Post on 01-Jan-2016
description
PEMBAHASAN
GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIK
1.1 PENDAHULUAN
Gagal ginjal akut (GGA) masih merupakan masalah klinis yang umum dalam perawatan
kritis. Tidak ada kesepakatan mengenai definisi dari GGA. Konsensus kedua Konferensi
Internasional Kelompok Inisiasi Kualitas Akut Dialisis (ADQI) telah mengajukan definisi
konsensus untuk GGA, yang dikenal sebagai kriteria RIFLE (risiko, cedera, gagal,
kehilangan, stadium akhir penyakit ginjal) (1). Ini adalah sistem klasifikasi multilevel, yang
mengklasifikasikan GGA menjadi tiga kelompok ( risiko, cedera, dan kegagalan ) tergantung
pada perubahan relatif dalam serum kreatinin dan pengeluaran urin (Gambar 44-1). (1)
Insiden GGA tampaknya menjadi sekitar 200 kasus per 1 juta penduduk (2,3) . Sekitar 6 %
dari pasien akan berkrmbang menjadi GGA selama perawatan kritis mereka masuk unit (4) .
Meskipun banyak kemajuan dalam manajemen, kematian pada pasien sakit kritis tetap 50 %
sampai 70 %. Dokter perawatan kritis semakin dihadapkan dengan pasien kegagalan
multiorgan (MOF). Strategi terbaru oleh dokter perawatan kritis dan nephrologists telah
berfokus pada kebutuhan untuk intervensi awal dan metode terapi khususnya untuk pasien
dengan kegagalan multiorgan (MOF). (1,6)
GFR criteria Urine output criteria
Risk Increased SC x 1.5 or GFR
decrease >25%
UO <0.5 mL/kg/h x 6 h High sensitivity
Injury Increased SC x 2 or GFR
decrease >50%
UO <0.5 mL/kg/h x 12
h
Failure Increased SC x 2 or GFR
decrease >50%
UO <0.3 mL/kg/h x 24
h or Anuria x 12 h
High specificity
Loss Persistant GGA = complete loss of kidney function >4
weeks
ESKD End stage kidney disease (>3 months)
Figure 44-1: kriteria RIFLE, sebuah sistem klasifikasi multilevel untuk GGA. (GGA = gagal
ginjal akut; PGSA (Penyakit Ginjal Stadium Akhir); RFG (Ration Filtrasi Glomerulus);
1
RIFLE = Resiko, Cedera, Gagal, Kehilangan, Penyakit Ginjal Stadium Akhir; SC : Serum
creatinin; UO = urine output.). (1)
1.2 ETIOLOGI
GGA secara historis dipisahkan menjadi azotemia prerenal (PRA), gagal ginjal (RF), dan
kegagalan postrenal atau obstruksi saluran kemih (UTO) (Tabel 44-1). Meskipun etiologi
bervariasi di berbagai rumah sakit. Akut tubular nekrosis, atrofi renal progsesif, dan obstruksi
saluran kencing adalah penyebab utama penyakit ini. (1)
Tabel 44-1 Penyebab Gagal Ginjal Akut di Kedokteran Critical Care(1)
Renal Failure
Prerenal
Azotemia
Acute
Tubular
Necrosis
Glomerulonephritis Interstitial
Nephritis
Tumor Lysis
Syndrome
Urinary Tract
Obstruction
Dehydration Hypotension,
shock
Post infectious GN Medications Lymphomas
Leukemias
Prostate disease
Heart failure Sepsis Wegner’s
granulomatosis
Infections Hyperuricemia
hyperphosphate
mia
GI, bladder, or
gynecologic
malignancy
Sepsis Rhabdomyoly
sis
Goodpasture
syndrome
Immunologic
causes
Hyperkalemia Renal stones
Diuretics Radiocontrast
nephropathy
Lupus nephritis Neurogenic
bladder
Burns Burns Rapidly progressive
GN
Transfusion reaction
GI : gastrointestinal ; GN: glomerulonephritis
1.2.1 AZOTEMIA PRERENAL (AZP)
Riwayat perubahan status mental, intake nutrisi yang berkurang, meningkatnya cairan yang
hilang seperti diare, muntah, luka bakar, hiperglikemi, atau penggunaan diuretik harus
ditemukan. Fisik diagnostik termasuk hipotensi postural atau hipotensi fixed (permanen),
takikardi, turgor kulit yang buruk, membran mukus yang kering, dan tanda-tanda malnutrisi.
2
Kenaikan nitrogen urea darah (NUD) pada rasio kreatinin 20:1 tidak selalu menunjukkan
azotemia prerenal. Penurunan massa otot karena malnutrisi atau amputasi dapat menurunkan
serum kreatinin. Penyakit hati dan intake nutrisi yang buruk dapat menurunkan NUD. Pasien
dengan insufisiensi renal pada terapi kortikosteroid atau pada hiperalimentasi (pemasukan
nutrisi yang terlalu banyak) dapat meningkatkan rasio NUD dan kreatinin. Kadar sodium urin
kurang dari 20 mEq/L dapat menunjukkan adanya APR. Fraksi eksresi sodium kurang dari
1% (tabel 44-2). Pemeriksaan mikroskopiksedimen urinyang menunjukkan gravitasi spesifik
urin besar dari 1.018 akan sangat membantu. Sedimen tidak mengandung sisa-sisa protein,
granular, atau seluler tapi sel-sel hialin mungkin ditemukan. (1)
Penatalaksanaan APR adalah dengan resusitasi cairan dengan cepat yang dipandu dengan
tekanan darah, pengukuran central venous pressure (CVP), dan pemeriksaan fisik untuk
memantau adanya oedem paru. Pada pasien dengan anemia atau koagulopati transfusi dapat
dilakukan. Obat-obatan antihipertensi dan diuretik harus ditahan penggunaannya. Agen
nefrotoxic seperti nonstreoidal, OAINS, dan kontras intravena harus dihindari. ACE inhibitor
dan angiotensis receptor blocker sedapat mungkin ditangguhkan penggunaannya sampai
penggantian volume intravaskular sudah tercapai. Dopamin dosis renal tidak boleh diberikan
karena adanya efek aritmia. Hiperglikemia harus cepat ditangani. (1)
1.2.2 GAGAL GINJAL
Adalah penting bagi seorang dokter untuk mendapatkan riwayat penyakit sebelumnya,
riawayat penggunaan obat, dan keadaan fungsi renal pasien. Riwayat penyakit kronis seperti
artritis atau sakit kepala harus diselidiki dari pasien dan keluarganya sehingga dapat
ditemukan ada tidaknya penggunaan OAINS yang dijual bebas di pasaran. ACE inhibitor,
angiotensin receptor blocker, allopurinol, antibiotik, dan banyak obat-obatan lain telah lama
dihubungkan dengan gagal ginjal. Riwayat depresi, penggunaan narkotik dan alkohol dapat
menunjukkan adanya toxic ingestion. Riwayat bepergian harus ditanyakan untuk
kemungkinan infeksi penyakit seperti virus Hanta dan leptospirosis. Pemeriksaan fisik
termasuk funduskopi, tekanan darah, distensi vena jugular, jantung, paru, bruit abdomen,
abdomen, dan ekstermitas. Riwayat angiografi atau kateter jantung dan bukti adanya emboli
perifer pada fundus atau ekstermitas dapat menunjukkan adanya penyakit ateroemboluspada
pasien dengan penyakit vaskuler. (1)
3
Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin dapat memberiksan informasi penyebab gagal
ginjal. Untuk hasil optimal, sebaiknya digunakan urin pertengahan. Spesimen segar dapat
diambil dengan memasang kateter foley. Sampel harus diperiksa pada waktu pengambilan,
sebelum, dan sesudah sentrifugasi. Setelah diputar dengan kecepatan 3000 putaran per menit
selama lima menit, urin jernih yang terpisah dari sedimen diaspirasi dan bagian padat dari
urin disuspensikan dalam 0,5 ml bagian jernih urin. Urin yang telah disuspensi dapat
diperiksa secara strained, unstained, atau dengan mikroskop fase kontras yang dapat
mendeteksi kolesterol dan kristal. Temuan lain pada sedimen urin dijelaskan pada tabel 44-3.
Sediaan kering dari sedimen urin dapat dibuat dengan pewarnaan Hansel atau wright untuk
mendeteksi netrofil dan eosinofil, yang ditemukan pada nefritis intertisial. Sel-sel ini juga
bisa ditemukan pada pyelonefritis dan glomerulonefritis. (1)
Urin yang tampak merah tapi tidak ditemukan sel eritrosit pada pemeriksaan
mikroskopik tapi positif ditemukan darah pada pemeriksaan dipstick dapat menunjukkan
rabdomiolisis. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan kokain, alkohol, obat-obatan seperti
statin, zidovudine, kejang, trauma tumpul, dan kelumpuhan. Penatalaksanaan pertama adalah
penanggulangan hiperkalemia. Ekspansi volume dengan normal saline harus segera
diberikan. Penggunaan bikarbonat dan mannitol pada penatalaksanaan rabdomiolisis
mungkin tidak memberikan keuntungan. (1,6)
Gagal ginjal ditegakkan dengan tekanan darah dan CVP yang meningkat atau normal,
kelebihan cairan, dan proteinuria. Rasio NUD dengan kreatinin adalah 10:1 atau 15:1.
Sedimen urin mungkin menunjukkan adanya eritrosit, leukosit, dan sel tubular renal. Sodium
urin lebih besar dari 40 mEq/L, dan fraksi eksresi sodium lebih besar dari 1%.(1,6)
Penatalaksanaan gagal ginjal dalam beberapa langkah yaitu: pembatasan cairan,
kontrol keseimbangan potasium dan sodium, penyesuaian dosis obat yang dieksresikan ginjal,
dan menyingkirkan penggunaan obat-obatan nefrotoxic. Radiokontras intravena tidak boleh
diberikan pada pasien gagal ginjal. Gadolinium yang digunakan pada MRI dapat
menyebabkan sindrom yang disebut sebagai fibrosis sistekmik nefrogenik dan harus
dihindari. Konsultasi nefrologi yang segera dapat mengoptimalkan penatalaksanaan dan
untuk kemungkinan adanya terapi transplantasi ginjal. (1,6)
4
Urinary findings
Prerenal azotemia
Acute tubular necrosis
glomerulonephritis
Acuteintertitial nephritis
Chronic renal failure
Rhabdomyolysis Hepatorenal syndrome
Protein Erytrocytes Leukocytes Eosinophils Tubular epithelial cells Hyaline casts Granular cast Pigmented granular casts Leukocyte casts Erythrocytes casts
+
1.2.3 OBSTRUKSI SALURAN KEMIH
Obstruksi saluran kemih (OSK) lebih sering pada pasien tua, terutama laki-laki yang
dikarenakan penyakit prostat. Etiologi lain seperti obstruksi kandung kemih, gastrointestinal,
atau keganasan ginekologi. Batu ginjal jarang memblok kedua ureter secara bersamaan tapi
dapat menyebabkan kegagalan ginjal pada pasien dengan satu ginjal yang berfungsi.
Pemasangan kateter foley dapat menyebabkan penyempitan uretra. (1)
Pasien dengan OSK tidak komplit mungkin saja tidak oliguria. Pasien mungkin juga
menderita inkotinensia urin jika terjadi penyumbatan pada kandung kemih. Pemeriksaan yang
cermat pada abdomen dan pemeriksaan ginekologi dan rektal dapat menegakkan berbagai
penyebab dari OSK. (1)
Penatalaksanaan OSK adalah dengan manajemen cairan dan elektrolit, penyesuaian
obat yang dimetabolisme di ginjal, dan penanggulangan obstruksi. Kateter spesial telah
dikembangkan oleh para urologis untuk melewati prostat yang membesar dan obstruksi
uretra. Cystoscopy mungkin diperlukan untuk memasang uretral stent. Percutaneous
neprhostomy dengan panduan ultrasonik dan anestesi lokal lebih aman daripada cytoscopy
pada pasien kritis. Koreksi koagulopati dengan transfusi FFP dan vitamin K sebelum
scystocopy atau percutan nephrostomy karena risiko tinggi perdarahan. (1)
Tabel 44-3. Pemeriksaan sedimen urin(1)
5
1.3 TRANPLANTASI GINJAL
Penatalaksanaan optimal tergantung masing-masing individu. Pasien tanpa oliguria
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk membaiknya fungsi renal. Jika kondisi pasien
stabil dengan peningkatan urin output dan parameter hemodinamik yang lebih baik maka
pemberian obat dapat cukup hingga penyembuhan ginjal terjadi. Jika pasien oliguria atau
anuria dan terdapat kelebihan cairan yang signifikan, asidosis, dan hiperkalemia, maka sudah
dapat dipertimbangkan untuk tranplantasi ginjal. (1)
1.4 MEMBEDAKAN GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIK
Kadar NUD dan pemeriksaan kreatinin sebelumnya, urin 24 jam, renal sonogram, dan
bipsi renal sangat penting untuk membedakan antara GGA dengan GGK. Biopsi renal
merupakan prosedur invasive namun definitif. Biopsi renal dilakukan dengan panduan
nefrologis atau radiologis. Karena posisi pasien berbaring pronasi, biopsi ini sulit dilakukan
pada pasien kritis, terutama pada pasien dengan gagal nafas dan menggunakan ventilasi
mekanik. Risiko utama biopsi renal adalah perdarahan. Status koagulasi dan platelet harus
normal. Pasien tidak boleh mengkonsumsi antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel
bisulfate (Plavix) selama sepuluh hari. Ginjal yang mengecil tidak boleh di biopsi karena
kemungkinan besar untuk perdarahan. Seringkali pasien distabilkan dengan dialisis dan
biopsi renal dipertimbangkan setelah pasien keluar dari ICU. Ginjal yang kecil dapat
diperiksa dengan USG untuk menilai tingkat kronisitas. Penyembuhan fungsi renal akan
membantu dokter untuk menentukan fungsi renal dasar pasien. (1)
1.5 PASIEN GGK
Ada sekitar 325.000 pasien dengan gagal ginjal stadium akhir dalam terapi dyalisis di
amerika pada tahun 2003. 16.000 transplantasi ginjal dilakukan pada tahun itu dan lebih dari
128.000 pasien dengan transplantasi ginjal yang berhasil. Jumlah pasien dengan GGK
stadium akhir terus meningkat karena meningkatnya jumlah pasien diabetes dan
meningkatnya angka harapan hidup. Penyebab umum GGK adalah diabetes. Pasien GGK
biasanya menderita hipertensi, hiperlipidemia, penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler
perifer dan dapat dengan mudah terinfeksi tuberculosis. Banyak dokter mebatasi asupan
protein pada pasien ini namun tidak tepat. Pasien GGK yang dirawat di ICU mungkin
mempunyai riwayat nutrisi yang tidak optimal dan harus diberikan setidaknya 1-1.2 gram
protein/kgBB. Cairan, sodium, potasium, fosfat, dan magnesium harus dibatasi. Dialisis dapat
6
menyingkirkan vitamin larut air dan penggantian vitamin seringkali diberikan. Pengikat
fosfat diberikan bersama makanan untuk menormalkan serum fosfat. Penggunaan analog
vitamin D pada dialisis untuk mensupressi hormon paratiroid dapat menyebabkan
hiperkalemia. Menghentikan pengikat fosfat dan vitamin D biasanya cukup untuk mengontrol
hiperkalemia. Hiperkalemia juga dapat diatasi dengan menurunkan konsentrasi kalsium di
dalam dialysate. Produksi eritropoetin yang rendah dan defisiensi besi biasa ditemukan pada
GGK dan secara rutin digantikan secara intravena selama hemodialisa. Waktu yang paling
aman untuk memasukkan produk darah adalah pada saat pasien sedang di hemodialisa untuk
mencegah kelebihan cairan. (1)
Hipotensi yang tidak dapat dijelaskan pada pasien dengan GGK dapat disebabkan
oleh efusi perikardial. Ekokardiografi dapat memastikan diagnosis dan drainase percutaneous
dapat meningkatkan kardiak output secara signifikan. (1)
Sangatlah penting untuk dokter unit intensif untuk mengidentifikasi akses dialisis
pasien GGK dan sebuah tanda harus diletakkan di samping tempat tidur untuk mencegah
penggunaan IV pada ekstremitas, garis arterial, pemeriksaan tekanan darah, atau untuk
melakukan pengikatan untuk menahan pasien. USG sangat berguna untuk mengevaluasi
kemampuan vena sebelum kateter vena sentral dipasang pada pasien yang sudah pernah
mendapat pemasangan kateter pada daerah yang sama. (1)
Karena pengguanaan kateter 3 kali dalam seminggu, maka keadaan sepsis dapat
terjadi dengan penyebab utama stafilokokus. Stafilokokus aureus resisten methicillin adalah
penyebab umum infeksi pada pasien GGK di rumah sakit tertentu. Kateter dialisis jugalar
internal dapat menyebabkan endokarditis atau infeksi stafilokokus pada tulang belakang atau
diskus intervetebralis. Sebaiknya dilakukan kultur darah sebelum pemberian antibiotik pada
pasien ini. (1)
Pasien GGK pada dialisis peritoneal dapat menderita abdominal pain yang disebabkan
oleh peritonitis. Organisme umum termasuk stafilokokus dan streptokokus. Diagnosis
ditegakkan dengan kriteria berikut: hitung leukosit peritoneal lebih dari 100 sel/mm3 (normal
8 leukosit per mm3), bakteri gram positif, dan kultur cairan peritoneal. Antibiotik
intraperitoneal biasanya diberikan terutama jika pasien hanya mengeluhkan abdominal pain.
Antibiotik diberikan secara intravena jika pasien mempunyai klinis sepsis sitemik. Organisme
gram negatif pada kultur cairan peritoneal atau kegagalan respon antibiotik meningkatkan
7
kemungkinan appendisitis atau masalah intraabdominal lain. Jika peritonitis disebabkan oleh
jamur maka kateter harus dilepaskan untuk menyembuhkan peritonitis. (1)
Pasien transplantasi ginjal, jantung, hati, sumsum tulang, dan paru dapat dirawat di
ruang intensif. Sangatlah penting untuk melanjutkan terapi imunosupresi dan menghubungi
tim transplantasi pasien untuk mendiskusikan pencegahan reaksi penolakan organ. (1)
1.6 FAKTOR PROGNOSIS PADA GGA DAN GGK
Pasien GGA dengan shock kardiogenik, sindrom hepatorenal, sepsis, dan shock sepsis
mempunyai prognosis yang buruk. Pasien yang membutuhkan vasopressor dan ventilasi
mekanik juga mempunyai prognosis yang buruk. Konsultasi nefrologi yang tertunda
dihubungkan dengan meningkatnya angka pesakitan dan kematian. (1)
Angka kelangsungan hidup pada pasien dengan frekuensi HD yang sering dan yang
menjalani terapi transplantasi organ adalah sama. Hasil akhir pasien GGA mulai meningkat.
Pada salah satu studi dari 1988 sampai 2002 menunjukkan angka kematian yang menurun
disamping adanya peningkatan pada angka kejadian kasus. (1)
1.7 KESIMPULAN
Gagal ginjal akan tetap menjadi tantangan tersendiri untuk dokter unit intensif.
Pencegahan gagal ginjal pada unit intensif harus ditekankan. Dengan bertambah
kompleksnya masalah pasien, terapi harus diberikan secepatnya untuk mencegah asidosis,
kelebihan cairan, malnutrisi, dan penurunan keadaan hemodinamik. Pendekatan sebuah tim
medis yang terdiri dari perawat, dokter unit intensif, dan nefrologis sangatlah penting untuk
hasil perawatan yang optimal. Sangatlah penting untuk setiap tim medis intensif untuk
menggunakan metode transplantasi ginjal dimana tim tersebut mempunyai pengalaman
paling banyak. (1)
8
DIALISIS PERITONEAL, ULTRAFILTRASI, HEMOFILTRASI DAN
HEMODIALISIS
2.1 PENDAHULUAN
Insiden gagal ginjal akut (GGA) dalam keperawatan berkisar antara 16% dan 20%
(1,2). Dalam lembaga pembedahan pembuluh darah, transplantasi, dan / atau operasi jantung
terbuka insiden ini mungkin lebih tinggi. Bentuk yang paling umum dari intrinsik GGA di
unit perawatan intensif (ICU) adalah nekrosis tubular akut (ATN).
Meskipun insiden tersebut mungkin tidak tampak sangat tinggi, yang mungkin lebih penting
adalah bahwa GGA tampaknya meningkatkan mortalitas ketika hadir. Tingkat kematian
pasien dengan GGA di ICU adalah sekitar dua kali lipat lebih besar pada 70% dibandingkan
dengan 32% dalam pengaturan non-ICU. Tingkat kegagalan organ lainnya yang bersamaan
adalah apa yang tampaknya meningkatkan mortalitas yang terkait dengan GGA. Pada pasien
kritis seperti sepsis, trauma berat, atau beberapa sindrom disfungsi organ, kematian dapat
mencapai hingga 80%. Ketika tidak ada kegagalan organ tambahan, kematian GGA
tampaknya tidak akan berbeda diantara ICU dan non-ICU seperti yang ditunjukkan dalam
studi perkotaan besar. Meskipun hal ini menunjukkan bahwa dengan sendirinya GGA tidak
bebas meningkatkan mortalitas, penelitian lain telah menyarankan sebaliknya. (1)
Tabel. Peningkatan Dalam Terapi Pengganti Ginjal :
• Lebih sering dan sebelumnya dialisis
• Peningkatan teknologi dialisis
• Penyangga bicarbonat
• Kontrol volumetrik ultrafiltrasi
• Teknik menghindari antikoagulasi
• Membran biokompatibel
Perkembangan GGA juga mempengaruhi penyakit dan mempersulit perjalanan penyakit
pasien kritis . Misalnya, GGA dapat mengganggu pemberian nutrisi yang cukup ketika
membutuhkan parenteral dengan volume yang besar yang dapat menyebabkan kelebihan
cairan dan ketidakseimbangan elektrolit. (1)
9
Dalam 30 tahun terakhir atau lebih, banyak perbaikan yang telah terjadi pada GGA untuk
memfasilitasi perawatan pasien . Ini untuk menghindari episode hipotensi yang lebih baik
seperti dengan meringankan teknologi sebagai kontrol volumetrik dan penggunaan cuci
bikarbonat. Kurangnya stabilitas tekanan darah sering dikaitkan dengan asetat, sumber
pencucian bikarbonat sebelumnya. Mungkin dari pengaruh terbesar adalah realisasi awal dan
terapi repalcement ginjal ( RRT ) lebih disediakan dalam sakit kritis melalui penggunaan
terus menerus terapi penggantian ginjal ( CRRTs ). Dalam beberapa penelitian, hal ini
mengakibatkan angka kematian lebih rendah, tetapi sebagian besar, angka kematian belum
turun selama bertahun-tahun. (1)
2.2 ALASAN TERAPI PENGGANTI GINJAL DITUNDA
Ketidakstabilan hemodinamik yang berat dan takut perlambatan pemulihan ginjal adalah dua
alasan paling umum untuk menunda dialisis. Prosedur hemodialisis merupakan prosedur
invasif yang dapat memperburuk hipotensi, menginduksi arrhytmias, dan mengakibatkan
komplikasi dari penempatan akses vaskular. (1)
Hipotensi tetap menjadi komplikasi yang paling umum selama RRT. Dalam pengaturan rawat
jalan, hal ini sering mencerminkan perpindahan volume yang berlebihan dan lebih sering
terjadi pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri, infeksi, dan albumin yang rendah.
Hipotensi yang disebabkan oleh volume yang cenderung muncul terlambat selama dialisis.
Penyakit kritis lebih cenderung terjadi menjadi hipotensi karena masalah hemodinamik
melibatkan SIRS atau sepsis. Dalam pengaturan ini, intervensi dapat mencakup penyesuaian-
penyesuaian dengan tingkat aliran darah, volume bolus, manitol atau albumin infus,
mengubah metode dyalisis, dan/atau peningkatan dosis vasopresors. Potensi etiologi
perikarditis dengan tamponade, episode iskemik jantung, dan perdarahan. (1)
Episode hipotensi berulang juga telah ditunjukkan untuk memperpanjang pemulihan fungsi
ginjal. Penelitian menunjukkan bahwa efek hemodinamik dari terapi dan / atau masalah
dialyzer bioincompatibility dapat menunda pemulihan ginjal. Tergantung pada derajat
bioincompatility, membran dialisis menginduksi pelepasan beberapa sitokin dari monosit
(interleukin - 1 [ IL - 1 ] , IL - 6 , IL ] ), yang dapat beredar - 8, tumor necrosis produksi
alpha ( TNF- proinflamasi dan dengan demikian meningkatkan toksisitas ginjal. (1)
10
Penyebab lain untuk keterlambatan dalam memulai dialisis adalah presentasi pasien individu
GGA. Satu dapat memilih untuk memantau perkembangan fungsi ginjal pasien daripada
memulai terapi repalcement ginjal dalam pengaturan berikut: GGA prerenal ( excertion
pecahan rendah natrium ) , penurunan ringan fungsi ginjal dengan awal stabilisasi ar dataran
tinggi tingkat kreatinin , dan / atau gagal ginjal nonliguric. Di sinilah keraguan sering
dipamerkan karena takut memburuknya fungsi ginjal residu dan / atau menunda pemulihan
ginjal . Berikut rekomendasi termasuk menghindari kelebihan volume, potassium, dan asupan
protein dengan suplementasi bicarbonate mungkin diperlukan. (1)
Isu pemulihan ginjal diperdebatkan jika komplikasi GGA yang mengancam jiwa ( lihat di
bawah ) . Dialisis dini harus dimulai jika temuan GGA konsisten dengan ATN (yaitu ,
oligouria , excertion pecahan tinggi natrium , dan konsisten dalam kenaikan kreatinin dari
hari ke hari [ tidak ada dataran tinggi ] terlihat). (1)
2.3 INDIKASI UNTUK TERAPI PENGGANTI GINJAL
Secara umum, keputusan untuk memulai mengganti fungsi ginjal atau dukungan multiorgan
disfungsi. Kedua hal ini sering diartikan untuk menjaga volume kontrol meskipun kebutuhan
nutrisi, hemodinamik, antibiotik, dan cairan lainnya. (1)
Tidak ada kepastian untuk memulai dialisis, dan seringkali ini dilakukan secara terencana.
Meskipun uremia termasuk sebagai indikasi, dialisis harus dimulai jauh sebelum gejala
uremik berkembang, seperti perikarditis atau ensefalopati. Encephalopaty uremik sering
didiagnosis untuk membedakan dari beberapa alasan lain untuk perubahan status mental di
ICU. Dialisis sebelum drainase perikardial dapat menyebabkan peningkatan preload.
Peningkatan urea dan kreatinin yang cepat (terutama jika oliguria), ketidakseimbangan
elektrolit seperti hiperkalemia, dan/atau asidosis metabolik sering menjadi keputusan utntuk
tindakan dialisis lebih cepat. (1)
Pasangan cairan yang adekuat dan kontrol ultrafiltrasi adalah tujuan dari dialisis. Ketika
memilih metode dialisis, masalah praktek seperti perawatan, biaya, dan penjadwalan juga
harus disertakan dan digabungkan ke presentasi pasien. (1)
11
2.4 TERAPI PENGGANTI GINJAL
2.4.1 DEFINISI
Dialisis menyediakan untuk penggantian molekul yang tidak diinginkan atau zat terlarut
(disebut clearance) dan kelebihan volume atau air (disebut ultrafiltrasi). Secara fisiologis,
tindakan ini dilakukan oleh jutaan nefron di setiap ginjal. Melalui konveksi, tekanan
hidrostatik glomerulus tinggi menghasilkan volume ultrafiltrasi (UF) harian yang besar. Di
sini kapiler glomerulus yang permeable memungkinkan untuk kedua zat terlarut dan volume
untuk ultrafiltrasi. Struktur nefron, sel tubulus, dan sistem kapiler, kemudian mengambil
kembali elektrolit dengan cepat dan UF yang diperlukan dengan cara aktif, difasilitasi, atau
difusi pasif. (1)
Difusi adalah proses dimana zat terlarut melewati membran permeabel menuruni gradien
konsentrasi. Ini adalah mekanisme utama pembersihan zat terlarut dan UF. Ini adalah
mekanisme zat terlarut dalam konvensional, dialisis berselang. Yang menentukan tingkat
clearance zat terlarut adalah konsentrasi serum, berat molekul, dan karakteristik dari
membran dialisis (ukuran pori dan luas permukaan). Penggunaan aliran dialisa di counter
arah arus aliran darah memaksimalkan gradien konsentrasi. Sebagai peningkatan berat
molekul zat terlarut, difusi menjadi mekanisme penghapusan dialisa yang relatif tidak efisien
dan kepentingan relatif dari konveksi meningkat. (1)
Peranan penting dalam CRRT, konveksi mampu menghapus jumlah besar dari UF.
Mendampingi UF, dan meskipun tergantung pada itu , adalah clearance zat terlarut dengan
cara obat pelarut. Tekanan hidrostatis yang dihasilkan terhutang dengan membran permeabel
hasil dialyzer dalam produksi UF. Manfaat lain dari konveksi ditingkatkan adalah
penghapusan molekul yang lebih besar (500-5000 Da ), seperti berbagai mediator inflamasi
(lihat di bawah). (1)
Tabel . Indikasi untuk terapi pengganti ginjal(1)
• Uremia ( perikarditis , ensefalopati )
• Volume control
• Hyperkalemis
• Asidosis Metabolik
• Toksisitas dan overdosis
12
2.4.2 TEKNIK DAN METODOLOGI
Sebagian besar metode memerlukan kateter double lumen sementara yang ditempatkan di
subklavia, atau vena jugularis internal. Kateter double lumen telah terhubung bukaan yang
memungkinkan aliran darah keluar dari pasien dengan cara pelabuhan distal. Hal ini
meningkatkan efikasi oleh mengurangi tingkat pencampuran darah dialized dan nondialyzed .
Sebuah pompa rol kemudian memberikan aliran darah melalui dialyzer. (1)
Secara umum, memilih lokasi untuk pergantian kateter mengikuti kekhawatiran biasa dan
masalah mengenai penempatan garis pusat seperti perdarahan dan risiko infeksi. Jika
kemungkinan untuk lama atau permanen exixts dialisis, akses vena subklavia harus dihindari
karena riskof stemosis. Sayangnya, vena subklavia adalah situs dengan sedikit resirkulasi .
Dalam countinous arteriovenous hemofiltration, kateter arteri adalah tempat untuk
memanfaatkan tekanan arteri dan aliran darah kekuasaan melalui dialyzer. Jenis CRRT telah
berkurang secara luas. Metode ini membutuhkan penempatan kateter intraabdominal , dengan
pergantian cairan dialisa yang terus menerus ke dalam rongga perut . Pertukaran sering
digunakan jika terlarut cepat atau penghapusan volume yang diinginkan. (1)
2.4.3 PERBEDAAN TERAPI PENGGANTI GINJAL
Dalam perawatan intensif, terapi pengganti ginjal disediakan hemodialisis intermiten atau
terapi penggantian terus menerus. (1)
2.4.3.1 HEMODIALISIS INTERMITTENT
Hemodialisis intermiten ( IHD ) adalah dialisis rawat jalan konvensional yang rata-rata
sekitar empat jam, tiga kali atau lebih per minggu, dan kebetulan bentuk paling umum dari
ICU dialisis . Keuntungan HID adalah lebih tradisional dan perbaikan seperti bikarbonat
secara online dan membran biokompatibel produksi telah membuat metode ini lebih stabil .
Karena laju aliran darah dan dialisat yang lebih tinggi, IHD lebih mungkin untuk
menginduksi episode hipotensi daripada metode lainnya. Baru-baru ini, bagaimanapun , ada
beberapa bukti bahwa jika pemodelan natrium dan pendinginan dialisat ditambahkan ke resep
tersebut , IHD besar-besaran sebagai hemodinamik stabil seperti CRRT.(1)
13
Tabel. Pedoman praktis untuk hemodialisis intermiten pasien sakit kritis(1)
•Pastikan biokompatibel , membran selulosa dimodifikasi ( tidak cuprophane )
• Hubungkan kedua sisi sirkuit bersamaan dengan 0,9 % saline 145 mEq / L
• Menjaga natrium dialisat
• Batasi aliran darah maksimal 150 ml / menit ( dengan sesi 4 -h minimal )
• Menjaga suhu dialisat < 370 C
Hentikan vasodilator
Mulai dengan dialisis dan diteruskan dengan ultrafiltasi
Kelemahan dari IHD selain masalah hemodinamic adalah keterbatasan pada pembukaan
lahan dan UF yang memadai . Meskipun setiap jam CRRT , hasil durasi pendek dalam
pembukaan mingguan keseluruhan yang lebih rendah dan UF . Salah satu cara untuk
enchance jumlah UF dan meminimalkan hipotensi adalah dengan menambahkan ultrafiltrasi
intermiten ( dialisis tanpa izin bersamaan menggunakan dialisat contecurrent ) secara seri
dengan IHD. (3)
Kelemahan lain adalah perlunya seorang perawat dialisis terampil. Hal ini meningkatkan baik
kebutuhan personil dan biaya. Akhirnya, ada pula bukti bahwa dalam pengaturan klinis
tekanan intrakranial, IHD dapat memperburuk edema serebral. Hal ini dirasakan menjadi
sekunder untuk zat terlarut dan air pergeseran yang lebih cenderung dibesar-besarkan di IHD.(3)
2.4.3.2 CONTINUOUS RENAL REPLACEMENT THERAPY (CRRT)
Terapi pengganti ginjal terus menerus ( CRRT ) adalah bentuk dialisis dibedakan oleh darah
lambat dan laju aliran dialisat. Seperti namanya, ini diadministrasikan secara terus menerus
selama pasien membutuhkan dialisis. Ini adalah metode yang disukai untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil untuk dialisis berselang. Teknik ini terutama menggunakan
konveksi untuk mencapai pembebasan mereka dan tujuan ultrafiltrasi tetapi bisa termasuk
difusi. Metode yang ideal yang dipilih harus menyediakan zat terlarut yang adekuat dan UF
kontrol untuk memenuhi hasil yang memuaskan. Ini harus dibarengi dengan isu-isu praktis
keperawatan, biaya, kesederhanaan, dan penjadwalan. Metode ini memberikan kelonggaran
yang lebih besar dan UF mingguan, serta stabilitas tekanan darah yang lebih besar. Hal ini
terutama disebabkan oleh sifat asli yang berkelanjutan dan karena itu, darah rendah dan laju
aliran dialisat. (3)
14
2.4.3.2.1 CRRT KONVENSIONAL
Beberapa data yang menetapkan bersihan kon-veksi lebih baik bila dibandingkan dengan
bersihan difusi. Substansi dengan berat molekul sedang (peptida) dan berat molekul besar
seperti vankomisin lebih baik dikeluarkan secara konveksi. Beberapa molekul yang
berimplikasi pada sepsis dan disfungsi organ multipel dikategorikan dalam berat molekul
sedang, dan terapi konveksi lebih bermanfaat dalam terapi adjuvant pada syok septik. (3)
Ricci dkk melaporkan penggunaan filter poliakrilonitrit pada CVVH dan CVVHD dengan
dosis 35 ml/kg/jam dapat mengeluarkan solute ukuran kecil dan sedang. (3)
Kellum dkk menunjukkan bahwa meskipun CVVH lebih baik dibandingkan CVVHD dalam
menurunkan TNF plasma, ternyata tipe bersihan ini tidak mempengaruhi konsentrasi plasma
IL-6, IL-10, L-selectin atau endotoksin. (3)
High-volume Hemofiltration
Adanya pembatasan pada disain pompa, laju aliran selama CRRT secara tradisional di
Amerika direstriksi sampai 2 L/jam atau kurang. Akan tetapi Ronco dkk melaporkan CRRT
dengan dosis yang lebih tinggi (35ml/kg/min) memberikan survival yang lebih tinggi pada
pasien AKI dibandingkan dengan dosis konvensional (20ml/kg/min). Peningkatan dosis lebih
tinggi (45ml/kg/min) tidak banyak membantu. Ultrafiltrasi dengan dosis 35 ml/kg/min
meningkatkan angka survival dari 40% menjadi 57% dibandingkan dengan dosis
20ml/kg/min. (3)
Coupled Plasma Filtration Adsorbtion
Teknik spesifik lainnya yang ditargetkan untuk mengeliminasi mediator sepsis pada pasien
kritis adalah coupled plasma filtration adsorbtion (CPFA). Teknik ini memisahkan plasma
dari darah dengan menggunakan filter plasma dan kemudian plasma yang disaring melalui
suatu cartridge resin sintetik masuk kembali ke dalam darah. Filter kedua dapat ditambahkan
untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan sisa metabolisme dengan berat molekul
kecil. (3)
Penggunaan membran yang lebih terbuka (plasma filter) berpasangan dengan adsorpsi akan
meningkatkan kapasitas sistem adsoprsi dan mencapai bersihan mediator inflamasi
nonspesifik lebih tinggi. Pengeluaran mediator proinflamasi dan antiinflamasi yang bermakna
dan survival dicapai dengan menggunakan teknik tersebut telah terbukti pada model sepsis
pada hewan. Ronco dkk menunjukkan pentingnya keuntungan psikologik (hemodinamik
stabil dan respons monosit) dengan menggunakan teknik ini pada pasien sepsis. Adsorpsi
15
yang bekerja luas memiliki keuntungan yang bermakna melebihi hemofiltrasi dan lebih
sederhana diaplikasikan daripada plasmaferesis. (3)
2.4.3.2.2 PRINSIP DASAR CRRT
Untuk memahami CRRT perlu memahami prinsip dari bersihan darah melalui sebuah
membran semi permeabel. Mekanisme transport cairan dan solute (zat terlarut) dilakukan
melalui membran dengan cara difusi, konveksi dan ultrafiltrasi.(3)
DIFUSI, KONVEKSI DAN ULTRAFILTRASI
Difusi, adalah pergerakan solute melewati suatu membran berdasarkan perbedaan
konsentrasi, untuk mecapai konsentrasi yang sama di ruang distribusi yang tersedia pada tiap
sisi. Hasilnya adalah aliran solute dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Konveksi
merupakan pergerakan solute melalui membran semipermeabel yang berhubungan dengan
ultrafiltrasi dan air yang melewati membran. Pori-pori membran merupakan faktor penentu dari
pergerakan solute selama terapi pembersihan darah (blood purification). (3)
Konveksi dapat menggerakkan molekul yang besar jika aliran air yang melalui membran
cukup deras. Semakin cepat aliran yang melalui membran, molekul yang lebih besar dapat
ditransport.(3)
Ultrafiltrasi adalah suatu proses plasma dan kristaloid dipisahkan dari darah melalui suatu
membran semipermeabel sebagai respons terhadap perbedaan tekanan transmembran. Proses ini
diperoleh dari persamaan berikut: (3)
Qf = Km x TMP
Qf = Kecepatan ultrafiltrasi (ml/menit)
Km = Koefisien membrane ultrafiltrasi(QfTMP)
TMP = Perbedaan tekanan transmembran
Tekanan hidrostatik pada kompartemen darah tergantung pada aliran darah. Makin
besar laju aliran darah, tekanan transmembran akan makin besar. Demikian juga ukuran yang
menaikkan tekanan negatif pada kompartemen ultrafiltrat dari membran, juga akan
meningkatkan ultrafiltrasi, seperti halnya ukuran yang menurunkan tekanan onkotik plasma
(misalnya predilusi, pemberian cairan pengganti sebelum filter). Ketika ultrafiltrasi
berlangsung dan plasma di-ultrafiltrasi, tekanan hidrostatik akan hilang dan tekanan onkotik
akan naik. Hubungan antara tekanan transmembran dan tekanan onkotik menentukan fraksi
filtrasi, yaitu fraksi plasma yang dikeluarkan dari darah selama hemofiltrasi. Filtrasi filtrat
16
optimal pasien dengan hematokrit rata-rata 30% adalah dalam interval 20-25%. Hal ini untuk
mencegah hemokonsentrasi yang berlebihan pada outlet filter. (1)
MEMBRAN FILTERTerdapat 2 tipe membran yang digunakan yaitu membran selulosa, yaitu membran
dengan low flux dan sangat tipis, mempunyai sturktur simetris dengan pori-pori yang uniform
dan bersifat hidrofilik; membran sintetik, yaitu membran dengan dinding yang tebal antara 40
dan 100 mikron dengan suatu struktur asimetrik terdiri dari lapisan bagian dalam dan suatu
lapisan yang dikelilingi sponge (busa), membran ini mempunyai pori besar (10.000-30.000
Dalton) dan bersifat hidrofobik. (3)
Permeabilitas membran yang tinggi dan pori-pori berukuran besar memberikan
bersihan yang baik dari solute dengan berat molekul kecil dan substansi yang lebih besar,
melebihi ukuran maksimal pori. Substansi dengan berat molekul rendah (< 0,5 KD) adalah
urea, elektrolit, vitamin dan obat-obat tertentu. Substansi dengan berat molekul besar seperti
albumin, sel darah merah dan sel darah putih serta obat-obat yang terikat dengan protein tidak
dapat melalui membran hemofilter (50 KD) karena ukuran yang besar.5,6 Keuntungan lain
dari dialiser permeabilitas tinggi dan hemofiltrasi adalah kemampuan untuk mengeluarkan
sitokin atau menurunkan konsentrasinya dengan adsorpsi pada membran. (1,2,3)
2.4.3.2.3 KEUNTUNGAN CRRT
CRRT mengeluarkan cairan dengan kecepatan rendah akan menyebabkan
keseimbangan cairan menetap pada kondisi hemodinamik tidak stabil, pasien-pasien kritis
yang berkaitan dengan kondisi penyakitnya, misalnya infark miokard, ARDS, septikemia,
kelainan darah.
Kontrol yang baik terhadap azotemia, elektrolit dan keseimbangan asam basa. Pada
pasien-pasien katabolik, pengeluaran urea efektif untuk mengendalikan azotemia.
Efikasi dalam pengeluaran cairan pada kondisi tertentu seperti edema paru pasca
bedah, ARDS dan lainnya.
CRRT membantu pemberian nutrisi parenteral dan obat-obat intravena seperti
vasopresor atau inotropik.
Hemofiltrasi efektif menurunkan tekanan intrakranial bila dibandingkan dengan
hemodialisis intermiten.
Pengeluaran mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, TNF-α. (3)
17
2.4.3.2.4 KERUGIAN CRRT
Membutuhkan pemantauan hemodinamik dan keseimbangan cairan.
Infus dialisat reguler.
Antikoagulan yang kontinyu.
Pasien imobilisasi.
Lebih mahal dari hemodialisis intermiten. (3)
2.4.3.2.5 KOMPLIKASI CRRT
Teknis: malfungsi akses vaskular; sirkuit tersumbat, sirkuit pecah, kateter dan sirkuit
terlipat, insufisiensi aliran darah, jalur kateter tidak tersambung, emboli udara,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Klinis: perdarahan, hematoma, trombosis, infeksi dan sepsis, reaksi alergi, hipotermia,
kehilangan nutrien, insufisiensi blood purification, hipotensi, dan aritmia.(3)
Tabel Indikasi potensial untuk CRRT (3)
1. Oliguria (produksi urin <200 ml/12jam
2. Anuria atau oliguria ekstrim (produksi urin <50 ml/12 jam)
3. Hiperkalemia ([K+] >6,5 mmol/L dan meningkat)
4. Asidosis berat (pH <7,1)
5. Azotemia ([urea] > 30 mmol/L atau [kreatinin] > 300 μmol/L
6. Edema Paru
7. Ensefalopati uremik
8. Perikarditis uremik
9. Neropati atau miopati uremik
10. Disnatremia berat [Na+] > 160 atau < 115 mmol/L
11. Hipertermia
12. Overdosis obat yang terfiltrasi (Litium, vankomisin, prokainamid)
13. Anasarka
14. Gagal Jantung yang resisten diuretik
15. Pemberian poduk darah yang banyak/masif
Keterangan: Ada satu kriteria diatas cukup untuk memulai RRT. Secara bersamaan ada dua
kriteria, sangat disarankan.Ada tiga kriteria initiasi RRT harus dilakukan. Pada semua kasus,
sebaiknya dilakukan CRRT. (1,2,3)
18
2.4.3.2.6 TIPE CRRTCRRT memiliki tipe yang beragam, sesuai dengan akses vaskuler, peralatan yang diperlukan
teknik tersebut, mekanisme untuk bersihan air atau zat terlarut, dan kebutuhan untuk mengganti
cairan. (1,2,3)
2.4.3.2.6.1 CONTINUOUS VENOVENOUS HEMOFILTRATION
Continuous venovenous hemofiltration (CVVH) merupakan teknik venovenous,
ultrafiltrat yang dihasilkan selama melintasi membran digantikan sebagian atau seluruhnya
dengan cairan pengganti yang tepat untuk mencapai bersihan darah dan mengendalikan
volume. Terapi ini diindikasikan untuk uremia atau asidosis berat atau ketidakseimbangan
elektrolit dengan atau tanpa kelebihan cairan. Konveksi dan ultrafiltrasi digunakan untuk
mengeluarkan sisa pembuangan. (1,2,3)
Hemofiltration venovenous kontinyu ( CVVH ) dilakukan dengan cara konveksi dan
mampu tarif UF besar. Izin ini kemudian tergantung pada tingkat ini UF besar. Akibatnya,
volume besar larutan elektrolit (antara 1 dan 3 L / jam) mungkin diperlukan untuk menjaga
stabilitas hemodinamik dan elektrolit. Perhatian yang sering ke volume pasien dan status
elektrolit sangat penting. (1,2,3)
2.4.3.2.6.2 CONTINUOUS VENOVENOUS HEMODIALYSA
Pada teknik continuous venovenous hemodialysa (CVVHD), difusi dan ultrafiltrasi
digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme. Cairan yang digunakan dikenal sebagai cairan
dialisat, yaitu cairan kristaloid yang berisi elektrolit, glukosa, dan buffer. CVVHD serupa dengan
hemodialisis dan efektif mengeluarkan substansi dengan berat molekul berukuran kecil sampai
sedang. (1,2,3)
Difusi sekarang diperkenalkan sebagai metode tambahan clearance oleh berjalannya
berlawanan dialisat ke aliran darah di sirkuit ekstrakorporeal. Laju aliran dialisat jauh lebih
lambat dibandingkan laju aliran darah. Di sini juga, volume besar larutan elektrolit mungkin
perlu diganti untuk menjaga stabilitas hemodinamik dan elektrolit. Sekali lagi,
memperhatikan volume pasien dan status elektrolit sangat penting. (1,2,3)
19
2.4.3.2.6.3 CONTINUOUS VENOVENOUS HEMODIAFILTRATION
Pada continuous venovenous hemodiafiltration (CVVHDF) digunakan difusi,
konveksi dan ultrafiltrasi untuk mengeluarkan sisa metabolisme dan air. Tujuan terapi
konveksi untuk berat molekul berukuran sedang dan terapi difusi untuk mengeluarkan
substansi dengan berat molekul kecil. Cairan pengganti dapat diberikan pre-dilusi atau pre-
filter yang akan mengurangi bekuan filter dan dapat diberikan pada laju yang lebih cepat dari
cairan pengganti yang diberikan post-filter. Laju cairan pengganti adalah 1.000-2.000
mL/jam. Laju yang lambat tidak akan efektif untuk pengeluaran solute secara konveksi. (1,2,3)
Di sini, penghapusan zat terlarut secara langsung propotional untuk dikombinasikan
laju alir dialisat, dan tingkat ultrafiltrasi ( yaitu, karena difusi dan konveksi ). Volume
ultrafiltrasi besar memanfaatkan konveksi, dan volume sehingga besar larutan elektrolit
secara rutin diperlukan untuk mendukung dan menjaga stabilitas hemodinamik, dan elektrolit.
Bukti menunjukkan bahwa sebagai UF meningkatkan tingkat, ada efek positif terlihat pada
kelangsungan hidup. Lebih dari dua metode sebelumnya volume pemantauan dan status
elektrolit sangat penting. (1,2,3)
2.4.3.2.6.4 SLOW CONTINUOUS ULTRAFILTRATION
Slow continuous ultrafiltration (SCUF) adalah terapi hemofiltrasi yang digunakan khusus
untuk mengeluarkan cairan dan pasien tidak azotemia serta refrakter terhadap diuretik seperti
edema paru, sepsis, gagal jantung dan ARDS. Terapi ini tidak menggunakan dialisat atau
cairan pengganti. Sebuah metoda yang digunakan secara luas untuk pembuangan volume dan
dapat menghasilkan diatas 300 cm3 per jam. Penggantian cairan tidak diperlukan. (1,2,3)
Tabel Pemilihan CRRT untuk penatalaksanaan pasien-pasien dengan penyakit kritis
Indikasi Kondisi Klinis Terapi Pilihan
GGA tanpa komplikasi
Kelebihan cairan
Uremia
Tekanan Tinggi Intra Kranial
Syok
Nutrisi
Overdosis Obat
Gangguan elektrol
Nefrotoksisitas karena obat
Syok kardiogenik
GGA fase lanjut
Perdarahan subarahnoid,
Sepsis, ARDS
Luka Bakar
Teofilin, barbiturat
Hiperkalemi
IHD dan PD
SCUF dan CAVH
CAVHDF,CVVHDF,IHD
CVVHD,CAVHD
CVVH,CVVHDF,CAVHDF
CAVHDF,CVVHDF,CVVH
Hemoperfusi,CVVHDF,IHD
IHD,CVVHDF
20
Keterangan: GGA=Gagal Ginjal Akut; IHD=Intermitten hemodialysis; PD=Peritonela
Dialysys: SCUF= Slow Low Extended Hemofiltrasi; CAVH=Continuous Arteriovenous
Hemofiltration; CAVHDF= Continuous Arteriovenous Hemodiafiltrasi; CVVHDF=
Continuous Venovenous Hemodiafiltrasi; CAVH= Continuous Arteriovenous Hemofiltrasi;
CVVHD= Continuous venovenous hemodialysa
SLOW LOW-EFFICIENCY DAILY DIALYSIS (SLEDD) DAN SLOW LOW-
EFFICIENCY DAILY DIAFILTRATION (SLEDD-F)
Teknik ini cukup popular dalam RRT, menyerupai teknik IHD untuk menghasilkan solute
yang sama tetapi dilakukan lebih lama, yaitu sekitar 8 jam per hari. Hemodinamik selama
tindakan lebih stabil dengan harga yang lebih murah dari tipe CRRT yang lain. Pada
beberapa penelitian disebutkan bahwa CRRT lebih unggul untuk mengatasi AKI di ICU,
dibandingkan dengan SLEDD oleh karena lebih banyak konveksi yang dapat dilakukan. Hal
ini menyebabkan dikembangkannya teknik baru yaitu SLEDD-f yaitu melakukan
hemodiafiltrasi seperti CVVHDF yaitu melakukan bersihan molekul kecil dan sedang, tetapi
dilakukan dalam waktu seperti SLEDD sehingga harganya juga lebih murah dibandingkan
CRRT.(1,2,3)
Pemilihan CRRT untuk tatalaksana pasien dengan penyakit kritis dapat dilihat pada tabel
3.11Patensi sirkuit ekstrakorporeal membutuhkan penggunan antikoagulan secara kontinyu,
yang akan menambahkan risiko komplikasi perdarahan dan membutuhkan pemantauan.
Beberapa metode antikoagulan yang digunakan dapat dilihat pada tabel. (2,3)
Priming sirkuit dilakukan dengan 2 liter NaCl 0,9% dan 20.000 U heparin, secara bermakna
menyebabkan adsorpsi heparin ke permukaan hemofilter, tampaknya menurunkan kebutuhan
heparin selama CRRT. Antikoagulan heparin regional dengan netralisasi protamin dengan
rasio 100:1bertujuan meminimalkan efek heparin secara sistemik. Metode ini membutuhkan
pemantauan untuk mengoptimalkan rasio heparin protamin. (2,3)
2.4.3.2.6.5 DIALYSIS PERITONEAL
Secara tradisional, sebuah kunci kerugian dari pemakaian kateter sementara dengan
komplikasi yang ada adalah kebocoran, infeksi dan kesalahan posisi. Penempatan dari kateter
Tenckoff mengurangi infeksi tapi membutuhkan pergantian bedah. Kelemahan utamanya
adalah izin zat terlarut relatif tidak efisien dan kontraindikasi pada pasien dengan masalah
perut atau operasi terakhir. Selain itu, metode ini mungkin sulit pada pasien pada ventilator
atau dengan penyakit paru obstruktif kronik berat.(1)
21
Tabel. Comparison Of CRRT Modalities
SCUF CAVH CVVH CVVHD CVVHDF PD
Access
Pump
Filtrate (mL/h)
Dialysate flow (L/h)
Replacement fluid
(L/d)
Urea clearance
(mL/min)
Simplicity*
Cost*
A-V
No
100
0
0
1.7
1
1
A-V
No
600
0
12
10
2
2
V-V
Yes
1000
0
21.6
16.7
3
4
V-V
Yes
300
1
4.8
21.7
3
4
V-V
Yes
800
1
16.8
30
3
4
Peritoneal
catheter
No (cycler
optional)
500
2
0
8.5
2
3
A-V = arterivenous; CAVH = continuous arterivenous hemofiltration; CRRT = continuous
renal replacement therapy; CVVH = continuous venovenous hemofiltration; CVVHD =
continuous venovenous hemodialysis; CVVHDF = continuous venovenous hemodiafiltration;
PD = peritoneal dialysis; SCUF = slow continuous ultrafiltration; V-V = ventriculovenous.
* 1 = paling sederhana atau paling mahal, 4 = paling sulit atau paling mahal.
Diadaptasi dari Abdeen O, mehta RL. Modalitas dialisis di unit perawatan intensif. Perawatan
crit Clin. 2002; 18:223-47, dengan izin.
2.4.3.2.6.6 SISTEM HYBRID
Lambat, berkelanjutan dialisis efisien rendah ( SLED ) dan diperpanjang dialisis harian
(EDD) adalah sistem hibrida yang benar bahwa mereka tidak terus menerus, tetapi beroperasi
setiap hari selama 8 sampai 10 jam, dan menggunakan kedua difusi dan konveksi untuk
clearance. Dialisat rendah (150-300 cm3/min) dan laju aliran darah (100-200 cm3/min)
dianggap mendukung dalam mempertahankan tekanan darah. Metode ini tampaknya
ditoleransi oleh hemodinamik sebagai CRRT (19,20), dan meskipun penelitian terbatas,
tolerabilitas kardiovaskular dan hasil antara kedua tampaknya menjadi nyata.
Karakteristik penting lainnya seperti penurunan kebutuhan untuk heparin dan perawatan ICU
membuat metode ini sangat atraktif dan relatif kurang luas. Hal ini lebih nyaman untuk staf,
karena dalam banyak pusat prosedur yang dilakukan dalam semalam, ketika ada sedikit
22
perubahan prosedur radiologi bedah. Manuver ini membebaskan pasien di siang hari dan
lebih baik menjamin resep dyalisis dengan semua interupsi (Tabel 43-5).(1)
Table 43-5 Hybrid systems : SLED and EDD
Lebih cepat dan fleksibel dalam waktu terapi
BFR 100-200 mL/min, dialysate 100-300 mL/min; 6-8 h
Mengurangi kebutuhan heparin dan perawatan ICU
Tolerabilitas kardiovaskular yang sama
Tidak ada perbedaan pada hasil CVVH dengan SLED
BFR = blood filtration rate; CVVH = continous venovenous hemofiltration; EDD = extended
daily dialysis; ICU = intensive care unit; SLED = sustained low efficiency dialysis.
Dibandingkan menjadi metode continous, sistem hybrid berpotensi turun sebagai pendek
dalam jarak total dan UF. Dalam kesalahan praktek dalam urea dan asidosis dapat dilihat
tetapi lebih dilemahkan bila dibandingkan dengan IHD. Namun, penelitian terbaru dari
sembilan pasien rata-rata lebih dari lima pengobatan per minggu menunjukkan dosis yang
lebih besar daripada dialisis IHD konvensional dan diukur dengan ukuran kuantitasnya yang
berbeda (23). Selanjutnya, semakin lama durasi dialisis meningkatkan konveksi keseluruhan,
dan karenanya, besar molekul bila dibandingkan dengan IHD.(1)
2.5 PERBANDINGAN TEKNIK IHD VERSUS CRRT
CRRT adalah sebuah proses ekstrakorporeal ketika darah dipindahkan dari kateter
lumen arteri dengan pompa peristaltik darah dan didorong melalui sebuah membran
semipermeabel sebelum dipompakan kembali ke pasien melalui kateter lumen vena. Kateter
tersebut ditempatkan pada vena subklavia, vena jugular interna, atau vena femoralis. Ketika
darah melewati membran (hemofilter atau dializer), elektrolit dan sampah-sampah berukuran
kecil dan sedang dikeluarkan dari darah dengan cara konveksi dan difusi. Pengeluaran cairan
dicapai dengan ultrafiltrasi pada laju yang tetap setiap jam dan kontinyu.(1)
CRRT menyerupai fungsi ginjal dalam pengaturan air, elektrolit dan sisa pembuangan
secara kontinyu, memindahkan cairan dan zat terlarut (solute) secara perlahan-lahan dalam 24
jam untuk beberapa hari. Oleh karena pemindahan cairan pada CRRT lebih lambat bila
dibandingkan intermitten hemodialysis (IHD), maka CRRT merupakan terapi ideal bagi pasien-
pasien kritis dengan kondisi yang tidak stabil. Pemindahan cairan yang lebih lambat dengan
23
volume yang kecil pada beberapa jam atau hari pada CRRT dapat meningkatkan stabilitas
hemodinamik dibandingkan dengan IHD.(1)
Berbagai penelitian dan meta – analisis, mereka telah menunjukkan bahwa metode ini
tampak samar-samar untuk hasil pada pasien dan kematian. Tidak ada bukti kuat bahwa hasil
CRRT adalah hasil yang lebih baik, tetapi bila tersedia intensivitas CRRT lebih dipilih untuk
dalam keadaan kritis. Studi ini menunjukkan bahwa mungkin tidak pantas untuk
membandingkan kedua metode satu sama lain. Seleksi sering sakah terhadap CRRT
menerima pasien stabil dengan prognosis yang lebih buruk. Metoda-metoda ini harus
seharusnya saling mengisi satu sama lain, dengan kemungkinan perbandingan masa depan
yang melibatkan SLED dan CRRT. Banyak studi menggaris bawahi hubungan ini bebas
dengan menunjukkan beberapa crossover antara CRRT dan IHD pada pasien studi tersebut.(1)
Yang paling penting, pilihan metode tergantung pada presentasi pasien dan kebutuhan
dokter. Sejauh ini, bahkan dalam pengaturan ICU, persyaratan yang paling utama adalah
dukungan ginjal harus aman dan cukup oleh IHD. Dimana CRRT mungkin berbeda dari IHD
dijelaskan dalam bagian berikut (lihat tabel 43-4 dan 43-6).(1)
Tabel 1. Perbandingan CRRT dengan IHD(1)
Kontinyu
Perubahan elektrolit, PH dan keseimbangan cairan cepat
Perlu penyesuaian dosis obat yang mengalami klirens
melalui ginjal
Perlu penyesuaian waktu pemberian obat yang mengalami
klirens melalui ginjal
Perlu membatasi protein, kalium dan asupan cairan
Pergeseran PH dan elektrolit setelah terapi
Ya
Tidak
Tergantung pada
jenis terapi
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
24
Table 43-6 Terapi Penggantian Ginajal Yang Berkelanjutan: Keuntungan dan
Kerugian (1)
Keuntungan
Kontrol volume superior
Kontrol zat terlarut (keseimbangan nitrogen yang lebih baik)
Stabilitas hemodinamik
Dukungan nutrisi
Kematian
Pemulihan ginjal
Kerugian
Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur
Access problems (arterial catheters)
Anticoagulation (long term)
Biaya
Supplies (more and costlier)
Penggantian cairan
Filters (28-h half life)
1:1 perawatan (1)
2.5.1 KONTROL VOLUME SUPERIOR DAN STABILITAS HEMODINAMIK
Kontrol volume dengan stabilitas hemodinamik adalah keuntungan dalam CRRT dikreditkan
oleh intensivitas sebagai pilihan ideal untuk pasien mereka. Telah lama difiikirkan bahwa
ultrafiltrasi bertahap dan terus-menerus adalah alasan untuk stabilitas, memungkinkan untuk
equalibrasi yang bertahap dari zat terlarut dan air antara kompartemen. Sebenarnya, ada bukti
yang menunjukkan bahwa pendinginan pasien, dan vasokontriksi refleksif, adalah mekanisme
di balik stabilitas hemodinamik.(1)
Data awal menunjukkan kontrol tekanan darah yang lebih baik bila dibandingkan dengan
IHD ( 15,16 ). Namun, dengan perbaikan yang lebih baru di IHDs, atribut ini mungkin tidak
eksklusif untuk CRRT (lihat tabel 43-3 dan 43-6 ).(1)
2.5.2 PENGENDALIAN SOLUTE ( KESEIMBANGAN NITROGEN LEBIH BAIK )
25
Bukti mendukung bahwa sebagai dosis yang disampaikan dari dialisis meningkat, ada efek
yang menguntungkan pada kematian dalam sakit kritis dengan GGA. Kecukupan dialisis,
oleh karena itu, menjadi faktor penting ketika membuat pilihan metode.(1)
Sayangnya, kecukupan sulit untuk secara akurat mengukur pasien dialisis rawat jalan jangka
panjang dan hanya menjadi lebih sulit dalam sakit kritis. Ada perbedaan yang signifikan
mengenai pengukuran akurat dari total air tubuh dan tingkat katabolik protein yang membuat
ekstrapolasi seperti dari data akhir penyakit ginjal stadium akhir. Pertama, penggunaan
kateter lumen ganda membawa tingkat yang lebih besar dari resirkulasi daripada berfungsi
dengan baik fistula. Kedua, hipotensi dan instabilitas hemodinamik menurunkan efisiensi
dialisis karena daerah jaringan yang tidak diperfusi. Akhirnya, banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa dosis yang ditentukan tidak sesuai dengan yang disampaikan karena
sering ada gangguan yang disebabkan oleh pembekuan atau prosedur.(1,2)
CRRT sangat memberikan kelonggaran keluar mingguan dibandingkan dengan IHD,
sehingga kontrol yang lebih baik pada azotemia tanpa efek rebound. Sekali lagi, penjelasan
terletak dalam jangka waktu yang dihabiskan untuk terapi. Yang diukur dengan model
komputer menggunakan nitrogen urea darah sebagai pengganti untuk kepadatan dosis, 50 kg
pria membutuhkan 4,4 sesi IHD untuk menyamai satu minggu hemodialisis venovenous terus
menerus. Penggunaan CRRT yang lebih besar konveksi juga dapat memberikan manfaat yang
lebih besar melalui penghapusan molekul menengah dan besar, yang telah terlibat sebagai
agen uremik yang mungkin pada pasien dialisis rawat jalan.(1,3)
2.5.3 DUKUNGAN NUTRISI
Dengan CRRT, pemberian cairan dan, oleh karena itu, nutrisi parenteral adalah relatif tidak
ada kekhawatiran. Hal ini penting karena penggunaan membran high-flux dapat
menyebabkan kehilangan sebagian besar protein dan nutrisi yang akan membutuhkan
kompensasi.(1,3)
2.5.4 KEMATIAN
26
Dalam lebih dari 25 tahun keberadaannya, CRRT telah menunjukkan pengurangan yang jelas
dalam angka kematian bahkan setelah meta - analisis. Dalam dua uji coba secara acak yang
tersedia, tidak ada perbedaan yang terlihat antara dua metode ini, tetapi ada peningkatan rasio
crossover yang cukup tinggi.(1,2)
2.5.5 PEMULIHAN GINJAL
Secara teoritis, pemulihan ginjal saat CRRT diharapkan akan lebih pendek. CRRT,
setidaknya pada awalnya, digunakan jenis membran lebih biokompatibel, menghasilkan
produk yang kurang proinflamatory. Selanjutnya, karena kerusakan ginjal dapat diperpanjang
sekunder untuk episode hipotensi, terapi terus menerus yang lebih stabil seperti menghindari
keadaan-keadaan yangmerusak ginjal.(1)
Kesulitan dan masalah khususnya terkait dengan metode CRRT yang dasarnya tentang biaya
dan prosedur terkait (lihat tabel 43-2 dan 43-6). Sebuah metode berkelanjutan menuntut
antikoagulasi bersamaan, yang risikonya mungkin dikontraindikasikan dalam kondisi
hemoragik atau pascaoperas . Dalam beberapa pusat, antikoagulasi nonsystemic regional
dengan citrate dilakukan yang dapat menghindari risiko perdarahan, meskipun peningkatan
kebutuhan tenaga kerja.(1)
Masalah lain yang muncul dengan terapi terus menerus penjadwalan berbagai prosedur dan /
atau pemeriksaan radiologis. Interupsi tersebut, yang juga akan mencakup peningkatan
kejadian pembekuan, membuat CRRT terus menerus dalam teori daripada praktek. Hal ini
juga menambah beban biaya dan perubahan filter. Penggabungan ini dengan cairan pengganti
yang lebih mahal membuat metode CRRT menjadi lebih mahal.(1)
Akhirnya, karena kompleksitasnya, CRRT sering membutuhkan pemantauan pada rasio
keperawatan satu ke satu, yang meningkatkan tenaga kerja mahal. IHD memerlukan perawat
dialisis untuk prosedur penuh dan, oleh karena itu pada saat ini, adalah diperbandingkan
masalah kemahalannya. Metode EDD dan SLED, bagaimanapun, memungkinkan untuk rasio
2-1 dalam hal perawatan ICU, oleh karena itu, mungkin hal yang paling mahal sejauh ini
adalah staf (lihat tabel 43-6).(1)
2.6 INDIKASI nonrenal UNTUK CRRT
27
Penggunaan metode ini sekarang sedang dieksplorasi di daerah lain kedokteran perawatan
kritis. Termasuk dalam kategori ini adalah sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), syok
septik, gagal jantung kongestif, luka hancur, dan sindrom tumor lisis. Namun, ini masih
termasuk sebagai terapi eksperimental.(1)
2.6.1 SYSTEMIC INFLAMMATORY RESPONSE SYNDROME AND SEPSIS
Sepsis merupakan suatu sindrom klinik lanjutan dari inflamasi sistemik, koagulopati dan
abnormalitas hemodinamik. Sepsis berat dan syok septik menjadi penyebab utama morbiditas
dan mortalitas di rumah sakit. Kematian karena sepsis akhir-akhir ini sebanding dengan
infark miokard. Sitokin pada sintesis nitric oxide yang terjadi pada sepsis akan menurunkan
resistensi vaskuler secara sistemik. Vasodilatasi arterial pada pasien sepsis merupakan
predisposisi terhadap AKI, kebutuhan akan ventilasi mekanik, dan meningkatkan mortalitas.(1)
Sepsis dan SIRS membentuk suatu mozaik kompleks yang saling terkait dengan melibatkan
mediator pleiotropik dengan berat molekul 5000 hingga 70000 KD pada konsentrasi rendah.
Melalui CRRT, mediator-mediator inflamasi yang berlebihan dapat dikeluarkan dengan
melalui sebuah paradigma yang dikenal dengan “the peak concentration hypothesis” yang
memberikan prognosis lebih baik pada beberapa situasi klinis.(1)
Pasien sakit kritis dengan SIRS atau sepsis melepaskan sitokin proinflamasi. Ini termasuk
TNF-α dan interleukin dan dapat dilihat sebagai respon terhadap trauma, operasi, dan infeksi.
Ketidakstabilan hemodinamik mungkin sebagian besar disebabkan oleh sitokin serta
prostaglandin dan produk komplemen pathway.(1)
Literatur terbaru telah menyarankan bahwa ada mediator dapat dihapus dengan cara konveksi
atau adsorpsi selama CRRT. Masalah kontroversial di sini adalah bahwa penelitian dilakukan
tidak menunjukkan beberapa kehilngan signifikan dari agen-agen ini, dan ada pertanyaan
nyata jika sitokin antiinflamasi dan faktor juga sedang dihapus. Secara keseluruhan, manfaat
tidak jelas, namun kebutuhan vasopresor tampaknya akan berkurang saat digunakan. Upaya
kedepan untuk secara efisien membersihkan penggunaan khusus sorbents atau polymxin B
dilapisi permukaan menyerap.(1)
2.6.2 GAGAL JANTUNG KONGESTIF
28
Pengobatan gagal jantung refrakter kronis membutuhkan interupsi dalam lingkaran setan
hemodinamik neurohumoral, dan ini dapat sebagian dicapai dengan diuretik, vasodilator , dan
agen β -blocking. Hemofiltrasi telah berhasil digunakan dengan tepat waktu mencapai
peningkatan dalam status volume. Selain menempatkan pasien dalam posisi yang lebih
menguntungkan dari kurva Starling, hemofiltrasi telah menunjukkan penurunan faktor
neuroendokrin dan mediator yang beredar. Saat ini, hal ini harus digunakan sebagai tambahan
ketika langkah-langkah tradisional gagal dan khususnya pada pasien menunggu transplantasi
jantung di mana komunitas kardiologi menyebutkan ultrafiltrasi sebagai bantuan untuk
mengulur waktu. Volume yang menyatakan kelebihan beban lain, seperti pada gagal hati atau
selama transplantasi hati orthotopic, mungkin dalam waktu manfaat dari ultrafiltrasi tersebut.(1)
Indikasi masa depan lainnya adalah sebagai berikut :
Trauma luka mengindikasikan kemungkinan penggantian konvektif mioglobin.
Sindrom lisis tumor menunjukkan saran yang lebih efektif dari pembersihan asam
urat dan fosfat.
ARDS untuk sitokin dan pembersihan mediator lainnya.
2.7 RINGKASAN
Ketika gagal ginjal akut ditemui dalam pengaturan ICU, sehingga meningkatkan angka
kematian secara signifikan. Dalam kebanyakan kasus, GGA diperlakukan secara konservatif
dengan membatasi protein, cairan, kalium, dan elektrolit lain. Dalam pengaturan
hiperkalemia yang mengancam jiwa, asidosis, kelebihan volume, atau uremia secara klinis,
salah satu dari banyak metode RRT harus dimulai. IHD tetap yang paling umum digunakan
RRT, sedangkan metode lain yang digunakan pada pasien tidak stabil jika tersedia. (1)
29
GANGGUAN ELEKTROLIT
3.1 PENDAHULUAN
Gangguan keseimbagan cairan adalah ketidakseimbangan antara air yang masuk ke
dalam dan air yang keluar dari tubuh.4 Perubahan dalam komposisi elektrolit mempengaruhi
status metabolik.1 Cairan tubuh total (dalam L) pada laki-laki adalah 60% dari total berat
badan, sedangkan pada perempuan 50% dari total berat badan. Volume darah hanya sekitar
11-12% berat badan.4,5
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan
cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total atau sebesar 36%
dari berat badan pada orang dewasa.4,5,6,7
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation an anion (elektrolit)
yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dari fungsi sel. Ada dua kation yang
penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik dan cairan
ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan
ekstrasel adalah natrium (kation utama) dan kalium, kalsium, magnesium. Kation utama
dalam cairan intrasel adalah kalium dan sebagai anion utama adalah fosfat. Pada bagian ini
kita akan membahas gangguan natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca),
dan fosfor (P) pada pasien pasien dalam keadaan kritis.4,5,7
3.2 GANGGUAN NATRIUM
Hiponatremia dan hipernatremia merupakan gangguan elektrolit yang sering kita
jumpai di unit perawatan intensif (ICU). Serum Natrium biasanya mencerminkan perubahan
rasio natrium atau tekanan osmotik ke air. Natrium berperan dalam menentukan status volume air
dalam tubuh. Keseimbagan natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme yaitu
pengatur :
Kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu (Set-Point)
Keseimbangan antara natrium yang masuk dan yang keluar (Steady-State) 1,4,5,6,7
3.2.1 HIPONATREMIA
Hiponatremia adalah keadaan dimana serum natrium kurang dari 136 mmol/L
(normal 136-144 mmol / L). Hiponatremia adalah kelebihan cairan relatif yang terjadi
bila jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eksresi dan ketidakmampuan menekan
30
sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal jantung
atau sirosis hati atau pada SIADH (syndrome of inappropriate ADH-Secretion).
Penyebab paling umum dari hiponatremia pada orang dewasa adalah penggunaan
diuretik thiazide, pasca operasi, sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik
(SIADH), polidipsia, dan prostatektomi transurethral. Penyebab umum dan prinsip-
prinsip pengelolaan hiponatremia dapat dilihat pada Tabel 45-1.1,4,5
Tabel 45-1 PENYEBAB UMUM DAN MANAJEMEN HIPONATREMIA
HIPOVOLEMIK (deplesi volume ekstraselluler)
Kehilangan dari gastrointestinal (muntah, diare, fistula, dll)
Kehilangan dari ginjal (Penyakit Ginjal seperti diuresis post obstructive,
gagal ginjal kronis, Salt Wasting disease , dll, penggunaan diuretik yang
berlebihan, diuresis osmotik, atau defisiensi mineral kortikoid, dll)
Kehilangan dari Kulit (berkeringat, luka bakar)
Penyakit Lainnay (peritonitis, asites, dll)
NORMOVOLEMIK
Gagal ginjal (akut dan kronis)
Sindrom Gangguan sekresi hormon antidiuretik
Berlebihan minum air, konsumsi alkohol yang berlebihan
Kelainan endokrin (hipotiroidisme, defisiensi glukokortikoid)
Penurunan diuresis air (obat-obatan, dll)
Miscellaneous (sick cell syndrome)
HYPERVOLEMIK
Oliguria dengan pemberian cairan yang berlebihan
Gagal ginjal kronis
Penurunan diuresis air (obat-obatan, dll)
ARTIFACTUAL
hiperlipidemia berat, hyperproteinemia (pseudohyponatremia)
Hiperglikemia atau pemberian infus manitol (hiponatremia hipertonik)
Kesalahan Laboratorium
MANAJEMEN HIPONATREMIA
Prinsip-prinsip dasar
31
- Hiponatremia Asimtomatik
o Tujuan: koreksi lambat hiponatremia
o peningkatan maksimal dalam natrium 8-10 mEq / L dalam 24 jam
o monitoring natrium serum 2-4 / jam
o Sesuaikan tingkat koreksi seperlunya
- Hiponatremia Simptomatik
o Tujuan: peningkatan sodium secara cepat pada awal terapi untuk mengobati gejala
o peningkatan diijinkan maksimum sodium per jam tidak melebihi 1-3 mEq / L / jam
o tingkat awal koreksi bisa setinggi 2 mEq / L / jam selama 3-4 jam atau resolusi
gejala
o monitoring natrium serum q2-4h
o Penurunan dosis natrium pengganti segera setelah gejala membaik
o batas yang diijinkan maksimal kenaikan natrium serum dalam 24jam tetap sama
- Metode untuk perbaikan
o Hiponatremia tanpa sistem saraf pusat (SSP) perubahan: pembatasan cairan 800-
1000 ml
o perubahan CNS:pemberian cairan saline hipertonik
o Tiroksin atau kortisol (untuk hipotiroidisme atau insufisiensi adrenal)
o pemberian cairan saline hipertonik
dikutip dari buku manual of critical care
Contoh :
Seorang wanita berusia 70 tahun mengalami kejang, dan natrium serum nya adalah 110
mEq / L / berat badan nya adalah 60 kg
Langkah-langkah untuk mengikuti
Tujuan awal: semakin meningkat natrium serum 116 mEq / L atau gejala yang
membaik, pilih mana yang lebih dahulu
Perkirakan perubahan natrium serum dengan memberikan 1 L saline hipertonik (3%)
Perkiraan total cairan tubuh: 0,45 x 60 = 27 L
Menggunakan rumus sebelumnya, mengubah natrium serum dengan pemberian 1 L
saline hipertonik: (513-110) / (27 +1) = 14,39 mEq
32
Karena pasien menunjukkan gejala, tujuan awal: peningkatan serum natrium oleh 1
mEq / L / jam untuk 3 jam berikutnya
Serum natrium meningkat 14,39 mEq setelah pemberian 1 L (1000mL) saline
hipertonik (1/14, 39) x3 = 0208 L (208 ml) cairan
Untuk meningkatkan natrium serum selama 3 jam, pemberian cairan saline
hipertonik dengan perkiraan yang dibutuhkan
Sesering mungkin periksa natrium serum ulang setiap 2-3 jam
Evaluasi kembali pasien setelah mencapai tujuan awal dan mengelola cairan lebih
lanjut tergantung pada status klinis pasien
3.2.1.1 GAMBARAN KLINIS
Gejala biasanya terjadi ketika serum Na + jatuh akut menjadi kurang dari 125
mEq / L. Tidak jelas mengapa wanita premenopause memiliki risiko lebih besar terkena
gejala hyponatremic mendalam dan beresiko 25 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
laki-laki untuk mengalami cedera neurologis residual. Sebuah kemungkinan penurunan
hormon dimediasi di tingkat adaptasi osmotik telah diusulkan sebagai penjelasan.1,4,5
Disfungsi neurologis terjadi ketika pergerakan air intraseluler menyebabkan
pembengkakan otak. Keparahan gejala tergantung pada derajat hiponatremia dan
kecepatan yang berkembang. Dalam hiponatremia jangka panjang, sel-sel otak
mengusir osmolytes, dan pembengkakan sel berkurang. Gejala termasuk kebingungan,
kelemahan, dan kelesuan. Sakit kepala, mual, muntah, kram otot, lesu, gelisah,
disorientasi, dan refleks depresi yang umum. Jika hiponatremia cepat berkembang,
hipereksitabilitas, iritabilitas, kejang, koma, kerusakan otak permanen, pertahanan
saluran pernapasan, herniasi batang otak, dan kematian dapat terjadi.1,4,5
3.2.1.2 PENATALAKSANAAN
Ada atau tidak adanya gejala menentukan kecepatan dari koreksi Na +. Risiko
dari koreksi yang terlalu cepat sangat tinggi. Hiponatremia hipotonik, seperti di atas,
menyebabkan edema serebral. Karena otak tidak memiliki ruang untuk memperluas
cranium, tekanan intrakranial meningkat. Otak beradaptasi dengan ekstrusi zat terlarut.
Koreksi Cepat hiponatremia menyebabkan penyusutan otak, memicu demielinasi
neuron pontine dan extrapontine, menyebabkan disfungsi neurologis termasuk
quadriplegia, cerebral pseudobulbar, kejang, koma, dan bahkan kematian (demielinasi
osmotik). Namun, jika hiponatremia akut berkembang dalam waktu 24 hingga 48 jam,
33
adaptasi otak tidak mungkin terjadi. Kegagalan hati, K deplesi, dan gizi buruk
meningkatkan risiko komplikasi ini.1,4,5
Di ICU pengelolaan hiponatremia dengan gejala ringan biasanya hanya
melibatkan pembatasan cairan. Namun, gejala yang parah, kejang, koma, atau
perubahan status mental memerlukan infus saline hipertonik. Furosemid dapat
diberikan untuk membatasi ekspansi pengobatan akibat cairan ekstraselular. Asupan
cairan elektrolit bebas harus dibatasi. Selain salin hipertonik, penggantian hormon
harus diberikan kepada pasien yang dicurigai hipotiroidisme atau insufisiensi adrenal
setelah sampel darah dikirim untuk pengujian diagnonstic. Sebaliknya, pasien yang
mengalami hyponatremic dengan hipovolemia dapat diobati secara tepat dengan saline
isotonik.1
Prinsip dasarnya adalah untuk meningkatkan konsentrasi serum Na + yang cukup
secara substansial mengurangi edema serebral. Peningkatan kecil Na + 3 sampai 7 mEq
/ L dapat menghentikan kejang. Karena sebagian besar kasus yang dilaporkan dari
demielinasi osmotik terjadi setelah tingkat koreksi lebih dari 12 mmol / L / d, Adrogue
dan Madias merekomendasikan target koreksi tidak lebih dari 8 mmol / L pada setiap
pengobatan untuk perharinya. Namun, tingkat awal koreksi dapat setinggi 1 mmol / L /
jam selama beberapa jam pada pasien dengan gejala berat. Indikasi untuk
menghentikan salin hipertonik adalah berkurangnya gejala yang diobati , perbaikan
gejala lain, atau peningkatan serum Na + menjadi 120-125 mmol / L (lebih rendah jika
awal serum Na + <100 mmol / L).1,4
Dalam hiponatremia terkait dengan status edematous atau SIADH, cairan restriksi
(<500-800 mL / d) adalah manajemen yang paling utama, tujuannya adalah inducting
neraca air negatif. Pada gagal jantung berat, dikurangi hemodinamik dengan langkah-
langkah seperti penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitiors dapat
meningkatkan ekskresi air. Lingkaran, tetapi tidak thiazide, diuretik mengurangi
konsentrasi urine dan meningkatkan ekskresi elektrolit air gratis, memungkinkan
relaksasi pembatasan cairan. Pada SIADH loop diuretik biasanya dikombinasikan
dengan Na +. 1
3.2.2 HIPERNATREMIA
Hipernatremia, dengan status hipertonik (hyperosmolal), berarti peningkatan
serum Na + konsentrasi lebih besar dari 145 mmol / L. Tonisitas tinggi memindahkan
34
cairan keluar dari sel dan menyebabkan gejala-gejala neurologis, yang menjadi lebih
berbahaya jika tidak diobati secara tepat. Penyebab dasar dan Prinsip pengelolaan
hipernatremia yang ditunjukkan dalam tabel 45.2. 1,4,5,7
Tabel 45-1 PENYEBAB UMUM DAN MANAJEMEN HIPONATREMIA
PENYEBAB HIPERNATREMIA
o Kehilangan Cairan
o Mekanisme Rasa Haus normal
o Insensible dan kehilangan keringat
- Luka bakar
- Takipnea
- Hyperthermia
o Gangguan Gastrointestinal
o Diabetes insipidus
o Nephrogenic dan central
o Dieresis Osmotik
o Exogenous Osmotic diuretics
o Mannitol
o Glukosa
o Gliserol
o Endogin osmotic diuretics
o Hyperglycemia
o Peningkatan urea
o Mekanisme Rasa Haus abnormal
o Penyakit Hipotalamus
o Penyakit/ Infeksi granulomatosa
o Kelainan vaskuler
o Tumor jinak/ ganas
o aliran cairan intersellular
o kejang
o olahraga
35
o Keuntungan Natrium berlebihan
o Monitoring natrium berlebihan
o Hypertonic saline
o Natrium Bikarbonat, dll.
o Kercunan Garam
o Hyperaldosteronisme primer
o Pasien dengan gangguan Natrium
o Penggunaan pertukaran natrium kalium
o Kayexalate
MANAJEMEN HIPERNATREMIA
• Prinsip-prinsip umum mengoreksi konsentrasi natrium serum pada pasien dengan
hipernatremia
• pasien normotensif dengan hipernatremia signifikan
o Tujuan: untuk memperbaiki natrium serum 145 mEq / L (maksimum 10 mEq / L /
d)
Koreksi hipertonisitas
• Koreksi cepat serum natrium \(1 mEq / L / jam), jika hipernatremia berkembang
pesat (over hours)
• koreksi lambat serum natrium (0,5 mEq / L / jam), jika hipernatremia berkembang
dengan lambat (over days)
Identifikasi penyebab yang dapat disembuhkan misalnya
• Hiperglikemia
• Demam
• kehilangan cairan gastrointestinal
• Dengan menahan diuretik, dll
• pasien hipotensi dengan hipernatremia signifikan
o Tujuan: mencapai stabilitas hemodinamik pertama
Gunakan cairan saline isotonik (0,9%) lebih dulu untuk meningkatkan tekanan
darahdikutip dari buku manual of critical care
Contoh
36
Seorang wanita berusia 70 tahun mengalami kejang, dan natrium serum nya adalah 170
mEq / L. Berat badanya adalah 60 kg
Langkah-langkah untuk memonitoringnya
Tujuan awal: penurunan serum natrium sampai 160 mEq / L dalam waktu 24 jam;
tujuan jangka panjang: penurunan serum natrium sampai 145 mEq / L
Perkiraan perubahan serum natrium dengan pemberian 1 L D5W
Perkiraan total cairan tubuh : 0,50 x 60 = 30 L
Menggunakan rumus sebelumnya, mengubah natrium serum dengan pemberian 1 L
D5W: (0-170) / (30 +1) = -5,48 mEq
Penurunan serum natrium sebesar 5,48 mEq setelah pemberian 1 L (1000mL) D5W
Perubahan 10 mEq natrium serum membutuhkan pemberian 1,82 L D5W dalam 24
jam = 75,83 mL / jam
Perhitungan insensible losses sekitar 40-50 mL / jam, tingkat aktual pemberian harus
sekitar 125 mL / jam
D5W = dekstrosa 5% dalam air
3.2.2.1 GEJALA KLINIS
Pasien usia tua, umumnya menunjukkan gejala jika konsentrasi serum Na + lebih
besar dari 160 mmol/L. Hipotensi ortostatik dan takikardia mencerminkan gejala
hipovolemia. Penyusutan Otak disebabkan oleh hipernatremia dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah, pendarahan otak, perdarahan subarachnoid, kebingungan,
koma, atau kematian. Gejala dan tanda lebih sering berhubungan langsung dengan CNS
dan termasuk gangguan status mental seperti letargi, iritabilitas, gelisah, kejang-kejang
(sering pada anak), dan spastisitas. Gejala lain adalah demam mual, muntah, nafas
terasa berat, dan rasa haus yang menetap
3.2.2.2 PENATALAKSANAAN
Dua langkah pendekatan yang diperlukan untuk propertreatmen dari
hipernatremia. Pertama, mengatasi penyebab yang mendasari seperti gastrointestinal
(GI) kehilangan cairan, demam, hyperglicemia, atau glukosuria, dan kedua, perbaiki
hipertonisitas tersebut. Pada pasien dengan hypernatremia dapat berkembang selama
beberapa jam, koreksi cepat dapat dilakukan tanpa risiko edema serebral. Pada pasien
tersebut, reduksi serum Na + dengan konsentrasi 1 mmol / L / jam adalah tepat. Koreksi
37
lambat adalah tepat dalam penanganan pasien dengan hipernatremia yang berlangsung
lebih lama atau tidak diketahui karena untuk menghilangkan secara penuh akumulasi
zat terlarut otak memerlukan beberapa hari. Mengurangi serum Na + dengan 0,5 mmol /
L / jam mencegah edema serebral dan kejang-kejang. Adrogue dan madias
merekomendasikan target penurunan serum Na + konsentrasi 10 mmol / L / d untuk
semua pasien dengan hipernatremia kecuali yang berada dalam keadaan gangguan akut.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk mengurangi serum Na + sampai 145 mmol / L.
Karena kerugian berkelanjutan dari cairan hipotonik, wajib atau tidak terduga,
memperburuk hipernatremia, penyisihan kerugian ini juga harus dibuat.1,4
Pilihan pemberian cairan hipotonik yakni melalui saluran pencernaan: baik secara
oral atau dengan selang makanan. Bila tidak, cairan mungkin diberikan secara
intravena. Hanya cairan hipotonik yang digunakan, dekstrosa 5%, 0,2% natrium klorida
(1/4 normal saline), dan 0,45% natrium klorida (garam). Karena risiko edema serebral
meningkat dengan volume infusate, volume yang diperlukan harus dibatasi
memperbaiki hipertonisitas. Semakin hipotonik infusate, semakin rendah laju infus.
Tingkat infus dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan rumus (tabel 45-3)
Kesalahan umum dalam manajemen meliputi pemberian cairan isotonik, koreksi yang
terlalu cepat atau over-koreksi dari hipernatremia , tidak membuat penyisihan kerugian
cairan yang sedang berlangsung, dan penilaian ulang memadai secara berkala.1,
3.3. GANGGUAN POTTASIUM
3.3.1 HIPOKALEMIA
Hipokalemia didefinisikan sebagai konsentrasi K + plasma yang kurang dari 3,5
mmol / L. Karena 98% dari K + ada di intraseluler, total K + dalam tubuh hanya dapat
dinilai secara tidak langsung. Untuk 1 mmol / L penurunan serum K +, total defisit
adalah sekitar 100-400 mmol. Penyebab hipokalemia dapat dilihat pada Tabel 45-4
3.3.1.1 GEJALA KLINIS
Gejala Klinis deplesi kalium sangat bervariasi, dan berat ringannya tergantung
dari derajat hipokalemia. Gejala jarang terjadi kecuali kalium kurang dari 3,0 mEq/L.
Gejala klinis utama dari hypokalemmia adalah aritmia jantung.
Perubahan EKG akibat hipokalemia tidak sesuai dengan konsentrasi kalium
plasma. Perubahan awal berupa mendatarnya atau inversi gelombang T, gellombang U
prominen, depresi segmen ST dan pemanjangan interval QT. Deplesi kalium
38
menyebabkan pemanjangan interval PR, low voltage dan pelebaran kompleks QRS dan
meningkatkan resiko aritmia ventrikel. Hipokalemia dapat meningkatkan toksisitas
digitalis.
Deplesi kalium meningkatkan reabsorpsi HCO3 di tubulus proksimal,
meningkatkan ammoniagenesis renal dan meningkatkan sekresi H+ ditubulus distal. Hal
ini menyebabkan terjadinya alkalosis metabolik yang sering terjadi pada pasien
hipokalemia.
TABEL 45-3 RUMUSAN UNTUK DIGUNAKAN DI MEMANAGE
HYPONATREMIA DAN HYPERNATREMIA DAN KARAKTERISTIK INFUSATES
Formula* Clinical Use
1. Change in serum Na+ =
inf usateNa+−serumNatotalbodywater+1 Estimate the effect
of 1 L of any
infusate on serum
Na+
2. Change in serum Na+ =
inf usateNa++inf usateNa+−serumNa+
totalbodywater+1 Estimasi the effect
Of 1 L of any
infusate ontaining
Na+ and K+ on
serum Na+
Infusate Na+ Extracellular fluid
Infuse (mmol/L) distribution (%)
5% sodium chloride in water 855 100+
3% sodium chloride in water 513 100+
0.9% sodium chloride in water 154 100
Ringer lactate solution 130 97
0.45% sodium chloride in water 77 73
0.2% sodium chloride in 5% dextrose in water 55 34
5% dextrose in water 0 40
39
* Pembilang dalam formula 1 adalah penyederhanaan ekspresi (infusate Na + - serum Na +) x
1 L, dengan nilai yang dihasilkan oleh equaion dalam mmol / L. Perkiraan air tubuh total
(dalam liter) dihitung sebagai fraksi dari berat badan. Fraksi adalah 0,6 pada anak-anak, 0,6
dan 0,5 pada pria dan wanita nonelderly, masing-masing, dan 0,5 dan 0,45 pada pria tua dan
wanita,. Biasanya, cairan ekstraseluler dan intraseluler berkontribusi sebesar 40% dan 60%
dari total air tubuh, masing-masing.
Diadaptasi dari Adrogue HJ, Madias NE. Hiponatremia. N Engl J Med. 2000; 342:1581-9, dengan izin.
Tabel 45-4 Penyebab Umum Hypokalemia
• Penurunan asupan kalium (ginjal tidak dapat benar-benar menghemat K +)
• pergeseran Kalium dari EDF ke ICF
• Insulin
• Katekolamin
• toksisitas Teofilin
• Anabolisme
• Metabolik alkalosis / asidosis
• Miscellaneous: β agonis-adrenergik, trauma, tumrs villious rektum, atc.
• kehilangan kalium berlebihan
• kerugian kemih
• Hiperaldosteronisme
• Penggunaan Diuretik
• asidosis tubulus ginjal
• Defisiensi Mg
• kerugian Tinja
• Diare
• Miscellaneous: paralisis periodik hipokalemia, pseudohypokalemia, paralisis periodik
tirotoksik, magnesium deplesi, dll
3.3.1.2 PENATALAKSANAAN
Manajemen hipokalemia termasuk penggantian secara parenteral atau oral K+.
indikasi untuk penggantian K+ secara parenteral termasuk severce hipokalemia (<2,5
mmol / L), hipokalemia gejala (misalnya, kelemahan otot pernafasan menyebabkan
hipoventilasi), terapi digitalis, ketoasidosis diabetik, atau penyakit myocardinal.
40
Namun, pemberian cepat intravena K+ menyebabkan risiko disritmia dan henti jantung.
Karena K + mengganggu pembuluh darah perifer, konsentrasi lebih besar dari 30 mEq /
L tidak dianjurkan. Infus tidak boleh melebihi 20 mEq / jam kecuali kelumpuhan atau
ganas aritmia ventrikel. . konsentrasi K+ lebih besar dari 60 mEq / L atau tingkat infus
lebih besar dari 40 harus dihindari. Ketika dosis tinggi diberikan, tidak boleh diberikan
selama lebih dari 2 hingga 3 jam, dan sering diperlukan reevaluasi dan pengukuran
serum K +. Dan dalam keadaan yang tidak emergency, K + dapat diganti secara oral
(misalnya, susu, daging ekstrak, madu, atau jus buah) .Tablet oral kalium klorida juga
dapat diberikan baik untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
3.3.2 HIPERKALEMIA
Hiperkalemia adalah serum K + konsentrasi yang lebih besar dari 5,5 mmol / L
(17). Biasanya lebih dari 100 mmol / L K + diekskresikan setiap hari. Penyebab
hiperkalemia dilihat pada Tabel 45-5.
TABEL 45-5 PENYEBAB UMUM HYPERKALEMIA
- Penurunan eksresi
Gagal ginjal (GFR biasanya <20%)
- Penurunan sekresi Kalium ginjal
Hypoaldosteronism
Primer
Sekunder
Resistensi aldosteron
Penyakit tubulointerstitial ginjal
Obat-obatan seperti diuretik hemat K+
Peningkatan reabsorpsi klorida misalnya (siklosporin)
SHH (misalnya diabetes)
- Penurunan volume sirkulasi yang efektid
- Peningkatan kebutuhan
- Redistribusi hiperkalemia
Hypoinsulinemia
Aktivitas β-adrenergik Rendah (misalnya, β-blocker)
Miscellaneous
41
Asidosis metabolik
Rhabdomyolysis
toksisitas Digitalis
Pseudohyperkalemia
Kesalahan Lab
Hemolisis
Miscellaneous
toksisitas Digitalis
paralisis periodik Hyperkalemic
Gordon sindrom
Obat-obatan
ACE inhibitor
Angiotensin receptor blockers
diuretik kalium-sparing
heparin
β-blocker
trimethoprim
ACE = angiotensin-converting enzyme, ECF = cairan ekstraselular, ICF = cairan intraseluler,
GFR = glomerular filtration rate, SHH = sindrom hypoaldosteronism hyporeninemic.
3.3.2.1 GAMBARAN KLINIS
Gejala dari hiperkalemia adalah adanya kelemahan, flaccid paralysis,
hipoventilasi ketika otot-otot pernafasan terlibat, dan asidosis metabolik. Toksisitas
jantung yang mengancam jiwa. Kadar K + mungkin tidak berkorelasi dengan
perubahan EKG, yang meliputi peningkatan amplitudo gelombang T, interval PR yang
berkepanjangan, hilangnya gelombang P, QRS yang berkepanjangan, dan perlambatan
konduksi atriovetricular. Terminal hiperkalemia mengarah ke gelombang sinus QRS
kompleks, yang segera mendahului ventrikel fibrilasi
Penyebab hiperkalemia sering dapat dinilai dari anamnesis yang cermat.
Perhatian harus difokuskan pada lima bidang: (1) penilaian untuk pseudohyperkalemia,
(2) penilaian untuk pergeseran transelular, (3) penilaian untuk gagal ginjal, (4) riwayat
obat, dan (5) penilaian sekresi K + di ginjal. Pemeriksaan fisik harus fokus pada urine
out put dan volume darah yang efektif.
42
3.3.2.2 PENATALAKSANAAN
Manajemen tergantung pada ada atau tidak hiperkalemia yang memerlukan
perawatan yang mendesak. Perawatan segera dibutuhkan ketika serum K+ tingkat tinggi
(> 7,5 mmol / L),s bersama dengan perubahan EKG. Dalam melakukan terapy
hiperkalemia yang berat dan mengancam jiwa, sebuah obat untuk menstabilisasikan
membran dipakai lebih dulu, kecuali pasien mendapatkan pengobatan digitalis, diikuti
oleh obat yang mengandung serum K+ yang rendah. prinsip-prinsip pengelolaan
hiperkalemia ditunjukkan pada Gambar 45-2.
Beberapa pasien dengan konsentrasi K+ yang normal berada pada risiko terkena
hiperkalemia, termasuk mereka yang kekurangan aldosteron, tubular yang tidak respon,
atau gagal ginjal. Obat-obatan, yang dapat meningkatkan K+, harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien ini. Oral atau intravena K- dan K+ sparing diuretik tidak harus
dikombinasikan.
Dosis dan mekanisme kerja semua obat diberikan dalam Tabel 45-6.
GAMBAR 45-2 PRINSIP MANAJEMEN HIPERKALEMIA (EKG =
ELEKTROKARDIOGRAF). * Tanpa perubahan EKG Semua obat di atas digunakan untuk menurunkan konsentrasi potasium pada
pasien tanpa perubahan EKG kecuali kalsium klorida / glukonat.
Obat Obat memindahkan/memasukkan kalium ke dalam sel:
insulin dan glukosa
berikan bolus regular insuline 8 unit dengan 50 mL dextrose 40%
43
With ECG changes
TREATMENT OF HYPERKALEMIA
Membrane stabilizers Transcellular shift Potassium-removal drugs
Calcium gluconateCalcium chloride
Insulin-dextroseΒ2-adrenergic agonistsSodium bicarbonate
Loop/thiazide diureticsCation exchange resinDialysis
onset 10-20 menit
setelah terapi bolus insulin dan glukosa. Diberikan infus dextrose dan gula
darah di monitor
agonis beta-2
dapat diberikan albuterol 10-20 mg dalam 4 mL saline untuk inhalasi
selama 10 menit. (dapat digunakan metered dose inhaler)
bicarbonat natricus
dapat diberikan 150 mEq dalam 1 liter dextrose 5% dengan kecepatan 250
mL per jam.
Jangan diberik;an bersama dengan kalsium dalam satu. IV line
Obat menurunkan Kalium :
Kation exchange resin (sodium polystyrene sulfonat)
berikan 15 sampai 30 grams sodium polystyrene sulfonate per oral
loop atau thiazide diuretik
dapat diberikan furosemide 20-40 mg IV
bicarbonat natricus
dapat digunakan bila terapi konservatif diatas gagal, hiperkalemia berat (K
≥ 6,5 mEq/L), pasien dengan gagal ginjal, atau pasien dengan kerusakan
jaringan berat.
3.4 GANGGUAN MAGNESIUM
3.4.1 HYPOMAGNESEMIA
Hypomagnesemia mengacu pada tingkat serum Mg kurang dari 1 mEq / L.
Hypomagnesemia umum terjadi pada pasien dalam keadaan kritis (hingga 65%) dan
mereka yang menjalani operasi bypass koroner (18). Beberapa obat dapat menyebabkan
hypomagnesemia, Termasuk diuretic, cyclosporin, cisplatin, digitalis dan amphotericin.
Dimana penyebab lainya meliputi penggantian yang berhubungan dengan aturan
makanan yang tidak cukup, malabsorpsi, dan restribusi dari magnesium yang terjadi
kira-kira 25% pada bagian kepada 35% pada pasien dengan pankreatitis akut dan
umum pada pasien pengkonsumsi alkohol.
3.4.1.1 GAMBARAN KLINIS:
44
Gambaran klinis dari hipomagnesemia meliputi berhubungan dengan aritmia
jantung, kejang, tetanus, tidak respon, psycosis, obtundansi, dan spasme. Gambaran lain
dari metabolik adalah hypokalcemia (disebabkan oleh pengeluaran parathormone),
hypokalemia, dan hypophosphatemia.
3.4.1.2 PENANGANAN:
Perawatan hypomagnesemia meliputi mengoreksi penyebab kekurangan
magnesium dan Penggantian. Jika deplesi ditemukan dan gejaga juga
ditemukan,penanganan dengan magnesium sulfat parenteral digunakan.akhir-akhir ini
hampir 1500 - 3000 mg magnesium sulfat berisi 150- 300 mg unsur magnesium.
Biasanya diberikan 1 -2 g secara IV selama 3- 5 menit. Penggunaan oral diberikan jika
kekurangan magnesium yang sedikit. Penanganan magnesium pada pasien dengan
kegagalan ginjal memerlukan perhatian.
3.4.2 HIPERMAGNESEMIA
Hypermagnesemia adalah serum Mg lebih besar dari 3 mg/dL, dimana pasien
dengan kegagalan ginjal memerlukan Mg dengan obat-obatan seperti antacid, atau
nutrisi lainnya. Ini juga dapat dilihat pada beberapa bayi,pada ibu yang mendapatkan
dosis tinggi pada penderita preeklamsi.
3.4.2.1 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis meliputi penurunan kesadaran, berkurang refleks otot,
kelumpuhan, bradycardia, blok jantung,henti jantung, dan kelumpuhan sistem
pernapasan.
3.4.2.2. PENATALAKSANAAN
Perawatan hypermagnesemia meliputi menghentikan masukan, memperkenalkan
sekresi dari ginjal, dan di keadaan darurat hemodialysis. Ca antagonis Mg dan harus
diberikan kepada pasien dengan kritis dengan hypermagnesemia.
3.5 GANGGUAN KALSUIM
3.5.1 HYPOKALSEMIA
45
Hipokalsemia adalah serum Ca kurang dari 8.5 mg/dL ( ion Ca < 1 mmol/L).
penyebab kritis pada pasien seperti parathyroid insufisiensi, kekurangan vitamin D,
hyperphosphatemia, hypoalbuminemia, dan embolisme (penyumbatan pembuluh
darah).
3.5.1.1 GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dari hipokalsemia meliputi rangsangan neuromuscular, spasme
otot, kejang kelemahan, kelelahan, dan strydor laring. Dua tanda yang sugestif
kekurangan calsium adalah tanda chvostek ( dengan melakukan masase pada otot
muka dimana dihasilkan kontraksi bibir dan otot muka).
3.5.1.2 PENATALAKSANAAN
Penanganan hipokalsemia membutuhkan pemberian calsium secara perenteral.
Kalsium dan glukosa keduanya diberikan 10 mL dari 10% solusi selama10 menit.
Cacl2 diberikan dalam dosis dan konsentrasi yang dicampur dengan 5% dextrose dalam
air selama 30 menit. Kalsium dan Glukosa adalah pilihan untuk penggunaan kedalam
pembuluh darah, sebab extravasasi Cacl2 dapat menyebabkan kulit necrosis. Jika
hipokalsemia tidak terlalu parah, penggantian dapat diberikan secara oral.
3.5.2 HIPERKALSEMIA
Hiperkalsemia adalah serum Ca lebih besar dari 10.5 mmol/L atau Ca ion lebih
besar dari 1.3 mmol/L. Pasien Hypercalcemic biasanya datang ke ICU oleh karena
hiperkalsemia. umum Hiperkalsemias itu masuk ke ICU karena keganasan ( paru-paru,
dada, lymphoma, dan berbagai myeloma) dan hyperparathyroidism terutama. penyebab
Lain meliputi obat seperti thiazide diuretics dan granulomatous penyakit: sarcoidosis,
tuberkulosis, dan infeksi jamur. Serum Ca lebih besar dari 14 mg/dL hampir selalu
menandai adanya penyakit berbahaya.
3.5.2.1 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang utama adalah cardiovasculer; dan potensi efek digoxin.
Perubahan ECG meliputi P-R Interval, melebarkan QRS, ST segmen yang
46
dipendekkan, dan meratakan gelombang T. Efek Sistemic meliputi constipasi, polyuria,
sakit abdominal, kelemahan otot, dan mentation abnormal.meskipun jarang, penyakit
tukak lambung dan pancreatitis bisa terjadi.
3.5.2.2 PENATALAKSANAAN
Hiperkalsemia didiagnosa dengan mengukur serum Ca. Devinitif Perawatan
tergantung pada penyebab. Pada umumnya, jika serum Ca lebih besar dari 13 mg/dL,
terapi diperlukan. Perawatan yang klasik adalah Na diuresis dan hidrasi. Pemberian 3 -
4 L garam normal dalam beberapa jam, bersama dengan furosemide, meningkatkan
pengeluaran Ca dan mengurangi jumlah serum. Terapi ini dikombinasikan dapat
mengurangi calcium serum 500 mg/d ( 4-5 mg/dL/d rerata setiap pasien). Kesulitan
penanganan dari hypomagnesemia agresif ini, hypokalemia, berkenaan dengan edema
paru-paru. Baru-baru ini Bisphophonates menjadi suatu pilihan pertama perawatan,
terutama hiperkalsemia terkait dengan penyakit berbahaya. Berbagai obat
hiperkalsemia diuraikan pada tabel 45-7.
TABEL 45-7 PENATALAKSANAAN OF HYPERKALSEMIA
Drug Onset of action Mechanism of action Comments/ risks
Normal saline Hours Increases calcium
excretion
Fluid overload
Furosemide/
ethacrynic acid
Hours Increases calcium
excretion
Dehydration,
hypomagnesemia,
hypokalemia, renal
calculi
Bisphophonates 1-2 days Inhibits bone
reabsorption, inhibit
osteolytic activity
Fever,hypophosphatemia
Calcitonin Hours Inhibits renal tubular
calcium
reabsorption, inhibits
bone reabsorption
Tachyphylaxis; no
sustained effect
Plicamycin Hours Inhibits bone
reabsorption
Thrombocitopenia,
hepatocellular
47
necrosis,decreased
clotting factors
(bleeding);not used
anymore
Gallium nitrate Days Inhibits bone
reabsorption
Prolonged infusion (5 d);
not used any longer
Glucocorticoids Days Increases calcium
excretion,decreases
calcium absorption
Useful only in osteolytic
malignancies
Dialysis Hours Removes calcium Loss of large amount of
phosphates; usuallly
done in extreme
circumstances
Phosphates Hours Increases rate of
calcium uptake from
bones, decreases
calcium absorption
Used only in severely
hypocalcemic patients
with cardiac and renal
failure
3.6 GANGGUAN FOSFOR
3.6.1 HYPOPHOSPHATEMIA
Hypophosphatemia adalah kehilangan serum PO4 dan perpindahan intracellular
PO4; hal ini dapat juga menjadi iatrogenic. Penyebab yang umum hypophosphotemia
pada pasien ini meliputi kekurangan gizi, gram bacteremia negatif, sakit karena banyak
minum, alkalosis, penyakit gula ketoasidosis, dan keracunan salicylate. berhubung
pernapasan akut Alkalosis dapat sangat menurunkan serum PO4 tersebut.
3.6.1.1 GEJALA KLINIS
Gambaran klinis meliputi kelemahan otot, kegagalan berhubung dengan
pernapasan, cardiomyopathy, kelainan fungsi tubuh mengenai penyakit syaraf (koma),
hemolisis, platelet berkurang, dan hipokalsemia. Pemberian Glukosa adalah suatu
penyebab sering hypophophatemia pada pasien dirawat. Kehilangan PO4, kadar PO4
didalam urin berkenaan dengan ginjal yang dapat diukur. urine PO4 lebih besar dari
100 mg/L disarankan untuk hemodialisa
48
3.6.1.2 PENANGANAN
Pemberian Glukosa harus diberhentikan jika mungkin, dan PO4 dihabiskan. Pada
umumnya PO4 diberi dengan oral jika tingkatan lebih besar dari 1 mg/dL dan pasien
adalah asymptomatic. Kekurangan PO4 ( < 1.0 mg/dl) memerlukan PO4 kedalam
pembuluh darah. Resiko IV PO4 adalah proses pengerasan calcium jaringan/tisu
lembut. Suatu serum Po4 X Ca Produk Greaten dibanding 70 peningkatan resiko ini.
Dipyridamole telah menjadi pertunjuk untuk mengurangi fosfat yang mengenai urine
PO4 di dalam pasien dengan suatu PO4 rendah berkenaan dengan ginjal.
3.6.2 HYPERPHOSPHATEMIA
Hyperphoaphatemia digambarkan sebagai suatu berpuasa serum PO4 lebih besar
dari 4.5 mg/dl. Penyebab umum hyperphosphatemia meliputi berkurangnya ekskresi
berkenaan dengan ginjal, intracelluler ke extracellular pergeseran, dan meningkat PO4
masukan. Tumor lysis sindrom penyebab pengangkatan/tingginya PO4. Serum PO4
dapat artifactually diangkat oleh hemolysis contoh darah.
3.6.2.1 GEJALA KLINIS
Gejala hyperphosphatemia meliputi hipokalsemia dengan neuromuscular sifat
lekas marah, hypotension, dan hyperparathyroidism sekunder. PO4 Tinggi jangka
panjang boleh menyebabkan nephrocalcinosis atau calculi berkenaan dengan ginjal.
3.6.2.2 PENANGANAN
Penanganan meliputi pembatasan PO4 masukan, pemberiancairan bersifat garam,
PO4 binder, dan koreksi hipokalsemia. Jika PO4 tingginya adalah dalam seperti tumor
lysis sindrom, segera hemodialysis.
RINGKASAN
Kelainan elektrolit sering dijumpai di ICU. Interpretasi abnormal memerlukan
penafsiran seksama. seperti pemberian cairan bersifat garam hypertonic, bersifat garam
hypotonic, dan K+ solusi yang berbahaya. Penanganan paling sering gagguan elektrolit
ini efektif dan sederhana. Bagaimanapun, sewaktu-waktu, pasien dapat dirugikan jika
perawatan berlebihan dan tanpa dasar pemikiran.
49
50