Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

224
Pedoman Polder Perkotaan Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Transcript of Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Page 1: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan

Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Semarang, Maret 2009

Page 2: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER
Page 3: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pengantar

Pengantar

Empat buku pedoman tentang Pengembangan Polder Perkotaan telah selesai disusun dalam

rangka Proyek Semarang (2007 - 2009). Ini adalah merupakan salah satu proyek dibawah nota

kesepakatan (Memorandum of Understanding) antara Departemen Pekerjaan Umum dan Kantor

Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia denhgan Kementrian Transportasi,

Pekerjaan uMum dan Pengelolaan Air serta Kementrian Tata Ruang, Perumahan dan

Lingkungan Hidup Kerajaan Belanda. Empat buku pedoman terdiri dari: Aspek Umum, Aspek

Kelembagaan, Aspek Teknik dan Studi Kasus Banger Polder di Semarang. Dukungan terhadap

proyek ini diberikan oleh program Partners for Water dan Rijkswaterstaat dari Kerajaan

Belanda.

Buku pedoman ini disusun oleh tim gabungan yang terdiri dari:

Indonesia:

Dr. Arie Setiadi Moerwanto, MSc, Research Centre for Water Resources;

Ir. Moh. Farchan, M.T., Municipal of Semarang Planning Board;

Mr. Fauzi, Local Public Works Municipal of Semarang;

Ir. Suhardjono, M.Eng., Municipal of Semarang Planning Board;

Paramesthi Iswari, S.H., HHSK.

the Netherlands:

Prof. Bart Schultz, PhD, MSc, Rijkswaterstaat and UNESCO-IHE

F.X. Suryadi, PhD, MSc, UNESCO-IHE;

Mr. Martijn Elzinga, Rijkswaterstaat;

Herman Mondeel, MSc, Witteveen + Bos.

Masukan substansi pembuatan buku-buku pedoman pengelolaan polder perkotaan ini juga

diperoleh dari Tim Proyek Percontohan Polder Banger. Konsep buku pedoman ini telah

disajikan dan dibahas pada tiga Lokakarya dengan staf Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kota

Semarang. Komentar-komentar yang diberikan pada ketiga lokakarya telah ditampung dan

dimasukan ke dalam buku pedoman ini.

Pada kesempatan ini para penyususn ingin menyampaikan terima kasih yang setulus tulusnya

kepada Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Kota Semarang, Water-board Schieland

and the Krimpenerwaard, serta semua pihak atas dukungan serta masukan yang telah diberikan

i

Page 4: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

dalam penyiapan buku pedoman ini.

Kami semuanya dengan segala kerendahan hati berharap agar buku pedoman ini dapat

memberikan kontribusi dan manfaat dalam meningkatkan pembangunan dan pengelolaan polder

perkotaan di Indonesia.

ii

Page 5: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Contents

Daftar Isi

Pengantar i

Daftar Isi iii

1 Pendahuluan 1

2 Polder Percontohan Banger di Semarang 3

2.1 Sejaran pengembangan sistem polder Semarang 4

2.2 Pemilihan Polder Percontohan Banger 5

2.3 Tata guna lahan Polder Percontohan Banger 7

2.4 Pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Semarang dalam konteks

wilayah sungai 7

2.5 Aspek sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger 8

2.6 Aspek kebijakan, legal dan kelembagaan Polder Percontohan Banger 10

2.7 Dampak lingkungan pengembangan Polder Percontohan Banger 12

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder

Percontohan Banger 14

3.1 Identifikasi potensi dan kendala 14

3.2 Kerangka kerja perencanaan untuk Polder Percontohan Banger 14

3.3 Kerangka kerja pengembangan lahan dan air Polder Percontohan Banger 17

3.4 Pendekatan perencanaan tata ruang 18

3.5 Aspek sumber daya air Polder Percontohan Banger 20

3.6 Kondisi topografi wilayah 29

3.7 Aspek geo-teknik dan penurunan muka tanah (ambles) Polder Percontohan

Banger 31

3.8 Aspek lingkungan hidup Polder Percontohan Banger 38

3.9 Aspek kebijakan, sosial, ekonomi Polder Percontohan Banger 40

4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger 42

4.1 Tahap realisasi 42

4.1.1 Initiasi pembentukan suatu Badan Polder 42

4.1.2 Pembentukan Badan Polder 42

iii

Page 6: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

4.2 Tahap pengelolaan 43

4.2.1 Organisasi pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder

Percontohan Banger 43

4.2.2 Tugas dan tanggung jawab Badan Polder Banger 45

4.2.3 Stimulasi keterlibatan pemangku kepentingan 45

4.2.4 Organisasi dan mekanisme kerja 46

4.2.5 Pengembangan sumber daya manusia pada Badan Polder Banger 46

5 Aspek sosial dan pengembangan sumber daya manusia 48

5.1 Tahap realisasi 48

5.1.1 Komunikasi dengan pemangku kepentingan Polder Percontohan Banger 48

5.1.2 Komitmen pemangku kepentingan dan partisipasi dalam Polder Percontohan

Banger 48

5.2 Tahap pengelolaan 48

5.2.1 Pemerintah 48

5.2.2 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan

Banger 48

5.2.3 Partisipasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger 49

5.2.4 Pengembangan sumber daya manusia 53

5.2.5 Pengkajian dampak sosial 54

6 Aspek keuangan 66

6.1 Tahap realisasi 66

6.1.1 Biaya untuk konstruksi, operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan

tata air dan perlindiungan banjir Polder Percontohan Banger 66

6.1.2 Aspek kelayakan Polder Percontohan Banger 67

6.2 Tahap pengelolaan 70

6.2.1 Perencanaan anggaran dan alokasinya untuk Polder Percontohan Banger 70

6.2.2 Identifikasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger 71

6.2.3 Sistem perpajakan dan penetapan tarif untuk Polder Percontohan Banger 72

7 Aspek hukum 75

7.1 Tahap realisasi 75

7.2 Tahap pengelolaan 76

iv

Page 7: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Contents

8 Aspek desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder

Percontohan Banger 77

8.1 Parameter dan kondisi setempat 77

8.2 Penerapan prinsip polderisasi Polder Percontohan Banger 78

8.3 Pra-sarana polder untuk Polder Percontohan Banger 100

8.4 Perencanaan landskap dan tata guna lahan Polder Percontohan Banger 116

8.5 Kondisi batas untuk desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan

banjir Polder Percontohan Banger 116

8.6 Penerapan pendekatan desain dan standard desain terhadap Polder

Percontohan Banger 126

8.7 Dampak penurunan muka tanah (ambles) dan kenaikan muka air laut pada

pengelolaan sistem tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan

Banger 131

8.8 Upaya mitigation 131

9 Aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder

Percontohan Banger 132

9.1 Tanggul, bangunan pembuangan dan pengambilan air 132

9.2 Sistem pengelolaan tata air Polder Percontohan Banger 137

10 Pengelolaan, operasi dan pemeliharaan sistem tata air dan perlindungan banjir

Polder Percontohan Banger 139

10.1 Operasi bangunan air 139

10.2 Pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder

Percontohan Banger 140

10.3 Kelembagaan dan tanggung jawab operasi dan pemeliharaan sistem tata air

dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger 144

10.4 Partipasi pemangku kepentingan pada sistem pengelolaan tata air

dan5perlindungan banjir Polder Percontohan Banger 145

Daftar Pustaka 147

Lampiran

I Glosarium 149

v

Page 8: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

vi

Page 9: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Pendahuluan

1 Pendahuluan

Sejumlah besar kota dan pusat industri di Indonesia berlokasi di wilayah rawan banjir. Pada

umumnya wilayah perkotaan ini mempunyai populasi yang juga tinggi. Resiko banjir 1) dapat

meningkat akibat adanya penurunan permukaan tanah (ambles), peningkatan debit ekstrim

sungai atau curah hujan ekstrim, atau dengan adanya kenaikan muka air laut. Sebagai

konsekuensi dari phenomena tersebut, pada beberapa wilayah perkotaan banjir yang berulang

secara beraturan dapat terjadi dan penggenangan dari beberapa cm sampai dm pada jalan jalan

menjadi hal yang lumrah. Banjir ini dapat menyebabkan gangguan terhadap aspek sosial

maupun pembangunan ekonomi dari wilayah yang bersangkutan secara signifikan. Hal ini juga

dapat menyebabkan badan usaha atau niaga hengkang daerah yang terkena banjir tersebut. Salah

satu solusi dari masalah ini adalah dengan membuat sistem polder. Suatu polder perkotaan

terdiri dari bebrapa komponen yang saling terkait dan terpadu satu sama lain secara esensial.

Komponen komponen utama ini adalah yang mencakup kelembagaan, sosial, teknik (desain,

operasi dan pemeliharaan) dan lingkungan hidup.

Semarang adalah salah satu kota pesisir di mana masalah yang diutarakan di atas sudah sangat

akut. Ini merupakan salah satu alasan bahwasanya suatu proyek polder percontohan

diimplementasikan di wilayah Banger.

Dalam rangka proyek percontohan ini, empat buku pedoman sudah disiapkan, yaitu:

Volume 1: Aspek Umum;

Volume 2: Aspek Kelembagaan;

Volume 3: Aspek Teknik;

Volume 4: Studi Kasus Polder Percontohan Banger, Semarang.

Kata ‘banjir’ dan ‘kebanjiran’ seringkali dipergunakan dalam cara yang berbeda. Dalam buku pedoman

ini perkataan tersebut akan didasarkan pada defenisi sebagai berikut:

Banjir adalah suatu kondisi yang sementara dari air permukaan (sungai, danau, alut), di mana

muka air dan debit melampauhi suatu nilai tertentu, sehingga melampauhi tampungan normalnya.

Tetapi ini bukan berarti akan menghasilkan kebanjiran (Munich-Re, 1997);

Kebanjiran didefenisikan sebagai melimpasnya atau gagalnya tampungan normal dari suatu

sungai, aliran, danau, kanal, laut atau akumulasinya air sebagai hasil dari curah hujan yang deras

dikarenakan kapasitas pengaliran pembuangan yang tidak mencukupi atau terlampauhi, di mana

keduanya akan mempengaruhi areal yang pada kondisi normalnya adalah tidak terendam (Douben

and Ratnayake, 2006).

1

Page 10: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Volume 1, 2, 3 disusun sedemikian rupa di mana volume volume ini dapat dipergunakan dalam

menunjang pengembangan dan pengelolaan polder perkotaan di Indonesia. Berdasarkan volume

volume ini, studi teknik, desain dan pendekatan untuk membentuk suatu Badan Polder di Polder

Percontohan Banger di Semarang dan Volume 4 ini disusun mencakup studi kasus polder

percontohan Banger. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai suatu contoh

mengenai pengembangan, operasi, pemeliharaan dan pengelolaan sistem tata air dan

perlindungan banjir pada suatu polder perkotaan dan bagaimana ha ini dapat diatur dan

diwujudkan. Perhatian akan diberikan pada hal hal sebagai berikut:

pengenalan terhadap polder percontohan Banger di Semarang;

interaksi tata guna lahan, pengelolaan tata air dan perlindungan banjir pada polder

percontohan Banger;

struktur organisasi pada polder percontohan Banger;

aspek sosial dan pengembangan sumber daya manusia;

aspek keuangan;

aspek hukum;

aspek desain sistem tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger;

aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir polder percontohan

Banger;

pengelolaan, operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan

banjir polder percontohan Banger.

2

Page 11: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Pendahuluan

2 Polder Percontohan Banger di Semarang

Polder percontohan Banger terletak di bagian dalam dari Semarang. Dalam kerangka proyek

polder percontohan Banger, misi dan visi dari polder sudah dirumuskan. Kawasan Polder

Percontohan Banger dapat dilihat dalam Gambar 2.1.

Visi Polder Percontohan Banger:

partisipasi aktif para pemangku kepentingan;

mengurangi dampak banjir perkotaan.

Misi:

meningkatkan partisipasi aktif masyarakat guna meningkatkan efektifitas dan efesiensi

pembangunan berkelanjutan di kawasan bersangkutan;

meningkatkan kapabilitas lembaga-lembaga lokal sebagai dasar pendekatan partisipatif

pemangku kepentingan;

meningkatkan kapasitas manajerial dan teknik guna mengoptimalkan keikutsertaan para

pemangku kepentingan dalam pembangunan.

Gambar 2.1. Wilayah Polder Percontohan Banger

3

Page 12: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Untuk dapat menganalisis kondisi di dan prospek dari polder, semua data yang berhubungan

dengan wilayah Polder Banger perlu dikumpulkan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1

ditambah dengan data tambahan dari wilayah sebesar 20 m di luar batas polder.

2.1 Perkembangan historis sistem polder Semarang

Semarang digambarkan sebagai sebuah kota yang berada di tepian air, di mana masalah-

masalah banjir terjadi karena turunnya permukaan tanah di kawasan pantai dan adanya kenaikan

permukaan air laut. Sebagai akibat dari fenomena ini, terjadi banjir setiap hari dan genangan

setinggi beberapa cm bahkan sampai desimeter merupakan pemandangan umum di sekitar

pelabuhan Semarang. Hal ini menyebabkan gangguan serius kepada masyarakat, dan juga

menyebabkan gangguan pada pengembangan ekonomi daerah secara signifikan juga

menyebakan banyak perusahaan yang hengkang dari wilayah ini. Masalah-masalah ini sangat

akut dan memerlukan perhatian serius dan harus segera ditanggulangi. Gambar skematik polder

perkotaan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2.Tata letak skematik polder perkotaan

Ide memilih sistem polder perkotaan percontohan di Semarang adalah sebagai hasil dari kerja

sama antara pihak pemerintah Indonesia dengan pihak Kerajaan Belanda dengan sasaran

sebagai berikut:

4

Page 13: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Pendahuluan

pertukaran ilmu pengetahuan tingkat tinggi;

adaptasi teknologi dan metodologi dari pihak Belanda dengan meyediakan kegiatan

stimulan;

implementasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dan Model Pengendalian Banjir

dalam konteks perkotaan.

Untuk mendukung sasaran dan tujuan tersebut suatu polder percontohan dipilih dan dalam hal

ini wilayah Banger di Semarang.

2.2 Pemilihan Polder Percontohan Banger

Polder Percontohan Banger yang dipilih dengan mempertimbangkan saluran drainase utama

yang melintasi kawasan itu, yaitu sungai Banger. Kawasan ini terletak di bagian Timur Laut

Semarang. Kawasan percontohan meliputi Kecamatan Timur, yang rapat penduduk yang

berjumlah kurang lebih 84,000 jiwa. Polder Banger meliputi areal seluas 527 ha.

Kawasan Polder Percontohan Banger dibagi ke dalam unit-unit administratif sebagai berikut:

Kecamatan, Kelurahan, Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT). Pembagian tersebut

ditampilkan dalam bentuk hierarki administratif yang ada saat ini seperti dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur administrasi wilayah Polder Percontohan Banger

Sebuah Kecamatan terbagi atas beberapa Kelurahan, dan Kecamatan Semarang Timur memiliki

10 buah kelurahan. Kelurahan adalah unit administrasi resmi yang paling rendah dan dipimpin

oleh seorang Lurah. Sedangkan masing-masing Kelurahan terdiri atas beberapa Rukun Warga

5

Page 14: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

(RW) dan Rukun Tetangga (RT). Di kawasan Polder Percontohan Banger terdapat 77 buah RW

dan 568 RT. Sebuah RT adalah kelompok kepala keluarga atau rumah tangga yang

berhubungan erat satu dal lain, yang membentuk satu lingkungan tetangga, yang terdiri atas

beberapa kepala keluarga. Kepala RT berada di bawah Lurah, tetapi mereka tidak memiliki

tugas resmi. Sedangkan RW terdiri atas beberapa RT, tetapi biasanya tidak begitu penting

dalam struktur administratif. Secara keseluruhan jumlah kepala keluarga di Kecamatan

Semarang Timur berjumlah kurang lebih 17.000. Jumlah RW dan RT per Kelurahan di

Kecamatan Semarang Timur dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Table 2.1. Kelurahan, Rukun Warga/RW dan Rukun Tetangga/RT di Kecamatan Semarang

Timur (BAPPEDA, 2005)

No Kelurahan Jumlah RW Jumlah RT

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Kemijen

Rejomulyo

Mlatiharjo

Mlatibaru

Bugangan

Kebon Agung

Sarirejo

Rejosari

Karangturi

Karangtempel

11

7

6

9

7

4

8

15

5

5

77

44

42

64

67

27

50

130

27

40

Di sebelah luar bagian utara dari Kecamatan Semarang Timur, Kelurahan Tanjung Mas, masuk

dalam Kecamatan Semarang Utara. Secara resmi, kelurahan ini tidak termasuk di dalam Polder

Percontohan Banger, tetapi tergantung dari opsi desain teknik dan keinginan dari para warga,

bagian dari Tanjung Mas dapat juga dipertimbangkan.

Selain itu, kawasan pelabuhan Tanjung Mas merupakan salah satu pemangku kepentingan

utama dikarenakan lokasi kawasan ini berada di perbatasan pantai polder, yang memiliki

relevansi tinggi terhadap adanya kemungkinan lokasi pembangunan tanggul polder dalam

kawasan administratif Tanjung Mas. Kelurahan Tanjung Mas merupakan salah satu komponen

kelembagaan yang sejak awal sudah terlibat dalam kegiatan proyek kerjasama ini.

6

Page 15: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Pendahuluan

2.3 Tata Guna Lahan di Polder Percontohan Banger

Peta resmi tata guna lahan yang sudah dikumpulkan adalah peta tata guna lahan tahun 1993.

Pada kawasan Banger Selatan, tata guna lahan didominasi oleh permukiman. Hanya ada sebuah

areal kecil perniagaan dan industri. Sementara itu di dareah Banger utara, tata guna lahan terdiri

dari rel kereta api (fasilitas umum), tambak dan lahan kosong. Tidak ada permukiman resmi di

daerah ini. Kondisi terkini dari tata guna lahan di kawasan polder dapat dilihat pada foto-foto

udara. Para pemukim telah menempati beberapa lokasi pada areal fasilitas rel kereta api. Hal ini

terjadi karena pesatnya pertumbuhan urbanisasi di Semarang.

2.4 Pengelolaan sistem tata air dan sistem perlindungan banjir di Semarang dalam

konteks aliran sungai

Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dapat diartikan sebagai suatu proses yang meningkatkan

pembangunan yang terkoordinasi dalam pengelolaan air, lahan dan sumber-sumber lain yang

terkait, guna memaksimalkan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara merata

tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital. Dalam hal ini pengembangan Polder

Banger dalam aliran sungainya harus dianggap sebagai pengembangan terkoordinasi dari

sumber-sumber alam (udara, air, lahan, flora dan fauna) atas aliran sungai sebagai suatu

kesatuan dengan tujuan menyeimbangkan kebutuhan manusia dengan keharusan melestarikan

sumber-sumber daya alam guna menjaga keberlanjutannya. Pengembangan Polder Banger harus

sejalan dengan tujuan utama pengembangan sumber daya air yaitu untuk pemanfaatan lahan dan

air secara berkesinambunagn demi kesejahteraan semua pemakai air di sepanjang aliran sungai.

Proyek pengembangan sumber daya air di Indonesia harus berlandaskan Undang-Undang No. 7

tahun 2004 tentang Sumber daya Air. Undang-undang ini mengatur tentang tanggung jawab dan

tugas-tugas berkaitan dengan pemanfaatan, pengawasan, koordinasi dan konservasi sumber

daya air. Untuk mengembangkan aliran sungai Jratunseluna secara berkelanjutan di mana

Polder Banger berada di bawah wilayah aliran sungai ini, diperlukan lebih banyak koordinasi

dan pengelolaan yang mencakup aspek-aspek berikut ini:

lahan dan air;

air permukaan dan air tanah;

aliran sungai dan lingkungan pantai dan kelautan di sekitarnya;

kepentingan hulu dan hilir sungai.

Untuk perencanaan dan pembuatan kebijakan Polder Banger, harus digunakan suatu pendekatan

terpadu yang mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:

7

Page 16: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

kebijakan-kebiakan dan prioritas-prioritas yang mempertimbangkan implikasi sumber

daya air;

ada keterpaduan lintas sektoral dalam pengembangan kebijakan;

para pemangku kepentingan diberi hak suara dalam perencanaan dan pengelolaan air,

dengan perhatian khusus pada pemantapan partisipasi dan peranan kaum wanita serta

warga miskin;

keputusan-keputusan yang berkaitan dengan air yang dibuat pada tingkat lokal dan aliran

sungai harus sesuai dengan pencapaian tujuan nasional yang lebih luas;

perencanaan air dan strategi dipadukan ke dalam tujuan soial, ekonomi dan lingkungan

yang lebih luas.

2.5 Aspek sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger

Polder Banger akan melindungi 84.000 warga (yang, menurut data Biro Pusat Statistik

Semarang, 38% di antaranya dianggap miskin dan hampir semua penduduk bekerja di sector

informal perkotaan), 527 ha dan beberapa pemangku kepentingan penting seperti Perusahaan

Kereta Api dan Pertamina. Di samping itu, beberapa perusahaan penting yang berdomisili di

kawasan ini. Mereka akan mendapatkan manfaat di mana bisnis mereka akan berjalan lancar

dan tidak terganggu oleh luapan air laut pasang (rob). Pihak terkait dalam kategori ini adalah

sebagai berikut:

Perusahaan Milik Swasta

Kegiatan bisnis dalam bentuk toko dan sentra niaga terletak di kawasan polder yang mengalami

genangan air. Industri manufaktur, khususnya, para pengguna air tanah, merupakan pihak yang

memikul tanggung jawab atas penurunan permukaan tanah disebabkan aktifitas mereka yang

mengambil dan menggunakan air tanah secara berlebihan.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

PT. Pelindo Indonesia, Kantor kantor di Daerah Perkatoran Pelabuhan Tanjung Mas

Genangan air disebabkan oleh air pasang (rob) terjadi di sekitar Pelabuhan Tanjung Mas,

khususnya di sepanjang jalan Ronggowarsito dan Jalan Mpu Tantutlar di mana genangan

tersebut menghalangi arus keluar masuk barang-barang ke luar dan ke dalam pelabuhan. Setiap

8

Page 17: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Pendahuluan

tahun, penurunan permukaan tanah diperkirakan sebesar 6-10 cm, akan membuat luapan air laut

(rob) tersebut lebih parah lagi. Jelas bahwa, genangan air tersebut akan mengganggu kegiatan

pelabuhan, yang berperan sebagai pelabuhan utama dan pentingnya secara ekonomi bagi

Semarang dan daerah-daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Proses bongkar muat peti kemas

mungkin akan terganggu selama 2 hari dalam sebulan dan bahkan lebih. Karena itu,

pertanyaannya adalah,”Apakah arus barang, sebagai contoh, barang-barang ekspor (furniture),

yang datang dari Jepara, Kudus dan Demak menuju ke pelabuhan, harus melalui sebuah jalan

panjang?” Ini sangat tidak produktif dan menggunakan route yang memakan waktu lama;

kendaraan harus berputar melalui jalan by pass dan melewati Jalan Arteri Utara di bagian

Semarang Barat guna menghindari luapan air pasang (rob). Sehingga akan sangat

menguntungkan bagi PT. Pelindo Indonesia yang berkantor di Daerah Perkantoran Pelabuhan

Tanjung Mas jika genangan air dan banjir tersebut dapat diatasi secara tuntas.

PT. Kereta Api Indonesia (PT KAI)

Rel kereta api yang tergenang air akan mengganggu jadwal keberangkatan kereta api dan

menyebabkan kerugian kepada penumpang dan juga PT KAI. Upaya-upaya untuk meninggikan

elevasi rel kereta api tentu saja akan memakan biaya sangat besar. Saat ini, 4.900 meter rel

kereta api yang berlokasi di kawasan drainase pusat, yang menghubungkan stasiun Tawang

dengan Pelabuhan Tanjung Mas, sudah merupakan masalah yang terus-menerus; karena rel

kereta api tersebut tergenang air secara rutin. Karena itu, rel kereta api tersebut tidak dapat

berfungsi secara optimal dan dapat disimpulkan bahwa periode umur ekonomisnya akan

berakhir lebih pendek dengan potensi kerusakan yang lebih tinggi. Akan banyak keuntungan

bagi PT KAI, jika banjir dan luapan air pasang (rob) tersebut dapat segera diatasi. PT KAI

memiliki beberapa aset berharga, yang saat ini tidak dapat dieksploitasikan secara optimal

karena asset-aset tersebut terletak di kawasan yang dilanda luapan air pasang (rob) tersebut. Di

antara asset-asset tersebut antara lain berupa lahan (129 ha lahan di kawasan drainase pusat),

pergudangan dan masih banyak lagi fasilitas-fasilitas lainnya.

PLN, PT Telkom dan PDAM

9

Page 18: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

BUMN ini banyak memiliki saluran kabel (duck cable) yang melewati berbagai kanal drainase

kota yang elevasinya tidak beraturan sehingga mengganggu kinerja saluran drainase. Ini juga

disebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah dan tempat pembuangan sampah disekitarnya.

Hal yang serupa juga terjadi pada saluran-saluran rute pipa air PDAM.

2.6 Aspek kebijakan, hukum dan kelembagaan Polder Percontohan Banger

Perlu mengidentifikasi peraturan-peraturan, hukum dan aspek-asppek hukum terkait lainnya

yang ada di Semarang sehubungan dengan perancangan dan pengembangan suatu polder atau

pengembangan kota yang terletak di pesisir. Di samping itu, lembaga-lembaga potensial yang

terkait dengan pengembangan polder di daerah Semarang juga sudah dikaji. Koordinasi dengan

Pemerintah Kota Semarang dan BAPPEDA merupakan faktor yang sangat penting, terutama

berkaitan dengan perencanaan tata ruang dearah Semarang dan pengembangan Polder Perkotaan

Banger.

Peraturan perundang-undangan yang perlu diperhatikan adalah Keputusan Wali Kota Semarang

No. 050.05/A.0257 tahun 2007. Di dalam Surat Keputusan ini dinyatakan dengan jelas semua

peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar SK ini. Dalam SK ini dinyatakan dengan

jelas pembentukan Tim Pelaksana Polder Banger di Semarang, yang terdiri dari Tim Pengarah

dan Unit Pelaksana Proyek (UPP). Komposisi Unit Pelaksana Proyek (UPP) dan

kelembagaannya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Table 2.2. Komposisi Komite Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger

NAMA JABATAN DALAM LEMBAGA

SAAT INI

JABATAN DALAM TIM

H. Sukawi Sutarip, SH,

SE

Wali Kota Semarang Ketua Tim Pengarah

Drs. Soemarmo HS,

MSi

Sekretaris Kota Semarang c Sekretaris Tim Pengarah

Drs. Hadi Purwono Kepala BAPPEDA Semarang Anggota Tim Pengarah

H. Achmad

Kadarisman, ST, MM

Kepala DPU Semarang Anggota “Steering Committee”

(O&M, DED)

Drs. Suseno, MM Kepala DPKD Semarang Anggota Tim Pengarah

(Keuangan)

Nurjanah, SH Kepala Bagian Hukum, Sekretariat Kota Anggota Tim Pengarah

10

Page 19: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Pendahuluan

Madya Semarang (Organisasi & Per-UU)

Farchan, ST. MM Kepala Bagian PPIII, BAPPEDA

Semarang

Ketua Unit Pelaksana Proyek

(UPP)

Ir. Suhardjono, M.Eng Kepala Sub-Bag. KIMPRASWIL,

BAPPEDA Semarang

Sekretaris UPP

Nik Sutiyani, ST, MT Kepala Sub-Bagian Pertambangan dan

Energi, BAPPEDA Semarang

Anggota Tim UPP ( O & M)

Kumbino, ST Kepala Seksi Drainase, DPU Semarang Anggota Tim UPP (O&M)

Heni Arustiati, SE,

MM

Staff DPKD, Kota Semarang Anggota Tim UPP (Keuangan)

Sutanto, SH Staff Seksi Per-UU, Sekretariat Kota

Semarang

Anggota Tim UPP (Organisasi

and Per-UU/Legislasi)

Firdaus Setyawan Kecamatan Semarang Timur Anggota Tim UPP (Organisasi)

Drs. Bambang

Purnomo, Aht

Kecamatan Semarang Utara Anggota TimUPP (Organisasi)

Ir. Fauzi, MT Kepala Sub-Pelayan Sumber Daya Air

DPU Semarang

Anggota Tim UPP (DED-

Perancangan Teknis)

Nurkholis, ST, MT Kepala Sub Pelayanan Pengembangan

Daerah, BAPPEDA Semarang

Anggota Tim UPP (DED

Perancangan Telnis)

Ir. Sugeng Yusianto,

MT

Staff BAPPEDA Semarang Anggota Tim UPP (DED -

Perancangan Teknis)

Hardono, ST Staff DPU Semarang Anggota TimUPP (DED -

Perencangan Teknis)

Dwi Supriyadi, ST Staff DPU Semarang Anggota Tim UPP (DED

Technical setting)

Sedangkan tugas-tugas Tim Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger seperti dapat

dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Table 2.3. Tugas Komite Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger

TIM TUGAS

Pengarah Merancang kebijakan mengenai perencanaan dan pelaksanaan sistem Polder Banger;

Memberikan bimbingan pelaksanaan tim UPP;

Memfasilitasi kerjasama antara UPP dan para pihak terkait;

Mengawasi dan mengendalikan pekerjaan UPP.

UPP Menyiap pembentukan kelembagaan Dewan Polder Banger di Semarang bekerjasama

11

Page 20: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

dengan masyarakat Banger dan penduduk bersama dengan HHSK ;

Membuat desain rekayasa detail Sistem Polder Banger bekerjasama dengan masyarakat

Banger dan penduduk dan juga dengan konsultan Witteveen+Bos;

Melakukan konsultasi, koordinasi dan mensosialisasikan semua kegiatan berkaitan

dengan Sistem Polder Banger kepada para pihak terkait;

Membuat laporan pelaksanaan Sistem Polder Banger dan kegiatan terkait lainnya dan

laporan kepada Wali Kota Semarang.

Di samping itu, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air harus juga

dipertimbangkan dan dijadikan landasan hukum dalam pengembangan sumber daya air di

Semarang.

2.7 Dampak lingkungan pengembangan Polder Percontohan Banger

Dengan menutup muara sungai, intrusi air asin akan terhenti dan tidak akan ada lagi air asin dari

laut masuk ke dalam Banjir Kanal. Dampak ini akan mempengaruhi ekologi kawasan tersebut.

Kondisi permukaan tanah dan zonasi perkiraan penurunan permukaan tanah (ambles) dapat

dilihat pada Gambar 2.4 dan daerah-daerah yang potensial tergenang air ditampilkan pada Tabel

2.4.

Table 2.4. Daerah yang potensial tergenang

MALR

(muka air laut rata-rata)

AIR PASANG

PURNAMA

DESAIN MUKA AIR

Tahun ha % ha % Ha %

2006 57 11 304 58 357 68

2018 323 61 405 77 444 84

2028 429 81 447 85 489 93

12

Page 21: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

2 Polder Percontohan Banger di Semarang

Gambar 2.4.Elevasi muka tanah dan penurunan muka tanah (ambles)

5 cm/year

9 cm/year

7 cm/year

13

Page 22: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

3. Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan

pengendalian banjir pada Polder Percontohan Banger

3.1 Identifikasi potensi dan kendala

Dalam suatu polder perkotaan,terdapat interaksi yang sangat kuat antara tata guna lahan,

pengelolaan air dan perlindungan banjir. Interaksi ini dapat menjadi potensi dan juga dapat

menjadi kendala bagi pengembangan polder;

Potensi

mengembangkan dan mereklamasi daerah pantai Semarang lebih ke arah laut.

Pengembangan ini harus dilakukan secara terpadu yang akan mengakomodasikan tidak

hanya pengembangan perkotaan tetapi juga pelabuhan dan kondisi lingkungan (banjir,

erosi pantai/sedimentasi dan ekologi hutan bakau);

meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat melalui sistem sanitasi yang lebih baik;

melindungi dan meningkatkan kondisi lingkungan (pengendalian sampah padat,

pembersihan air sungai).

Kendala

kurangnya pengalaman dan pengetahuan dalam pengelolaan dan pengembangan zona

pesisir secara terpadu;

kurangnya dukungan dana yang diperlukan untuk pengembangan;

kurangnya pengelolaan aliran sungai dan pengelolaan polder secara terpadu, yang dapat

memainkan peran penting dalam penyediaan air tawar di kawasan tersebut dan juga

dalam mengendalikan turunnya permukaan tanah (ambles).

Berdasarkan potensi-potensi dan kendala kendala tersebut di atas, jelas bahwa Polder

Percontohan Banger dapat digunakan sebagai studi kasus di mana potensi dan kendala dapat

memperlihatkan dan membelajarkan masyarakat lokal bagaimana mengelola air dan

mengendalikan banjir dengan menerapkan dan mengoperasikan sistem polder.

3.2 Kerangka kerja perencanaan Polder Percontohan Banger

Kota-kota di Indonesia secara umum didesain dengan sistem drainase terbuka, di mana air hujan

14

Page 23: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

akan masuk ke dalamnya. Pemeliharaan sistem ini sering kali di bawah tingkat atau standard

yang diperlukan. Di samping itu, sistem-sistem seperti ini sering tersumbat oleh sampah-

sampah, seperti sampah plastik dan sebagainya. Akibatnya, air hujan dan air selokan tidak dapat

mengalir dengan lancar. Di samping daerah penyimpanan air (retensi) tidak cukup tersedia, dan

kadang-kadang sistem pompa juga tidak digunakan pada sistem drainase. Selanjutnya,

perencanaan pada tingkat wilayah sungai hanya dikembangkan pada cakupan dan tingkat

terbatas. Penggundulan hutan di bagian hulu menyebabkan terjadinya erosi lahandalam skala

besar dan sedimentasi pada sistem aliran sungai, baik di daerah pedesaan mau pun di daerah

perkotaan. Perluasan dan pengembangan kota-kota yang begitu cepat dan sering tidak terkendali

sering ikut memperburuk kondisi, terutama berkaitan dengan penyediaan air untuk industri dan

untuk air minum. Untuk memenuhi kebutuhan seperti itu, opsi terbaik adalah menggunakan air

dari air sungai tetapi proses pengelolaan kualitas harus disediakan dan hal ini sangat mahal.

Solusi lebih mudah adalah dengan menyedot air tanah tetapi ini akan menyebabkan turunnya

permukaan tanah (ambles) secara serius. Untuk jangka panjang, penyedotan air tanah dan

menurunnya permukaan tanah akan menyebabkan meningkatnya intrusi air laut ke dalam sistem

air tanah dan pada akhirnya meningkatnya masalah banjir.

Untuk memecahkan masalah-masalah seperti di atas, dalam kerangka kerja perencanaan Polder

Percontohan Banger, harus diterapkan suatu pendekatan terpadu dan menerapkan partisipasi

masyarakat.

Tata guna lahan, perencanaan tata ruang dan kepemilikan lahan

Data pemetaan tata guna lahan, perencanaan tata ruang dan kepmilikan lahan di kawasan Polder

Banger sudah dikumpulkan dari sumber-sumber berikut ini:

BAPPEDA Semarang;

Dinas PU Semarang;

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber

Daya Air (Pusair), Departemen Pekerjaan Umum (PU);

foto-foto udara (Google Earth);

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun 2000- 2010, Pemerintah

Kota Semarang, 2004);

Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang Bagian Wilayah Kota (BWK) I (Kecamatan

Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Selatan) tahun

2000-2010, PemKot Semarang 2004).

15

Page 24: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Tata guna lahan dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut:

perumahan;

usaha-usaha kecil;

industri-industri;

pra-sarana (jalan-jalan/rel kereta api);

taman-taman dan lapangan olah raga;

kolam-kolam pemancingan;

air (saluran saluran).

Peta tata guna lahan seperti di atas dapat dilihat dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1.Peta tata guna lahan tahun 1993 dengan sistem drainase Banger

Perencanaan tata ruang

perencanaan tata ruang yang ada untuk kawasan polder Kota Semarang (BAPPEDA);

rencana untuk pembangunan jalan-jalan;

gedung-gedung kosong di kawasan polder;

kepemilikan lahan;

kepemilikan lahan di dalam rencana kawasan polder Banger.

16

Page 25: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

3.3 Kerangka kerja pengembangan lahan dan air Polder Percontohan Banger

Secara umum, proyek-proyek pengembangan lahan dan air harus sesuai dengan kebijakan

pembangunan nasional atau regional. Proyek-proyek pengembangan lahan dan air dapat sangat

berbeda dalam skala dan tipenya. Hal seperti ini merujuk kepada reklamasi dan pengembangan

daerah baru dan juga peningkatan daerah-daerah yang ada. Berbagai pendekatan pembangunan

dapat diterapkan. Perbedaan dapat dilakukan dalam hal-hal berikut ini:

pembangunan cepat berskala besar;

pembangunan perlahan berskala kecil.

Perbedaan dalam pendekatan timbul antara:

berbasis langsung sampai dengan tahap akhir;

pembangunan bertahap.

Polder Percontohan Banger dapat dikategorikan sebagai pembangunan perlahan berskala kecil

dan juga berbasis langsung pada pendekatan tahap akhir.

Untuk peningkatan kawasan Polder Percontohan Banger, aspek-aspek yang akan memainkan

peran adalah:

peran pemerintah pusat dan peran pemerintah daerah;

penentuan pilihan (opsi) peningkatan;

konsultasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan;

pembentukan Badan Polder dan pengembalian modal kerja;

kepemilikan lahan.

Dalam peningkatan daerah-Banger yang ada saat ini, pemerintah secara umum memainkan

peran pengarahan selama seluruh proses. Dalam hal seperti itu tingkat pemerintahan yang

berbeda harus bekerjasama, dan dengan tanggung jawab yang berbeda pula. Dalam peningkatan

daerah-daerah yang ada, berbagai opsi atau kombinasi dari opsi-opsi biasanya muncul, seperti:

sistem pengelolaan air, sistem jalan, atau sistem pengangkutan air;

perencanaan ulang tata guna lahan;

pembentukan kelembagaan sehubungan dengan pengelolaan polder;

perencanaan operasi dan pemeliharaan.

17

Page 26: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

3.4 Pendekatan perencanaan tata ruang

Rencana Induk 2000-2010 akan digunakan di mana tata guna lahan berikut ini serta fungsi-

fungsi diperkirakan akan memainkan peran:

Kelurahan Kemijen dan Rejomulyo. Fungsi Daerah ini adalah sebagai daerah

perdagangan ditunjang oleh fasilitas-fasilitas khusus, daerah pemukiman, dan industri.

Pengembangannya diarahkan kepada perdagangan grosir dan pergudangan;

Kelurahan Mlatibaru dan Mlatiharjo. Fungsi dominan daerah ini adalah sebagai daerah

perumahan, didukung oleh daerah perdagangan dan daerah industri rumah tangga;

Kelurahan Kebon Agung dan Bugangan. Tata guna dominan adalah sebagai daerah

perdagangan dan pelayanan, daerah pemukiman, dan daerah industri;

Kelurahan Sarirejo dan Rejosari. Tata guna lahan di daerah ini adalah untuk

perdagangan, pelayanan, dan daerah pemukiman didukung oleh industri rumah tangga.

Pengembangan diarahkan kepada perdagangan non grosir dan industri rumah tangga.

Kelurahan Karangturi dan Karang Tempel. Tata Guna Lahan di daerah ini adalah untuk

perdagangan dan pelayanan serta daerah permukiman; dan pembangunannya diarahkan

kepada perdagangan non grosir. Rencana Induk 2000-2010 dapat dilihat pada Gambar

3.2.

Gambar 3.2.Rencana Induk: wilayah Kecamatan Banger Timur

18

Page 27: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Kepemilikan lahan

Di daerah Banger Selatan, sebagain besar adalah lahan swasta dan perusahaan-perusahaan

swasta. Di tengah-tengah kawasan Polder ada suatuareal yang dimiliki oleh Pertamina yang

digunakan untuk depot distribusi minyak. Sedangkan, di daerah Banger Utara sebagian

besar daerah itu dimiliki oleh PT. KAI (Perusahaan Kereta Api) dan PT. KAI memiliki

lahan yang saat ini diduduki oleh para pemukim secara ilegal. Lihat Gambar 3.3.

Gambar 3.3.Kepemilikan lahan di wilayah Banger

19

Page 28: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

3.5 Aspek-Aspek sumber daya air Polder Percontohan Banger

Beberapa arsip elektronik yang berisi sistem drainase yang ada telah dikumpulkan dari Dinas

PU Semarang. Dinas PU Semarang telah membuat sistem drainase untuk seluruh kota

Semarang, termasuk daerah Banger. Sistem drainase ini telah dibuat dalam format GIS (ARC

view). Sebuah file AutoCad sudah dibuat untuk sistem drainase. Sistem drainase menjabarkan

saluran drainase yang terdiri dari tingkat primer, sekunder dan tersier, dan arah saluran. Namun

demikian, peta ini tidak berisi elevasi dasar dari masing-masing saluran dan bangunan hidraulik

seperti pintu-pintu air, pompa-pompa, dan saluran-saluran untuk kabel listrik atau pipa. Survei

tambahan perlu dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan desain selanjutnya. Peta sistem drainase

yang ada di Banger dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4.Sistem drainase yang ada saat ini di wilayah Banger(Witteveen+Bos, 2008)

Batas-batas Hidrologi

Perbatasan di sebelah selatan adalah Jalan Brigjen Katamso, bukan Jalan Sompok, karena:

daerah (antara Jalan Sompok dan Jalan Brigjen Katamso) sebagian besar adalah daerah

20

Page 29: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

pembuangan air ke Banjir Kanal Timur dan bukan ke Kali Banger;

daerah sebelah selatan dari Jalan Brigjen Katamso adalah masuk Kecamatan lain. Di

lihat dari sudut pandang organisasi, mudah sekali untuk tidak memasukan daerah ini ke

dalam kawasan polder;

daerah (antara Jalan Sompok dan Jalan Brigjen Katamso) adalah bagian dari sebuah

kampung (kelurahan) dan tidak termasuk seluruh kampung. Dilihat dari sudut pandang

sosial, akan lebih baik tidak meletakkan batas wilayah di dalam sebuah kampung.

Sekalipun batas polder adalah Jalan Brigjen Katamso, masih akan ada kebocoran yang datang

dari daerah sebelah selatan melalui saluran-saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa yang berada

di bawah jalan. Karena alasan ini maka dibuat asumsi bahwa 75% dari kawasan sebelah selatan

adalah pembuangan air ke Kali Banger. Daerah aliran adalah 0.75*40 ha = 30 ha.

Pengumpulan data sistem drainase yang ada meliputi hal-hal berikut ini:

saluran primer dan sekunder (kisi-kisi 50 m):

* dimensi-dimensi/penampang melintang saluran (luas pada tingkat permukaan,

talud, tingkat dasar);

* arah arus/aliran;

saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa:

* dimensi-dimensi;

* elevasi dasar;

* panjang;

* kondisi ( baru, di tengah, perlu diperbaiki);

pintu-pintu air:

* elevasi ambang;

* elevasi dan lebar pintu air yang mungkin;

* kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki),

* operasi (jam-jam dibuka, jam-jam ditutup per-hari (rata-rata);

pompa:

* tipe pompa dan kapasitasnya;

* muka air di hulu (rata-rata) dan juga muka air di hilir (rata-rata);

* kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki);

* operasi (jam-jam terpakai per hari);

jembatan-jembatan;

* dimensi-dimensi tiang (jika ada);

21

Page 30: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

* tinggi lantai jembatan.

Data meteorologi:

penelitian yang ada mengenai curah hujan;

data curah hujan selama 100 tahun terakhir (jika mungkin) di Semarang;

data penguapan harian selama 25 tahun terakhir;

data (kecepatan) angin.

Curah hujan

Tabel 3.1 menampilkan curah hujan untuk berbagai durasi dan kemungkinan terjadinya. Angka

angka ini diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan fungsi distribusi Gumbel

(maksimum per tahun), berdasarkan data tahun 1959-1966, 1976, 1978-2006 dari stasiun hujan

otomatik Semarang (96835). Di dalam buku pedoman Volume 3: Aspek Teknik, prinsip dari

fungsi distribusi Gumbel untuk berbagai durasi juga dijelaskan.

Tabel 3.1. Curah hujanl (mm) (Witteveen+Bos, 2008)

MIN. JAM T2 T5 T10 T25 T50

10

1

24 29 34 41 46

15 32 39 47 58 65

30 50 63 69 76 82

60 71 88 94 102 108

2 87 106 129 158 180

3 92 112 138 170 193

6 103 135 159 191 214

12 114 168 192 222 245

24 116 180 207 241 266

Analisis dengan metoda Gumbel ini juga dibandingkan dengan hasil studi terdahulu yang

dilaksanakan oleh PU, lihat Tabel 3.2. Dari tabel ini sangat jelas kalau hasil studi terdahulu dan

studi yang dilaksanakan oleh proyek Polder Percontohan Banger memberikan hasil yang

sebanding.

22

Page 31: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Tabel 3.2. Hasil distribusi Gumbel dan studi terdahulu (mm/hari) untuk 24 jam (Witteveen+Bos,

2008)

Kemungkinan terjadinya (per tahun) Studi terdahulu Studi proyek Banger:

Gumbel

½ 120 116

1/5 175 180

1/25 225 241

Tabel 3.3 menyajikan analisis statistik untuk curah hujan di Semarang berdasarkan data hujan

tahun 1977 - 2007.

Tabel 3.3 Rata-rata, maksimum dan minimum curah hujan bulanan untuk Semarang (1977 –

2007) (Witteveen+Bos, 2008)

Curah hujan

Semarang

1977 - 2007 Maksimum hujan

harian (mm)

Rata-rata curah

hujan bulanan

(mm)

Minimum curah

hujan bulanan

(mm)

Musim hujan Desember 253 306 106

Januari 276 399 145

Februari 252 329 82

Maret 192 241 72

Transisi April 117 197 38

Mei 141 156 26

Musim kering Juni 88 97 0

Juli 93 61 0

Agustus 77 58 0

September 130 90 0

Oktober 110 152 0

Transisi November 150 231 102

Rata-rata

tahunan

2317

Evaporasi

Tabel 3.4 menampilkan rata-rata evaporasi bulanan. Evaporasi ini diperoleh dengan menghitung

rata-rata evaporasi bulanan 1987-2006, berdasarkan data stasiun Semarang (96835).

23

Page 32: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Tabel 3.4. Evaporasi bulanan

Bulan Evaporasi

(mm/hari)

Januari 3.60

Februari 3.75

Maret 3.98

April 4.17

Mei 4.17

Juni 4.18

Juli 4.88

Agustus 5.45

September 5.95

Oktober 5.57

November 4.52

Desember 3.82

Perubahan iklim

The Intergovernmental Panel on Climatic Change (IPCC) sudah didirikan oleh WMO dan

UNEP untuk menilai relevansi ilmiah, teknis, dan sosial-ekonomi untuk memahami perubahan

iklim, dampak-dampak yang mungkin timbul dan opsi-opsi untuk adaptasi dan meringankan

dampaknya (mitigasi).

Temperatur

Temperatur di Indonesia akan mengalami peningkatan, meskipun pemanasan diproyeksikan

kurang dari pada rata-rata pemanasan global, karena pengaruh letak lokasi yang dekat dengan

laut. Tabel 3.5 menampilkan peramalan pemanasan global di Indonesia.

Tabel 3.5. Perubahan temperatur di Indonesia (°C, T = tahunan, H = Hujan, K = Kering)

Topik 2020 2050 2080

T H K T H K T H K

Pemanasan 1.05 1.12 1.01 2.15 2.28 2.01 3.03 3.23 2.82

Data hydrologi:

24

Page 33: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

sistem air daerah sekitar: arah arus saluran di daerah sekitar polder;

muka air laut:

* muka air pasang (rata-rata dan tinggi) dan muka air laut rata-rata (MAR);

* gelombang laut, angin (arah, frekuensi terjadinya, kekuatan angin) dan kondisi

gelombang.

Karasteristik pasang surut

Karasteristik pasang surut ditampilkan pada Tabel 3.6 (Daftar Pasang Surut 2006, Dinas Hidro-

Oseanografi) yang menampilkan muka air maksimum dan minimum selama pasang purnama

dan juga muka air pada saat pasang perbani.

Tabel 3.6. Karakteristik pasang surut (Witteveen+Bos, 2008)

No. Kondisi pasang surut Singkatan Muka air(m+MAR)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Air surut paling rendah pasang purnama

Air surut rendah rata-rata pasang purnama

Air surut rendah paling rendah pasang

perbani

Muka air laut rata-rata (Mean sea level )

Air pasang paling tinggi

Air pasang tinggi rata-rata

Air pasang tertinggi pasang purnama

SRPA

RRPA

SRPI

MALR

APPT

PTRR

PTPA

-0.50

-0.37

-0.10

0.00

+0.10

+0.38

+0.50

Prediksi yang diterima umum untuk kenaikan muka air laut adalah 0.20 m dalam waktu 50

tahun, atau kenaikan 4 mm per tahun.

Kenaikan muka air laut

Disebabkan oleh pemanasan global, muka air laut akan meningkat. The Intergovernmental

Pannel on Climatic Change (IPCC) memproyeksikan kenaikan muka air laut global sebesar 0.19

m sampai dengan 0.58 m pada tahun 2100.

Gelombang laut

Suatu analisis gelombang laut sudah disarankan. Data untuk tekanan muka air laut ditentukan

25

Page 34: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

dari NCDC. Data tersebut diukur pada sebuah stasiun cuaca di daratan dan terdiri dari tekanan

rata-rata per hari yang diambil dengan periode waktu 6 tahun, dari 1994 sampai dengan 1999

dan ditampilkan pada Gambar 3.5. Gambar ini menunjukkan tekanan permukaan air laut yang

diukur di Semarang. Tekanan maksimum dan minimum masing-masing adalah 1.005 mBar dan

1.0017 mBar. Selisih antara tekanan muka air laut rata-rata yang diukur adalah 12 mBar.

Sebagai suatu pendekatan konservatif, selisih maksimum adalah 20 mBar. Perbedaan dalam

tekanan muka air laut sama dengan perbedaan dalam tekanan muka air laut, yaitu 0.20 m.

Gambar 3.5. Tekanan permukaan laut di stasiun cuaca Semarang (NCDC)

Kenaikan muka air akibat angin

Suatu analisis kenaikan muka air akibat angin sudah dilaksanakan. Karena kecepatan angin

yang berbeda, kenaikan muka air yang ditimbulkan angin juga bervariasi pada setiap

kemungkinan terjadinya. Pada tahap ini, kecepatan angin dibulatkan dengan tingkat kenaikan

muka air setiap 0.05 m dan menyajikan nilai-nilai yang direkomendasikan (nilai batas atas).

Lihat Tabel 3.7.

Table 3.7. Kenaikan muka air akibat angin untuk berbagai kemungkinan terjadinya

Kemungkin

an terjadi

(per tahun)

Kecepatan angin

(m/d)

Kecepatan angin

(m/d)

ARGOSS Kecenderungan

lebih ekstrim

ARGOSS Kecenderungan

lebih ekstrim

Direkomendasika

n

1/1 13.6 15 0.15 0.19 0.20

26

Page 35: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

1/10 15.3 17 0.19 0.24 0.25

1/100 16.8 20 0.23 0.33 0.35

1/1,000 18.1 22 0.27 0.40 0.40

Kenaikan muka air akibat angin (wind set up) untuk polder percontohan Semarang beradasarkan

data ARGOSS dan gelombang pasang berdasarkan data dari NCDC. Tabel 3.8 memperlihatkan

nilai-nilai yang direkomendasikan untuk kecepatan angin dan gelombang pasang untuk setiap

kemungkinan terjadinya. Kecepatan angin hanya akan terjadi ketika air terperangkap, sehingga

daerah tersebut akan menjadi:

tertutup;

relatif dangkal sehingga arus balik terbatas.

Tabel 3.8. Kenaikan muka air akibat angin berdasarkan data ARGOSS

Kemungkinan

terjadi

(per tahun)

Direkomendasikan

Kecepatan angin

(m)

Gelombang laut

(m)

1/1 0.20 0.20

1/10 0.25 0.20

1/100 0.35 0.20

1/1,000 0.40 0.20

Pada Gambar 3.6 ditarik dua opsi untuk suatu air dangkal teluk tertutup. Dalam hal ini

perhitungan kenaikan muka air akibat angin (wind set up) digunakan garis sambung

sebagai batas untuk domain tersebut; pada garis itu air akan lebih dalam, tetapi

jangkauannya lebih panjang (33 km), mengakibatkan kenaikan muka air akibat angin

yang juga lebih tinggi.

27

Page 36: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Gambar 3.6. Kemungkinan kondisi teluk yang tertutup dan panjang sumber angin

(Google Earth Pro)

Pembuangan Internal di dalam polder

Rumah tangga menghasilkan air limbah di dalam wilayah polder. Sumber dari air limbah ini

adalah berasal dari air tanah (yang disedot pada kedalaman yang dalam) atau dari air minum,

yang berasal dari luar polder. Suatu indikasi pembuangan ini adalah sebagai berikut:

jumlah penduduk dalam kawasan mencapai 84.000 jiwa;

penggunaan air per orang: 185 l/hari;

jumlah penggunaan air: 15.500 m3/hari, tersebar di seluruh areal polder;

air limbah dari industri menengah dan kecil: 2.600 m3/hari;

produksi air limbah adalah 18.000 m3/hari (= 0.2 m3/d).

Areal lahan

Tabel 3.9 menampilkan berbagai lahan di wilayah polder. Berdasarkan atas asumsi-asumsi

berikut ini, sebuah perbedaan dapat dibuat antara areal-areal aliran yang berbeda:

perumahan: 90% tertutup/, 10 % tidak tertutup/tidak tutup;

air: 100 % air terbuka;

lain-lain: 60 % tertutup, 40 % tidak tertutup.

Table 3.9. Tata guna lahan dalam ha (Witteveen+Bos, 2008)

Perumahan Air Lain lain Total

Kemijen 42 9 45 96

Rejomulyo 38 0 2 40

28

Page 37: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Mlatiharjo 46 2 7 55

Mlatibaru 35 2 3 40

Bugangan 34 2 10 46

Kebon Agung 34 0 3 37

Sarirejo 40 0 6 46

Rejosari 55 3 10 68

Karangturi 35 0 1 36

Karang Tempel 56 2 5 63

Total 415 20 92 527

Di Kemijen, sebagian besar daerah itu tidak disemen sampai saat ini. Pada waktu yang akan

datang, daerah ini akan dikembangkan menjadi terminal peti kemas dan fasilitas-fasilitas

pengangkutan lainnya. Asumsi juga dibuat untuk daerah ini bahwa 60 % akan disemen dan 40

% tidak akan disemen. Tabel 3.10 menampilkan luas area dengan kondisi permukaan yang

berbeda.

Tabel 3.10. Areal kedap, tidak kedap dan air terbuka dalam ha (Witteveen+Bos, 2008)

Keda

p

Tidak kedap Air terbuka Total

Kemijen 64 23 9 96

Rejomulyo 35 5 0 40

Mlatiharjo 46 7 2 55

Mlatibaru 33 5 2 40

Bugangan 37 7 2 46

Kebon Agung 32 5 0 37

Sarirejo 40 6 0 46

Rejosari 56 10 3 68

Karangturi 32 4 0 36

Karang Tempel 53 8 2 63

Total project area 428 79 20 527

3.6 Kondisi topografi kawasan

Pengumpulan data

29

Page 38: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Data topografi sudah dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai berikut:

data digital elevasi muka tanah dengan kisi-kisi 50 m untuk polder, diukur selama 3

tahun terakhir, dengan tanda alam yang baik (tidak ada penurunan permukaan dari tanda

alam atau patok tersebut);

data digital elevasi muka tanah dengan kisi-kisi 150 m di luar polder, dengan batas-batas

kawasan polder sebagai berikut:

* sisi timur: Banjir Kanal Timur;

* sisi utara: 300 m

* sisi barat: Jalan Empu Tantular, Jalan Merak, Kali Baru, Jalan Ki Mangunkarso,

Jalan Erlangga Timur;

* sisi selatan: Jalan Sriwijaya;

* beberapa file elektronik juga telah dikumpulkan dari Dinas PU Semarang (DPU,

2006). Peta elevasi permukaan yang ada sekarang (model digital elevasi muka

tanah) di Semarang dibuat pada tahun 2000 oleh Indra Karya sebagai konsultan

untuk Rencana Induk drainase Semarang. Model ini ditentukan oleh titik-titik

ketinggian dan garis-garis kontur ketinggian. Di kawasan polder percontohan,

titik-titik ketinggian ini sangat padat adanya.

Peta elevasi permukaan tanah di kawasan polder percontohan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Pada bagian utara kawasan (sebelah Utara Jl. Citarum) sebagian di bawah elevasi muka air laut

rata-rata (MALR). Elevasi permukaan tanah berada di antara 0.8 m-MAR dan +0.6 m+MAR. Di

bagian tengah (antara Jl. Kartini dan Jl. Citarum), elevasi permukaan tanah di atasMALR:

0.00+MAR sampai dengan +1.6m+MAR. Di sebelah selatan (sebelah Selatan Jl.Kartini) relatif

tinggi, 1.6 m sampai dengan +6.1 m+MAR.

Perlu diperhatikan bahwa ada kemungkinan data yang diperoleh sudah tidak tepat lagi karena

dua alasan, yaitu:

penurunan permukaan tanah (ambles);

permukiman di kawasan tersebut, yang digunakan untuk survei.

Karena itu, untuk mengecek apakah data tersebut di atas masih sahih atau tidak, perlu dilakukan

survei ulang.

30

Page 39: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Gambar 3.7. Kondisi topografi wilayah Banger (Witteveen+Bos, 2008)

3.7 Aspek Geo-teknik dan penurunan permukaan di kawasan Polder Percontohan Banger

Bagian sebelah utara Kota Semarang terdiri atas tanah datar alamiah, yang melebar dari barat

ke timur. Lebar di bagian barat adalah 4 km, 7 km di bagian tengah dan 12 km di bagian timur.

Sedangkan tanahnya terdiri atas endapan (deposit) tanah dan pasir (alluvial) yang terbawa dari

sungai-sungai dan anak-anak sungai. Tanah ini terdiri atas tanah liat, pasir, endapan lumpur

(silt) dan batu kerikil (gravel). Polder Banger adalah bagian dari kawasan alluvial. Bagian

tengah pusat Kota Semarang (di sebelah selatan Polder Banger) terdiri atas Formasi Damar.

Formasi ini terdiri dari batu endapan (sedimen), batu volkanik, batu aliran lava, batu intrusi dan

juga batu pyroclastik.

Data geo-hidrologi dan geo-teknik

tipe permukaan tanah dan lapisan tanah liat lebih dalam (Tabel 3.11);

tabel air tanah ari akifer dan air tanah phreatik (data selama 5 tahun terakhir);

penyedotan air tanah saat ini di Semarang;

data geo-teknik yang diperlukan untuk konstruksi tanggul.

Tabel 3.11 Lapisan tanah dan jenisnya (Witteveen+Bos, 2008)

31

Page 40: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Kedalaman

(m)

Nama Batas cair

(%)

Batas

plastis

(%)

Indeks

plastisitas

(%)

Kandungan air

alamiah

(%)

Rasio

rongga

dari sampai

0

25

>75

25

75

Tanah liat sangat

lunak

Tanah liat

berlempung sangat

kaku

Lempung berpasir

yang sangat kerast

80 -120

80 – 110

-

30 – 40

30 – 40

-

40 – 90

40 – 80

-

40 – 80

30 – 50

-

1 - 2

1 - 1.5

-

Profil tanah, stratifikasi tanah lapisan bawah dan parameter tanah dapat dilihat pada Tabel 3.12

di bawah ini.

Tabel 3.12. Profil tanah (Witteveen+Bos, 2008)

Kedalaman (m) Uraian

dari sampai

0

25

> 75

25

75

Tanah liat laut lembut, SPT blow counts bervariasi antara 3 – 10 blows/m.

Tanah liat setengah kaku s/d tanah liat kaku; SPT blow count kurang lebih

meningkat dengan kedalaman dari kira-kira 30 blows/ft s/d 80 blows/m

Endapan Lumpur keras berpasir /lapisan batu endapan lumpur

Geo-hidrologi Polder Banger

Hidrologi Polder Banger dapat lihat pada Gambar 3.8. Lapisan atas terdiri atas endapan

(deposit) tanah liat alluvial, pasir dan endapan lumpur. Ketebalan lapisan ini adalah 65 m. Muka

air tanah berkisar dari 2 m-permukaan di daerah sebelah utara sampai 4 m-permukaan di

sebelah selatan dari kawasan proyek.

32

Page 41: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Gambar 3.8. Geohidrologi Polder Banger (Witteveen+Bos, 2008)

Di bawah lapisan ini, terdapat dua akifer, yaitu:

akifer endapan Delta Garang. Ini adalah akifer bagian atas, yang terdiri atas batu

“breccia” volkanik, di kedalaman 65 m-permukaan. Ketebalannya 10 m. Kemampuan

mengalir akifer adalah 20 – 1000 m2/hari. Akifer ini biasa naik ke permukaan (artesian),

tetapi karena penyedotan air tanah, tekanan hidraulik tertarik lebih rendah sampai di

bawah tingkat permukaan air laut dan bahkan lebih rendah. Tekanan hidraulik turun

lebih rendah dari 5 m-permukaan pada tahun 1980 menjadi 17 s/d 25 m -permukaan.

akifer endapan Coast quaternary. Ini adalah akifer kedua, lebih rendah, dengan

kedalaman 85 m-permukaan. Ketebalannya 10 m dan kemampuan pengaliran

(transmissibility) adalah 100 – 500 m2/hari. Tekanan hidraulik adalah 13 s/d 25

m+permukaan.

Penyedotan air tanah

Penyedotan air tanah dimulai pada tahun 1842 di kawasan Fort Wilhelm I (sekarang dikenal

sebagai Pelabuhan Tanjung Mas). Pada tahun 2000 jumlah sumur dalam yang terdaftar ada

1029 unit dengan total volume 39 juta m3/tahun (Siswanto dan Susilo, 2000). Jumlah sumur

meningkat 14% per tahun, tetapi peningkatan volume air disedot meningkat hampir 34 %/tahun.

Penyedotan air tanah oleh sumur-sumur dalam di kawasan Semarang dapat dilihat pada Tabel

33

Page 42: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

3.13.

Sedangkan, lokasi sumur-sumur dalam diperlihatkan pada Gambar 3.9. Penyedotan air tanah

dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut (up coning) yang masuk pada kedalaman yang

lebih dalam. Penyedotan air tanah terjadi di kawasan industri, perkantoran dan perumahan.

Lapisan atas digunakan untuk air baku PDAM (persediaan air) dan juga digunakan untuk air

minum pribadi/swasta. Lapisan kedua, lapisan yang lebih dalam, digunakan untuk penyedotan

keperluan industri-industri. Karena laju penyedotan air tanah melebihi dari laju pengisian

kembali, tekanan hidraulik dari akifer menjadi lebih rendah.

Gambar 3.9. Lokasi sumur air tanahs

Tabel 3.13. Debit pengambilan air tanah dengan sumur dalam (Witteveen+Bos, 2008)

TAHUN JUMLAH

SUMUR

PENYEDOTAN AIR TANAH

M3/hari/sumur M3/hari M3/tahun

1900 16 73.1 1,170 427,050

1910 18 72.8 1,310 478,150

1920 18 77.8 1,400 511,000

1932 28 57.5 1,610 587,650

1982 127 295.0 37,460 13,672,900

1985 150 293.8 44,064 16,083,360

1990 260 236.8 61,570 22,473,050

1995 316 234.6 74,130 27,057,450

1996 659 122.3 80,594 29,416,810

1997 745 129.9 96,798 35,331,270

1998 776 127.6 98,998 36,134,270

34

Page 43: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

1999 1060 103.3 109,531 39,978,815

2000 1029 104.3 107,369 39,189,685

Konservasi air tanah

Siswanto dan Susilo (2000) membagi konservasi air tanah di Semarang berdasarkan atas kriteria

sebagai berikut:

total volume air yang disedot;

maksimum penurunan air tanah (Kedalaman dan laju penurunan);

degradasi maksimum kualitas air tanah;

dampak negatif terhadap lingkungan.

Berdasarkan atas kriteria di atas, kawasan Semarang dibagi menajdi 6 zona konservasi seperti

dalam Gambar 3.10 di bawah ini.

zone 1: zona kritis, yaitu zona yang terletak di pinggir pantai yang ditutupi oleh endapan

(deposit) alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik dengan ketinggian 20 m-

permukaan. Penurunan permukaan tanah juga terjadi di kawasan dengan cepat. Tingkat

permukaan air tanah di kawasan ini 22 – 30 m dan kedalaman akifer berkisar 30 – 150 m.

Penyedotan dari akifer terbatas pada 100 m3/hari. Polder Percontohan Banger terletak di

zona kritis ini;

zona 2: Zona berbahaya, yaitu zona yang berlokasi dekat kawasan pantai tertutup oleh

suspensi alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik dengan ketinggian 10 – 20 m-

permukaan. Zona ini merupakan daerah penyangga (buffer zone) bagi zona kritis.

Kedalaman akifer di kawasan ini berkisar 30 – 90 m-permukaan dan penyedotan air tanah

dari akifer terbatas pada 60 m3/hari;

zona 3: zona aman 1, yaitu zona yang berdekatan dengan pantai ditutupi oleh suspensi

alluvial dan lembah yang ditutupi oleh batu-batu volkanik dari formasi Damar, dengan

kontur piezometrik kurang dari 10 m-permukaan. Penyedotan air tanah untuk industri

masih diizinkan dengan syarat penyedotan berada pada akifer dengan kedalaman 30 m

dan maksimum penyedotan 150m3/hari;

zona 4: zona aman 2, yaitu zona yang terletak di kawasan perbukitan terdiri atas batu-

batu volkanik tua dari formasi Damar dengan suspensi “breccia” dari gunung Ungaran.

Muka air tanah berkisar antara 15 – 51 m-permukaan. Akifer produktif memiliki

kedalaman lebih dari 60 m. Penyedotan air tanah untuk industri masih diizinkan, jika

35

Page 44: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

disedot dari akifer yang memiliki kedalaman lebih dari 60 m dan dengan maksimum

penyedotan 200 m3/hari;

zona 5: zona aman 3 (V), yaitu zona yang berlokasi di lembah gunung Ungaran ditutupi

oleh batu-batu volkanik tua dan batu-batu volkanik muda yang dibentuk oleh gunung

Ungaran dari lava Andesit dan Bassalt, breccias dan lahar dingin. Muka air tanah

berkisar 1 s/d 27 meter dari permukaan. Kedalaman akifer adalah antara 20 – 80 m dari

permukaan. Zona ini berfungsi sebagai daerah pengisian kembali.

zona 6: zona aman 4 (VI), yaitu zona yang terletak di pusat kota dan di sebelah tenggara

Semarang, berlokasi di kawasan berbukit, ditutupi oleh batu-batu endapan (sedimen)

tersier, batu (tanah) liat, napal, batu pasir, batu konglomerat, breccias, dan batu kapur.

Air asin ditemukan di beberapa sumur di daerah ini.

Gambar 3.10. Zona konservasi air tanah

Penurunan permukaan tanah (ambles)

Seperti diketahui bahwa penurunan permukaan tanah terjadi di bagian utara Kota Semarang.

Beberapa penelitian sudah dilakukan pada waktu yang lalu. Banyak penelitian juga telah

dilakukan mengenai sistem air tanah, dengan tujuan yang berbeda tetapi penyedotan air tanah

yang berlebihan telah diidentifikasi sebagai penyebab utama dari penurunan permukaan tanah.

36

Page 45: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Pengumpulan data meliputi hal-hal berikut ini:

riset yang ada mengenai penurunan permukaan tanah (ambles);

elevasi permukaan air tanah selama 50 tahun terakhir (jika ada);

penyedotan air tanah selama 50 tahun terakhir.

Pedoman ini menggambarkan dan membandingkan hasil beberapa penelitian dan laporan-

laporan serta prediksi penurunan permukaan tanah pada waktu yang akan datang. Data dan peta

juga telah dikumpulkan dari sumber-sumber berikut ini:

pengukuran batas di atas permukaan laut (“benchmark”) oleh JICA, 1997 dan

pengukuran “benchmark” oleh Rencana Induk Drainase Perkotaan Semarang (Semarang

Urban Drainage Master Plan/SUDMP), 2000;

proyek Rencana Induk drainase perkotaan Semarang, Jilid 2, oleh PT. Indah Karya,

2000;

pengkajian Banjir dan sistem drainase dan efek penurunan air tanah Kota Semarang, oleh

PU, 2001;

pengukuran elevasi bollard-B dan bollar-T pada kawasan PT. Sriboga Ratu Raya

Pelabuhan Tanjung Mas dengan TTG-449 Srondol Semarang, oleh Politeknik Negeri

Semarang, 2005;

pemantauan Penurunan Permukaan Tanah di Semarang, Indonesia, oleh Muh. Aris

Marfai-Lorenz King, Journal of Environmental Geology, Springer Berlin/Heildelberg.

Tingkat penurunan permukan tanah berkisar antara 5 cm/tahun di kawasan bagian selatan

sampai dengan 9 cm in kawasan bagian Utara. Penurunan permukaan tanah tersebut sebagian

besar disebabkan oleh penyedotan air tanah.

Sebagai ringkasan, prediksi tingkat penurunan permukaan tanah di Banger diperlihatkan pada

Gambar 3.11 (Witteveen+Bos, 2008).

37

Page 46: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Gambar 3.11. Pra-kiraan penurunan permukaan tanah (ambles) di wilayah Banger

Penurunan permukaan tanah disebabkan menurunnya air tanah akan berlangsung terus jika

penyedotan di atas kapasitas pengisian kembali air tanah terus berlangsung. Karena itu harus

ada pengendalian dan pembatasan penyedotan air tanah untuk keperluan industri atau

permukiman, yang memerlukan perhatian penuh dari pemerintah.

3.8 Aspek-aspek lingkungan Polder Percontohan Banger

Pengumpulan data mengenai aspek-aspek lingkungan meliputi fasilitas-fasilitas sanitasi yang

ada saat ini dan sistem pengelolaan sampah.

sanitasi

* lokasi dan tipe sistem sanitasi (seperti: septik tank);

* jumlah pemakai per sistem sanitasi;

* pemeliharaan dan umur sistem sanitasi;

* tingkat kepuasan para pemakai.

wabah/penyakit yang berhubungan dengan sanitasi, sumber-sumbernya dan kualitas air

(nutrisi, logam berat).

38

Page 47: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Sampah padat

Sampah padat rumah tangga dikumpulkan dalam keranjang sampah di setiap rumah tangga.

Kemudian, petugas sampah akan mengambil sampah padat tersebut dan membawanya ke

tempat penimbunan sampah sementara (TPS). Di tempat ini, limbah padat tersebut akan dimuat

ke dalam truk-truk sampah dan dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Jatibarang di

kabupaten Mijen. Volume sampah padat tersebut diperkirakan mencapai 175 m3/hari. Proyek ini

menunjukkan bahwa warga menyadari masalah-masalah yang berkaitan dengan sampah padat

(berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan) dan ingin memberikan kontribusi atau membayar

iuran untuk sistem pengelolaan sampah padat tersebut.

Intrusi air laut

Intrusi air laut yang disebabkan oleh eksploitasi akifer yang berlebihan. Air tawar yang

terkontaminasi dengan 5% air laut tidak lagi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan umum seperti

air minum, pertanian dan peternakan. Gambar 3.12 diperlihatkan kerucut di mana zona

percampuran antara air tawar dan air tanah asin, tanpa adanya peyedotan air tanah.

Gambar 3.12. Zona percampuran air tanah asin tanpa penyedotan air tanah

Sedangkan, naiknya permukaan air tanah asin, disebabkan oleh adanya penyedotan air tanah

diperlihatkan dalam Gambar 3.13. Dalam Gambar 3.13 tersebut diperlihatkan kerucut di mana

39

Page 48: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

kenaikan air asin berada dan juga kerucut di mana terjadinya penurunan tekanan.

Gambar 3.13.Percampuran air tanah asin akibat adanya penyedotan air tanah

Ekologi

Untuk meningkatkan kualitas air dan alasan-alasan estetik (sosial), sangat mungkin membuat

suatu sungai lebih ekologis, dengan zona hijau sepanjang sungai yang ditumbuhi oleh tanaman-

tanaman (air) dan pepohonan, atau mungkin dibuatkan sebuah taman rekreasi. Zona hijau ini

juga dapat berfungsi sebagai retensi atau dengan sistem zonasi. Selama dengar pendapat

dengan warga, beberapa warga mengisyaratkan keinginan mereka untuk memiliki sebuah

daerah aliran sungai yang lebih hijau. Namun demikian, risiko yang perlu dipertimbangkan

adalah profil ekologi sungai yang hijau tersebut mungkin akan digunakan untuk permukiman

pada waktu yang akan datang atau bahkan sebagai lokasi tempat pembuangan sampah.

Tambak ikan

Memancing dan menjual ikan bandeng merupakan sumber penting pendapatn para nelayan.

Habitat ikan bandeng adalah air yang payau. Dalam konsep polder, air yang payau akan

berubah menjadi air tawar. Akibatnya adalah, populasi ikan bandeng akan menyusut atau

bahkan akan menyebakan species ikan ini akan punah. Karena itu, dalam desain konseptual,

akan dilakukan penilaian antara:

mengubah menjadi memancing dan menjual ikan air tawar; atau

memasukan air laut ke dalam kolam-kolam ikan.

40

Page 49: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir di Polder Percontohan Banger

Untuk mencegah agar ganggang tidak tumbuh terlalu banyak, sistem pengelolaan air tambak

harus memiliki kemampuan membersihkan, dan ini harus dilaksanakan secara cermat.

3.9 Aspek Kebijakan dan Sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger

Data mengenai sosial dan ekonomi meliputi data sebagai berikut:

data sosio-demografik (antara lain, pendapatan, profesi, situasi perumahan, alat

transportasi, kebiasaan sosial, perilaku dan lain-lain);

per daerah/kabupaten/rukun warga: daftar pemangku kepentingan yang relevan,

pemimpin lokal, wakil masyarakat setempat, dan lain-lain);

ikatan sosial di dalam kawasan polder dan keinginan untuk membayar iuran;

masalah-masalah sosial yang ada berkaitan dengan banjir;

warga:

* penghasilan rata-rata per kepala keluarga per komunitas;

* nilai aset;

* kemampuan membayar iuran per komunitas.

industri-industri:

* manfaat;

* jumlah karyawan

* nilai aset dan kemampuan membayar iuran.

usaha kecil:

* keuntungan;

* jumlah karyawan;

* nilai asset dan kemampuan membayar iuran.

air: pentingnya air untuk meningkatkan pendapatan (seperti: tambak ikan, kebun-kebun

sayuran, dan lain-lain).

41

Page 50: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger

4.1 Tahap realisasi

4.1.1 Prakarsa pembentukan Badan Polder

Untuk memprakarsai pengelolaan Polder Percontohan Banger, sebuah organisasi sementara

yang disebut “Badan Polder Sementara” (BPS) sudah dibentuk, yang terdiri dari warga dengan

latar belakang berbeda. BPS melakukan pertemuan secara teratur dengan pemerintah kota

Semarang, BAPPEDA dan dengar pendapat umum dengan pihak terkait dan pemangku

kepentingan dalam wilayah pengembangan Polder Banger.

Badan Polder Sementara Banger sudah dikembangkan dari Sistem sub Banger Utara dan Sistem

sub Banger Selatan. Suatu Sistem sub adalah sebuah organisasi yang menangani pengelolaan

sumber daya air polder di kota Semarang yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Wali

Kota Semarang. Sebuah sistem sub yang dibentuk atas dasar wilayah aliran sungai memiliki

tugas utama untuk membantu Pemerintah Kota melalui Dinas PU mengumpulkan data

mengenai situasi sungai di Semarang.

Sekalipun tugas mereka secara administratif terbatas (tanpa ada wewenang melakukan

eksekusi), sistem sub tersebut sudah secara resmi diakui oleh Pemerintah Kota. Diharapkan

bahwa awal dari Badan Polder Banger dengan dirintisnya pengembangan Sub-Sistem seperti ini

akan membawa beberapa manfaat, seperti:

Badan Polder dirintis oleh orang-oarang yang telah secara jelas memiliki perduli terhadap

pengelolaan sumber daya air, dalam hal ini berupa anggota dari Sistem sub Banger Utara

dan Banger Selatan;

lebih muda untuk mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Kota.

4.1.2 Pembentukan Badan Polder

Salah satu hal yang paling sulit dalam komponen kelembagaan Badan Polder Banger adalah

bagaimana mendefinisikan tugas dan wewenang Badan Polder yang akan datang. Pada

dasarnya, hampir semua fungsi dan wewenang dalam operasi dan pemeliharaan komponen-

komponen polder seperti tanggul, kolam retensi, saluran, pompa dan lain-lain, telah dimiliki dan

didistribusikan di berbagai lembaga pemerintah yang berbeda, seperti Pemerintah kota, Dinas

42

Page 51: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger

Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA), Balai Wilayah Sungai dan lain-lain. Dalam

membentuk sebuah organisasi seperti Badan Polder pada prinsipnya harus bersifat saling

melengkapi dari pada mengambil alih fungsi-fungsi yang sudah diatur saat ini. Harus

dipertimbangkan kemungkinan untuk mendelegasikan beberapa tugas yang ada kepada Badan

Polder. Karena itu, kesepakatan atas berbagi peran antara pemerintah terkait dan warga polder

merupakan landasan dasar dalam pembentukan suatu Badan Polder.

Buat sementara, ketika pedoman ini sedang dalam tahap penyelesaian, inventarisasi wewenang

dan tugas operasional dan pemeliharaan komponen polder sedang dirumuskan dalam proyek

Banger. Diharapkan Badan Polder Banger yang akan datang akan dibentuk paling tidak

berdasarkan atas Surat Keputusan Walikota Semarang.

4.2 Tahap pengelolaan

4.2.1 Organisasi pengelolaan air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Tujuan organisasi polder dan pemerintah kota adalah untuk mengoperasikan dan memelihara

seluruh pra-sarana Polder Banger, sehingga fungsi sistem pengelolaan tata air dapat

dioperasikan dan dipelihara secara pantas dan tepat. Pengelolaan dan pemeliharaan polder

meliputi hal-hal berikut ini:

operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air;

pengelolaan urusan-urusan kelembagaan/administrasi, pendanaan dan keuangan yang

berkaitan dengan aktivitas polder, sebagaimana secara umum dibutuhkan. Organisasi

polder harus bertindak dan memiliki kapasitas sebagai suatu organisasi yang profesional.

pengelolaan sampah padat.

Harus ada pembagian tanggung jawab dan tugas-tugas yang jelas antara organisasi polder

mengenai operasional dan pemeliharaan dari sistem.

Badan Polder Sementara

Buat sementara, dalam lingkup pekerjaan komponen kelembagaan, sudah dibentuk Badan

Polder Sementara (BPS) yang telah mulai aktif bekerja di bawah organisasi-organisasi yang

dibentuk berbasis komonitas: Sistem sub Utara dan Sistem sub Selatan, yang terdiri atas

beberapa kelurahan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.1.

43

Page 52: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Tabel 4.1. Keanggotaan Kelurahan di Sistemsub Utara dan Selatan

SISTEM SUB UTARA SISTEM SUB SELATAN

Kemijen

Rejomulyo

Tanjung Mas

Mlatiharjo

Mlatibaru

Bugangan

Kebon Agung

Sarirejo

Rejosari

Karangturi

Karang Tempel

Saat ini, yang paling aktif adalah Sistem sub Utara karena banjir yang disebabkan air pasang

(rob) dan juga banjir selama musim hujan sangat mempengaruhi keadaan lingkungan kehidupan

mereka. Secara keseluruhan, Sistem sub Selatan hanya akan terpengaruh pada waktu curah

hujan ekstrim dan/atau pada musim hujan panjang.

Penduduk

Jumlah rumah tangga penduduk dan kepadatan penduduk per kelurahan di Kecamatan

Semarang Timur dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan untuk referensi, data dari Kelurahan Tanjung

Mas di Kecamatan Semarang Utara juga disajikan.

Table 4.2 Jumlah penduduk Kecamatan Semarang Timur (Bappeda, 2005)

Kelurahan Jumlah

rumah tangga

Jumlah

penduduk

Total luas

wilayah

(km2)

Kepadatan

penduduk

(orang/km2)

Kemijen

Rejomulyo

Mlatiharjo

Mlatibaru

Bugangan

Kebon Agung

Sarirejo

Rejosari

Karangturi

Karangtempel

3,382

1,003

1,548

2,087

2,342

1,224

2,603

4,659

904

1,408

13,362

4,357

6,061

9,447

9,354

4,821

10,228

17,758

3,642

4,633

0.96

0.40

0.55

0.40

0.46

0.37

0.46

0.68

0.36

0.63

13,919

10,893

11,020

23,618

20,335

13,030

22,235

26,115

10,117

7,354

Total 21,160 83,663 5.27 15,875Kecamatan Semarang Utara

Kelurahan

Tanjung Mas

RW (16) and RT (125)

6,178 29,343 3,33 8,812

44

Page 53: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger

4.2.2 Tugas dan tanggung jawab Badan Polder Banger dan Pemerintah Kota.

Sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu, dua organisasi berbeda akan terlibat, yaitu

Badan Polder dan Pemerintah Kota. Pada saat ini belum jelas siapa yang akan bertanggung

jawab dan akan melaksanakan tugas-tugas yang berbeda dalam pemeliharaan polder Banger.

Tugas-tugas Badan Polder meliputi hal hal sebagai berikut:

merumuskan kebijakan umum;

mengawasi seluruh kegiatan terkait di dalam polder;

memilih ketua dan staf pelaksana Badan Polder;

merumuskan dan mensyahkan semua peraturan berkaitan dengan Badan Polder;

melaksanakan pencegahan dan pengendalian banjir: perlindungan terhadap banjir dari

laut, sungai dan daerah sekitar polder (pengelolaan tanggul);

melakukan pengelolaan kualitas air: mengelola kuantitas air dan memastikan bahwa air

dipertahankan pada elevasi yang benar, termasuk drainase, pembersihan dan irigasi (jika

ada) pengaturan muka air air (mengoperasikan pompa-pompa, pengerukan);

melaksanakan pengelolaan kualitas air dengan mulai membentuk pengelolaan sampah

padat (bekerjasama dengan Pemerintah Kota) dan membersihkan sistem pengelolaan tata

air dari sampah sampah (dan harus disebutkan bahwa sanitasi adalah langkah yang akan

diambil berikut ini).

4.2.3 Stimulasi Keterlibatan pemangku kepentingan

Program stimulasi dalam Polder Percontohan Banger sementara ini adalah dalam kaitannya

dengan pemerosesan pengelolaan sampah padat dan daur ulang di kawasan polder. Semua

peralatan mesin sudah dibeli dan koordinasi dengan pemerintah kota Semarang masih harus

dilakukan untuk menemukan suatu lokasi yang tepat untuk kegiatan-kegiatan stimulasi tersebut.

4.2.4 Organisasi dan mekanisme kerja

45

Page 54: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Organisasi struktur Badan Polder harus memiliki hubungan dengan Pemerintah Kota Semarang

dan juga dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1 di

bawah ini.

Gambar 4.1. Struktur Administrasi Badan Polder

Sedangkan organisasi Badan Polder diperlihatkan pada Gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2 Organisasi Badan Polder

4.2.5 Pengembangan Sumber daya manusia pada Badan Polder Banger

Analisis kapasitas organisasi pengelolaan polder dapat dilakukan dengan menerapkan 3

pendekatan sebagai berikut:

klasik;

kompetensi keuangan;

Pemerintah Pusat

Pemerintah Propinsi

Pemerintah Kota

SK Walikota

Badan Polder

46

Ketua

Administrasi dan Keuangan

UrusanTeknik Urusan Umum

Badan Polder

Page 55: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger

kinerja.

Untuk meningkatkan dan memelihara keterampilan teknik dan non-teknik Badan Polder,

dengan melaksanakan program-program pelatihan untuk staf Badan Polder.

47

Page 56: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

5 Aspek social dan pengembangan sumber daya manusia

5.1 Tahap realisasi

5.1.1 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam polder percontohan Banger

Komunikasi dengan pemegang kepentingan akan dilakukan dengan melakukan dengar pendapat

publik; melalui pertemuan-pertemuan rutin dengan Dewan Polder dan seluruh pihak terkait.

Komunikasi sangat dibutuhkan, terutama untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan

operasi dan pemeliharaan Polder Percontohan Banger.

5.1.2 Komitmen dan partisipasi pemangku kepentingan

Komitmen dan partisipasi para pemangku kepentingan direfleksikan dengan berpartisipasi

dalam sistem iuran, yang berhubungan dengan operasi dan pemeliharaan sistem polder

perkotaan dan secara aktif berpartisipasi dalam dengar pendapat umum dan dalam pertemuan

rutin dengan Badan Polder.

5.2 Tahap pengelolaan

5.2.1 Pengaturan

Badan Polder harus mengetahui pentingnya pengelolaan dan pengaturan korporasi yang baik.

Hal ini karena dengan melaksanakan sistem ”good governance” akan meningkat pelayanan

dan memastikan pengembangan berkelanjutan polder. “Good governace” juga akan

meningkatkan kepercayaan diri di antara para pemangku kepentingan. Badan Polder harus

selalu mendukung dan setia kepada prinsip-prinsip korporasi yang baik dan terpercaya serta

secara ketat mematuhi hukum dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan operasi dan

pemeliharaan polder. Di samping itu, Badan Polder harus menciptakan dan memelihara

kesadaran perlunya praktik baik dan terpercaya dalam etika berbisnis berkaitan dengan

pengelolaan dan staf Badan Polder pada semua tingkat.

5.2.2 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger

Masyarakat yang ada di kawasan Banger telah diperkenalkan kepada sistem polder melalui

48

Page 57: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

program-program dan/atau proyek-proyek terdahulu. Namun demikian, beberapa pihak belum

mendengar hal itu sama sekali; yang lain sudah pernah mendengar dan mengetahui bahwa

sistem polder dapat membantu dalam pengendalian banjir. Masyarakat lainnya bahkan telah

mengetahui semuanya tentang sistem tata air polder. Sebagai contoh, sebuah kolam retensi di

dekat stasiun kereta api di Kota Semarang disebut “Polder Tawang”. Sebutan nama ini sangat

mungkin diperoleh dari nama Belanda. Sekalipun semua masyarakat mengetahui tentang kolam

ini dan selalu merujuk kepada kolam tersebut ketika mereka membicarakan tentang polder.

Sayang sekali nama kolam itu sendiri menimbulkan suatu kesalah pahaman dan salah

interpretasi tentang konsep polder itu sendiri. Bagi banyak orang polder berarti sebuah kolam

dan seharusnya adalah suatu kawasan yang rendah dan terlindungi dari banjir dengan adanya

sistem tanggul, saluran dan sistem pembuang serta kolam-kolom retensi. Namun demikian,

masyarakat ada yang menyebutkan tanggul dan kapsitas pembuang yang besar seperti pompa

dan pintu air sebagai solusi teknik terhadap masalah-masalah banjir.

Jelas perlu diciptakan kesadaran lebih tinggi mengenai topik ini, terutama untuk meyakinkan

semua lapisan masyarakat untuk memahami dan mengetahui perubahan-perubahan yang akan

terjadi jika tinggal di dalam kawasan polder. Di samping itu, masyarakat akan tahu manfaat-

manfaat suatu polder dalam konteks banjir dan mengetahui pentingnya kontribusi atau iuran

berkaitan dengan operasi dan pemeliharaan yang diperlukan untuk menjaga supaya sistem

polder tersebut berfungsi dengan baik.

5.2.3 Partisipasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger

Penduduk Kecamatan Semarang Timur dan Kelurahan Tanjung Mas, yang masing-masing

berjumlah 84.000 dan 6.000 jiwa merupakan pemangku kepentingan utama untuk

merealisasikan, mengoperasikan dan memelihara Polder Percontohan Banger. Para pemimpin

setempat, perwalian lokal, pemimpin masyarakat dan para pemimpin dan angggota Sistem sub

Utara dan Selatan dari Badan Polder Sementara (BPS) akan memainkan peran utama sebagai

aktor yang memiliki dampak positif atau negatif terhadap pelaksanaan proyek polder

percontohan di kawasan Banger.

Di samping warga yang tinggal di kawasan polder, pemangku kepenting penting lainnya adalah

sebagai berikut:

pemertintah setempat: Pemerintah Kota Semarang (Dinas PU dan BAPPEDA);

Bina Marga (Jalan Tol);

49

Page 58: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

PT. Kereta Api Indonesia PT KAI (Perusahaan Kereta Api);

PT. Pertamina;

Rumah Sakit Panti Wilasa;

Usaha kecil sampai dengan menegah dan toko-toko.

Di kawasan Banger, jelas bahwa warga dan komunitas harus mengatasi masalah banjir,

terutama di sebelah bagian utara (Kelurahn Kemijen dan Rejomulyo). Periode air pasang

merupakan gangguan sehari-hari terhadap penduduk yang tinggal di bagian utara Banger.

Ketinggian genangan air naik hingga batas lutut, merupakan fenomena umum dalam kehidupan

masyarakat. Karena itu lantai rumah mereka sering harus dibangun lebih tinggi, jika mereka

mampu secara finansial. Mampu tidak mampu, akhirnya mereka harus mengatasi intrusi air

semampu yang dapat mereka lakukan.

Bagi masyarakat, kelihatannya banjir, dianggap bukan suatu masalah lagi. Mereka melihat hal

itu sebagai bagian dari kehidupan. Pada hal dengan adanya perubahan teknis dan kelembagaan

dalam pengelolaan air dan juga pada orang secara individual dan perilaku masyarakat, mereka

dapat hidup tanpa harus mengalami gangguan banjir setiap harinya. Di pihak lain, banjir-banjir

besar yang lebih ekstrim, yang tidak terjadi setiap hari, akan menyebabkan lebih banyak

kerusakan dan dianggap sebagai masalah aktual oleh warga. Pada masa yang akan datang,

Sistem sub Utara akan sangat aktif mencoba memberikan kontribusi mengurangi kerusakan

serius yang disebabkan banjir ekstrim tersebut. Di kawasan sebelah selatan, masalah yang

disebabkan banjir tidak begitu besar karena daerah itu terletak di ketinggian sedikit lebih tinggi

dan pengaruh air pasang. Secara umum, penduduk di kawasan selatan ini memiliki taraf hidup

yang lebih tinggi dan hampir semua lantai rumah penduduk dibangun di atas fondasi yang lebih

tinggi.

Dengar pendapat dengan warga

Pada saat dengar pendapat dengan warga, para warga diminta menuliskan masalah-masalah

utama di lingkungan RW/RW mereka. Hampir semua penduduk menyadari bahwa banjir

disebabkan oleh air laut pasang atau hujan deras. Mereka juga menyadari bahwa pintu-pintu air

yang ada di saluran sekunder dan tersier tidak berfungsi dengan baik karena muka air di Kali

Banger adalah tinggi. Di samping itu, mereka juga mengungkapkan bahwa penyebab lain adalah

pendangkalan kali karena besarnya kuantitas sedimen atau lumpur yang masuk ke sungai dan

saluran. Di samping itu, sistem pintu air tidak berfungsi karena banyak sampah di saluran

50

Page 59: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

saluran dan di selokan-selokan yang ada. Sedangkan, masalah lain yang disebut warga adalah

pembangunan rumah-rumah semi permanen dan rumah-rumah yang terbuat dari bambu atau

kayu secara liar di dekat atau di sepanjang pinggir Kali Banger. Gambar 5.1 memperlihatkan

sebuah pertemuan dengar pendapat dengan penduduk, yang dilaksanakan selama tahap

pelaksanaan proyek.

Gambar 5.1. Dengar pendapat umum

Kesadaran dan perilaku terhadap sampah

Pada umumnya, masyarakat memiliki tingkat kesadaran tertentu mengenai banjir dan

pengumpulan sampah. Namun demikian, kelihatannya masyarakat tidak begitu terganggu oleh

masalah ini sepanjang hal itu tidak mempengaruhi secara langsung kehidupan mereka, seperti

situasi di dalam rumah mereka sendiri. Sampah-sampah yang berserakan di sekitar rumah

mereka, atau bahkan ada sampah di selokal-selokan kecil, di sekitar WC umum atau di gang-

gang, kelihatannya tidak menjadikan masalah bagi warga.

Pada beberapa waktu yang lalu, sudah pernah ada usaha untuk membentuk suatu sistem

pengelolaan sampah. Sampah dikumpulkan dari setiap rumah tangga dan kemudian dibawa oleh

warga ke lokasi pembuangan sampah sementara. Warga membayar sejumlah iuran untuk

pengumpulan sampah di rumah-rumah mereka (sebesar Rp. 2000.- atau €0.20 per rumah

tangga/bulan). Sayangnya Pemerintah setempat tidak mengangkut sampah-sampah yang sudah

dikumpulkan di tempat pembuangan sampah sementara tersebut dan karena itu proyek tersebut

akhirnya gagal. Namun demikian, proyek seperti itu menunjukkan bahwa sebagian dari warga

menyadari pentingnya suatu sistem pengumpulan sampah yang baik. Di samping itu,

51

Page 60: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

masyarakat juga memiliki keinginan menyesuaikan prilaku mereka sebagaimana mestinya serta

ingin menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka untuk mendukung program-program

masyarakat dan pengumpulan sampah yang dikelola oleh Pemerintah setempat.

Dari dengar pendapat dengan warga, mereka mengungkapkan bahwa sampah dan

endapan/sedimen di kanal-kanal dan selokan juga menyebabkan dan bahkan memperburuk

pengaruh dari banjir. Mereka juga menunjukkan (dengan menanyakan apa yang mereka dapat

lakukan sendiri untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh banjir) bahwa mereka dapat

membersihkan kanal-kanal dan selokan-selokan guna meningkatkan sistem pengelolaan tata air.

Sebagai contoh, sampah-sampah, yang menumpuk di dekat stasiun pompa, juga harus dibuang

(lihat Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Tumpukan sampah di sekitar stasiun pompa

Sanitasi dan kondisi kesehatan masyarakat

Di bagian utara kawasan Banger, sebagian besar warga berpendapatan rendah. Mereka

menggunakan toilet-toilet umum dan peturasan peturasan tanpa septik tank atau di atas Kali

Banger. Pada waktu yang akan datang, membuat dan menggunakan peturasan lansung ke sungai

seperti itu harus dihindari (lihat Gambar 5.3). Selama banjir, sering terjadi septik tank tidak

dapat lagi berfungsi dengan baik dan bahkan meluap kepenuhan karena pemeliharaannya buruk

atau tidak ada pemeliharaan sama sekali. Di bagian selatan, terutama di Kelurahan Kemijen,

penduduk sering menderita penyakit kulit disebabkan oleh banjir dan buruknya kondisi kualitas

air. Salah satu sebab buruknya kulitas air tersebut adalah disebabkan oleh sampah dan

pembuangan limbah air dari rumah tangga dan peturasan peturasan langsung ke badan Kali

52

Page 61: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

Banger. Diare merupakan penyakit umum yang sering diderita masyarakat di daerah ini.

Namun, sedikit sekali informasi statistik mengenai jumlah warga yang menderita penyakit kulit

atau diare atau penyakit yang berhubungan dengan kualitas air. Hal ini karena penduduk

biasanya tidak melaporkan kasus-kasus penyakit seperti itu ke Puskesmas setempat. Sebagian

besar penduduk telah hidup, tumbuh dan terbiasa dengan masalah-masalah kesehatan

masyarakat seperti itu. Mereka juga telah belajar mencoba hidup dengan masalah seperti itu

secara apa adanya.

Gambar 5.3. Peturasan di atas Kali Banger

Warga yang tinggal di bagian selatan kawasan Banger tergolong berpendapatan menengah

sampai tinggi. Hampir semua rumah tangga memiliki septik tank, sekalipun kurang jelas berapa

sering peturasan peturasan tersebut dipelihara dan kualitas limbah air apa yang mereka buang

langsung ke Kali Banger. Sebagian besar warga memiliki rumah dengan kualitas memadai,

yang dibangun pada ketinggian lebih tinggi, sehingga kebanjiran hanya merupakan masalah

saat curah hujan ekstrim tinggi. Mereka hanya merasa kurang nyaman selama muka air tinggi,

tetapi hal itu tidak menimbulkan masalah langsung terhadap kesehatan dan sanitasi yang

diperburuk oleh kebanjiran.

5.2.4 Pengembangan sumber daya manusia

Tingkat pendidikan warga di kawasan proyek bervariasi. Sebagian besar dari mereka lulusan

SD, SMP dan SMA atau sederajat. Hanya 8% dari mereka lulusan dari akademi atau perguruan

tinggi. Gambaran mengenai pendidikan penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.

53

Page 62: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Tabel 5.1. Tingkat pendidikan di Kecamatan Semarang Timur (Bappeda, 2005)

Jenis sekolah Jumlah penduduk

Tidak ada pendidikan formal

Tidak tamat SD

Tidak tamat SMP

Tamat SD sederajat

Tamat SMP sederajat

Tamat SMA sederajat

Lulusan Akademi/Diploma

Lulusan Perguruan Tinggi/Universitas

4.178

4.314

13.939

14.767

12.351

11.372

2.863

2.958

Total 66.742

(dari total penduduk: 83.663)

5.2.5 Penilaian dampak sosial

Dampak sosial sudah diidentifikasikan oleh pemangku kepentingan primer dan sekunder. Ada

dampak langsung dan juga ada dampak tidak langsung.

dampak positif

* dampak langsung

Ada 5 dampak positif langsung yang sudah diidentifikasi untuk proyek Polder

Banger. Ringkasan dampak positif langsung dan pemangku kepentingan utama

yang dipengaruhi proyek dapat dilihat pada Tabel 5.2.

+ penduduk dan kawasan Banger bebas dari banjir dan genangan air

Dampak positif utama dari proyek Polder Banger adalah penduduk dan

kawasan Banger akan bebas dari banjir. Banjir yang terjadi sehari-hari sangat

mengganggu kehidupan masyarakat, karena rumah-rumah penduduk

tergenang air. Karena itu dibutuhkan renovasi dan perbaikan; elevasi lantai

harus ditinggikan dan berbagai jenis penyakit dapat tersebar melalui air.

+ peningkatan keterlibatan Pemerintah Setempat

Proyek Polder Banger akan meningkatkan keterlibatan pemerintah setempat

karena mereka adalah pemilik utama proyek dan secara kelembagaan terlibat

melalui perwakilan mereka dalam Badan Polder (BP). Dalam hal ini,

pemerintah setempat diwakili oleh Pemerintah Kota Semarang (Bappeda dan

Dinas PU).

+ peningkatan keterlibatan masyarakat

Proyek Polder Banger akan meningkatkan keterlibatan masyarakat melalui

54

Page 63: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

perwakilan mereka dan keterlibatan secara aktif dalam kepengurusan Badan

Polder (BP). Semua Kelurahan di kawasan Banger terwakili dalam BP.

+ peningkatan kesadaran umum

Kesadaran umum akan meningkat, terutama mengenai banjir dan genangan

air dan serta bagaiman mengatasinya. Hampir semua kesadaran umum ini

akan ditumbuh-kembangkan melalui BP.

+ peningkatan kesadaran pemerinath setempat

Kesadaran pemerintah setempat mengenai banjir dan pengelolaan genangan

air akan meningkat karena pembentukan Badan Polder (BP) akan

memberikan cukup informasi tentang banjir dan genangan air kepada

pemerintah setempat melalui perwakilan mereka yang duduk dalam

kepengurusan BP.

Table 5.2. Dampak positif langsung pengembangan Polder Banger

DAMPAK LANGSUNG PEMANGKU KEPENTINGAN UTAMA YANG

TERKENA DAMPAK

1. Penduduk dan kawasan Banger akan bebas dari banjir dan genangan air

- Warga Banger Utara - Pemerintah Kota Semarang - Perusahaan milik pemerintah

- Perusahaan milik swasta - Hotel dan restoran

- Rumah sakit dan klinik (Puskesmas) - Warga Banger Selatan

2. Peningkatan keterlibatan Pemerintah Setempat

Pemerintah Kota Semarang (melalui BP)

3. Peningkatan keterlibatan masyarakat - Warga Banger Utara - Warga Banger Selatan (melalui BP)

4. Peningkatan kesadaran umum - Warga Banger Utara - Warga Banger Selatan

5. Peningkatan kesadaran Pemerintah Setempat 6.

Pemerintah Kota Semarang

dampak tidak langsung yang positif

Tujuh dampak positif tidak langsung sudah teridentifikasikan untuk proyek polder

Banger ini. Ringkasan dampak positif ini dan pemangku kepentingan utama berkaitan

dengan dampak positif ini disajikan di dam Tabel 5.3.

peningkatan nilai lahan dan aset

Lahan yang bebas dari banjir dan penggenangan akan bernilai lebih tinggi dari pada

lahan yang ,mengalami masalah penggenangan dan banjir setiap harinya.

perbaikan kondisi kesehatan masyarakat

55

Page 64: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Kondisi kesehatan masyarakat akan semakin baik karena banjir tidak akan terjadi

lagi di wilayah Banger. Banjir dan penggenangan akan menyebabkan penyebaran

berbagai penyakit seperti diare dan penyakit kulit lainnya. Lebih jauh lagi, kondisi

di dalam rumah rumah menjadi tidak terlalu lembab lagi dan lebih sehat, semenjak

muka air tanah dikendalikan di bawah permukaan tanah.

perbaikan kualitas dan keberlanjutan dari rumah rumah

Kualitas dan keberlanjutan dari rumah rumah akan meningkat dengan tidak adanya

lagi banjir atau banjir yang sangat terbatas (perioda ulang 10.000 tahun) dan

penggenangan (perioda ulang 10 tahun). Banjir mengurangi kualitas dan

keberlanjutan dan juga berpengaruh terhadap umur dari pra-sarana termasuk rumah

rumah karena terjadinya pelapukan kayu, cat yang rusak dan juga kerusakan pada

fundasi rumah Pemeliharaan dan rehabilitasi dari rumah rumah akan berkurang dan

umur bangunan rumah akan mencapai seperti yang didesain.

peningkatan kualitas dan umur jalan jalan

Kualitas dan umur dari jalan jalan akan meningkat sebagai hasil dari tidak terjadi

banjir lagi. Banjir merusak jalan jalan dan mengurangi umur teknik nya. Kondisi

jalan yang tidak baik akan meningkatkan biaya transportasi. Lebih jauh lagi,

pemeliharaan dan rehabilitasi jalan jalan akan berkurang dan umur teknis jalan jalan

akan sesuai dengan yang didesain.

pengurangan pengeluaran dan peningkatan pendapatan

Rumah tangga akan mengalami pengurangan pengeluaran dan sebaliknya

pendapatan akan meningkat karena tidak adanya pengeluaran sebagai berikut:

kerusakan aset (perlengkapan rumah tangga, kendaraan, peralatan audio , dan

lain lain);

kerusakan pada rumah;

biaya untuk melindungi rumah rumah (peninggian lantai);

kerusakan pada jalan jalan;

sedikit kerugian kurangnya pendapatan karena penyakit (hari hari tidak

dapat bekerja);

obat obat dan masalah kesehatan.

peningkatan kesempatan kerja setempat dan kesempatan berusaha

Kesempatan kerja setempat dan kemungkinan berusaha akan meningkat karena

berkurangnya banjir dan penggenangan. Apabila wilayah Banger tidak mengalami

banjir yang berkepanjangan lagi, kegiatan ekonomi akan berjalan dengan baik tanpa

kendala. Penempatan kembali toko toko dan pasar tidak diperlukan lagi.

56

Page 65: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

Karena keuntungan ekonomi dari proyek polder Banger ini (Bab 7), kebutuhan

warga akan meningkat (antara lain restoran dan toko toko, dan lain lain). Kondisi

ini akan menciptakan kesempatan baru bagi warga , yang akan memberikan efek

positif terhadap ekonomi dan lapangan pekerjaan.

perbaikan kualitas air Kali Banger

Diperkirakan kualitas air Kali Banger akan semakin menurun, meskipun sistem

penggelontoran akan diimplementasikan.

Perbaikan kualitas air Kali Banger hanya akan tercapai apabila perbaikan sanitasi

dan pengelolaan sampah padat di dalam polder. Perbaikan sanitasi dapat

menghindari pembuangan air limbah yang belum diolah ke Kali Banger. Dampak

ini merupakan salah satu dampak yang penting dari proyek polder Banger ini.

Tabel 5.3. Dampak positif tidak langsung proyek Polder Percontohan Banger

DAMPAK TIDAK LANGSUNG PEMANGKU KEPENTINGAN UTAMA

1. Peningkatan nilai lahan dan nilai aset Warga Banger utara

Perusahaan perusahaan milik Negara

Pihak perusahaan swasta

2. Perbaikan kondisi kesehatan masyarakat Warga Banger utara

Rumah sakit dan poliklinik

3. Perbaikan mutu rumah dan keberlanjutannya

4.

Warga Banger utara

5. Peningkatan kualitas dan umur jalan jalan Warga Banger utara

Warga Banger selatan

Pemerintah

Perusahaan swasta

Badan Usaha Milik Negara

Pengurangan pengeluaran Warga Banger utara

Perusahaan Milik Negara

Perisahaan swasta

Peningkatan kesempatan kerja lokal dan kemungkinan berusaha Warga Banger utara

Warga Banger selatan

Perusahaan swasta

Perbaikan kualitas air di Kali Banger Warga Banger utara

Warga Banger selatan

Perusahaan swasta

57

Page 66: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

dampak positif kumulatif

Suatu dampak positif kumulatif sudah diidentifikasikan untuk Proyek Polder Banger:

Meningkatnya keadilan sosial antara kawasan Utara dan Selatan Banger. Keadilan sosial

tersebut secara visual nampak pada kondisi perumahan warga. Karena kualitas

perumahan akan meningkat, keadilan sosial antara Banger Utara dan Banger Selatan juga

akan meningkat. Warga (miskin) Banger Utara akan mampu meningkatkan kondisi

perumahan, karena pengeluaran mereka untuk mengurangi kerusakan yang berkaitan

dengan banjir akan menurun dan pendapatan mereka dengan sendiri akan meningkat.

Pada akhirnya, kualitas perlengkapan perumahan di wilayah selatan akan nampak

seimbang dengan perlengkapan perumahan yang ada di wilayah bagian utara.

Dampak merugikan dan tindakan pencegahan

Dalam hal ini juga terdapat dampak merugikan dari pengembangan polder. Hal ini juga dapat

dijabarkan pula antara dampak langsung dan dampak tidak langsung.

Dampak merugikan secara langsung

Delapan dampak merugikan langsung sudah diidentifikasikan untuk proyek Polder

Banger. Ringkasan dari dampak merugikan langsung dan pemangku kepentingan utama

yang kena dampak dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Dampak langsung yang merugikan dan tindakan mengurangi dampak

DAMPAK LANGSUNG PEMANGKU KEPENTINGAN

UTAMA YANG TERKENA

DAMPAK

- TINDAKAN MENGURANGI DAMPAK

Peraturan lokal baru Wargak Banger Utara

Pemerintah Kota Semaran

BP

Warga Banger Selatan

Koordinasi antara BP dan Pemerintah Kota

Semarang

Sosialisasi

Kebutuhan untuk sanitasi

yang baik, pengelolaan

sampah dan persediaan

air

Warga Banger Utara Warga Banger Selatan

Perbaikan sanitasi dan pengelolaan sampah

Sosialisasi

Perubahan flora dan

fauna

Warga Banger Utara Pelatihan mengenai species (ikan)

58

Page 67: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

Gangguan aksesibilitas

selama konstruksi

Warga Banger Utara

BUMN

Perusahaan swasta

Pengelolaan lalu lintas san penyimpanan

material dan perlengkapan

Berkurangnnya leamanan

masyarakat selama

konstruksi

Warga Banger Utara

BUMN

Perusahaan swasta

Pengelolaan lalu lintas yang tepat

Potensi risiko keamanan

masyarakat tinggal di

bawah permukaan laut

Warga Banger Utara

BUMN

Perusahaan swasta

Warga Banger Selatan

Sistem peringatan dini

Rencana evakuasi

Iuran wajib untuk operasi

dan pemeliharaan

Warga Banger

Warga Banger Selatan

BP

Sosialisasi

Subsidi untuk rumah tangga miskin

Iuran/kontribusi berdasarkan atas kategori

asset/tipe rumah

Permukiman kembali

wajib

Warga Banger Utara Kompensasi/sosialisi

peraturan setempat yang baru

dampak merugikan

Peraturan-peraturan setempat yang baru, terutama berkaitan dengan

pembentukan Badan Polder (BP). Peraturan ini akan diberlakukan hanya di

kawasan polder. Karena peraturan tersebut berlaku secara setempat, maka

tumpang tindih dengan peraturan yang ada dapat terjadi. Sebagai contoh,

dalam pengelolaan sampah, peraturan baru yang diterapkan oleh BP dapat

tumpang tindih dengan peraturan yang ada, yang dapat menyebabkan

terjadinya warga harus membayar dua kali untuk iuran pengumpulan

sampah.

tindakan pengurangan dampak

Harus ada koordinasi yang erat antara BP dan Pemerintah Kota Semarang.

Dengan cara ini akan dapat mengurangi atau meringankan dampak yang bisa

merugikan warga. Di samping itu, perlu ada informasi lebih jauh yang dapat

meyakinkan warga dan pemangku kepentingan lain mengenai peaturan-

peraturan baru tersebut.

kebutuhan untuk sanitasi, penyediaan air bersih dan pengelolaan sampah yang lebih

baik

dampak merugikan

59

Page 68: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Suatu polder adalah sebuah sistem tertutup yang memerlukan sanitasi dan

pengelolaan sampah yang lebih baik. Perbaikan sistem air limbah guna

menghindari pencemaran berat terhadap Kali Banger.

Sampah-sampah sampai saat ini masih banyak dibuang ke dalam Kali

Banger. Ini disebabkan oleh buruknya sistem pengelolaan sampah dan

kebiasaan kurang baik warga. Dalam sistem air tertutup, sampah tidak boleh

dibuang ke laut lagi. Karena itu perbaikan sistem pengelolaan sampah sangat

diperlukan.

tindakan pengurangan dampak

Untuk menghindari meningkatnya pencemaran terhadap Kali Banger,

penting bagi BP dan Pemerintah Kota Semarang untuk memprioritaskan

perbaikan fasilitas-fasilitas pengelolaan sanitasi dan sampah.

Badan Polder dan Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan sosialisasi

untuk menerangkan program yang ada dan guna menciptakan kesadaran

publik agar dapat memperbaiki pengelolaan sampah dan sanitasi.

perubahan flora dan fauna

dampak merugikan

Akan terjadi perubahan flora dan fauna, terutama di lingkungan akuatik.

Perubahan dari air payau menjadi air tawar disebabkan oleh sistem polder

yang tertutup dapat merubah habitat akuatik. Perubahan dalam species ikan

mungkin akan mempengaruhi kebiasaan memancing dan pola pangan warga.

Tindakan mengurangi dampak

Akan ada dampak negatif utama terhadap tingkat pendapatan dan usaha

warga. Karena itu perlu diadakan pelatihan mengenai pembudi-dayaan

species ikan yang baru dan ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama antara

BP dan Pemerintah Kota Semarang.

gangguan aksesibilitas selama konstruksi

dampak merugikan

Pelaksanaan sistem polder memerlukan konstruksi tanggul-tanggul dan

stasiun pompa. Kegiatan konstruksi tersebut akan meningkatkan arus lalu

lintas di kawasan Banger disebabkan oleh mobilisasi dan demobilisasi

material bangunan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Kegiatan ini dapat

mengganggu aksesibilitas ke rumah warga dan juga ke temat-tempat kerja.

Ini dapat merupakan dampak merugikan langsung kepada masyarakat di

kawasan Banger selama periode konstruksi. Namun demikian, dampak

60

Page 69: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

negatif ini hanya akan terjadi selama periode konstruksi, dengan asumsi

bahwa setelah konstruksi selesai semua aksesibilitas potensial dapat

dipulihkan kembali dan semua ancaman terhadap keamanan masyarakat pun

segera dapat diatasi.

tindakan pengurangan dampak

Untuk mengurangi gangguan aksesibiitas di kawasan proyek Banger,

diperlukan pengelolaan dan pengaturan angkutan yang baik serta tata cara

penyimpanan sementara material dan perlengkapan yang memadai. Harus

disediakan pilihan atau akses alternatif dari dan menuju ke rumah-rumah

warga, ke kantor-kantor dan gedung-gedung yang berlokasi di kawasan

proyek. Badan Polder (BP) dan Pemerintah Kota Semarang (terutama Dinas

PU) hendaknya menyediakan opsi dan akses alternatif tersebut dengan baik.

berkurangnya keamanan masyarakat selama periode konstruksi

dampak merugikan

Pembangunan (konstruksi) tanggul dan stasiun pompa akan meningkatkan

arus lalu lintas di kawasan Banger yang tentu saja akan meningkatkan

potensi risiko kecelakaan lalu lintas. Dampak negatif ini hanya akan dialami

selama periode konstruksi.

tindakan mengurangi dampak

Perlu ada pengaturan lalu lintas yang tepat di dalam areal proyek (termasuk

Prosedur Operasi Standar (POS) yang jelas, yang harus diterapkan dan

dipatuhi oleh sopir-sopir truk selama periode konstruksi. Prosedur standar ini

harus dilaksanakan oleh para kontraktor (di bawah pengawasan Dinas PU)

guna mengurangi risiko potensial terhadap kecelakaan lalu lintas.

risiko potensial kemana masyarakat karena tinggal di bawah permukaan laut

dampak merugikan

Muka air laut lebih tinggi dari elevasi lahan di dalam polder. Setelah 20

tahun, elevasi lahan akan berkisar antara 1.50 m-MAR dan 2.00 m-MAR.

Genangan air dapat menyebabkan genangan dengan kedalaman 2.50 sampai

dengan 3.00 m. Tingkat keamanan terhadap banjir dengan kejadian rata rata

sekali per 10.000 tahun telah dipilih dalam proses pembuatan desain guna

menghindari banjir dari laut. Namun demikian, pada kejadian-kejadian

ekstrim, ketinggian muka air laut dapat melampauhi tinggi tanggul-tanggul.

Karena itu, kurang memadainya pemeliharaan tanggul-tanggul akan

menurunkan tingkat keamanan masyarakat.

61

Page 70: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

tindakan mengurangi dampak

Pertama-tama, diperlukan pemeliharaan yang tepat untuk menjaga tingkat

keamanan seperti ditentukan untuk keamanan tanggul-tanggul (periode ulang

dengan masa 10.000 tahun). Pemeliharaan ini akan dilaksanakan oleh BP.

Kedua, harus dipersiapkan rencana evakuasi apabila terjadi bencana.

Rencana evakuasi tersebut harus meliputi suatu sistem peringatan dini dan

rencana evakuasi dan, perlu diadakan uji-coba secara berkala.

iuran wajib untuk operasi dan pemeliharaan

dampak merugikan

Sistem polder harus dipelihara dengan baik. Yang paling bertangung jawab

untuk itu adalah BP dengan dukungan dari Pemerintah Kota (sebagian besar

dari Dinas PU). Kerena itu biaya operasi dan pemeliharaan polder harus

dibayar secara rutin oleh penduduk. Iuran tersebut harus dibayarkan kepada

BP. Hal ini akan menimbulkan hal negatif kepada warga karena mereka

harus mengeluarkan uang ekstra setiap bulan.

tindakan mengurangi dampak

BP perlu melakukan sosialisasi secara terus menerus, karena sistem polder

tidak akan berkelanjutan tanpa operasi dan pemeliharaan yang memadai.

Karena banjir dan genangan air tidak sering terjadi, maka akan ada

kemungkinan penduduk enggan membayar iuran yang telah ditentukan.

Selanjutnya kemampuan membayar dari warga akan meningkat karena

pengeluaran-pengeluaran disebabkan banjir akan menurun.

Bagi keluarga miskin sistem subsidi dapat diterapkan untuk mengurangi

besarnya iuran yang harus mereka bayar untuk operasi dan pemeliharaan

polder. Sebaliknya bagi penduduk yang berpenghasilan lebih tinggi dapat

dimintakan iuran O&P yang lebih tinggi. Di samping itu, sistem subsidi

dapat diterapkan berdasarkan tipe bangunan. Banggunan-banggunan

komersial dapat dimintakan membayar iuran O&P yang lebih tinggi

dibandingkan dengan penduduk biasa. Prosedur pembayaran seperti ini harus

dikembangkan tepat waktu sebelum pelaksanaan penarikan iuran oleh BP

dan Pemerintah Kota Semarang dimulai.

pemukiman kembali yang wajib

dampak merugikan

Pelaksanaan kontruksi tanggul, kolom retensi, dan stasiun pompa

memerlukan ruang dan lahan. Elemen-elemen polder ini direncanakan akan

62

Page 71: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

berlokasi di kawasan perumahan atau komersial yang kemudian mungkin

harus melakukan relokasi warga. Warga mungkin menolak rencana

permukiman kembali tersebut karena kurangnya informasi yang diberikan.

tindakan mengurangi dampak

Perlu dilakukan sosialisasi dan komunikasi dengan warga secara rutin,

terutama oleh Pemerintah Kota Semarang dan BP. Rencana kompensasi

untuk permukiman kembali tersebut harus dihitung berdasarkan kebutuhan

penduduk. Kompensasi dapat dilaksanakan melalui pembayaran tunai atau

dengan cara merelokasi para warga ke daerah lain. Ini merupakan tanggung

jawab Pemerintah Kota Semarang.

dampak merugikan tidak langsung

Dampak merugikan tidak langsung dari proyek Polder Banger ini sudah

diidentifikasikan. Ringkasan dampak tidak langsung tersebut dan pemangku kepentingan

utama yang terkena dampak dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Table 5.5. Dampak merugikan tidak langsung dan tindakan mengurangi dampak

1. DAMPAK TIDAK

LANGSUNG

PEMANGKU

KEPENTINGAN UTAMA

YANG TERKENA

DAMPAK

TINDAKAN MENGURANGI DAMPAK

2. Perubahan pola/kebiasaan

tata guna lahan

Warga Banger Utara

Pemerintah Kota

Semarang

Kontrol tata guna lahan

3. Potensi konflik antara

penduduk

Warga Banger Utara

Pemerintah Kota

Semarang

Tindakan perlindungan banjir di luar

kawasan polder

Meningkatnya jumlah

penduduk

Warga Banger Utara

Warga Banger Selatan

Perusahaan swasta

Kontrol dengan rencana tata ruang

Kontrol dengan penyelesaian

hukum

perubahan pola tata guna lahan/kebiasaan

dampak merugikan

Perubahan pola tata guna lahan/kebiasaan berkaitan dengan perubahan dari

kebiasaan hidup di daerah tergenang air kepada kebiasaan hidup di daerah

kering. Lahan kering dapat digunakan untuk mengembangkan daerah

permukiman atau kawasan komersial (seperti toko-toko dan pasar). Apabila

63

Page 72: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

daerah-daerah tersebut tergenang air maka hanya dapat digunakan untuk

kolam-kolam ikan. Perubahan pola/kebiasaan tata guna lahan seperti itu

perlu dikendalikan oleh Pemerintah Kota Semarang. Daerah-daerah

permukiman baru yang tidak terkendali akan menyebabkan timbulnya daerah

kumuh di sekitar polder.

Tindakan mengurangi dampak

Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan BP perlu mengembangkan

rencana tata ruang lokal di dalam kawasan polder guna mengendalikan

pengembangan areal perumahan atau pra-sarana baru lainnya. Perencanaan

tata ruang lokal berkaitan erat dengan perlindungan banjir di dataran rendah

dan areal kolam retensi yang diperlukan di dalam wilayah polder.

konflik yang berpotensi timbul antara warga (di dalam dan di luar polder)

dampak merugikan

Konflik dapat terjadi antara dalam kawasan polder dan penduduk di luar

kawasan polder. Penduduk di luar kawasan polder yang tidak dilindungi

terhadap ancaman banjir dapat menjadi cemburu.

tindakan mengurangi dampak

Pemkot Semarang harus membuat rencana kerja komprehensif untuk daerah-

daerah yang saat ini tidak termasuk ke dalam kawasan polder. Rencana aksi

tersebut harus memuat program-program perlindungan dan pengendalian

banjir berdasarkan pengalaman dari Polder Percontohan Banger. Rencana

aksi ini harus dikomunikasikan dan dibahas dengan cara yang seksama dan

tepat waktu dengan masyarakat di luar kawasan polder Banger. Sosialisasi

keberhasilan Polder Percontohan Banger dilakukan guna menerangkan

bahwa keberhasilan tersebut dapat diulangi kembali di kawasan lain di

Semarang yang mengalami masalah yang serupa.

bertambahnya jumlah penduduk

dampak yang merugikan

Proyek Polder Banger dapat menyebabkan pertambahan jumlah penduduk

karena Polder Banger akan menghadirkan kondisi kehidupan yang lebih

baik, yang akan menarik perhatian orang untuk pindah dan tinggal di sana.

tindakan mengurangi dampak

Meningkatnya jumlah penduduk dapat dibatasi dengan menngendalikan

rencana tata ruang dan permukiman liar.

dampak merugikan yang kumulatif

64

Page 73: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

5 Social and human resources development

Satu dampak merugikan kumulatif dari proyek Polder Banger sudah diidentifikasi.

kurangnya sumber daya

dampak yang merugikan

Peningkatan jumlah penduduk dan tingkat ekonomi yang timbul sebagai

akibat pelaksanaan sistem polder akan meningkatkan permintaan sumber

daya. Peningkatan jumlah penduduk yang besar dan permintaan sumber daya

yang semakin meningkat akan menyebabkan berkurangnya sumber daya di

kawasan polder.

tindakan mengurangi dampak

Pemerintah Kota Semarang dan BP harus menerbitkan peraturan-peraturan

tentang tata guna sumber daya. Sebagai contoh, kewajiban yang

berkewajiban dengan jaringan persediaan air yang digunakan untuk kegiatan-

kegiatan komersial (seperti: toko-toko, pasar, restoran, dan lain-lain).

65

Page 74: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

6 Aspek keuangan

6.1 Tahap realisasi

6.1.1 Biaya kontruksi, operasi, dan pemeliharaan, pengelolaan air dan sistem perlindungan

banjir Polder Percontohan Banger

Investasi dan biaya konstruksi

Investasi dan biaya konstruksi untuk proyek pengembangan polder percontohan di Semarang

akan menjadi landasan penentuan kebutuhan-kebutuhan dana pembangunan sistem polder di

Semarang, yang akan dianggarkan di luar biaya operasi dan pemeliharaan. Investasi dan biaya

konstruksi akan termasuk biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah

biaya yang berkaitan langsung dengan penyediaan fisik sistem polder, yaitu biaya-biaya yang

digunakan untuk konstruksi. Biaya konstruksi ini meliputi biaya desain, biaya pembelian

material konstruksi, biaya pompa, belanja pegawai/buruh dan biaya-biaya lainnya. Biaya

langsung ini juga termasuk biaya rehabilitasi, untuk memulihkan kembali fungsi sistem

pengelolaan tata air yang mengalami gangguan. Di samping itu biaya langsung termasuk biaya-

biaya perizinan, biaya pembersihan lahan, biaya reklamasi dan biaya-biaya lainnya.

Biaya konstruksi untuk tanggul termasuk biaya survei, desain, supervisi dan biaya tak terduga.

Biaya konstruksi stasiun pompa dan bangunan air termasuk biaya survei, desain dan supervisi

Biaya pengoperasian dan pemeliharaan

Kegiatan operasi sistem fisik adalah suatu kegiatan untuk pengunaan sistem sesuai dengan

alokasinya. Sedangkan kegiatan pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan tujuan menghindari

kejadian rusaknya sistem fisik seperti sistem polder. Kegagalan kegiatan pemeliharaan sebagai

fungsi pendukung untuk kegiatan operasi sistem polder tidak hanya tercermin pada kebutuhan-

kebutuhan perbaikan atau biaya penggantian untuk satu dari komponen sistem yang mungkin

menelan jumlah biaya sangat besar tetapi tidak menggangu kegiatan-kegiatan sosial dan

ekonomi Badan yang pada gilirannya akan berdampak menurunnya kualitas lingkungan hidup.

Sebagai sebuah sistem publik, dukungan dan kerja sama (partisipasi) masyarakat dan

pemerintah dalam penyediaan dana agar sistem tetap dapat beroperasi secara baik merupakan

masalah yang mutlak harus dipecahkan bersama dan tidak dapat dihindari. Penggalangan dana

66

Page 75: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

6. Aspek Keuangan

dari para pihak penerima manfaat proyek akan dikelompokan menjadi dua kelompok biaya

utama, yaitu: biaya operasional dan biaya pemeliharaan.

Biaya operasi meliputi biaya-biaya berikut ini:

bahan bakar dan gemuk untuk pompa;

upah buruh/pekerja

perlengkapan dan fasilitas kerja

administrasi Badan Polder dan biaya tidak terduga.

Biaya pemeliharaan meliputi biaya-biaya berikut ini:

suku cadang dan material pendukung;

material perbaikan konstruksi;

service;

upah buruh/pekerja;

administrasi dan biaya tidak langsung.

Pembebasan lahan dan permukiman kembali

Pembebasan lahan dan/atau pemukiman kembali akan diperlukan untuk keperluan lahan saluran

drainase perkotaan, bangunan pengendali air, kolam retensi, banguan air pembuang, stasiun

pompa dan tanggul.

Biaya pemeliharaan tahunan

Bagian ini meliputi biaya-biaya berikut ini:

pemeliharaan tanggul dan bangunan hidraulik;

energi (listrik) untuk stasium pompa;

peninggian tanggul 10 tahun setelah pertama kali dibangun tidak termasuk, dengan

asumsi bahwa akan dikembangkan Perluasan I dan II.

6.1.2 Aspek kelayakan Polder Percontohan Bangr

Komponen biaya

Harga tanah di wilayah (Banger, Perluasan I dan Perluasan II/Pelabuhan)

67

Page 76: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Harga lahan di wilayah proyek bervariasi bergantung pada posisi dan lokasi lahan. Di daerah

bagian utara, daerah dekat Kali Banger, harga tanah berkisar dari Rp. 300.000.- Rp.

400.000.-/per meter. Sedangkan, di daerah perbatasan proyek di sepanjang Jl. Ronggowarsito

dan Jl, Katamso harga tanah berkisar dari Rp. 2.000.000.- Rp.4.000.000.- berdasarkan atas Nilai

Jual Objek Pajak (NJOP). Berdasarkan atas nilai rata-rata dari Rp.4.000.000.- (pendekatan

konservatif), nilai total wilayah proyek (527 ha) adalah RP. 2,10 milyar (€ 170 juta).

Aset-aset di lokasi proyek dapat dianggap terdiri dari gedung-gedung bernilai dan pra-sarana

yang memiliki nilai ekonomi terhadap kegiatan-kegiatan, lingkungan dan penduduk di daerah

proyek dan kota Semarang. Pra-sarana ekonomi di Kecamatan Semarang Timur pada tahun

2005 terdiri atas industri skala menengah ke atas (7), industri kecil (147), industri rumah tangga

(378), hotel (3), kantin (256), perdagangan (535), transportasi (157), pelayanan (698), dan lain-

lain (139). Di samping itu perusahaan-perusahaan berikut ini merupakan asset-asset penting:

Pra-sarana (rel kereta api, jalan raya);

PT. Pertamina;

Rumah Sakit Panti Wilasa; PT. Indonesia Pawer (Tanjung Mas);

Pelindo (Pelabuhan), Tanjung Mas;

DPLAD (Angkatan Darat);

Sekolah-sekolah Umum.

Pertumbuhan ekonomi

Tingkat pendapatan modal di Semarang tahun 1993-1998 naik 17% per tahun. Pertumbuhan

dalam sektor industri, transportasi dan perdagangan meningkat 12% per tahun.

Komponen-komponen kerusakan

Beberapa komponen kerusakan akan dibahas dan kerusakan total yang berkaitan dengan banjir

terdiri atas:

kerusakan langsung;

kerusakan tidak langsung;

kerusakan yang tidak dapat dilihat;

nilai-nilai lahan depresi/menurun (dan kerugian lahan di daerah-daerah dilanda banjir).

68

Page 77: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

6. Aspek Keuangan

Kerusakan dihitung untuk suatu priode 20 tahun.

Kerusakan langsung

Kerusakan langsung termasuk kerusakan-kerusakan terhadap pra-sarana, gedung-gedung, asset-

asset, peternakan, dan lain-lain. Kedalaman dan frekuensi banjir dipertimbangkan dalam

mengukur kerusakan langsung.

Kerusakan tidak langsung

Kerusakan tidak langsung dianggap sebagai gangguan terhadap kegiatan-kegiatan normal

untuk usaha dan pekerjaan rutin sehari-hari, menimbulkan gangguan dalam kondisi

kehidupan dan juga biaya-biaya tambahan dalam menangulangi luapan air pasang (rob)

dan berjuang melawan banjir (meninggikan dasar tanah, meningikan jalan, membangun

tanggul-tanggul kecil dan lain-lain), yang biaya tidak langsungnya sulit dihitung tetapi

biasanya diasumsikan sebagai persentase dari kerusakan langsung. Lembaga Kerja sama

pembangunan Kanada (CIDA) dalam buku Manual Penanggulangan Banjir bekerja

sama dengan Departemen Pekerjaann Umum menghitung biaya tidak langsung sebagai

suatu persentase dari biaya-biaya langsung seperti disarankan berikut ini:

permukiman 15%;

pertanian 10%;

komersial 37%;

industri 45%;

gedung-gedung publik/milik umum 34%;

jalan raya by pass 25%;

jalan/rel kereta api 23%.

Kerusakan yang tidak dapat dilihat

Kerusakan niskala dari banjir di daerah proyek dapat digambarkan sebagai kematian, sakit,

depresi, dan juga penurunan kwalitas lingkungan. Kerusakan tersebut dapat mengurangi kualitas

tenaga buruh, lahan dan modal, dan juga menurunkan pendapatan rumah tangga.

69

Page 78: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Kerugian dari kerusakan dari niskala ini seperti terdapat dalam Manual Pengendalian Banjir

CIDA adalah 5% dari GDP. Bank Dunia menyarankan bahwa kerugian niskala berkisar dari 20-

80% dari pendapatan warga yang terkena kerugian di daerah tersebut.

Nilai jual lahan menurun (kerugian lahan di daerah yang dilanda banjir

Lahan di daerah yang dilanda banjir dinilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai lahan di

daerah bebas banjir.

Analisis kelayakan ekonomi dan kesimpulan

Suatu analisis kelayakan ekonomi pada umunya terdiri dari:

analisis ekonomi proyek (Ecomic Internal Rate of Return/EIRR);

analisis kepekaan;

analisis risiko.

6.2 Tahap pengelolaan

6.2.1 Perencanaan dan alokasi anggaran untuk Polder Percontohan Banger

Perencanaan anggaran untuk setiap tahun harus dibuat berdasarkan atas kebutuhan operasional

dan pemeliharaan Polder Banger. Di samping kontribusi/iuran dari para pemangku kepentingan

kepada Badan Polder, jika dibutuhkan subsidi dari pemerintah (lokal, provinsi atau pusat) dapat

diusulkan. Salah satu aspek penting dari keberlanjutan sistem Polder Banger adalah sistem

pendanaan. Pendanaan yang besar harus melibatkan para pemangku kepentingan sebagai pihak

yang mendapatkan manfaat dengan keberadaan polder. Keberlanjutan ditentukan oleh kapasitas

bersaing untuk mendapatkan modal pendanaan yang tersedia dalam rekening atau simpanan

pemerintah (Witteveen+Bos, 2008). Dalam pengembangan yang berbasis masyarakat, konsep

kemandirian akan menjadi salah satu hal penting yang harus dikembangkan. Kemandirian

berarti masyarakat akan lebih bergantung pada sumber daya masyarakat sendiri dari pada

sumber daya pendukung yang datang dari luar atau pihak asing. Konsep kemandirian dalam hal

ini terutama dalam masalah-masalah finansial atau pendanaan. Pendekatan “sefl-reliance”

dalam pengembangan masyarakat dapat diberdayakan dengan memusatkan perhatian bagaimana

mengidentifikasikan dan mengembangkan semua sumber yang ada dalam masyarakat itu sendiri

dan mencoba memaksimalkan sumber-sumber daya lokal untuk pengembangan itu sendiri.

70

Page 79: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

6. Aspek Keuangan

Dampak positif dari munculnya konsep kemandirian adalah masyarakat menjadi lebih otonomi,

dan lebih bebas untuk menentukan masalah-masalah kepentingan mereka sendiri; meningkatkan

kepercayaan diri sendiri dan kebanggan dan juga harga diri dalam masyarakat.

Sistem pendanaan yang mungkin dapat mendukung keberlanjutan untuk pengembangan dan

pemeliharaan sebuah polder haruslah sistem pendanaan yang bersifat partisipatif, adil dan

mendukung otonomi. Suatu sistem pendanaan partisipatif berarti sebuah sistem pendanaan yang

didesain berdasarkan atas kesepakatan dari para pemangku kepentingan dalam kawasan polder

dan mampu merefleksikan partisipasi aktif mereka di bawah pendanaan tersebut.

untuk menciptakan sistem pendanaan seperti itu, maka usaha untuk mengenali profil

lokal dan masyarakat sasaran akan merupakan tahap permulaan yang harus dilaksanakan.

Karena itu gambaran profil masyarakat harus dibuat berkenaan dengan kawasan polder

yang berisikan informasi pra-sarana fisik serta kondisi masyarakat yang ada dalam

kawasan sasaran polder. Secara detail profil kawasan seperti itu berisi informasi

mengenai:

semua komponen pemangku kepentingan dalam kawasan polder untuk mengambarkan

sebuah sistem pendanaan partisivatif;

jumlah pra-sarana fisik yang ada dalam kawasan polder termasuk identidas-identitas

kepemilikannya;

kondisi kemampuan finansial masing-masing pemangku kepentingan dalam wilayah

polder.

6.2.2 Identifikasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger

Pada intinya, para pemangku kepentingan dalam Polder Banger terdiri atas para warga,

lembaga-lembaga dan perusahaan-perusahaan yang berdomisili di kawasan Polder Banger.

Warga

Warga (masyarakat) adalah orang-orang yang tinggal di dalam dan di luar daerah-daerah yang

dilanda genangan air yang merupakan warga yang akan mendapat manfaat dari proyek

pengembangan Polder Banger. Mereka inilah yang akan menerima manfaat langsung dari

sistem Polder Banger.

71

Page 80: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Perusahaan/perniagaan

Perusahaan dalam kontek ini adalah pihak yang akan menerima manfaat dari proyek

pengembangan Polder Banger karena usaha-usaha mereka akan berjalan dengan lancar tanpa

mengalami kerugian dan/atau kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Pihak-pihak terkait dalam

kategori ini adalah sebagai berikut:

perusahaan milik swasta

Kegiatan usaha dalam bentuk toko dan sentra perkulakan (bisnis) yang berlokasi di

kawasan polder yang mengalami genangan air. Terutama industri manufaktur dan

penguna air tanah dalam kawasan merupakan pihak yang bertanggung jawab atas

penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh kebiasaan mengunakan air tanah

yang berlebihan.

perusahaan milik negara (Badan Usaha Milik Negara/BUMN). BUMN yang termasuk

kategori ini, dalam kawasan Polder Banger adalah sebagai berikut:

PT. Pelindo Indonesia, kawasan perkantoran Pelabuhan Tanjung Mas;

PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI);

PLN, PT. Telkom dan PDAM

6.2.3 Sistem Perpajakan untuk Polder Percontohan Banger

Untuk mempertahankan keberlanjutan sistem Polder Banger perlu dikembangkan sebuah

sistem pengelolaan yang mencakup aspek kelembagaan dan aspek keuangan.

Dalam aspek kelembagaan, harus dirumuskan secara jelas lembaga yang mana akan

bertanggung jawab untuk operasional, pemeliharaan dan pengembangan sistem polder.

Sedangkan, dalam aspek keuangan harus ada suatu kepastian sumber pendanaan untuk

membiayai kegiatan-kegiatan operasi, pemeliharaan, dan pengembangan sistem polder tersebut.

Pengembangan sistem Polder Banger dalam kawasan pengembangan Semarang akan

menghadapi kompleksitas dan kerumitan berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ada dan

nilai-nilai setempat, termasuk aspirasi masyarakat. Dalam era demokrasi seperti sekarang ini

partisipasi masyarakat harus dimasukkan dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan

keputusan.

Perpajakan dapat berdasarkan atas pendekatan partisipatif, adil dan mandiri serta berkelanjutan.

72

Page 81: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

6. Aspek Keuangan

Pendekatan ini dapat menciptakan sebuah mekanisme penentuan tarif berdasarkan atas

kemampuan (kapasitas) dan besarnya kontribusi yang mungkin bagi masing-masing pemang ku

kepentingan berkenaan dengan masalah-masalah pengelolaan tata air dalam sistem polder

perkotaan.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dipertimbangakan strategi pendanaan untuk

kemungkinan-kemungkinan pelaksaannya. Konsep pengembalian biaya penuh (full cost

recovery) harus diterapkan. Para penerima manfaat harus berpartisipasi dalam menangung

pendanaan sesuai dengan kemampuan daya beli mereka. Karena itu analisis biaya dan

klasifikasi penerima manfaat harus dilakukan guna membuat desain struktur tarif mulai dari

pajak dan retribusi. Subsidi pemerintah, apabila diperlukan, dalam hal dibutuhkan anggaran

yang sangat besar akan dibutuhkan seperti: pengerukan kali Banger, dan jika mungkin harus

secara jelas dirumuskan sumber-sumber dana yang ada, sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan

penyediaan dana tersebut. Keberlanjutan dalam hal ini merupakan kunci dalam pelaksanaan

sistem Polder Banger.

Perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan (O&P) sistem Polder Percontohan Banger dapat

dilihat pada Tabel 6.1.

Jika hanya kepala keluarga yang akan memberi iuran (tanpa perusahaan-perusahaan), besarnya

iuran per kepala keluarga adalah sebesar Rp. 70,000 per tahun. Rp.70.000.- adalah kira-kira

15% dari jumlah konsumsi energi dalam kawasan Polder, sehingga setiap kepala keluarga

membayar 15% dari total tagihan energi mereka atas pajak Polder untuk biaya Operasi dan

Pemeliharaan (O&P). Dengan cara perpajakan ini, warga yang kaya yang menggunakan lebih

banyak energi akan membayar lebih besar pajak dan warga yang miskin akan membayar lebih

sedikit.

73

Page 82: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

ITEM SUB ITEM BIAYA/TAHUN

(RUPIAH)

O & P Dewan Polder (40%) Staf (15) 240.000.000

Material 35.000.000

Energi (stasiun pompa) 325.000.000

Sub-total 600.000.000

Pemeliharaan besar (oleh

pihak ketiga, 60%)

Pengantian Material & Perlengkapan

(Pemantauan dan Evaluasi) stasiun pompa

250.000.000

Peninggian tanggul dan dam, survey tingkat

stabilitas

300.000.000

Pengerutan kanal dan retensi. Perbaikan

kondisi/fungsi dan struktur

235.000.000

Sub-total 885.000.000

Total 1.485.000.000

Tabel 6.1 Perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan (O&P) Polder Percontohan Banger

74

Page 83: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

7. Aspek hukum

7 Aspek hukum

Berkaitan dengan aspek hukum suatu perbedaan dibuat antara tahap realisasi dan tahap

pengelolaan.

7.1 Tahap realisasi

Dari sudut pandang Peraturan dan Perundang-Undangan (legislasi), masalah-masalah yang

berkaitan dengan banjir dan penggenangan akibat meluapnya air pasang belum dikelola secara

optimal seperti diperlihatkan dalam tabel 7.1. Salah astu penyebabnya adalah partisipasi dan

keterlibatan para pemangku kepentingan dalam sistem yang masih terabaikan.

Tabel 7.1. Peraturan Perundang-Undang (Legislasi)

Legislasi Judul/tentang

Undang undang No. 16 tahun 1950 Pembentukan Kota Besar di Propinsi Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa

Khusus Yogyakarta

Undang undang No. 23 tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan

Undang undang No.7 tahun 2004 Sumber Daya Air di Indonesia

Undang undang No. 32 tahun 2004 Pemerintah Daerah (lokal)

Undang undang No. 33 tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah

dan Pusat

Undang undang No. 26 tahun 2007 Perencanaan Tata Ruang

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

63/PRT/1993

Pengembangan Sungai dan Kondisi Batas

Ruangnya

Peraturan (Wali) Kota Semarang No. 5 tahun 2004 Rencana Tata Ruang Kota tahun 2000-2010

Peraturan (Wali) Kota Semarang No. 6 tahun 2004 Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang,

Bagian I tahun 2000-2010

Peraturan (Wali) Kota Semarang No. 8 tahun 2004 Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang,

Bagian III tahun 2000-2010

75

Page 84: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pedoman Polder Perkotaan, Volume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

7.2 Tahap pengelolaan

Penyelesaian sengketa

Sengketa yang timbul antara dua atau lebih lembaga pengelola air, seperti, antara Badan Polder

dan pengguna lain dari operasi sistem polder akan dilimpahkan ke Pengadilan. Tetapi, sebelum

sampai kepengadilan perlu diupayakan penyelesaian melalui musyawarah dan mufakat. Selama

tahap pengelolaan, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air harus

dipertimbangkan dan dijadikan landasan pengelolaan dan pengembangan sumber daya air di

Polder Banger.

76

Page 85: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir

Polder Percontohan Banger

8.1 Parameter dan kondisi lokal

Kawasan Polder Banger berlokasi di Kecamatan Semarang Timur dan sebagian merupakan

bagian dari Kecamatan Semarang Selatan. Daerah sebelah Utara Jalan Brigjen Katamso adalah

bagian dari Kecamatan Semarang Timur, sedangkan daerah bagian selatan Jalan Brigjen

Katamso termasuk bagian Kecamatan Semarang Selatan (Lihat Gambar 8.1.). Kecamatan

Semarang Timur terdiri atas 10 buah Kampung (Kelurahan), yaitu: Kemijen, Rejomulyo,

Mlatibaru, Mlatiharjo, Kebon Agung, Bugangan, Sarirejo, Rejosari, Karangturi dan Karang

Tempel.

Dapat dilihat bahwa batas-batas kampung berada pada batas-batas utama Polder, kecuali

Kampung Peterongan yang berlokasi di bagian Selatan. Perbatasan Polder membelah kampung

tersebut menjadi dua bagian.

Gambar 8.1.Kecamatan di wilayah Banger

Page 86: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Tingkat keamanan yang ditentukan berikut ini merupakan dua mekanisme pokok berkaitan

dengan banjir untuk Polder Banger, yaitu:

muka air pasang di luar Polder (dalam hal ini ditentukan oleh muka air laut dan Banjir

Kanal Timur). Tingkat keamanan adalah 1/10.000 tahun;

muka air pasang dalam kawasan Polder karena hujan lebat, tingkat keamanan adalah 1/10

tahun.

Polder memiliki lereng alami dari tinggi ke rendah yang mengikuti arah Selatan (pegunungan)

ke Utara (laut).

8.2 Prinsip-prinsip pengembangan polder yang dapat diterapkan pada Polder

Percontohan Banger.

Dua mekanisme dalam desain polder yang relevan untuk menanggulangi banjir, yaitu:

muka air pasang di luar polder;

muka air tinggi di dalam kawasan polder disebabkan hujan lebat.

Muka air pasang di luar polder

Secara historis, definisi keamanan perlindungan banjir ditentukan oleh muka air tertinggi yang

diketahui. Pertahanan/perlindungan banjir didesain pada suatu elevasi ditambah dengan batas

marginal tertentu. Tingkat keamanan polder berkaitan dengan terlampauhinya frekuensi muka

air pasang yang telah ditentukan. Tingkat keamanan yang diinginkan berkaitan dengan nilai

ekonomi polder (perumahan, masyarakat/warga, lingkungan dan lain-lain) dan risiko yang

diterima dikaitkan dengan kehidupan manusia. Ini relevan untuk dearah dataran rendah di

Belanda yang elevasinya dapat mencapai 7m-MAR.

Di Belanda, di mana konsep polder telah diterapkan berabad-abad lamanya, perlindungan banjir

dari polder-polder harus dapat menahan kondisi-kondisi hidraulik ekstrim yang mungkin terjadi

rata-rata sekali per 10.000 tahun di bagian perkotaan Belanda dan 4.000 tahun di daerah

pedesaan. Standard ini merupakan hasil dari analisis komprehensif biaya-manfaat (benefit-cost)

dan keamanan. Gambar 8.2 memperlihatkan desain muka air untuk tingkat keamanan yang

berbeda. Desain muka air Polder Banger T10.000 diperkirakan berdasarkan muka air dengan

periode ulang satu tahun sampai dengan perioda ulang 1.000 tahun. Polder Banger sebagian

besar akan melindungi fungsi-fungsi permukiman dan komersial. Banjir akan menyebabkan

kerusakan terhadap fungsi-fungsi ini dan pengaruhnya secara progresif akan semakin buruk di

Page 87: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

mana permukaan lahan polder akan turun lebih rendah dari elevasi muka air laut. Setelah

periode 15 tahun, polder akan sangat rendah sehingga akan ada risiko terhadap kehidupan atau

nyawa manusia. Dalam Gambar 8.2 dapat dilihat tingkat keamanan memiliki dampak kecil

pada desain muka air; perbedaan antara ketinggian puncak (crest height) adalah 1:1.000 atau

1:10.000 hanya berbeda kurang dari satu desimeter. Satu desimeter di sini tidak signifikan

dikaitkan dengan ketinggian tambahan yang perlu dimasukkan untuk mengimbangi turunnya

permukaan tanah. Karena itu, dipilih desain kemungkinan dengan perioda ulang 10.000 tahun

terhadap tanggul-tanggul pengaman.

Gambar 8.2.Tingkat keamanan

Muka air tinggi di dalam polder

Dalam wilayah tanggul pelindung polder, potensi kerusakan akibat banjir yang disebabkan oleh

curah hujan terbatas pada kerusakan akibat curah hujan dalam kawasan polder. Secara umum,

hal ini tidak berhubungan secara langsung dengan bahaya terhadap keselamatan nyawa

manusia, dan karena itu tingkat keamanan lebih rendah diperbolehkan. Di Belanda, genanga

dearah perkotaan, yang disebabkan curah hujan ekstrim, dapat terjadi sekali dalam waktu 100

tahun. Sedangkan, untuk Polder Banger desain kemungkinan terjadi genangan sekali dalam

waktu 25 tahun diusulkan pada Tahap 1. Walaupun periode 100 tahun akan direkomendasikan

dilihat dari sudut pandang teknik, tetapi dengan curah hujan ekstrim yang diberikan akan

mengakibatkan kebutuhan kolam retensi yang sangat besar, dan ini dianggap tidak ekonomis

atau secara sosial layak.

Page 88: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3 tipe polder dapat direkomendasikan untuk kawasan Banger, yaitu:

polder secara gravitasi (Lihat Gambar 8.3.):

sistem saluran gendong (Lihat Gambar 8.7.):

sistem terpisah (Lihat Gambar 8. 8.)

Karena alasan kapasitas pembuangan dan kualitas air, disarankan kedalaman air minimum

adalah 50 cm. Sedangkan, ditinjau dari sudut pandang lingkungan, kedalaman air seperti ini

juga akan mencegah kemungkinan untuk nyamuk-nyamuk bertelur.

Polder secara gravitasi (Biaya konstruksi minimum, kebutuhan energi maksimum)

Pada tipe “Polder gravitasi”, air di kawasan Banger akan mengalir ke Utara secara gravitasi

menuju ke titik paling rendah di dalam polder. Dari titik paling rendah, air dibuang dengan

menggunakan pompa. Sketsa polder tipe ini dapat dilihat pada Gambar 8.3.

Dari sketsa tersebut dapat dilihat air mengalir secara gravitasi dari elevasi 1.5 m+MAR ke

elevasi 0.7 m-MAR. Dari titik paling rendah ini, air dibuang ke laut. Proses ini diperlihatkan

pada Gambar 8.4. Karena muka air (0.7 m-MAR) pada bagian polder paling rendah di mana

lebih rendah dari surut (0.4 m-MAR), maka air tidak dapat dibuang secara gravitasi; tetapi air

harus dibuang dengan menggunakan pompa.

Keperluan konstruksi

Sistem polder ini dengan mudah dapat disesuaikan dengan sistem drainase yang ada dan juga

termasuk ke dalam kategori sistem gravitasi. Sistem ini memerlukan bangunan utama sebagai

berikut:

2 buah bendung dengan lebar puncak 5 m;

1 buah stasiun pompa (kapasitas kurang lebih 6 m3/d, dengan sebuah pompa cadangan).

Biaya konstruksi kurang lebih € 1.3 juta, tidak termasuk pajak pertambahan nilai.

Page 89: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Muka air tanah MALR-2.00 m

Muka air tanah MALR-0.50 m

Muka air tanah MALR+0.50 m

bendung

dam

stasiun pompa

arah aliran

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.3. Sistem gravitasi pada Polder Banger

Gambare 8.4 Sistem gravitasi

Page 90: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Kebutuhan energi

Karena semua air ditampung ke dalam titik paling rendah di polder, kelebihan air dari bagian

polder harus dibuang dengan pompa, dengan perbedaan tekanan hidraulik yang relatif tinggi.

Pembuangan air per tahun mencapai 15.8 juta m3 (curah hujan dikurang penguapan dan air

limbah). Rata-rata tinggi hidraulik adalah 3.25 m pada 10 tahun pertama dan 14.15 m dari tahun

ke-10 sampai dengan tahun ke-20. Dengan tingkat efisiensi pompa 50%, rata-rata konsumsi

tenaga adalah 280,000 kWh per tahun pada 10 tahun pertama, dan 360,000 kWh per tahun

antara tahun ke-10 dan tahun ke-20. Dengan harga € 0.01/kWh, maka masing-masing biaya

energi adalah € 2800 per tahun dan € 3600 per tahun. Perhitungan konsumsi energi sistem

polder gravitasi ini dapat dilihat pada Tabel 8.1.

Operasi dan pemeliharaan

Sistem Polder Banger memerlukan tingkat operasi dan pemeliharaan yang relatif rendah. Sistem

utama hanya memiliki 2 buah bendung dan satu buah stasiun pompa.

Table 8.1. Konsumsi energi sistem gravitasi

Pembuangan Satuan

Curah hujan 2,330 Mm/tahun

Penguapan air terbuka dan tidak tertutup (kedap) 1,200 Mm/tahun

Penguapan tertutup (kedap) 270 Mm/tahun

Areal tertutup (kedap) 396 Ha

Areal tidak tertutup (kedap) dan air terbuka 164 Ha

Rata-rata penguapan (distribusi tertutup / tidak tertutup) 542 Mm/tahun

Infiltrasi -365 Mm/tahun

neto curah hujan dan infiltrasi 1,423 Mm/tahun

Air limbah 18,140 m3/hari

Air limbah 1,182 Mm/tahun

Areal sistem polder 560 Ha

Volume buangan (areal*(netto curah hujan + air limbah) 1.46E+07 m3/tahun

Kapasitas pompa 6 m3/detik

Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 675.37 jam

Tinggi tekanan hidraulik

Desain muka air bagian udik (a)) 1.1 M+MALR

Page 91: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Bagian hilir (b) -2.0 M+MALR

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c ) 0.45 m

Tinggi tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.5 M

Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 0-10 tahun (a-b+c+d) 4.05 m

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 1.35 m

Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 10-20 tahuns (a-b+d) 4.95 m

Efisiensi 0.6 [-]

Tenaga ((g*tinggi hidraulik*Q)/Efisiensi)

Tenaga/power 10 tahun pertama 3.97E+02 kW

Tenaga/power 10-20 tahun 4.86E+02 kW

Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai)

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 2.68E+05 kWh

Konsumsi tenaga 20 tahun 3.28E+05 kWh

Harga/ kWh (USD) 0.07 USD/kWh

Biaya energi

Konsumsi energi 10 tahun pertama 18,783 USD/tahun

Konsumsi energi 10-20 tahun 22,957 USD/tahun

Sistem dengan saluran gendong (biaya konstruksi tinggi, kebutuhan energi minimum)

Saluran gendong adalah saluran penampungan air dari polder dan areal-areal tampungan air

yang berdekatan. Muka air di dalam saluran gendong dapat lebih tinggi dari muka air pada

bagian polder. Di Belanda, sistem polder-saluran gendong ini dikembangkan untuk dapat

membuang air dari saluran gendong ke laut secara gravitasi melalui sebuah pintu ayun pasang

surut. Namun demikian, air harus dibuang dengan pompa dari polder ke saluran gendong,

tetapi dengan tinggi tekanan hidraulik yang lebih rendah. Gambar 8.5 dan Gambar 8.6

menampilkan konsep sebuah sistem polder-saluran gendong. Dalam konteks Polder Banger,

Kali Banger dapat berfungsi sebagai sebuah saluran gendong. Gambar 8.7 memperlihatkan

bahwa di bagian Selatan, air mengalir secara gravitasi menuju Kali Banger dan mengalir

menuju arah Utara. Pada bagian tengah dan utara polder, Kali Banger berfungsi sebagai saluran

gendong. Elevasi saluran gendong (Kali Banger) lebih tinggi dari muka air daerah sekitar.

Karena itu, air dibuang dengan pompa dari daerah-daerah yang berdekatan ke Kali Banger. Air

kemudian dibuang ke laut atau ke Banjir canal Timur dengan melalui pintu ayun atau pintu

klep. Gambar 8.6 memperlihatkan saluran gendong pada Polder Banger. Perhitungan konsumsi

energi sistem polder saluran gendong dapat dilihat pada Tabel 8.2.

Page 92: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Table 8.2. Konsumsi energi sistem saluran gendong

Pembuangan Satuan

Curah hujanr 2,330 mm/tahun

Penguapan air terbuka dan tidak tertutup 1,200 mm/tahun

Penguapan tertutup 270 mm/tahun

Areal tertutup 396 ha

Areal tidak tertutup dan air terbuka 164 ha

Rata-rata penguapan (distribusi tertutup/tidak tertutup) 542 mm/tahun

Perembesan/ infiltrasi -365 mm/tahun

neto curah hujan dan perembesan 1,423 mm/tahun

Air limbah 18,140 m3/hari

Air limbah 1,182 mm/tahun

Areal polder seksi 1 (section 1 370 ha

Volume buangan (areal*(netto curah hujan + air limbah) 9.64E+06 m3/tahun

Kapasitas pompa 4 m3/detik

Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 669.34 jam

Tekanan hidraulik polder seksi 1

Desain muka air aliran permukaan (hulu) (a) 0.2 m+MALR

Aliran bawah (hilir) (b) 2.0 m-MALR

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahan pertama (c ) 0.45 M

Tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.5 M

Rata-rata tekanan hidraulik 0-10 tahun (a-b+c+d) 3.15 M

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 1.35 M

Rata-rata tekanan hidraulik 10-20 tahun (a-b+d) 4.05 m

Efisiensi 0.6 [-]

Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder seksi 1

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.38E+05 kWh

Konsumsi tenaga 10-20 tahun 1.77E+05 kWh

Areal polder seksi 2 100 ha

Volume buangan (areal*(curah hujan neto+ air limbah)) 3.E+06 m3/tahun

Kapasitas pompa 1 m3/detik

Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 723.61 jam

Tekanan hidraulik polder seksi 2

Desain tingkat air aliran permukaan (hulu) (a) 0.2 m+MALR

Aliran bawah (hilir) (b) 0.5 m-MALR

Page 93: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c ) 0.5 m

Tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.25 m

Rata-rata tekanan hidraulik 0-10 tahun (a-b+c) 1.45 m

Rata-rata penurunan permukaan tanah average 10-20 tahun (d) 0.75 m

Rata-rata tekanan hidraulik 10-20 tahun (a-b+d) 1.95 m

Efisiensi 0.6 [-]

Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder seksi 2

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.72E+04 kWh

Konsumsi tenaga 10-20 tahun 2.31E+04 kWh

Total konsumsi tenaga (polder seksi 1 dan 2)

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.55E+05 kWh

Konsumsi tenaga 10-20 tahun 2.00E+05 kWh

Harga kWh (USD) 0.07 USD/kWh

Total biaya energi

Konsumsi energi 10 tahun pertama 10,853 USD/tahun

Konsumsi energi 10-20 tahun 14,025 USD/tahun

Gambar 8.5. Polder sistem saluran gendong

Figure 8.6. Skematik sistem polder saluran gendong

Q3 gravitasi

Saluran gendong

lautpolder segmen Imuka air: 2.00 m-MAR

polder segmen IImuka air: 0.50 m-MAR

polder segmen III muka air: 0.50 m+MAR

H2H1

Q1 + Q2 + Q3

Pintu ayun/klep(gravitasi)

SelatanUtara

Page 94: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Water table: MAR-2.00 m

Water table: MAR-0.50 m

Water table: MAR+0.50 m

pumping station

weir

tidal gate

flow direction

belt canal Kali Banger

dike Kali Banger

Keperluan konstruksi

Sistem saluran gendong membutuhkan perubahan dalam sistem drainase yang sudah ada saat

ini. Sistem ini membutuhkan bangunan air sebagai berikut:

tanggul tanggul di sepanjang Kali Banger untuk menahan muka air yang lebih tinggi saat

ini dan juga pada waktu yang akan datang dengan panjang tanggul sekitar 7.000 m;

empat buah stasiun pompa (total kapasitas kurang lebih 5 m3/d). Pada setiap segmen

polder masing-masing di sisi Kali Banger dibutuhkan satu buah stasiun pompa;

saluran yang sejajar sepanjang Kali Banger untuk menampung air hujan dan

membuangnya ke salah satu stasiun pompa. Panjang saluran yang dibutuhkan adalah

kira-kira 7.000 m;

satu buah bendung dengan lebar puncak 5 m;

satu buah pintu ayun/klep.

Jumlah biaya konstruksi diperkiran kurang lebih € 3.7 juta, tidak termasuk pajak pertambahan

nilai. Lihat Tabel 8.3.

Page 95: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.7. Polder saluran gendong di polder Banger

Keperluan energi

Kali Banger dapat mengalirkan atau membuang air secara gravitasi. Namun demikian, polder

segmen 1 dan 2 harus membuang air dengan pompa ke Kali Banger. Luas wilayah polder

segmen 1 dan 2 adalah 370 ha (67%). Rata-rata tinggi tekan hidraulik polder segmen 1 adalah

3.15 m pada 10 tahun pertama dan 4.05 m dari tahun ke-10 sampai dengan tahun ke-20.

Sedangkan, rata-rata tinggi tekan hidraulik polder segmen 2 adalah 1.45 m pada 10 tahun

pertama dan 1.95 m dari tahun ke-10 sampai dengan tahun ke-20. Rata-rata konsumsi tenaga

kedua segmen polder adalah 160.000 kWh per tahun pada 10 tahun pertama dan 200.000 kWh

antara tahun ke-10 dan tahun ke-20. Biaya energi masing-masing segmen polder adalah USD

11.000 per tahun dan USD 14.000 per tahun. Perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Tabel

8.4.

Operasi dan pemeliharaan (O&P)

Sistem polder ini memerlukan tingkat operasi dan pemeliharaan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan sistem gravitasi. Sistem utama memiliki 1 buah bendung, 4 buah stasiun pompa, 1 buah

pintu ayun/klep dan tanggul-tanggul tambahan. Khususnya pintu ayun/klep, adalah sebuah

struktur yang relatif mudah rusak. Struktur ini terletak di dekat tanggul dan karena itu

memerlukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin.

Sistem saluran terpisah (biaya konstruksi tinggi, keperluan energi minimum)

Pada sistem polder saluran terpisah ini 3 segment polder individual mengalirkan dan membuang

air ke Banjir Kanal Timur secara terpisah. Gambar 8.8 memperlihatkan konsep sistem polder

saluran terpisah ini. Sistem ini dimaksudkan untuk menggunakan ketinggian energi potensial

dari polder segmen II dan III yang terletak pada posisi yang lebih tinggi. Dengan memisahkan

segmen polder, ketinggian energi dari segmen segmen polder dapat dimanfaatkan sehingga

saluran gendong tidak dibutuhkan pada Polder Banger.

Sayangnya muka air pada Banjir Kanal Timur juga naik pada arah sebelah selatan. Kemiringan

sungai bervariasi antara muka air laut tata rata (MALR) pada polder segmen I dan

Page 96: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

3.00m+MALR pada polder segmen III. Muka air di dalam dan di luar untuk ketiga segmen

polder adalah sebagai berikut:

polder segmen I: muka air di dalam 2.00 m-MALR, muka air di luar (Banjir Kanal

Timur) antara 0.50m-MALR dan 0.50 m+MALR: pengaliran buangan dengan sistem

gravitasi tidak dimungkinkan;

polder segmen II: muka air di dalam 0.50 m-MALR, muka air di luar Banjir Kanal Timur

adalah 2.00 m+MALR: pengaliran dengan sistem gravitasi tidak dimungkinkan;

polder segmen III: muka air di dalam 0.50 m+MALR, muka air di luar (Banjir Kanal

Timur) adalah 2.50 m+MALR sampai dengan 3.00 m+MALR: pengaliran dengan sistem

gravitasi tidak dimungkinkan.

Ini berarti bahwa semua tiga segmen polder memerlukan stasiun pompa untuk membuang air,

oleh karena itu pengurangan biaya energi sangat terbatas. Lebih dari itu, semua segmen polder

memerlukan kolam retensi untuk menampung air sementara. Sedangkan pada polder segmen II

dan III tidak banyak lahan yang tersedia untuk keperluan tersebut.

.

Polder section I:Water table MAR-2.00 m

Polder section II:Water table MAR-0.50 m

Polder section III: Water table MAR+0.50 m

dam

flow direction

pumping station

Page 97: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.8.Sistem saluran terpisah polder Banger

Keperluan Konstruksi

Sistem kanal terpisah ini memerlukan suatu perubahan dari sistem drainase yang ada saat ini.

Sistem ini memerlukan bangunan air utama sebagai berikut:

3 buah stasiun pompa (dengan kapasitas kurang lebih 6 m3/d + pompa cadangan). Pada

setiap segmen dibutuhkan satu buah stasiun pompa;

2 saluran antara Kali Banger dan Banjir KanalTimur, panjang keseluruhan 1.000 m;

2 buah bendung pada sistem tata air.

Biaya konstruksi kurang lebih USD 4.2 juta, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Kebutuhan energi

Tiga segmen polder tersebut di atas harus mengalirkan dan membuang air dengan pompa.

Tinggi tekanan hidraulik dari polder segmen 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 4.05, 3.25 dan

2.75 m. Dari tahun ke-10 sampai dengan tahun ke-20 tinggi tekanan hidraulik masing-masing

menjadi 4.95, 3.75 dan 3.25 m. Dengan efisiensi pompa sebesar 60%, rata-rata konsumsi tenaga

dari kedua segmen adalah 250.000 kWh per tahun pada 10 tahun pertama dan 300.000 kWh per

tahun antara tahun ke-10 dan tahun ke-20. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8.3, biaya

energi masing-masing mencapai USD 17.000 dan USD 21.000 per tahun.

Tabel 8.3 Konsumsi energi sistem terpisah

Pembuangan satuan

Curah hujan 2.330 mm/tahun

Penguapan air terbuka dan tidak tertutup 1.200 mm/tahun

Penguapan tertutup 270 mm/tahun

Areal tertutup (kedap) 396 Ha

Areal tidak tertutup (tidak kedap) dan air terbuka 164 Ha

Rata-rata penguapan (distribusi tertutup/tidak tertutup) 542 mm/tahun

Infiltrasi -365 mm/tahun

neto curah hujan dan infiltrasi 1.423 mm/tahun

Air limbah 18.140 m3/hari

Air limbah 1.182 mm/tahun

Areal polder segmen I 370 ha

Volume buangan (area*(curah hujan neto+air limbah) 9.64E+06 m3/tahun

Page 98: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Kapasitas pompa 4 m3/d

Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 669.34 jam

Tinggi tekanan hidraulik polder segmen I

Desain muka air pada aliran permukaan bagian hulu (a) 1.1 m+MALR

Bagian hilir (b) 2 m-MALR

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama 0.45 m

Tinggi tekanan hidraulik yang dibutuhkan (d) 0.5 m

Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 0-10 tahun (a+b+c+d) 4.05 m

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 1.35 m

Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 10-20 tahun 4.95 m

Efisiensi 0.6 [-]

Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder segmen I

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 1.77E+05 kWh

Konsumsi tenaga 10-20 tahun 2.17E+05 kWh

Areal polder segmen II 100 ha

Volume buangan (Areal*(curah hujan neto+air limbah) 3.E+06 m3/tahun

Kapasitas pompa 1 m3/d

Jumlah jam terpakai 723.61 jam

Tinggi tekanan hidraulik polder segmen II

Desain muka air pada aliran permukaan (upstream) (a) 2 m+MALR

Muka air hilir (b) 0.5 m-MALR

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c) 0.5 m

Tinggi tekanan hidraulik yang dibutuhkan (d) 0.25 m

Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 0-10 tahun (a+b+c) 3.25 m

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun (d) 0.75 m

Rata-rata tinggi tekanan hidraulik 10-20 tahun (a+b+c) 3.75 m

Efisiensi 0.6 [-]

Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder segmen II

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 3.85E+04 kWh

Konsumsi tenaga 10-20 tahun 4.44E+04 kWh

Page 99: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Areal polder segmen III 100 ha

Volume buangan (areal*curah hujan neto+ air limbah) 3.E+06 m3/tahun

Kapasitas pompa 1 m3/d

Jumlah jam terpakai (kapasitas penuh) 723.61 jam

Tekanan hidraulik polder segmen III

Desain muka air bagian hulu (a) 2.5 mMALR

Bagian hilir (b) 0.5 mMALR

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10 tahun pertama (c) 0.5 m

Tekanan hidraulik ekstra yang dibutuhkan (d) 0.25 m

Rata-rata tekanan hydraulik 0-10 tahun (a+b+c) 2.75 m

Rata-rata penurunan permukaan tanah 10-20 tahun 0.75 m

Rata tekanan hidraulik 10-20 tahun (a+b+d) 3.25 m

Efisiensi 0.6 [-]

Konsumsi tenaga (Tenaga*jumlah jam terpakai) polder segmen III

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 2.93E+04 kWh

Konsumsi tenaga 10-20 tahun 3.46E+04 kWh

Total konsumsi tenaga (polder segmen I, II, III)

Konsumsi tenaga 10 tahun pertama 2.45E+05 kWh

Konsumsi tenaga 10 – 20 tahun 2.96E+05 kWh

Harga kWh (USD) 0.07 USD/kWh

Total biaya energi

Konsumsi energi 10 tahun pertama 17.151 USD/tahun

Konsumsi energi 10-20 tahun 20.696 USD/tahun

Operasi dan pemeliharaan (O&P)

Sistem polder ini memerlukan tingkat operasi dan pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan

dengan sistem polder gravitasi. Sistem utama memiliki 3 buah stasiun pompa dan 2 buah

saluran antara Kali Banger dan Banjir Kanal Timur.

Analisis biaya konstruksi dan energi

Page 100: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Sistem polder gravitasi relatif lebih murah dalam dua hal, konstruksi dan operasi serta

pemeliharaan (O&P), tetapi realtif lebih mahal dalam hal biaya energi. Biaya konstruksi untuk

sistem utama mencapai USD 2.6 juta; biaya O&P sebesar USD 9.000 per tahun; dan biaya

energi mencapai USD 21.000 per tahun (dalam 20 tahun partama). Sebaliknya, sistem saluran

gendong, biaya energi relatif murah dan biaya konstruksi dan O&P relatif mahal, yaitu USD 5.5

juta untuk biaya konstruksi sistem utama; biaya O&P USD 22.500 per tahun dan USD 12.000

per tahun untuk biaya energi. Sedangkan biaya untuk sistem terpisah berada di antaranya, yaitu

USD 4.2 juta untuk biaya konstruksi sistem utama; USD 13.500 per tahun untuk O&P, dan

USD 19.000 per tahun untuk biaya energi.

Tabel 8.4 memperlihatkan Nilai Neto Saat Ini (Net Present Value) dari biaya konstruksi, O&P

dan energi untuk kurun waktu 20 tahun dengan tingkat diskonto 4 %. Tabel 8.4 tersebut

memperlihatkan bahwa jumlah biaya keseluruhan dari sistem saluran gendong dan sistem

terpisah selama 20 tahun masing-masing memerlukan 2 kali lipat dan 1½ kali lipat dari jumlah

biaya sistem gravitasi dan biaya-biaya energi dan O&P relatif lebih kecil dibandingkan dengan

biaya konstruksi. Sistem polder gravitasi merupakan pilihan paling murah dan karena itu sangat

direkomendasikan. Tabel 8.5 sampai dengan Tabel 8.7 memperlihatkan analisis biaya kontruksi

untuk sistem polder gravitasi, sistem saluran gendong dan sistem polder terpisah.

Table 8.4. Nilai Netto Saat ini untuk konstruksi dan energi selama 20 tahun

Total biaya (Juta USD)

Sistem polder gravitasi Konstruksi 2.55

Energi 0.30

O&P 0.13

Total 2.99

Sistem polder saluran gendong Konstruksi 5.48

Energi 0.18

O&P 0.33

Total 5.98

Sistem polder terpisah Konstruksi 4.16

Energi 0.28

O&P 0.20

Total 4.63

Tabel 8.5. Biaya konstruksi sistem polder gravitasi

Page 101: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Satuan Jumlah Biaya per unit

(USD)

Biaya (USD)

Bendung:

Lebar ambang 5 m 2 25.000 50.000

Satasiun pompa

Pompa-pompa m3/d 8 250.000 2.000.000

Rumah (pompa) 1 500.000 500.000

Total       2.550.000

Table 8.6 Biaya konstruksi Sistem saluran gendong

Unit Jumlah Biaya per unit

(USD)

Biaya

(USD)

Ket.

Tanggul sepanjang

Kali Banger

m 7.000 125 875.000 Termasuk

pembebasan lahan

Bendung:

Lebar ambang 5 m

2 25.000 50.000

Stasiun pompa

Pompa-pompa m3/d 7.5 250.000 1.875.000

Gardu/Rumah

(pompa)

4 500.000 2.000.000

Pintu ayun/klep 1 150.000 150.000

Saluran yang

sejajar

m 7.000 75 525.000 Termasuk

pembebasan lahan

Total       5.475.000

Table 8.7 Biaya konstruksi Sistem saluran terpisah

satuan Jumlah Biaya per unit

(USD)

Biaya

(USD)

Keterangan

Saluran m 1.000 400 400.000 Termasuk biaya

pembebasan lahan

Lebar puncak

bendung 10 m

2 2.500 5.000

Stasiun pompa:

Pompa-pompa

m3/d 9 250.000 2.250.000

Gardu/Rumah

(pompa)

3 500.000 1.500.000

Page 102: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Total       4.155.000

Pintu ayun/klep

Kemungkinan penggunaan pintu ayun/klep untuk membuang air ke luar dari polder. Untuk

dapat menganalisis kemungkinan pemakaian pintu air ini, parameter parameter berikut perlu

dipertimbangkan:

tinggi muka air (pasang surut) di laut;

muka air yang diinginkan di dalam polder, bergantung pada:

elevasi muka tanah;

tipe sistem tata air.

Gambar 8.8 berikut ini menampilkan konsep pintu ayun/klep yang dimaksud.

Gambar 8.8. Pintu air membuka selama air surut dan menutup pada saat air pasang

Page 103: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Muka air Banjir Kanal Timur

Pada situasi sekarang, muka air di bagian utara Banjir Kanal Timur ditentukan oleh muka air

laut dalam keadaan kondisi normal. Elevasi permukaan air di bagian perbatasan selatan Polder

Banger (Jl. Brigjen Katamso) adalah 2.5 sampai dengan 3.0 m+MALR. Dalam kondisi-kondisi

ekstrim (T25) kemiringan sungai bervariasi dari 1.9 m+MALR di perbatasan sebelah utara (Jl.

Arteri), sampai dengan 5.5 m+MALR di perbatasan sebelah selatan polder.

Elevasi muka air di dalam polder

Muka air di dalam polder adalah sebagai berikut:

Polder segmen I : 2.0m-MALR;

Polder segmen II: 0.5 m-MALR;

Polder segmen III: 0.5 m+MALR.

Muka air akan mengikuti tingkat penurunan permukaan tanah: 9 cm/tahun pada polder segmen I

dan 5 cm/tahun pada polder segmen II dan III.

Kemungkinan menggunakan pintu ayun/klep pada polder sistem gravitasi

Sebuah pintu ayun/klep hanya akan berfungsi jika muka air di sebelah udik lebih tinggi dari

muka air di sebelah hilir. Bagi pintu ayun/klep ini berarti bahwa elevasi muka air di bagian udik

paling tidak harus lebih tinggi dari muka air surut, untuk membuang air yang tersimpan di

dalam sistem pada saat air pasang di mana pintu tertutup. Di kawasan Banger, elevasi muka air

polder adalah 2.0 m-MALR, 1.5 m lebih rendah dari rata-rata air surut, lihat Gambar 8.9. Ini

berarti bahwa sebuah pintu ayun/klep tidak akan mungkin dapat mengalirkan dan membuang

air. Karena itu dibutuhkan sebuah pompa untuk menjaga agar muka air di polder tetap 2.0 m-

MALR. Pembuangan dengan gravitasi hanya mungkin dilakukan ketika muka air naik lebih dari

1.5 m selama air surut, yang akan terjadi rata-rata hanya kurang dari sekali per 5 tahun. Muka

air juga akan turun sebesar 9 cm/tahun, mengikuti tingkat penurunan permukaan tanah (ambles).

Ini berarti bahwa setelah 6 tahun, pengaliran dan pembuangan dengan sistem gravitasi tidak

mungkin berfungsi lagi dalam keadaan apa pun juga. Dapat disimpulkan bahwa sebuah pintu

ayun/klep sulit atau bahkan tidak akan digunakan, atau mungkin hanya digunakan satu kali

Page 104: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

selama 2 tahun atau lebih. Ringkasnya, penggunaan sebuah pintu ayun/klep adalah tidak layak

untuk dipertimbangkan.

Gambar 8.9. Pintu ayun/klep pada sistem polder gravitasi

Kemungkinan menggunakan pintu ayun/klep pada Sistem Saluran Gendong

Karena elevasi permukaan air di Kali Banger (diatur) lebih tinggi dari tingkat muka air ketika

surut, air dapat dibuang ke laut melalui pintu ayun/klep. Gambar 8.10 memperlihatkan

pembuangan air dari Kali Banger (sebagai suatu saluran gendong) melewati pintu ayun/klep.

Harus diperhatikan bahwa stasiun pompa diperlukan guna mencapai elevasi muka air lebih

tinggi pada saluran gendong. Dengan menggunakan sistem ini hanya sebagian saja biaya yang

dapat dikurangi.

Kemungkinan menggunakan pintu ayun/klep pada sistem polder terpisah

Elevasi permukaan yang lebih tinggi di kawasan sebelah selatan akan cocok untuk sistem

polder gravitasi. Masalahnya dalam hal ini muka air di Kali Banger lebih tinggi. Tabel 8.8

memperlihatkan elevasi polder di Kali Banger dan elevasi permukaan air di luar Banjir Kanal

Timur. Dapat disimpulkan bahwa pengaliran dan pembuangan dengan sistem gravitasi tidak

mungkin dilakukan.

Table 8.8. Muka air di dalam dan di luar polder

SEGMEN

POLDER

ELEVASI

POLDER

(M+MALR)

MUKA AIR BANJIR

KANAL TIMUR

(M+MALR)

KESIMPULAN

Pasang tinggi (+0.5 m+MAR)

Surut rendah (0.5 m-MAR)

LautKali Banger

Pintu pasang surut(tutup)

Elevasi permukaanMean Sea Level

1.5 m2.0 m-MAR

Page 105: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

I -2.0 -0.5 to +0.5 Pembuangan dengan gravitasi

tidak mungkin

II -0.5 + 2.0 Pembuangan dengan gravitasi

tidak mungkin

III +0.5 + 2.5 Pembuangan dengan gravitasi

tidak mungkin

Dengan kata lain, dari Tabel 8.8 dapat disimpulkan hal sebagai berikut:

pintu ayun/klep tidak mungkin diterapkan pada sistem polder gravitasi;

pintu ayun/klep mungkin bisa diterapkan pada sistem saluran gendong untuk

membuang air dari saluran gendong ke laut. Diperlukan stasiun-stasiun pompa

guna mencapai elevasi permukaan air lebih tinggi di dalam saluran gendong;

pintu ayun/klep tidak mungkin diterapkan pada sistem polder terpisah, karena

muka air pada Banjir Kanal Timur sudah terlalu tinggi.

Gambar 8.10. Debit aliran dari Kali Bangerdengan pintu ayun/klep

Sebagai bahan untuk pembuatan desain, karakteristik pasang surut disajikan pada Tabel 3.6.

Bendung di Kali Banger

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 12 24 36 48

Time (hours)

wa

ter

lev

el

(m M

SL

)

sea level water level Banger Polder

Pembuangan 10 jam

Page 106: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Gambar 8.11.Bendung di Kali Banger

Salah satu komponen penting dalam Polder Banger adalah masalah bendung. Bendung ini akan

membendung sungai (Gambar 8.11). Bendung ini akan melindungi polder Banger dari banjir,

karena laut tidak dapat mengalir ke arah polder lagi. Pada sisi lain, bendung juga menutup aliran

dari polder Banger. Untuk itu, stasiun pompa dan pengendalian kualitas air diperlukan. Bendung

akan terletak di bawah jembatan di jalan Arteri dan akan merupakan bagian dari tanggul utara.

Perkiraan tinggi muka air

Kedalaman drainase

Pengendalian muka air tanah penting untuk kelangsungan beberapa fungsi di dalam polder:

daerah-daerah hijau, pepohonan: elevasi muka air yang diinginkan 1 sampai dengan 0,5

m-permukaan (untuk menyediakan udara di tanah secara cukup dan keseimbangan

kandungan kelembaban);

rumah-rumah: 0.7 m di bawah elevasi lantai dan (untuk meningkatkan daya dukung

bangunan, untuk mencegah kelembaban tinggi dan kondisi yang tidak sehat pada lantai

dasar bangunan;

jalan-jalan: 1.0 m di bawah jalan (untuk meningkatkan daya dukung jalan);

retensi: tingkat permukaan air serendah mungkin, untuk mendapatkan efek retensi

sebesar mungkin.

Elevasi permukaan polder

Berdasarkan elevasi permukaan (Gambar 2.4) dan kedalaman drainase 1 m, secara garis

besarnya elevasi permukaan polder untuk Polder Banger ditentukan. Gambar 8.12 menampilkan

elevasi polder pada segmen-segmen polder; elevasi permukaan dan areal dari segmen-segmen

polder. Jalan-jalan dan bangunan-bangunan memerlukan muka air tanah 1.25 sampai dengan

Current situation

Page 107: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

1.50 m-permukaan tanah pada musim hujan. Untuk meningkatkan kapasitas retensi muka air

ditentukan 2.00 m-permukaan tanah. Kemudian, penentuan muka air dibuat berdasarkan

kapasitas retensi dengan pengendalian muka air tanah.

Perlu diperhatikan bahwa elevasi polder paling rendah secara hidraulik merupakan lokasi ideal

untuk retensi, karena kawasan itu memiliki permukaan yang rendah. Dalam hal itu, elevasi

polder akan memiliki elevasi permukaan yang sama seperti segmen polder yang ada didekatnya.

Lihat Tabel 8.9.

Tabel 8.9. Muka air pada segmen-segmen

SEGMEN POLDER MUKA AIR

(M+MALR)

lUAS

(HA)

PERSENTASE

%

I -2.0 370 70

II -0.5 100 19

III +0.5 60 11

Page 108: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Gambar 8.12. Perkiraan muka air

Disebabkan oleh penurunan permukaan tanah (ambles), elevasi permukaan air di dalam polder

juga turun. Elevasi polder harus mengikuti elevasi permukaan tanah yang turun tersebut. Muka

air harus diturunkan sesuai dengan tingkat penurunan permukaan tanah. Hal ini berarti bahwa

muka air harus diturunkan 9 cm per tahun dalam segmen I polder dan 5 cm per tahun pada

segmen II dan III.

8.3 Pra-sarana polder untuk Polder Percontohan Banger

Luas kolam retensi

Page 109: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Kapasitas kolam retensi yang diperlukan bergantung pada kapasitas buangan polder dan tingkat

keamanan yang diperlukan. Berikut ini, beberapa opsi kolam retensi akan dibahas.

Melalui simulasi model hidrodinamik, kapasitas retensi yang tepat dan diperlukan akan dihitung

untuk areal polder. Di samping itu, luas retensi dari saluran retensi aliran bawah mungkin

menurun, disebabkan adanya retensi pada bagian-bagian aliran permukaan. Sebenarnya, pada

situasi ideal retensi tersebar mengikuti tata ruang tetapi dengan kondisi kawasan perkotaan yang

ada saat ini hal ini tidak dimungkinkan. Tabel 8.10 menggambarkan aliran limpasan dan

koefisien masing-masing daerah tersebut.

Tabel 8.10. Luas areal dan koefisien limpasan

Pertimbangan-pertimbagan lain adalah sebagai berikut:

kapasitas pembuangan: 6 m3/d; tingkat keamanan desain dengan kemungkinan kejadian

(bencana): 100 tahunan;

ruang bebas (freeboard) tersier dan saluran-saluran kwarter: 30 cm;

ruang bebas (freeboard) Kali Banger dan tambak tambak ikan: 100 cm.

Kapasitas retensi

Suatu langkah penting dalam penilaian pengembangan polder adalah penentuan kapasitas

retensi yang diperlukan. Kapasitas retensi bergantung pada tingkat keamanan dan kapasitas

buangan polder (kapasitas pompa). Hubungan antara kapasitas pompa, kapasitas retensi dan

tingkat keamanan dapat dilihat pada Gambar 8.13.

Grafik dalam gambar tersebut memperlihatkan arah garis pembantu untuk penentuan kapasitas

pompa polder-polder di Indonesia: 1 m3/d/100 ha, seperti digambarkan pada Dasar Desain

(Basis of Design). Grafik tersebut memperlihatkan bahwa arah garis kapasitas pompa berada

luas

(ha)

Koefisien limpasan

periode pendek

(-)

Tertutup 393 0.9

Tidak tertutup 144 0.3

Air terbuka 20 1.0

Total 557

Page 110: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

pada bagian lengkungan kurva, suatu kapasitas yang lebih rendah berarti peningkatan

eksponensial kapasitas retensi yang diperlukan. Kapasitas yang lebih tinggi memiliki dampak

terbatas pada kapasitas retensi yang diperlukan. Kapasitas pompa yang dibutuhkan adalah 6

m3/d dan tingkat keamanan dengan frekuensi kejadian 100 tahunan, dan kapasitas retensi yang

diperlukan adalah 855.000 m3.

Kapasitas retensi dengan perioda ulang kemungkinan terjadi 100 tahunan (T100)

Kapasitas retensi sebagian telah ada dalam sistem drainase yang ada, yaitu Kali Banger dan

kola-kolam ikan. Tabel 8.11 memperlihatkan kapasitas retensi tambahan. Kapasitas retensi

yang harus diwujudkan adalah 615.000 m3, di samping kapasitas retensi yang ada.

Tabel 8.11.Kapasitas retensi yang ada dan yang diperlukan T100 (Witteveen+Bos, 2008)

Sistem drainase yang ada

luas (ha) Kapasitas retensi (m3)

Total diperlukan 855,000

Saluran-saluran kolam ikan Kali

Banger yanga ada saat ini

12.0 120,000

6.5 65,000

Gambar 8.13. Kapasitas retensi versus kapasitas pompa versus desain kemungkinan terjadi

(Witteveen+Bos, 2008)

Kapasitas retensi dengan kemungkinan terjadi 25 tahun (T25)

Page 111: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Kapasitas retensi yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat keamanan genangan air yang

terjadi satu kali per seratus tahun mungkin tidak dapat dilakukan di kawasan Banger,

disebabkan karena bangunan-bangunan yang ada dan ada rencana membangun terminal-

terminal peti kemas. Pada tahap pertama proyek ini (tahap studi kelayakan), desain periode

ulangnya ditentukan 25 tahun. Dengan memperhatikan kapasitas retensi yang diperlukan untuk

memperoleh tingkat keamanan lebih tinggi, priode ulang 25 tahun tersebut dianggap layak.

Tabel 8.12 Memperlihatkan kapasitas retensi tambahan yang diperlukan untuk sebuah desain

kemungkinan terjadi 15 tahun. Di samping kapasitas retensi yang ada saat ini perlu diwujudkan

kapasitas retensi 410.000 m3.

Tabel 8.12. Kapasitas retensi saat ini dan yang diperlukan untuk T25 (Witteveen+Bos,

2008)

Sistem drainase yang ada

luas

(ha)

Kapasitas retensi

(m3)

Total yang diperlukan 650,000

Kola ikan Kali Banger yang ada 12.0 120,000

6.5 65,000

15.0 55,000

Total yang ada 240,000

Yang harus diwujudkan 410,000

Di samping itu opsi-opsi retensi berikut ini akan dibahas secara singkat:

retensi pada tambak tambak ikan:

muka air sama dengan Kali Banger (hubungan langsung);

muka air lebih renda untuk meningkatkan kapasitas retensi (pembuangan

dengan pompa);

retensi-retensi pada lapangan-lapangan bermain/derah-daerah hijau;

genangan yang terkontrol.

Opsi-opsi retensi dapat digabungkan (lihat juga Volume 3: Aspek Teknik, pada prinsip zonasi

yang berdasarkan elevasi lahan). Pada bagian berikutnya kapasitas retensi akan diterjemahkan

menjadi kawasan retensi. Kapasitas retensi tambahan yang diperlukan untuk sebuah desain

priode ulang rata rata 25 tahunan dapat diterapkan.

Page 112: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Retensi pada tambak ikan

Retensi yang diperlukan diwujudkan dengan memanfaatkan tambak tambak ikan. Tambak ikan

tersebut dapat digunakan pada kondisi normal. Tambak ikan dapat dibuat sebagai hubungan

terbuka dengan Kali Banger seperti diperlihatkan pada Gambar 8.14. Kapasitas retensi menjadi

terbatas pada ruang bebas (freeboard) pada tambak tambak ikan dan Kali Banger, karena adanya

hubungan yang terbuka ini. Karena permukaan terbuka adalah 1m (sama dengan Kali Banger).

Luas yang dibutuhkan untuk tambak ikan adalah 41 ha. Daerah retensi ini dapat berlokasi di

Kemijen, berdekatan dengan tambak tambak ikan yang ada saat ini. Gambar 8.15 secara garis

besarnya memperlihatkan areal retensi yang dibutuhkan.

Muka air lebih rendah pada tambak ikan

Untuk meningkatkan kapasitas retensi tambak tambak ikan, muka air dapat diturunkan pada

tambak tambak ikan. Muka air lebih rendah pada tambak tambak ikan memerlukan pembuangan

secara kontinyu dengan pompa dari kolam ikan ke dalam Kali Banger seperti dapat dilahat pada

Gambar 8.16. Jika muka air kolam ikan 1 m lebih rendah dari muka air Kali Banger, ruang

bebas (freeboard) meningkat dari 1-2m. Areal yang dibutuhkan untuk kolam ikan menurun dari

41 ha menjadi 21.5 ha. Muka air yang relatif rendah ini mempengaruhi elevasi muka air tanah

dan dapat menyebabkan perembesan air di daerah sekitarnya.

Gambar 8.14. Retensi di tambak ikan, hubungan terbuka

Page 113: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.15. Areal retensi

Gambar 8.16. Retensi di tambak ikan, muka air yang lebih rendah

Retensi pada tempat-tempat bermain/daerah-daerah hijau

Air ditampung sementara di lapangan-lapangan bermain atau di daerah-daerah hijau lainnya.

Genangan dapat terjadi dengan suatu frekuensi kejadian yang rendah (rata rata sekali per 2

atau 10 tahun). Selama kejadian-kejadian curah hujan ekstrim, air akan ditampung sementara

di tempat-tempat bermain tersebut. Ketika muka air di Kali Banger dapat diturunkan, air akan

dapat mengalir kembali secara gravitasi melalui sebuah pinti air ke Kali Banger seperti

diperlihatkan pada Gambar 8.17. Karena ruang bebas (freeboard) adalah 1m (sama dengan

ruang bebas Kali Banger), luas yang diperlukan dari tempat bermain adalah 41 ha. Karena

elevasi permukaan tempat bermain tersebut sama dengan muka air maka perembesan air dapat

Page 114: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

terjadi, terutama selama musim penghujan. Perembesan tersebut dapat menyebabkan tempat

bermain becek jadinya.

Gambar 8.17. Retensi di areal bermain atau areal hijan

Genangan terkendali

Suatu tiingkat keamanan dengan priode ulang 15 tahunan memerlukan luas retensi yang luas.

Karena itu tingkat keamanan dapat dibuat berbeda untuk tipe-tipe tata guna lahan yang berbeda.

Sebagai contoh, gengangan jalan tidak menyebabkan kerusakan dan jika priode genangan

terbatas, ganguan tergadap kehidupanpun akan terbatas. Tambahan pula, di beberapa daerah

genangan menyebabkan lebih sedikit kerusakan dibandingkan dengan di daerah-daerah lain.

Daerah yang memiliki risiko lebih rendah ini dapat digunakan untuk genangan terkendali

dengan suatu frekuensi atau perioda ulang kemungkinan terjadi yang rendah (5 atau 10

tahunan).

Genangan pada jalan terkendali

Jalan-jalan juga dapat dipergunakan sebagai areal retensi sementara. Genangan terkendali ini

terjadi dengan frekuensi rendah (2 atau 5 tahun). Ini hanya mungkin di bawah kondisi elevasi

jalan lebih rendah dari elevasi bangunan-bangunan dan lama genangan terbatas beberapa jam

Page 115: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

saja. Gambar 8.18 memperlihatkan konsep genangan jalan terkendali ini. Pada umumnya

elevasi jalan adalah 10-20 em lebih rendah dari elevasi bangunan-bangunan. Jika ketinggian

genangan yang diperbolehkan adalah 10 cm dan lamanya 3 jam, maka 65.000 m 3 air dapat

ditampung di jalan-jalan dan ini memerlukan areal seluas 65 ha.

Gambar 8.18.Pengendalian genangan pada jalan jalan

Pengendalian genangan di areal lainnya

Dibeberapa daerah, genangan air menyebabkan sedikit kerugian dibandingkan dengan daerah

lain. Daerah-daerah ini, dengan risiko lebih rendah, dapat digunakan untuk genangan terkendali

dengan frekuensi kejadian yang rendah (misalnya 10 tahunan). Jika genangan yang

diperbolehkan adalah 20 cm maka areal retensi yang diperlukan adalah 63 ha. Di samping areal

retensi ini (dimaksudkan untuk menampung antara T10 dan T25), retensi tambahan yang

diperlukan untuk menampung air sampai dengan T10 dan penampungan tambahan adalah

sebesar 286.000 m3.

Stasiun pompa

Wilayah Polder Percontohan memilki kemiringan alami dari tinggi ke rendah, dari arah Selatan

(pegunungan) menuju ke utara (laut). Lokasi stasiun pompa sebaiknya dipilih di sebelah Utara

polder. Untuk memperkecil biaya konstruksi, stasiun pompa harus berlokasi sedekat mungkin

dengan badan air atau sungai yang sesuai. Polder yang tidak langsung berbatasan dengan laut,

sehingga Kali Banger (di luar polder) atau Banjir Kanal Timur bisa berfungsi sebagai badan

sungai penerima air. Kapasitas pembuangan Kali Banger diperkirakan sangat terbatas, sehingga

dinding-dinding lengkung kolam ikan menyumbat alirannya. Karena itu, Banjir Kanal Timur

Page 116: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

dapat menjadi pilihan yang lebih baik. Hal ini akan menentukan lokasi stasiun pompa sebaiknya

di sudut Timur Laut.

Dengan membangun stasiun-stasiun pompa tidak bearti mengurangi masalah-masalah yang

berhubungan dengan banjir selama tanggul-tangul belum di bangun dan bearti kawasan Banger

belum terlindungi. Dengan membangun stasiun pompa segera, harapan masyarakat akan

meningkat, terutama di kalangan para warga bahwa banjir akan segera berkurang. Karena itu

penting untuk menindak lanjuti dengan membangun tanggul-tanggul. Bagi para pemangku

kepentingan stasiun pompa ini sangat menarik dan jangan hanya menjadi angan angan. Lokasi

yang diusulkan untuk stasiun pompa diperlihatkan pada Gambar 8.19. Untuk menentukan

tekanan hidraulik dari stasiun pompa, tingkat penyedotan dan kemampuan mengeluarkan atau

mengalirkan air harus diketahui.

Gambar 8.19. Usulan lokasi stasiun pompa

Elevasi bangunan pengambilan saat ini

Muka air pada sekitar 0.7 m-MALR dan untuk meningkatkan kapasitas retensi, pompa harus

mampu menurunkan muka air sampai dengan 1.7m-MALR.

Page 117: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Sebagai suatu pendekatan konservatif pada proyek ini, elevasi banguan pengambilan (intake)

adalah terletak pada 2 m-MALR.

Elevasi pembuangan (Delivery level)

Elevasi pembuangan (delivery) pada tahap konstruksi (pada 2008) dan elevasi pembuangan

pada akhir masa berfungsinya (lifetime) pompa, terutama karena tingginya tingkat penurunan

permukaan tanah (ambles). Karena itu, baik elevasi untuk tahun 2008 dan elevasi pada tahun

2028 juga diberikan.

Elevasi titik pembuangan pada tahun 2008 adalah 1.25 m+MALR dan pada tahun 2028 adalah

3.12m+MALR. Elevasi ini dihitung seperti yang ditampilkan dalam Tabel 8.13.

Tabel 8.13. Perhitungan titik pembuangan (discharge point)

2008 2028

Rata-rata air pasang tinggi purnama (Mean

high water spring

Wind set up (Kecepatan angina)

Storm surge (Gelobang pasang)

Sea level rise (Kenakan muka laut)

Penurunan muka tanah

+0.50 m

+0.40 m

+0.20 m

0.006 m

0.09 m

+0.50 m

+0.40 m

+0.20 m

0.126 m

1.89 m

Elevasi pada titik pembuangan +1.25 m +3.12 m

Konsolidasi lapisan-lapisan atas belum dipertimbangkan karena konsolidasi ini sudah terjadi

sebelum proses konstruksi stasium pompa dengan menerapkan suatu metoda pra pembebanan

(“preload”) pada lokasi. Gambaran umum mengenai masalah ini dan sistemnya, masing-

masing diperlihatkan pada Gambar 8.20 dan Gambar 8.21.

Gambar 8.20.Paparan elevasi pembuangan (delivery level) pada tahun 2008 dan 2028

Page 118: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Gambar 8.21 Sistem pengelolaan tata air

Tekanan hidraulik adalah elevasi pembuangan dikurangi dengan elevasi jumlah daya tampung

untuk tahun 2008 tekanan hidraulik adalah 3.25 m (+1.25 – -2. 0 m), sedangkan untuk tahun

2028 adalah 5.12 m (+ 3.12 – -2.0 m).

Kualitas air

Sebagian dari air buangan terdiri atas air limbah yang tidak tersaring. Air yang hitam dan abu-

abu disaring oleh septik tank lokal, dan dari sana air akan mengalir ke tempat penyaringan

(trickling filter plant). Namun demikian air yang mengalir dari selokan-selokan jalan terbuka

tidak tersaring dan mungkin mengandung minyak, benda padat atau benda padat lainnya seperti

kantong pelastik. Pembuangan dari tempat penyaringan, selokan-selokan jalan dan saluran akan

ditampung dalam saluran primer karena itu buangan ini secara keseluruhan dianggap tidak

tersaring. Kualitas air di daerah pinggir pantai Kota Semarang banyak sekali mengandung

klorida: > 600 ppm (Said dan Sukrisno, 1984).

Penyediaan energi

Sebuah stasiun/gardu listrik perlu dibangun dekat stasiun pompa. Untuk menjamin penyediaan

arus listrik secara terus-menerus dan handal jika terjadi suatu ganguan listrik, instalasi listrik

termasuk penyediaan daya darurat dengan mengunakan generator diesel hendaknya

dipertimbangkan. Baik gardu pengubah daya atau penyediaan listrik darurat (generator) harus

ditempatkan pada tempat yang aman dan kering sehingga pompa tetap dapat beroperasi secara

normal pada kondisi apapun.

Page 119: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Kondisi lingkungan sekitar polder

Kawasan perumahan yang diproyeksikan akan berada di sekeliling stasiun pompa dengan jarak

kurang lebih 40 m. Karena itu tingkat kebisingan dari stasiun pompa tidak boleh lebih tinggi

dari 50 dB (A).

Kondisi bawah tanah

Karena daerah proyek di bagian utara baru saja direklamasi maka tidak dijumpai pipa-pipa atau

kabel-kabel yang terdapat di bawah tanah. Sedangkan, di bagian tengah dan selatan perbatasan

wilayah proyek sudah ada pra-sarana (gas, telekomonikasi, PDAM, listrik) yang terdapat di

bawah tanah. Detail pra-sarana bawah tanah yang sudah dan akan diinstalasi harus ditentukan

secara cermat.

Masa berfungsi atau umur teknis

Desain masa berfungsi untuk stasiun pompa adalah 50 tahun. Masa berfungsi teknis dari pompa

(seperti mur, baut, dan lain-lain) adalah 20 tahun. Karena tingkat penurunan permukaan tanah

tinggi, maka setelah 20 tahun pompa-pompa dengan spesifikasi berbeda harus dipilih untuk

mengganti pompa-pompa lama, berdasarkan atas tingkat penurunan permukaan tanah (ambles)

pada saat itu.

Kapasitas pompa yang dibutuhkan

Kapasitas pompa yang dibutuhkan adalah 6 m3/d. Kapasitas ini diperlukan selama kondisi-

kondisi cuaca hujan badai yang kemungkinan terjadi rata rata sekali setahun. Dengan kapasitas

pompa seperti ini, suatu kejadian rata rata sekali setahun curah hujan (ekstrim) dapat dialirkan

dan dibuang dalam waktu 24 jam.

Pada kondisi-kondisi cuaca kering, tingkat pembuangan adalah 43.100 m3/hari atau 0,50 m3/d.

Kapasitas ini ditentukan oleh:

produksi air limbah domestik sebanyak 15.500 m3/hari;

industri skala kecil-menengah sebanyak 2.600 m3/hari;

kapasitas pembilasan (flushing) sebanyak 25.000 m3/hari (berdasarkan atas waktu tinggal

10 hari, dengan kedalaman air 1,0 m dan luas areal 25 ha).

Page 120: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Kapasitas rata-rata musim hujan

Sistem dapat membuang air sebesar 74.100 m3/hari atau 0,9 m3/d. Kapasitas ini berdasarkan:

produksi limbah air domestik sebanyak 15.500 m3/hari;

industri skala kecil-menengah sebanyak 2.600 m3/hari;

rata-rata curah hujan 10 mm pada musim hujan, sebanyak 25.000 m3/hari;

Konfigurasi pompa

Pemompaan air polder ke dalam Banjir Kanal Timur dapat dilakukan dengan bantuan pompa

ulir (Archimedean screws pumps) atau pompa sentrifugal. Jika mengunakan pompa ulir (screws

pumps) mungkin dibutuhkan beberapa unit untuk dipasang berdekatan satu dan lain-lainnya

dalam suatu sistem. Jika menggunakan pompa sentrifugal, dipakai tipe pompa baling-baling

(axial flow propeller) atau sebuah tipe pompa baling-baling sentrifugal biasa. Pada tahap desain

berikutnya harus diteliti dan diputuskan tipe pompa yang mana yang akan dipakai dan berapa

jumlah pompa yang dibutuhkan berdasarkan kasus yang ada saat ini.

Sebuah pompa cadangan perlu juga dipertimbangkan. Pompa cadangan ini harus selalu siap dan

dapat dioperasikan jika ada salah satu pompa yang tidak dapat berfungsi.

Penyaring sampah

Terutama tipe pompa baling baling (axial flow propeller) sangat cocok untuk mengurangi

polusi dan penyumbatan. Untuk menghindari benda-benda lebih besar masuk ke dalam tipe

pompa ini, perlu dipasang kisi-kisi penyaring di depan pompa tersebut. Karena saringan ini

memiliki lobang-lobang kecil di antara kisi-kisi tersebut maka saringan itu akan beroperasi

secara otomatik. Jika mengunakan pompa sentrifugal biasa, sebuah saringan yang dibersihkan

secara manual dapat juga digunakan. Saringan ini harus dilengkapi dengan lobang-lobang yang

lebih besar di antara kisi-kisi. Hal serupa dapat dilakukan untuk stasiun pompa yang

mengunakan pompa-pompa ulir Archimedes (Archimedian screws pumps).

Pintu air atau bendung

Untuk keamanan tambahan dan perlindungan pada kondisi hujan badai, dapat dipasang katup-

katup kontrol arus (check valves).

Page 121: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Pemilihan pompa

Perbedaan maksimum yang relatif besar antara elevasi daya tampung terendah 2,00 m-MALR

dan elevasi buangan tertinggi 3,12 m+MALR secara teknis dapat ditanggulanggi dengan

mengunakan sebuah pompa ulir (Archimedian screws pump). Pengunaan pompa-pompa

sentrifugal dianggap mungkin, dengan syarat sebuah saringan dengan kisi-kisi halus dipasang di

depan pompa tersebut.

Kapasitas buangan pompa ulir (screw pump) diharapkan sekitar 2,0 m3/d untuk masing-masing

pompa. Tiga (3) buah pompa dapat beroperasi maksimum per hari, sedangkan pompa ke-4

dapat siap untuk mengantisipasi kalau ada pompa yang tidak berfungsi. Dengan demikian

kapasitas sebanyak 6 m3/d pada stasiun pompa selalu tersedia. Disarankan pompa dioperasikan

dengan kecepatan rendah dan tinggi; apabila mengunakan kapasitas pengunaan rendah dapat

dipilih desain kapasitas kurang lebih 50%. Dengan penyediaan pompa seperti ini, rentangan

kapasitas adalah sebanyak 1-6 m3/d dapat diwujudkan selama pengoperasian sistem.

Jika mengunakan pompa sentrifugal, untuk mengurangi biaya konstruksi disarankan pompa-

pomapa tersebut dipasang pada sebuah konstruksi tanam di bawah tanah. Dilihat dari sudut

pandang jumlah biaya kontruksi dan operasi paling rendah, maka 5 atau 6 pompa dengan tipe

dan ukuran yang sama dapat merupakan pilihan yang optimal, atau menggunakan 1 atau 2

pompa yang lebih kecil dikombinasikan dengan 2 atau 3 buah pompa yang lebih besar. Jika

menggunakan 5 buah pompa dengan ukurann yang sama (ditambah 1 buah pompa cadangan),

kapasitas masing-masing pompa adalah 1,2 m3/d.

Jika mengunakan beberapa buah pompa yang lebih kecil dan beberapa buah pompa yang lebih

besar, kapasits pompa yang lebih kecil yang harus dipilih adalah yang kapasitasnya sekitar 0,5

m3/d. Sedangkan untuk pompa yang lebih besar, dapat dipilih kapasitas sekitar 1,5 m3/d.

Pompa-pompa ulir dapat diproduksi dan diinstalasi oleh perusahaan PT Ruhaak Jakarta,

sedangkan manufaktur lain untuk pompa-pompa ulir adalah Spaans Babcoek dan dari negeri

Belanda. Untuk pompa-pompa “submerge” atau tenggelam dapat diperoleh dari pemasok-

pemasok terkenal dunia seperti: Nijhuis Flygt, ABS, Hidrostal dan KSB.

Page 122: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Pertimbangan-pertimbangan pemilihan pompa

Pipa penyedot statis dapat secara signifikan bervariasi, disebabkan oleh perubahan elevasi

pemompaan dan/atau saluran retensi serta penurunan permukaan tanah (ambles) jangka panjang.

Pipa penyedot dinamik kecil, dikarenakan ketahanannya kecil terhadap saluran pipa ke luar.

Kapasitas pompa-pompa ulir pada dasarnya tidak bergantung pada elevasi air pada kedua sisi

stasiun pompa; tetapi bergantung pada panjang keseluruhan pipa pembuangan. Untuk tahap

pertama dapat dipilih titik pembuangan (sementara) yang lebih rendah. Dengan cara ini

konsumsi energi dapat dihemat.

Kapasitas pompa baling-baling (axial flow) akan bergantung pada panjang keseluruhan pipa

pembuangan. Perbedaan kapasitas pompa seperti ini dapat terjadi pada elevasi air pada

penyedotan pingir (pingir Kali Banger) dan pada pembuangan pingir (pingir Banjir Kanal

Timur). Kapasitas pompa baling-baling (axial flow) sesungguhnya pada elevasi air tinggi dalam

polder bisa lebih dari 1½ kali dari desain kapasitas. Karena itu luas penampang yang diperlukan

untuk saluran pipa harus 1½ kali lebih besar dari luas yang dibutuhkan dari pompa ulir. Secara

umum hal yang sama juga berlaku untuk pompa sentrifugal. Efisiensi pompa baling-baling

(axial flow) (dan tipe pompa sentrifugal lainnya) akan lebih rendah dalam waktu jangka panjang

sebagai akibat titik kerja yang berbeda (Lihat Gambar 8.22). Untuk pompa-pompa tempel,

penurunan kinerja kurang signifikan, dengan syarat elevasi air yang dibuang sama atau lebih

tinggi dari elevasi penyedotan/pengisian.

Siklus masa berfungsi teknik pompa baling-baling (axial flow) kurang lebih 10 tahun,

sedangkan siklus masa berfungsi pompa ulir kurang lebih 20 tahun. Biaya-biaya konstruksi awal

untuk pompa-pompa ulir dapat lebih tinggi, tetapi biaya tahunan untuk energi, operasi, dan

pemeliharaan akan lebih rendah. Permodalan nilai biaya saat ini dapat dijadikan alat untuk

menilai solusi ekonomi yang paling tepat.

Pompa-pompa ulir Archimedes lebih dapat diandalkan, kurang rawan terhadap penyumbatan

dibandingkan dengan pompa-pompa setrifugal. Di samping itu, pompa-pompa ini mudah

diawasi dan selalu memiliki kapasitas tetap (konstan) tidak bergantung pada elevasi muka air.

Page 123: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.22. Karakteristik aliran pompa baling baling

Pompa yang tenggelam (submerged) dapat dipasang di bawah tanah dan dapat didesin dengan

tombol sakelar kecepatan rendah atau tinggi. Jika dipilih kecepatan pemompaan yang berbeda,

diperlukan pengubah penyesuaian frekuensi. Ini pada hakikatnya termasuk teknologi maju,

tetapi kurang cocok untuk pasar Indonesia dan akan menurunkan kebutuhan tenaga kerja untuk

operasi dan pemeliharaan.

Evaluasi berbagai alternatif

Tabel 8.14 memperlihatkan skor dan perkiraan biaya dan dimaksudkan untuk memberi

pemahaman keuntungan dan kerugian dari 2 alternatif yang disebutkan dalam bagian-bagian

yang telah dibahas di atas.

Table 8.14. Tabel skor dari alternatif stasiun pompa

KRITERIA OPSI 1

POMPA ULIR

OPTION 2

POMPA BAWAH AIR

Biaya investasi

Desain teknis masa fungsi (lifetime) (tahun)

Efisiensi (berhubungan dengan biaya energi)

Masa pakai (durability)

Aksesibiltas dan kemudaham pemeliharaan

Pengetahuan dan keakhlian staf

Kinerja dengan air yang terpolusi berat

Penyesuaian tekanan pembuangan air

(Adaptability delivery head 1)

-

20

+

++

++

++

++

+/0

+

10

+/-

-

-

-

-

+

Page 124: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

1 Penyesuaian teknan air bisa dilakukan dengan menggunakan skrup kotak atas yang dapat distel

(adjustable upper screw casing screw).

Pompa-pompa ulir (Archimedean screw pump) memiliki skor tertinggi berdasarkan kriteria

penilaian: lama pemakaian, aksessibilitas, kemudahan pemeliharaan, kinerja terhadap polusi

yang lebih berat, tetapi biaya konstruksi pompa-pompa ulir Archimedes ini lebih mahal.

Kekurangan lainnya dari tipe pompa ini adalah kerumitan desain teknis dan konstruksi, terutama

bila dibandingkan dengan tipe pompa yang di bawah permukaan air ( submergible pump).

Pompa tanam di bawah permukaan air/tanah hanya memerlukan sebuah gardu pompa dan

struktur atas untuk menyangga pompa. Tipe pompa baling-baling “axial flow” lebih disukai

dibandingkan dengan pompa baling-baling (propeller pump) karena tipe pompa ini tidak sering

mengalami penyumbatan dan jarang tidak berfungsi disebabkan oleh sampah-sampah apung dan

benda-benda kecil yang terdapat dalam air. Pompa sentifugal bisa dipasang di bawah

permukaan air atau dengan operasi kering di atas air. Untuk perbandingan dengan pompa

baling-baling/axial flow yang dapat dipasang di bawah permukaan air, telah diasumsikan satu

instalasi yang serupa di mana keduanya dapat dipasang di bawah permukaan tanah/air.

Ditinjau dari sudut pandang biaya investasi tipe pompa baling-baling atau pompa “axial flow”

dapat merupakan pilihan yang tepat. Dinas PU Kota Semarang telah memilih jenis pompa

baling-balimg atas dasar lebih rendahnya biaya investasi dan juga pengalaman yang dimiliki

dalam mengunakan tipe pompa ini di kawasan Semarang. Sampai saat ini, Dinas PU telah

membeli 2 buah pompa dengan kapasitas masing-masing 1,5 m3/d dan saat ini sedang

mengadakan tender untuk membeli 3 buah pompa tipe yang serupa.

Kolam pompa

Kali Banger akan mengalir langsung ke stasiun pompa dan memiliki panjang bagian luar yang

cukup besar untuk berfungsi sebagai saluran pemompaan yang lebih besar, dan dapat

menghindari fluktuasi muka air dan siklus nyala-matinya pompa.

Saluran pembuangan dan bangunan pembuang (outlet)

Sebuah saluran pipa keluar akan membuang air ke dalam bangunan pembuang. Di antara

saluran pipa keluar dan bangunan beton (kolam penampungan dan bangunan pembuang)

Page 125: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

dipasang sebuah “kompensator” yang dapat mengatasi adanya perbedaan takanan. Pada ujung

saluran pipa keluar pada struktur outlet dipasang jeruji besi baja sebagai pengaman. Bangunan

pembuang akan dilengkapi dengan alat-alat penutup. Tinggi bangunan harus sama dengan tinggi

tanggul di sepanjang saluran persilangan. Untuk keamanan harus dipasang sebuah rel (pagar)

dari besi. Didepan bangunan pembuang, saluran persilangan akan memiliki perlindungan lereng

dan dasar saluran untuk menjaga stabilitas dan mencegah erosi di sekitar bangunan.

Pengoperasian

Pada musim kering, sebuah pompa akan beroperasi secara berkala untuk membuang air

domestik ringan. Jika mengunakan pompa ulir, pompa harus beroperasi dengan kecepatan

tinggi/rendah. Pada musim penghujan, lebih dari satu pompa harus beroperasi secara terus-

menerus dan secara teratur selama waktu tertentu. Jika terjadi hujan deras, pompa cadangan

yang terakhir dapat digunakan untuk mendukung pompa-pompa yang lain. Hal seperti ini

diperkirakan akan terjadi rata rata sekali setahun.

8.4 Perencanaan landskap dan tata guna lahan pada Polder Percontohan Banger

Perencanaan landskap dan tata ruang di kawasan Polder Percontohan Banger berdasarkan atas

Rencana Induk kota Semarang. Dalam Rencana Induk 2000-2010, tata guna lahan dan fungsi-

fungsinya dapat dilihat pada Paragraf 3.4: Pendekatan Perencanaan Tata Ruang.

Di samping berfungsi sebagai daerah permukiman, lahan yang ada di areal proyek digunakan

untuk perdagangan kecil, industri-industri jasa kecil dan industri-industri kecil. Di bagian Utara

(Kelurahan Kemijen) sebagian lahan digunakan oleh perusahaan kereta api, Pertamina, tambak

ikan, dan sebagian lainnya belum dimanfaatkan (Lihat Tabel 3.9).

8.5 Kondisi batas untuk desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir

Polder Percontohan Banger

Ada dua kondisi batas yang harus dipertimbangkan, yaitu kondisi batas tanah (lahan) dan

kondisi batas air.

Kondisi batas tanah (lahan), batas lahan dapat digambarkan oleh keberadaan tanggul-

tanggul.

Page 126: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Disebabkan oleh penurunan permukaan tanah, elevasi mercu tanggul-tanggul menurun dengan

cepat dan ini berdampak pada desain masa berfungsinya bangunan tanggul. Karena desain masa

berfungsi (lifetime) yang lebih panjang memerlukan lebih banyak biaya investasi, lifetime

merupakan suatu parameter yang penting. Karena itu perluasan-perluasan yang mungkin

dilakukan pada masa yang akan datang di kawasan polder harus dijajaki lebih jauh.

Pengembangan pada masa yang akan datang tersebut mungkin dapat dilakukan. Hal ini karena

dilihat dari sudut pandang perlindungan banjir, lokasi tanggul-tanggul Polder Banger belum

optimal. Jika sebuah wilayah polder yang diperluas ingin diwujudkan pada masa yang akan

datang, maka beberapa tanggul akan kehilangan fungsinya. Agar tidak melakukan tindakan-

tindakan yang menimbulkan penyesalan pada waktu yang akan datang, dan untuk menentukan

rancang bangun “lifetime” proyek secara tepat, di bawah ini akan dibahas beberapa rencana

perluasan yang mungkin dilaksanakan di kawasan polder.

Pada Tahap 1 proyek, batas-batas wilayah proyek sudah ditentukan. Wilayah proyek,

berdasarkan data hidrologi dan administratif, telah sedikit berubah di perbatasan sebelah

Selatan. Wilayah proyek meliputi Kecamatan Semarang Timur dan proyek ini akan melindungi

seluruh wilayah kecamatan ini dari banjir. Gambar 8.21 memperlihatkan batas-batas polder ini.

Wilayah proyek relatif kecil dan memerlukan panjang tanggul yang relatif terbatas. Untuk

sebuah proyek percontohan, ini merupakan masalah penting, karena polder tersebut relatif dapat

diwujudkan secara mudah dan cepat.

Seperti diperlihatkan dalam Gambar 8.23, batas-batas sistem drainase yang mengalir ke Kali

Banger adalah sebagai berikut:

sebelah utara berbatasan dengan: Jl. Arteri/Jl.Peta;

sebelah uelatan berbatasan dengan: Jl. Brigjen Katamso;

sebelah barat berbatasan dengan: Jl. M.T.Haryono dan Jl. Ronggowarsito;

sebelah timur berbatasan dengan: Tanggul Banjir Kanal Timur.

Tanggul sebelah Utara Polder Banger diperluas ke Banjir Kanal Barat oleh Rencana Drainase

Perkotaan Kali Semarang (RDPKS), lihat Gambar 8.22.

Page 127: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.21. Batas dari wilayah polder Banger

Tanggul-tanggul di bagian utara, bersama-sama dengan tanggul-tanggul sepanjang Banjir Kanal

Timur, melindungi daerah di antara kedua saluran. Karena itu sebuah tanggul di sebelah Barat

Polder Banger tidak diperlukan lagi. Tingkat keamanan tanggul sepanjang Banjir Kanal Timur

harus sama dengan tingkat keamanan tanggul-tanggul di sekitar areal Banger.

Page 128: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Gambar 8.22. Rencana drainase perkotaan Kali Semarang

Lokasi tanggul

Tanggul di sebelah Utara

Tanggul dirancang berada di antara Banjir Kanal Timur dan Kali Baru. Hanya bagian antara

Banjir Kanal Timur dan Jl. Ronggowarsito yang termasuk bagian Polder Banger. Tanggul

tersebut melintasi dua pertemuan jalan utama: Jl. Ronggowarsito dan Jl. Mpu Tantular. Kedua

jalan ini merupakan pintu masuk utama ke pelabuhan.

Opsi lokasi tanggul sebelah Utara

Tanggul sebelah Utara dan bendung dapat dibuat di sebelah Utara atau di sebelah Selatan Jl.

Arteri, lihat Gambar 8.23 dan Gambar 8.24. Lokasi bendung berhubungan dengan lokasi

Jl. R

ongg

owar

sito

Dike Banger Polder

Dam in kali Semarang+ pumping station

Dam in kali Baru+ pumping station

Ban

jir

Kan

al B

arat

Ban

jir

Kan

al

Tim

ur

Dike UDPKS

Dam+pumping station Northern dike Eastern dike (along Banjir Kanal Timur) Western dike (along Banjir Kanal Barat) Project boundary Banger Polder

Dam in kali Banger+ pumping station

Page 129: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

tanggul, karena tanggul tidak dapat melintasi jalan (karena harus ada jarak 15 m dari jalan). Jika

tanggul dibuat di sebelah utara Jl. Arteri, maka bendung juga harus dibuat di sebelah utara. Atau

sebaliknya, opsi sebuah tanggul di sebelah selatan digabung dengan bendung, di sebelah selatan

Jl. Arteri. Bagian ini membahas penilaian terhadap kedua opsi di mana tanggul dan bendung

harus dibangun.

Opsi Utara

Posisi opsi Utara dan hubungannya dengan daerah sekitar diperlihatkan pada Gambar 8.23.

Tanggul tidak boleh melintasi Jl. Arteri. Namun demikian, diperbolehkan menghubungkan

bendung dengan tanggul di sebelah Timur dengan konstruksi beton bertulang atau turap baja di

bawah jembatan di atas Kali Banger. Konstruksi turap baja ini relatif mahal. Ringkasnya, opsi

Utara ini terdiri atas tiga elemen, sebagai berikut:

tanggul yang dibuat dengan konstruksi beton di sekelilinginya;

bendung (dibuat dengan konstruksi pelindung di sekelilingnya);

hubungan (koneksi) bendung – tanggul timur (dengan konstruksi turap baja).

Gambar 8.23. Opsi utara

Opsi ini akan melindungi Jl. Arteri. Tanggul dibuat pada lahan yang dimiliki oleh otoritas

pelabuhan (PT. Pelindo). Di kawasan Polder Banger, 24 buah rumah penduduk harus dibongkar

(direlokasi). Di samping itu, 18 buah gedung-gedung milik perusahaan di antara Jl.

Jl.

Ro

ng

go

war

sito

Jl. M

pu

Tan

tula

r

Dam in kali Banger

Jl. Arteri

kali Banger

Kal

i Bar

u

Ban

jir K

ana

l T

imu

r

Connection dam-eastern dike

dike

Page 130: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Ronggowarsito dan Kali Baru juga harus dibongkar. Memang, beberapa buah bangunan/gedung

sudah kosong karena tergenang air pasang (rob). Areal yang dibutuhkan untuk membangun

tanggul terdiri atas 2,0 ha di Polder Banger dan 2,0 ha di areal sebelah Barat Polder Banger (ke

arah Kali Baru).

Opsi Selatan

Posisi Opsi Selatan disajikan pada Gambar 8.24. Tanggul dan bendung dibangun di sebelah

selatan Jl. Arteri dan tidak cukup tersedia lahan untuk membangun bendung yang dibuat dengan

konstruksi yang kuat. Karena itu konstruksi turap baja diusulkan di dalam desain untuk

mendapatkan suatu bendung yang stabil. Opsi Selatan ini mencakup dua elemen sebagai

berikut:

tanggul yang dibangun dengan konstruksi yang kuat;

bendung yang dibangun dengan konstruksi turap baja.

Opsi ini tidak melindungi Jl. Arteri dan berlokasi di areal permukiman. Di kawasan Polder

Banger, 23 buah rumah penduduk harus dibongkar. Sedangkan, di antara Jl. Ronggowarsito dan

Kali Baru, 56 buah rumah penduduk juga harus dibongkar. Areal yang dibutuhkan untuk

melaksanakan Opsi Selatan ini seluas 2,0 ha.

Page 131: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.24. Opsi selatan

Perbandingan antara dua pilihan atau opsi

Tabel 8.15 memperlihatkan evaluasi dari kedua opsi, antara Opsi Utara dan Opsi Selatan. Dari

kedua Opsi tersebut, pembuatan tanggul di sebelah utara akan mempengaruhi pra-sarana yang

ada saat ini seperti gedung-gedung dan bangunan-bangunan lainnya. Opsi Selatan akan

menyebabkan banyak rumah dan hak milik swasta yang harus dibongkar dan karena itu pula

pilihan ini dapat menimbulkan lebih banyak dampak negatif sosial. Sedangkan, tanggul di

sebelah utara akan melindungi lebih banyak areal dan aset (Jl.Arteri) dan kurang menimbulkan

dampak negatif sosial, karena lahan yang akan digunakan untuk pembangunan tanggul dimiliki

oleh otoritas pelabuhan.

Biaya investasi untuk Opsi Utara (Rp. 32 miliar), Rp. 9 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan

biaya invesatasi Opsi Selatan (Rp. 23.). Pembangunan bendungan Opsi Utara sangat mahal

karena memerlukan konstruksi turap baja.

Tabel 8.15. Evaluasi dan penilaian lokasi tanggul sbelah utara (dan bendung)

PILIHAN UTARA PILIHAN SELATAN

Polder

Banger

Jl.Ronggowarsito-

Kali Baru

Polder

Banger

Jl.Ronggowar-sito-

Kali Baru

Pembebasan lahan (ha) 2.0 2.0 2.0 2.0

Rumah yang harus

dibongkar

24 28 (gedung milik

perusahaan)

23 56

Pemilik lahan PT. Pelindo PT. Pelindo Swasata Swasta

Page 132: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Melindungi Jl. Arteri termasuk termasuk Tidak

termasuk

Tidak termasuk

Biaya tanggul+bendung

(Rp)

21 miliar 11 miliar 10 miliar 13 miliar

Opsi Utara yang direkomendasikan. Berlawanan dengan Opsi Selatan, Opsi Utara akan

melindungi lebih banyak asset, yaitu: Jl. Arteri. Tambahn pula, proses pembebasan lahan lebih

mudah karena hanya melibatkan satu pihak saja. Dampak negatif sosialnya pun lebih sedikit,

karena gedung-gedung yang harus dibongkar sebagian besar milik perusahaan yang sebagian

besar sudah kosong (ditinggalkan pemiliknya karena banjir/tergenang air pasang).

Tanggul Timur

Tanggul di sebelah timur Polder Banger tanggul Banjir Kanal Timur (BKT). Tembok/tanggul

ini harus ditinggikan untuk memenuhi kebutuhan pengamanan. Tanggul Timur selanjutnya

disebut tanggul BKT.

Lokasi dan segmen tanggul BKT

Tanggul BKT yang ada saat ini berlokasi antara persimpangan Jl. Arteri di sebelah utara dan Jl.

Brigjen Katamso di sebelah Selatan. Panjang tanggul adalah 5,43 km (BKT Km 1,34 – BKT

Km 6,77). Tanggul antara BKT Km 1,34 BKT Km 5,47 perlu perbaikan (Gambar 8.25).

(4,13). Bagian di sebelah Selatan dekat Jl. Brigjen Katamso cukup tinggi selama 20 tahun ke

depan. Berdasrkan penampang melintangnya yang khas (yang ditentukan oleh muka air yang

berbeda dalam BKT), dapat dibedakan 5 segmen sebagai berikut:

segmen 1: Jl. Arteri;

segmen 1: Jl. Kaligawe;

segmen 1: Jl. Sewah Besar;

segmen 1: Jl. Citarum;

segmen 1: Jl. Kartini.

Page 133: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

1

2

3

4

5

1: jl. Arteri km 1.341-1.940

2: jl. Kaligawe km 1.941-2.722

3: jl. Sewah Besar

(km 2.722-3.203 4: jl. Citarum

km 3.204-4.017) 5: jl. Kartini

km 4.018-5.472

No improvement of existing BKT dike

Gambar 8.25. Lokasi tanggul BKT

Aspek desain umum

Total lebar tanggul harus dibatasi sedapat mungkin agar jangan mempersempit bantaran banjir

BKT. Dengan mengurangi bantaran banjir akan mengurangi kapasitas pembuangan dan retensi

BKT. Pengurangan kapasitas retensi dan pembuangan akan menyebabkan muka air lebih tinggi

selama kejadian pembuangan ekstrim. Lebar ambang minimum 1m dianggap cukup untuk

inspeksi dan pemeliharaan dengan cara berjalan kaki.

Desain hidraulik tanggul BKT

Tanggul BKT harus mampu menahan beban air statis dari BKT dan tidak mudah rusak oleh

gelombang.

Elevasi ambang

Kemiringan muka air sepanjang BKT meningkat di arah sebelah Selatan. Elevasi ambang (crest)

ditentukan oleh desain muka air dari BKT ditambah dengan ruang bebas (freeboard) sebesar 0.5

m. Batas besarnya keamanan ini ditentukan sesuai dengan standard yang berlaku untuk desain

tanggul sepanjang sungai.

Page 134: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Elevasi ambang yang ada saat ini dan yang diperlukan pada masa mendatang ketika perbaikan

diperlukan dapat dilihat pada Tabel 8.16. Segmen sebelah Selatan dari segmen 5 ditambahkan

untuk memperlihatkan bahwa perbaikan tidak diperlukan khusus untuk sgmen itu. Segmen 1-3

memerlukan perbaikan segera. Jumlah panjang segmen ini adalah 1,86 km. Segmen 4 dan 5

masing-masing hendaknya diadakan perbaikan pada tahun 2016 dan 2022.

Tabel 8.16. Elevasi ambang (crest) yang dibutuhkan

Segmen DesAin SAAT INI PERBAIKAN

(TAHUN)Muka air

(m+MAL

R)

Ruang

bebas

(m)

Elevasi

ambangl

(m+MAL

R)

Elevasi

ambang

(m+MAL

R)

Penurunan

muka tanah

(m/tahun)

1 Jl. Arteri +1.6 0.5 +2.1 +1.9 0.09 2008

2 Jl. Kaligawe +2.5 0.5 +3.0 +2.8 0.07 2008

3 Jl. Sewah Besar +2.7 0.5 +3.2 +3.0 0.06 2008

4 Jl. Citarum +3.0 0.5 +3.5 +4.0 0.06 2016

5 Jl. Kartini +4.8 0.5 +5.3 +6.0 0.05 2022

Jl. Bridgend Katamso +5.4 0.5 +5.9 +7.1 0.05 2032

Page 135: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.26. Tanggul yang ada saat ini di Banjir Kanal Timur

Hal hal yang kritis

Pelabuhan Semarang tidak terlindungi

Dilihat dari sudut pandang perlindungan, lokasi tanggul di sebelah selatan tidak optimal.

Tanggul itu terletak di sepanjang garis pantai, guna memberikan perlindungan semaksimal

mungkin. Sayangnya pelabuhan tidak termasuk ke dalam wilayah proyek, pada hal pelabuhan

Semarang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi dan vital bagi perekonomian Semarang. Namun

demikian, salah satu keunggulan lokasi tanggul Polder Banger adalah panjangnya yang terbatas

(1100 m), yang dianggap ideal untuk dilaksanakan.

Kondisi batas air

Ada tiga kondisi batas air yang perlu dipertimbangkan yaitu:

fluktuasi muka air pasang surut di batas hilir;

debit air dari bagian hulu sungai-sungai;

limpasan curah hujan di dalam wilayah polder.

8.6 Pendekatan desain dan standar desain yang dapat diterapkan pada Polder

Percontohan Banger

Tingkat keamanan polder

Di Polder Banger, banjir disebabkan oleh dua mekanisme utama, yaitu:

laut;

curah hujan di dalam polder.

Prinsip keamanan banjir yang disebabkan oleh laut

Menurut sejarahnya, definisi keamanan suatu pertahanan banjir dirumuskan oleh muka air

tertinggi yang diketahui. Pertahanan banjir didesain pada suatu elevasi ditambah dengan suatu

nilai tertentu. Namun demikian, tingkat keamanan polder berhubungan dengan dilapauhinya

frekuensi dari muka air tinggi. Desain muka air ini adalah suatu fungsi dari nilai ekonomi dari

Page 136: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

polder (seperti: rumah, masyarakat/warga, lingkungan dan lain-lain) dan risiko terhadap nyawa

manusia. Di Belanda, di mana konsep polder sudah diterapkan berabad-abad lamanya,

pertahanan banjir dari polder-polder harus dapat menahan kondisi-kondisi hidraulik ekstrim

yang dapat terjadi rata rata sekali per 1.250 tahun (terutama tanggul-tanggul sungai yang tidak

harus menahan kondisi-kondisi ekstrim). Standar ini adalah hasil dari analisis komprehensif

manfaat-biaya (benefit-cost) dan keamanan. Polder Banger utamanya akan melindungi fungsi-

fungsi permukiman dan komersial. Banjir akan menyebabkan banyak kerusakan terhadap

fungsi-fungsi tersebut dan bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Desain dengan

kemungkinan terjadi rata rata 1.000 tahunan (bukan 1.250 tahunan), karena kecepatan angin

tidak dapat ditentukan untuk kemungkinan terjadi yang lebih dari 1.000 tahunan. Perbedaan

tinggi antara ketinggian tanggul dengan kemungkinan terjadi 1.000 tahunan, dan ketinggian

tanggul dengan kemungkinan terjadi 1.250 tahunan hanya beberapa cm saja, dan hal ini dapat

diabaikan, dibandingkan dengan laju penurunan permukaan tanah (ambles).

Prinsip keamanan banjir yang disebabkan oleh curah hujan

Kerusakan yang disebabkan oleh curah hujan terbatas (curah hujan di dalam wilayah polder)

dan tidak akan menimbulkan korban jiwa. Di Belanda, genangan di daerah perkotaan, yang

disebabkan curah hujan ekstrim, dapat terjadi rata rata sekali per 100 tahun. Untuk Polder

Banger, diterapkan desain kemungkinan terjadi sekali per 100 tahun.

Elevasi ambang tanggul

Beberapa parameter, tetapi terutama penurunan permukaan tanah untuk desain masa berfungsi

(lifetime), menentukan elevasi mercu tanggul. Tabel 8.17 memperlihatkan desain elevasi mercu

untuk desain masa berfungsi (lifetime) 10 dan 20 tahun. Setelah periode masa berfungsi

(lifetime) 10 dan 20 tahun, tanggul harus ditinggikan untuk mengikuti penurunan permukaan

tanah (ambles) dan juga kenaikan permukaan air laut.

Tabel 8.17 Desain elevasi mercu untuk desain umur 10 dan 20 tahun di bagian sebelah Utara

setelah penurunan residu)

PARAMETER 10 tAHUN 20 tAHUN

Pasang tertinggi Air Pasang 0,50 m+MALR 0,50 m+MALR

Page 137: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gelombang badai (Storm surge) +0,20 m +0,20 m

Kecepatan angin kemunginan terjadi

sekali dalam 1,000 tahun

+0,40 m +0,40 m

Kenaikan tingkat muka laut +0,06 m +0,12 m

Ruang bebas (Freeboard) +0,50 m +0,50 m

Penurunan permukaan muka tanah +0,90 m +1,80 m

Total 2,56 m+MALR 3,52 m+MALR

Desain umur teknis (lifetime) dan elevasi mercu tanggul

Desain umur teknis

Desain “lifetime” adalah periode (masa) di mana tanggul memenuhi fungsinya: menahan

kondisi-kondisi ekstrim dari laut dengan desain kemungkinan terjadi rata rata sekali dalam

1.000 tahun. Berarti untuk masa berfungsinya, kemungkinan gagal berfungsinya rata rata sekali

dalam 1.000 tahun. Dalam proyek ini, desain masa berfungsi ini merupakan parameter penting.

Hal ini karena desain lifetime tanggul-tanggul berhubungan dengan penurunan permukaan tanah

(ambles). Disebabkan oleh turunnya permukaan tanah, elevasi mercu tanggul berkurang, yang

juga akan mempengaruhi umur teknis (lifetime).

Berakhirnya desain lifetime bukan berarti tanggul sudah kehilangan fungsinya. Tetapi itu berarti

perlindungan oleh tanggul menjadi berkurang. Gagal berfungsinya tanggul akan lebih sering

dari tingkat keamanan yang ditentukan. Dengan meninggikan tanggul pada Tahap kedua, maka

tanggul akan dapat berfungsi kembali seperti semula.

Desain lifetime tanggul Polder Banger

Pada Tahap 1, disimpulkan bahwa desain lifetime 20 tahun dianggap layak untuk wilayah

Polder Banger. Tetapi desain lifetime 20 tahun dapat juga tidak layak karena alasan-alasan

berikut ini:

desain lifetime pertama-tama ditentukan oleh penurunan permukaan tanah (ambles).

Namun demikian, tingkat penurunan tanah tersebut tidak pasti. Ini berarti bahwa lifetime

tanggul juga tidak pasti. Karena alasan ini disarankan agar membuat desain untuk lifetime

terbatas pada 20 tahun atau kurang dan disarankan agar memantau tingkat penurunan

permukaan tanah tanggul yang sebenarnya;

Page 138: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

perencanaan ke depan dari daerah sekitar polder adalah tidak pasti. Dalam waktu 20

tahun yang akan datang, mungkin konsep polder juga akan dilaksanakan di pelabuhan, di

sebelah Utara wilayah proyek atau di daerah sebelah Barat wilayah proyek. Jika

demikian kasusnya nanti, tanggul-tanggul pelabuhan juga akan melindungi wilayah

proyek. Tanggul-tanggul di wilayah proyek saat ini akan kehilangan fungsinya;

jika 20 tahun ke depan tidak ada tindakan yang diambil untuk daerah sekitar proyek,

daerah sekitar tersebut diperkirakan akan tergenang air pasang. Hal ini akan membuat

Polder Banger tidak dapat diakses lagi dan akan terisolasi.

Setelah berakhirnya desain lifetime, tanggul-tanggul dapat ditinggikan pada Tahap 2. Dalam

desain tersebut, ruang cadangan untuk peninggian tanggul harus dipertimbangkan. Ketika

membuat tanggul, penting untuk tidak melakukan hal-hal yang akan menimbulkan penyesalan

di kemudian hari. Pada bagian terdahulu, sudah dirinci beberapa kemungkinan perluasan,

kurang lebih berdasarkan konsep tanggul keliling. Ketika dibangun tanggul keliling, misalnya

untuk melindungi pelabuhan, beberapa tanggul Polder Banger akan kehilangan fungsinya.

Gambar 8.27 menunjukkan tanggul-tanggul Polder Banger dan konsep tanggul keliling. Dalam

gambar ini dapat dilihat bahwa tanggul di sepanjang Banjir Kanal Timur, merupakan bagian

konsep tanggul keliling. Tanggul ini (di sepanjang Banjir Kanal Timur) tidak akan menjadi

tanggul yang sia-sia, karena dengan perluasan yang mungkin pada waktu mendatang. Pada

gambar juga dapat dilihat bahwa ketika polder diperluas dengan adanya tanggul keliling,

tanggul di sebelah Utara dan di sebelah Barat Polder Banger akan kehilangan fungsinya.

Untuk desain lifetime tanggul-tanggul Polder Banger, harus dibedakan antara tanggul-tanggul

yang akan menjadi bagian dari tanggul keliling yang akan dibangun ke depan, dan tanggul-

tanggul yang akan kehilangan fungsinya, ketika tanggul keliling dibangun. Untuk tanggul

Polder Banger, yang menjadi bagian dari tanggul keliling, disarankan menerapkan lifetime 20

tahun. Lifetime ini sama dengan lifetime yang dianggap layak untuk proyek ini pada Tahap 1.

Untuk tanggul-tanggul yang bukan bagian dari tanggul keliling, disarankan menerapkan lifetime

10 tahun, karena dapat diharapkan bahwa dalam waktu 10 tahun wilayah polder kemungkinan

akan diperluas.

Page 139: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Gambar 8.27.Tanggul polder Banger dan tanggul keliling

Sistem pengelolaan tata air

Semua komponen sistem tata air (saluran, pra-sarana, kolam retensi dan detensi) dihitung

berdasarkan perhitungan aliran tetap. Desain awal ini hendaknya diperiksa dan disempurnakan

dengan menggunakan perhitungan aliran tidak tetap (unsteady).

Untuk sistem Polder Percontohan Banger, dua sistem yang berbeda disimulasikan, yaitu:

dengan pintu ayun/klep di batas hilir;

dengan stasiun pompa di batas hilir.

Di samping itu, untuk tujuan operasi dan pemeliharaan (O&P) sistem pengelolaan tata air,

model aliran tetap juga akan diterapkan.

Skematisasi model

Page 140: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Skematisasi model harus berdasarkan kondisi fisik protip yang ada di lapangan. Dalam

skematisasi, harus jelas di mana muka air dan debit aliran harus dihitung.

Kondisi awal

Sebagai kondisi awal model, kondisi aliran tetap pada sistem dapat digunakan. Kondisi tetap ini

dapat diperoleh dengan perhitungan aliran tetap (steady flow). Kondisi awal harus mencakup

kedua parameter aliran (muka air dan debit aliran) di semua simpul/kisi-kisi perhitungan.

Kondisi batas

Debit dari sungai di bagian hulu, debit anak anak sungai dan fluktuasi muka air di batas hilir

diperlukan sebagai kondisi batas untuk simulasi model aliran tidak tetap (unsteady model).

Analisis dan evaluasi

Berdasarkan hasil simulasi model matematika dan kinerja hidrauliknya akan dianalisis dan

dievaluasi sesuai dengan desain standar. Pada tahap ini proses iterasi pada permodelan menjadi

hal yang utama.

8.7 Dampak penurunan permukaan tanah dan meningkatnya permukaan air laut pada

pengelalaan tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger

Dampak penurunan permukaan tanah dan naiknya permukaan air laut akan saling memperkuat

satu sama lain dan akibatnya akan menciptakan lebih banyak kendala terhadap kapasitas

drainase sistem pengelolaan tata air di satu pihak dan, dan di pihak lain terhadap desain

perlindungan banjir (tanggul-tanggul dan bangunan air pembuang). Di samping itu, hal ini juga

akan mempengaruhi intrusi air laut ke dalam sistem air tanah dan juga terhadap sistem air

terbuka (jika tidak dibangun dam di muara sungai).

Proses penurunan permukaan tanah (ambles) harus dihentikan dan dikontrol mulai dari

sekarang. Tindakan-tindakan pengontrolan khusus harus direncanakan (baik struktural maupun

non-struktural).

Page 141: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

8 Aspek desain pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

8.8 Tindakan Mengurangi Dampak

Menurunkan muka air tanah diperlukan untuk memperoleh kondisi kehidupan yang lebih baik

(rumah kering, daya dukung jalan lebih baik). Menurunkan muka air tanah dapat menyebabkan

penurunan (settlement) tambahan. Namun demikian, tingkat penurunan dapat berkurang dengan

pengendalian air tanah yang baik dan seksama. Dengan mengontrol muka air yang lebih tinggi

di Kali Banger pada musim kering, dampak pada penurunan akan berkurang, sementara muka

air tanah cukup rendah untuk melaksanakan fungsinya (rumah-rumah dan jalan). Muka air pada

1 m- permukaan (1 m lebih tinggi pada musim hujan) mungkin dapat dicapai. Pada musim

kering diperlukan kapasitas yang kurang besar dan muka air tanah lebih rendah.

Muka air yang berbeda pada musim kering dan pada musim hujan menuntut spesifikasi yang

lain untuk bangunan pengatur stasiun pompa, pintu pintu air dan bendung serta pengoperasian

dari bangunan air tersebut. Tindakan untuk mengurangi dampak negatif ini hendaknya

dicantumkan dalam laporan desain.

Page 142: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

9 Aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan

perlindungan banjir polder percontohan Banger

9.1 Tanggul, bangunan air pengambil dan bangunan air pembuang

Kemungkinan perluasan ke depan

Pada bagian ini akan dibahas lebih jauh mengenai perluasan wilayah polder pada waktu yang

akan datang. Pada waktu yang akan datang, mungkin dapat dilakukan perluasan-perluasan,

karena dari sudut pandang perlindungan banjir dan pengelolaan air, tanggul-tanggul Polder

Banger belum pada lokasi yang sangat tepat. Namun demikian, untuk suatu percontohan, batas-

batas Polder Banger sudah dipilih dengan baik karena membatasi panjang tanggul dan wilayah

polder.

Pertama-tama, konsep tanggul keliling dibahas. Pada bagian kedua dan ketiga, dua jenis

perluasan yang mungkin dilakukan akan juga dibahas.

Konsep tanggul keliling

Di Belanda, tanggul-tanggul keliling sepanjang sungai dan laut, dimaksudkan untuk melindungi

tanah semaksimal mungkin. Wilayah yang dilindungi oleh tanggul keliling dapat terdiri dari

beberapa buah polder. Gambar 9.1 memperlihatkan prinsip tanggul keliling.

Gambare 9.1. Prinsip tanggul keliling

Page 143: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

Dengan mengikuti prinsip ini, tanggul keliling di sekitar wilayah proyek akan berada sepanjang

Banjir Kanal Timur, laut, Kali Baru dan Kali Semarang, seperti diperlihatkan pada Gambar 9.2.

Gambar 9.2.Tanggul keliling di wilayah proyek

Di samping itu, Dengan mengikuti prinsip tanggul keliling di sekitar wilayah proyek (lihat

Gambar 9.3), pelabuhan Semarang juga akan terlindungi. Hal ini penting karena pelabuhan

tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan vital bagi perekonomian Semarang. Di daerah

pelabuhan, Rencana Induk untuk reklamasi bisa digabungkan dalam batas-batas (tanggul)

polder. Seperti diperlihatkan pada Gambar 9.2, batas-batas tanggul keliling adalah sebagai

berikut:

sebelah utara : Laut Jawa;

sebelah selatan : Jl. Brigjen Katamso;

sebelah barat : Kali Baru dan Kali Semarang; dan

sebelah timur : Tanggul Banjir Kanal Timur.

Page 144: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Beberpa parameter untuk perluasan alternatif ini dapat dilihat pada Tabel 9.1.

Table 9.1. Parameter perluasan I yang mungkin dilaksanakan

ITEM SUB ITEM SATUAN Jumlah (KUANTITAS)

Luas wilayah ha 1176

Pemangku

kepentingan

warga # 119.000

industri/perusahaan - Pertamina, PLN, Sriboga

fasilitas - PTKA, Pelindo

Panjang

tanggul

Utara km 11.000

Barat km 3.400

Total km 14.400

Item kritis 1 - Tanggul melintasi rel kereta api di 2 lokasi

2 - Konstruksi tanggul Utara mahal karena harus

dibangun sebagai penahan laut dan dermaga.

Pelaksanaan sistem polder membutuhkan

waktu yang lebih lama.

Tanggul ini harus dibangun di tengah laut. Lokasi tanggul dapat dilihat seperti dalam Gambar

9.3. Perluasan yang mungkin dilaksanakan ke depan hanya memerlukan beberapa pembebasan

tambak ikan yang berlokasi di sebelah Utara.

Gambar 9.3. Kemungkinan lokasi tanggul di sisi bagian utara

Page 145: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

Panjang tanggul di sisi sebelah utara adalah 11.000 m. Tanggul harus dibangun sebagai tembok

dermaga (di pelabuhan) atau sebagai tanggul laut.

Tanggul di sebelah Barat

Tanggul Barat tersebut terdiri atas 3 bagian, yaitu:

sepanjang Kali Baru;

sepanjang Kali Semarang;

tanggul sepanjang Kali Baru dapat dibangun di lokasi jalan.

Tanggul Timur

Tanggul Timur sama halnya dengan Polder Banger. Perluasan II yang bisa dilaksanakan ke

depan adalah:

Perluasan di sebelah barat

Opsi ini hanya mencakup perluasan ke bagian barat. Di sisi barat, tanggul akan mengikuti

prinsip tanggul keliling, tetapi tidak dapat diterapkan di sisi utara. Dalam perluasan yang

mungkin dilasanakan ini, tanggul barat berada sepanjang Kali Baru dan Kali Semarang. Gambar

9.4 memperlihatkan batas-batas polder ini. Sebagaimana disajikan pada Gambar 9. 4, batas-

batas perluasan alternatif II adalah sebagai berikut:

sebelah utara : Jl.Arteri;

sebelah selatan : Jl. Brigjen Katamso;

sebelah barat : Jl. Kali Baru, Kali Semarang dan Jl. M.T. Haryono;

sebelah timur : Jl. Tanggul Banjir Kanal Timur.

Tabel 9.2 menampilkan kemungkinan perluasan II di masa depan

Table 9.2 Parameter perluasan II ke depan

ITEM SUB ITEM SATUAN Jumlah

Areal wilayah ha 703

Pemangku

kepentingan

warga # 106.000

industri /

perusahaan

- Pertamina

Page 146: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

fasilitas - Perusahaan Kereta Api

Panjang tanggul Utara km 2.000

Barat km 3.400

Total km 5.400

Item kritis 1 - Tanggul melintasi rel kereta api di 2 lokasi

2 - Pemasangan pipa mungkin, karena penurunan muka

tanah yang tidak seragam pada tanggul Utara,

disebabkan oleh fondasi Jl. Arteri.

3 - Pelabuhan, memiliki ekonomi tinggi tapi tidak

terlindungi.

Gambar 9.4.Batas untuk kemungkinan perluasan II di masa depan

Page 147: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

Lokasi tanggul sisi sebelah utara

Bagian Timur dari tanggul Utara (sebelah Timur Jl. Ronggowarsito) seperti dengan tanggul di

sebelah utara Polder Banger. Tanggul sebelah utara, sebelah barat Jl. Ronggowarsito dapat

dilihat pada Gambar 9.5. Panjang keseluruhan tanggul utara (termasuk bagian timur) adalah

2.000 m.

Tanggul sebelah barat sama dengan seperti yang digambarkan pada kemungkinan perluasan I.

Gambar 9.5. Lokasi tanggul pada sisi sebelah utara, sebelah barat dari Jl. Ronggowarsito

Lokasi dari tanggul sebelah timur: tanggul timur sama dengan batas dari polder Banger.

9.2 Sistem pengelolaan air Polder Percontohan Banger

Sungai-sungai di sekitar wilayah Banger.

Sungai-sungai yang ada disekitar wilayah Banger dapat dilihat pada Gambar 9.6 dan Tabel 9.3

yang menampilkan karakteristik sungai-sungai tersebut.

Page 148: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Table 9.3. Karakteristik sungai di sekitar wilayah Banger

Panjang

(km)

Luas saluran

(daerah tampungan)

(ha)

Pembuangan

maksimum (m3/d)

Muka air

maksimum

(m+MALR)

Kali Banger 6.5 527 17*

Banjir Kanal Timur 17.8 5517 295 1.1

Kali Baru 0.8 150 24 1.1

Kali Semarang 1280 40* 1.1

* Perkiraan pembuangan maksimum

Gambar 9.6. Kali Banger dan sungai sungai di sekitar Kali Banger

Page 149: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

10 Pengelolaan, operasi dan pemeliharaan pengelolaan air

dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

10.1 Operasi bangunan air

Ketika bangunan-bangunan pengontrol air di saluran sekunder, harus dioperasikan jika tidak ada

kesepakatan umum di antara para pemangku kepentingan maka aturan operasi lain harus diikuti.

Pertanyaannya adalah kapan aturan-aturan operasi normal tersebut dapat diikuti, dan kapan

diterapkan suatu periode sangat kering (panas) atau sangat basah (musim hujan). Karena itu,

direkomendasikan bahwa aturan-aturan operasi normal harus diikuti dan, bahwa hanya aturan-

aturan kondisi-kondisi sangat panas dan sangat basah (musim hujan) harus diikuti apabila hal ini

disepakati oleh Badan Polder termasuk para wakil dari pemangku kepentingan, Pemerintah

Kota Semarang dan Dinas Pengairan Semarang.

Masalah utama di Polder Banger yang berkaitan dengan bangunan hidraulik adalah sampah dan

sedimen (endapan), yang dapat mengakibatkan rendahnya kapasitas bangunan air yang ada dan

bahkan dapat menimbulkan kerusakan terhadap bangunan air tersebut. Disebabkan oleh

kegiatan-kegiatan alami dan oleh manusia di daerah-dearah hulu sungai, sejumlah besar sampah

dan endapan akan mengendap di sekitar bangunan hidraulik, yang pada akhirnya akan

menimbulkan dampak negatif terhadap operasinya. Untuk mengatasi masalah tersebut,

diperlukan perkiraan waktu kapan sampah dan endapan tersebut akan menumpuk di sekitar

bangunan air, guna memastikan bahwa bangunan air tersebut dapat beroperasi dengan baik.

Sebuah contoh pemeliharaan sistem yang kurang baik dapat dilihat pada Gambar 10.1.

Operasi dari bangunan air akan mencakup komponen sistem pengelolaan tata air sebagai

berikut:

stasiun pompa;

pintu sorong;

kolam retensi dan detensi.

Page 150: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Gambar 10.1. Pada kasus ini terlihat banyaknya sampah di sekitar stasiun pompa

10.2 Pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder

Percontohan Banger

Pemeliharaan sistem tata air hendaknya mencakup tiga jenis pemelihraaan sebagai berikut:

pemeliharaan rutin;

pemeliharaan berkala;

pemeliharaan darurat.

Pemeliharaan yang sering dan tepat waktu adalah penting untuk mendapatkan manfaat dari

sistem. Khususnya untuk saluran polder perkotaan, atau saluran dengan kecepatan aliran yang

rendah, kecepatan tumbuh dari gulma air adalah sangat cepat dan akan dengan sangat cepat

mempengaruhi dan mengurangi kecepatan aliran air yang pada akhirnya secara praktis akan

mempengaruhi kapasitas drainase dan menimbulkan masalah kualitas air.

Pemeliharaan rutin mencakup kegiatan pemeliharaan yang hendaknya dilaksanakan satu kali per

tahun. Pembuangan gulma air secara teratur dari saluran dan tanggul termasuk perbaikan kecil

dan juga merawat peralatan dan fasilitas O&P. Kegiatan pemeliharaan rutin direncaanakan dan

dianggarkan di muka berdasarkan perkiraan tenaga kerja, biaya dan frekuensi pekerjaan yang

dibutuhkan. Pembuangan sampah di depan pintu air, pemberian gemuk, minyak dan

membersihkan komponen bangunan air adalah bagian dari tugas sehari hari dari staf O&P serta

operator pintu air. Kecuali untuk biaya bahan pakai habis (gemuk, minyak, alat pembersih),

tidak ada anggaran lain yang dibutuhkan. Pekerjaan pemeliharaan rutin yang lain dilaksanakan

Page 151: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

oleh para warga sendiri, staf O&P, tenaga kerja dibawah pengawasan staf O&P atau oleh

kontraktor.

Pembersihan saluran

Gulma-gulma air (akuatik) tidak diharapkan akan menimbulkan hambatan pada saluran-saluran

primer disebabkan oleh kedalaman dan kecepatan aliran yang tinggi pada saluran-saluran

tersebut. Untuk membersihkan gulma-gulma tersebut pada saluran sekunder dan tersier,

sebaiknya memperkerjakan personil khusus. Pembersihan gulma-gulma di dasar saluran

sekunder harus dilakukan dengan interval waktu tertentu secara teratur. Selama masing-masing

putaran pemeliharaan, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

memotong dan mengangkat tumbuhan yang mengapung dan tumbuh di bawah

permukaan air serta ganggang dari dasar kanal dan dari sisi-sisi kanal; gulma-gulma

harus dipotong sependek mungkin di dekat pangkal batang dengan menggunakan arit,

parang, atau alat lain secara mekanik;

puing-puing gulma harus diangkat dan dibuang dari dasar kanal dengan

menggunakan tangan atau alat penggaruk dan kemudian ditimbun di belakang tembok

atau tanggul;

pembersihan gulma-gulma di saluran sekunder dan tersier sebaiknya mulai dari

ujung hilir dan kemudian terus ke arah udik. Lebih dianjurkan pemeliharaan dasar

saluran dilakukan secara sinkron dengan pemeliharaan pinggir-pinggir sungai (kanal);

hambatan-hambatan arus air yang disebabkan antara lain oleh batang kayu, jaring

ikan, atau penghalang sampah harus diangkat dan dibuang untuk memastikan bahwa air

dapat mengalir dengan bebas.

Perbaikan kecil dan pembentukan kembali tanggul

Erosi saluran yang disebabkan oleh curah hujan, retakan yang disebabkan oleh kekeringan dan

penyusutan tanah serta lalu lintas di atas tanggul harus diperbaiki pada waktunya karena

kerusakan semacam ini akan bertambah serius secara cepat. Tanggul tanggul perlu diperiksa

dengan interval waktu yang teratur dan setiap tahun perbaikan berikut ini hendaknya

dilaksanakan:

erosi saluran, retakan tanah dan lubang lubang pada tanggul harus dibersihkan dari

belukar, lumpur, sampah dan bahan bahan lainnya;

lubang lubang harus segera ditutup dan diisi kembali dan dipadatkan, lapisan atas tanah

Page 152: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

harus dibentuk cembung sehingga tidak ada kemungkinan terjadi genangan limapsan air

hujan;

lubang lubang di tanggul yang dibuat oleh tikus, kepiting atau hewan lain harus ditutup

dan dipadatkan.

Pemeliharaan struktur dan bangunan

Bangunan pengontrol air harus dibersihkan dari gulma-gulma sekali seminggu. Sampah sampah

yang menghambat dan/atau mengganggu operasi, harus dibuang setiap hari. Bangunan air harus

diperiksa secara rutin dan bila dijumpai hal yang janggal atau tidak berfungsi dengan baik,

segera laporkan kepada yang bertanggung jawab. Di samping itu, bila ada perbaikan, harus

dilakukan segera. Perlatan-peralatan atau bagian yang bergerak harus diberi gemuk sekali dalam

dua bulan. Engsel-engsel dan gigi-gigi roda dan alat serupa itu, harus diminyaki sekali dalam

dua bulan dan, gemuk-gemuk lama dan minyak yang lama harus dibersihkan dengan

menggunakan diesel.

Sekali setahun, pada musim panas, bangunan dari beton harus dibersihkan dari kotoran-kotoran

dan lumut. Bagian-bagain atau suku-suku cadang dari besi baja harus di dibersihkan dan dicat

kembali. Baut-baut, mur-mur dan penjepit yang hilang harus diganti. Retak-retak kecil pada

dinding beton dan batu penyangga bangunan air harus diplester kembali dengan semen

dicampur kapur.

Jembatan-jembatan dan bangunan-bangunan perlu dibersihkan dan dicat kembali setiap tahun.

Bagian-bagian yang terbuat dari besi seperti baut, mur dan sambungan besi dicat dengan cat anti

karat. Baut-baut, mur-mur dan sambungan yang hilang harus segera diganti. Kantor-kantor dan

perumahan staf O&P harus dicat kembali dan dibersihkan sehingga kelihatan bercahaya dan

menarik.

Kerusakan-kerusakan berat terhadap struktur-struktur dan bangunan harus segera dilaporkan

dan diperbaiki sesuai program pemeliharaan secara berkala. Namun demikian, dalam kasus

darurat, perbaikan harus dilakukan segera.

Pemeliharan berkala (periodik)

Page 153: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

Pemeliharaan secara berkala, juga disebut pemeliharaan rutin atau insidentil, terdiri atas

pengerukan lumpur dan membaiki penampang melintang saluran dan perbaikan

tanggul/tembok, struktur-struktur, bangunan-bangunan, perlengkapan dan lain sebagainya.

Kegiatan-kegiatan ini harus diidentifikasi dan dihitung atas dasar pemeriksaan tahunan dan

survei kuantitas. Kegiatan-kegiatan tidak dapat ditentukan di muka dari inventarisasi proyek.

Sekalipun beberapa kebutuhan pemeliharaan berkala dapat diperkirakan dari umur teknik

bangunan atau fasilitas yang bersangkutan, volume dan lokasi pekerjaan yang tepat dan

bangunan atau struktur atau peralatan yang harus diganti, akan bervariasi dari tahun ke tahun.

Pemeliharaan darurat

Pemeliharaan darurat berkaitan dengan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sebagai akibat

kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya seperti runtuhya tanggul atau tembok atau

struktur tertentu, atau kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh banjir dan sebagainya. Untuk

menghindari kerusakan yang lebih besar, biasanya perlu diambil tindakan segera. Akibatnya,

kegiatan-kegiatan pemeliharaan yang sedang berlangsung mungkin terganggu untuk

mengerahkan semua tenaga kerja dan perlengkapan karena harus melaksanakan pemeliharaan

darurat tersebut. Pemeliharaan darurat ini juga diperlukan jika ada kerusakan-kerusakan kecil

terhadap bangunan bangunan dan pekerjaan tanah di sekitar, yang dianggap akan menganggu

berfungsinya bangunan yang bersangkutan. Sebagai contoh, pecahnya atau tidak berfungsi

perlengkapan bergerak seperti engsel-engsel dan kabel-kabel di mana pintu-pintu air seharusnya

dapat dibuka atau ditutup. Kerusakan seperti itu akan sangat berpengaruh terhadap kinerja

sistem di lapangan. Karena itu, bila ada kerusakan seperti itu harus segera diperbaiki.

Pemeliharaan darurat itu tidak bisa direncanakan dan dianggarkan di muka. Dana khusus harus

disediakan, atau dana dari para kontraktor yang sedang berjalan dengan menunda beberapa

pekerjaan yang kurang penting.

Pengelolaan sampah padat

Cara yang tidak tepat dengan membuang sampah-sampah padat secara terbuka sudah tidak

dapat ditoleransi lagi. Jelas bahwa cara itu dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan

dan akan menyebabkan banjir. Kelembagaan yang menangani pembuangan sampah padat ini

harus mempertimbangkan bagaimana mengangkut sampah padat tersebut ke lokasi tempat

pembuangan akhir dengan baik. Hal-hal yang harus dipertimbangkan, adalah sebagi berikut:

Page 154: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

sesuai dengan kebutuhan dan/atau persyaratan dari masyarakat di sekitar areal proyek;

sesuai dengan kultur sosial dan kondisi lingkungan daerah bersangkutan;

berkelanjutan karena berdasarkan atas pertimbangan akan kemampuan finansial dan

sistem pengelolaan masyarakat setempat.

Pada dasarnya, operasi dan pengelolaan sampah padat harus melibatkan unsur unsur berikut:

Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW( atau Karang Taruna (Organisasi Pemuda)

setempat;

sektor swasta;

organisasi perserikatan toko-toko/pedagang;

lembaga swadaya masyarakat;

organisasi daur ulang;

Badan Polder;

Pemerintah setempat.

Pengerukan sistem pengelolaan tata air

Pengerukan ini dapat dilakukan dalam dua tingkat, yaitu:

sistem pengelolaan air polder perkotaan. Dalam hal ini pemeliharaan pengelolaan tata

air polder harus dilaksanakan oleh Badan Polder;

sistem-sungai. Pemeliharaan sistem sungai akan terlalu sulit bagi Badan Polder. Hal ini

memerlukan anggaran yang besar, yang kemungkinan besar Badan Polder tidak akan

mampu melaksanakannya. Di samping itu, berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun

2004, sistem sungai akan dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum. Ini berarti bahwa

pemeliharaan dan pengerukan sistem sungai akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota

Semarang (Dinas PU) berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, yaitu dengan Departemen

Pekerjaan Umum, c.q. Balai Wilayah Sungai.

10.3 Lembaga-lembaga dan tanggung jawabnya berkaitan dengan operasi dan

pemeliharaan pengelolaan tata air dan sistem perlindungan banjir Polder Percontohan

Banger

Beberapa lembaga yang akan terlibat dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan Polder

Percontohan Banger, yaitu:

Badan Polder;

Page 155: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

10 Management, operation and maintenance of the water management and flood protection systems for

the Banger Pilot Polder

BAPPEDA;

Pemerintah Kota Semarang;

Dinas PU/Pengairan Semarang;

Departemen Dalam Negeri.

10.4 Partisipasi para pemangku kepentingan dalam operasi dan pemeliharaan pengeloaan

air dan sistem perlindungan banjir Polder Percontohan Banger

Partisipasi para pihak yang terkena dampak termasuk para konsumen, pemakai air, pemilik

lahan dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan

pelaksanaan secara umum telah menghasilkan ketaatan hukum yang lebih baik. Badan Polder

harus melibatkan semua perwakilan dari para pemangku kepentingan dan mereka harus berada

pada tingkat operasional. Pada satu sisi, para wakil dari pemangku kepentingan harus bertindak

sebagai anggota Badan Pelaksana. Pada sisi lain, mereka harus bertindak sebagai penasehat dan

ikut dalam proses pengambilan keputusan dan bertanggug jawab atas kegiatan operasi dan

pemeliharaan.

Sehubungan dengan penyebaran informasi, keterlibatan para pemangku kepentingan harus

mencakup hal-hal berikut:

mensosialisasikan rencana pemerintah berkaitan dengan pengelolaan Polder Banger;

membuat inventarisasi dan menampung ide-ide dari semua warga yang berperanan kunci

berkaitan dengan pengembangan umum Polder Banger;

mengevaluasi persepsi dan motivasi semua organisasi non-pemerintah (lembaga swadaya

masyarakat) yang ada dalam wilayah Polder Banger sehubungan dengan program

pengendalian dan perlindungan banjir. Badan Polder, terutama menagani kesejahteraan

masyarakat umum di wilayah Polder Banger;

memantapkan komitmen di antara pihak yang terlibat termasuk para pemangku

kepentingan sehubungan dengan operasi dan pemeliharaan Polder Banger.

Page 156: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER
Page 157: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka

Albertson, M.L., L.S. Tucker and D.C. Taylor (editors). Treatise on Urban Water Systems,

Colorado State University, USA, 1971

ASCE/EWRI.Standard Guidelines for the Design, Installation, Maintenance and Operation of

Urban Stormwater Systems, USA, 2006

Batjjes, J.A. Short waves. Lecture Notes. IHE. The Netherlands. 1982.

Department of the Army, the Navy and the Air Force. Solid waste management. USA, 1990

Department of Public Works. Guidelines on Spatial Planning Control in Urban Areas. Jakarta,

2006

Butler, D and J.W. Davies. Urban Drainage. Spon Press. London, UK, 2004.

Duivendijk van. Manual on planning of structural approaches to flood management (ICID, New

Delhi, India, 2005

James, W., K.N. Irvine, E.A. Mc Bean, R.E. Pitt and S.J. Wright (eds). Contemporary

modelling of urban water systems. Monograph 15. CHI, Guelph, Ontario, Canada, 2006.

Luijendijk, J., E. Schultz and W.A. Segeren. Polders. Development in Hydraulic Engineering.

Elsevier.

Major Decree of Semarang No. 050.05/A.0257/2007. Execution Team of Banger Polder in

Semarang, Steering Committee and Project Implementation Unit (PIU), Semarang, 2007.

Mays, L.W. Urban storm water management tools. McGraw-Hill, London, 2004.

Oki T. and S. Kanae, 2006, Global Hydrological Cycles and World Water Resources, Science,

vol. 313, 1068-1072.

Osman Akan A. and R.J. Houghtalen. Urban hydrology. hydraulics, and urban polder water

quality. Engineering applications and computer modelling. John Wiley & Sons, Inc. New

Jersey, USA. 2003

Shanks, R.L. (chief ed). Pumping station design. Butterworths, UK, 1989

Smedema, L.K., W.F. Vlotman, D.W. Rycroft. Modern land drainage. Planning, design and

management of agricultural drainage systems. A.A. Balkema Publishers, London, UK,

1988

Shaw E.M. Engineering hydrology techniques in practice. Ellis Horwood Limited, Chichester,

UK, 1989

Teatini, P. and G. Gambolati. The impact of climate change, sea storm events and land

subsidence in the Adriatic. The impacts of climate change on the Mediteranean area

conference: Regional scenarios and vulnerability assessment, Venice, December 1999

MASMA Urban Storm Water Management, Laman Web Rasmi Jabatan Pengairan & Saliran

Page 158: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Malaysia, http://www.water.gov.my

UNESCO, Guidelines on Non-structural measures in urban flood management. IHP-V

Technical Documents in Hydrology No. 50, Paris, 2001

Van Aalst, W. (edt.) The closure of tidal basins, closing of estuaries, tidal inlets and dike

breaches, Delft University Press, The Netherlands, 1984.

Van Dijk, M.P. Managing cities in developing countries, the theory and practice of urban

management. Edward Elgar, UK, 2006.

Witteveen+Bos, UNESCO-IHE. Projectvoorstel, Development pilot polder Semarang and

guidelines polder development. The Netherlands, 2007

Witteveen+Bos, Basis of Design report, Development pilot polder Semarang and guideline

polder development. Indonesia, 2008

Witteveen+Bos, Preliminary Design report, Development pilot polder Semarang and guideline

polder development. Indonesia, 2008

Witteveen+Bos, Conceptual Design report, Development pilot polder Semarang and guideline

polder development. Indonesia, 2008

Witteveen+Bos, Identification of environmental and social impacts, Development pilot polder

Semarang and guideline polder development. Indonesia, 2008

Page 159: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

ANNEX I. Glossary

LAMPIRAN I. Glosarium

Singkatan Penjelasan Komentar

BoD Basis of Design

BOD Biochemical Oxygen Demand mass concentration of dissolved

oxygen consumed under specified

conditions by the biological

oxidation of organic and/or

inorganic matter in water

BAPPEDA Badan Perencanaan Dearah

Calibration experimental determination of the

relationship between the quantity

to be measured and the indication

of the instrument, device or

process which measures it

Coliform organism microorganisms found in the

intestinal tract of humans and

animals

Data collection process of collection, storage and

processing of data up to data

dissemination, with emphasis on

the type of data, the storage and

transfer facilities and procedures

and the QA/QC routines of the

processed data.

DPU Dinas Pekerjaan Umum regional Public Works

DGCK Directorate General Cipta Karya Director General of public works

DTK Dinas Tata Kota City planning Service, Ministry of

Public Works

KAI Kereta Api Indonesia Indonesian Railway Company

Karang Taruna Youth Associations

Page 160: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

Singkatan Penjelasan Komentar

Monitoring: continuous or frequent

standardised measurement and

observation of the environment,

often used for warning and control

NPV Net Present Value

O&M operations and maintenance

Pathogens microorganisms that can cause

disease in other organisms or in

humans, animals, and plants

PB Polder Board

PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Local Drinking Water Company

PELINDO Perusahaan Pelabuhan Indonesia Indonesian Harbour Company

PLN Perusahaan Listrik Negara State Electricity Company

PoR Program of requirements

PSDA Pengelolaan Sumber Daerah Air Regional department of water

resources management

PU Departmen Pekerjaan Umum Indonesian Ministry of Public

Works

PusAir Puslitbang Air Research Centre for Water

Resources

PfW Partners for Water

RT Rukun Tetangga Neighbourhood Associations

RW Rukun Warga Neighbourhood Administrations

TelKom Telekomunikasi Tele-communication company

ToR terms of reference

UDPKS Urban Drainage Plan Kali Semarang

UNESCO-IHE Institute for water education,

Delft, the Netherlands

VAT

V&W Ministry of Public Works,

Transportation and Water

Management

Dutch Ministery van Verkeer en

Waterstaat

Page 161: Pedoman Polder Perkotaan VOL4 Studi Kasus BANGER

ANNEX I. Glossary

Singkatan Penjelasan Komentar

VROM Ministry of Housing, Spatial

Planning and the Environment

Dutch Ministery van

Volkshuisvesting, Ruimtelijke

Ordening en Milieubeheer,

Wastewater a combination of liquid and water-

carried pollutants from homes,

businesses, industries, or farms; a

mixture of water and dissolved or

suspended solids

Water quality

standards

specific levels of water quality

which, if reached, are expected to

render a body of water suitable for

its designated use

W+B Witteveen+Bos