draft tata cara pembuatan kolam retensi dan polder 2€¦ · Title: Microsoft Word - draft tata...
Transcript of draft tata cara pembuatan kolam retensi dan polder 2€¦ · Title: Microsoft Word - draft tata...
DIKLAT TEKNIS
MODUL 4 : PERENCANAAN SISTEM POLDER DAN
KOLAM RETENSI
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
SATUAN KERJA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JALAN, PERUMAHAN, PERMUKIMAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH
Jl. Abdul Hamid - Cicaheum, Bandung 40193, Telp. (022\7208024 Email : [email protected]
Daftar Isi
Halaman
Daftar Isi ........................................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………. 1
1.2. Deskripsi Singkat …………………………………………… 1
1.3. Manfaat Modul Bagi Peserta ……………………………… 1
1.4. Tujuan Pembelajaran ………………………………………… 2
1. Kompetensi Dasar ………………………………………. 2
2. Indikator Keberhasilan ………………………………….. 2
1.5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ................................. 2
1.6. Petunjuk Belajar ………………………………………………. 3
BAB II DEFINISI SISTEM POLDER DAN KOLAM RETENSI
2.1 Pengertian
Tujuan...........................................................................................
1 2.2 Karakteristik Sistem Polder
1 2.3 Fungsi Polder
1 2.4 Elemen-elemen Sistem Polder
1
BAB III KETENTUAN-KETENTUAN
3.1. Umum .................................................................................................... 5
3.2. Teknis .................................................................................................... 5
3.2.1 Data dan Informasi .................................................................... 5
3.2.2 Kala Ulang ................................................................................ 6
3.2.3 Kriteria Perencanaan Hidrologi .................................................. 6
3.2.4 Kriteria Hidrolika ........................................................................ 7
3.2.5 Kriteria Konstruksi ..................................................................... 7
3.2.6 Parameter Penentuan Prioritas Penanganan ............................ 8
BAB IV
4.1. Survey
................................................................................................................
9
BAB V
4.2.Penyelidikan...........................................................................................
9
5.1. Tahap Perencanaan Daerah Kolam Retensi dan Polder ...................... 10
5.2. Tahap Perencanaan Hidrologi ............................................................. 17
5.3. Tahap Perencanaan Hidrolika ............................................................. 18
5.4. Tahap Perencanaan Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa ................ 18
BAB VI PELAKSANAAN KONSTRUKSI
6.1 Pekerjaan Persiapan ........................................................................... 22
6.2 Pekerjaan Kolam Retensi .................................................................... 22
6.3 Pekerjaan Tanggul Keliling .................................................................. 23
6.4 Pekerjaan Bangunan Stasiun Pompa .................................................. 24
6.5 Pekerjaan Bangunan Rumah Genset .................................................. 24
6.6 Pekerjaan Saluran Inlet/Outlet ............................................................. 25
6.7 Pekerjaan Bangunan Pintu Air Inlet/Outlet .......................................... 25
BAB VII
7.1. Uji Coba dan Pengoperasian Stasiun Pompa ...................................... 26
7.2. Pemeliharaan Stasiun Pompa ............................................................. 26
7.3. Pengoperasian Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi ............................. 27
7.4. Pemeliharaan Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi ............................... 28
7.5. Pemeliharaan Kolam Retensi .............................................................. 29
Lampiran
Contoh Perhitungan Hidrologi dan Hidrolika Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa A-29
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Suatu
subsistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut sangat demokratis dan mandiri
sehingga dapat dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam
hal pengendalian banjir kawasan permukiman mereka. Unsur terpenting di dalam
sistem polder adalah organisasi pengelola, tata kelola sistem berbasis partisipasi
masyarakat yang demokratis dan mandiri, serta infrastruktur tata air yang
dirancang, dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat. Sedangkan pemerintah
hanya bertanggung jawab terhadap pengintegrasian sistem-sistem polder,
pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan sungai-sungai utama. Hal
tersebut merupakan penerapan prinsip pembagian tanggung jawab dan koordinasi
dalam good governance.
2. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas pengertian tentang Perencanaan sistem Polder dan Kolam
Retensi, ketercapaian kompetensi akan dinilai berdasarkan penguasaaan kognitif maupun
psikomotor
3. Manfaat Modul Bagi Peserta
Dengan diterbitkannya Modul Diklat Teknis Perencanaan sistem Polder dan Kolam
retensi ini, peserta diharapkan mampu memahami, merancang dan melakukan
Perencanaan sistem Polder dan Kolam Retensi, berdasarkan standar yang ditentukan,
sehingga memberikan manfaat dalam penyelenggaraan sistem drainase di daerah.
4. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta mampu memahami, merancang dan
melakukan Perencanaan sistem Polder dan Kolam Retensi
2. Indikator Keberhasilan
Peserta mampu:
1) Memahami Definisi Sistem Polder dan Kolam Retensi
2) Memahami Ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi dalam Pembuatan
Kolam Retensi dan Sistem Polder
5
3) Memahami dan mengaflikasikan Hasil Survei dan Penyelidikan Tanah
4) Memahami dan merencanakan Teknik Perhitungan Kolam Retensi dan Polder
5) Memahami, Pelaksanaan Kontruksi Kolam Retensi dan Polder
6) Memahami, Operasi dan Pemeliharaan Kontruksi Kolam Retensi dan Polder
5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
a. Materi Pokok
1) Definisi Sistem Polder dan Kolam Retensi
2) Ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi dalam Pembuatan Kolam
Retensi dan Sistem Polder
3) Survei dan Penyelidikan
4) Perencanaan Teknik Perhitungan Kolam Retensi dan Polder.
5) Pelaksanaan Kontruksi
6) Operasi dan Pemeliharaan
b. Sub Materi Pokok:
2.1 Pengertian
2.2 Karakteristik Sistem Polder
2.3 Fungsi Polder
2.4 Elemen-elemen Sistem Polder
3.1. Umum
3.2. Teknis
4.1. Survei
4.2. Penyelidikan Tanah
5.1. Tahap Perencanaan Daerah Kolam Retensi dan Polder
5.2. Tahap Perencanaan Hidrologi
5.3. Tahap Perencanaan Hidrolika
5.4. Tahap Perencanaan Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa
6.1. Pekerjaan Persiapan
5.5. Pekerjaan Kolam Retensi
5.6. Pekerjaan Tanggul Keliling
5.7. Pekerjaan Bangunan Stasiun Pompa
5.8. Pekerjaan Bangunan Rumah Genset
5.9. Pekerjaan Saluran Inlet/Outlet
5.10. Pekerjaan Bangunan Pintu Air Inlet/Outlet
6
7.1. Uji Coba dan Pengoperasian Stasiun Pompa
7.2. Pemeliharaan Stasiun Pompa
7.3. Pengoperasian Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi
7.4. Pemeliharaan Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi
7.5. Pemeliharaan Kolam Retensi
6. Petunjuk Belajar
7
BAB II
DEFINISI SISTEM POLDER DAN KOLAM RETENSI
2.1 Pengertian
Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaaan Umum Republik Indonesia Nomor 12/ PRT/M/2014
Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan
Sistem Polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara
mengisolasi daerah yang dilayani dari pengaruh limpasan air hujan / air laut serta
limpasan dari prasarana lain (jalan, jalan kereta api), yang terdiri dari kolam
penampung, sistem drainase serta perpompaan
Untuk memahami Kolam Retensi dan Polder secara menyeluruh, berikut ini
diperlihatkan beberapa pengertian pokok tentang Polder dan Kolam Retensi:
1) Apa itu Sistem Polder?
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan
sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan
sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir
akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus
dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga
sebagai sistem drainase yang terkendali.
Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan,
ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka
dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan
itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam
tampungan.
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami
8
Sumber: Laporan Akhir Pengendalian Polder Pantai Indah Kapuk, Puslitbang SDA 2005
Gambar 2.1 Sketsa tipikal sistem polder
2) Mengapa perlu dikembangkan Sistem Polder?
Pengembangan kota-kota pantai di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang
seringkali lebih didasarkan kepada kepentingan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
pengembangan kawasan-kawasan ini menimbulkan banjir yang menunjukkan
ketidakseimbangan pembangunan. Maka dari itulah perlu upaya peningkatan atau
pengembangan aspek teknologi dan manajemen untuk pengendalian banjir dan ROB di
kota-kota pantai di Indonesia. Dengan demikian sistem polder dikembangkan karena
menggunakan paradigma baru, diantaranya berwawasan lingkungan (environment
oriented), pendekatan kewilayahan (regional based), dan pemberdayaan masyarakat
pengguna.
Sistem polder yang merupakan suatu daerah yang dikelilingi tanggul atau tanah tinggi
dibangun agar air banjir atau genangan dapat dicegah dan pengaturan air di dalamnya
dapat dikuasai tanpa pengaruh keadaan di luarnya. Suatu subsistem-subsistem
pengelolaan tata air tersebut dianggap pas dan mandiri yang dikembangkan dan
dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam pengendalian banjir kawasan permukiman.
Penerapan sistem polder selama ini dinilai sebagai salah satu jurus yang dapat memecah-
kan masalah banjir perkotaan.
3) Apa saja tipe-tipe polder yang dibangun ?
Ada 5 tipe polder menurut asalnya, tujuannya, maupun bentuknya, diantaranya
polder diperoleh dengan cara reklamasi suatu daerah rawa, air payau, dan tanah-tanah
basah, polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai, polder akibat
pembendungan atau penanggulan pada muara sungai, polder akibat pengendapan
sedimen pada muara, polder yang terbentuk dari proses land subsidence perlahan-lahan
dari muka tanah menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.
9
4) Bagaimana Kriteria Desain Sistem Polder?
Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang disebut
Sistem Tertutup.
Kondisi hidrologi dan tata air dalam sistem ini dapat dikontrol sepenuhnya oleh
manusia. Biasanya sistem ini berupa sistem yang dilengkapi bangunan pengendali muka
air, misalnya pintu klep otomatis. Umumnya sistem pembuangannya menggunakan
pompa.
Kelengkapan sarana fisik pada sistem polder antara lain : saluran air atau kanal
atau tampungan memanjang dan waduk, tanggul, serta pompa. Saluran air atau
tampungan memanjang dan waduk dibangun sebagai sarana untuk mengatur penyaluran
air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di dalam
kawasan.Yang kedua ialah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan yang berguna untuk
mencegah masuknya air kedalam kawasan, baik yang berasal dari luapan sungai,
limpasan permukaan atau akibat naiknya muka air laut. Sebaliknya dengan adanya
tanggul, air yang ada di dalam kawasan tidak dapat keluar. Tanggul dibuat dengan ukuran
yang lebar, besar, dan tinggi serta dapat difungsikan sebagai jalan. Yang ketiga ialah
pompa air yang berfungsi sebagai pengering air pada badan air, dan bekerja secara
otomatis apabila volume atau elevasi air melebihi nilai perencanaan.
10
Gambar Cara Kerja Sistem Polder
Gambar Sistem Polder
5) Apa keunggulan Sistem Polder?
Sistem Polder mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu,
hujan setempat naiknya muka air laut (ROB). Selain dapat mengendalikan air, sistem
polder juga dapat digunakan sebagai obyek wisata atau rekreasi, lahan pertanian,
perikanan, dan lingkungan industri serta perkantoran.
6) Apa kelemahan Sistem Polder?
Sistem kerja pada polder sangat bergantung pada pompa. Jika pompa mati, maka
kawasan akan tergenang. Sehingga diperlukan adanya pengawasan pada pompa.
Selain itu, biaya operasi dan pemeliharaannya relatif mahal.
Problema penanganan banjir di lapangan untuk kota-kota di Indonesia cukup rumit
karena ruang terbuka untuk resapan air semakin langka. Kondisi tersebut merupakan
akibat dari Tata Ruang Wilayah dan Kawasan tidak dikelola secara memadai dan alih
fungsi lahan menjadi permukiman penduduk semakin tidak terkendali. Sehingga
pemerintah perlu mengoptimalkan sistem polder dengan memasang tanggul pengaman
untuk kawasan rendah dan mengembangkan drainase di perkotaan yang masih memiliki
gravitasi, guna mengurangi kawasan banjir akibat genangan. Dalam mengembangkan
11
sistem polder perkotaan harus dilakukan secara terintegrasi antara rencana tata ruang
dan tata air utamanya pada kota-kota pantai yang memiliki cekungan.
Setiap tetes air buangan yang jatuh pada kawasan polder harus didrainase dengan
bantuan pompa, dan untuk itu perlu disosialisasikan konsep pengendalian
pengembangan sistem polder berkelanjutan sebagai langkah antisipasi terhadap
perubahan akibat pembangunan yang sangat mempengaruhi dan berdampak pada
lingkungan.
2.2 Karakteristik Sistem Polder
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi
dengan tanggul sehingga limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat
masuk. Dengan demikian hanya aliran permukaan atau kelebihan air yang berasal dari
kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem polder. Di dalam polder tidak ada
aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air alamiah, akan tetapi
dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan penguras atau
pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder
mempergunakan tanggul dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak
dapat masuk ke dalam sistem polder.
2.3 Fungsi Polder
Pada awalnya polder dibuat untuk kepentingan pertanian. Tetapi beberapa
dekade belakangan ini sistem polder juga diterapkan untuk kepentingan
pengembangan industri, permukiman, fasilitas umum serta untuk kepentingan lainnya
dengan alasan keamanan.
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder
tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam Sistem dikendalikan
supaya tidak terjadi banjir/genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa
sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan
air itu dipompa keluar sistem polder.
2.4 Elemen-elemen Sistem Polder
Sistem polder terdiri dari jaringan drainase, tanggul, kolam retensi dan badan
pompa. Keempat elemen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga
dapat bekerja secara optimal.
2.4.1 Jaringan Drainase
Drainase adalah istilah yang digunakan untuk sistem penanganan kelebihan air.
Khusus istilah drainase perkotaan, kelebihan air yang dimaksud adalah air yang
12
berasal dari air hujan. Kelebihan air hujan pada suatu daerah, dapat menimbulkan
masalah yaitu banjir atau genangan air, sehingga diperlukan adanya saluran drainase
yang berfungsi menampung air hujan dan kemudian mengalirkan air hujan tersebut
menuju kolam penampungan. Dari kolam penampungan tersebut, untuk mengendalikan
elevasi muka air, kelebihan air tersebut harus dibuang melalui pemompaan.
Pada suatu sistem drainase perkotaan terdapat jaringan saluran drainase yang
merupakan sarana drainase lateral berupa pipa, saluran tertutup dan saluran terbuka.
Berdasarkan cara kerjanya saluran drainase terbagi dalam beberapa jenis, yaitu
saluran pemotong, saluran pengumpul dan asaluran pembawa.
a. Saluran Pemotong (interceptor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya.
Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar
dengan bangunan kontur.
b. Saluran Pengumpul (collector) adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul
debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan
dibuang ke saluran pembawa. Letak saluran pembawa ini di bagian terendah
lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai
pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.
c. Saluran Pembawa (conveyor). adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa
air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan
daerah yang dilalui. Sebagai contoh adalah saluran banjir kanal atau sudetan-
sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya mengalirkan air secara
cepat sampai ke lokasi pembuangan.
Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, diperlukan bangunan-
bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap itu adalah :
a. Bangunan Silang; misalnya gorong-gorong atau siphon
b. Bangunan Pintu Air ; misalnya pintu geser atau pintu otomatis
c. Bangunan peresap (infiltrasi ) misalnya sumur resapan
Semua bangunan yang disebutkan di atas tidak selalu harus ada pada setiap
jaringan drainase. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang
biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran, tuntutan akan kesempurnaan jaringannya,
dan kondisi lingkungan. Gambar ilustrasi mengenai jaringan drainase dalam sistem
polder dapat dilihat pada Gambar 2.2.
13
(Basic concepts of polders, Prof.dr.E.Schultz)
Gambar 2.2 Skema jaringan drainase pada sistem polder
2.4.2 Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di sekitar
kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut dari limpasan air
yang berasal dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut dan badan air merupakan
daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung di sekitarnya. Jenis – jenis
tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul
infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari
bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai
secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan
menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya tanggul
timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul beton merupakan tanggul yang
sengaja dibangun dari campuran perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan
kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding penahan tanah ( DPT ).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang didesain dan dibangun
secara kuat dalam periode waktu yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan
secara terus menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul,
misal jalan raya.
2.4.3 Kolam Retensi
Kolam Retensi adalah kolam/waduk penampungan air hujan dalam jangka
waktu tertentu. Fungsinya untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan
air/sungai.
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung
14
atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar
kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam non
alami.
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan
yang sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya
atau dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan
fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi
lingkungan sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat
penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya
lapangan sepak bola ( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang terdapat
di taman rekreasi dan kolam rawa
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan
bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya
dengan lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang
masuk ke dalam inlet harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah
direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat
over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir
dikarenakan adanya penambahan waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan.
Kapasitas kolam retensi yang dapat menampung volume air pada saat debit banjir
puncak, dihitung dengan persamaan umum seperti di bawah ini :
t
V =
0
(Q in – Q out) dt (2.1)
Dengan : V = volume kolam
t = waktu awal air masuk ke dalam inlet
t0 = waktu air keluar dari outflow
Qin = debit inflow
Qout = debit outflow
15
2.4.4 Stasiun Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk mengeluarkan
air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar
cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah menghisap air dengan
menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau diesel/solar. Air dapat dibuang
langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang bagian hilirnya akan bermuara di laut.
Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan dataran rendah atau keadaan
topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak
mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di
dalam stasiun pompa harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus
dikeluarkan. Pompa yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis
sentrifugal, sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan
bakar solar adalah pompa submersible.
16
BAB III
KETENTUAN - KETENTUAN
3.1 Umum
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
- Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan
memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain perkembangan kota dan
rencana prasarana dan sarana kota.
- Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus
berdasarkan tiga faktor antara lain : biaya konstruksi, biaya operasi dan
biaya pemeliharaan.
- Ketersediaan dan tata guna lahan
- Kolam Retensi dan Kolam Polder dilaksanakan berdasarkan prioritas
zona yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase.
3.2 Teknis
3.2.1 Data dan Informasi
Data dan informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, temperatur dari BMG
(Badan Meterologi dan Geofisika) terdekat.
b. Data hidrologi terdiri dari data tinggi muka air sungai, debit, laju
sedimen, peil banjir, pengaruh back water, karakteristik daerah aliran,
data pasang surut sungai / laut.
c. Data sistem drainase yang ada yaitu daerah genangan / banjir serta,
permasalahannya yang dihasilkan dari hasil studi rencana induk sistem.
d. Data peta yang terdiri dari peta dasar, peta sistem drainase, sistem
jaringan jalan, peta tata guna lahan, peta topografi dengan skala antara
1 : 5000 sampai dengan 1 : 50.000 disesuaikan dengan tipologi kota.
e. Data kependudukan yang terdiri dari jumlah, kepadatan, laju
pertumbuhan dan penyebarannya serta data kepadatan bangunan.
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami
17
3.2.2 Kala ulang
Kala ulang untuk desain kolam retensi & polder harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran
(catchment area), tipologi kota yang akan direncanakan kolam retensi /
polder.
Tabel 1 Kala ulang berdasarkan tipologi kota & luas daerah pengaliran
Tipologi Kota
Cathcment Area ( Ha )
< 10 10 - 100 100 - 500 > 500
Kota Metropolitan 2 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn 10 - 25 thn
Kota Besar 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 20 thn
Kota Sedang / Kecil 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn
b. Perhitungan curah hujan berdasarkan data hujan paling sedikit 10 tahun
yang berurutan.
c. Bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan saluran
dimana bangunan pelengkap itu berada.
3.2.3 Kriteria Perencanaan Hidrologi
Kriteria perencanaan hidrologi adalah sebagai berikut :
1) Hujan
a. Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi
terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan
lama pengamatan paling sedikit 10 tahun yang berurutan.
b. Analisis frekuensi terhadap curah hujan, menggunakan metode Log
Pearson tipe III, atau metode Gumbel sesuai dengan kala ulang 1,
2, 5, 10 dan 25 tahun (mengacu pada tata cara perhitungan debit
desain saluran).
c. Untuk pengecekan data hujan, lazimnya digunakan metode
lengkung masa ganda atau yang sesuai.
d. Perhitungan intensitas hujan ditinjau dengan menggunakan
metode Mononobe.
18
2) Debit banjir
a. Debit banjir rencana dihitung dengan metode Rasional
yang telah dimodifikasi (lihat pada lampiran A.6)
b. Koefisien limpasan (run off) ditentukan berdasarkan tata guna lahan
daerah tangkapan.
c. Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran di permukaan
dan waktu drainase.
d. Koefisien penyimpangan dihitung dari perbandingan waktu
konsentrasi dan waktu drainase.
3.2.4 Kriteria Hidrolika
Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut :
a. Kapasitas saluran dihitung dengan rumus Manning atau yang sesuai.
b. Saluran drainase yang terpengaruh oleh pengempangan (back water
effect) perlu diperhitungkan pasang surutnya dengan metode Standard
Step Method.
c. Kecepatan maksimum (V) ditentukan oleh kekasaran dinding dan dasar
saluran. Untuk saluran tanah V = 0,7 m/dt, pasangan batu kali V = 2
m/dt dan pasangan beton V = 3 m/dt.
d. Kecepatan minimum untuk saluran drainase ditentukan V = 0,4 m/det,
kecuali untuk saluran storage memanjang kecepatan minimumnya
bisa mencapai 0,1 m/det dengan konsekuensi terjadi endapan di
saluran tersebut.
3.2.5 Kriteria Konstruksi
Kriteria perencanaan konstruksi ditentukan sebagai berikut :
a. Pembebanan yang digunakan sesuai standar teknik praktis yang berlaku,
b. Kombinasi muatan atas konstruksi ditentukan secara individual sesuai
fungsi, cara, dan tempat penggunaannya.
c. Stabilitas konstruksi bangunan penahan tanah dikontrol keamanannya
terhadap daya dukung tanah (terhadap penurunan tanah / amblas), gaya
geser dan gaya guling. Faktor-faktor keamanan minimumnya sebagai
berikut :
19
Fdaya dukung tanah ≥ 1,5 Fgeser (kondisi biasa) ≥ 1,5 Fgeser (kondisi gempa) ≥ 1,2
Fguling ≥ 1,5
d. Bahan konstruksi yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan
bahan bangunan yang telah ditetapkan.
3.2.6 Parameter Penentuan Prioritas Penanganan
Parameter penentuan prioritas penanganan meliputi hal sebagi berikut :
a. Parameter genangan, meliputi tinggi genangan, luas genangan, dan
lamanya genangan terjadi.
b. Parameter frekuensi terjadinya genangan setiap tahunnya.
c. Parameter ekonomi, dihitung perkiraan kerugian atas fasilitas ekonomi
yang ada, seperti : kawasan industri, fasum, fasos, perkantoran,
perumahan, daerah pertanian dan pertamanan.
d. Parameter gangguan sosial, seperti : kesehatan masyarakat,
keresahan sosial dan kerusakan lingkungan.
20
BAB IV
SURVEI DAN PENYELIDIKAN TANAH
4.1 Survei
1) Gunakan peta Topografi skala 1 : 5000 s/d 1 : 50.000 untuk
mengidentifikasikan Daerah Aliran Polder / Kolam Retensi.
2) Hitung luas masing-masing DAS / daerah tangkapan air.
3) Petakan rencana sistem retensi/polder dengan pengukuran geodetik.
Dibuat garis kontur ketinggian lahan dengan interval setiap ketinggian
0.25 s/d 0.50 m.
4.2 Penyelidikan Tanah
1) Rencanakan dimana instalasi pompa akan ditempatkan beserta
konstruksi outlet dan konstruksi bangunan yang terkait dengan instalasi
pompa yaitu pada lokasi yang paling dekat dengan badan air.
2) Lakukan investigasi Geologi terutama mekanika tanah untuk
perencanaan pondasi bangunan air.
3) Paramater mekanika tanah yang digunakan mengikuti standar teknik
yang telah ditetapkan.
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami dan mengaflikasikan
Hasil Tanah
21
BAB IV
PERENCANAAN TEKNIK
PERHITUNGAN KOLAM RETENSI & POLDER
22
BAB IV
4.1 Tahap Perencanaan Daerah Kolam Retensi dan Polder
1) Pastikan daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi
luas genangan, tinggi genangan, lamanya genangan dan frekuensi
genangan;
2) Pastikan bahwa elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari
elevasi muka tanah di daerah genangan;
3) Tentukan lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat
penampungan kelebihan air permukaan dan perkirakan batas luas
Kolam Retensi tersebut;
4) Tentukan daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir
ke Kolam Retensi melalui peta topografi.
5) Tentukan sistem dan arah aliran inlet, outlet dan stasiun pompa
6) Muka air di kolam retensi / kolam polder direncanakan dari dasar
muka tanah terendah di daerah perencanaan dan ditarik dengan
lamanya tertentu sesuai dengan kemiringan lahan.
7) Alternatif tipe kolam retensi, antara lain :
a) Kolam retensi tipe di samping badan sungai
Gambar 2 Kolam retensi tipe di samping badan sungai
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami dan
23
Kelengkapan Sistem:
- Kolam retensi
- Pintu inlet
- Bangunan pelimpah samping
- Pintu outlet
- Jalan akses menuju kolam retensi
- Ambang rendah di depan pintu outlet
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
- Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
- Tidak mengganggu sistem aliran yang ada
- Pemeliharaan lebih mudah
- Pelaksanaan lebih mudah
b) Kolam retensi tipe di dalam badan sungai
Gambar 3 kolam retensi tipe di dalam badan sungai
Kelengkapan Sistem:
- Kolam retensi
- Tanggul keliling
- Pintu outlet
- Bendung
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
24
Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila lahan sulit didapat
- Kapasitas kolam retensi terbatas
- Mengganggu aliran yang ada dihulu
- Pelaksanaan lebih sulit
- Pemeliharaan lebih mahal
-
c) Kolam retensi tipe storage memanjang
Gambar 4 Kolam retensi tipe storage memanjang
Kelengkapan Sistem:
- Saluran yang lebar dan dalam
- Cek Dam/ bendung setempat
Kesesuaian tipe:
- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan
tidak tersedia
- Kapasitasnya terbatas
- Mengganggu aliran yang ada
- Pelaksanaan lebih sulit
8) Alternatif tipe polder, antara lain :
a) Sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan
saluran/sungai
25
Gambar 5 Sistem polder dengan pompa dan kolam di
samping badan saluran/sungai
Kelengkapan Sistem:
- Kolam Retensi
- Stasion Pompa
- Pintu Inlet
- Saluran Inlet
- Pintu Pembagi
- Pintu Outlet
- Saluran Outlet
- Tangggul Keliling
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
-
Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
- Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
- Tidak mengganggu sistem aliran yang ada
- Pemeliharaan lebih mudah
- Pelaksanaan lebih mudah
26
b) Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan saluran/sungai
Gambar 6 Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan
saluran/sungai
Kelengkapan Sistem:
- Kolam retensi
- Stasion Pompa
- Saluran Inlet
- Pintu Outlet
- Saluran Outlet
- Tangggul Keliling
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
-
Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila lahan sulit didapat
- Kapasitas kolam retensi terbatas
- Mengganggu aliran yang ada dihulu
- Pelaksanaan lebih sulit
- Pemeliharaan lebih mahal
27
c) Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage memanjang
Gambar 7 Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage
memanjang
Kelengkapan Sistem:
- Storage Memanjang
- Stasion Pompa
- Pintu Outlet
- Tangggul Keliling
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
Kesesuaian tipe:
- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan
tidak tersedia
- Kapasitasnya terbatas
- Mengganggu aliran yang ada
- Pelaksanaan lebih sulit
4.2 Tahap Perencanaan Hidrologi
1) Kumpulkan data curah hujan harian maksimum tahunan untuk periode
minimum terakhir selama 10 tahun yang berurutan, dari beberapa
stasiun curah hujan di daerah pengaliran saluran (DPSAL);
2) Hitung tinggi curah hujan harian rata-rata dari butir 1) diatas dengan
metode Aritmatik atau Thiesen atau Isohyt, apabila tidak ada peta
stasiun curah hujan dianjurkan menggunakan metode Aritmatik;
28
3) Hitung hujan rencana beberapa kala ulang dengan menggunakan
persamaan Log Pearson Tipe III atau persamaan Gumbel, dengan
menggunakan data curah hujan harian rata-rata dari butir 2);
4) Tentukan koefisien pengaliran (C) berdasarkan literatur dan penelitian
di lapangan sesuai dengan tata guna lahan (lihat lampiran A.6.2)
5) Tentukan koefisien pengaliran ekivalen (Ceq), apabila daerah pengaliran
saluran (DPSAL) terdiri dari beberapa sub-DPSAL;
6) Hitung waktu konsentrasi (tc) dengan menggunakan rumus Kirpich;
7) Kolam Retensi dipakai apabila diinginkan memotong puncak banjir yang
terjadi, juga untuk mengurangi dimensi saluran;
8) Sistem Polder dipilih apabila daerah yang akan dikeringkan, relatif lebih
rendah dari muka air tinggi sungai / badan air penerima atau muka air
laut pasang
9) Hitung intensitas curah hujan dengan menggunakan rumus Mononobe
dari nilai hujan rencana dari butir 3), dan waktu konsentrasi dari butir 6);
10) Hitung debit banjir rencana dengan metode rasional praktis dengan
koefisien pengaliran dari butir 4) atau dari butir 5), dan intensitas curah
hujan dari butir 7);
11) Hitung debit banjir rencana dengan menggunakan unit hidrograph untuk
daerah perkotaan;
12) Hitung debit banjir rencana dengan metode Rasional Modifikasi.
4.3 Tahap Perencanaan Hidrolika
1) Hitung profil basah saluran eksisting sesuai bentuknya (lingkaran,
trapesium, atau segiempat);
2) Hitung keliling basah saluran eksisting sesuai bentuknya (lingkaran,
trapesium, atau segiempat);
3) Hitung jari-jari hidraulis saluran dari perbandingan butir 1 dan butir 2;
4) Hitung kemiringan dasar saluran rata-rata dari penelitian hasil lapangan;
5) Hitung kecepatan aliran rata-rata maksimum menggunakan rumus
Manning. Apabila kekasaran dinding bervariasi maka harus dihitung
kekasaran dinding ekivalen;
6) Hitung kapasitas maksimum saluran eksisting;
29
7) Bandingkan kapasitas maksimum saluran eksisting dari butir 6) dengan
debit banjir rencana dari butir 10), 11) dan 12) di sub-bab 4.2.
8) Dari ketiga perhitungan debit banjir rencana tersebut pilih yang
terbesar. Apabila kapasitas eksisting lebih besar dari debit banjir
rencana yang terbesar, maka saluran eksisting tidak perlu direhabilitasi.
4.4 Tahap Perencanaan Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa
1) Buat unit hidrograph daerah perkotaan, kemudian jumlahkan masing-
masing ordinatnya. Sehingga diperoleh debit rencana maksimum
dengan gambar hidrographnya;
2) Hitung volume komulatif air yang masuk ke dalam kolam retensi dari
hidrograph;
3) Gambarkan hasil perhitungan volume komulatif dari butir 2) di atas
dalam koordinat orthogonal dengan ordinat besarnya volume komulatif
dan absis besarnya waktu;
4) Hitung volume komulatif pompa untuk berbagai kapasitas pompa dan
terapkan pada komulatif air yang masuk kolam retensi dari butir 3) di
atas;
5) Ukur ordinat yang terletak antara garis volume komulatif pompa dengan
garis singgung volume komulatif air yang masuk ke dalam kolam retensi
seperti pada butir 4) di atas, menunjukkan volume air yang tertinggal di
dalam kolam retensi;
6) Hitung luas kolam retensi yang diperlukan dengan membagi volume
komulatif yang tertinggal di dalam kolam retensi seperti butir 5) di atas
dengan rencana dalamnya air efektif di kolam retensi;
7) Lakukan langkah butir 4), butir 5) dan butir 6) di atas berulang-ulang,
sehingga diperoleh biaya yang efisien dan efektif dalam menentukan
luas kolam retensi dan kapasitas pompa yang dibutuhkan. Contoh
perhitungan kapasitas kolam retensi dan pompa dapat dilihat di
lampiran A.
8) Hitung kebutuhan head pompa dari elevasi muka air minimum di kolam
retensi ke muka air maksimum banjir di sungai atau muka air pasang
tertinggi di laut.
30
9) Pilih tipe pompa sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tipe-tipe
pompa yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Pompa Archemedian Screw.
Pompa archemedian screw digunakan untuk kondisi elevasi muka
air yang dipompa relatif aman, tidak sesuai untuk elevasi muka air
yang perubahannya relatif besar.
Gambar 8 Pompa archemedian screw
Pompa ini tidak terganggu dengan adanya tumbuhan air dan
sampah, oleh sebab itu pompa ini mampu beroperasi tanpa dijaga
dalam jangka waktu yang lama.
b) Pompa Rotodynamic.
Pompa rotodynamic dipilih sesuai dengan keperluan
perencanaan. Pompa ini terdiri atas :
(1) Pompa Centrifugal (aliran radial)
Dipergunakan untuk memompa air dengan ketingian yang
besar dan aliran sedang.
Gambar 9 Pompa centrifugal
ELEVASI. MAKS
PENGELUARAN MOTOR
ELEV. PEMASUKAN
31
(2) Pompa Axial (baling-baling)
Dipergunakan untuk memompa air dengan ketinggian yang
rendah sampai aliran yang besar.
Gambar 10 Pompa axial
c) Pompa Aliran campuran
Digunakan dengan karakteristik tengah-tengah antara Pompa
Centrifugal dengan Pompa Axial.
Gambar 11 Pompa aliran campuran
32
BAB V
PELAKSANAAN KONSTRUKSI
5.1 PEKERJAAN PERSIAPAN
1) Buat rencana kerja dan jadwal pelaksanaan.
2) Persiapkan bahan material dan tenaga kerja.
3) Sediakan atau buat direksi keet, gudang dan bengkel kontraktor.
4) Gunakan titik benchmark (usahakan yang tidak mudah bergeser) yang
ada di lapangan sebagai titik referensi untuk ketinggian dan koordinat.
5) Lakukan pengukuran konstruksi untuk mendapatkan tata letak bangunan
sistem polder.
6) Lakukan penyelidikan tanah yang diperlukan (boring, sondir, dll) di
tempat yang akan memikul konstruksi dan bangunan pelengkap.
7) Buat akses sementara berupa jalan kerja untuk memudahkan mobilisasi
pengangkutan bahan, alat dan pekerja ke lokasi pekerjaan.
8) Buatkan pagar pengaman dari kayu atau bahan lainnya.
5.2 PEKERJAAN KOLAM RETENSI
1) Bersihkan permukaan lokasi kolam retensi dari pohon, kayu-kayu,
pecahan benda, semak-semak, sampah dan semua bahan-bahan
lainnya yang tidak dikehendaki.
2) Kerjakan penggalian tanah sampai kedalaman dasar kolam retensi yang
telah direncanakan dengan menggunakan alat-alat berat.
3) Periksa elevasi dasar kolam retensi apakah telah sesuai dengan elevasi
yang direncanakan dengan menggunakan alat ukur waterpass.
4) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
5) Buatkan tanggul kolam retensi dari timbunan tanah atau bahan lainnya
(perhatikan pemadatan dan keamanan terhadap longsor).
6) Periksa elevasi puncak tanggul dengan menggunakan alat ukur
waterpass apakah telah sesuai dengan elevasi yang direncanakan.
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami,
33
7) Buatkan talud kolam di sekeliling kolam retensi dari bahan yang telah
direncanakan.
8) Rapikan semua pekerjaan sampai selesai.
5.3 PEKERJAAN TANGGUL KELILING
1) Tanggul keliling biasanya memakai kontruksi dari tanah atau pasangan
2) Jika kontruksi tanggul memakai bahan dari tanah maka cara pekerjaan
pelaksanaan kontruksi sebagai berikut :
Bersihkan permukaan lokasi tanggul dari rumput-rumput dan pohon-
pohon serta akar-akarnya.
Kupas atau gali permukaan pondasi hingga mencapai lapisan tanah
asli yang baik.
Hamparkan tanah timbunan lapisan per lapisan ke lokasi tanggul
keliling yang direncanakan setinggi 40 cm setiap lapisannya.
Padatkan setiap lapisan timbunan secara menyeluruh dengan alat
pemadat setiap lapisan harus benar-benar padat.
Pemadatan dilakukan sampai pada elevasi tanggul yang direncanakan.
Parameter untuk lapisan menggunakan faktor CBR yang
berlaku di Bina Marga.
3) Jika konstruksi tanggul memakai bahan pasangan maka cara pekerjaan
pelaksanaan kontruksi sebagai berikut :
Gali tanah sampai elevasi dasar pondasi tanggul yang direncanakan
jika keadaan konstruksi tanah untuk dudukan pondasi kurang
baik maka dilakukan dulu perbaikan tanah dengan membuat cerucuk
bambu, dolken atau pancang dari beton bertulangan.
Buat lantai kerja untuk tanggul yang dibuat dari beton bertulang jika
memakai pasangan batu kali hamparkan urugan pasir kemudian
dipadatkan.
Buat kontruksi tanggul seperti bentuk rencana baik memakai
pasangan beton bertulang atau pasangan batu kali dari mulai bawah
sampai atas pada elevasi tanggul yang direncanakan.
4) Urug kembali dengan tanah, lubang galian yang tidak terpakai oleh
kontruksi pasangan dan padatkan.
5) Rapikan kontruksi tanggul sampai selesai semuanya.
34
5.4 PEKERJAAN BANGUNAN STASIUN POMPA
1) Bersihkan permukaan lokasi bangunan stasiun pompa.
2) Gali tanah sampai kedalaman dasar bangunan yang telah direncanakan
dengan menggunakan alat berat.
3) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
4) Perkuat daya dukung tanah dengan menggunakan cerucuk atau bahan
lainnya.
5) Buat lantai kerja dari pasangan beton.
6) Pasang lantai dasar dengan konstruksi yang direncanakan.
7) Pasang pondasi
8) Urug tanah sampai ketinggian lantai dasar.
9) Pasang sloof, balok, kolom dan dinding penahan tanah sesuai yang
direncanakan.
10) Buatkan pelat atas dengan konstruksi beton bertulang.
11) Sediakan angker-angker untuk penempatan pompa.
12) Pasang pipa hisap, pipa outlet dan aksesoris lainnya.
13) Sambungkan pompa dengan pipa hisap dan pipa outlet.
14) Pasang panel listrik dan lakukan instalasi elektrik.
15) Pasang pintu-pintu air.
16) Pasang pintu-pintu saringan sampah.
17) Lakukan uji coba terhadap pompa air, sebelumnya periksa aliran listrik
baik dari PLN maupun dari Genset terlebih dahulu.
5.5 PEKERJAAN BANGUNAN RUMAH GENSET
1) Bersihkan lokasi permukaan.
2) Gali tanah sampai kedalaman dasar bangunan yang telah direncanakan.
3) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
4) Perkuat daya dukung tanah dengan menggunakan cerucuk atau bahan
lainnya.
5) Pasang lantai kerja dari pasangan beton.
6) Pasang pondasi
35
7) Urug tanah sampai ketinggian lantai dasar.
8) Pasang sloof, balok, kolom dan dinding penahan tanah sesuai yang
direncanakan.
9) Buatkan pelat atap dengan konstruksi beton bertulang.
10) Sediakan angker-angker untuk penempatan genset.
11) Lakukan instalasi mesin genset dan panel-panel listrik.
12) Lakukan uji coba genset
5.6 PEKERJAAN SALURAN INLET/OUTLET
1) Bersihkan permukaan lokasi untuk saluran inlet/outlet.
2) Gali tanah untuk kedalaman saluran inlet/outlet sesuai dengan elevasi
dasar saluran yang direncanakan.
3) Periksa elevasi dasar saluran hasil galian dengan menggunakan alat
waterpass.
4) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
5) Buat konstruksi saluran dengan pasangan sesuai dengan yang
telah direncanakan.
6) Kerjakan perapihan pekerjaan saluran inlet/outlet.
5.7 PEKERJAAN BANGUNAN PINTU AIR INLET/OUTLET
1) Bersihkan permukaan lokasi untuk bangunan pintu air inlet / outlet.
2) Gali tanah sesuai dengan kedalaman dan lebar bangunan pintu air yang
telah direncanakan.
3) Periksa elevasi dasar bangunan pintu air dengan alat waterpass.
4) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
5) Pasang kontruksi bangunan pintu air dari mulai lantai, dinding sampai ke
atas.
6) Pasang pintu air.
7) Lakukan uji coba pintu air apakah berfungsi dengan baik.
36
BAB VI
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
6.1 UJI COBA DAN PENGOPERASIAN POMPA
1) Hidupkan mesin diesel sesuai SOP atau petunjuk kerja yang berlaku
atau kontakkan handle sakelar utama apabila menggunakan PLN.
2) Pastikan tegangan, frekuensi, arus listrik sesuaikan dengan ketentuan atau
SOP.
3) Geser sakelar utama pada posisi “ON”.
4) Hidupkan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi
melebihi elevasi normal sesuai dengan ketentuan di dalam SOP.
5) Lakukan kegiatan seperti butir 3), sesuai dengan kecepatan naiknya
elevasi muka air di dalam kolam retensi dengan kapasitas pompa
menurut ketentuan di dalam SOP.
6) Atur aliran air dari saluran yang masuk ke dalam kolam retensi dengan
pintu air terutama pada musim kering. Apabila pengaturan air masuk ke
dalam kolam retensi dengan pintu air, supaya air limbah dari saluran
tidak masuk ke dalam kolam retensi.
7) Matikan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi sudah
mencapai elevasi normal sesuai dengan ketentuan di dalam SOP.
6.2 PEMELIHARAAN STASIUN POMPA
1) Stasiun pompa sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang
tetap harus dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh. Untuk
itu secara rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan instalasi.
2) Secara berkala stasiun pompa harus dicat agar dari segi estetika indah
dan nyaman untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu.
3) Sewaktu pompa tidak dioperasikan periksa kelengkapan saringan
sampah di bagian depan pompa. Lakukan pembersihan terutama dari
sampah-sampah plastik yang dapat merusak poros dan propeller pompa.
4) Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus
karena termakan usia atau oleh binatang pengerat seperti tikus dll.
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami,
37
5) Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering.
Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga
kemungkinan terjadi banjir dadakan.
6.3 PENGOPERASIAN PINTU AIR INLET, OUTLET DAN PEMBAGI
1. Untuk kolam retensi tipe di samping badan sungai
a. Pada saat banjir datang pintu inlet dibuka, air dari sungai akan
masuk dan mengisi kolam retensi.
b. Jika muka air di kolam retensi telah mencapai level maksimum maka
pintu air outlet dibuka secukupnya sehingga air di kolam retensi bisa
keluar kembali ke sungai, tetapi muka air dalam kolam retensi harus
dijaga agar tetap pada level maksimum.
c. Pada saat banjir telah surut maka air di kolam retensi dikeluarkan
melalui pintu outlet sampai mencapai muka air minimum, hal ini
dimaksudkan untuk menerima banjir berikutnya/yang akan datang.
d. Di musim kemarau pintu inlet ditutup, sesekali dibuka hanya untuk
memasukkan air ke kolam retensi, agar muka air di kolam retensi
tetap terjaga dalam keadaan normal.
2. Untuk kolam retensi tipe di dalam badan sungai
a. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari sungai akan
masuk dan mengisi kolam retensi.
b. Meskipun muka air di kolam retensi telah mencapai elevasi
maksimum, pintu air outlet tetap ditutup, sehingga air dari kolam
retensi mengalir ke sungai melalui pelimpah bendung
c. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka air di kolam retensi
dikeluarkan melalui pintu outlet sampai mencapai muka air minimum,
keadaan ini untuk menerima banjir berikutnya / yang akan datang.
d. Di musim kemarau pintu outlet ditutup, sehingga di kolam retensi
tetap ada air.
38
3. Untuk sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan
saluran/sungai
a. Pada saat banjir datang pintu pembagi ditutup. Sebaliknya pintu inlet
dibuka, sehingga air dari saluran drainase akan masuk dan mengisi
kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengoperasian
pompa.
b. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu pembagi dibuka
agar air di saluran drainase bisa mengalir ke sungai secara gravitasi.
Selain itu pintu air inlet harus ditutup, agar air tidak masuk ke kolam
retensi.
c. Di musim kemarau pintu air inlet ditutup, sesekali dibuka hanya
untuk memasukkan air ke kolam retensi, agar muka air di kolam
retensi dalam keadaan normal.
4. Untuk sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan
saluran/sungai
a. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari saluran drainase
akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan
dengan pengoperasian pompa.
b. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar
air di kolam retensi bisa mengalir ke sungai secara gravitasi.
c. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di
kolam retensi tetap ada air.
5. Untuk sistem polder dengan pompa dan kolam tipe memanjang
a. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari saluran drainase
akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan
dengan pengoperasian pompa.
b. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar
air di kolam retensi bisa mengalir ke sungai secara gravitasi.
c. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di
kolam retensi tetap ada air.
39
6.4 PEMELIHARAAN PINTU AIR INLET, OUTLET DAN PEMBAGI
1. Melumasi pintu-pintu air.
2. Pengecatan pintu-pintu air.
3. Membersihkan sampah atau endapan di pintu-pintu air.
4. Lakukan perbaikan secara berkala untuk pintu-pintu air yang mengalami
kerusakan.
6.5 PEMELIHARAAN KOLAM RETENSI
1. Pembersihan sampah-sampah yang menyangkut di saringan sampah
secara rutin.
2. Cegah sedini mungkin penyerobotan terhadap lahan dan bantaran
kolam retensi dari bangunan-bangunan pemukiman liar.
3. Secara berkala keruk sedimen yang terlanjur masuk ke kolam retensi
agar fungsi daya tampung kolam retensi tidak menyusut.
4. Angkat saringan sampah secara berkala bersihkan dan cat kembali.
5. Bersihkan saluran inlet/outlet secara rutin.
6. Lakukan perbaikan secara berkala untuk bangunan air yang mengalami
kerusakan.
7. Tembok pasangan batu yang rusak segera diperbaiki, untuk ini harus
secara rutin dilakukan inspeksi terutama pada stalling basin pintu inlet.
Atau kolam retensi dilengkapi dengan saluran gendong biasanya saluran
tersebut tepi kanan dan kirinya dilapisi dengan pasangan batu kali.
8. Bersihkan kolam retensi yang ditumbuhi gulma seperti eceng gondok.
Bila perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi
komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, serta mungkin dapat
diolah menjadi gas bio.
40
Kesimpulan
a) Laporan mengenai pembuatan kolam retensi dan polder dijelaskan sebagai
berikut :
1) Setiap aspek perencanaan baik yang menyangkut bangunan baru
maupun bangunan lama agar dilaporkan dan dikonsultasikan kepada
instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas pembuatan kolam
retensi dan polder;
2) Laporan perlu dibuat secara berkala oleh perencana, dan dilaporkan
kepada instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas
pembuatan kolam retensi dan polder.
b) Koordinasi dan Tanggung Jawab Perencanaan
Koordinasi dan tanggung jawab pembuatan kolam retensi dan polder
dijelaskan sebagai berikut :
3) Seluruh penyelenggaraan teknis pekerjaan pembuatan kolam retensi dan
polder agar dilaksanakan di bawah koordinasi dan tanggung jawab
seorang ahli yang kompeten, dibantu tim terpadu yang karena pelatihan
dan pengalamannya berpengetahuan luas dan ahli dalam pekerjaan
yang berkaitan dengan pembuatan kolam retensi dan polder;
4) Apabila dalam tahapan pembuatan kolam retensi dan polder timbul
masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh instansi yang berwenang,
maka masalah tersebut harus diajukan kepada pihak berwenang yang
lebih tinggi.
41