Post on 24-Oct-2015
description
Kecelakaan Kerja
Yunita
102010152
9 Oktober 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No 6, Jakarta
Telp. (021) 5605140 E-mail : chocoffee_holic@yahoo.com
Pendahuluan
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada
perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Seperti kita ketahui bersama selama ini
angka kecelakaan yang disebabkan akibat kerja sangatlah tinggi. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan data yang diterbitkan oleh Jamsostek, pada tahun 2007 tercatat terjadi 65.474
kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697
orang cedera. Selain mengakibatkan kerugian jiwa, kerugian materi yang ditimbulkan akibat
kecelakaan kerja juga sangat besar yang berupa kerusakan sarana produksi, biaya pengobatan
dan kompensasi yang dibayarkan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum
di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka
kecelakaan kerja. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah, padahal karyawan
adalah aset penting perusahaan. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di
samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian materil yang
sangat besar.1
7 Langkah Diagnosis Okupasi
Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut dengan 7
langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi
manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit
1
akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat
jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.
Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten
membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu
penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat
tergantung kepada sejauh mana metodologu diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan oleh
dokter yang bersangkutan.1
Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila
dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat
kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi diagnosis
penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan
pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan
bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja yang
bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada masa
sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya paparan
kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-psikologis.1
7 langkah Diagnosis Okupasi:1
1. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
Identitas meliputi : nama pasien, usia, jenis kelamin, jabatan, unit/ bagian
kerja, lama bekerja, nama perusahaan, jenis perusahaan dan alamat
perusahaan.
Riwayat penyakit : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat
penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK).
Riwayat pekerjaan :
o Sudah berapa lama bekerja sekarang ?
o Riwayat pekerjaan sebelumnya ?
o Alat kerja, bahan kerja, proses kerja ?
o Barang yang diproduksi/dihasilkan ?
o Waktu bekerja dalam sehari ?
2
o Kemungkinan pajanan yang dialami ?
o Alat pelindung diri yang dipakai ?
o Hubungan gejala dan waktu kerja ?
o Apakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama ?
Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk
mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan
kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula
timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama
penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja.1
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dnegan seteliti-telitinya dari
pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan
perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi
tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita
waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini
lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu, perusahaan, tempat bekerja, jenis
pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin
menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat
sangat membantu.1
Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala
dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan
kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda itu
timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu sangat jelas
misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis atau asma
bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan kesehata khusus
sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih
mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data kualitatif dan
kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.1
3
b. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai
untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja.
Kesadaran
Tanda-tanda vital (TTV) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan
frekuensi napas.
Pemeriksaan secara sistematik dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar getah
bening, ekstremitas atas dan bawah serta tulang belakang.
Status Lokalis (keadaan lokal). Pada pemeriksaan muskuloskeletal yang
penting:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat:
- Sikatriks (jaringan parut alamiah atau post operasi).
- Warna kemerahan/kebiruan atau hiperpigmentasi.
- Benjol/pembengkakan/cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa.
- Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas).
- Cara berjalan (gait waktu pasien masuk kamar periksa).
- Kulit utuh/ robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cidera
terbuka.
2. Feel (palpasi)
- Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit.
- Bila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya edema
terutama daerah persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3
proksimal/tengah/ distal).
- Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang
terdapat di permukaan tulang atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu di diskripsi (tentukan) permukaannya, konsistensinya
dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan
ukurannya.
4
3. Move (gerak)
- Krepitasi terasa bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang
baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau
beradunya ujung tulang kortikal.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif dan pasif.
- Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of motion dan kekuatan.
- Gerakan yang tidak normal gerakan yang terjadi tidak pada sendi.
Misalnya: pertengahan femur dapat digerakan. Ini adalah bukti paling
penting adanya fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, bila
tidak ada fasilitas rontgen.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencocokkan benar tidaknya
penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang
menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja,
biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor
penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian
secara kuantitatif.
Berikut ini adalah jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang
anamnesis dan pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan rontgen. Untuk menentukan lokasi, luasnya, trauma, dan
jenis fraktur.
- Scan tulang, CT scan/MRI. Memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Arteriografi : jika dicurigai ada kerusakan vaskuler.
- Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
- Hitung darah lengkap. Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
5
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
d. Pemeriksaan tempat kerja : misalnya kelembaban, kebisingan, penerangan.
Pemeriksaan tempat dan ruang kerja untuk memastikan adanya faktor penyebab
penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur kadarnya. Hasil pengukuran
kuantitatif di tempat kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil
kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya
untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang dapat berpengaruh
terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial), faktor cara kerja
yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja, proses produksi,
ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat pelindung diri.
2. Pajanan yang dialami
Meliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari
anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan kerja.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Untuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan
yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Perlu diketahui
hubungan gejala dan waktu kerja, apakah keluhan ada hubungan dengan pekerjaan.
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Mencari tahu patofisiologi, bukti epidemiologis, cara atau proses kerja, lama kerja,
lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja,
pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data, monitoring biologis.
5. Peranan faktor individu
Berupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga, serta
bagaimana kebiasaan berolah raga, status kesehatan mental, serta higiene perorangan.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Adakah hobi, kebiasaan buruk (misalnya merokok) yang dapat menjadi faktor pemicu
penyakit yang diderita.
7. Diagnosis okupasi
Diagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referensi atau bukti
ilmiah yang menunjukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.1
6
Definisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga, oleh
karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk
perencanaan. Maka dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminil adalah di luar ruang
lingkup kecelakaan yang sebenarnya. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan
disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang
paling berat.2
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Hubungan kerja
di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian muncul dua permasalahan:2
a. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau;
b. Kecelakaan terjadi saat melakukan pekerjaan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga
mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke
dan dari tempat kerja. 2
Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke
dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan
kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:2
Faktor Fisik. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.
Faktor Manusia. Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan,
misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil
penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.
7
Teori Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya
kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori
mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:2,3
1. Teori Heinrich ( Teori Domino)
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian .
Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan,
kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau
kerugian.
Heinrich dengan Teori Dominonya menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi 2,
yaitu:2,3
a. Unsafe Action (tindakan tidak aman)
Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan
kerja. Contohya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang
rawan terjadi kebakaran, metode kerja salah, tidak mengikuti prosedur
keselamatan kerja, menggunakan alat yang sudah rusak, dan lain-lain. Tindakan
ini bisa berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan.
b. Unsafe Condition (kondisi tidak aman)
Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab
terciptanya kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomis. Unsafe
condition ini contohnya adalah kondisi permukaan tempat bekerja (lantai yang
licin) tangga rusak, udara yang pengap, kondisi penerangan (pencahayaan
kurang), terlalu bising, dan lain-lain.
2. Teori Multiple Causation
Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu
penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi
yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti. 2,3
8
3. Teori Gordon
Menurut Gordon, kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak
dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat.
Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya
kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan,
dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.2,3
4. Teori Reason
Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam
sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau
peraturan mengenai keselamatan kerja. 2,3
5. Teori Frank E. Bird Petersen
Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan, Bird mengadakan
modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang
intinya sebagai berikut:2,3
Manajemen kurang kontrol
Sumber penyebab utama
Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar)
Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda).
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki
manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di
bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala
penyebab utama akibat kesalahan manajemen.3
9
Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena suatu sebab. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan
tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut
kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali.2
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya suatu
kecelakaan adalah :2
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa kecelakaan
terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian
peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja
2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja tertentu lebih
sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk
mengalami kecelakaan kerja.
3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan
peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.
4. Teori Dua Faktor (Two main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya
(unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).
5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya
seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia.
Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis
dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah
faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan. Untuk menentukan sebab dari
suatu kecelakaan dilakukan analisis kecelakaan. Contoh analisis kecelakaan kerja adalah sebagai
berikut. Seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja dikarenakan oleh kejatuhan benda tepat
mengenai kepalanya. Sesungguhnya pekerja tidak perlu mengalami kecelakaan itu, seandainya ia
mengikuti pedoman kerja yang selalu diingatkan oleh supervisor kepada segenap pekerja agar
tidak berjalan di bawah katrol pengangkat barang. Jadi dalam hal ini penyebab kecelakaan adalah
faktor manusia.3
10
Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut
kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa
benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan(manual), menginjak
atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari
kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi,
maupun di tempat datar.3
Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya gangguan
kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa
bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksakan untuk bekerja, sangat
besar kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja,
gangguan kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau sekedar
merasa hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan,
gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan
terjadi.3
Apabila ditelaah lebih dalam, kecelakaan kerja yang terjadi dapat dibagi berdasarkan
faktor dari tempat kerjanya dan faktor individu. Yang dimana faktor tempat kerja dapat dibagi
lagi menjadi fisika, kimia, biologik, ergonomic dan psikologis (lebih ke arah individu) dan
industrial hygiene.4
a. Faktor Manusia4
Usia
Usia muda relatif lebih mudah terkena kecelakaan kerja dibandingkan dengan usia
lanjut yang mungkin dikarenakan sikap ceroboh dan tergesa-gesa. Pengkajian usia
dan kecelakaan akibat kerja menunjukkan angka kecelakaan pada umumnya lebih
rendah dengan bertambahnya usia, tetapi tingkat keparahan cedera dan
penyembuhannya lebih serius.
Jenis Kelamin
Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada pada
laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik laki-laki
adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sekitar 30% lebih
11
rendah dari laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan gerak berpindah, laki-laki
mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan.
Koordinasi Otot
Koordinasi otot berpengaruh terhadap keselamatan pekerja. Diperkirakan
kekakuan dan reaksi yang lambat berperan dalam terjadinya kecelakaan kerja.
Kecenderungan Celaka
Konsep popular dalam penyebab kecelakaan adalah “accident prone theory”.
Teori ini didasarkan pada pengamatan bahwa ada pekerja yang lebih besar
mengalami kecelakaan dibandingkan pekerja lainnya. Hal ini disebabkan karena ciri-
ciri yanga ada dalam pribadi yang bersangkutan.
Pengalaman Kerja
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil
kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan
terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan usia, maka kerja atau
lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal dan pendidikan non-formal akan mempengaruhi peningkatan
pengetahuan pekerja dalam menerima informasi dan perubahan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tuntutan pekerjaan atau job requirements pada seorang
pekerja adalah:
1. Pengetahuan (pengetahuan dasar dan spesifik tentang pekerjaan).
2. Fungsional (keterampilan dasar dan spesifik dalam mengerjakan suatu
pekerjaan).
3. Afektif (kemampuan dasar dan spesifikasi dalam suatu pekerjaan).\
Kelelahan
12
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri. Kelelahan
merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk melakukan
aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsi-fungsi
kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar kesadaran. Kelelahan disebabkan
oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja, pekerjaan rutin
tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk serta adanya konflik.
b. Faktor lingkungan4
Lokasi / tempat kerja
Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha, dimana
terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat
itu. Desain di lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan kecelakaan
kerja. Tempat kerja yang baikapabila lingkungan kerja aman dan sehat.
Peralatan dan perlengkapan
Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting dalam
perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai dengan
apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai bagian-
bagian kritis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu: bagian-bagian
fungsional dan bagian-bagian operasional. Bagian-bagian mesin yang berbahaya
harus ditiadakan denga jalan mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan
(APD). Peralatan dan perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan kerja,
antara lain:
‐ Peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan.
‐ Peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif.
‐ Peralatan/perlengkapan dengan temperatur tinggi ataupun terlalu rendah.
‐ Peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya.
‐ Peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi.
‐ Peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll.
13
Shift kerja
Shift kerja adalah bekerja di luar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat
termasuk hari libur dan bekerja mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 19.00 atau
lebih. Shift kerja malam biasanya lebih banyak menimbulkan kecelakaan kerja
dibandingkan dengan shift kerja siang, tetapi shift kerja pagi-pagi tidak menutup
kemungkinan dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja.
Sumber kecelakaan
Sumber kecelakaan merupakan asal dari timbulnya kecelakaan, bisa berawal dari
jenis perlatan/perlengkapannya, berawal dari faktor human error, dimana sumber dari
jenis kecelakaan merambat ke tempat-tempat lain, sehingga menimbulkan
kecelakaan kerja.4
c. Faktor Individu
Untuk faktor individu ini lebih mengarah ke arah psikologi seseorang pada saat
melakukan pekerjaannya sehari-hari. Psikologi kerja ini merupakan bagian dari unsur
ergonomik (anatomi, fisiologis, psikologi). Stress di lingkungan kerja berkaitan dengan
lingkungan fisik tempat kerja, bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihn, bekerja
monoton, mutasi dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, konflik dengan teman kerja
dan lain-lain.5
Yang dapat lebih mudah mengalami stress dan akibat lainnya yaitu penyakit
jantung adalah orang yang memiliki kepribadian tipe A. Kepribadian tipe A adalah tipe
kepribadian dengan ciri seperti dorongan kompetisi yang tinggi, ketaatan yang tinggi
akan waktu, ambisius, agresif, bekerja untuk pencapaian kinerja, selalu tergesa-gesa, dan
relatif tidak sabar. Jenis kepribadian tipe A selalu dalam keadaan stress dan tegang.
Sehingga orang yang memiliki kepribadian seperti ini sangat rentan sekali.5
Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan stress kerja, 2 hal diantaranya adalah :
gaya managemen diri yang buruk dan juga adanya faktor psikososial. Gaya management
diri yang buruk, diantaranya :6
Kurangnya partisipasi pekerja untuk pengambilan keputusan.
14
Komunikasi yang buruk di tempat kerja.
Tidak ada/kurangnya kebijakan yang peduli keluarga.
Hubungan interpersonal/ lingkungan sosial yang buruk.
Jenjang karir yang tidak jelas.
Kondisi lingkungan : sesak, bising, polusi udara, masalah ergonomi.
Kurangnya dukungan dari rekan kerja maupun atasan.
Adanya faktor psikososial juga dapat mengakibatkan stress kerja, antara lain:6
Gaji / upah yang lebih kecil dari Upah Minimum Regional (UPR) / Upah Minimum
Provinsi (UMP).
Beban kerja yang tidak teratur.
Beban kerja yang berat/banyak secara mendadak.
Tidak prospek dalam jenjang karir.
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan secara optimal.
Kurang penghargaan.
Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih
dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi
(termasuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya ditempat
kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan
secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal seperti struktur organisasi, perencanaan,
pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Sistem Managemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja harus diperhatikan terlebih bagi pemrakarsa supaya proses produksi,
peningkatan kualitas dan kendali biaya dapat terus dioptimalkan. Fungsi managemen mengarah
di aspek kualitas, produksi, kecelakaan/kerugian dan biaya. Terdapat 4 program K3 di tempat
kerja , yaitu :7
15
1) Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja.
2) Analisis risiko di tempat kerja.
3) Pencegahan dan pengendalian bahaya.
Menetapkan prosedur kerja berdasarkan analisis, pekerja memahami dan
melaksanakannya.
Aturan dan prosedur kerja dipatuhi.
Pemeliharaan sebagai usaha preventif.
Perencanaan untuk keadaan darurat.
Pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
Pemeriksaan kondisi lingkungan kerja.
Pemeriksaan tempat kerja secara berkala.
4) Pelatihan untuk pekerja, penyelia dan manager.
SMK3 memiliki peran yang cukup penting dalam proses kerja dalam suatu perusahaan
(pemrakarsa). Apabila SMK3 yang diberlakukan tidak cukup baik maka akibatnya dapat dilihat
dari banyaknya pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan juga proses produksi mengalami
kemunduran. Tujuan khusus dari SMK3 adalah mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja,
kebakaran, peledakaan dan PAK, mengamankan mesin instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil
produksi, menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara
pekerjaan dengan manusia atau antara manusia dengan pekerjaan. Penerapan K3 yang baik dan
dan terarah dalam suatu wadah industri tentunya akan memberikan dampak lain, salah satunya
adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan optimal.7
Tujuan dari Sistem Manajemen K3 adalah:7
1. Sebagai alat uniuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik
buruh. petani. nelayan. pegawai negeri atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dnn memberantas penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja, memelihara, dan meningkatkan kesehatan dan gizi para tenaga kerja,
merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia,
memberantas kekelahan kerja dan melipatgandakan gairah serta semangat bekerja.
16
Langkah-langkah Penerapan SMK3
Setiap jenis Sistem Manajemen K3 mempunyai elemen atau persyaratan tertentu yang
harus dibangun dalam suatu organisasi. Sistem Manajemen K3 tersebut harus dipraktekkan
dalam semua bidang/divisi dalam organisasi. Sistem Manajemen K3 harus dijaga dalam
operasinya untuk menjamin bahwa sistem itu punya peranan dan fungsi dalam manajemen
perusahaan. Untuk lebih memudahkan penerapan standar Sistem Manajemen K3, berikut ini
dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-langkah
tersebut dibagi menjadi dua bagian besar:7
1. Tahap Persiapan
Merupakan tahapan atau langkah awal yang hams dilakukan suatu
organisasi/perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personel,
mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang
diperlukan. Adapun, tahap persiapan ini, antara lain:7
‐ Komitmen manajemen puncak.
‐ Menentukan ruang lingkup.
‐ Menetapkan cara penerapan.
‐ Membentuk kelompok penerapan.
‐ Menetapkan sumber daya yang diperlukan.
2. Tahap pengembangan dan penerapan
Sistem dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang hams dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personal, mulai dari menyelenggarakan
penyuluhan dan melaksanakan sendtri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya
sampai dengan melakukan sertifikasi.7
Berikut ini langkah-langkah spesifik dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 dalam suatu
perusahaan:7
Menyatakan komitmen
Pernyataan koniitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah Sistem
Manajemen K3 dalam organisasi/manajemen harus dilakukan oleh manajemen puncak.
Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap
17
sistem manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari bahwa merekalah
yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan penerapan Sistem
Manajemen K3.
Menetapkan cara penerapan
Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan untuk menerapkan Sistem
Manajemen K3.Namun dapat juga tidak menggunakan jasa konsultan jika organisasi
yang bersangkutan memiliki personel yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan
mengarahkan orang.
Membentuk kelompok kerja
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok
kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja.
Hal ini penting karena merekalah yang tentunya paling bertanggung jawab terhadap unit
kerja yang bersangkutan.
Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya di sini mencakup orang, perlengkapan, waktu dan dana. Orang yang
dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi di luar tugas-tugas
pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.
Kegiatan penyuluhan
Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan
personal perusahaan. Oleh karena itu perlu dibangun rasa adanya keikutsertaan dari
seluruh karyawan dalam perusahaan melalui program penyuluhan.
Peninjauan sistem
Kelompok kerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja untuk
meninjau sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan dengan
persyaratan yang ada da lam Sistem Manajemen K3. Peninjauan ini dapat dilakukan
melatui dua cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau
pelaksanaannya.
Penyusunan Jadwal Kegiatan
Setelah melakukan peninjauan sistem maka kelompok kerja dapat menyusun suatu jadwal
kegiatan.
18
Pengembangan Sistem Manajemen K3
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan sistem
manajemen K3 antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan
bagan alir, penulisan manual sistem manajemen K3, prosedur dan instruksi kerja.
Penerapan sistem
Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap anggota kelompok kerja kembali ke
masing-masing untuk menerapkan sistem yang telah ditulis.
Proses sertifikasi
Ada sejumlah lembaga sertifikasi Sistem Manajemen K3. Misalnya sucofindo melakukan
sertifikasi terhadap Permenaker 05/Men/1996. Namun untuk OHSAS 18001:1999
organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi manapun yang diinginkan.7
Occupational Safety and Health Administration (OSHAS)
OSHAS 18001 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja. Yang terbaru adalah OSHAS 18001:2007 menggantikan OSHAS 18001:1999
dan dimaksudkan untuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3). OSHAS 18001
menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3 termasuk kesesuaian dengan peraturan
perundang-undangan yang diterapkan pada aktifitas anda dan mengenali adanya bahaya yang
timbul.7
Secara umum, OSHAS 18001 dapat diterapkan kepada setiap organisasi yang berkeinginan :7
Mengembangkan system manajemen K3 untuk menghilangkan atau mengurangi
resiko terhadap individu atau pihak terkait lainnya yang kemungkinan bersentuhan
langsung dengan kecelakaan.
Menerapkan, memelihara, atau meningkatkan sistem manajemen K3.
Memastikan bahwa kebijakan K3 telah terpenuhi.
Menunjukkan kesesuaian organisasi dengan SMK3.
Organisasi yang mengimplementasikan OSHAS 18001 memiliki struktur manajemen
yang terorganisir dengan wewenang dan tanggung jawab yang tegas, sasaran perbaikan yang
jelas, hasil pencapaian yang dapat diukur dan pendekatan yang terstruktur untuk penilaian
resiko.7
19
Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut International Labour Organisation (ILO), kecelakaan akibat kerja dapat
diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni :8
Klasifikasi menurut jenis kecelakaan: terjatuh, tertimpa benda, tertumbuk atau terkena
benda-benda, terjepit oleh benda, gerakan-gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu
tinggi, terkena arus listrik, kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
Klasifikasi menurut penyebab: 8
‐ Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu.
‐ Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan alat angkut air.
‐ Peralatan lain : dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik
dan sebagainya.
‐ Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi. Misalnya: bahan peledak, gas, zat-zat kimia.
‐ Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan, di ketinggian dan di
bawah tanah).
Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan: patah tulang, dislokasi, regang otot, memar
dan luka dalam yang lain, amputasi, luka di permukaan, gegar dan remuk, luka bakar,
keracunan-keracunan mendadak, pengaruh radiasi.
Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh: kepala, leher, badan, anggota atas,
anggota bawah, banyak tempat, atau letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi
tersebut.8
Klasifikasi- klasifikasi tersebut bersifat jamak, karena pada kenyataannya kecelakaan
akibat kerja biasanya tidak hanya satu faktor, tetapi banyak faktor. Berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan
perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja
atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.8
20
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk
mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga
kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko.
Baik hazard maupun resiko tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya
dilaksanakan dengan baik.8
Investigasi
Menurut peraturan menteri tenaga kerja PER.03/MEN/1998 BAB II tentang tata cara
pelaporan kecelakaan, pasal 2 ayat 1 mnyebutkan bahwa pengurus atau pengusaha wajib
melaporkan kecelakaan kerja yang dimaksud terdiri dari kecelakaan kerja, kebakaran atau
peledakan atau bahaya pembuangan limbah san kejadian berbahaya lainnya.9
Sasaran:
• Menentukan penyebab kecelakaan sehingga kejadian serupa dapat dicegah.
• Tidak untuk mencari kambing hitam.
• Mendapatkan informasi untuk laporan ke pihak yang berwenang.
• Mendapatkan informasi untuk pihak asuransi yang entah itu:
- membantu penyelesaian atau penolakan proses pengadilan sehubungan dengan klaim yang
diajukan korban
- untuk mengajukan klaim atas kerusakan pabrik, perlengkapan, dan sebagainya.
• Mendapatkan informasi untuk badan-badan hukum lainnya, misalnya manfaat jaminan sosial.
Penyebab kecelakaan9
Adalah kejadian atau keadaan sebelum insiden yang menyebabkan cedera atau kerusakan.
• Penyebab langsung—bagian atau komponen yang secara aktual menyebabkan cedera atau
kerusakan.
• Akar penyebab—tindakan atau kegiatan yang menyebabkan kontak dengan penyebab
langsung. Analisis akar penyebab kecelakaan melibatkan pemeriksaan urut-urutan kejadian
dan pengambilan keputusan yang mengarah ke kecelakaan dan pengidentifikasian tindakan
yang tak langsung yang memicu rangkaian kejadian tersebut.
Penyebab cedera atau kerusakan adalah tindakan atau proses yang menyebabkan cedera atau
kerusakan aktual.
21
Penyelidikan
Oleh siapa?
- Diawali penyelia yang memberitahukan kepada penasehat keselamatan kerja.
- Perwakilan keselamatan kerja - catat hak mereka.
- Penasehat keselamatan kerja.
- Surveyor/tenaga ahli dari pihak asuransi jika klaim terhadap majikan mungkin atau sudah
dibuat.
- Inspektur yang berwenang jika cedera atau kecelakaan harus dilaporkan kepada pihak
berwenang.
- Polisi jika terjadi korban jiwa.
Kapan?
- Segera setelah orang yang terluka kembaii dari klinik P3K atau dipindahkan untuk
menjalani perawatan medis.
- Sebelum lokasi kecelakaan dimasuki orang lain.
Prosedur
‐ Mendatangi lokasi dan mencatat detail-detail yang penting.
‐ Mengambil gambar/foto.
‐ Mengukur bagian dan area yang relevan.
- Memeriksa kondisi pabrik dan perlengkapan - menyiapkan pengujian jika diperlukan
- Menanyai para saksi
* idealnya sendirian namun boleh disertai perwakilannya saja jika diminta
* menekankan bahwa sasaran penyelidikan ialah pada pengungkapan penyebab
kecelakaan.
* bukti-bukti harus didapat langsung dan bukan menurut penuturan.
- Memeriksa catatan pelatihan yang pernah diberikan kepada pekerja yang menjadi korban.
- Menanyai korban sesegera mungkin tanpa menimbulkan tekanan.
- Menganalisis informasi dan menyiapkan laporan.
- Jika klaim sudah masuk, pihak asuransi akan menyelidiki dan menanyai para saksi namun
tidak menanyai pihak penuntut.
- Jika penyelidikan dilakukan oleh inspektur yang berwenang, sural pernyataan bisa
dimintakan dari para saksi, termasuk korban.
22
- Dalam kasus korban jiwa, polisi melakukan penyelidikan untuk menentukan penyebab
kematian dan apakah telah terjadi tindakan kriminal sebelumnya.
Meminta keterangan
‐ Jika diperlukan untuk meminta keterangan, arahnya harus ditetapkan dengan jelas,
misalnya untuk menentukan penyebab kecelakaan.
‐ Laporan permintaan keterangan ini diberikan untuk majikan maupun pekerja sehingga
'tidak ditutup-tutupi' pada saat terjadi gugatan.
‐ Jika sasaran permintaan keterangan ini adalah untuk menolak klaim, ini harus jelas
dinyatakan dan dipahami oleh orang-orang yang terlibat, tatkala catatan dan laporan
menjadi rahasia.
Informasi yang akan dikumpulkan:
‐ Rincian tapak—pemilik, alamat, departemen/seksi/bengkel.
‐ Proses atau operasi yang bersangkutan, termasuk rincian setiap pabrik yang terlibat.
‐ Tanggal dan waktu kecelakaan.
‐ Data rinci pribadi korban (mungkin didapat dari data personalia).
‐ Informasi pelatihan yang pernah diberikan kepada korban.
‐ Pekerjaan yang sedang dilaksanakan pada saat kecelakaan.
* Apakah sudah mendapat izin?
* Apakah prosedur yang benar sudah diikuti?
* Apakah alat Pelindung terpasang di tempat?, dll
‐ Rincian cedera yang dialami.
Laporan
‐ Menganalisis hasil penyelidikan dan informasi yang diperoleh.
‐ Mempersiapkan laporan yang menggambarkan keadaan kecelakaan dan kemungkinan
penyebab-penyebabnya.
‐ Membuat saran agar kejadian serupa tidak terulang.9
Tujuan Investigasi
Tujuan investigasi kecelakaan kerja menurut ICAM Investigation Guidline adalah sebagai
berikut:9
23
• Menentukan fakta di sekitar lokasi kejadian.
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi dan penyebab dasar kecelakaan.
• Melihat kecukupan prosedur dan program pengendalian yang sudah ada
• Merekomendasikan tindakan pencegahan dan perbaikan.
• Melaporkan temuan dalam rangka untuk membagi pelajaran dari kecelakaan.
• Tidak menyalahkan satu pihak.9
Evaluasi
Berupa pengamatan dan evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif:8
Pengamatan semua bahan / material keadaan serta keadaan lingkungan kerja yang
mungkin sebagai penyebab penyakit akibat kerja.
Mengamati proses produksi dan alat-alat produksi yang di pergunakan.
Pengamatan semua sistem pengawasan itu sendiri :
‐ Pemakaian alat pelindung/ pengaman (jenis, kualitas, kuantitas, ukuran, dan
komposisi bahan alat pelindung).
‐ Pembuangan sisa produksi (debu, asap, dan gas).
‐ Jenis, konsentrasi/ unsur-unsur bahan baku, pengolahan dan penyimpanan bahan
baku.
‐ Keadaan lingkungan fisik (suhu, kelembaban, tekanan pencahayaan, ventilasi,
intensitas suara/bising, getaran).
Cara-cara pengawasan:8
Mengganti / substitusi bahan baku yang berbahaya dengan bahan lain yang kurang
berbahaya bagi kesehatan.
Mengganti atau mengubah cara pengolahan untuk mengurangi bahan-bahan sisa.
Menyediakan rambu-rambu atau tanda pengaman, serta alat pengaman lain-lainnya.
Mengisolasi tenaga kerjanya dari keadaan-keadaan yang membahayakan kesehatannya.
Menyerap bahan/keadaan yang membahayakan kesehatan tenaga kerja.
Pengamatan dan pengawasan yang terus menerus perlengkapan bangunan perusahaan,
fasilitas situasi, penyediaan air minum dan makanan tambahan, kamar mandi, tempat cuci
tangan, serta alat pengaman bangunan.
24
Evaluasi, pengamatan dan pengawasan:
‐ Proses pekerjaan, alat-alat.
‐ Posisi pada saat melakukan kerja (duduk, berdiri, dan lain-lain).
‐ Lamanya bekerja dan penggunaan alat setiap hari bekerja
‐ Memperhatikan berbagai kemungkinan kontak antara kulit dengan bahan baku
atau bahan jadi.
Pengamatan pengaturan giliran kerja dari setiap tenaga kerja.
Penyuluhan dan latihan bagi karyawan.
Pengawasan, pengamatan dan surveillance medis.
Pengamatan serta pengawasan higiene perorangan.
Pemantapan program kegiatan yang berkaitan dengan alat kerja , bahan baku serta bahan
jadi.
Pengamatan dan pengawasan terhadap sikap dan tingkah laku tenaga kerja sewaktu
melakukan,
Untuk mencapai hasil yang memadai dalam mencegah dan mengelola kesehatan karyawan,
maka pengamatan evaluasi serta pengawasan kegiatan diatas harus dilakukan secara kelompok
(team work) antara unsur kesehatan (dokter, sanitarian, ahli keselamatan kerja), unsur
engieneering, mekanik, biologi, ahli kejiwaan, ahli hukum, penanggung jawab, dan pimpinan
perusahaan sendiri sebagai pengambil keputusan atau kebijaksanaan. Kerja sama kelompok juga
meliputi kesehatan lingkungan masyarakat di sekitar perusahaan.8
Alat Pelindung Diri (APD)
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha tehnis pengamanan tempat, peralatan dan
lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih
belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal
protective devices). Alat-alat demikian harus memenuhi persyaratan:8
1. Enak dipakai.
2. Tidak mengganggu kerja.
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya
kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan
25
pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan
yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut,
baju yang pas dan tidak memakai perhiasan-perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap
bahan-bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan-bahan
dapat meledak oleh aliran listrik statis.
Alat-alat proteksi diri beraneka ragam macamnya. Jika digolong-golongkan menurut
bagian-bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat-alat proteksi diri dapat dilihat pada
daftar dibawah ini:8
1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan.
2. Mata : kaca-mata dari berbagai gelas (googles).
3. Muka : perisai muka.
4. Tangan dan jari-jari : sarung tangan.
5. Kaki : sepatu.
6. Alat pernafasan : respirator/masker khusus.
7. Telinga : sumbat telinga, tutup telinga.
8. Tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan.
Pencegahan Kecelakaan
Sudah jelas bahwa kecelakaan menelan biaya yang sangat banyak. Dari segi biaya saja
dapat dipahami, bahwa kecelakaan harus dicegah. Pernyataan ini berbeda dari pendapat jaman
dahulu yang menyatakan bahwa kecelakaan adalah nasib. Kecelakaan dapat dicegah, asal ada
kemauan untuk mencegahnya. Dan pencegahan didasarkan atas pengetahuan tentang sebab-
sebab kecelakaan itu terjadi. Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab-
sebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan di suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan
analisa kecelakaan. Maka dari itu sebab-sebab dan cara analisanya harus betul-betul diketahui.
Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin-mesin alat-alat kerja, dan manusia.
Lingkungan harus memenuhi syarat-syarat diantaranya:10
1. Lingkungan kerja yang baik. Syarat-syarat lingkungan kerja meliputi:
a. Ventilasi.
b. Penerangan cahaya.
c. Sanitasi, dan
26
d. Suhu udara.
2. Pemeliharaan rumah tangga yang baik. Pemeliharaan rumah tangga perusahaan meliputi:
a. Penimbunan.
b. Pengaturan mesin.
c. Bejana-bejana dan lain-lain.
3. Keadaan gedung yang selamat, harus memiliki:
a. Alat pemadam kebakaran.
b. Pintu keluar darurat.
c. Lubang ventilasi.
d. Lantai yang baik.
4. Perencanaan yang baik, meliputi:
a. Pengaturan operasi.
b. Pengaturan tempat mesin.
c. Proses yang selamat.
d. Cukup alat-alat.
e. Cukup pedoman-pedoman pelaksanaan dan aturan-aturan.
Menurut Permenaker No. 5/MEN/1996 pengendalian kecelakaan kerja bisa dilakukan
melalui 3 metode pengendalian kecelakaan kerja, yaitu:11
1. Pengendalian teknis atau rekayasa (engineering control)
Adalah melakukan rekayasa pada bahan dengan cara;
‐ Eliminasi, yaitu dengan cara menghilangkan sumber bahaya secara total.
‐ Substitusi, mengganti material maupun teknologi yang digunakan dengan material atau
teknologi lain yang lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
‐ Minimalisasi, yaitu mengurangi jumlahpaparan bahaya yang ada di tempat kerja.
‐ Isolasi, memisahkan antara sumber bahaya dengan pekerja.
Pengendalian teknis atau rekayasa diperkirakan dapat memberikan hasil atau efektifitas
penurunan risiko sebesar 70%-90% (perubahan disain atau penggantian mesin dan 40%-70%
pemberian batas atau barier).
2. Pengendalian Administrasi (administrative control)
27
Yaitu pengendalian bahaya dengan kegiatan yang bersifat administrasi seperti pemberian
penghargaan, training dan penerapan prosedur.
3. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Yaitu alat yang digunakan untuk melindungi pekerja agar dapat memproteksi dirinya sendiri.
Pengendalian ini adalah alternatif terakhir yang dapat dilakukan bila kedua pengendalian
sebelumnya belum dapat mengurangi bahaya dan dampak yang mungkin timbul.11
Kesimpulan
Berdasarkan skenario kasus, Tn. B 40 tahun mengalami kecelakaan akibat kerja.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Hubungan kerja
di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya
dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih
lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali.
Daftar Pustaka
1. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi ke-4. Jakarta: EGC;2007.h.615.
2. Suma’mur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Gunung Agung;1996.h.207-
17.
3. Ridley J. Kecelakaan dalam ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta:
Erlangga;2007.h.113-20.
4. Okti FP. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia;2008
5. Harrington JM. Buku saku kesehatan kerja. Jakarta: EGC;2003.h.9-10
6. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC;2009.h.20.
7. Suardi R. Sistem manajemen K3 dan manfaat penerapannya dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatam Kerja. Jakarta: Penerbit PPM, 2007. h.15-6, 23-34
8. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes) dalam Materi-materi
Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya Medika;1995.h.71-2, 75-8.
9. Mayendra O. Kecelakaan Kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia;2009
28