PDUI Erupsi Obat Alergi

Post on 04-Feb-2016

249 views 4 download

description

kesehatan

Transcript of PDUI Erupsi Obat Alergi

ERUPSI OBAT ALERGI PADA PASIEN HIV

Ilustrasi kasus

Identitas

Nama : Tn. EK Usia : 33 tahun Pekerjaan : Pegawai Swasta Pembiayaan : Umum No. RM : 385-02-22 Masuk RS : 18 April 2013

Keluhan utama

Bercak-bercak merah di seluruh tubuh sejak 2 hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang

1 bulan SMRS

Pasien mengeluh sakit kepala di seluruh bagian hilang timbul, mual, cenderung mengantuk dirawat di RS Haji selama 18 hari, riwayat kejang saat dirawat, diketahui HIV dan TE mendapat terapi sistenol, Hp pro, clorpromazin, klindamisin, fansidar, KSR.

Selain itu pasien juga minum rifampisin, INH, ethambutol sejak 8 bulan SMRS karena diketahui TB tulang yang distop 4 hari lalu.

Riwayat penyakit sekarang

4 hari SMRS

Pasien berobat ke RSCM karena keluhan sulit menelan dan tidak makan 3 hari serta sulit tidur.

Pasien mendapat obat acetram, fluconazole, folavit, sertraline.

Riwayat penyakit sekarang

2 hari SMRS

Timbul bercak merah di seluruh tubuh yang kadang terasa gatal.

Bibir lecet dan mata kemerahan. Keluhan batuk kering.

Pasien tidak ada keluhan demam, nyeri sendi, benjolan.

Riwayat penyakit dahulu Tidak ada hipertensi, DM, asma, alergi, sakit kuning.

Riwayat penyakit keluarga Tidak ada hipertensi, DM, asma, alergi, sakit kuning.

Riwayat sosial, ekonomi, kebiasaan Pasien menikah 1 tahun, istri sedang mengandung

anak pertama (17 minggu) dinyatakan positif HIV dan minum ARV.

Pasien riwayat menggunakan IVDU.

Pemeriksaan fisik

Kompos mentis, tampak sakit sedang TD : 110/70 FN : 88 x/menit FP : 20 x/menit S : 37,6°C BB : 49 kg TB : 176 cm

Pemeriksaan fisik

Mata: konjuntiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, injeksi konjunctivita +/+

Mulut: oral trush (+)

Leher: JVP 5-2 cmH2O; KGB submandibula bilateral, diameter 1 cm, tidak nyeri, kenyal, mobile; tiroid tidak teraba

Jantung: bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur dan gallop Paru: vesikuler, tidak ada rhonki dan wheezing Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan epigastrium, H/L tidak teraba,

BU dbn Ekstremitas: akral hangat, tidak edem

Pemeriksaan fisik

Status dermatologikus:

Regio dada, perut, punggung, lengan bilateral, tungkai bilateral: makula-papul eritematosa, multipel diskret, lentikular, batas tegas-difus.

Bibir: erosi linier, krusta kuning

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan laboratorium

1/4/13 CD4 15 (2%)

18/4/13 DPL 12,6/35,7/2950/237.000 Diff 0,3/4,7/44,1/25,1/25,8 LED 30/ alb 4,13/glob 3,47/GDS 92 Ur 34/Cr 0,8/SGOT 1068/SGPT 216 IgE 2640/eosinofil 140 Na 132/K 4,32/Cl 92,5

20/4/13 Bil T/D/I 0,29/0,19/0,1 HBsAg nonreaktif/AntiHCV reaktif

Pemeriksaan penunjang

Rontgen thorax (19/4/13) Tak tampak kelainan radiologis pada cor &

pulmo.

MRI kepala (27/3/13) Tampak lesi noduler bermacam ukuran

menunjukkan ring enhancement disertai edem perifokal luas di daerah ganglia basalis dan talamus kanan, parietal kiri, pons kanan, cerebellum kanan.

Masalah

Erupsi obat alergi tipe makulopapular dd/ sindrom hipersensitivitas obat

Hyper IgE SIDA belum ARV Toxoplasma ensefalitis TB tulang Candidiasis oral Sindrom dispepsia Peningkatan enzim transaminase ec DILI Hepatitis C

Penatalaksanaan

Diet blender per NGT 1900 kkal Metilprednisolon 2 x 20 mg IV Kompres NaCl 0,9% 4x/hari (15 menit) bibir Kenacort krim 4x/hari bibir Cenfresh 6x/hari ODS Tobroson 6x/hari ODS Candistatin 4 x 1 cc Ranitidin 2 x 50 mg IV SNMC drip 2 ampul dalam D5% 100 cc

Follow up

21/4/13 Mulai bisa makan diet lunak

22/4/13 Metilprednisolon diganti 2 x 16 mg po Ranitidin 2 x 150 mg po

23/4/13 Lesi baru tidak ada, lesi lama berkurang Mulai titrasi klindamisin 2 x 150 mg SGOT 75/ SGPT 171 USG hepatologi: congestive dan fatty liver

29/4/13

Diskusi

Reaksi alergi obat

Terjadi pada sejumlah kecil individu. Tidak terprediksi. Tidak terkait efek farmakologik obat. Hasil respon imun terhadap obat setelah

paparan sebelumnya terhadap obat yang sama menghasilkan antibodi spesifik, limfosit T yang tersensitisasi, atau keduanya.

Alergi Dasar edisi I. 2009.Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Alergi obat pada pasien HIV

Defisiensi imun terkait dengan peningkatan frekuensi reaksi simpang obat, yang kebanyakan berupa reaksi alergi.

Pasien imunosupresi mungkin mengalami defisiensi limfosit T supresor yang meregulasi sintesis antibodi IgE.

Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Manifestasi dermatologik

Erupsi kutaneus merupakan manifestasi reaksi simpang obat tersering dan terjadi pada 2-3% pasien rawat inap.

Obat penyebab umumnya dapat diketahui dengan mudah, tetapi pada suatu penelitian menyatakan pd 62% pasien memerlukan tes provokasi obat.

Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Manifestasi dermatologik

Gambaran klinis Onset timbul dalam 1 hingga 2 minggu

setelah awitan obat. Distribusi simetris. Predominan mengenai trunkus. Gatal.

Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Erupsi morbiliform

Erupsi morbiliform atau eksantematous adalah erupsi obat yang paling sering.

Ruam bisa predominan eritematous, makulopapular, atau morbiliform.

Merupakan reaksi obat menurut Gell & Coombs yang dimodifikasi tipe IVb dan Ivc.

Alergi Dasar edisi I. 2009.Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Sindrom hipersensitivitas obat

Ruam serupa erupsi morbiliform/eksantematous. Klinis penyerta:

Demam Hepatitis Artralgia Limfadenopati Eosinofilia

Onset relatif lambat 2 – 6 minggu sejak awitan obat.

Obat tersering: antikonvulsan, sulfonamides, allopurinol.

Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Drug induced liver injury

Obat FrekuensiAsam aminosalisilat, dapson > 2%

Lovastatin, siklosporin 1 – 2%

Isoniazid, amiodarone 1%

Fenitoin, sulfonamides, klorpromazine

0,5 – 1%

Garam emas, metildopa, klorpropamide

0,1 – 0,5%

Ketoconazole, kontrasepsi steroid < 0,01%

Hidralazine, halotan < 0,001%

Penisilin, cimetidin < 0,0001%

Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Tes Provokasi

Metode absolut untuk menegakkan atau menyingkirkan hubungan etiologik antara obat yang paling dicurigai dan manifestasi klinis yang ditimbulkan.

Dosis inisial 1% dari dosis terapeutik Dosis ditingkatkan 2 – 10 kali tiap

15 – 30 menit bila reaksi sebelumnya akut (misal: anafilaksis).

24 – 48 jam bila reaksi sebelumnya lambat (misal: dermatitis morbiliform).

Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Penatalaksanaan

Stop obat – obat yang diduga menyebabkan alergi.

Observasi pasien deteksi kemungkinan progresivitas reaksi, misal: ruam morbiliform menjadi eksfoliatif.

Terapi simptomatik Kortikosteroid setara prednison 40 – 60

mg/hari di –tappering dalam 7 – 10 hari.

Alergi Dasar edisi I. 2009.Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Penatalaksanaan

Berikan obat yang hanya jelas indikasi klinisnya Pada pasien mulai diberikan klindamisin 2 x 150 mg,

dititrasi tiap 48 jam bila tidak timbul reaksi alergi untuk terapi TE.

Pasien direncanakan pemeriksaan MRI dengan kontras untuk evaluasi pengobatan TE yang sudah berlangsung 1 bulan Ditunda premedikasi dengan

antihistamin dan kortikosteroid ?

Alergi Dasar edisi I. 2009.Patterson’s Allergic Disease 6th ed. 2002.

Penatalaksanaan

Penggunaan obat dengan berhati- hati pada masa depan.

Edukasi pasien dan keluarga.

Alergi Dasar edisi I. 2009.