Post on 02-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi normal . Persalianan merupakan
proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin akan turun ke dalam jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan / aterm (37-42 minggu ), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin.
Salah satu hal penting yang terjadi pada proses persalinan adalah nyeri persalinan. Dalam
proses persalinan hal inilah yang paling dirasakan tidak menyenangkan bahkan menakutkan
bagi ibu. Saat ini proses persalinan pervaginam telah berkembang yang bertujuan memberi
rasa nyaman aman dan menyenangkan serta dapat mengurangi bahkan meniadakan perasaan
cemas dan menegangkan. Salah satu metode alternative yang saat ini populer adalah
persalinan dalam air hangat atau dikenal sebagai water birth.
Bagi kebanyakan melahirkan di air atau waterbirth masih belum populer, berbeda dengan
di beberapa Negara Asia lain, metode ini justru menjadi pilihan utama ibu untuk melahirkan.
Di Indonesia, tidak semua rumah sakit dilengkapi fasilitas untuk persalinan dengan metode
water birth. Selain dibutuhkan tenaga medis yang terlatih khusus, pihak rumah sakit harus
memiliki kolam bersalin berdesain khusus (birth pool ).Strelisasi air perlu diperhatikan agar
tidak menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi yang dilahirkan.
Water Birth telah diterima dan dipraktekkan di banyak Negara seperti Amerika Serikat,
Kanada, Australia, dan New Zealand. Di Negara-negara Eropa termasuk Inggris dan Jerman
terdapat banyak Maternity Clinics yang menggunakan birthing tubs. Pada tahun 2006 Water
Birth Internasional mencatat lebih dari 300 rumah sakit di Amerika Serikat menawarkan
fasilitas tersebut. The Royal College of Obstetricans and Gynecologist dan The Royal
College of Midwife mendukung persalinan dalam air bagi wanita yang sehat tanpa
komplikasi pada kehamilannya. Jika petunjuk praktis dijalankan dengan baik dalam hal
mengontrol infeksi, manajemen rupture tali pusat dan dengan kepatuhan pada persyaratan
yang ada, komplikasi akan dapat dikurangi.
1
Di Indonesia Water Birth masih baru dan mulai populer ketika Liz Adianti Harlizon
melahirkan dengan metode ini, selasa 4 Oktober 2006 pukul 06.05 WIB di San Marie Family
Healthcare, Jakarta ditangani oleh dr.T.Otamar Samsudin SpOG dan dr.Keumala
Pringgadini,SpA. Di Bali telah ada sejak tahun 2003, Robin Lim dari klinik Yayasan Bumi
Sehat Desa Nyuh Kuning, Ubud-Bali telah menangani lebih dari 400 kasus Water Birth per
tahun. Sementara Rumah Sakit Umum di Bali yang pertama kali menyediakan fasilitas Water
Birth adalah Rumah Sakit Umum harapan Bunda.
2
BAB II PEMBAHASAN
WATER BIRTH
2.1 Pengertian Water Birth
Water Birth merupakan salah satu metode alternative persalinan pervaginam, dimana ibu
hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam di air hangat ( yang dilakukan
pada bathtub atau kolam ) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan member rasa
nyaman.
2.2 Metode Water Birth
Ada 2 metode water birth
1. Water birth murni, ibu masuk ke kolam persalinan setelah mengalami pembukaan 6
sampai proses melahirkan terjadi.
2. Water birth emulsion, ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa kontraksi akhir.
Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur.
2.3 Keuntungan Water Birth
Metode Water Birth memiliki banyak keuntungan bagi ibu dan bayi dibandingkan dengan
metode persalinan tradisional. Ini dihubungkan secara signifikan dengan adanya pengurangan
penggunaan analgesic pemendekan persalinan kala I dan pengurangan angka episiotomi jika
dibandingkan dengan persalinan lainnya.
A. Keuntungan Bagi Ibu
a) Mengurangi Nyeri Persalinan dan Memberi Rasa Nyaman
Nyeri persalinan berkurang disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang
membuat rileks dan nyaman sehingga rasa sakit dan stress akan berkurang.
Mengurangi rasa sakit adalah tujuan utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan
dalam air pada dasarnya sama seperti melahirkan normal, proses dan prosedurnya
sama hanya tempatnya yang berbeda. Pada Water Birth ibu melahirkan bayinya
3
dalam kolam dengan posisi bebas dan yang paling dirasakan nyaman oleh ibu.
Kolam dapat terbuat dari fiber glass atau bahan lain.
Adanya mitos yang menyebutkan pemanjangan fase-fase persalinan. Pada
kenyataannya Water Birth merupakan persalinan alamiah, dan tidak sepenuhnya
mengurangi nyeri kontraksi. Meskipun demikian banyak wanita merasakan adanya
pengurangan nyeri sewaktu ada dalam air, berendam dalam air hangat dan
mengapung. Penelitian juga menunjukkan persalinan dalam air sesungguhnya dapat
memperpendek persalinan kala I dan tekanan darah menjadi lebih rendah di banding
persalinan konvensional. Ibu hamil yang berendam di dalam air hangat pada
persalinan dengan penyulit (distosia) dibandingkan dengan augmentasi standar
menunjukkan bahwa angka penggunaan epidural analgesia dan intervensi obstetri
lebih rendah. Berendam dalam air akan dapat mengurangi 75% nyeri persalinan,
kemampuan mengapung ibu akan menolong untuk relaksasi, pergerakan selama
persalinan water birth yang lebih leluasa menyebabkan ibu nyaman dan rileks,
sedangkan air hangat akan membantu mengurangi nyeri.
b) Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala bayi crowning
lambat akan menurunkan risiko robekan dan dapat mengurangi keperluan akan
tindakan episiotomi. Selain itu, trauma perineum yang terjadi tidak berat dengan
dijumpai lebih banyak kejadian intak perineum. Masih terdapat mitos bahwa ibu
yang melahirkan dalam air lebih mungkin untuk mengalami robekan karena yang
membantu persalinan kesulitan untuk melakukan episiotomi jika diperlukan.
Namun sesungguhnya ibu yang melahirkan dalam air hangat kurang mengalami
robekan karena air hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu
melunakkan jaringan di sekitar perineum ibu. Ketika memerlukan episiotomy,
penolong justru lebih mudah menjangkau bagian perineum ibu untuk melakukan
message atau tindakan lain. Kebanyakan episiotomi tidak diperlukan dan jika
penolong menganggap selama proses persalinan terdapat keadaan emergensi
penolong akan membatalkan pelaksana metode ini.
4
c) Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di dalam air juga dapat mempercepat proses persalinan
yang dihubungkan secara signifikan dengan persalinan kala I yang akan menjadi
lebih pendek. Dalam hal ini ibu dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan
tekanan darah, lebih rileks, nyaman, menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan
obat-obatan dan intervensi lainnya, member perlindungan secara pribadi,
mengurangi trauma perineum, meminimalkan penggunaan episiotomy, mengurangi
kejadian seksio sesaria, memudahkan persalinan.
d) Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan darah, menurut Pre & Perinatal Psycology
Association of North America Conference, wanita dengan hipertensi akan
mengalami penurunan tekanan darah setelah berendam dalam air hangat selama
10-15 menit. Kecemasan yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah akan
dapat dikurangi dengan berendam dalam air hangat.
B. Keuntungan Bagi Bayi
Persalinan sendiri dapat mejadi masalah, mungkin juga mengganggu dan
merupakan pengalaman bagi bayi. Water Birth memberikan keuntungan terutama saat
kepala bayi masuk ke jalan lahir, dimana persalinan akan menjadi lebih mudah. Air
hangat dengan suhu yang tepat suasananya menyerupai lingkungan intrauterine sehingga
memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar. Air hangat juga dapat mengurangi
ketegangan perineum dan member rasa nyaman bagi ibu dan bayi, sehingga bayi lahir
kurang mendapatkan trauma (oleh karena adanya efek dapat melenturkan dan
meregangkan jaringan perineum dan vulva) dibandingkan pada persalinan air dingin dan
tempat bersalin umumnya.
Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak menajdi tenang.
Bayi tidak tenggelam jika dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi hidup dalam
lingkungan air (amnion) sampai terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air.
Demikian pula masalah lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi masalah, sepanjang tidak
ada deselerasi denyut jantung bayi (yang menunjukkan fetal distress) sebagai akibatnya
ketatnya lilitan tali pusat di leher. Pemendekan persalinan kala I selain memudahkan
5
persalinan bagi ibu juga baik untuk bayi yaitu mencegah trauma atau resiko cedera kepala
bayi, kulit menjadi lebih bersih, menurunkan risiko bayi keracunan air ketuban.
2.4 Kerugian Water Birth
Adapun risiko-risiko yang dapat timbul antara lain:
1. Risiko Maternal
a. Infeksi
Menurut European Journal of Obstetrics and Reproductive Biology 2007, Water Birth
merupakan avaluable alternative persalinan normal. Penelitian yang dipimpin oleh
Rosanna Zanetti-Daellenbach menemukan tidak ada perbedaan angka kejadian infeksi
maternal maupun neonatal atau parameter laboratorium termasuk luaran fetus dalam
hal APGAR Score, pH darah dan keperluan perawatan intensif. Ada pendapat yang
menyatakan bahwa Water Birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena berendam
dalam air yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengedan dalam
kolam air. Namun penelitian menunjukkan bahwa traktus intestinal bayi mendapatkan
keuntungan dari paparan ini. Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak steril.
Sekresi vagina blood slim, cairan amnion, dan feses ibu ketika bayi masuk ke dalam
rongga panggul, keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam keadaan persalinan kala
aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu ada dalam kolam. Air dapat
masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke vagina bagian dalam, ke serviks
maupaun uterus. Penyakit infeksi tertentu, akan mati segera ketika kontak dengan air.
Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah
menggunakan pompa pengatur agar air tetap bersikulasi dengan filter/penyaring air
sehingga jika air terminum tidak beresiko infeksi. Kolam yang sudah disterilkan
kemudian akan diisi air yang suhunya sekitar 32-370 disesuaikan dengan suhu tubuh.
b. Perdarahan Postpartum
Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan. Walaupun
comparative study di Swiss menunjukkan suatu hal yang positif, namun penelitian lain
di Inggris tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara metode Water
Birth dengan metode persalinan lainnya. Penyedia layanan Water Birth yang tidak
berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post partum, sementara metode
6
penanganannya telah berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan sejumlah
penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar kolam seperti di The
University of Michigan Hospital.
c. Trauma Perineum
Penggunaan episiotomy pada Water Birth 8,3% tidak menunjukkan laserasi perineum
derajat tingkat III dan IV dan 25,7%, pada land birth menunjukkan kejadian laserasi
perineum derajat tingkat III dan IV dengan angka penggunaan episiotomi lebih tinggi.
A Cochrane review oleh Cluett et all, membuktikan bahwa ada resiko terjadi trauma
perineum pada persalinan dengan Water Birth, namun tidak terdapat perbedaan yang
bermkana pada luaran klinik dalam hal trauma perineum. Pada penelitian tahun 1991-
1997 Obstetrics and Gynecology of Cantonal Hospital of Frauenfeld, Switzerland
membandingkan 3 group persalinan pervaginam: water birth, Maia-birthing stool, dan
bedbirth mendapatkan angka kejadian episiotomy 12,8% pada water birth 27,7% pada
Maia-birthing stool, dan 34,5% pada bedbirth. Ini secara statistic sangat bermakna.
Disamping angka episiotomy bedbirth terjadi paling tinggu juga menunjukkan derajat
laserasi perineum III dan IV (4,1%).
2. Risiko Neonatal
Terdapat risiko penting secara klinik pada bayi, termasuk masalah pernapasan rupture
tali pusat disertai perdarahan, dan penularan infeksi melalui air.
a. Terputusnya Tali Pusat
Mekanisme terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin
dibawa ke permukaan air tidak sedara “gentle”, jika tali pusat pendek akan dapat
mengakibatkan tegangan yang berlebihan pada tali pusat. Suatu review yang
mengidentifikasi 16 artikel, melaporkan adanya 63 komplikasi neonatal
diakibatkan oleh water birth, salah satu diantaranya adalah masalah putusnya tali
pusat. Kasus terputusnya tali pusat kemungkinan disebabkan oleh terlalu cepat
mengangkat bayi kepermukaan sehingga menyebabkan tarikan cepat dari tali pusat
yang melampaui panjang tali dibandingkan biasanya.
b. Takikardi
c. Infeksi
7
Risiko infeksi terjadi pada water birth. Infeksi saluran pernapasan pada bayi yang
dilahirkan secara water birth jarang terjadi namun resiko ini tetap harus
diperhitungkan. Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain
infeksi herpes, perdarahan luas, dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth
tidak direkomendasikan pada bayi preterm. Berdasarkan laporan kasus yang
dipublikasikan, infeksi P.aeruginosa didapatkan pada bayi preterm. Berdasarkan
laporan kasus yang dipublikasikan infeksi P.aeruginosa didapatkan pada swab
telinga dan umbilicus bayi yang lahir dengan water birth.
d. Hipoksia
Tali pusat secara terus menerus akan menyediakan darah beroksigen, sambil bayi
merespon stimulasi baru yaitu pertama kali mengisi paru-parunya dengan udara.
Penundaan pengkleman dan pemotongan tali pusat sangat bermanfaat dalam proses
transisi bayi untuk hidup di luar uterus. Ini akan memaksimalkan fungsi perfusi
jaringan paru. Garland (2000) tidak merekomendasikan pemotongan dan
pengkleman tali pusat sampai bayi mencapai permukaan air disebabkan oleh
meningkatnya risiko hipoksia. Hipoksia bayi akan mengganggu baby’s dive reflex,
yang mengakibatkan penekanan respon menelan sehingga akan menimbulkan bayi
menghirup air selama proses water birth. Odent (1998) merekomendasikan
pengkleman tali pusat 4-5 menit setelah persalinan. Namun menurut Austin,
Bridges, Markiewicz and Abrahamson (1997) penundaan pengkleman tali pusat
dapat mengakibatkan polistemia. Berdasarkan hipotesa bahwa air hangat
mencegah vasokonstriksi tali pusat sehingga banyak darah ibu tertransfer ke bayi
(vasokontriksi terjadi ketika kontak dengan udara)
e. Aspirasi Air dan Tenggelam
Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%. Risiko
masuknya air ke dalam paru-paru bati dapat dihindari dengan mengangkat bayi
yang lahir sesegera mungkin ke permukaan air. Pemanjangan fase berendam
mengakibatkan kekurangan oksigen emboli air dan perdarahan. Air hangat
mencegah pembekuan darah setelah persalinan dan juga risiko infeksi.
8
2.5 Patofisiologi
a. Pengurangan Rasa Nyeri
Keuntungan yang diperoleh dengan motede persalinan ini adalah
berkurangnya rasa nyeri ketika persalinan berlangsung. Hal ini disebabkan oleh
keadaan sirkulasi darah uterus yang menjadi lebih baik, berkurangnya tekanan
abdomen, serta meningkatnya produksi endorphin (stress related hormone).
Berendam dalam air selama persalinan akan mengurangi tekanan pada abdomen ibu,
dan mengapung mengakibatkan kontraksi uterus lebih efisien dan sirkulasi darah
lebih baik. Ini menyebabkan sirkulasi dan oksigenasi darah otot uterus menjadi lebih
baik. Persalinan dalam air memberi keleluasaan ibu untuk bergerak bebas, dapat
member rasa lebih rileks dan nyaman sehingga ibu hamil mampu berkonsentrasi pada
persalinannya dan oleh karena itu kondisi ibu nyaman, maka sirkulasi darah dan
oksigen dari plasenta ke janin berlangsung lebih baik, suhu tubuh bayi menjadi
hangat sesuai suhu tubuh ibu. Suhu tubuh yang baik ini akan mempengaruhi
oksigenasi bayi, sehingga bayi mampu beradaptasi terhadap lingkunagn di luar rahim
dengan baik.
Air hangat dan tekanan dari pusaran air kolam tersebut merupakan salah satu sumber
penghilang rasa sakit selama persalinan dengan jalan mengurangi beban gravitasi
secara alami, sehingga ibu hamil dapat berubah posisi tanpa beban saat berendam di
air. Berendam dalam air hangat dapat merangsang respon fisiologi pada ibu hamil,
sehingga dapat mengurangi nyeri termasuk redistribusi volume darah, yang mana
akan merangsang pelepasan oksitosin dan vasopressin, sehingga akan meningkatkan
level oksitosin dalam darah. Selain itu ada hipotesa yang menyatakan bahwa air
hangat akan dapat merelaksasi otot-otot dan mental selanjutnya menyebabkan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang memungkinkan peningkatan perfusi,
relaksasi dan kontraksi uterus, sehingga dapat mengurangi nyeri kontraksi dan
pemendekan fase persalinan.
b. Pengurangan Risiko Aspirasi
Ada beberapa faktor yang mencegah bayi menghirup air sewaktu bersalin.
Pertama, terdapat faktor penghambat yang secara normal ada pada setiap bayi. Bayi
9
dalam kandungan mendapatkan oksigen dari plasenta melalui tali pusat dan bernapas
dengan menggerakkan otot-otot intercostal dan diaphragma dengan pola teratur sejak
usia kehamilan 10 minggu. Janin menerima oksigen selama kehamilan melalui tali
pusat sampai waktu ketika tali pusat dipotong atau plasenta terlepas dari dinding
rahim, rata-rata 2-10 menit setelah lahir hingga 30 menit. Kerja otot diaphragma dan
intercostals menyebabkan lebih banyak darah mengalir ke organ vital termasuk otak
sehingga dapat dilihat penurunan Fetal Beat Movement (FBM) pada profil biofisik.
Pada 24-48 jam sebelum onset persalinan spontan, bayi mengalami peningkatan level
prostaglandin E2 dari plasenta yang menyebabkan perlambatan dan penghentian
gerakan napas. Secara normal terlihat pergerakan otot kira-kira 40%. Ketika bayi
lahir dan level prostaglandin masih tinggi, otot bayi untuk pernapasan sederhana
belum bekerja, hal tersebut merupakan respon penghambatan pertama.
Respon penghambat kedua adalah fakta bahwa bayi-bayi yang lahir
mengalami hipoksia akut atau kekurangan oksigen, ini merupakan respon proses
kelahiran.Hipoksia menyebabkan apnea dan menelan bukan bernapas ataupun
mengap-mengap. Jika janin mengalami kekurangan oksigen berat dan lama, maka
mengap-mengap dapat terjadi setelah lahir, mungkin air akan terhirup ke dalam paru-
paru. Jika bayi bermasalah selama persalinan, variabilitasnya akan melebar yang
tercatat pada Fetal Heart Rate, hal ini mengakibatkan prolonged bradicardia, sehingga
penolong akan meminta ibu untuk meninggalkan kolam sebelum bayi lahir.
Faktor ketiga yang menghambat bayi dalam pernapasan ketika berada di dalam air
adalah perbedaan temperatur. Temperatur air dibuat sesuai temperatur badan ibu.
Temperatur air kolam serupa dengan cairan amnion yang dapat menjadi faktor
penghambatan. Penelitian terbaru dan observasi di Jerman, Jepang, dan Rusia
member kesan bahwa temperatur rendah pada waktu lahir berkontribusi pada
vigorous baby. Cairan paru diproduksi dalam paru-paru dan secara kimia menyerupai
cairan lambung. Cairan ini akan keluar melalui mulut dan ditelan oleh janin. Bayi
baru lahir sangat cerdas dan dapat mendeteksi substansi apa yang mengenainya, dapat
membedakan antara cairan amnion, air, susu, dan ASI yang diakibatkan oleh adanya
Dive Reflex. Pada kondisi bayi normal (dilihat dari monitoring Fetal Heart Rate
selama persalinan), kombinasi faktor-faktor tersebut mencegah bayi bernapas di
10
dalam air sampai bayi berada di atas permukaan air, dimana akan merangsang
mammalian diving reflex yang berhubungan dengan tekanan udara daerah nervus
trigeminus wajah. Pada pernapasan bayi pertama kali terjadi adalah dengan merubah
sirkulasi bayi, penutupan shunt pada jantung, membuat sirkulasi pulmonal, merubah
tekanan pada paru-paru, mendorong cairan keluar yang akan mempersiapkan ruangan
paru-paru dan mengijinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Proses ini
memerlukan beberapa menit untuk memulai secara lengkap. Selama waktu tertentu
bayi masih menerima oksigen dari tali pusat. Tidak ada ancaman bahwa bayi akan
menghirup air selama proses kelahiran karena factor pencetus untuk menghirup
oksigen tidak aka nada sampai kepala bayi kontak dengan udara.
c. Pemendekan Fase Persalinan
Persalinan dalam air kadangkala dihubungkan dengan penurunan intensitas
kontraksi, sehingga menyebabkan perlambatan persalinan. Tidak ada bukti kuat
kriteria kapan saat yang tepat untuk berendam pada persalinan kala I, sehingga
persalinan awal akan lebih baik jika ditangani dengan mobilisasi daripada berendam.
Ada juga laporan bahwa air kadang-kadang memberi efek melambatkan bahkan
menghentikan persalinan jika digunakan terlalu dini dan banyak dilaporkan bahwa
kontraksi kurang efektif jika ibu berendam terlalu awal.
d. Pengurangan Perdarahan Postpartum
Hilangnya darah ibu selama water birth sangat sedikit. Rata-rata darah yang
hilang paa water birth 5,26 g/l secara bermakna lebih rendah daripada land birth 8,08
g/l. Kehilangan darah pada persalinan ini sukar dinilai terutama jika diakibatkan oleh
penolong yang kurang berpengalaman pada persalinan dalam air.
2.6 Indikasi dan Kontraindikasi
a. Syarat-syarat
a) Ibu hamil risiko rendah
b) Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina saluran kencing dan kulit
c) Tanda vital ibu dalam batas normal dan CTG bayi normal (baseline, variabilitas dan
ada akselerasi)
11
d) Idealnya, air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi
serviks mencapai 4-5 cm
e) Pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam tempat
berendam jika diperlukan
b. Kriteria / Indikasi
a) Merupakan pilihan ibu
b) Kehamilan normal ≥ 37 minggu
c) Fetus tunggal presentasi kepala
d) Tidak menggunakan obat-obat penenang
e) Ketuban pecah spontan < 24 jam
f) Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan
g) Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol,dll)
h) Denyut jantung normal
i) Cairan amnion jernih
j) Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau pitocin
c. Kontra Indikasi
a) Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah
b) Infeksi dan demam pada ibu
c) Herpes genitalis
d) HIV, Hepatitis
e) Denyut jantung abnormal
f) Perdarahan pervaginam berlebihan
2.7 Prosedur Persalinan
a. Beberapa instrument essential yang harus dipersiapkan pada persalinan dengan
metode water birth antara lain:
a) Termometer air
b) Termometer ibu
c) Doppler anti air
d) Sarung tangan
e) Apron
12
f) Jaring untuk mengangkat kotoran
g) Alas lutut kaki, bantal, instrument partus set
h) Shower air hangat, portable/permanent pool
i) Handuk, selimut
j) Warmer dan peralatan resusitasi bayi
b. Selama Berlangsungnya Persalinan
1) Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat pembukaan 4-5 cm
dengan kontraksi uterus baik, ibu dapat mengambil posisi persalinan yang
disukainya.
2) Volume air di dalam kolam berada di bawah pusar ibu, di isi air dengan suhu
tubuh sekitar 37º C (sesuai dengan suhu air ketuban dalam rahim)
3) Observasi dan monitoring antara lain:
a) Fetal Heart Rate (FHR) dengan doopler atau fetoskop setiap 30 menit selama
persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II.
Auskultasi dilakuakn sebelum, selama, setelah kontraksi.
b) Penipisan dan pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT)
dapat dilakukan di dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air
untuk diperiksa.
c) Status ketuban, jika terjadi rupture ketuban, periksa FHR dan periksa adanya
prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekonium pasien harus meninggalkan
kolam.
d) Tanda vital ibu diperiksa setiap 3 jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika
diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu
mengatur napas selama kontraksi .
e) Dehidrasi ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin
dan peningkatan suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi, ibu
diberikan cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat (RL)
4) Manajemen Kala II
a) Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan
spontan, risiko ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam
13
sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu dan
bayi.
b) Persalinan, bila mungkin metode “hand off”. Ini akan meminimalkan
stimulasi.
c) Tidak diperlukan palpasi tali pusat ketika kepala bayi lahir, karena tali pusat
dapat lepas dan melonggar ketika bayi lahir. Untuk meminimalkan risiko tali
pusat terputus dengan tidak semestinya hindari tarikan ketika kepala bayi ke
permukaan air. Tali pusat jangan diklem dan dipotong ketika bayi masih ada
di dalam air.
d) Bayi seharusnya lahir lengkap dalam air. Kemudian sesegera mingkin dibawa
kepermukaan. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada diatas permukaan
air dan badannyamasih di dalam air untuk menghindari hipotermia. Sewaktu
kepala bayi telah berada di atas air, jangan merendamnya kembali.
5) Manajemen Kala III
a) Manajemen aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam
b) Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan
c) Estimasikan perdarahan
d) Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk
menghilangkan retensi air dalam jaringan (jika perdarahan tidak berlebihan)
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bagi kebanyakan melahirkan di air atau water birth merupakan masih belum
populer. Berbeda dengan di beberapa Negara Asia lain, metode ini justru menjadi pilihan
utama ibu untuk melahirkan. Metode water birth merupakan metode alternative bagi ibu
hamil yang akan melahirkan dan merupakan suatu metode melahirkan dengan
keuntungan lebih rileks dan dapat mengurangi rasa sakit secara signifikan sampai sekitar
80%.
Air hangat pada kolam juga akan memberikan rasa nyaman, tenang dan rileks,
pada keadaan rileks ini tubuh akan melepaskan endorphin ( semacam morfin yang
dibentuk oleh tubuh sendiri ) untuk mngurangi rasa sakit. Air hangat juga mampu untuk
menghambat impuls-impuls saraf yang menghantarkan rasa sakit, sehingga membuat
persalinan tidak begitu terasa berat.
15
DAFTAR PUSTAKA
- Melahirkan dalam air – melahirkan bebas rasa sakit. Kompas cyber media.
http://www.kompas.co.id/v er1/ Kesehatan/0706/ 23/1601293.
- Cook, E. Alternative birthing methods.http://www.americanpregnancy.org.
- Buckley, S. Water Birth : The power of Water (Australia’s parents pregnancy).
http://www.onyx-ii.com/birthsong/page.cfm?waterbirth.
- Water birth – wikipedia, the free encyclopedia (wikipedia foundation, Inc.).
http://www.en.wikipedia.org/wiki/water_birth
- Melahirkan dalam air (water birth). http//www. melahirkan dalam air(water birth).htm
16