
yang tertutup dapat merubah habitat akuatik. Perubahan dalam species ikan
mungkin akan mempengaruhi kebiasaan memancing dan pola pangan warga.
Tindakan mengurangi dampak
Akan ada dampak negatif utama terhadap tingkat pendapatan dan usaha
warga. Karena itu perlu diadakan pelatihan mengenai pembudi-dayaan
species ikan yang baru dan ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama antara
BP dan Pemerintah Kota Semarang.
gangguan aksesibilitas selama konstruksi
dampak merugikan
Pelaksanaan sistem polder memerlukan konstruksi tanggul-tanggul dan
stasiun pompa. Kegiatan konstruksi tersebut akan meningkatkan arus lalu
lintas di kawasan Banger disebabkan oleh mobilisasi dan demobilisasi
material bangunan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Kegiatan ini dapat
mengganggu aksesibilitas ke rumah warga dan juga ke temat-tempat kerja.
Ini dapat merupakan dampak merugikan langsung kepada masyarakat di
kawasan Banger selama periode konstruksi. Namun demikian, dampak
60
5 Social and human resources development
negatif ini hanya akan terjadi selama periode konstruksi, dengan asumsi
bahwa setelah konstruksi selesai semua aksesibilitas potensial dapat
dipulihkan kembali dan semua ancaman terhadap keamanan masyarakat pun
segera dapat diatasi.
tindakan pengurangan dampak
Untuk mengurangi gangguan aksesibiitas di kawasan proyek Banger,
diperlukan pengelolaan dan pengaturan angkutan yang baik serta tata cara
penyimpanan sementara material dan perlengkapan yang memadai. Harus
disediakan pilihan atau akses alternatif dari dan menuju ke rumah-rumah
warga, ke kantor-kantor dan gedung-gedung yang berlokasi di kawasan
proyek. Badan Polder (BP) dan Pemerintah Kota Semarang (terutama Dinas
PU) hendaknya menyediakan opsi dan akses alternatif tersebut dengan baik.
berkurangnya keamanan masyarakat selama periode konstruksi
dampak merugikan
Pembangunan (konstruksi) tanggul dan stasiun pompa akan meningkatkan
arus lalu lintas di kawasan Banger yang tentu saja akan meningkatkan
potensi risiko kecelakaan lalu lintas. Dampak negatif ini hanya akan dialami
selama periode konstruksi.
tindakan mengurangi dampak
Perlu ada pengaturan lalu lintas yang tepat di dalam areal proyek (termasuk
Prosedur Operasi Standar (POS) yang jelas, yang harus diterapkan dan
dipatuhi oleh sopir-sopir truk selama periode konstruksi. Prosedur standar ini
harus dilaksanakan oleh para kontraktor (di bawah pengawasan Dinas PU)
guna mengurangi risiko potensial terhadap kecelakaan lalu lintas.
risiko potensial kemana masyarakat karena tinggal di bawah permukaan laut
dampak merugikan
Muka air laut lebih tinggi dari elevasi lahan di dalam polder. Setelah 20
tahun, elevasi lahan akan berkisar antara 1.50 m-MAR dan 2.00 m-MAR.
Genangan air dapat menyebabkan genangan dengan kedalaman 2.50 sampai
dengan 3.00 m. Tingkat keamanan terhadap banjir dengan kejadian rata rata
sekali per 10.000 tahun telah dipilih dalam proses pembuatan desain guna
menghindari banjir dari laut. Namun demikian, pada kejadian-kejadian
ekstrim, ketinggian muka air laut dapat melampauhi tinggi tanggul-tanggul.
Karena itu, kurang memadainya pemeliharaan tanggul-tanggul akan
menurunkan tingkat keamanan masyarakat.
61
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
tindakan mengurangi dampak
Pertama-tama, diperlukan pemeliharaan yang tepat untuk menjaga tingkat
keamanan seperti ditentukan untuk keamanan tanggul-tanggul (periode ulang
dengan masa 10.000 tahun). Pemeliharaan ini akan dilaksanakan oleh BP.
Kedua, harus dipersiapkan rencana evakuasi apabila terjadi bencana.
Rencana evakuasi tersebut harus meliputi suatu sistem peringatan dini dan
rencana evakuasi dan, perlu diadakan uji-coba secara berkala.
iuran wajib untuk operasi dan pemeliharaan
dampak merugikan
Sistem polder harus dipelihara dengan baik. Yang paling bertangung jawab
untuk itu adalah BP dengan dukungan dari Pemerintah Kota (sebagian besar
dari Dinas PU). Kerena itu biaya operasi dan pemeliharaan polder harus
dibayar secara rutin oleh penduduk. Iuran tersebut harus dibayarkan kepada
BP. Hal ini akan menimbulkan hal negatif kepada warga karena mereka
harus mengeluarkan uang ekstra setiap bulan.
tindakan mengurangi dampak
BP perlu melakukan sosialisasi secara terus menerus, karena sistem polder
tidak akan berkelanjutan tanpa operasi dan pemeliharaan yang memadai.
Karena banjir dan genangan air tidak sering terjadi, maka akan ada
kemungkinan penduduk enggan membayar iuran yang telah ditentukan.
Selanjutnya kemampuan membayar dari warga akan meningkat karena
pengeluaran-pengeluaran disebabkan banjir akan menurun.
Bagi keluarga miskin sistem subsidi dapat diterapkan untuk mengurangi
besarnya iuran yang harus mereka bayar untuk operasi dan pemeliharaan
polder. Sebaliknya bagi penduduk yang berpenghasilan lebih tinggi dapat
dimintakan iuran O&P yang lebih tinggi. Di samping itu, sistem subsidi
dapat diterapkan berdasarkan tipe bangunan. Banggunan-banggunan
komersial dapat dimintakan membayar iuran O&P yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk biasa. Prosedur pembayaran seperti ini harus
dikembangkan tepat waktu sebelum pelaksanaan penarikan iuran oleh BP
dan Pemerintah Kota Semarang dimulai.
pemukiman kembali yang wajib
dampak merugikan
Pelaksanaan kontruksi tanggul, kolom retensi, dan stasiun pompa
memerlukan ruang dan lahan. Elemen-elemen polder ini direncanakan akan
62
5 Social and human resources development
berlokasi di kawasan perumahan atau komersial yang kemudian mungkin
harus melakukan relokasi warga. Warga mungkin menolak rencana
permukiman kembali tersebut karena kurangnya informasi yang diberikan.
tindakan mengurangi dampak
Perlu dilakukan sosialisasi dan komunikasi dengan warga secara rutin,
terutama oleh Pemerintah Kota Semarang dan BP. Rencana kompensasi
untuk permukiman kembali tersebut harus dihitung berdasarkan kebutuhan
penduduk. Kompensasi dapat dilaksanakan melalui pembayaran tunai atau
dengan cara merelokasi para warga ke daerah lain. Ini merupakan tanggung
jawab Pemerintah Kota Semarang.
dampak merugikan tidak langsung
Dampak merugikan tidak langsung dari proyek Polder Banger ini sudah
diidentifikasikan. Ringkasan dampak tidak langsung tersebut dan pemangku kepentingan
utama yang terkena dampak dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Table 5.5. Dampak merugikan tidak langsung dan tindakan mengurangi dampak
1. DAMPAK TIDAK
LANGSUNG
PEMANGKU
KEPENTINGAN UTAMA
YANG TERKENA
DAMPAK
TINDAKAN MENGURANGI DAMPAK
2. Perubahan pola/kebiasaan
tata guna lahan
Warga Banger Utara
Pemerintah Kota
Semarang
Kontrol tata guna lahan
3. Potensi konflik antara
penduduk
Warga Banger Utara
Pemerintah Kota
Semarang
Tindakan perlindungan banjir di luar
kawasan polder
Meningkatnya jumlah
penduduk
Warga Banger Utara
Warga Banger Selatan
Perusahaan swasta
Kontrol dengan rencana tata ruang
Kontrol dengan penyelesaian
hukum
perubahan pola tata guna lahan/kebiasaan
dampak merugikan
Perubahan pola tata guna lahan/kebiasaan berkaitan dengan perubahan dari
kebiasaan hidup di daerah tergenang air kepada kebiasaan hidup di daerah
kering. Lahan kering dapat digunakan untuk mengembangkan daerah
permukiman atau kawasan komersial (seperti toko-toko dan pasar). Apabila
63
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
daerah-daerah tersebut tergenang air maka hanya dapat digunakan untuk
kolam-kolam ikan. Perubahan pola/kebiasaan tata guna lahan seperti itu
perlu dikendalikan oleh Pemerintah Kota Semarang. Daerah-daerah
permukiman baru yang tidak terkendali akan menyebabkan timbulnya daerah
kumuh di sekitar polder.
Tindakan mengurangi dampak
Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan BP perlu mengembangkan
rencana tata ruang lokal di dalam kawasan polder guna mengendalikan
pengembangan areal perumahan atau pra-sarana baru lainnya. Perencanaan
tata ruang lokal berkaitan erat dengan perlindungan banjir di dataran rendah
dan areal kolam retensi yang diperlukan di dalam wilayah polder.
konflik yang berpotensi timbul antara warga (di dalam dan di luar polder)
dampak merugikan
Konflik dapat terjadi antara dalam kawasan polder dan penduduk di luar
kawasan polder. Penduduk di luar kawasan polder yang tidak dilindungi
terhadap ancaman banjir dapat menjadi cemburu.
tindakan mengurangi dampak
Pemkot Semarang harus membuat rencana kerja komprehensif untuk daerah-
daerah yang saat ini tidak termasuk ke dalam kawasan polder. Rencana aksi
tersebut harus memuat program-program perlindungan dan pengendalian
banjir berdasarkan pengalaman dari Polder Percontohan Banger. Rencana
aksi ini harus dikomunikasikan dan dibahas dengan cara yang seksama dan
tepat waktu dengan masyarakat di luar kawasan polder Banger. Sosialisasi
keberhasilan Polder Percontohan Banger dilakukan guna menerangkan
bahwa keberhasilan tersebut dapat diulangi kembali di kawasan lain di
Semarang yang mengalami masalah yang serupa.
bertambahnya jumlah penduduk
dampak yang merugikan
Proyek Polder Banger dapat menyebabkan pertambahan jumlah penduduk
karena Polder Banger akan menghadirkan kondisi kehidupan yang lebih
baik, yang akan menarik perhatian orang untuk pindah dan tinggal di sana.
tindakan mengurangi dampak
Meningkatnya jumlah penduduk dapat dibatasi dengan menngendalikan
rencana tata ruang dan permukiman liar.
dampak merugikan yang kumulatif
64
5 Social and human resources development
Satu dampak merugikan kumulatif dari proyek Polder Banger sudah diidentifikasi.
kurangnya sumber daya
dampak yang merugikan
Peningkatan jumlah penduduk dan tingkat ekonomi yang timbul sebagai
akibat pelaksanaan sistem polder akan meningkatkan permintaan sumber
daya. Peningkatan jumlah penduduk yang besar dan permintaan sumber daya
yang semakin meningkat akan menyebabkan berkurangnya sumber daya di
kawasan polder.
tindakan mengurangi dampak
Pemerintah Kota Semarang dan BP harus menerbitkan peraturan-peraturan
tentang tata guna sumber daya. Sebagai contoh, kewajiban yang
berkewajiban dengan jaringan persediaan air yang digunakan untuk kegiatan-
kegiatan komersial (seperti: toko-toko, pasar, restoran, dan lain-lain).
65
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
6 Aspek keuangan
6.1 Tahap realisasi
6.1.1 Biaya kontruksi, operasi, dan pemeliharaan, pengelolaan air dan sistem perlindungan
banjir Polder Percontohan Banger
Investasi dan biaya konstruksi
Investasi dan biaya konstruksi untuk proyek pengembangan polder percontohan di Semarang
akan menjadi landasan penentuan kebutuhan-kebutuhan dana pembangunan sistem polder di
Semarang, yang akan dianggarkan di luar biaya operasi dan pemeliharaan. Investasi dan biaya
konstruksi akan termasuk biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah
biaya yang berkaitan langsung dengan penyediaan fisik sistem polder, yaitu biaya-biaya yang
digunakan untuk konstruksi. Biaya konstruksi ini meliputi biaya desain, biaya pembelian
material konstruksi, biaya pompa, belanja pegawai/buruh dan biaya-biaya lainnya. Biaya
langsung ini juga termasuk biaya rehabilitasi, untuk memulihkan kembali fungsi sistem
pengelolaan tata air yang mengalami gangguan. Di samping itu biaya langsung termasuk biaya-
biaya perizinan, biaya pembersihan lahan, biaya reklamasi dan biaya-biaya lainnya.
Biaya konstruksi untuk tanggul termasuk biaya survei, desain, supervisi dan biaya tak terduga.
Biaya konstruksi stasiun pompa dan bangunan air termasuk biaya survei, desain dan supervisi
Biaya pengoperasian dan pemeliharaan
Kegiatan operasi sistem fisik adalah suatu kegiatan untuk pengunaan sistem sesuai dengan
alokasinya. Sedangkan kegiatan pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan tujuan menghindari
kejadian rusaknya sistem fisik seperti sistem polder. Kegagalan kegiatan pemeliharaan sebagai
fungsi pendukung untuk kegiatan operasi sistem polder tidak hanya tercermin pada kebutuhan-
kebutuhan perbaikan atau biaya penggantian untuk satu dari komponen sistem yang mungkin
menelan jumlah biaya sangat besar tetapi tidak menggangu kegiatan-kegiatan sosial dan
ekonomi Badan yang pada gilirannya akan berdampak menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Sebagai sebuah sistem publik, dukungan dan kerja sama (partisipasi) masyarakat dan
pemerintah dalam penyediaan dana agar sistem tetap dapat beroperasi secara baik merupakan
masalah yang mutlak harus dipecahkan bersama dan tidak dapat dihindari. Penggalangan dana
66
6. Aspek Keuangan
dari para pihak penerima manfaat proyek akan dikelompokan menjadi dua kelompok biaya
utama, yaitu: biaya operasional dan biaya pemeliharaan.
Biaya operasi meliputi biaya-biaya berikut ini:
bahan bakar dan gemuk untuk pompa;
upah buruh/pekerja
perlengkapan dan fasilitas kerja
administrasi Badan Polder dan biaya tidak terduga.
Biaya pemeliharaan meliputi biaya-biaya berikut ini:
suku cadang dan material pendukung;
material perbaikan konstruksi;
service;
upah buruh/pekerja;
administrasi dan biaya tidak langsung.
Pembebasan lahan dan permukiman kembali
Pembebasan lahan dan/atau pemukiman kembali akan diperlukan untuk keperluan lahan saluran
drainase perkotaan, bangunan pengendali air, kolam retensi, banguan air pembuang, stasiun
pompa dan tanggul.
Biaya pemeliharaan tahunan
Bagian ini meliputi biaya-biaya berikut ini:
pemeliharaan tanggul dan bangunan hidraulik;
energi (listrik) untuk stasium pompa;
peninggian tanggul 10 tahun setelah pertama kali dibangun tidak termasuk, dengan
asumsi bahwa akan dikembangkan Perluasan I dan II.
6.1.2 Aspek kelayakan Polder Percontohan Bangr
Komponen biaya
Harga tanah di wilayah (Banger, Perluasan I dan Perluasan II/Pelabuhan)
67
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Harga lahan di wilayah proyek bervariasi bergantung pada posisi dan lokasi lahan. Di daerah
bagian utara, daerah dekat Kali Banger, harga tanah berkisar dari Rp. 300.000.- Rp.
400.000.-/per meter. Sedangkan, di daerah perbatasan proyek di sepanjang Jl. Ronggowarsito
dan Jl, Katamso harga tanah berkisar dari Rp. 2.000.000.- Rp.4.000.000.- berdasarkan atas Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP). Berdasarkan atas nilai rata-rata dari Rp.4.000.000.- (pendekatan
konservatif), nilai total wilayah proyek (527 ha) adalah RP. 2,10 milyar (€ 170 juta).
Aset-aset di lokasi proyek dapat dianggap terdiri dari gedung-gedung bernilai dan pra-sarana
yang memiliki nilai ekonomi terhadap kegiatan-kegiatan, lingkungan dan penduduk di daerah
proyek dan kota Semarang. Pra-sarana ekonomi di Kecamatan Semarang Timur pada tahun
2005 terdiri atas industri skala menengah ke atas (7), industri kecil (147), industri rumah tangga
(378), hotel (3), kantin (256), perdagangan (535), transportasi (157), pelayanan (698), dan lain-
lain (139). Di samping itu perusahaan-perusahaan berikut ini merupakan asset-asset penting:
Pra-sarana (rel kereta api, jalan raya);
PT. Pertamina;
Rumah Sakit Panti Wilasa; PT. Indonesia Pawer (Tanjung Mas);
Pelindo (Pelabuhan), Tanjung Mas;
DPLAD (Angkatan Darat);
Sekolah-sekolah Umum.
Pertumbuhan ekonomi
Tingkat pendapatan modal di Semarang tahun 1993-1998 naik 17% per tahun. Pertumbuhan
dalam sektor industri, transportasi dan perdagangan meningkat 12% per tahun.
Komponen-komponen kerusakan
Beberapa komponen kerusakan akan dibahas dan kerusakan total yang berkaitan dengan banjir
terdiri atas:
kerusakan langsung;
kerusakan tidak langsung;
kerusakan yang tidak dapat dilihat;
nilai-nilai lahan depresi/menurun (dan kerugian lahan di daerah-daerah dilanda banjir).
68
6. Aspek Keuangan
Kerusakan dihitung untuk suatu priode 20 tahun.
Kerusakan langsung
Kerusakan langsung termasuk kerusakan-kerusakan terhadap pra-sarana, gedung-gedung, asset-
asset, peternakan, dan lain-lain. Kedalaman dan frekuensi banjir dipertimbangkan dalam
mengukur kerusakan langsung.
Kerusakan tidak langsung
Kerusakan tidak langsung dianggap sebagai gangguan terhadap kegiatan-kegiatan normal
untuk usaha dan pekerjaan rutin sehari-hari, menimbulkan gangguan dalam kondisi
kehidupan dan juga biaya-biaya tambahan dalam menangulangi luapan air pasang (rob)
dan berjuang melawan banjir (meninggikan dasar tanah, meningikan jalan, membangun
tanggul-tanggul kecil dan lain-lain), yang biaya tidak langsungnya sulit dihitung tetapi
biasanya diasumsikan sebagai persentase dari kerusakan langsung. Lembaga Kerja sama
pembangunan Kanada (CIDA) dalam buku Manual Penanggulangan Banjir bekerja
sama dengan Departemen Pekerjaann Umum menghitung biaya tidak langsung sebagai
suatu persentase dari biaya-biaya langsung seperti disarankan berikut ini:
permukiman 15%;
pertanian 10%;
komersial 37%;
industri 45%;
gedung-gedung publik/milik umum 34%;
jalan raya by pass 25%;
jalan/rel kereta api 23%.
Kerusakan yang tidak dapat dilihat
Kerusakan niskala dari banjir di daerah proyek dapat digambarkan sebagai kematian, sakit,
depresi, dan juga penurunan kwalitas lingkungan. Kerusakan tersebut dapat mengurangi kualitas
tenaga buruh, lahan dan modal, dan juga menurunkan pendapatan rumah tangga.
69
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Kerugian dari kerusakan dari niskala ini seperti terdapat dalam Manual Pengendalian Banjir
CIDA adalah 5% dari GDP. Bank Dunia menyarankan bahwa kerugian niskala berkisar dari 20-
80% dari pendapatan warga yang terkena kerugian di daerah tersebut.
Nilai jual lahan menurun (kerugian lahan di daerah yang dilanda banjir
Lahan di daerah yang dilanda banjir dinilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai lahan di
daerah bebas banjir.
Analisis kelayakan ekonomi dan kesimpulan
Suatu analisis kelayakan ekonomi pada umunya terdiri dari:
analisis ekonomi proyek (Ecomic Internal Rate of Return/EIRR);
analisis kepekaan;
analisis risiko.
6.2 Tahap pengelolaan
6.2.1 Perencanaan dan alokasi anggaran untuk Polder Percontohan Banger
Perencanaan anggaran untuk setiap tahun harus dibuat berdasarkan atas kebutuhan operasional
dan pemeliharaan Polder Banger. Di samping kontribusi/iuran dari para pemangku kepentingan
kepada Badan Polder, jika dibutuhkan subsidi dari pemerintah (lokal, provinsi atau pusat) dapat
diusulkan. Salah satu aspek penting dari keberlanjutan sistem Polder Banger adalah sistem
pendanaan. Pendanaan yang besar harus melibatkan para pemangku kepentingan sebagai pihak
yang mendapatkan manfaat dengan keberadaan polder. Keberlanjutan ditentukan oleh kapasitas
bersaing untuk mendapatkan modal pendanaan yang tersedia dalam rekening atau simpanan
pemerintah (Witteveen+Bos, 2008). Dalam pengembangan yang berbasis masyarakat, konsep
kemandirian akan menjadi salah satu hal penting yang harus dikembangkan. Kemandirian
berarti masyarakat akan lebih bergantung pada sumber daya masyarakat sendiri dari pada
sumber daya pendukung yang datang dari luar atau pihak asing. Konsep kemandirian dalam hal
ini terutama dalam masalah-masalah finansial atau pendanaan. Pendekatan “sefl-reliance”
dalam pengembangan masyarakat dapat diberdayakan dengan memusatkan perhatian bagaimana
mengidentifikasikan dan mengembangkan semua sumber yang ada dalam masyarakat itu sendiri
dan mencoba memaksimalkan sumber-sumber daya lokal untuk pengembangan itu sendiri.
70
6. Aspek Keuangan
Dampak positif dari munculnya konsep kemandirian adalah masyarakat menjadi lebih otonomi,
dan lebih bebas untuk menentukan masalah-masalah kepentingan mereka sendiri; meningkatkan
kepercayaan diri sendiri dan kebanggan dan juga harga diri dalam masyarakat.
Sistem pendanaan yang mungkin dapat mendukung keberlanjutan untuk pengembangan dan
pemeliharaan sebuah polder haruslah sistem pendanaan yang bersifat partisipatif, adil dan
mendukung otonomi. Suatu sistem pendanaan partisipatif berarti sebuah sistem pendanaan yang
didesain berdasarkan atas kesepakatan dari para pemangku kepentingan dalam kawasan polder
dan mampu merefleksikan partisipasi aktif mereka di bawah pendanaan tersebut.
untuk menciptakan sistem pendanaan seperti itu, maka usaha untuk mengenali profil
lokal dan masyarakat sasaran akan merupakan tahap permulaan yang harus dilaksanakan.
Karena itu gambaran profil masyarakat harus dibuat berkenaan dengan kawasan polder
yang berisikan informasi pra-sarana fisik serta kondisi masyarakat yang ada dalam
kawasan sasaran polder. Secara detail profil kawasan seperti itu berisi informasi
mengenai:
semua komponen pemangku kepentingan dalam kawasan polder untuk mengambarkan
sebuah sistem pendanaan partisivatif;
jumlah pra-sarana fisik yang ada dalam kawasan polder termasuk identidas-identitas
kepemilikannya;
kondisi kemampuan finansial masing-masing pemangku kepentingan dalam wilayah
polder.
6.2.2 Identifikasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger
Pada intinya, para pemangku kepentingan dalam Polder Banger terdiri atas para warga,
lembaga-lembaga dan perusahaan-perusahaan yang berdomisili di kawasan Polder Banger.
Warga
Warga (masyarakat) adalah orang-orang yang tinggal di dalam dan di luar daerah-daerah yang
dilanda genangan air yang merupakan warga yang akan mendapat manfaat dari proyek
pengembangan Polder Banger. Mereka inilah yang akan menerima manfaat langsung dari
sistem Polder Banger.
71
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
Perusahaan/perniagaan
Perusahaan dalam kontek ini adalah pihak yang akan menerima manfaat dari proyek
pengembangan Polder Banger karena usaha-usaha mereka akan berjalan dengan lancar tanpa
mengalami kerugian dan/atau kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Pihak-pihak terkait dalam
kategori ini adalah sebagai berikut:
perusahaan milik swasta
Kegiatan usaha dalam bentuk toko dan sentra perkulakan (bisnis) yang berlokasi di
kawasan polder yang mengalami genangan air. Terutama industri manufaktur dan
penguna air tanah dalam kawasan merupakan pihak yang bertanggung jawab atas
penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh kebiasaan mengunakan air tanah
yang berlebihan.
perusahaan milik negara (Badan Usaha Milik Negara/BUMN). BUMN yang termasuk
kategori ini, dalam kawasan Polder Banger adalah sebagai berikut:
PT. Pelindo Indonesia, kawasan perkantoran Pelabuhan Tanjung Mas;
PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI);
PLN, PT. Telkom dan PDAM
6.2.3 Sistem Perpajakan untuk Polder Percontohan Banger
Untuk mempertahankan keberlanjutan sistem Polder Banger perlu dikembangkan sebuah
sistem pengelolaan yang mencakup aspek kelembagaan dan aspek keuangan.
Dalam aspek kelembagaan, harus dirumuskan secara jelas lembaga yang mana akan
bertanggung jawab untuk operasional, pemeliharaan dan pengembangan sistem polder.
Sedangkan, dalam aspek keuangan harus ada suatu kepastian sumber pendanaan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan operasi, pemeliharaan, dan pengembangan sistem polder tersebut.
Pengembangan sistem Polder Banger dalam kawasan pengembangan Semarang akan
menghadapi kompleksitas dan kerumitan berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ada dan
nilai-nilai setempat, termasuk aspirasi masyarakat. Dalam era demokrasi seperti sekarang ini
partisipasi masyarakat harus dimasukkan dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan
keputusan.
Perpajakan dapat berdasarkan atas pendekatan partisipatif, adil dan mandiri serta berkelanjutan.
72
6. Aspek Keuangan
Pendekatan ini dapat menciptakan sebuah mekanisme penentuan tarif berdasarkan atas
kemampuan (kapasitas) dan besarnya kontribusi yang mungkin bagi masing-masing pemang ku
kepentingan berkenaan dengan masalah-masalah pengelolaan tata air dalam sistem polder
perkotaan.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dipertimbangakan strategi pendanaan untuk
kemungkinan-kemungkinan pelaksaannya. Konsep pengembalian biaya penuh (full cost
recovery) harus diterapkan. Para penerima manfaat harus berpartisipasi dalam menangung
pendanaan sesuai dengan kemampuan daya beli mereka. Karena itu analisis biaya dan
klasifikasi penerima manfaat harus dilakukan guna membuat desain struktur tarif mulai dari
pajak dan retribusi. Subsidi pemerintah, apabila diperlukan, dalam hal dibutuhkan anggaran
yang sangat besar akan dibutuhkan seperti: pengerukan kali Banger, dan jika mungkin harus
secara jelas dirumuskan sumber-sumber dana yang ada, sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan
penyediaan dana tersebut. Keberlanjutan dalam hal ini merupakan kunci dalam pelaksanaan
sistem Polder Banger.
Perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan (O&P) sistem Polder Percontohan Banger dapat
dilihat pada Tabel 6.1.
Jika hanya kepala keluarga yang akan memberi iuran (tanpa perusahaan-perusahaan), besarnya
iuran per kepala keluarga adalah sebesar Rp. 70,000 per tahun. Rp.70.000.- adalah kira-kira
15% dari jumlah konsumsi energi dalam kawasan Polder, sehingga setiap kepala keluarga
membayar 15% dari total tagihan energi mereka atas pajak Polder untuk biaya Operasi dan
Pemeliharaan (O&P). Dengan cara perpajakan ini, warga yang kaya yang menggunakan lebih
banyak energi akan membayar lebih besar pajak dan warga yang miskin akan membayar lebih
sedikit.
73
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
ITEM SUB ITEM BIAYA/TAHUN
(RUPIAH)
O & P Dewan Polder (40%) Staf (15) 240.000.000
Material 35.000.000
Energi (stasiun pompa) 325.000.000
Sub-total 600.000.000
Pemeliharaan besar (oleh
pihak ketiga, 60%)
Pengantian Material & Perlengkapan
(Pemantauan dan Evaluasi) stasiun pompa
250.000.000
Peninggian tanggul dan dam, survey tingkat
stabilitas
300.000.000
Pengerutan kanal dan retensi. Perbaikan
kondisi/fungsi dan struktur
235.000.000
Sub-total 885.000.000
Total 1.485.000.000
Tabel 6.1 Perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan (O&P) Polder Percontohan Banger
74
7. Aspek hukum
7 Aspek hukum
Berkaitan dengan aspek hukum suatu perbedaan dibuat antara tahap realisasi dan tahap
pengelolaan.
7.1 Tahap realisasi
Dari sudut pandang Peraturan dan Perundang-Undangan (legislasi), masalah-masalah yang
berkaitan dengan banjir dan penggenangan akibat meluapnya air pasang belum dikelola secara
optimal seperti diperlihatkan dalam tabel 7.1. Salah astu penyebabnya adalah partisipasi dan
keterlibatan para pemangku kepentingan dalam sistem yang masih terabaikan.
Tabel 7.1. Peraturan Perundang-Undang (Legislasi)
Legislasi Judul/tentang
Undang undang No. 16 tahun 1950 Pembentukan Kota Besar di Propinsi Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa
Khusus Yogyakarta
Undang undang No. 23 tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan
Undang undang No.7 tahun 2004 Sumber Daya Air di Indonesia
Undang undang No. 32 tahun 2004 Pemerintah Daerah (lokal)
Undang undang No. 33 tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah
dan Pusat
Undang undang No. 26 tahun 2007 Perencanaan Tata Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
63/PRT/1993
Pengembangan Sungai dan Kondisi Batas
Ruangnya
Peraturan (Wali) Kota Semarang No. 5 tahun 2004 Rencana Tata Ruang Kota tahun 2000-2010
Peraturan (Wali) Kota Semarang No. 6 tahun 2004 Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang,
Bagian I tahun 2000-2010
Peraturan (Wali) Kota Semarang No. 8 tahun 2004 Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang,
Bagian III tahun 2000-2010
75
Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang
7.2 Tahap pengelolaan
Penyelesaian sengketa
Sengketa yang timbul antara dua atau lebih lembaga pengelola air, seperti, antara Badan Polder
dan pengguna lain dari operasi sistem polder akan dilimpahkan ke Pengadilan. Tetapi, sebelum
sampai kepengadilan perlu diupayakan penyelesaian melalui musyawarah dan mufakat. Selama
tahap pengelolaan, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air harus
dipertimbangkan dan dijadikan landasan pengelolaan dan pengembangan sumber daya air di
Polder Banger.
76
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir
Polder Percontohan Banger
8.1 Parameter dan kondisi lokal
Kawasan Polder Banger berlokasi di Kecamatan Semarang Timur dan sebagian merupakan
bagian dari Kecamatan Semarang Selatan. Daerah sebelah Utara Jalan Brigjen Katamso adalah
bagian dari Kecamatan Semarang Timur, sedangkan daerah bagian selatan Jalan Brigjen
Katamso termasuk bagian Kecamatan Semarang Selatan (Lihat Gambar 8.1.). Kecamatan
Semarang Timur terdiri atas 10 buah Kampung (Kelurahan), yaitu: Kemijen, Rejomulyo,
Mlatibaru, Mlatiharjo, Kebon Agung, Bugangan, Sarirejo, Rejosari, Karangturi dan Karang
Tempel.
Dapat dilihat bahwa batas-batas kampung berada pada batas-batas utama Polder, kecuali
Kampung Peterongan yang berlokasi di bagian Selatan. Perbatasan Polder membelah kampung
tersebut menjadi dua bagian.
Gambar 8.1.Kecamatan di wilayah Banger
Tingkat keamanan yang ditentukan berikut ini merupakan dua mekanisme pokok berkaitan
dengan banjir untuk Polder Banger, yaitu:
muka air pasang di luar Polder (dalam hal ini ditentukan oleh muka air laut dan Banjir
Kanal Timur). Tingkat keamanan adalah 1/10.000 tahun;
muka air pasang dalam kawasan Polder karena hujan lebat, tingkat keamanan adalah 1/10
tahun.
Polder memiliki lereng alami dari tinggi ke rendah yang mengikuti arah Selatan (pegunungan)
ke Utara (laut).
8.2 Prinsip-prinsip pengembangan polder yang dapat diterapkan pada Polder
Percontohan Banger.
Dua mekanisme dalam desain polder yang relevan untuk menanggulangi banjir, yaitu:
muka air pasang di luar polder;
muka air tinggi di dalam kawasan polder disebabkan hujan lebat.
Muka air pasang di luar polder
Secara historis, definisi keamanan perlindungan banjir ditentukan oleh muka air tertinggi yang
diketahui. Pertahanan/perlindungan banjir didesain pada suatu elevasi ditambah dengan batas
marginal tertentu. Tingkat keamanan polder berkaitan dengan terlampauhinya frekuensi muka
air pasang yang telah ditentukan. Tingkat keamanan yang diinginkan berkaitan dengan nilai
ekonomi polder (perumahan, masyarakat/warga, lingkungan dan lain-lain) dan risiko yang
diterima dikaitkan dengan kehidupan manusia. Ini relevan untuk dearah dataran rendah di
Belanda yang elevasinya dapat mencapai 7m-MAR.
Di Belanda, di mana konsep polder telah diterapkan berabad-abad lamanya, perlindungan banjir
dari polder-polder harus dapat menahan kondisi-kondisi hidraulik ekstrim yang mungkin terjadi
rata-rata sekali per 10.000 tahun di bagian perkotaan Belanda dan 4.000 tahun di daerah
pedesaan. Standard ini merupakan hasil dari analisis komprehensif biaya-manfaat (benefit-cost)
dan keamanan. Gambar 8.2 memperlihatkan desain muka air untuk tingkat keamanan yang
berbeda. Desain muka air Polder Banger T10.000 diperkirakan berdasarkan muka air dengan
periode ulang satu tahun sampai dengan perioda ulang 1.000 tahun. Polder Banger sebagian
besar akan melindungi fungsi-fungsi permukiman dan komersial. Banjir akan menyebabkan
kerusakan terhadap fungsi-fungsi ini dan pengaruhnya secara progresif akan semakin buruk di
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
mana permukaan lahan polder akan turun lebih rendah dari elevasi muka air laut. Setelah
periode 15 tahun, polder akan sangat rendah sehingga akan ada risiko terhadap kehidupan atau
nyawa manusia. Dalam Gambar 8.2 dapat dilihat tingkat keamanan memiliki dampak kecil
pada desain muka air; perbedaan antara ketinggian puncak (crest height) adalah 1:1.000 atau
1:10.000 hanya berbeda kurang dari satu desimeter. Satu desimeter di sini tidak signifikan
dikaitkan dengan ketinggian tambahan yang perlu dimasukkan untuk mengimbangi turunnya
permukaan tanah. Karena itu, dipilih desain kemungkinan dengan perioda ulang 10.000 tahun
terhadap tanggul-tanggul pengaman.
Gambar 8.2.Tingkat keamanan
Muka air tinggi di dalam polder
Dalam wilayah tanggul pelindung polder, potensi kerusakan akibat banjir yang disebabkan oleh
curah hujan terbatas pada kerusakan akibat curah hujan dalam kawasan polder. Secara umum,
hal ini tidak berhubungan secara langsung dengan bahaya terhadap keselamatan nyawa
manusia, dan karena itu tingkat keamanan lebih rendah diperbolehkan. Di Belanda, genanga
dearah perkotaan, yang disebabkan curah hujan ekstrim, dapat terjadi sekali dalam waktu 100
tahun. Sedangkan, untuk Polder Banger desain kemungkinan terjadi genangan sekali dalam
waktu 25 tahun diusulkan pada Tahap 1. Walaupun periode 100 tahun akan direkomendasikan
dilihat dari sudut pandang teknik, tetapi dengan curah hujan ekstrim yang diberikan akan
mengakibatkan kebutuhan kolam retensi yang sangat besar, dan ini dianggap tidak ekonomis
atau secara sosial layak.
3 tipe polder dapat direkomendasikan untuk kawasan Banger, yaitu:
polder secara gravitasi (Lihat Gambar 8.3.):
sistem saluran gendong (Lihat Gambar 8.7.):
sistem terpisah (Lihat Gambar 8. 8.)
Karena alasan kapasitas pembuangan dan kualitas air, disarankan kedalaman air minimum
adalah 50 cm. Sedangkan, ditinjau dari sudut pandang lingkungan, kedalaman air seperti ini
juga akan mencegah kemungkinan untuk nyamuk-nyamuk bertelur.
Polder secara gravitasi (Biaya konstruksi minimum, kebutuhan energi maksimum)
Pada tipe “Polder gravitasi”, air di kawasan Banger akan mengalir ke Utara secara gravitasi
menuju ke titik paling rendah di dalam polder. Dari titik paling rendah, air dibuang dengan
menggunakan pompa. Sketsa polder tipe ini dapat dilihat pada Gambar 8.3.
Dari sketsa tersebut dapat dilihat air mengalir secara gravitasi dari elevasi 1.5 m+MAR ke
elevasi 0.7 m-MAR. Dari titik paling rendah ini, air dibuang ke laut. Proses ini diperlihatkan
pada Gambar 8.4. Karena muka air (0.7 m-MAR) pada bagian polder paling rendah di mana
lebih rendah dari surut (0.4 m-MAR), maka air tidak dapat dibuang secara gravitasi; tetapi air
harus dibuang dengan menggunakan pompa.
Keperluan konstruksi
Sistem polder ini dengan mudah dapat disesuaikan dengan sistem drainase yang ada dan juga
termasuk ke dalam kategori sistem gravitasi. Sistem ini memerlukan bangunan utama sebagai
berikut:
2 buah bendung dengan lebar puncak 5 m;
1 buah stasiun pompa (kapasitas kurang lebih 6 m3/d, dengan sebuah pompa cadangan).
Biaya konstruksi kurang lebih € 1.3 juta, tidak termasuk pajak pertambahan nilai.
Muka air tanah MALR-2.00 m
Muka air tanah MALR-0.50 m
Muka air tanah MALR+0.50 m
bendung
dam
stasiun pompa
arah aliran
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.3. Sistem gravitasi pada Polder Banger
Gambare 8.4 Sistem gravitasi
Kebutuhan energi
Karena semua air ditampung ke dalam titik paling rendah di polder, kelebihan air dari bagian
polder harus dibuang dengan pompa, dengan perbedaan tekanan hidraulik yang relatif tinggi.
Pembuangan air per tahun mencapai 15.8 juta m3 (curah hujan dikurang penguapan dan air
limbah). Rata-rata tinggi hidraulik adalah 3.25 m pada 10 tahun pertama dan 14.15 m dari tahun
ke-10 sampai dengan tahun ke-20. Dengan tingkat efisiensi pompa 50%, rata-rata konsumsi
tenaga adalah 280,000 kWh per tahun pada 10 tahun pertama, dan 360,000 kWh per tahun
antara tahun ke-10 dan tahun ke-20. Dengan harga € 0.01/kWh, maka masing-masing biaya
energi adalah € 2800 per tahun dan € 3600 per tahun. Perhitungan konsumsi energi sistem
polder gravitasi ini dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Operasi dan pemeliharaan
Sistem Polder Banger memerlukan tingkat operasi dan pemeliharaan yang relatif rendah. Sistem
utama hanya memiliki 2 buah bendung dan satu buah stasiun pompa.
Table 8.1. Konsumsi energi sistem gravitasi
Pembuangan Satuan
Curah hujan 2,330 Mm/tahun
Penguapan air terbuka dan tidak tertutup (kedap) 1,200 Mm/tahun
Penguapan tertutup (kedap) 270 Mm/tahun
Areal tertutup (kedap) 396 Ha
Areal tidak tertutup (kedap) dan air terbuka 164 Ha
Rata-rata penguapan (distribusi tertutup / tidak tertutup) 542 Mm/tahun
Infiltrasi -365 Mm/tahun
neto curah hujan dan infiltrasi 1,423 Mm/tahun
Air limbah 18,140 m3/hari
Air limbah 1,182 Mm/tahun
Areal sistem polder 560 Ha
Volume buangan (areal*(netto curah hujan + air limbah) 1.46E+07 m3/tahun
Kapasitas pompa 6 m3/detik
Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 675.37 jam
Tinggi tekanan hidraulik
Desain muka air bagian udik (a)) 1.1 M+MALR
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Bagian hilir (b) -2.0 M+MALR
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c ) 0.45 m
Tinggi tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.5 M
Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 0-10 tahun (a-b+c+d) 4.05 m
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 1.35 m
Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 10-20 tahuns (a-b+d) 4.95 m
Efisiensi 0.6 [-]
Tenaga ((g*tinggi hidraulik*Q)/Efisiensi)
Tenaga/power 10 tahun pertama 3.97E+02 kW
Tenaga/power 10-20 tahun 4.86E+02 kW
Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai)
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 2.68E+05 kWh
Konsumsi tenaga 20 tahun 3.28E+05 kWh
Harga/ kWh (USD) 0.07 USD/kWh
Biaya energi
Konsumsi energi 10 tahun pertama 18,783 USD/tahun
Konsumsi energi 10-20 tahun 22,957 USD/tahun
Sistem dengan saluran gendong (biaya konstruksi tinggi, kebutuhan energi minimum)
Saluran gendong adalah saluran penampungan air dari polder dan areal-areal tampungan air
yang berdekatan. Muka air di dalam saluran gendong dapat lebih tinggi dari muka air pada
bagian polder. Di Belanda, sistem polder-saluran gendong ini dikembangkan untuk dapat
membuang air dari saluran gendong ke laut secara gravitasi melalui sebuah pintu ayun pasang
surut. Namun demikian, air harus dibuang dengan pompa dari polder ke saluran gendong,
tetapi dengan tinggi tekanan hidraulik yang lebih rendah. Gambar 8.5 dan Gambar 8.6
menampilkan konsep sebuah sistem polder-saluran gendong. Dalam konteks Polder Banger,
Kali Banger dapat berfungsi sebagai sebuah saluran gendong. Gambar 8.7 memperlihatkan
bahwa di bagian Selatan, air mengalir secara gravitasi menuju Kali Banger dan mengalir
menuju arah Utara. Pada bagian tengah dan utara polder, Kali Banger berfungsi sebagai saluran
gendong. Elevasi saluran gendong (Kali Banger) lebih tinggi dari muka air daerah sekitar.
Karena itu, air dibuang dengan pompa dari daerah-daerah yang berdekatan ke Kali Banger. Air
kemudian dibuang ke laut atau ke Banjir canal Timur dengan melalui pintu ayun atau pintu
klep. Gambar 8.6 memperlihatkan saluran gendong pada Polder Banger. Perhitungan konsumsi
energi sistem polder saluran gendong dapat dilihat pada Tabel 8.2.
Table 8.2. Konsumsi energi sistem saluran gendong
Pembuangan Satuan
Curah hujanr 2,330 mm/tahun
Penguapan air terbuka dan tidak tertutup 1,200 mm/tahun
Penguapan tertutup 270 mm/tahun
Areal tertutup 396 ha
Areal tidak tertutup dan air terbuka 164 ha
Rata-rata penguapan (distribusi tertutup/tidak tertutup) 542 mm/tahun
Perembesan/ infiltrasi -365 mm/tahun
neto curah hujan dan perembesan 1,423 mm/tahun
Air limbah 18,140 m3/hari
Air limbah 1,182 mm/tahun
Areal polder seksi 1 (section 1 370 ha
Volume buangan (areal*(netto curah hujan + air limbah) 9.64E+06 m3/tahun
Kapasitas pompa 4 m3/detik
Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 669.34 jam
Tekanan hidraulik polder seksi 1
Desain muka air aliran permukaan (hulu) (a) 0.2 m+MALR
Aliran bawah (hilir) (b) 2.0 m-MALR
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahan pertama (c ) 0.45 M
Tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.5 M
Rata-rata tekanan hidraulik 0-10 tahun (a-b+c+d) 3.15 M
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 1.35 M
Rata-rata tekanan hidraulik 10-20 tahun (a-b+d) 4.05 m
Efisiensi 0.6 [-]
Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder seksi 1
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.38E+05 kWh
Konsumsi tenaga 10-20 tahun 1.77E+05 kWh
Areal polder seksi 2 100 ha
Volume buangan (areal*(curah hujan neto+ air limbah)) 3.E+06 m3/tahun
Kapasitas pompa 1 m3/detik
Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 723.61 jam
Tekanan hidraulik polder seksi 2
Desain tingkat air aliran permukaan (hulu) (a) 0.2 m+MALR
Aliran bawah (hilir) (b) 0.5 m-MALR
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c ) 0.5 m
Tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.25 m
Rata-rata tekanan hidraulik 0-10 tahun (a-b+c) 1.45 m
Rata-rata penurunan permukaan tanah average 10-20 tahun (d) 0.75 m
Rata-rata tekanan hidraulik 10-20 tahun (a-b+d) 1.95 m
Efisiensi 0.6 [-]
Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder seksi 2
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.72E+04 kWh
Konsumsi tenaga 10-20 tahun 2.31E+04 kWh
Total konsumsi tenaga (polder seksi 1 dan 2)
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.55E+05 kWh
Konsumsi tenaga 10-20 tahun 2.00E+05 kWh
Harga kWh (USD) 0.07 USD/kWh
Total biaya energi
Konsumsi energi 10 tahun pertama 10,853 USD/tahun
Konsumsi energi 10-20 tahun 14,025 USD/tahun
Gambar 8.5. Polder sistem saluran gendong
Figure 8.6. Skematik sistem polder saluran gendong
Q3 gravitasi
Saluran gendong
lautpolder segmen Imuka air: 2.00 m-MAR
polder segmen IImuka air: 0.50 m-MAR
polder segmen III muka air: 0.50 m+MAR
H2H1
Q1 + Q2 + Q3
Pintu ayun/klep(gravitasi)
SelatanUtara
Water table: MAR-2.00 m
Water table: MAR-0.50 m
Water table: MAR+0.50 m
pumping station
weir
tidal gate
flow direction
belt canal Kali Banger
dike Kali Banger
Keperluan konstruksi
Sistem saluran gendong membutuhkan perubahan dalam sistem drainase yang sudah ada saat
ini. Sistem ini membutuhkan bangunan air sebagai berikut:
tanggul tanggul di sepanjang Kali Banger untuk menahan muka air yang lebih tinggi saat
ini dan juga pada waktu yang akan datang dengan panjang tanggul sekitar 7.000 m;
empat buah stasiun pompa (total kapasitas kurang lebih 5 m3/d). Pada setiap segmen
polder masing-masing di sisi Kali Banger dibutuhkan satu buah stasiun pompa;
saluran yang sejajar sepanjang Kali Banger untuk menampung air hujan dan
membuangnya ke salah satu stasiun pompa. Panjang saluran yang dibutuhkan adalah
kira-kira 7.000 m;
satu buah bendung dengan lebar puncak 5 m;
satu buah pintu ayun/klep.
Jumlah biaya konstruksi diperkiran kurang lebih € 3.7 juta, tidak termasuk pajak pertambahan
nilai. Lihat Tabel 8.3.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.7. Polder saluran gendong di polder Banger
Keperluan energi
Kali Banger dapat mengalirkan atau membuang air secara gravitasi. Namun demikian, polder
segmen 1 dan 2 harus membuang air dengan pompa ke Kali Banger. Luas wilayah polder
segmen 1 dan 2 adalah 370 ha (67%). Rata-rata tinggi tekan hidraulik polder segmen 1 adalah
3.15 m pada 10 tahun pertama dan 4.05 m dari tahun ke-10 sampai dengan tahun ke-20.
Sedangkan, rata-rata tinggi tekan hidraulik polder segmen 2 adalah 1.45 m pada 10 tahun
pertama dan 1.95 m dari tahun ke-10 sampai dengan tahun ke-20. Rata-rata konsumsi tenaga
kedua segmen polder adalah 160.000 kWh per tahun pada 10 tahun pertama dan 200.000 kWh
antara tahun ke-10 dan tahun ke-20. Biaya energi masing-masing segmen polder adalah USD
11.000 per tahun dan USD 14.000 per tahun. Perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Tabel
8.4.
Operasi dan pemeliharaan (O&P)
Sistem polder ini memerlukan tingkat operasi dan pemeliharaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem gravitasi. Sistem utama memiliki 1 buah bendung, 4 buah stasiun pompa, 1 buah
pintu ayun/klep dan tanggul-tanggul tambahan. Khususnya pintu ayun/klep, adalah sebuah
struktur yang relatif mudah rusak. Struktur ini terletak di dekat tanggul dan karena itu
memerlukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin.
Sistem saluran terpisah (biaya konstruksi tinggi, keperluan energi minimum)
Pada sistem polder saluran terpisah ini 3 segment polder individual mengalirkan dan membuang
air ke Banjir Kanal Timur secara terpisah. Gambar 8.8 memperlihatkan konsep sistem polder
saluran terpisah ini. Sistem ini dimaksudkan untuk menggunakan ketinggian energi potensial
dari polder segmen II dan III yang terletak pada posisi yang lebih tinggi. Dengan memisahkan
segmen polder, ketinggian energi dari segmen segmen polder dapat dimanfaatkan sehingga
saluran gendong tidak dibutuhkan pada Polder Banger.
Sayangnya muka air pada Banjir Kanal Timur juga naik pada arah sebelah selatan. Kemiringan
sungai bervariasi antara muka air laut tata rata (MALR) pada polder segmen I dan
3.00m+MALR pada polder segmen III. Muka air di dalam dan di luar untuk ketiga segmen
polder adalah sebagai berikut:
polder segmen I: muka air di dalam 2.00 m-MALR, muka air di luar (Banjir Kanal
Timur) antara 0.50m-MALR dan 0.50 m+MALR: pengaliran buangan dengan sistem
gravitasi tidak dimungkinkan;
polder segmen II: muka air di dalam 0.50 m-MALR, muka air di luar Banjir Kanal Timur
adalah 2.00 m+MALR: pengaliran dengan sistem gravitasi tidak dimungkinkan;
polder segmen III: muka air di dalam 0.50 m+MALR, muka air di luar (Banjir Kanal
Timur) adalah 2.50 m+MALR sampai dengan 3.00 m+MALR: pengaliran dengan sistem
gravitasi tidak dimungkinkan.
Ini berarti bahwa semua tiga segmen polder memerlukan stasiun pompa untuk membuang air,
oleh karena itu pengurangan biaya energi sangat terbatas. Lebih dari itu, semua segmen polder
memerlukan kolam retensi untuk menampung air sementara. Sedangkan pada polder segmen II
dan III tidak banyak lahan yang tersedia untuk keperluan tersebut.
.
Polder section I:Water table MAR-2.00 m
Polder section II:Water table MAR-0.50 m
Polder section III: Water table MAR+0.50 m
dam
flow direction
pumping station
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.8.Sistem saluran terpisah polder Banger
Keperluan Konstruksi
Sistem kanal terpisah ini memerlukan suatu perubahan dari sistem drainase yang ada saat ini.
Sistem ini memerlukan bangunan air utama sebagai berikut:
3 buah stasiun pompa (dengan kapasitas kurang lebih 6 m3/d + pompa cadangan). Pada
setiap segmen dibutuhkan satu buah stasiun pompa;
2 saluran antara Kali Banger dan Banjir KanalTimur, panjang keseluruhan 1.000 m;
2 buah bendung pada sistem tata air.
Biaya konstruksi kurang lebih USD 4.2 juta, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Kebutuhan energi
Tiga segmen polder tersebut di atas harus mengalirkan dan membuang air dengan pompa.
Tinggi tekanan hidraulik dari polder segmen 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 4.05, 3.25 dan
2.75 m. Dari tahun ke-10 sampai dengan tahun ke-20 tinggi tekanan hidraulik masing-masing
menjadi 4.95, 3.75 dan 3.25 m. Dengan efisiensi pompa sebesar 60%, rata-rata konsumsi tenaga
dari kedua segmen adalah 250.000 kWh per tahun pada 10 tahun pertama dan 300.000 kWh per
tahun antara tahun ke-10 dan tahun ke-20. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8.3, biaya
energi masing-masing mencapai USD 17.000 dan USD 21.000 per tahun.
Tabel 8.3 Konsumsi energi sistem terpisah
Pembuangan satuan
Curah hujan 2.330 mm/tahun
Penguapan air terbuka dan tidak tertutup 1.200 mm/tahun
Penguapan tertutup 270 mm/tahun
Areal tertutup (kedap) 396 Ha
Areal tidak tertutup (tidak kedap) dan air terbuka 164 Ha
Rata-rata penguapan (distribusi tertutup/tidak tertutup) 542 mm/tahun
Infiltrasi -365 mm/tahun
neto curah hujan dan infiltrasi 1.423 mm/tahun
Air limbah 18.140 m3/hari
Air limbah 1.182 mm/tahun
Areal polder segmen I 370 ha
Volume buangan (area*(curah hujan neto+air limbah) 9.64E+06 m3/tahun
Kapasitas pompa 4 m3/d
Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 669.34 jam
Tinggi tekanan hidraulik polder segmen I
Desain muka air pada aliran permukaan bagian hulu (a) 1.1 m+MALR
Bagian hilir (b) 2 m-MALR
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama 0.45 m
Tinggi tekanan hidraulik yang dibutuhkan (d) 0.5 m
Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 0-10 tahun (a+b+c+d) 4.05 m
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 1.35 m
Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 10-20 tahun 4.95 m
Efisiensi 0.6 [-]
Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder segmen I
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.77E+05 kWh
Konsumsi tenaga 10-20 tahun 2.17E+05 kWh
Areal polder segmen II 100 ha
Volume buangan (Areal*(curah hujan neto+air limbah) 3.E+06 m3/tahun
Kapasitas pompa 1 m3/d
Jumlah jam terpakai 723.61 jam
Tinggi tekanan hidraulik polder segmen II
Desain muka air pada aliran permukaan (upstream) (a) 2 m+MALR
Muka air hilir (b) 0.5 m-MALR
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c) 0.5 m
Tinggi tekanan hidraulik yang dibutuhkan (d) 0.25 m
Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 0-10 tahun (a+b+c) 3.25 m
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 0.75 m
Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 10-20 tahun (a+b+c) 3.75 m
Efisiensi 0.6 [-]
Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder segmen II
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 3.85E+04 kWh
Konsumsi tenaga 10-20 tahun 4.44E+04 kWh
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Areal polder segmen III 100 ha
Volume buangan (areal*curah hujan neto+ air limbah) 3.E+06 m3/tahun
Kapasitas pompa 1 m3/d
Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 723.61 jam
Tekanan hidraulik polder segmen III
Desain muka air bagian hulu (a) 2.5 mMALR
Bagian hilir (b) 0.5 mMALR
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c) 0.5 m
Tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.25 m
Rata-rata tekanan hydraulik 0-10 tahun (a+b+c) 2.75 m
Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun 0.75 m
Rata tekanan hidraulik 10-20 tahun (a+b+d) 3.25 m
Efisiensi 0.6 [-]
Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder segmen III
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 2.93E+04 kWh
Konsumsi tenaga 10-20 tahun 3.46E+04 kWh
Total konsumsi tenaga (polder segmen I, II, III)
Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 2.45E+05 kWh
Konsumsi tenaga 10 – 20 tahun 2.96E+05 kWh
Harga kWh (USD) 0.07 USD/kWh
Total biaya energi
Konsumsi energi 10 tahun pertama 17.151 USD/tahun
Konsumsi energi 10-20 tahun 20.696 USD/tahun
Operasi dan pemeliharaan (O&P)
Sistem polder ini memerlukan tingkat operasi dan pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem polder gravitasi. Sistem utama memiliki 3 buah stasiun pompa dan 2 buah
saluran antara Kali Banger dan Banjir Kanal Timur.
Analisis biaya konstruksi dan energi
Sistem polder gravitasi relatif lebih murah dalam dua hal, konstruksi dan operasi serta
pemeliharaan (O&P), tetapi realtif lebih mahal dalam hal biaya energi. Biaya konstruksi untuk
sistem utama mencapai USD 2.6 juta; biaya O&P sebesar USD 9.000 per tahun; dan biaya
energi mencapai USD 21.000 per tahun (dalam 20 tahun partama). Sebaliknya, sistem saluran
gendong, biaya energi relatif murah dan biaya konstruksi dan O&P relatif mahal, yaitu USD 5.5
juta untuk biaya konstruksi sistem utama; biaya O&P USD 22.500 per tahun dan USD 12.000
per tahun untuk biaya energi. Sedangkan biaya untuk sistem terpisah berada di antaranya, yaitu
USD 4.2 juta untuk biaya konstruksi sistem utama; USD 13.500 per tahun untuk O&P, dan
USD 19.000 per tahun untuk biaya energi.
Tabel 8.4 memperlihatkan Nilai Neto Saat Ini (Net Present Value) dari biaya konstruksi, O&P
dan energi untuk kurun waktu 20 tahun dengan tingkat diskonto 4 %. Tabel 8.4 tersebut
memperlihatkan bahwa jumlah biaya keseluruhan dari sistem saluran gendong dan sistem
terpisah selama 20 tahun masing-masing memerlukan 2 kali lipat dan 1½ kali lipat dari jumlah
biaya sistem gravitasi dan biaya-biaya energi dan O&P relatif lebih kecil dibandingkan dengan
biaya konstruksi. Sistem polder gravitasi merupakan pilihan paling murah dan karena itu sangat
direkomendasikan. Tabel 8.5 sampai dengan Tabel 8.7 memperlihatkan analisis biaya kontruksi
untuk sistem polder gravitasi, sistem saluran gendong dan sistem polder terpisah.
Table 8.4. Nilai Netto Saat ini untuk konstruksi dan energi selama 20 tahun
Total biaya (Juta USD)
Sistem polder gravitasi Konstruksi 2.55
Energi 0.30
O&P 0.13
Total 2.99
Sistem polder saluran gendong Konstruksi 5.48
Energi 0.18
O&P 0.33
Total 5.98
Sistem polder terpisah Konstruksi 4.16
Energi 0.28
O&P 0.20
Total 4.63
Tabel 8.5. Biaya konstruksi sistem polder gravitasi
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Satuan Jumlah Biaya per unit
(USD)
Biaya (USD)
Bendung:
Lebar ambang 5 m 2 25.000 50.000
Satasiun pompa
Pompa-pompa m3/d 8 250.000 2.000.000
Rumah (pompa) 1 500.000 500.000
Total 2.550.000
Table 8.6 Biaya konstruksi Sistem saluran gendong
Unit Jumlah Biaya per unit
(USD)
Biaya
(USD)
Ket.
Tanggul sepanjang
Kali Banger
m 7.000 125 875.000 Termasuk
pembebasan lahan
Bendung:
Lebar ambang 5 m
2 25.000 50.000
Stasiun pompa
Pompa-pompa m3/d 7.5 250.000 1.875.000
Gardu/Rumah
(pompa)
4 500.000 2.000.000
Pintu ayun/klep 1 150.000 150.000
Saluran yang
sejajar
m 7.000 75 525.000 Termasuk
pembebasan lahan
Total 5.475.000
Table 8.7 Biaya konstruksi Sistem saluran terpisah
satuan Jumlah Biaya per unit
(USD)
Biaya
(USD)
Keterangan
Saluran m 1.000 400 400.000 Termasuk biaya
pembebasan lahan
Lebar puncak
bendung 10 m
2 2.500 5.000
Stasiun pompa:
Pompa-pompa
m3/d 9 250.000 2.250.000
Gardu/Rumah
(pompa)
3 500.000 1.500.000
Total 4.155.000
Pintu ayun/klep
Kemungkinan penggunaan pintu ayun/klep untuk membuang air ke luar dari polder. Untuk
dapat menganalisis kemungkinan pemakaian pintu air ini, parameter parameter berikut perlu
dipertimbangkan:
tinggi muka air (pasang surut) di laut;
muka air yang diinginkan di dalam polder, bergantung pada:
elevasi muka tanah;
tipe sistem tata air.
Gambar 8.8 berikut ini menampilkan konsep pintu ayun/klep yang dimaksud.
Gambar 8.8. Pintu air membuka selama air surut dan menutup pada saat air pasang
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Muka air Banjir Kanal Timur
Pada situasi sekarang, muka air di bagian utara Banjir Kanal Timur ditentukan oleh muka air
laut dalam keadaan kondisi normal. Elevasi permukaan air di bagian perbatasan selatan Polder
Banger (Jl. Brigjen Katamso) adalah 2.5 sampai dengan 3.0 m+MALR. Dalam kondisi-kondisi
ekstrim (T25) kemiringan sungai bervariasi dari 1.9 m+MALR di perbatasan sebelah utara (Jl.
Arteri), sampai dengan 5.5 m+MALR di perbatasan sebelah selatan polder.
Elevasi muka air di dalam polder
Muka air di dalam polder adalah sebagai berikut:
Polder segmen I : 2.0m-MALR;
Polder segmen II: 0.5 m-MALR;
Polder segmen III: 0.5 m+MALR.
Muka air akan mengikuti tingkat penurunan permukaan tanah: 9 cm/tahun pada polder segmen I
dan 5 cm/tahun pada polder segmen II dan III.
Kemungkinan menggunakan pintu ayun/klep pada polder sistem gravitasi
Sebuah pintu ayun/klep hanya akan berfungsi jika muka air di sebelah udik lebih tinggi dari
muka air di sebelah hilir. Bagi pintu ayun/klep ini berarti bahwa elevasi muka air di bagian udik
paling tidak harus lebih tinggi dari muka air surut, untuk membuang air yang tersimpan di
dalam sistem pada saat air pasang di mana pintu tertutup. Di kawasan Banger, elevasi muka air
polder adalah 2.0 m-MALR, 1.5 m lebih rendah dari rata-rata air surut, lihat Gambar 8.9. Ini
berarti bahwa sebuah pintu ayun/klep tidak akan mungkin dapat mengalirkan dan membuang
air. Karena itu dibutuhkan sebuah pompa untuk menjaga agar muka air di polder tetap 2.0 m-
MALR. Pembuangan dengan gravitasi hanya mungkin dilakukan ketika muka air naik lebih dari
1.5 m selama air surut, yang akan terjadi rata-rata hanya kurang dari sekali per 5 tahun. Muka
air juga akan turun sebesar 9 cm/tahun, mengikuti tingkat penurunan permukaan tanah (ambles).
Ini berarti bahwa setelah 6 tahun, pengaliran dan pembuangan dengan sistem gravitasi tidak
mungkin berfungsi lagi dalam keadaan apa pun juga. Dapat disimpulkan bahwa sebuah pintu
ayun/klep sulit atau bahkan tidak akan digunakan, atau mungkin hanya digunakan satu kali
selama 2 tahun atau lebih. Ringkasnya, penggunaan sebuah pintu ayun/klep adalah tidak layak
untuk dipertimbangkan.
Gambar 8.9. Pintu ayun/klep pada sistem polder gravitasi
Kemungkinan menggunakan pintu ayun/klep pada Sistem Saluran Gendong
Karena elevasi permukaan air di Kali Banger (diatur) lebih tinggi dari tingkat muka air ketika
surut, air dapat dibuang ke laut melalui pintu ayun/klep. Gambar 8.10 memperlihatkan
pembuangan air dari Kali Banger (sebagai suatu saluran gendong) melewati pintu ayun/klep.
Harus diperhatikan bahwa stasiun pompa diperlukan guna mencapai elevasi muka air lebih
tinggi pada saluran gendong. Dengan menggunakan sistem ini hanya sebagian saja biaya yang
dapat dikurangi.
Kemungkinan menggunakan pintu ayun/klep pada sistem polder terpisah
Elevasi permukaan yang lebih tinggi di kawasan sebelah selatan akan cocok untuk sistem
polder gravitasi. Masalahnya dalam hal ini muka air di Kali Banger lebih tinggi. Tabel 8.8
memperlihatkan elevasi polder di Kali Banger dan elevasi permukaan air di luar Banjir Kanal
Timur. Dapat disimpulkan bahwa pengaliran dan pembuangan dengan sistem gravitasi tidak
mungkin dilakukan.
Table 8.8. Muka air di dalam dan di luar polder
SEGMEN
POLDER
ELEVASI
POLDER
(M+MALR)
MUKA AIR BANJIR
KANAL TIMUR
(M+MALR)
KESIMPULAN
Pasang tinggi (+0.5 m+MAR)
Surut rendah (0.5 m-MAR)
LautKali Banger
Pintu pasang surut(tutup)
Elevasi permukaanMean Sea Level
1.5 m2.0 m-MAR
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
I -2.0 -0.5 to +0.5 Pembuangan dengan gravitasi
tidak mungkin
II -0.5 + 2.0 Pembuangan dengan gravitasi
tidak mungkin
III +0.5 + 2.5 Pembuangan dengan gravitasi
tidak mungkin
Dengan kata lain, dari Tabel 8.8 dapat disimpulkan hal sebagai berikut:
pintu ayun/klep tidak mungkin diterapkan pada sistem polder gravitasi;
pintu ayun/klep mungkin bisa diterapkan pada sistem saluran gendong untuk
membuang air dari saluran gendong ke laut. Diperlukan stasiun-stasiun pompa
guna mencapai elevasi permukaan air lebih tinggi di dalam saluran gendong;
pintu ayun/klep tidak mungkin diterapkan pada sistem polder terpisah, karena
muka air pada Banjir Kanal Timur sudah terlalu tinggi.
Gambar 8.10. Debit aliran dari Kali Bangerdengan pintu ayun/klep
Sebagai bahan untuk pembuatan desain, karakteristik pasang surut disajikan pada Tabel 3.6.
Bendung di Kali Banger
-0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 12 24 36 48
Time (hours)
wa
ter
lev
el
(m M
SL
)
sea level water level Banger Polder
Pembuangan 10 jam
Gambar 8.11.Bendung di Kali Banger
Salah satu komponen penting dalam Polder Banger adalah masalah bendung. Bendung ini akan
membendung sungai (Gambar 8.11). Bendung ini akan melindungi polder Banger dari banjir,
karena laut tidak dapat mengalir ke arah polder lagi. Pada sisi lain, bendung juga menutup aliran
dari polder Banger. Untuk itu, stasiun pompa dan pengendalian kualitas air diperlukan. Bendung
akan terletak di bawah jembatan di jalan Arteri dan akan merupakan bagian dari tanggul utara.
Perkiraan tinggi muka air
Kedalaman drainase
Pengendalian muka air tanah penting untuk kelangsungan beberapa fungsi di dalam polder:
daerah-daerah hijau, pepohonan: elevasi muka air yang diinginkan 1 sampai dengan 0,5
m-permukaan (untuk menyediakan udara di tanah secara cukup dan keseimbangan
kandungan kelembaban);
rumah-rumah: 0.7 m di bawah elevasi lantai dan (untuk meningkatkan daya dukung
bangunan, untuk mencegah kelembaban tinggi dan kondisi yang tidak sehat pada lantai
dasar bangunan;
jalan-jalan: 1.0 m di bawah jalan (untuk meningkatkan daya dukung jalan);
retensi: tingkat permukaan air serendah mungkin, untuk mendapatkan efek retensi
sebesar mungkin.
Elevasi permukaan polder
Berdasarkan elevasi permukaan (Gambar 2.4) dan kedalaman drainase 1 m, secara garis
besarnya elevasi permukaan polder untuk Polder Banger ditentukan. Gambar 8.12 menampilkan
elevasi polder pada segmen-segmen polder; elevasi permukaan dan areal dari segmen-segmen
polder. Jalan-jalan dan bangunan-bangunan memerlukan muka air tanah 1.25 sampai dengan
Current situation
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
1.50 m-permukaan tanah pada musim hujan. Untuk meningkatkan kapasitas retensi muka air
ditentukan 2.00 m-permukaan tanah. Kemudian, penentuan muka air dibuat berdasarkan
kapasitas retensi dengan pengendalian muka air tanah.
Perlu diperhatikan bahwa elevasi polder paling rendah secara hidraulik merupakan lokasi ideal
untuk retensi, karena kawasan itu memiliki permukaan yang rendah. Dalam hal itu, elevasi
polder akan memiliki elevasi permukaan yang sama seperti segmen polder yang ada didekatnya.
Lihat Tabel 8.9.
Tabel 8.9. Muka air pada segmen-segmen
SEGMEN POLDER MUKA AIR
(M+MALR)
lUAS
(HA)
PERSENTASE
%
I -2.0 370 70
II -0.5 100 19
III +0.5 60 11
Gambar 8.12. Perkiraan muka air
Disebabkan oleh penurunan permukaan tanah (ambles), elevasi permukaan air di dalam polder
juga turun. Elevasi polder harus mengikuti elevasi permukaan tanah yang turun tersebut. Muka
air harus diturunkan sesuai dengan tingkat penurunan permukaan tanah. Hal ini berarti bahwa
muka air harus diturunkan 9 cm per tahun dalam segmen I polder dan 5 cm per tahun pada
segmen II dan III.
8.3 Pra-sarana polder untuk Polder Percontohan Banger
Luas kolam retensi
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Kapasitas kolam retensi yang diperlukan bergantung pada kapasitas buangan polder dan tingkat
keamanan yang diperlukan. Berikut ini, beberapa opsi kolam retensi akan dibahas.
Melalui simulasi model hidrodinamik, kapasitas retensi yang tepat dan diperlukan akan dihitung
untuk areal polder. Di samping itu, luas retensi dari saluran retensi aliran bawah mungkin
menurun, disebabkan adanya retensi pada bagian-bagian aliran permukaan. Sebenarnya, pada
situasi ideal retensi tersebar mengikuti tata ruang tetapi dengan kondisi kawasan perkotaan yang
ada saat ini hal ini tidak dimungkinkan. Tabel 8.10 menggambarkan aliran limpasan dan
koefisien masing-masing daerah tersebut.
Tabel 8.10. Luas areal dan koefisien limpasan
Pertimbangan-pertimbagan lain adalah sebagai berikut:
kapasitas pembuangan: 6 m3/d; tingkat keamanan desain dengan kemungkinan kejadian
(bencana): 100 tahunan;
ruang bebas (freeboard) tersier dan saluran-saluran kwarter: 30 cm;
ruang bebas (freeboard) Kali Banger dan tambak tambak ikan: 100 cm.
Kapasitas retensi
Suatu langkah penting dalam penilaian pengembangan polder adalah penentuan kapasitas
retensi yang diperlukan. Kapasitas retensi bergantung pada tingkat keamanan dan kapasitas
buangan polder (kapasitas pompa). Hubungan antara kapasitas pompa, kapasitas retensi dan
tingkat keamanan dapat dilihat pada Gambar 8.13.
Grafik dalam gambar tersebut memperlihatkan arah garis pembantu untuk penentuan kapasitas
pompa polder-polder di Indonesia: 1 m3/d/100 ha, seperti digambarkan pada Dasar Desain
(Basis of Design). Grafik tersebut memperlihatkan bahwa arah garis kapasitas pompa berada
luas
(ha)
Koefisien limpasan
periode pendek
(-)
Tertutup 393 0.9
Tidak tertutup 144 0.3
Air terbuka 20 1.0
Total 557
pada bagian lengkungan kurva, suatu kapasitas yang lebih rendah berarti peningkatan
eksponensial kapasitas retensi yang diperlukan. Kapasitas yang lebih tinggi memiliki dampak
terbatas pada kapasitas retensi yang diperlukan. Kapasitas pompa yang dibutuhkan adalah 6
m3/d dan tingkat keamanan dengan frekuensi kejadian 100 tahunan, dan kapasitas retensi yang
diperlukan adalah 855.000 m3.
Kapasitas retensi dengan perioda ulang kemungkinan terjadi 100 tahunan (T100)
Kapasitas retensi sebagian telah ada dalam sistem drainase yang ada, yaitu Kali Banger dan
kola-kolam ikan. Tabel 8.11 memperlihatkan kapasitas retensi tambahan. Kapasitas retensi
yang harus diwujudkan adalah 615.000 m3, di samping kapasitas retensi yang ada.
Tabel 8.11.Kapasitas retensi yang ada dan yang diperlukan T100 (Witteveen+Bos, 2008)
Sistem drainase yang ada
luas (ha) Kapasitas retensi (m3)
Total diperlukan 855,000
Saluran-saluran kolam ikan Kali
Banger yanga ada saat ini
12.0 120,000
6.5 65,000
Gambar 8.13. Kapasitas retensi versus kapasitas pompa versus desain kemungkinan terjadi
(Witteveen+Bos, 2008)
Kapasitas retensi dengan kemungkinan terjadi 25 tahun (T25)
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Kapasitas retensi yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat keamanan genangan air yang
terjadi satu kali per seratus tahun mungkin tidak dapat dilakukan di kawasan Banger,
disebabkan karena bangunan-bangunan yang ada dan ada rencana membangun terminal-
terminal peti kemas. Pada tahap pertama proyek ini (tahap studi kelayakan), desain periode
ulangnya ditentukan 25 tahun. Dengan memperhatikan kapasitas retensi yang diperlukan untuk
memperoleh tingkat keamanan lebih tinggi, priode ulang 25 tahun tersebut dianggap layak.
Tabel 8.12 Memperlihatkan kapasitas retensi tambahan yang diperlukan untuk sebuah desain
kemungkinan terjadi 15 tahun. Di samping kapasitas retensi yang ada saat ini perlu diwujudkan
kapasitas retensi 410.000 m3.
Tabel 8.12. Kapasitas retensi saat ini dan yang diperlukan untuk T25 (Witteveen+Bos,
2008)
Sistem drainase yang ada
luas
(ha)
Kapasitas retensi
(m3)
Total yang diperlukan 650,000
Kola ikan Kali Banger yang ada 12.0 120,000
6.5 65,000
15.0 55,000
Total yang ada 240,000
Yang harus diwujudkan 410,000
Di samping itu opsi-opsi retensi berikut ini akan dibahas secara singkat:
retensi pada tambak tambak ikan:
muka air sama dengan Kali Banger (hubungan langsung);
muka air lebih renda untuk meningkatkan kapasitas retensi (pembuangan
dengan pompa);
retensi-retensi pada lapangan-lapangan bermain/derah-daerah hijau;
genangan yang terkontrol.
Opsi-opsi retensi dapat digabungkan (lihat juga Volume 3: Aspek Teknik, pada prinsip zonasi
yang berdasarkan elevasi lahan). Pada bagian berikutnya kapasitas retensi akan diterjemahkan
menjadi kawasan retensi. Kapasitas retensi tambahan yang diperlukan untuk sebuah desain
priode ulang rata rata 25 tahunan dapat diterapkan.
Retensi pada tambak ikan
Retensi yang diperlukan diwujudkan dengan memanfaatkan tambak tambak ikan. Tambak ikan
tersebut dapat digunakan pada kondisi normal. Tambak ikan dapat dibuat sebagai hubungan
terbuka dengan Kali Banger seperti diperlihatkan pada Gambar 8.14. Kapasitas retensi menjadi
terbatas pada ruang bebas (freeboard) pada tambak tambak ikan dan Kali Banger, karena adanya
hubungan yang terbuka ini. Karena permukaan terbuka adalah 1m (sama dengan Kali Banger).
Luas yang dibutuhkan untuk tambak ikan adalah 41 ha. Daerah retensi ini dapat berlokasi di
Kemijen, berdekatan dengan tambak tambak ikan yang ada saat ini. Gambar 8.15 secara garis
besarnya memperlihatkan areal retensi yang dibutuhkan.
Muka air lebih rendah pada tambak ikan
Untuk meningkatkan kapasitas retensi tambak tambak ikan, muka air dapat diturunkan pada
tambak tambak ikan. Muka air lebih rendah pada tambak tambak ikan memerlukan pembuangan
secara kontinyu dengan pompa dari kolam ikan ke dalam Kali Banger seperti dapat dilahat pada
Gambar 8.16. Jika muka air kolam ikan 1 m lebih rendah dari muka air Kali Banger, ruang
bebas (freeboard) meningkat dari 1-2m. Areal yang dibutuhkan untuk kolam ikan menurun dari
41 ha menjadi 21.5 ha. Muka air yang relatif rendah ini mempengaruhi elevasi muka air tanah
dan dapat menyebabkan perembesan air di daerah sekitarnya.
Gambar 8.14. Retensi di tambak ikan, hubungan terbuka
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.15. Areal retensi
Gambar 8.16. Retensi di tambak ikan, muka air yang lebih rendah
Retensi pada tempat-tempat bermain/daerah-daerah hijau
Air ditampung sementara di lapangan-lapangan bermain atau di daerah-daerah hijau lainnya.
Genangan dapat terjadi dengan suatu frekuensi kejadian yang rendah (rata rata sekali per 2
atau 10 tahun). Selama kejadian-kejadian curah hujan ekstrim, air akan ditampung sementara
di tempat-tempat bermain tersebut. Ketika muka air di Kali Banger dapat diturunkan, air akan
dapat mengalir kembali secara gravitasi melalui sebuah pinti air ke Kali Banger seperti
diperlihatkan pada Gambar 8.17. Karena ruang bebas (freeboard) adalah 1m (sama dengan
ruang bebas Kali Banger), luas yang diperlukan dari tempat bermain adalah 41 ha. Karena
elevasi permukaan tempat bermain tersebut sama dengan muka air maka perembesan air dapat
terjadi, terutama selama musim penghujan. Perembesan tersebut dapat menyebabkan tempat
bermain becek jadinya.
Gambar 8.17. Retensi di areal bermain atau areal hijan
Genangan terkendali
Suatu tiingkat keamanan dengan priode ulang 15 tahunan memerlukan luas retensi yang luas.
Karena itu tingkat keamanan dapat dibuat berbeda untuk tipe-tipe tata guna lahan yang berbeda.
Sebagai contoh, gengangan jalan tidak menyebabkan kerusakan dan jika priode genangan
terbatas, ganguan tergadap kehidupanpun akan terbatas. Tambahan pula, di beberapa daerah
genangan menyebabkan lebih sedikit kerusakan dibandingkan dengan di daerah-daerah lain.
Daerah yang memiliki risiko lebih rendah ini dapat digunakan untuk genangan terkendali
dengan suatu frekuensi atau perioda ulang kemungkinan terjadi yang rendah (5 atau 10
tahunan).
Genangan pada jalan terkendali
Jalan-jalan juga dapat dipergunakan sebagai areal retensi sementara. Genangan terkendali ini
terjadi dengan frekuensi rendah (2 atau 5 tahun). Ini hanya mungkin di bawah kondisi elevasi
jalan lebih rendah dari elevasi bangunan-bangunan dan lama genangan terbatas beberapa jam
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
saja. Gambar 8.18 memperlihatkan konsep genangan jalan terkendali ini. Pada umumnya
elevasi jalan adalah 10-20 em lebih rendah dari elevasi bangunan-bangunan. Jika ketinggian
genangan yang diperbolehkan adalah 10 cm dan lamanya 3 jam, maka 65.000 m 3 air dapat
ditampung di jalan-jalan dan ini memerlukan areal seluas 65 ha.
Gambar 8.18.Pengendalian genangan pada jalan jalan
Pengendalian genangan di areal lainnya
Dibeberapa daerah, genangan air menyebabkan sedikit kerugian dibandingkan dengan daerah
lain. Daerah-daerah ini, dengan risiko lebih rendah, dapat digunakan untuk genangan terkendali
dengan frekuensi kejadian yang rendah (misalnya 10 tahunan). Jika genangan yang
diperbolehkan adalah 20 cm maka areal retensi yang diperlukan adalah 63 ha. Di samping areal
retensi ini (dimaksudkan untuk menampung antara T10 dan T25), retensi tambahan yang
diperlukan untuk menampung air sampai dengan T10 dan penampungan tambahan adalah
sebesar 286.000 m3.
Stasiun pompa
Wilayah Polder Percontohan memilki kemiringan alami dari tinggi ke rendah, dari arah Selatan
(pegunungan) menuju ke utara (laut). Lokasi stasiun pompa sebaiknya dipilih di sebelah Utara
polder. Untuk memperkecil biaya konstruksi, stasiun pompa harus berlokasi sedekat mungkin
dengan badan air atau sungai yang sesuai. Polder yang tidak langsung berbatasan dengan laut,
sehingga Kali Banger (di luar polder) atau Banjir Kanal Timur bisa berfungsi sebagai badan
sungai penerima air. Kapasitas pembuangan Kali Banger diperkirakan sangat terbatas, sehingga
dinding-dinding lengkung kolam ikan menyumbat alirannya. Karena itu, Banjir Kanal Timur
dapat menjadi pilihan yang lebih baik. Hal ini akan menentukan lokasi stasiun pompa sebaiknya
di sudut Timur Laut.
Dengan membangun stasiun-stasiun pompa tidak bearti mengurangi masalah-masalah yang
berhubungan dengan banjir selama tanggul-tangul belum di bangun dan bearti kawasan Banger
belum terlindungi. Dengan membangun stasiun pompa segera, harapan masyarakat akan
meningkat, terutama di kalangan para warga bahwa banjir akan segera berkurang. Karena itu
penting untuk menindak lanjuti dengan membangun tanggul-tanggul. Bagi para pemangku
kepentingan stasiun pompa ini sangat menarik dan jangan hanya menjadi angan angan. Lokasi
yang diusulkan untuk stasiun pompa diperlihatkan pada Gambar 8.19. Untuk menentukan
tekanan hidraulik dari stasiun pompa, tingkat penyedotan dan kemampuan mengeluarkan atau
mengalirkan air harus diketahui.
Gambar 8.19. Usulan lokasi stasiun pompa
Elevasi bangunan pengambilan saat ini
Muka air pada sekitar 0.7 m-MALR dan untuk meningkatkan kapasitas retensi, pompa harus
mampu menurunkan muka air sampai dengan 1.7m-MALR.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Sebagai suatu pendekatan konservatif pada proyek ini, elevasi banguan pengambilan (intake)
adalah terletak pada 2 m-MALR.
Elevasi pembuangan (Delivery level)
Elevasi pembuangan (delivery) pada tahap konstruksi (pada 2008) dan elevasi pembuangan
pada akhir masa berfungsinya (lifetime) pompa, terutama karena tingginya tingkat penurunan
permukaan tanah (ambles). Karena itu, baik elevasi untuk tahun 2008 dan elevasi pada tahun
2028 juga diberikan.
Elevasi titik pembuangan pada tahun 2008 adalah 1.25 m+MALR dan pada tahun 2028 adalah
3.12m+MALR. Elevasi ini dihitung seperti yang ditampilkan dalam Tabel 8.13.
Tabel 8.13. Perhitungan titik pembuangan (discharge point)
2008 2028
Rata-rata air pasang tinggi purnama (Mean
high water spring
Wind set up (Kecepatan angina)
Storm surge (Gelobang pasang)
Sea level rise (Kenakan muka laut)
Penurunan muka tanah
+0.50 m
+0.40 m
+0.20 m
0.006 m
0.09 m
+0.50 m
+0.40 m
+0.20 m
0.126 m
1.89 m
Elevasi pada titik pembuangan +1.25 m +3.12 m
Konsolidasi lapisan-lapisan atas belum dipertimbangkan karena konsolidasi ini sudah terjadi
sebelum proses konstruksi stasium pompa dengan menerapkan suatu metoda pra pembebanan
(“preload”) pada lokasi. Gambaran umum mengenai masalah ini dan sistemnya, masing-
masing diperlihatkan pada Gambar 8.20 dan Gambar 8.21.
Gambar 8.20.Paparan elevasi pembuangan (delivery level) pada tahun 2008 dan 2028
Gambar 8.21 Sistem pengelolaan tata air
Tekanan hidraulik adalah elevasi pembuangan dikurangi dengan elevasi jumlah daya tampung
untuk tahun 2008 tekanan hidraulik adalah 3.25 m (+1.25 – -2. 0 m), sedangkan untuk tahun
2028 adalah 5.12 m (+ 3.12 – -2.0 m).
Kualitas air
Sebagian dari air buangan terdiri atas air limbah yang tidak tersaring. Air yang hitam dan abu-
abu disaring oleh septik tank lokal, dan dari sana air akan mengalir ke tempat penyaringan
(trickling filter plant). Namun demikian air yang mengalir dari selokan-selokan jalan terbuka
tidak tersaring dan mungkin mengandung minyak, benda padat atau benda padat lainnya seperti
kantong pelastik. Pembuangan dari tempat penyaringan, selokan-selokan jalan dan saluran akan
ditampung dalam saluran primer karena itu buangan ini secara keseluruhan dianggap tidak
tersaring. Kualitas air di daerah pinggir pantai Kota Semarang banyak sekali mengandung
klorida: > 600 ppm (Said dan Sukrisno, 1984).
Penyediaan energi
Sebuah stasiun/gardu listrik perlu dibangun dekat stasiun pompa. Untuk menjamin penyediaan
arus listrik secara terus-menerus dan handal jika terjadi suatu ganguan listrik, instalasi listrik
termasuk penyediaan daya darurat dengan mengunakan generator diesel hendaknya
dipertimbangkan. Baik gardu pengubah daya atau penyediaan listrik darurat (generator) harus
ditempatkan pada tempat yang aman dan kering sehingga pompa tetap dapat beroperasi secara
normal pada kondisi apapun.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Kondisi lingkungan sekitar polder
Kawasan perumahan yang diproyeksikan akan berada di sekeliling stasiun pompa dengan jarak
kurang lebih 40 m. Karena itu tingkat kebisingan dari stasiun pompa tidak boleh lebih tinggi
dari 50 dB (A).
Kondisi bawah tanah
Karena daerah proyek di bagian utara baru saja direklamasi maka tidak dijumpai pipa-pipa atau
kabel-kabel yang terdapat di bawah tanah. Sedangkan, di bagian tengah dan selatan perbatasan
wilayah proyek sudah ada pra-sarana (gas, telekomonikasi, PDAM, listrik) yang terdapat di
bawah tanah. Detail pra-sarana bawah tanah yang sudah dan akan diinstalasi harus ditentukan
secara cermat.
Masa berfungsi atau umur teknis
Desain masa berfungsi untuk stasiun pompa adalah 50 tahun. Masa berfungsi teknis dari pompa
(seperti mur, baut, dan lain-lain) adalah 20 tahun. Karena tingkat penurunan permukaan tanah
tinggi, maka setelah 20 tahun pompa-pompa dengan spesifikasi berbeda harus dipilih untuk
mengganti pompa-pompa lama, berdasarkan atas tingkat penurunan permukaan tanah (ambles)
pada saat itu.
Kapasitas pompa yang dibutuhkan
Kapasitas pompa yang dibutuhkan adalah 6 m3/d. Kapasitas ini diperlukan selama kondisi-
kondisi cuaca hujan badai yang kemungkinan terjadi rata rata sekali setahun. Dengan kapasitas
pompa seperti ini, suatu kejadian rata rata sekali setahun curah hujan (ekstrim) dapat dialirkan
dan dibuang dalam waktu 24 jam.
Pada kondisi-kondisi cuaca kering, tingkat pembuangan adalah 43.100 m3/hari atau 0,50 m3/d.
Kapasitas ini ditentukan oleh:
produksi air limbah domestik sebanyak 15.500 m3/hari;
industri skala kecil-menengah sebanyak 2.600 m3/hari;
kapasitas pembilasan (flushing) sebanyak 25.000 m3/hari (berdasarkan atas waktu tinggal
10 hari, dengan kedalaman air 1,0 m dan luas areal 25 ha).
Kapasitas rata-rata musim hujan
Sistem dapat membuang air sebesar 74.100 m3/hari atau 0,9 m3/d. Kapasitas ini berdasarkan:
produksi limbah air domestik sebanyak 15.500 m3/hari;
industri skala kecil-menengah sebanyak 2.600 m3/hari;
rata-rata curah hujan 10 mm pada musim hujan, sebanyak 25.000 m3/hari;
Konfigurasi pompa
Pemompaan air polder ke dalam Banjir Kanal Timur dapat dilakukan dengan bantuan pompa
ulir (Archimedean screws pumps) atau pompa sentrifugal. Jika mengunakan pompa ulir (screws
pumps) mungkin dibutuhkan beberapa unit untuk dipasang berdekatan satu dan lain-lainnya
dalam suatu sistem. Jika menggunakan pompa sentrifugal, dipakai tipe pompa baling-baling
(axial flow propeller) atau sebuah tipe pompa baling-baling sentrifugal biasa. Pada tahap desain
berikutnya harus diteliti dan diputuskan tipe pompa yang mana yang akan dipakai dan berapa
jumlah pompa yang dibutuhkan berdasarkan kasus yang ada saat ini.
Sebuah pompa cadangan perlu juga dipertimbangkan. Pompa cadangan ini harus selalu siap dan
dapat dioperasikan jika ada salah satu pompa yang tidak dapat berfungsi.
Penyaring sampah
Terutama tipe pompa baling baling (axial flow propeller) sangat cocok untuk mengurangi
polusi dan penyumbatan. Untuk menghindari benda-benda lebih besar masuk ke dalam tipe
pompa ini, perlu dipasang kisi-kisi penyaring di depan pompa tersebut. Karena saringan ini
memiliki lobang-lobang kecil di antara kisi-kisi tersebut maka saringan itu akan beroperasi
secara otomatik. Jika mengunakan pompa sentrifugal biasa, sebuah saringan yang dibersihkan
secara manual dapat juga digunakan. Saringan ini harus dilengkapi dengan lobang-lobang yang
lebih besar di antara kisi-kisi. Hal serupa dapat dilakukan untuk stasiun pompa yang
mengunakan pompa-pompa ulir Archimedes (Archimedian screws pumps).
Pintu air atau bendung
Untuk keamanan tambahan dan perlindungan pada kondisi hujan badai, dapat dipasang katup-
katup kontrol arus (check valves).
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Pemilihan pompa
Perbedaan maksimum yang relatif besar antara elevasi daya tampung terendah 2,00 m-MALR
dan elevasi buangan tertinggi 3,12 m+MALR secara teknis dapat ditanggulanggi dengan
mengunakan sebuah pompa ulir (Archimedian screws pump). Pengunaan pompa-pompa
sentrifugal dianggap mungkin, dengan syarat sebuah saringan dengan kisi-kisi halus dipasang di
depan pompa tersebut.
Kapasitas buangan pompa ulir (screw pump) diharapkan sekitar 2,0 m3/d untuk masing-masing
pompa. Tiga (3) buah pompa dapat beroperasi maksimum per hari, sedangkan pompa ke-4
dapat siap untuk mengantisipasi kalau ada pompa yang tidak berfungsi. Dengan demikian
kapasitas sebanyak 6 m3/d pada stasiun pompa selalu tersedia. Disarankan pompa dioperasikan
dengan kecepatan rendah dan tinggi; apabila mengunakan kapasitas pengunaan rendah dapat
dipilih desain kapasitas kurang lebih 50%. Dengan penyediaan pompa seperti ini, rentangan
kapasitas adalah sebanyak 1-6 m3/d dapat diwujudkan selama pengoperasian sistem.
Jika mengunakan pompa sentrifugal, untuk mengurangi biaya konstruksi disarankan pompa-
pomapa tersebut dipasang pada sebuah konstruksi tanam di bawah tanah. Dilihat dari sudut
pandang jumlah biaya kontruksi dan operasi paling rendah, maka 5 atau 6 pompa dengan tipe
dan ukuran yang sama dapat merupakan pilihan yang optimal, atau menggunakan 1 atau 2
pompa yang lebih kecil dikombinasikan dengan 2 atau 3 buah pompa yang lebih besar. Jika
menggunakan 5 buah pompa dengan ukurann yang sama (ditambah 1 buah pompa cadangan),
kapasitas masing-masing pompa adalah 1,2 m3/d.
Jika mengunakan beberapa buah pompa yang lebih kecil dan beberapa buah pompa yang lebih
besar, kapasits pompa yang lebih kecil yang harus dipilih adalah yang kapasitasnya sekitar 0,5
m3/d. Sedangkan untuk pompa yang lebih besar, dapat dipilih kapasitas sekitar 1,5 m3/d.
Pompa-pompa ulir dapat diproduksi dan diinstalasi oleh perusahaan PT Ruhaak Jakarta,
sedangkan manufaktur lain untuk pompa-pompa ulir adalah Spaans Babcoek dan dari negeri
Belanda. Untuk pompa-pompa “submerge” atau tenggelam dapat diperoleh dari pemasok-
pemasok terkenal dunia seperti: Nijhuis Flygt, ABS, Hidrostal dan KSB.
Pertimbangan-pertimbangan pemilihan pompa
Pipa penyedot statis dapat secara signifikan bervariasi, disebabkan oleh perubahan elevasi
pemompaan dan/atau saluran retensi serta penurunan permukaan tanah (ambles) jangka panjang.
Pipa penyedot dinamik kecil, dikarenakan ketahanannya kecil terhadap saluran pipa ke luar.
Kapasitas pompa-pompa ulir pada dasarnya tidak bergantung pada elevasi air pada kedua sisi
stasiun pompa; tetapi bergantung pada panjang keseluruhan pipa pembuangan. Untuk tahap
pertama dapat dipilih titik pembuangan (sementara) yang lebih rendah. Dengan cara ini
konsumsi energi dapat dihemat.
Kapasitas pompa baling-baling (axial flow) akan bergantung pada panjang keseluruhan pipa
pembuangan. Perbedaan kapasitas pompa seperti ini dapat terjadi pada elevasi air pada
penyedotan pingir (pingir Kali Banger) dan pada pembuangan pingir (pingir Banjir Kanal
Timur). Kapasitas pompa baling-baling (axial flow) sesungguhnya pada elevasi air tinggi dalam
polder bisa lebih dari 1½ kali dari desain kapasitas. Karena itu luas penampang yang diperlukan
untuk saluran pipa harus 1½ kali lebih besar dari luas yang dibutuhkan dari pompa ulir. Secara
umum hal yang sama juga berlaku untuk pompa sentrifugal. Efisiensi pompa baling-baling
(axial flow) (dan tipe pompa sentrifugal lainnya) akan lebih rendah dalam waktu jangka panjang
sebagai akibat titik kerja yang berbeda (Lihat Gambar 8.22). Untuk pompa-pompa tempel,
penurunan kinerja kurang signifikan, dengan syarat elevasi air yang dibuang sama atau lebih
tinggi dari elevasi penyedotan/pengisian.
Siklus masa berfungsi teknik pompa baling-baling (axial flow) kurang lebih 10 tahun,
sedangkan siklus masa berfungsi pompa ulir kurang lebih 20 tahun. Biaya-biaya konstruksi awal
untuk pompa-pompa ulir dapat lebih tinggi, tetapi biaya tahunan untuk energi, operasi, dan
pemeliharaan akan lebih rendah. Permodalan nilai biaya saat ini dapat dijadikan alat untuk
menilai solusi ekonomi yang paling tepat.
Pompa-pompa ulir Archimedes lebih dapat diandalkan, kurang rawan terhadap penyumbatan
dibandingkan dengan pompa-pompa setrifugal. Di samping itu, pompa-pompa ini mudah
diawasi dan selalu memiliki kapasitas tetap (konstan) tidak bergantung pada elevasi muka air.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.22. Karakteristik aliran pompa baling baling
Pompa yang tenggelam (submerged) dapat dipasang di bawah tanah dan dapat didesin dengan
tombol sakelar kecepatan rendah atau tinggi. Jika dipilih kecepatan pemompaan yang berbeda,
diperlukan pengubah penyesuaian frekuensi. Ini pada hakikatnya termasuk teknologi maju,
tetapi kurang cocok untuk pasar Indonesia dan akan menurunkan kebutuhan tenaga kerja untuk
operasi dan pemeliharaan.
Evaluasi berbagai alternatif
Tabel 8.14 memperlihatkan skor dan perkiraan biaya dan dimaksudkan untuk memberi
pemahaman keuntungan dan kerugian dari 2 alternatif yang disebutkan dalam bagian-bagian
yang telah dibahas di atas.
Table 8.14. Tabel skor dari alternatif stasiun pompa
KRITERIA OPSI 1
POMPA ULIR
OPTION 2
POMPA BAWAH AIR
Biaya investasi
Desain teknis masa fungsi (lifetime) (tahun)
Efisiensi (berhubungan dengan biaya energi)
Masa pakai (durability)
Aksesibiltas dan kemudaham pemeliharaan
Pengetahuan dan keakhlian staf
Kinerja dengan air yang terpolusi berat
Penyesuaian tekanan pembuangan air
(Adaptability delivery head 1)
-
20
+
++
++
++
++
+/0
+
10
+/-
-
-
-
-
+
1 Penyesuaian teknan air bisa dilakukan dengan menggunakan skrup kotak atas yang dapat distel
(adjustable upper screw casing screw).
Pompa-pompa ulir (Archimedean screw pump) memiliki skor tertinggi berdasarkan kriteria
penilaian: lama pemakaian, aksessibilitas, kemudahan pemeliharaan, kinerja terhadap polusi
yang lebih berat, tetapi biaya konstruksi pompa-pompa ulir Archimedes ini lebih mahal.
Kekurangan lainnya dari tipe pompa ini adalah kerumitan desain teknis dan konstruksi, terutama
bila dibandingkan dengan tipe pompa yang di bawah permukaan air ( submergible pump).
Pompa tanam di bawah permukaan air/tanah hanya memerlukan sebuah gardu pompa dan
struktur atas untuk menyangga pompa. Tipe pompa baling-baling “axial flow” lebih disukai
dibandingkan dengan pompa baling-baling (propeller pump) karena tipe pompa ini tidak sering
mengalami penyumbatan dan jarang tidak berfungsi disebabkan oleh sampah-sampah apung dan
benda-benda kecil yang terdapat dalam air. Pompa sentifugal bisa dipasang di bawah
permukaan air atau dengan operasi kering di atas air. Untuk perbandingan dengan pompa
baling-baling/axial flow yang dapat dipasang di bawah permukaan air, telah diasumsikan satu
instalasi yang serupa di mana keduanya dapat dipasang di bawah permukaan tanah/air.
Ditinjau dari sudut pandang biaya investasi tipe pompa baling-baling atau pompa “axial flow”
dapat merupakan pilihan yang tepat. Dinas PU Kota Semarang telah memilih jenis pompa
baling-balimg atas dasar lebih rendahnya biaya investasi dan juga pengalaman yang dimiliki
dalam mengunakan tipe pompa ini di kawasan Semarang. Sampai saat ini, Dinas PU telah
membeli 2 buah pompa dengan kapasitas masing-masing 1,5 m3/d dan saat ini sedang
mengadakan tender untuk membeli 3 buah pompa tipe yang serupa.
Kolam pompa
Kali Banger akan mengalir langsung ke stasiun pompa dan memiliki panjang bagian luar yang
cukup besar untuk berfungsi sebagai saluran pemompaan yang lebih besar, dan dapat
menghindari fluktuasi muka air dan siklus nyala-matinya pompa.
Saluran pembuangan dan bangunan pembuang (outlet)
Sebuah saluran pipa keluar akan membuang air ke dalam bangunan pembuang. Di antara
saluran pipa keluar dan bangunan beton (kolam penampungan dan bangunan pembuang)
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
dipasang sebuah “kompensator” yang dapat mengatasi adanya perbedaan takanan. Pada ujung
saluran pipa keluar pada struktur outlet dipasang jeruji besi baja sebagai pengaman. Bangunan
pembuang akan dilengkapi dengan alat-alat penutup. Tinggi bangunan harus sama dengan tinggi
tanggul di sepanjang saluran persilangan. Untuk keamanan harus dipasang sebuah rel (pagar)
dari besi. Didepan bangunan pembuang, saluran persilangan akan memiliki perlindungan lereng
dan dasar saluran untuk menjaga stabilitas dan mencegah erosi di sekitar bangunan.
Pengoperasian
Pada musim kering, sebuah pompa akan beroperasi secara berkala untuk membuang air
domestik ringan. Jika mengunakan pompa ulir, pompa harus beroperasi dengan kecepatan
tinggi/rendah. Pada musim penghujan, lebih dari satu pompa harus beroperasi secara terus-
menerus dan secara teratur selama waktu tertentu. Jika terjadi hujan deras, pompa cadangan
yang terakhir dapat digunakan untuk mendukung pompa-pompa yang lain. Hal seperti ini
diperkirakan akan terjadi rata rata sekali setahun.
8.4 Perencanaan landskap dan tata guna lahan pada Polder Percontohan Banger
Perencanaan landskap dan tata ruang di kawasan Polder Percontohan Banger berdasarkan atas
Rencana Induk kota Semarang. Dalam Rencana Induk 2000-2010, tata guna lahan dan fungsi-
fungsinya dapat dilihat pada Paragraf 3.4: Pendekatan Perencanaan Tata Ruang.
Di samping berfungsi sebagai daerah permukiman, lahan yang ada di areal proyek digunakan
untuk perdagangan kecil, industri-industri jasa kecil dan industri-industri kecil. Di bagian Utara
(Kelurahan Kemijen) sebagian lahan digunakan oleh perusahaan kereta api, Pertamina, tambak
ikan, dan sebagian lainnya belum dimanfaatkan (Lihat Tabel 3.9).
8.5 Kondisi batas untuk desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir
Polder Percontohan Banger
Ada dua kondisi batas yang harus dipertimbangkan, yaitu kondisi batas tanah (lahan) dan
kondisi batas air.
Kondisi batas tanah (lahan), batas lahan dapat digambarkan oleh keberadaan tanggul-
tanggul.
Disebabkan oleh penurunan permukaan tanah, elevasi mercu tanggul-tanggul menurun dengan
cepat dan ini berdampak pada desain masa berfungsinya bangunan tanggul. Karena desain masa
berfungsi (lifetime) yang lebih panjang memerlukan lebih banyak biaya investasi, lifetime
merupakan suatu parameter yang penting. Karena itu perluasan-perluasan yang mungkin
dilakukan pada masa yang akan datang di kawasan polder harus dijajaki lebih jauh.
Pengembangan pada masa yang akan datang tersebut mungkin dapat dilakukan. Hal ini karena
dilihat dari sudut pandang perlindungan banjir, lokasi tanggul-tanggul Polder Banger belum
optimal. Jika sebuah wilayah polder yang diperluas ingin diwujudkan pada masa yang akan
datang, maka beberapa tanggul akan kehilangan fungsinya. Agar tidak melakukan tindakan-
tindakan yang menimbulkan penyesalan pada waktu yang akan datang, dan untuk menentukan
rancang bangun “lifetime” proyek secara tepat, di bawah ini akan dibahas beberapa rencana
perluasan yang mungkin dilaksanakan di kawasan polder.
Pada Tahap 1 proyek, batas-batas wilayah proyek sudah ditentukan. Wilayah proyek,
berdasarkan data hidrologi dan administratif, telah sedikit berubah di perbatasan sebelah
Selatan. Wilayah proyek meliputi Kecamatan Semarang Timur dan proyek ini akan melindungi
seluruh wilayah kecamatan ini dari banjir. Gambar 8.21 memperlihatkan batas-batas polder ini.
Wilayah proyek relatif kecil dan memerlukan panjang tanggul yang relatif terbatas. Untuk
sebuah proyek percontohan, ini merupakan masalah penting, karena polder tersebut relatif dapat
diwujudkan secara mudah dan cepat.
Seperti diperlihatkan dalam Gambar 8.23, batas-batas sistem drainase yang mengalir ke Kali
Banger adalah sebagai berikut:
sebelah utara berbatasan dengan: Jl. Arteri/Jl.Peta;
sebelah uelatan berbatasan dengan: Jl. Brigjen Katamso;
sebelah barat berbatasan dengan: Jl. M.T.Haryono dan Jl. Ronggowarsito;
sebelah timur berbatasan dengan: Tanggul Banjir Kanal Timur.
Tanggul sebelah Utara Polder Banger diperluas ke Banjir Kanal Barat oleh Rencana Drainase
Perkotaan Kali Semarang (RDPKS), lihat Gambar 8.22.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.21. Batas dari wilayah polder Banger
Tanggul-tanggul di bagian utara, bersama-sama dengan tanggul-tanggul sepanjang Banjir Kanal
Timur, melindungi daerah di antara kedua saluran. Karena itu sebuah tanggul di sebelah Barat
Polder Banger tidak diperlukan lagi. Tingkat keamanan tanggul sepanjang Banjir Kanal Timur
harus sama dengan tingkat keamanan tanggul-tanggul di sekitar areal Banger.
Gambar 8.22. Rencana drainase perkotaan Kali Semarang
Lokasi tanggul
Tanggul di sebelah Utara
Tanggul dirancang berada di antara Banjir Kanal Timur dan Kali Baru. Hanya bagian antara
Banjir Kanal Timur dan Jl. Ronggowarsito yang termasuk bagian Polder Banger. Tanggul
tersebut melintasi dua pertemuan jalan utama: Jl. Ronggowarsito dan Jl. Mpu Tantular. Kedua
jalan ini merupakan pintu masuk utama ke pelabuhan.
Opsi lokasi tanggul sebelah Utara
Tanggul sebelah Utara dan bendung dapat dibuat di sebelah Utara atau di sebelah Selatan Jl.
Arteri, lihat Gambar 8.23 dan Gambar 8.24. Lokasi bendung berhubungan dengan lokasi
Jl. R
ongg
owar
sito
Dike Banger Polder
Dam in kali Semarang+ pumping station
Dam in kali Baru+ pumping station
Ban
jir
Kan
al B
arat
Ban
jir
Kan
al
Tim
ur
Dike UDPKS
Dam+pumping station Northern dike Eastern dike (along Banjir Kanal Timur) Western dike (along Banjir Kanal Barat) Project boundary Banger Polder
Dam in kali Banger+ pumping station
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
tanggul, karena tanggul tidak dapat melintasi jalan (karena harus ada jarak 15 m dari jalan). Jika
tanggul dibuat di sebelah utara Jl. Arteri, maka bendung juga harus dibuat di sebelah utara. Atau
sebaliknya, opsi sebuah tanggul di sebelah selatan digabung dengan bendung, di sebelah selatan
Jl. Arteri. Bagian ini membahas penilaian terhadap kedua opsi di mana tanggul dan bendung
harus dibangun.
Opsi Utara
Posisi opsi Utara dan hubungannya dengan daerah sekitar diperlihatkan pada Gambar 8.23.
Tanggul tidak boleh melintasi Jl. Arteri. Namun demikian, diperbolehkan menghubungkan
bendung dengan tanggul di sebelah Timur dengan konstruksi beton bertulang atau turap baja di
bawah jembatan di atas Kali Banger. Konstruksi turap baja ini relatif mahal. Ringkasnya, opsi
Utara ini terdiri atas tiga elemen, sebagai berikut:
tanggul yang dibuat dengan konstruksi beton di sekelilinginya;
bendung (dibuat dengan konstruksi pelindung di sekelilingnya);
hubungan (koneksi) bendung – tanggul timur (dengan konstruksi turap baja).
Gambar 8.23. Opsi utara
Opsi ini akan melindungi Jl. Arteri. Tanggul dibuat pada lahan yang dimiliki oleh otoritas
pelabuhan (PT. Pelindo). Di kawasan Polder Banger, 24 buah rumah penduduk harus dibongkar
(direlokasi). Di samping itu, 18 buah gedung-gedung milik perusahaan di antara Jl.
Jl.
Ro
ng
go
war
sito
Jl. M
pu
Tan
tula
r
Dam in kali Banger
Jl. Arteri
kali Banger
Kal
i Bar
u
Ban
jir K
ana
l T
imu
r
Connection dam-eastern dike
dike
Ronggowarsito dan Kali Baru juga harus dibongkar. Memang, beberapa buah bangunan/gedung
sudah kosong karena tergenang air pasang (rob). Areal yang dibutuhkan untuk membangun
tanggul terdiri atas 2,0 ha di Polder Banger dan 2,0 ha di areal sebelah Barat Polder Banger (ke
arah Kali Baru).
Opsi Selatan
Posisi Opsi Selatan disajikan pada Gambar 8.24. Tanggul dan bendung dibangun di sebelah
selatan Jl. Arteri dan tidak cukup tersedia lahan untuk membangun bendung yang dibuat dengan
konstruksi yang kuat. Karena itu konstruksi turap baja diusulkan di dalam desain untuk
mendapatkan suatu bendung yang stabil. Opsi Selatan ini mencakup dua elemen sebagai
berikut:
tanggul yang dibangun dengan konstruksi yang kuat;
bendung yang dibangun dengan konstruksi turap baja.
Opsi ini tidak melindungi Jl. Arteri dan berlokasi di areal permukiman. Di kawasan Polder
Banger, 23 buah rumah penduduk harus dibongkar. Sedangkan, di antara Jl. Ronggowarsito dan
Kali Baru, 56 buah rumah penduduk juga harus dibongkar. Areal yang dibutuhkan untuk
melaksanakan Opsi Selatan ini seluas 2,0 ha.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.24. Opsi selatan
Perbandingan antara dua pilihan atau opsi
Tabel 8.15 memperlihatkan evaluasi dari kedua opsi, antara Opsi Utara dan Opsi Selatan. Dari
kedua Opsi tersebut, pembuatan tanggul di sebelah utara akan mempengaruhi pra-sarana yang
ada saat ini seperti gedung-gedung dan bangunan-bangunan lainnya. Opsi Selatan akan
menyebabkan banyak rumah dan hak milik swasta yang harus dibongkar dan karena itu pula
pilihan ini dapat menimbulkan lebih banyak dampak negatif sosial. Sedangkan, tanggul di
sebelah utara akan melindungi lebih banyak areal dan aset (Jl.Arteri) dan kurang menimbulkan
dampak negatif sosial, karena lahan yang akan digunakan untuk pembangunan tanggul dimiliki
oleh otoritas pelabuhan.
Biaya investasi untuk Opsi Utara (Rp. 32 miliar), Rp. 9 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan
biaya invesatasi Opsi Selatan (Rp. 23.). Pembangunan bendungan Opsi Utara sangat mahal
karena memerlukan konstruksi turap baja.
Tabel 8.15. Evaluasi dan penilaian lokasi tanggul sbelah utara (dan bendung)
PILIHAN UTARA PILIHAN SELATAN
Polder
Banger
Jl.Ronggowarsito-
Kali Baru
Polder
Banger
Jl.Ronggowar-sito-
Kali Baru
Pembebasan lahan (ha) 2.0 2.0 2.0 2.0
Rumah yang harus
dibongkar
24 28 (gedung milik
perusahaan)
23 56
Pemilik lahan PT. Pelindo PT. Pelindo Swasata Swasta
Melindungi Jl. Arteri termasuk termasuk Tidak
termasuk
Tidak termasuk
Biaya tanggul+bendung
(Rp)
21 miliar 11 miliar 10 miliar 13 miliar
Opsi Utara yang direkomendasikan. Berlawanan dengan Opsi Selatan, Opsi Utara akan
melindungi lebih banyak asset, yaitu: Jl. Arteri. Tambahn pula, proses pembebasan lahan lebih
mudah karena hanya melibatkan satu pihak saja. Dampak negatif sosialnya pun lebih sedikit,
karena gedung-gedung yang harus dibongkar sebagian besar milik perusahaan yang sebagian
besar sudah kosong (ditinggalkan pemiliknya karena banjir/tergenang air pasang).
Tanggul Timur
Tanggul di sebelah timur Polder Banger tanggul Banjir Kanal Timur (BKT). Tembok/tanggul
ini harus ditinggikan untuk memenuhi kebutuhan pengamanan. Tanggul Timur selanjutnya
disebut tanggul BKT.
Lokasi dan segmen tanggul BKT
Tanggul BKT yang ada saat ini berlokasi antara persimpangan Jl. Arteri di sebelah utara dan Jl.
Brigjen Katamso di sebelah Selatan. Panjang tanggul adalah 5,43 km (BKT Km 1,34 – BKT
Km 6,77). Tanggul antara BKT Km 1,34 BKT Km 5,47 perlu perbaikan (Gambar 8.25).
(4,13). Bagian di sebelah Selatan dekat Jl. Brigjen Katamso cukup tinggi selama 20 tahun ke
depan. Berdasrkan penampang melintangnya yang khas (yang ditentukan oleh muka air yang
berbeda dalam BKT), dapat dibedakan 5 segmen sebagai berikut:
segmen 1: Jl. Arteri;
segmen 1: Jl. Kaligawe;
segmen 1: Jl. Sewah Besar;
segmen 1: Jl. Citarum;
segmen 1: Jl. Kartini.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
1
2
3
4
5
1: jl. Arteri km 1.341-1.940
2: jl. Kaligawe km 1.941-2.722
3: jl. Sewah Besar
(km 2.722-3.203 4: jl. Citarum
km 3.204-4.017) 5: jl. Kartini
km 4.018-5.472
No improvement of existing BKT dike
Gambar 8.25. Lokasi tanggul BKT
Aspek desain umum
Total lebar tanggul harus dibatasi sedapat mungkin agar jangan mempersempit bantaran banjir
BKT. Dengan mengurangi bantaran banjir akan mengurangi kapasitas pembuangan dan retensi
BKT. Pengurangan kapasitas retensi dan pembuangan akan menyebabkan muka air lebih tinggi
selama kejadian pembuangan ekstrim. Lebar ambang minimum 1m dianggap cukup untuk
inspeksi dan pemeliharaan dengan cara berjalan kaki.
Desain hidraulik tanggul BKT
Tanggul BKT harus mampu menahan beban air statis dari BKT dan tidak mudah rusak oleh
gelombang.
Elevasi ambang
Kemiringan muka air sepanjang BKT meningkat di arah sebelah Selatan. Elevasi ambang (crest)
ditentukan oleh desain muka air dari BKT ditambah dengan ruang bebas (freeboard) sebesar 0.5
m. Batas besarnya keamanan ini ditentukan sesuai dengan standard yang berlaku untuk desain
tanggul sepanjang sungai.
Elevasi ambang yang ada saat ini dan yang diperlukan pada masa mendatang ketika perbaikan
diperlukan dapat dilihat pada Tabel 8.16. Segmen sebelah Selatan dari segmen 5 ditambahkan
untuk memperlihatkan bahwa perbaikan tidak diperlukan khusus untuk sgmen itu. Segmen 1-3
memerlukan perbaikan segera. Jumlah panjang segmen ini adalah 1,86 km. Segmen 4 dan 5
masing-masing hendaknya diadakan perbaikan pada tahun 2016 dan 2022.
Tabel 8.16. Elevasi ambang (crest) yang dibutuhkan
Segmen DesAin SAAT INI PERBAIKAN
(TAHUN)Muka air
(m+MAL
R)
Ruang
bebas
(m)
Elevasi
ambangl
(m+MAL
R)
Elevasi
ambang
(m+MAL
R)
Penurunan
muka tanah
(m/tahun)
1 Jl. Arteri +1.6 0.5 +2.1 +1.9 0.09 2008
2 Jl. Kaligawe +2.5 0.5 +3.0 +2.8 0.07 2008
3 Jl. Sewah Besar +2.7 0.5 +3.2 +3.0 0.06 2008
4 Jl. Citarum +3.0 0.5 +3.5 +4.0 0.06 2016
5 Jl. Kartini +4.8 0.5 +5.3 +6.0 0.05 2022
Jl. Bridgend Katamso +5.4 0.5 +5.9 +7.1 0.05 2032
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.26. Tanggul yang ada saat ini di Banjir Kanal Timur
Hal hal yang kritis
Pelabuhan Semarang tidak terlindungi
Dilihat dari sudut pandang perlindungan, lokasi tanggul di sebelah selatan tidak optimal.
Tanggul itu terletak di sepanjang garis pantai, guna memberikan perlindungan semaksimal
mungkin. Sayangnya pelabuhan tidak termasuk ke dalam wilayah proyek, pada hal pelabuhan
Semarang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi dan vital bagi perekonomian Semarang. Namun
demikian, salah satu keunggulan lokasi tanggul Polder Banger adalah panjangnya yang terbatas
(1100 m), yang dianggap ideal untuk dilaksanakan.
Kondisi batas air
Ada tiga kondisi batas air yang perlu dipertimbangkan yaitu:
fluktuasi muka air pasang surut di batas hilir;
debit air dari bagian hulu sungai-sungai;
limpasan curah hujan di dalam wilayah polder.
8.6 Pendekatan desain dan standar desain yang dapat diterapkan pada Polder
Percontohan Banger
Tingkat keamanan polder
Di Polder Banger, banjir disebabkan oleh dua mekanisme utama, yaitu:
laut;
curah hujan di dalam polder.
Prinsip keamanan banjir yang disebabkan oleh laut
Menurut sejarahnya, definisi keamanan suatu pertahanan banjir dirumuskan oleh muka air
tertinggi yang diketahui. Pertahanan banjir didesain pada suatu elevasi ditambah dengan suatu
nilai tertentu. Namun demikian, tingkat keamanan polder berhubungan dengan dilapauhinya
frekuensi dari muka air tinggi. Desain muka air ini adalah suatu fungsi dari nilai ekonomi dari
polder (seperti: rumah, masyarakat/warga, lingkungan dan lain-lain) dan risiko terhadap nyawa
manusia. Di Belanda, di mana konsep polder sudah diterapkan berabad-abad lamanya,
pertahanan banjir dari polder-polder harus dapat menahan kondisi-kondisi hidraulik ekstrim
yang dapat terjadi rata rata sekali per 1.250 tahun (terutama tanggul-tanggul sungai yang tidak
harus menahan kondisi-kondisi ekstrim). Standar ini adalah hasil dari analisis komprehensif
manfaat-biaya (benefit-cost) dan keamanan. Polder Banger utamanya akan melindungi fungsi-
fungsi permukiman dan komersial. Banjir akan menyebabkan banyak kerusakan terhadap
fungsi-fungsi tersebut dan bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Desain dengan
kemungkinan terjadi rata rata 1.000 tahunan (bukan 1.250 tahunan), karena kecepatan angin
tidak dapat ditentukan untuk kemungkinan terjadi yang lebih dari 1.000 tahunan. Perbedaan
tinggi antara ketinggian tanggul dengan kemungkinan terjadi 1.000 tahunan, dan ketinggian
tanggul dengan kemungkinan terjadi 1.250 tahunan hanya beberapa cm saja, dan hal ini dapat
diabaikan, dibandingkan dengan laju penurunan permukaan tanah (ambles).
Prinsip keamanan banjir yang disebabkan oleh curah hujan
Kerusakan yang disebabkan oleh curah hujan terbatas (curah hujan di dalam wilayah polder)
dan tidak akan menimbulkan korban jiwa. Di Belanda, genangan di daerah perkotaan, yang
disebabkan curah hujan ekstrim, dapat terjadi rata rata sekali per 100 tahun. Untuk Polder
Banger, diterapkan desain kemungkinan terjadi sekali per 100 tahun.
Elevasi ambang tanggul
Beberapa parameter, tetapi terutama penurunan permukaan tanah untuk desain masa berfungsi
(lifetime), menentukan elevasi mercu tanggul. Tabel 8.17 memperlihatkan desain elevasi mercu
untuk desain masa berfungsi (lifetime) 10 dan 20 tahun. Setelah periode masa berfungsi
(lifetime) 10 dan 20 tahun, tanggul harus ditinggikan untuk mengikuti penurunan permukaan
tanah (ambles) dan juga kenaikan permukaan air laut.
Tabel 8.17 Desain elevasi mercu untuk desain umur 10 dan 20 tahun di bagian sebelah Utara
setelah penurunan residu)
PARAMETER 10 tAHUN 20 tAHUN
Pasang tertinggi Air Pasang 0,50 m+MALR 0,50 m+MALR
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gelombang badai (Storm surge) +0,20 m +0,20 m
Kecepatan angin kemunginan terjadi
sekali dalam 1,000 tahun
+0,40 m +0,40 m
Kenaikan tingkat muka laut +0,06 m +0,12 m
Ruang bebas (Freeboard) +0,50 m +0,50 m
Penurunan permukaan muka tanah +0,90 m +1,80 m
Total 2,56 m+MALR 3,52 m+MALR
Desain umur teknis (lifetime) dan elevasi mercu tanggul
Desain umur teknis
Desain “lifetime” adalah periode (masa) di mana tanggul memenuhi fungsinya: menahan
kondisi-kondisi ekstrim dari laut dengan desain kemungkinan terjadi rata rata sekali dalam
1.000 tahun. Berarti untuk masa berfungsinya, kemungkinan gagal berfungsinya rata rata sekali
dalam 1.000 tahun. Dalam proyek ini, desain masa berfungsi ini merupakan parameter penting.
Hal ini karena desain lifetime tanggul-tanggul berhubungan dengan penurunan permukaan tanah
(ambles). Disebabkan oleh turunnya permukaan tanah, elevasi mercu tanggul berkurang, yang
juga akan mempengaruhi umur teknis (lifetime).
Berakhirnya desain lifetime bukan berarti tanggul sudah kehilangan fungsinya. Tetapi itu berarti
perlindungan oleh tanggul menjadi berkurang. Gagal berfungsinya tanggul akan lebih sering
dari tingkat keamanan yang ditentukan. Dengan meninggikan tanggul pada Tahap kedua, maka
tanggul akan dapat berfungsi kembali seperti semula.
Desain lifetime tanggul Polder Banger
Pada Tahap 1, disimpulkan bahwa desain lifetime 20 tahun dianggap layak untuk wilayah
Polder Banger. Tetapi desain lifetime 20 tahun dapat juga tidak layak karena alasan-alasan
berikut ini:
desain lifetime pertama-tama ditentukan oleh penurunan permukaan tanah (ambles).
Namun demikian, tingkat penurunan tanah tersebut tidak pasti. Ini berarti bahwa lifetime
tanggul juga tidak pasti. Karena alasan ini disarankan agar membuat desain untuk lifetime
terbatas pada 20 tahun atau kurang dan disarankan agar memantau tingkat penurunan
permukaan tanah tanggul yang sebenarnya;
perencanaan ke depan dari daerah sekitar polder adalah tidak pasti. Dalam waktu 20
tahun yang akan datang, mungkin konsep polder juga akan dilaksanakan di pelabuhan, di
sebelah Utara wilayah proyek atau di daerah sebelah Barat wilayah proyek. Jika
demikian kasusnya nanti, tanggul-tanggul pelabuhan juga akan melindungi wilayah
proyek. Tanggul-tanggul di wilayah proyek saat ini akan kehilangan fungsinya;
jika 20 tahun ke depan tidak ada tindakan yang diambil untuk daerah sekitar proyek,
daerah sekitar tersebut diperkirakan akan tergenang air pasang. Hal ini akan membuat
Polder Banger tidak dapat diakses lagi dan akan terisolasi.
Setelah berakhirnya desain lifetime, tanggul-tanggul dapat ditinggikan pada Tahap 2. Dalam
desain tersebut, ruang cadangan untuk peninggian tanggul harus dipertimbangkan. Ketika
membuat tanggul, penting untuk tidak melakukan hal-hal yang akan menimbulkan penyesalan
di kemudian hari. Pada bagian terdahulu, sudah dirinci beberapa kemungkinan perluasan,
kurang lebih berdasarkan konsep tanggul keliling. Ketika dibangun tanggul keliling, misalnya
untuk melindungi pelabuhan, beberapa tanggul Polder Banger akan kehilangan fungsinya.
Gambar 8.27 menunjukkan tanggul-tanggul Polder Banger dan konsep tanggul keliling. Dalam
gambar ini dapat dilihat bahwa tanggul di sepanjang Banjir Kanal Timur, merupakan bagian
konsep tanggul keliling. Tanggul ini (di sepanjang Banjir Kanal Timur) tidak akan menjadi
tanggul yang sia-sia, karena dengan perluasan yang mungkin pada waktu mendatang. Pada
gambar juga dapat dilihat bahwa ketika polder diperluas dengan adanya tanggul keliling,
tanggul di sebelah Utara dan di sebelah Barat Polder Banger akan kehilangan fungsinya.
Untuk desain lifetime tanggul-tanggul Polder Banger, harus dibedakan antara tanggul-tanggul
yang akan menjadi bagian dari tanggul keliling yang akan dibangun ke depan, dan tanggul-
tanggul yang akan kehilangan fungsinya, ketika tanggul keliling dibangun. Untuk tanggul
Polder Banger, yang menjadi bagian dari tanggul keliling, disarankan menerapkan lifetime 20
tahun. Lifetime ini sama dengan lifetime yang dianggap layak untuk proyek ini pada Tahap 1.
Untuk tanggul-tanggul yang bukan bagian dari tanggul keliling, disarankan menerapkan lifetime
10 tahun, karena dapat diharapkan bahwa dalam waktu 10 tahun wilayah polder kemungkinan
akan diperluas.
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Gambar 8.27.Tanggul polder Banger dan tanggul keliling
Sistem pengelolaan tata air
Semua komponen sistem tata air (saluran, pra-sarana, kolam retensi dan detensi) dihitung
berdasarkan perhitungan aliran tetap. Desain awal ini hendaknya diperiksa dan disempurnakan
dengan menggunakan perhitungan aliran tidak tetap (unsteady).
Untuk sistem Polder Percontohan Banger, dua sistem yang berbeda disimulasikan, yaitu:
dengan pintu ayun/klep di batas hilir;
dengan stasiun pompa di batas hilir.
Di samping itu, untuk tujuan operasi dan pemeliharaan (O&P) sistem pengelolaan tata air,
model aliran tetap juga akan diterapkan.
Skematisasi model
Skematisasi model harus berdasarkan kondisi fisik protip yang ada di lapangan. Dalam
skematisasi, harus jelas di mana muka air dan debit aliran harus dihitung.
Kondisi awal
Sebagai kondisi awal model, kondisi aliran tetap pada sistem dapat digunakan. Kondisi tetap ini
dapat diperoleh dengan perhitungan aliran tetap (steady flow). Kondisi awal harus mencakup
kedua parameter aliran (muka air dan debit aliran) di semua simpul/kisi-kisi perhitungan.
Kondisi batas
Debit dari sungai di bagian hulu, debit anak anak sungai dan fluktuasi muka air di batas hilir
diperlukan sebagai kondisi batas untuk simulasi model aliran tidak tetap (unsteady model).
Analisis dan evaluasi
Berdasarkan hasil simulasi model matematika dan kinerja hidrauliknya akan dianalisis dan
dievaluasi sesuai dengan desain standar. Pada tahap ini proses iterasi pada permodelan menjadi
hal yang utama.
8.7 Dampak penurunan permukaan tanah dan meningkatnya permukaan air laut pada
pengelalaan tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger
Dampak penurunan permukaan tanah dan naiknya permukaan air laut akan saling memperkuat
satu sama lain dan akibatnya akan menciptakan lebih banyak kendala terhadap kapasitas
drainase sistem pengelolaan tata air di satu pihak dan, dan di pihak lain terhadap desain
perlindungan banjir (tanggul-tanggul dan bangunan air pembuang). Di samping itu, hal ini juga
akan mempengaruhi intrusi air laut ke dalam sistem air tanah dan juga terhadap sistem air
terbuka (jika tidak dibangun dam di muara sungai).
Proses penurunan permukaan tanah (ambles) harus dihentikan dan dikontrol mulai dari
sekarang. Tindakan-tindakan pengontrolan khusus harus direncanakan (baik struktural maupun
non-struktural).
8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
8.8 Tindakan Mengurangi Dampak
Menurunkan muka air tanah diperlukan untuk memperoleh kondisi kehidupan yang lebih baik
(rumah kering, daya dukung jalan lebih baik). Menurunkan muka air tanah dapat menyebabkan
penurunan (settlement) tambahan. Namun demikian, tingkat penurunan dapat berkurang dengan
pengendalian air tanah yang baik dan seksama. Dengan mengontrol muka air yang lebih tinggi
di Kali Banger pada musim kering, dampak pada penurunan akan berkurang, sementara muka
air tanah cukup rendah untuk melaksanakan fungsinya (rumah-rumah dan jalan). Muka air pada
1 m- permukaan (1 m lebih tinggi pada musim hujan) mungkin dapat dicapai. Pada musim
kering diperlukan kapasitas yang kurang besar dan muka air tanah lebih rendah.
Muka air yang berbeda pada musim kering dan pada musim hujan menuntut spesifikasi yang
lain untuk bangunan pengatur stasiun pompa, pintu pintu air dan bendung serta pengoperasian
dari bangunan air tersebut. Tindakan untuk mengurangi dampak negatif ini hendaknya
dicantumkan dalam laporan desain.
9 Aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan
perlindungan banjir polder percontohan Banger
9.1 Tanggul, bangunan air pengambil dan bangunan air pembuang
Kemungkinan perluasan ke depan
Pada bagian ini akan dibahas lebih jauh mengenai perluasan wilayah polder pada waktu yang
akan datang. Pada waktu yang akan datang, mungkin dapat dilakukan perluasan-perluasan,
karena dari sudut pandang perlindungan banjir dan pengelolaan air, tanggul-tanggul Polder
Banger belum pada lokasi yang sangat tepat. Namun demikian, untuk suatu percontohan, batas-
batas Polder Banger sudah dipilih dengan baik karena membatasi panjang tanggul dan wilayah
polder.
Pertama-tama, konsep tanggul keliling dibahas. Pada bagian kedua dan ketiga, dua jenis
perluasan yang mungkin dilakukan akan juga dibahas.
Konsep tanggul keliling
Di Belanda, tanggul-tanggul keliling sepanjang sungai dan laut, dimaksudkan untuk melindungi
tanah semaksimal mungkin. Wilayah yang dilindungi oleh tanggul keliling dapat terdiri dari
beberapa buah polder. Gambar 9.1 memperlihatkan prinsip tanggul keliling.
Gambare 9.1. Prinsip tanggul keliling
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
Dengan mengikuti prinsip ini, tanggul keliling di sekitar wilayah proyek akan berada sepanjang
Banjir Kanal Timur, laut, Kali Baru dan Kali Semarang, seperti diperlihatkan pada Gambar 9.2.
Gambar 9.2.Tanggul keliling di wilayah proyek
Di samping itu, Dengan mengikuti prinsip tanggul keliling di sekitar wilayah proyek (lihat
Gambar 9.3), pelabuhan Semarang juga akan terlindungi. Hal ini penting karena pelabuhan
tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan vital bagi perekonomian Semarang. Di daerah
pelabuhan, Rencana Induk untuk reklamasi bisa digabungkan dalam batas-batas (tanggul)
polder. Seperti diperlihatkan pada Gambar 9.2, batas-batas tanggul keliling adalah sebagai
berikut:
sebelah utara : Laut Jawa;
sebelah selatan : Jl. Brigjen Katamso;
sebelah barat : Kali Baru dan Kali Semarang; dan
sebelah timur : Tanggul Banjir Kanal Timur.
Beberpa parameter untuk perluasan alternatif ini dapat dilihat pada Tabel 9.1.
Table 9.1. Parameter perluasan I yang mungkin dilaksanakan
ITEM SUB ITEM SATUAN Jumlah (KUANTITAS)
Luas wilayah ha 1176
Pemangku
kepentingan
warga # 119.000
industri/perusahaan - Pertamina, PLN, Sriboga
fasilitas - PTKA, Pelindo
Panjang
tanggul
Utara km 11.000
Barat km 3.400
Total km 14.400
Item kritis 1 - Tanggul melintasi rel kereta api di 2 lokasi
2 - Konstruksi tanggul Utara mahal karena harus
dibangun sebagai penahan laut dan dermaga.
Pelaksanaan sistem polder membutuhkan
waktu yang lebih lama.
Tanggul ini harus dibangun di tengah laut. Lokasi tanggul dapat dilihat seperti dalam Gambar
9.3. Perluasan yang mungkin dilaksanakan ke depan hanya memerlukan beberapa pembebasan
tambak ikan yang berlokasi di sebelah Utara.
Gambar 9.3. Kemungkinan lokasi tanggul di sisi bagian utara
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
Panjang tanggul di sisi sebelah utara adalah 11.000 m. Tanggul harus dibangun sebagai tembok
dermaga (di pelabuhan) atau sebagai tanggul laut.
Tanggul di sebelah Barat
Tanggul Barat tersebut terdiri atas 3 bagian, yaitu:
sepanjang Kali Baru;
sepanjang Kali Semarang;
tanggul sepanjang Kali Baru dapat dibangun di lokasi jalan.
Tanggul Timur
Tanggul Timur sama halnya dengan Polder Banger. Perluasan II yang bisa dilaksanakan ke
depan adalah:
Perluasan di sebelah barat
Opsi ini hanya mencakup perluasan ke bagian barat. Di sisi barat, tanggul akan mengikuti
prinsip tanggul keliling, tetapi tidak dapat diterapkan di sisi utara. Dalam perluasan yang
mungkin dilasanakan ini, tanggul barat berada sepanjang Kali Baru dan Kali Semarang. Gambar
9.4 memperlihatkan batas-batas polder ini. Sebagaimana disajikan pada Gambar 9. 4, batas-
batas perluasan alternatif II adalah sebagai berikut:
sebelah utara : Jl.Arteri;
sebelah selatan : Jl. Brigjen Katamso;
sebelah barat : Jl. Kali Baru, Kali Semarang dan Jl. M.T. Haryono;
sebelah timur : Jl. Tanggul Banjir Kanal Timur.
Tabel 9.2 menampilkan kemungkinan perluasan II di masa depan
Table 9.2 Parameter perluasan II ke depan
ITEM SUB ITEM SATUAN Jumlah
Areal wilayah ha 703
Pemangku
kepentingan
warga # 106.000
industri /
perusahaan
- Pertamina
fasilitas - Perusahaan Kereta Api
Panjang tanggul Utara km 2.000
Barat km 3.400
Total km 5.400
Item kritis 1 - Tanggul melintasi rel kereta api di 2 lokasi
2 - Pemasangan pipa mungkin, karena penurunan muka
tanah yang tidak seragam pada tanggul Utara,
disebabkan oleh fondasi Jl. Arteri.
3 - Pelabuhan, memiliki ekonomi tinggi tapi tidak
terlindungi.
Gambar 9.4.Batas untuk kemungkinan perluasan II di masa depan
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
Lokasi tanggul sisi sebelah utara
Bagian Timur dari tanggul Utara (sebelah Timur Jl. Ronggowarsito) seperti dengan tanggul di
sebelah utara Polder Banger. Tanggul sebelah utara, sebelah barat Jl. Ronggowarsito dapat
dilihat pada Gambar 9.5. Panjang keseluruhan tanggul utara (termasuk bagian timur) adalah
2.000 m.
Tanggul sebelah barat sama dengan seperti yang digambarkan pada kemungkinan perluasan I.
Gambar 9.5. Lokasi tanggul pada sisi sebelah utara, sebelah barat dari Jl. Ronggowarsito
Lokasi dari tanggul sebelah timur: tanggul timur sama dengan batas dari polder Banger.
9.2 Sistem pengelolaan air Polder Percontohan Banger
Sungai-sungai di sekitar wilayah Banger.
Sungai-sungai yang ada disekitar wilayah Banger dapat dilihat pada Gambar 9.6 dan Tabel 9.3
yang menampilkan karakteristik sungai-sungai tersebut.
Table 9.3. Karakteristik sungai di sekitar wilayah Banger
Panjang
(km)
Luas saluran
(daerah tampungan)
(ha)
Pembuangan
maksimum (m3/d)
Muka air
maksimum
(m+MALR)
Kali Banger 6.5 527 17*
Banjir Kanal Timur 17.8 5517 295 1.1
Kali Baru 0.8 150 24 1.1
Kali Semarang 1280 40* 1.1
* Perkiraan pembuangan maksimum
Gambar 9.6. Kali Banger dan sungai sungai di sekitar Kali Banger
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
10 Pengelolaan, operasi dan pemeliharaan pengelolaan air
dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
10.1 Operasi bangunan air
Ketika bangunan-bangunan pengontrol air di saluran sekunder, harus dioperasikan jika tidak ada
kesepakatan umum di antara para pemangku kepentingan maka aturan operasi lain harus diikuti.
Pertanyaannya adalah kapan aturan-aturan operasi normal tersebut dapat diikuti, dan kapan
diterapkan suatu periode sangat kering (panas) atau sangat basah (musim hujan). Karena itu,
direkomendasikan bahwa aturan-aturan operasi normal harus diikuti dan, bahwa hanya aturan-
aturan kondisi-kondisi sangat panas dan sangat basah (musim hujan) harus diikuti apabila hal ini
disepakati oleh Badan Polder termasuk para wakil dari pemangku kepentingan, Pemerintah
Kota Semarang dan Dinas Pengairan Semarang.
Masalah utama di Polder Banger yang berkaitan dengan bangunan hidraulik adalah sampah dan
sedimen (endapan), yang dapat mengakibatkan rendahnya kapasitas bangunan air yang ada dan
bahkan dapat menimbulkan kerusakan terhadap bangunan air tersebut. Disebabkan oleh
kegiatan-kegiatan alami dan oleh manusia di daerah-dearah hulu sungai, sejumlah besar sampah
dan endapan akan mengendap di sekitar bangunan hidraulik, yang pada akhirnya akan
menimbulkan dampak negatif terhadap operasinya. Untuk mengatasi masalah tersebut,
diperlukan perkiraan waktu kapan sampah dan endapan tersebut akan menumpuk di sekitar
bangunan air, guna memastikan bahwa bangunan air tersebut dapat beroperasi dengan baik.
Sebuah contoh pemeliharaan sistem yang kurang baik dapat dilihat pada Gambar 10.1.
Operasi dari bangunan air akan mencakup komponen sistem pengelolaan tata air sebagai
berikut:
stasiun pompa;
pintu sorong;
kolam retensi dan detensi.
Gambar 10.1. Pada kasus ini terlihat banyaknya sampah di sekitar stasiun pompa
10.2 Pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder
Percontohan Banger
Pemeliharaan sistem tata air hendaknya mencakup tiga jenis pemelihraaan sebagai berikut:
pemeliharaan rutin;
pemeliharaan berkala;
pemeliharaan darurat.
Pemeliharaan yang sering dan tepat waktu adalah penting untuk mendapatkan manfaat dari
sistem. Khususnya untuk saluran polder perkotaan, atau saluran dengan kecepatan aliran yang
rendah, kecepatan tumbuh dari gulma air adalah sangat cepat dan akan dengan sangat cepat
mempengaruhi dan mengurangi kecepatan aliran air yang pada akhirnya secara praktis akan
mempengaruhi kapasitas drainase dan menimbulkan masalah kualitas air.
Pemeliharaan rutin mencakup kegiatan pemeliharaan yang hendaknya dilaksanakan satu kali per
tahun. Pembuangan gulma air secara teratur dari saluran dan tanggul termasuk perbaikan kecil
dan juga merawat peralatan dan fasilitas O&P. Kegiatan pemeliharaan rutin direncaanakan dan
dianggarkan di muka berdasarkan perkiraan tenaga kerja, biaya dan frekuensi pekerjaan yang
dibutuhkan. Pembuangan sampah di depan pintu air, pemberian gemuk, minyak dan
membersihkan komponen bangunan air adalah bagian dari tugas sehari hari dari staf O&P serta
operator pintu air. Kecuali untuk biaya bahan pakai habis (gemuk, minyak, alat pembersih),
tidak ada anggaran lain yang dibutuhkan. Pekerjaan pemeliharaan rutin yang lain dilaksanakan
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
oleh para warga sendiri, staf O&P, tenaga kerja dibawah pengawasan staf O&P atau oleh
kontraktor.
Pembersihan saluran
Gulma-gulma air (akuatik) tidak diharapkan akan menimbulkan hambatan pada saluran-saluran
primer disebabkan oleh kedalaman dan kecepatan aliran yang tinggi pada saluran-saluran
tersebut. Untuk membersihkan gulma-gulma tersebut pada saluran sekunder dan tersier,
sebaiknya memperkerjakan personil khusus. Pembersihan gulma-gulma di dasar saluran
sekunder harus dilakukan dengan interval waktu tertentu secara teratur. Selama masing-masing
putaran pemeliharaan, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
memotong dan mengangkat tumbuhan yang mengapung dan tumbuh di bawah
permukaan air serta ganggang dari dasar kanal dan dari sisi-sisi kanal; gulma-gulma
harus dipotong sependek mungkin di dekat pangkal batang dengan menggunakan arit,
parang, atau alat lain secara mekanik;
puing-puing gulma harus diangkat dan dibuang dari dasar kanal dengan
menggunakan tangan atau alat penggaruk dan kemudian ditimbun di belakang tembok
atau tanggul;
pembersihan gulma-gulma di saluran sekunder dan tersier sebaiknya mulai dari
ujung hilir dan kemudian terus ke arah udik. Lebih dianjurkan pemeliharaan dasar
saluran dilakukan secara sinkron dengan pemeliharaan pinggir-pinggir sungai (kanal);
hambatan-hambatan arus air yang disebabkan antara lain oleh batang kayu, jaring
ikan, atau penghalang sampah harus diangkat dan dibuang untuk memastikan bahwa air
dapat mengalir dengan bebas.
Perbaikan kecil dan pembentukan kembali tanggul
Erosi saluran yang disebabkan oleh curah hujan, retakan yang disebabkan oleh kekeringan dan
penyusutan tanah serta lalu lintas di atas tanggul harus diperbaiki pada waktunya karena
kerusakan semacam ini akan bertambah serius secara cepat. Tanggul tanggul perlu diperiksa
dengan interval waktu yang teratur dan setiap tahun perbaikan berikut ini hendaknya
dilaksanakan:
erosi saluran, retakan tanah dan lubang lubang pada tanggul harus dibersihkan dari
belukar, lumpur, sampah dan bahan bahan lainnya;
lubang lubang harus segera ditutup dan diisi kembali dan dipadatkan, lapisan atas tanah
harus dibentuk cembung sehingga tidak ada kemungkinan terjadi genangan limapsan air
hujan;
lubang lubang di tanggul yang dibuat oleh tikus, kepiting atau hewan lain harus ditutup
dan dipadatkan.
Pemeliharaan struktur dan bangunan
Bangunan pengontrol air harus dibersihkan dari gulma-gulma sekali seminggu. Sampah sampah
yang menghambat dan/atau mengganggu operasi, harus dibuang setiap hari. Bangunan air harus
diperiksa secara rutin dan bila dijumpai hal yang janggal atau tidak berfungsi dengan baik,
segera laporkan kepada yang bertanggung jawab. Di samping itu, bila ada perbaikan, harus
dilakukan segera. Perlatan-peralatan atau bagian yang bergerak harus diberi gemuk sekali dalam
dua bulan. Engsel-engsel dan gigi-gigi roda dan alat serupa itu, harus diminyaki sekali dalam
dua bulan dan, gemuk-gemuk lama dan minyak yang lama harus dibersihkan dengan
menggunakan diesel.
Sekali setahun, pada musim panas, bangunan dari beton harus dibersihkan dari kotoran-kotoran
dan lumut. Bagian-bagain atau suku-suku cadang dari besi baja harus di dibersihkan dan dicat
kembali. Baut-baut, mur-mur dan penjepit yang hilang harus diganti. Retak-retak kecil pada
dinding beton dan batu penyangga bangunan air harus diplester kembali dengan semen
dicampur kapur.
Jembatan-jembatan dan bangunan-bangunan perlu dibersihkan dan dicat kembali setiap tahun.
Bagian-bagian yang terbuat dari besi seperti baut, mur dan sambungan besi dicat dengan cat anti
karat. Baut-baut, mur-mur dan sambungan yang hilang harus segera diganti. Kantor-kantor dan
perumahan staf O&P harus dicat kembali dan dibersihkan sehingga kelihatan bercahaya dan
menarik.
Kerusakan-kerusakan berat terhadap struktur-struktur dan bangunan harus segera dilaporkan
dan diperbaiki sesuai program pemeliharaan secara berkala. Namun demikian, dalam kasus
darurat, perbaikan harus dilakukan segera.
Pemeliharan berkala (periodik)
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
Pemeliharaan secara berkala, juga disebut pemeliharaan rutin atau insidentil, terdiri atas
pengerukan lumpur dan membaiki penampang melintang saluran dan perbaikan
tanggul/tembok, struktur-struktur, bangunan-bangunan, perlengkapan dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan ini harus diidentifikasi dan dihitung atas dasar pemeriksaan tahunan dan
survei kuantitas. Kegiatan-kegiatan tidak dapat ditentukan di muka dari inventarisasi proyek.
Sekalipun beberapa kebutuhan pemeliharaan berkala dapat diperkirakan dari umur teknik
bangunan atau fasilitas yang bersangkutan, volume dan lokasi pekerjaan yang tepat dan
bangunan atau struktur atau peralatan yang harus diganti, akan bervariasi dari tahun ke tahun.
Pemeliharaan darurat
Pemeliharaan darurat berkaitan dengan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sebagai akibat
kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya seperti runtuhya tanggul atau tembok atau
struktur tertentu, atau kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh banjir dan sebagainya. Untuk
menghindari kerusakan yang lebih besar, biasanya perlu diambil tindakan segera. Akibatnya,
kegiatan-kegiatan pemeliharaan yang sedang berlangsung mungkin terganggu untuk
mengerahkan semua tenaga kerja dan perlengkapan karena harus melaksanakan pemeliharaan
darurat tersebut. Pemeliharaan darurat ini juga diperlukan jika ada kerusakan-kerusakan kecil
terhadap bangunan bangunan dan pekerjaan tanah di sekitar, yang dianggap akan menganggu
berfungsinya bangunan yang bersangkutan. Sebagai contoh, pecahnya atau tidak berfungsi
perlengkapan bergerak seperti engsel-engsel dan kabel-kabel di mana pintu-pintu air seharusnya
dapat dibuka atau ditutup. Kerusakan seperti itu akan sangat berpengaruh terhadap kinerja
sistem di lapangan. Karena itu, bila ada kerusakan seperti itu harus segera diperbaiki.
Pemeliharaan darurat itu tidak bisa direncanakan dan dianggarkan di muka. Dana khusus harus
disediakan, atau dana dari para kontraktor yang sedang berjalan dengan menunda beberapa
pekerjaan yang kurang penting.
Pengelolaan sampah padat
Cara yang tidak tepat dengan membuang sampah-sampah padat secara terbuka sudah tidak
dapat ditoleransi lagi. Jelas bahwa cara itu dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan
dan akan menyebabkan banjir. Kelembagaan yang menangani pembuangan sampah padat ini
harus mempertimbangkan bagaimana mengangkut sampah padat tersebut ke lokasi tempat
pembuangan akhir dengan baik. Hal-hal yang harus dipertimbangkan, adalah sebagi berikut:
sesuai dengan kebutuhan dan/atau persyaratan dari masyarakat di sekitar areal proyek;
sesuai dengan kultur sosial dan kondisi lingkungan daerah bersangkutan;
berkelanjutan karena berdasarkan atas pertimbangan akan kemampuan finansial dan
sistem pengelolaan masyarakat setempat.
Pada dasarnya, operasi dan pengelolaan sampah padat harus melibatkan unsur unsur berikut:
Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW( atau Karang Taruna (Organisasi Pemuda)
setempat;
sektor swasta;
organisasi perserikatan toko-toko/pedagang;
lembaga swadaya masyarakat;
organisasi daur ulang;
Badan Polder;
Pemerintah setempat.
Pengerukan sistem pengelolaan tata air
Pengerukan ini dapat dilakukan dalam dua tingkat, yaitu:
sistem pengelolaan air polder perkotaan. Dalam hal ini pemeliharaan pengelolaan tata
air polder harus dilaksanakan oleh Badan Polder;
sistem-sungai. Pemeliharaan sistem sungai akan terlalu sulit bagi Badan Polder. Hal ini
memerlukan anggaran yang besar, yang kemungkinan besar Badan Polder tidak akan
mampu melaksanakannya. Di samping itu, berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun
2004, sistem sungai akan dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum. Ini berarti bahwa
pemeliharaan dan pengerukan sistem sungai akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Semarang (Dinas PU) berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, yaitu dengan Departemen
Pekerjaan Umum, c.q. Balai Wilayah Sungai.
10.3 Lembaga-lembaga dan tanggung jawabnya berkaitan dengan operasi dan
pemeliharaan pengelolaan tata air dan sistem perlindungan banjir Polder Percontohan
Banger
Beberapa lembaga yang akan terlibat dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan Polder
Percontohan Banger, yaitu:
Badan Polder;
10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for
the Banger Pilot Polder
BAPPEDA;
Pemerintah Kota Semarang;
Dinas PU/Pengairan Semarang;
Departemen Dalam Negeri.
10.4 Partisipasi para pemangku kepentingan dalam operasi dan pemeliharaan pengeloaan
air dan sistem perlindungan banjir Polder Percontohan Banger
Partisipasi para pihak yang terkena dampak termasuk para konsumen, pemakai air, pemilik
lahan dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan secara umum telah menghasilkan ketaatan hukum yang lebih baik. Badan Polder
harus melibatkan semua perwakilan dari para pemangku kepentingan dan mereka harus berada
pada tingkat operasional. Pada satu sisi, para wakil dari pemangku kepentingan harus bertindak
sebagai anggota Badan Pelaksana. Pada sisi lain, mereka harus bertindak sebagai penasehat dan
ikut dalam proses pengambilan keputusan dan bertanggug jawab atas kegiatan operasi dan
pemeliharaan.
Sehubungan dengan penyebaran informasi, keterlibatan para pemangku kepentingan harus
mencakup hal-hal berikut:
mensosialisasikan rencana pemerintah berkaitan dengan pengelolaan Polder Banger;
membuat inventarisasi dan menampung ide-ide dari semua warga yang berperanan kunci
berkaitan dengan pengembangan umum Polder Banger;
mengevaluasi persepsi dan motivasi semua organisasi non-pemerintah (lembaga swadaya
masyarakat) yang ada dalam wilayah Polder Banger sehubungan dengan program
pengendalian dan perlindungan banjir. Badan Polder, terutama menagani kesejahteraan
masyarakat umum di wilayah Polder Banger;
memantapkan komitmen di antara pihak yang terlibat termasuk para pemangku
kepentingan sehubungan dengan operasi dan pemeliharaan Polder Banger.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Albertson, M.L., L.S. Tucker and D.C. Taylor (editors). Treatise on Urban Water Systems,
Colorado State University, USA, 1971
ASCE/EWRI.Standard Guidelines for the Design, Installation, Maintenance and Operation of
Urban Stormwater Systems, USA, 2006
Batjjes, J.A. Short waves. Lecture Notes. IHE. The Netherlands. 1982.
Department of the Army, the Navy and the Air Force. Solid waste management. USA, 1990
Department of Public Works. Guidelines on Spatial Planning Control in Urban Areas. Jakarta,
2006
Butler, D and J.W. Davies. Urban Drainage. Spon Press. London, UK, 2004.
Duivendijk van. Manual on planning of structural approaches to flood management (ICID, New
Delhi, India, 2005
James, W., K.N. Irvine, E.A. Mc Bean, R.E. Pitt and S.J. Wright (eds). Contemporary
modelling of urban water systems. Monograph 15. CHI, Guelph, Ontario, Canada, 2006.
Luijendijk, J., E. Schultz and W.A. Segeren. Polders. Development in Hydraulic Engineering.
Elsevier.
Major Decree of Semarang No. 050.05/A.0257/2007. Execution Team of Banger Polder in
Semarang, Steering Committee and Project Implementation Unit (PIU), Semarang, 2007.
Mays, L.W. Urban storm water management tools. McGraw-Hill, London, 2004.
Oki T. and S. Kanae, 2006, Global Hydrological Cycles and World Water Resources, Science,
vol. 313, 1068-1072.
Osman Akan A. and R.J. Houghtalen. Urban hydrology. hydraulics, and urban polder water
quality. Engineering applications and computer modelling. John Wiley & Sons, Inc. New
Jersey, USA. 2003
Shanks, R.L. (chief ed). Pumping station design. Butterworths, UK, 1989
Smedema, L.K., W.F. Vlotman, D.W. Rycroft. Modern land drainage. Planning, design and
management of agricultural drainage systems. A.A. Balkema Publishers, London, UK,
1988
Shaw E.M. Engineering hydrology techniques in practice. Ellis Horwood Limited, Chichester,
UK, 1989
Teatini, P. and G. Gambolati. The impact of climate change, sea storm events and land
subsidence in the Adriatic. The impacts of climate change on the Mediteranean area
conference: Regional scenarios and vulnerability assessment, Venice, December 1999
MASMA Urban Storm Water Management, Laman Web Rasmi Jabatan Pengairan & Saliran
Malaysia, http://www.water.gov.my
UNESCO, Guidelines on Non-structural measures in urban flood management. IHP-V
Technical Documents in Hydrology No. 50, Paris, 2001
Van Aalst, W. (edt.) The closure of tidal basins, closing of estuaries, tidal inlets and dike
breaches, Delft University Press, The Netherlands, 1984.
Van Dijk, M.P. Managing cities in developing countries, the theory and practice of urban
management. Edward Elgar, UK, 2006.
Witteveen+Bos, UNESCO-IHE. Projectvoorstel, Development pilot polder Semarang and
guidelines polder development. The Netherlands, 2007
Witteveen+Bos, Basis of Design report, Development pilot polder Semarang and guideline
polder development. Indonesia, 2008
Witteveen+Bos, Preliminary Design report, Development pilot polder Semarang and guideline
polder development. Indonesia, 2008
Witteveen+Bos, Conceptual Design report, Development pilot polder Semarang and guideline
polder development. Indonesia, 2008
Witteveen+Bos, Identification of environmental and social impacts, Development pilot polder
Semarang and guideline polder development. Indonesia, 2008
ANNEX I. Glossary
LAMPIRAN I. Glosarium
Singkatan Penjelasan Komentar
BoD Basis of Design
BOD Biochemical Oxygen Demand mass concentration of dissolved
oxygen consumed under specified
conditions by the biological
oxidation of organic and/or
inorganic matter in water
BAPPEDA Badan Perencanaan Dearah
Calibration experimental determination of the
relationship between the quantity
to be measured and the indication
of the instrument, device or
process which measures it
Coliform organism microorganisms found in the
intestinal tract of humans and
animals
Data collection process of collection, storage and
processing of data up to data
dissemination, with emphasis on
the type of data, the storage and
transfer facilities and procedures
and the QA/QC routines of the
processed data.
DPU Dinas Pekerjaan Umum regional Public Works
DGCK Directorate General Cipta Karya Director General of public works
DTK Dinas Tata Kota City planning Service, Ministry of
Public Works
KAI Kereta Api Indonesia Indonesian Railway Company
Karang Taruna Youth Associations
Singkatan Penjelasan Komentar
Monitoring: continuous or frequent
standardised measurement and
observation of the environment,
often used for warning and control
NPV Net Present Value
O&M operations and maintenance
Pathogens microorganisms that can cause
disease in other organisms or in
humans, animals, and plants
PB Polder Board
PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Local Drinking Water Company
PELINDO Perusahaan Pelabuhan Indonesia Indonesian Harbour Company
PLN Perusahaan Listrik Negara State Electricity Company
PoR Program of requirements
PSDA Pengelolaan Sumber Daerah Air Regional department of water
resources management
PU Departmen Pekerjaan Umum Indonesian Ministry of Public
Works
PusAir Puslitbang Air Research Centre for Water
Resources
PfW Partners for Water
RT Rukun Tetangga Neighbourhood Associations
RW Rukun Warga Neighbourhood Administrations
TelKom Telekomunikasi Tele-communication company
ToR terms of reference
UDPKS Urban Drainage Plan Kali Semarang
UNESCO-IHE Institute for water education,
Delft, the Netherlands
VAT
V&W Ministry of Public Works,
Transportation and Water
Management
Dutch Ministery van Verkeer en
Waterstaat
ANNEX I. Glossary
Singkatan Penjelasan Komentar
VROM Ministry of Housing, Spatial
Planning and the Environment
Dutch Ministery van
Volkshuisvesting, Ruimtelijke
Ordening en Milieubeheer,
Wastewater a combination of liquid and water-
carried pollutants from homes,
businesses, industries, or farms; a
mixture of water and dissolved or
suspended solids
Water quality
standards
specific levels of water quality
which, if reached, are expected to
render a body of water suitable for
its designated use
W+B Witteveen+Bos