10th Issue

84
1 OKTOBER/NOVEMBER 2010 DKI JAKARTA RP 27,500.- (LUAR DKI JAKARTA RP32,500.-) SOCIAL BREW SAMPAH DAN JAKARTA DI GUGU LAN DITIRU PERSON OF THE MONTH ARTWORK BUNCH HARDIMAN RADJAB WAWAN GENI IRWAN AHMETT AGOESSALIM MG PRINGGOTONO RYAN RYADI ART REPORT SUWARNO WISETROTOMO IN MY CLOSET RUBEN ELISHAMA HADJU DIDIK NINI THOWOK

description

My Mentor is Your Mentor

Transcript of 10th Issue

Page 1: 10th Issue

1

OKTOBER/NOVEMBER 2010DKI JAKARTA RP 27,500.-

(LUAR DKI JAKARTA RP32,500.-)

SOCIAL BREWSAMPAH DANJAKARTA

DI GUGU LAN DITIRU

PERSON OF THE MONTH

ARTWORK BUNCH HARDIMAN RADJABWAWAN GENIIRWAN AHMETTAGOESSALIMMG PRINGGOTONORYAN RYADI

ART REPORT SUWARNO WISETROTOMO

IN MY CLOSET RUBEN ELISHAMA HADJU

DIDIK NINI THOWOK

Page 2: 10th Issue

2 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 3: 10th Issue

3

Page 4: 10th Issue

4 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

part

CONTENT03 INDEX // CONTRIBUTORS

05 EDITOR’S NOTE

08 PERSON OF THE MONTHDIDIK NINI THOWOK

12 ARTWORK BUNCHHARDIMAN RADJAB WAWAN GENI IRWAN AHMETT AGOESSALIM MG PRINGGOTONO RYAN RYADI “POPO”

17 ART SCOOP SUWARNO WISETROTOMO

18 NATION ON A MISSIONYASMIN MARIA SANTOSOFG PANDHUAGIE

33 UPCOMING YOUNGRONAL ERAWAN

42 DON’T WORRY DARLING54 SOE HOE 61 LUCKY NO. 7

BOOTS AND SADDLE

66 SOCIAL BREWSAMPAH DAN JAKARTA

DI GUGU LAN DI TIRU

FEATURES70 IN MY CLOSET

RUBEN ELISHAMA HADJU

72 HOT SPOTCARLOS DE HURTS

74 DOMESTIC EXCHANGETHE HIDDEN MYSTICAL PLACE

77 EVENTALL TIME LOW KULA SHAKER & IAN BROWNGELI BUKA BERSAMA YATIM

80 STREET SHOUTLEVEL ONE LAUNCHING

COLONYEDITOR IN CHIEF RANI [email protected]

ART DIRECTOR NUR ANIS [email protected] [email protected]

PRIJANTO HARDJOTARUNO [email protected]

REGIT [email protected]

INTERNSAIFUL HAQALTAIRAINI THALITA

MARKETING DIRECTOR ADITYA [email protected]

ACCOUNT EXECUTIVE ANASTASIA RENI [email protected]

CAMEL ANTONIO [email protected]

[email protected]

FINANCIAL DIRECTOR EDDY SUHERRY

PUBLISHER PT MARTA WIRA ANDIKA

CORPORATE HEADQUARTERSPT DUTA MATRA RAMA

FAR MAGAZINEJl. Wahid Hasyim No. 92Menteng 10340Telp. 021 316 1072

FAR MAGAZINE IS PUBLISHED BY PT.DUTA MATRA RAMA. COPYRIGHTS NOVEMBER 2008 ALL RIGHTS RESERVED. SIUP 1.829./1.824.51 NO PART OF THIS MAGAZINE MAY BE REPRODUCED WITHOUT THE WRITTEN PERMISSION OF THE COPYRIGHT HOLDER. FAR MAGAZINE CANNOT ACCEPT RESPONSIBILITY FOR ANY UNSOLICITED MANUSCRIPTS, ARTWORK OR PHOTOGRAPHY, PRICE IN JAKARTA RP.27.500 (INCLUDE GST)

FAR MAGAZINE 10PHOTOGRAPHER RUMAH KREATIF PEJATEN 17

Untuk kalian yang ingin memberi kesan atau pesan, kritik atau saran bisa dikirim ke [email protected]

Untuk pemasangan iklan di FAR magazine dapat menghubungi 021-3161072 dengan Aditya Gerhard atau mengirim email ke [email protected]

Page 5: 10th Issue

5

part

INDEXACCESSORIESIDEKUHANDMADEMartha Puri [email protected] 14 131 26http://idekuhandmade.blogspot.com

BOUTIQUE & DESIGNERZARAGrand Indonesia East Mall, 1st FloorJalan Muhammad Husni Thamrin No. 1Jakarta, Indonesia 10310 PULL AND BEARGrand Indonesia, East Mall Lt. 1&2 Jl. M.H. Thamrin No. 1Ph. (021) 235 80 418

SOE.HOEGrand Indonesia Shopping TownLevel One East Mallhttp://www.soe-hoe.com

PREMIUN NATIONJL. Cempaka Putih Raya #10-BJakarta Pusat 10510Phone : +62 21 4204503Fax : +62 21 4240735

ONEWAYJl. Waru #20B Rawamangun – Jakarta Timur

MAGISTUS MIFTAHJl. Rawa Pule I no 47, Depok, Jawa Barat 1642508176311290http://lookbook.nu/user/63914-Magistus-M

A.RT.EE BY RICHARD [email protected] (by appointment)

EEMA AASEGAFFJl. Batu pandan no 33, batu ampar II condet, Jakarta Timur 135200811 947 [email protected]

Untuk kalian yang ingin memberi kesan atau pesan, kritik atau saran bisa dikirim ke [email protected]

HAIR & MAKE UPBUNLAY 0815 9910482

LOCATIONBLUE PHOTOGRAPHYJl. Bungur no 12, Kemang Utara021-7191835

NINE LIVES PHOTOGRAPHY Jl. Kemang 3 no. 12a

PHOTOGRAPHERRUMAH KREATIF PEJATEN 17Jl. Pejaten Raya Kav. 17Jakarta SelatanTelp. 0838 888 1717

KEKE SURYADARMA021-70762372

CONTRIBUTORSKEKE SURYADARMA

Wanita cantik ini telah menguasai fotografi dengan belajar di Art Cen-ter of Design di Pasadena, Califor-nia. Kemudian ia beranjak ke Jakarta untuk berkarya di

tanah air setelah 14 tahun tinggal di Amerika Serikat. Kini Keke bergabung dengan fotografer Robby Agus, se-lain itu dia juga seorang fotografer di Nine Lives Photography.

YASMIN MARIA SANTOSOFakultas Kedokter-an yang termasuk bidang studi “se-rius” ternyata tidak membatasi Yasmin dalam berkreasi. Tak terkecuali dun-ia fotografi yang memang menjadi

hobinya. Calon dokter yang bertem-pat tinggal di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, tersebut kali ini berkontribusi dengan menampilkan karya-karya fotografinya yang colour-ful dan bernuansa cerah dengan tema “Langit dan Mimpi”. Rumput dan segala sesuatu yang berwarna hijau pun menjadi obyek maupun latar favoritnya. Anda pun dapat “mengkonsumsi” karya-karyanya da-lam edisi FAR Magazine yang telah ada di hadapan anda ini.

FG PANDHUAGIESepak terjangnya berangkat dari latar kajian Komunikasi, E t n o m u s i k o l o g i dan Antropologi Visual. Penikmat Visual dan Seni Pertunjukan yang akrab dipanggil

Pandhu ini, masih aktif terlibat dalam berbagai Project Pendokumentasian Event Seni Pertunjukan di Nusantara. Hingga kini, ia banyak mendedikasi-kan diri sebagai Editor & Kurator Foto di Jogja dan sekitarnya. Selain juga menjadi penulis lepas untuk bebera-pa media pariwisata dan seni budaya di tanah air dan mancanegara. Dan beberapa tahun terakhir, bersama segenap rekan mulai mendirikan ko-munitas pelaku dan penikmat Foto Seni Pertunjukan.

METTE TIMMERMANSWanita berlatar be-lakang Belanda ini pernah tinggal dan bekerja di Jakarta selama 2 ½ tahun. Ia akhirnya memutus-kan kembali ke Am-sterdam dan beker-ja sebagai Creative

Advisor di salah satu perusahaan Tv disana. Dia yang akan meng-update Far Magazine tentang kehidupan kre-atif dari Belanda.

SUWARNO WISETROTOMOPada edisi ke-10 ini Far magazine akan lebih berwarna dengan hadirnya rubrik ‘Art Report’. Kali ini Suwarno Wisetrotomo se-orang kurator, kri-tikus, dan seorang pengajar seni rupa

mencoba berbagi ilmu dan penda-patnya dalam tulisan berjudul “Men-jadi Seniman”. Pria kelahiran Kulon Progo, 10 Januari 1962 ini merupak-an alumni dari ISI Yogyakarta jurusan seni grafis. ia juga aktif menjadi kura-tor di banyak pameran bergengsi di Indonesia.

RALATRedaksi menyampaikan permohonan maaf kepada M. Noor Eva M, atas kesalahan dalam penulisan gender. Di mana pada Edisi ke-9 yang tertulis “…fotografer wanita yang ber-domisili di Semarang” seharusnya tertulis “…fotografer pria yang berdomisili di Semarang”. Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan kecil yang fatal ini. Semoga dapat dimaklumi. Kurang lebihnya kami ucapkan terima kasih.

SUBSCRIBE

Page 6: 10th Issue

6 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 7: 10th Issue

7

editor’s note

MY MENTOR IS YOUR MENTORMy mentor is my environment. Itu ada-lah jawaban saya bila di tanya siapakah mentor saya. Selain orang tua tentu tiap manusia mempunyai yang dianggap-nya sebagai seorang guru. Salah satu editor Far magazine memperkenalkan saya dengan istilah Jawa yang kuno, Di Gugu Lan Di Tiru, yang di kenal seka-rang ini sebagai guru. Dalam edisi kali ini bisa dibilang inspirasi, mentor atau guru saya dalam menyatukan majalah ini adalah orang - orang di sekirar saya. Mendengar cerita tentang perjuangan Didik Nini Thowok sebagai Person of The Month edisi kali ini membuat hati saya berpikir bahwa memang tidak ada yang mudah diraih di kehidupan nyata. Tapi di lain pihak membuat saya percaya bahwa apapun itu yang kita inginkan bila di kerjakan dengan sep-enuh hati dan ketekunan yang mantap InsyaAllah bisa dicapai. Didik Nini Thowok percaya pada akh-irnya biarpun dirinya berbeda pada akhirnya semua orang mempunyai ke-unikannya masing - masing. Sama den-gan Artwork Bunch kali ini karya dan keahlian masing - masing berbeda. Me-mang banyak orang yang mempunyaik profesi yang mirip atau mungkin sama, yang membedakan orang tersebut den-gan yang lain adalah keteguhan dan isi hatinya didalam mengerjakan karya.

Apa guna mempunyai mentor bila dari diri kita sudah mempunyai hati dan kre-atifitas yang mantap? Keteguhan hati manusia kadang berubah tak menentu, pada saat kita mengalami kebuntuan dalam melaku-kan suatu aktifitas disinilah adanya mentor sangat berguna. Ada beberapa orang yang memilih foto - foto sebagai

mentor untuk memberikan inspirasi. Di Nation on the Mission kali ini gam-bar - gambar yang di tangkap oleh kamera Yasmin Maria Santoso yang memberikan kesan kesan mimpi yang menenangkan (Langit dan Mimpi) dan Fg Pandhuajie dengan foto - foto nya yang memberikan kenangan tertentu (Grebeg Kraton).

Saya percaya bahwa Mentor ini sendiri tidak harus berupa seorang yang su-dah senior, bis jadi berupa objek atau hal - hal yang inspiratif. Pemuda yang kali ini memberikan saya inspirasi un-tuk kembali lagi berkarya adalah Ronal Erawan sebagai peseni cukil. Sudah lama rasanya saya tak pernah meny-entuh alat - alat cukil dirumah. Sep-ertinya terakhir kali alat tersebut saya gunakan sewaktu masih di bangku kuliah tahun 2007. Rasa kekurangan dalam kemampuan sering dialami ban-yak orang, alhasil orang tersebut baik menyerah atau meninggalkan peker-jaannya. Mungkin itu yang saya alami setelah kelas mencukil di waktu kuliah selesai. Melihat orang - orang disekitar saya yang tetap gigih berjuang dalam berkarya menghidupkan kembali hati dan keinginan saya untuk berkarya kembali. Dari segi inilah orang - orang tersebut menjadi mentor, inspirasi dan penghidup semangat.

Beberapa orang mempunyai panutan yang berbeda - beda, seperti the Gribs yang mengangkat band - band Hard Rock tahun 80 an sebagai panutan mer-eka. Saya ingat hari itu dimana mereka datang ke kantor Far dengan baju khas rock kental. Melihat mereka saya kagum dengan kepercayaan diri yang mantap.

Far kali ini diisi dengan berbagai macam bentuk seni, kreatifitas dan warna yang menunjukan ragam kepribadian secara individu.Selesainya majalah ini membuat saya berpikir, saya ini warna apa?

EDITOR IN CHIEF RANI TACHRIL

Page 8: 10th Issue

8 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Sosoknya begitu jenaka dengan logat Jawa yang masih sangat kental alias “medhok” dia tak sungkan melangkah berbekal bakat, cinta, serta dedikasinya

yang tidak putus untuk seni tari di Indonesia. Bukan perkara yang mudah untuk akhirnya bisa bertemu dan berbincang dengan pria rendah hati ini. Hampir di setiap hela nafasnya selalu tercatat jadwal pertunjukkan yang harus ia jalani. Jadi rasanya tidak berlebihan ketika saya merasa begitu uring-uringan sebelum akhirnya bisa mendapatkan jadwal pasti untuk bisa mewawancarainya di Rabu pagi itu.

“Sulit ya mba mencari alamatnya? Tapi karena kesasar jadi sedikit jalan-jalan toh” sapanya setelah berjabat tangan dengan saya. Dengan kaos hitam, celana bahan krem dan kacamata yang tergantung di lehernya saya digiring untuk berbincang di ruang tamu wisma tempatnya menginap di kawasan Kebun Sirih. Siapa yang tidak mengenal nama ‘Didik Nini Thowok’ pria lembut dengan semangat yang sangat besar dalam memperjuangkan seni tari Indonesia. Proses yang ia lalui hingga sampai di titik sukses tidaklah mudah.

IT’S ALL ABOUT WILLDidik Hadiprayitno terlahir di keluarga yang bisa dibilang sederhana, bapaknya seorang pengusaha kulit sapi dan kambing sementara sang ibu hanya membuka kios di sebuah pasar. Kwee Tjoen An merupakan nama lahir dari Didik, ayahnya yang seorang peranakan Tionghoa, Kwee Yoe Tiang dan Sumirah ibunya asli Jawa, Cilacap tulen. Sebagai anak sulung yang memiliki empat orang adik wanita, ia

tumbuh dengan keprihatinan. Didik mengakui sisi feminim dalam dirinya sudah ada sejak kecil, ia lebih menyukai segala bentuk permainan khusus anak perempuan, ia pun terampil menjahit karena sang nenek yang mengajarkan kepadanya.

Sejak kecil ia sudah menyukai apapun yang berhubungan dengan seni, seperti melukis dan menyanyi. Tapi kemudian karena gemar menonton pertunjukan wayang dan membaca komik pewayangan, minatnya berbelok kepada menari. Tapi Didik tahu bahwa keterbatasan ekonominya menjadi penghambat untuk belajar tari. Namun ia tidak pernah kehabisan akal teman sekelasnya, Sumiasih diminta untuk mengajarinya menari wayang orang. Didik terus mengolah keinginannya untuk belajar tari dari satu guru ke guru lainnya. Hingga ia pun mulai mahir dan bisa mencari nafkah dengan menari dan mengajar tari.

Setelah lulus dari SMA, Didik memutuskan untuk mendalami seni tari dengan melanjutkan kuliah di ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia), Yogyakarta. Kesulitan ekonomi masih menjadi penghambat untuknya hijrah ke Yogyakarta. Dari kecil hidupnya jauh dari kata ‘kaya’, tapi dengan segala kekurangan itu ia berjuang untuk bisa bangkit dan bertahan. Berkat usaha yang gigih ia bisa melanjutkan impiannya untuk menuntut ilmu di Yogyakarta.

MINORITAS = INTROVERTKetika melihat Didik menari dengan banyolan yang tercampur dalam karyanya mungkin tidak banyak

yang tahu kalau dulu Didik seorang yang sangat introvert, penakut dan pemalu. Sejak kecil ia merasa selalu tumbuh dalam sebuah kotak yang diciptakan oleh lingkungannya sendiri. Mengalirnya darah Tionghoa dalam diri Didik telah menjadi salah satu persoalan dalam hidupnya saat kecil, tak jarang ia diolok-olok hanya karena ia bukan warga pribumi asli, Didik kecil berfikir apa yang salah dari dirinya yang lahir dengan darah Tionghoa? Belum lagi pembawaanya yang kemayu, feminim, dan tidak seperti anak laki-laki pada umumnya membuat Didik kembali masuk ke dalam kotak minoritas. Sepertinya menjadi bulan-bulanan teman laki-laki di sekolah sudah menjadi perlakuan lumrah yang ia terima. Didik pun sempat ketakutan dengan situasi tersebut. Dari kejadian itu Didik lebih banyak berteman dengan anak perempuan, ia merasa lebih nyaman, hingga sikap feminis yang ada dalam dirinya makin terbentuk. Pada keadaan terdesaknya sekalipun ia tetap bisa merasa beruntung. Dengan banyak membaca, ia tahu kalau dirinya tidak sendirian, masih banyak orang yang memiliki nasib hampir sama bahkan lebih buruk dari yang ia alami saat itu. Didik pun bangkit, ia meneruskan hidupnya tanpa dendam dan penuh maaf. ‘Seni’ kata ini mungkin bisa menjadi jawaban dari perubahan Didik kecil yang introvert menjadi jenaka saat beranjak dewasa hingga saat ini. Itu membutuhkan sebuah proses yang tidak sebentar tapi tidak mustahil. Menggeluti dunia seni terutama seni tari, Didik jadi terbiasa untuk tampil di depan umum serta banyak berinteraksi dengan orang lain. Seni telah membawanya untuk melepaskan diri

person of the month

dari ketertutupan, jauh lebih terbuka dan percaya diri.

***

Apa saja rutinitas harian yang selalu anda lakukan sejak pagi

hari ?Saat ini saya memiliki seorang anak laki-laki usianya baru enam tahun, namanya Aditya Waras Hadiprayitno. Setiap malam dia tidur dengan saya, pagi hari biasanya dia yang membangunkan. Saya yang mengurus semua keperluannya, saat mandi saya juga turun tangan, tapi kadang saya kewalahan dan harus ekstra sabar mungkin karena masih kanak-kanak jadi sering sekali ngambek, sehingga saya harus pintar membujuknya sampai mau berangkat ke sekolah. Setelah itu biasanya saya langsung melanjutkan rutinitas untuk pergi ke kantor. Saya memiliki kantor yang bergerak di bidang pendidikan seni tari yaitu LPK (Lembaga Pendidikan Kejuruan) bernama Natya Lakshita dengan 10 orang staf yang turut membantu berjalannya LPK tersebut.

Cerita singkat anda hingga memutuskan untuk hijrah ke

Yogyakarta?Saya dilahirkan di Temanggung 13 November 1954, masa kecil saya dihabiskan di kota Temanggung sampai SMA. Tapi saat saya lulus SMA usaha orang tua saya bangkrut, dulunya bapak saya seorang pengusaha kulit. Otomatis saya tidak memiliki biaya untuk melanjutkan kuliah, tapi untungnya sejak duduk di bangku SMA saya sudah mencari uang tambahan sendiri dengan menari dan mengajar tari. Kemudian saat lulus SMA saya juga sempat bekerja di kantor Pembinaan Kebudayaan Kabupaten (Kabin) di Temanggung selama 1 tahun sebagai pegawai honorer. Saya bertugas pergi ke desa-desa untuk mengajari tarian Kuda Lumping. Dalam kurun waktu itu saya mengumpulkan dana hingga akhirnya dana terkumpul, lalu saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Yogyakarta pada tahun 1974 di ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia). Salah satu orang yang berjasa membantu saya adalah kepala kantor saya alm. Bapak S. Subagio, beliau mendukung saya untuk kuliah di ASTI. Bahkan beliau yang mengantarkan formulir pendaftaran saya ke Yogyakarta.

Suka duka berada jauh dari keluarga besar saat tinggal di

Yogyakarta?Kemudian saat di Yogya, pertama kali saya ditampung oleh mantan guru saya Bapak Prapto Prasojo, saya tinggal di rumahnya selama sebulan. Lalu pindah

Page 9: 10th Issue

9

dan akhirnya tinggal di kost-kostan. Karena saya mahasiswa miskin saya hanya sangu beras dari Temanggung, jadi saya ngeliwet nasi sendiri tapi untuk lauk biasanya saya beli. Saat kuliah saya pernah sakit maag karena sering telat makan. Untuk pergi ke kampus saya menggunakan sepeda ontel dimana jarak rumah kost dengan kampus lumayan jauh. Saya juga beberapa kali pindah rumah kost karena mencari tempat yang lebih murah dan dekat dengan kampus. Untuk menutupi kebutuhan selama tinggal di Yogya saya tetap melatih tari. Saya juga memiliki keahlian menjahit border, dari situ saya mendapat tambahan untuk mencukupi kebutuhan. Lalu mendapat uang tambahan lain dari jasa merias, keahlian ini saya pelajari secara otodidak Saat kecil saya suka melukis, tapi karena saya beralih menjadi penari maka bakat lukis itu saya coba kembangkan untuk melukis wajah alias merias. Lalu saya juga sempat ikut kursus merias pengantin dan belajar make-up karakter di Yogya. Dan mengambil referensi make-up dari beberapa buku. Dari keahlian merias ini saya pernah menjadi juara 1 dalam merias pengantin pada tahun 1977 di Yogya yang mengalahkan ibu-ibu.

Arti Yogyakarta untuk anda seperti apa?

Yogyakarta itu kalau menurut orang pewayangan seperti “kawah condro dimuko” tempat penggodokan. Dimana waktu Gatot kaca lahir, ia dimasukkan ke dalam kawah, dimasukkan pula bermacam-macam senjata, itu sebenarnya sebagai simbol bahwa senjata tersebut yang nantinya akan menguatkan si bayi ‘Gatot Kaca’, kemudian ketika keluar dari kawah ia menjadi sakti dengan otot kawat dan tulang besi. Begitu pula dengan para seniman, Yogyakarta juga merupakan tempat penggodokan untuk seniman agar kuat. Banyak seniman besar yang memang melalui tahap itu di Yogya seperti contohnya alm. Rendra. Saya sendiri mengalaminya, di Yogya banyak orang pintar dan persaingan yang cukup kuat juga ada di sini. Kalau seniman itu lemah dia akan layu sebelum berkembang, tapi bila dia kuat maka akan menjadi seniman yang hebat. Di Yogya tempatnya belajar banyak hal, karena tempat berkumpulnya banyak orang baik dari dalam dan luar negeri. Saya merasa sangat cocok dengan pola hidup di sini. Saya lebih memilih untuk tinggal di sini karena dulu sekitar tahun 1996 saya pernah tinggal di Jakarta selama dua tahun, sehari-hari di Jakarta saya

hanya disibukkan dengan stress karena macet. Saya juga punya prinsip boleh tinggal di daerah tapi gemanya harus internasional.

Pernah menjadi pegawai negeri tapi anda memutuskan untuk

keluar, kenapa?Saya memutuskan untuk keluar dari pegawai negeri pada tahun 1985, saat itu usia saya 31 tahun. Saya ingin mengelola secara lebih profesional sanggar Natya Lakshita yang saya bangun pada tahun 1980. Saat itu saya merasa tidak bisa konsekuen, karena sebagai pegawai negeri tidak bisa hadir setiap hari, jadwal manggung saya sudah mulai padat saat itu. Ini menjadi beban tersendiri dan saya tidak mau

makan gaji buta. Merasa mengingkari sumpah saya sebagai pegawai negeri yang harus datang tempat waktu. Saya juga sempat sedikit stress karena ini merupakan keputusan yang besar dalam hidup saya. Tapi di sanggar itu saya dituntut untuk memiliki waktu lebih banyak dan saya merasa tidak mungkin untuk bisa bersinergi dengan pekerjaan saya sebagai pegawai negeri saat itu.

Bisa anda cerita sedikit mengenai sejarah Natya Lakshita itu

sendiri?Natya Lakshita berdiri pada tahun 1980, pada awal merintisnya hanya dari sebuah sanggar tari biasa. Dan seiring berjalannya waktu, sanggar ini saya kembangkan hingga menjadi lembaga pendidikan. Rutinitas kerja saya bila tidak ada jadwal pertunjukan tari, memang banyak dihabiskan di tempat ini. Biasanya dari pagi hingga jam lima sore saya selalu bekerja di Natya Lakshita. Mungkin kalau sepintas pekerjaan saya terlihat sepele, padahal sebenarnya kerjaan saya tidak pernah ada habisnya, mulai dari negosiasi, sampai memperhatikan berjalannya proses pendidikan itu sendiri. Selain itu setiap bulannya sudah pasti Natya Lakshita harus memiliki target pemasukan, karena

Page 10: 10th Issue

10 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

itu saya dan tim harus terus bekerja keras untuk mendapatkan target tersebut. Apalagi kalau kami ada kontrak show berarti mulai dari kostum dan hal-hal penunjang lainnya harus dipersiapkan. Seperti saat ini kami sedang sibuk mempersiapkan beberapa pertunjukkan diantaranya untuk tanggal 2-3 Oktober saya dan mas Bambang yang merupakan teman saya terlibat dalam penyelenggaran International State Performance di Yogyakarta. Kemudian untuk tanggal 12 Oktober yang akan datang, saya akan tampil dalam acara menyambut kedatangan Miss Universe 2010. Dimana nantinya saya akan tampil dengan cerita dari legenda Roro Jonggrang yang terkenal di Candi Prambanan. Dalam pertunjukan itu saja saya melibatkan banyak penari lainnya yang memerlukan waktu untuk latihan, kemudian pembuatan kostum. Jadi memang saya dan tim di Natya Lakshita selalu sibuk karena mempersiapkan banyak event yang kadang waktunya saling berdekatan antara yang satu dengan yang lain.

Bisa anda jelaskan mengenai kurikulum pendidikan yang

terdapat di Natya Lakshita? Karena Natya Lakshita sifatnya hanya sebuah tempat kursus, jadi kebanyakan materi yang diajarkan lebih banyak dalam bentuk praktek tari (dalam seminggu satu kali pertemuan). Serta pembekalan mengenai sejarah seni tari, terkadang saya juga mendatangkan beberapa teman-teman dosen dari

ISI yang notabene dulu pernah satu grup tari dengan saya. Biasanya saya mengundang mereka untuk berbicara serta memberikan wawasan mengenai tari itu sendiri. Kemudian kami juga memiliki program yang memang fokus untuk anak-anak, karena memang sebagian besar murid kami adalah anak kecil. Tapi juga terdapat kelas untuk remaja dan kelas private untuk mereka yang ingin mendalami suatu tarian. Untuk tarian sendiri bagi yang umum saya mengajarkan tarian kreasi baru yaitu tarian yang akarnya masih berupa tarian tradisi tapi digarap dengan ditambahkan dengan kreasi baru. Karena dunia anak-anak itukan identik dengan permainan dan penuh dengan imajinasi dari situlah saya mengembangkan semuanya. Saya hanya ingin menarik anak-anak untuk menyenangi tari, paling tidak mengenal seni tari.

Menurut anda kenapa pendidikan seni sangat baik diajarkan

sejak usia dini?Saya selalu berbagi cerita kepada guru-guru TK ataupun SD untuk menyampaikan nilai positif dari sebuah seni. Karena menurut penelitian dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) bahwa pelajaran seni itu sendiri sangat penting untuk anak-anak. Dengan kesenian proses perkembangan jiwa seorang anak bisa seimbang antara otak kanan dengan otak kiri, saat ini telah disosialisasikan kepada masyarakat. Tapi di lembaga Natya Lakshita, justru saya tidak mendidik

mereka (anak-anak) menjadi seniman tapi lebih kepada mengenal sebuah seni itu sendiri. Saya juga pernah diundang untuk berbicara pada forum Internasional di Singapore mengenai pendidikan tari untuk anak, lalu salah seorang professor dari Inggris menjelaskan bahwa memberikan pendidikan seni (tari) pada anak-anak sama juga tujuannya dengan membina penonton di masa depan, sehingga ke depannya ketika dewasa mereka akan memiliki apresiasi terhadap sebuah pagelaran seni dan juga menghargai kesenian yang telah ada.

Apa manfaat dari berkesenian untuk perkembangan

seseorang?Berkesenian memiliki banyak sekali manfaat, dengan mempelajari seni khususnya seni tari banyak hal positif yang bisa kita dapatkan, diantaranya: ketika menari anak-anak ataupun dewasa diajarkan untuk kerjasama, latihan untuk tidak egois, latihan tanggung jawab, latihan untuk disiplin, latihan untuk mengontrol emosi karena ada beberapa tarian yang memang gerakannya dibawakan dengan cara yang lambat. Sebenarnya ini bukan suatu yang ringan justru berat tapi bila dilatih sejak usia dini otomatis akan terbiasa. Belum lagi ilmu lain dalam tari, seperti tingkatan tata bahasa yang terdapat dalam seni, ini bisa melatih anak-anak untuk bisa memposisikan diri dan belajar mengenai sopan santun. Sebenarnya banyak sekali ilmu dan manfaat yang tersirat

dalam mempelajari kesenian. Unsur keindahan secara otomatis sudah pasti didapatkan karena seni sangat identik dengan nilai keindahan, sehingga dengan rasa itu bisa bermanfaat di kemudian hari. Semua ini terlihat sangat sepele tapi punya manfaat yang besar. Indonesia adalah Negara yang sangat besar, saya juga memiliki keterbatasan untuk dapat membenahi semuanya, tetapi dari apa yang saya lakukan dalam dunia pendidikan seni terutama anak-anak paling tidak bisa bergerak dalam suatu lingkup yang kecil tapi bisa bermanfaat.

Apa yang anda rasakan ketika menjadi seorang guru?

Saya memiliki kepuasan batin saat bisa menjadi guru, kita bisa saling berbagi ilmu. Bagi saya menjadi guru itu seperti pelita. Guru seperti lilin yang menerangi seseorang di jalan yang gelap agar tidak tersesat. Seperti lirik sebuah lagu “ Guru bak pelita penerang dalam gulita”. Tapi sebagai guru saya juga tidak mau semata-mata menggurui, tapi lebih dalam bentuk sharing ilmu. Guru merupakan seorang panutan, namun kita juga tetap harus belajar agar selalu mengikuti perkembangan. Jadi antara guru dan murid harus saling memberikan ilmu. Saya sangat menghargai guru-guru saya, dulu saya pernah harus belajar ilmu baru yaitu tari Beskalan pada seorang yang tinggal di desa, sosok yang sederhana bukan yang terkenal tapi memang mahir untuk tarian tersebut. Tapi saat dia menjadi guru saya, maka saya

Page 11: 10th Issue

11

akan menghargainya dan melepaskan segala batasan yang ada. Saat itu saya melepaskan baju saya sebagai artis dan seniman yang telah dikenal publik. Kita harus bisa menghormati guru, sedekat apapun hubungan kita dengan guru tetap harus bersikap dengan sopan santun dan rendah hati.

Lalu bagaimana dengan sejarah dari nama Didik Ninik Thowok ?

Ninik Thowok merupakan hasil karya yang dikreasikan berdasarkan musik dari lagu “Ninik Thowok” yang diciptakan oleh Ki Nartosabdo (alm) yaitu seorang dalang yang sangat luar biasa asal Semarang. Beliau juga yang menciptakan lagu “perahu layar” yang sangat terkenal, menurut saya beliau adalah salah seorang maestro di Indonesia, hanya saja di zamannya dulu penghargaan terhadap karya seni seperti saat ini. Dan ketika tahun 1974 saya baru masuk menjadi mahasiswa di ASTI Yogyakarta, saya diajak oleh senior saya yaitu Bekti Budi Hastuti yang akrab saya panggil mba Tuti untuk terlibat dalam menarikan tari Ninik Thowok. Dalam pertunjukan itu saya berperan sebagai seorang wanita yang berprofesi sebagai dukun yang selalu membawa menyan dilengkapi dengan sanggul palsu. Dan beberapa gerakan dalam tarian itu terdapat unsur komedi, yang menjadi awal mula, kemudian hingga menyebar kemana-mana. Tapi selama saya membawakan tarian tersebut, saya justru belum pernah melihat sacara langsung tarian Ninik Thowok yang asli. Sekitar tahun 90’an saya berkesempatan untuk banyak berbincang langsung dengan para penari dari Purworejo, saat itu juga saya baru tahu kalau nama yang sebenarnya adalah Ninik Towong bukan Ninik Thowok. Dengan arti yaitu nini berarti perempuan, towong sendiri dari ngento-ento artinya menyerupai dan wong artinya orang. Jadi boneka perempuan yang menyerupai manusia. Tapi nama Ninik Thowok itu sudah melekat dalam diri saya. Dan ternyata tarian ini terus digemari oleh masyarakat, kemudian grup saya sering diminta tampil untuk antar kampus, antar kampung, kelurahan, kabupaten, hingga ke kecamatan. Jadi ini juga menjadi proses perjalanan saya yang tidak langsung ke atas tapi benar-benar dari bawah sekali, dan terus merambat hingga pada tahun 1976, saya diundang oleh alm ibu Tien Soeharto untuk menari di Taman Mini Indonesia Indah bersama dengan grup tari saya, rasanya sangat bahagia bisa menarikan tarian Nini Towong untuk bapak dan ibu Presiden Indonesia saat itu.

Bagaimana dengan tarian “Cross Gender” yang akhirnya anda

pilih dalam berkarir?Sekitar tahun 2000-an mengenal istilah cross gender, kemudian saya menjalani

tour yang berjudul Impersonators, The Female Role Players in Asian Dance and Theater di Tokyo, Jepang. Tapi jauh sebelum itu, dari proses saya belajar menari ternyata saya lebih menonjol

pada waktu menarikan perempuan, bahkan pada waktu kuliah nilai-nilai tari perempuan saya lebih tinggi daripada tarian pria. Justru saya berangkat dari kelemahan saya itu. Saya juga tidak pernah terfikir untuk menjadi penari cross gender, tapi setelah saya menarikan Nini Towong banyak yang menyukai. Maka dari situ saya terus berkreasi menciptakan tarian baru bernuansa komedi dan berperan sebagai wanita. Kemudian saya juga belajar melalui buku mengenai sejarah cross gender itu sendiri, ternyata itu telah ada sejak lama. Saya semakin tertarik dan tidak merasa sendiri. Saya sempat belajar mengenai cross gender di Jepang pada tahun 2000 dari situ mata saya lebih terbuka. Tarian cross gender juga terdapat di India, China, bahkan di Eropa. Saya semakin banyak belajar dan bertukar pengetahuan dengan seniman cross gender lainnya. Akhirnya saya menyakinkan diri, bahwa tarian cross gender ini memang tepat dan keyakinan itu juga melalui proses yang bertahun-tahun. Saya lebih mengerti tarian cross gender itu secara mendalam, mengenai filosofinya, hingga akar budayanya. Jadi bukan asal ikut-ikutan saja. Karena seni cross gender itu ada kedalamannya, ada ilmunya, ada tehniknya bukan hanya sekedar tarian perempuan yang dimainkan oleh laki-laki. Justru sebenarnya tarian cross gender itu tidak berbau komedi, bahkan termasuk tarian yang sangat serius seperti tarian kabuki di Jepang. Dengan kemasan tarian cross gender yang dibalut dengan komedi yang saya bawakan juga sempat menjadi pertanyaan seniman luar yang mengerti mengenai seriusnya tarian ini yang memiliki tingkatan sangat tinggi. Tapi kemasan ini merupakan kreasi yang saya lakukan mengingat, tarian tradisional rasanya akan lebih diminati masyarakat bila ada sentuhan entertainment-nya. Saya secara dasar mempelajari tarian tradisional, namun saya juga harus memahami dunia

pasar alias kesukaan dari masyarakat seperti apa. Dan ternyata komedi sangat digemari di Indonesia maka saya mengkombinasikan antara tarian tradisi dan komedi.

Totalitas seperti apa yang anda lakukan dalam belajar tari?Saya biasa terjun langsung saat mendalami sesuatu, ketika belajar tari Bali ya saya pergi ke Bali. Karena dengan begitu saya bisa mendapatkan energi secara penuh dari tari tersebut. Jadi tidak heran setiap saya mempelajari sebuah tarian akan memakan waktu yang cukup lama bahkan tahunan. Karena dengan kita terjun langsung selain tehnik yang benar, kita akan mendapatkan roh atau soul dari tarian tersebut. Kemudian sejarah dan filosofi dari tarian tersebut juga harus kita mengerti karena tari itu sendiri memiliki simbol yang sangat kuat.

Hal apa yang paling anda tidak sukai dalam hidup ini?Paling tidak suka dengan segala bentuk kekerasan, kebohongan dan ketidaktulusan. Saya memiliki banyak pengalaman dibohongi orang, teman yang tidak tulus berteman. Saya rasa semua orang tidak ada yang suka dibohongi. Dari pengalaman ini saya menjadi memiliki ilmu yaitu harus berhati-hati dengan orang, lebih peka membaca sifat seseorang. Dari wajah, sinar mata seseorang saya bisa membaca sifat dan tujuan mereka. Banyak berinterkasi dengan orang baik dalam dan luar negeri ini juga menjadi pelajaran untuk saya lebih mengetahui sifat seseorang.

Siapa saja yang anda cintai di dunia ini?Orang tua, anak, para guru, sahabat mereka yang banyak berjasa dalam hidup saya dan mendukung karir saya. Lalu karyawan saya yang rela diomelin, tapi dengan sabar mereka terus membantu saya dalam setiap pekerjaan. Membantu mempersiapkan kebutuhan saya saat show, mungkin

mereka tidak menyadari kalau kehadiran mereka sangat penting dalam berjalannya proses dalam karir saya. Mereka sangat berperan dan dekat dalam hidup saya, untuk itu saya harus berterimakasih dengan semua yang berjasa dan mendukung karir saya. Kehidupan selalu seperti itu tidak ada yang pernah bisa sendiri. Hubungan keakraban yang tidak bisa dijelaskan kenapa, karena bukan sebuah rekayasa tapi itu tumbuh dalam proses secara alami.

Hal apa yang tidak pernah lupa untuk anda lakukan?“Ora et labora”, yaitu berdoa dan bekerja karena dalam kehidupan ini memang itu yang saya lakukan. Bila kita bekerja diiringi doa maka seberat apapun akan ringan dan mendapatkan jalan. Kita harus bisa mensyukuri apa yang Tuhan berikan, Tuhan itu baik sekali sama saya. Semua yang saya butuhkan telah Ia kasih jadi rasanya keterlaluan kalau saya tidak mensyukuri segala yang telah saya punya saat ini. Selain menari hal apa yang menjadi hobi anda?Saya senang mengoleksi benda miniatur, kerajinan clay, membuat kliping mengenai berita-berita saya dari tahun 1974, saya juga sering mendokumentasikan setiap perjalanan dan berbagai pertunjukkan seni menggunakan handycam, sekarang saya sudah memiliki sekitar 2000 mini divi. Saya berharap suatu saat itu bisa bermanfaat. Saya juga mengoleksi kain tenun, songket, lalu koleksi topeng mencapai 200 buah. Pernah membeli kostum tari Beskalan Putri dari Malangan memesan dengan bordiran tangan harganya mencapai Rp. 7.000.000,- hanya untuk satu baju. Saya selalu puas memiliki barang dengan kualitas yang terbaik, dilengkapi penampilan yang terbaik maka ketika digabungkan maka akan menghasilkan karya yang terbaik juga.

“Witing Tresno Jalaran Soko kulino” apakah pepatah ini terjadi dalam hidup anda?Pepatah ini memang terjadi dalam hidup saya. Seperti menyenangi dunia seni, saya melalui proses mengenal dulu, terbiasa dan akhirnya mencintai. Jangan disalahkan bila anak-anak zaman sekarang jauh dengan budayanya sendiri, karena orangtua yang tidak mengenalkan budaya Indonesia sejak usia dini. Bagaimana mau cinta kalau tidak dikenalkan. Media juga turut berperan dalam memperkenalkan budaya kepada anak-anak. Pemerintah pun punya andil yang cukup besar dalam mengatur program di media ataupun sekolah untuk lebih memperkenalkan budaya Indonesia sejak usia dini.

Page 12: 10th Issue

12 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Projek yang sedang digarap apa saja?Persiapannya seperti apa?

Saya sedang mempersiapkan untuk keberangkatan saya ke Suriname. Di sana materi pertunjukannya yang saya akan bawakan tarian yang sudah ada, jadi saya tidak harus membuat garapan materi tarian yang baru. Dan nantinya saya juga akan bergabung dengan beberapa penari lainnya. Di sana saya satu tim dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, untuk acara yang mewakili Indonesia dalam rangka memperingati 120 tahun keturunan Jawa di Suriname. Ini adalah ke tiga kalinya saya diundang dalam acara ini, pertama pada tahun 1990 dalam peringatan 100 tahun masyarakat Jawa yang tinggal di Suriname, beserta dengan mba Waljinah, kemudian tahun 2000 saya diundang kembali bersama dengan Tuti Maryati seorang penyanyi keroncong. Karena di sana sangat menyukai dan menghargai kebudayaan jawa termasuk lagu-lagu keroncong. Karena memang di Suriname banyak masyarakat yang merupakan masih keturunan Jawa, Indonesia. Pada kesempatan kali ini saya akan menampilkan tarian hasil dari koreografi saya sendiri dimana terdapat beberapa unsur tari yaitu tari Jawa, Bali dan juga komedi. Mungkin saya akan berada di Suriname selama 10 hari dan baru kembali ke Indonesia pada tanggal 30 September. Selanjutnya di bulan Oktober saya mendapat undangan untuk tampil di Perth, Australia.

Rencana projek anda ke depan?Tahun depan saya berencana akan

berkolaborasi dengan mas Riantiarno dari Teater Koma, nantinya kita akan membuat sebuah pagelaran dimana mas Riantiarno bertindak sebagai sutradara sementara saya sebagai koreografernya. Ini sebuah bentuk kolaborasi yang akan melibatkan banyak orang, dan akan menampilkan penari ballet dan juga penari tradisional dalam bentuk drama tari dan akan sedikit kolosal. Menurut saya ini akan menjadi kolaborasi yang sangat menarik, karena untuk pertama kalinya saya berkolaborasi dengan mas Riantiarno. Untuk cerita sendiri akan mengambil tema yang universal, dalam pertunjukkan ini akan lebih mengingat kepada generasi muda saat ini agar jangan pernah melupakan kebudayaan Negara kita sendiri. Nantinya juga akan mengkombinasikan antara legenda-legenda zaman dahulu yang juga disertai dengan cerita dan perkembangan di zaman sekarang.

Pesan anda untuk generasi muda Indonesia?Pertama yang paling penting adalah pendidikan, jangan menjadi anak yang bodoh. Karena kalau kita bodoh kita akan mudah terprovokasi. Selain itu harus taat beragama, karena melalui

agama ada yang mengendalikan hidup kita. Mau memahami serta menghargai budaya kita sendiri. Jangan menjadi pemalas, jangan mudah merasa puas, harus terus meningkatkan kualitas diri dan berinovasi”

Didik Nini Thowok, ia telah berkarir selama 37 tahun di dunia seni tari Indonesia. Sosoknya yang ramah dengan tutur bahasa yang lembut menjadikan Didik bintang besar yang tetap rendah hati. Kecintaannya terhadap seni dan budaya Indonesia

membuatnya selalu punya semangat dan keinginan untuk terus mengeksplor kemampuan diusianya yang kini telah menginjak 56 tahun. Keinginannya tidak banyak hanya ingin mengharumkan nama Indonesia di mata dunia serta melestarikan seni dan budaya Indonesia yang sudah sejak lama ia tularkan kepada generasi muda Indonesia. (BW) DOK. DIDIK NT, HITOSHI FURUYA, JOHNY HENDARTA & FAR MAGAZINE.

Page 13: 10th Issue

13

artwork bunch

Aktivitasnya sebagai pengajar di juru-san DKV IISIP Jakarta tidak membuat Ryan Ryadi atau yang akrab dipanggil Popo ini surut dalam berkarya. Ia jus-tru tengah gencar mengerjakan be-berapa project street art dan pameran, dan yang terakhir yaitu stiker art yang mengangkat issue tentang sinetron dan reality show di tv. Berangkat dari diskusi kecil dengan teman-teman ku-liahnya yang saat ini bekerja di dunia pertelivisian, Popo yang beberapa bulan lalu menggelar pameran tung-galnya di Galeri Ruang Rupa ini me-nyimpulkan betapa tidak pentingnya tayangan-tayangan seperti itu untuk dibuat dan dikonsumsi. Maka mulailah ia mencetak stiker yang bertuliskan “One Nation Under Sinetron” dan “Demi Rating Semua Disetting” dan memb-

agi-bagikannya secara gratis kepada masyarakat sebagai sebuah bentuk kampanye penyadaran. Popo memang selalu mengangkat issue yang sedang berlangsung dan paling dekat dengan masyarakat. Ia juga gemar bermain kata-kata dalam karyanya, di samping karakter “Popo” tentunya.Project mural yang sedang ia kerjakan adalah di Jl. TB Simatupang di depan gedung Aneka Tambang dengan ta-gline “Jangan Pucet Liat Jakarta Macet” dan project ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun. Yang berikutnya di kawasan Jl. Fatmawati dan bebera-pa titik kemacetan di seputar Jakarta. Pamerannya yang terakhir adalah di Salihara bersama 6 street artist dari Paris, dan waktunya berbarengan juga dengan pameran “Night Festival” di

Singapore. Popo yang mulai turun ke jalan dari tahun 2002 dan mulai masuk galeri tahun 2007 ini membuat ilustrasi orang terjepit tameng satpol PP seba-gai responnya sebagai seniman atas peristiwa Koja yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dengan tagline-nya “Kalau Ada Sumur Di Ladang Boleh Kita Menumpang Mandi. Kalau Ada Umur Yang Panjang Jangan Sampe Deh Kita Ketemu Lagi”. Dan yang akan datang adalah pameran kolektif di Berlin Street Art bulan November tahun ini, di mana ia menampilkan karya poster dan stiker dengan tema perubahan iklim. (PH)

Ryan (POPO) Ryadi

Page 14: 10th Issue

14 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

artwork bunch

Irwan Ahmett

Setiap seniman pasti punya suatu ke-cenderungan dalam berkarya, baik dari segi ketertarikan, teknis, ataupun kege-lisahan-kegelisahannya dalam beberapa hal. Demikian pula karya-karya Irwan Ah-mett, yang lebih memiliki kecenderun-gan untuk bermain di wilayah-wilayah publik, seperti gagasan-gagasan, asum-si, dan isu-isu yang berkembang di pub-lik. Selain juga erat kaitannya dengan masalah kekinian dan interaksi.Dalam prakteknya, ia memakai berbagai macam teknis dalam berkarya, mulai dari foto, video, objek, ataupun performance. Yang terpenting bagi Iwang (begitu ia akrab disapa) adalah bagimana menge-mas pesan yang ingin ia sampaikan, se-hingga karya tersebut akan mempunyai nilai (value) dan dapat diterima oleh

publik. “Pada akhirnya teknis (hanya) menjadi sebuah kebutuhan lain ketika saya perlu menyampaikan pesan ini den-gan baik kepada publik,” ujarnya.Sebagian besar, bentuk-bentuk karya Iwang merupakan sebuah proyek. “Jadi bukan hanya satu karya lantas selesai, melainkan ada sequence-nya.” Ia juga mengakui bahwa proyek tersebut sebe-narnya adalah sebuah strategi untuk bagaimana berpikir, bagaimana menge-mas, dan menyampaikannya kembali ke publik. Termasuk bagaimana pertimban-gan-pertimbangannya, respon yang di-harapkan, dan bahkan faktor-faktor yang tidak diharapkan dalam proses penger-jaan proyek tersebut.Sampai saat ini pun ia mempunyai tiga isu besar yang ia jalani dalam jangka

waktu yang lama. Seperti pada 2004-2007, ia menjalani proyek “Change Your-self”. Lalu dilanjutkan dengan konsep “Happiness” di mana ditengah-tengah konsep ini ia menyisipkan konsep “Ur-ban Play.” Gaya bercanda cerdas dan sedikit bersifat sarkastik juga selalu ia kedepankan di dalam karya-karyanya. “Bagaimana pun, orang akan suka dis-ampaikan dengan cara-cara yang humo-ris,” imbuhnya. (RAS)

Page 15: 10th Issue

15

artwork bunch

MG Pringgotono

Ia tertarik menggeluti seni airbrush sejak di bangku SMA. Lalu mulailah ia mencar-itahu dan berguru pada tukang airbrush di dekat rumahnya. Kemudian untuk lebih menunjang hobby-nya tersebut, bersama seorang teman pemilik kom-pressor ia pun patungan untuk membeli alat-alat airbrush. Sejak saat itu mulailah ia menggeluti airbrush. Dan berangkat dari kecintaan dan keingintahuannya pada seni airbrush, maka Muhammad Gatot Pringgotono atau yang akrab di-panggil MG (dibaca emjie - pen) pada tahun 1998 memutuskan untuk masuk jurusan Seni Rupa UNJ. Ia berharap bahwa di bangku perguruan tinggi ini ia dapat memperdalam seni airbrush pada para senior dan dosennya. Tapi ternyata harapannya meleset, karena di kampusnya para penggiat seni airbrush

telah lama punah. Ia hanya menemukan sisa-sisa artefaknya yang berupa alat-alat airbrush di studio kampus. Dan posisinya jadi berbalik karena justru teman-teman-nya yang berduyun-duyun datang untuk minta ditularkan ilmu airbrush padanya.MG yang kerap diundang sebagai tu-tor untuk program workshop keter-ampilan dasar seni rupa bagi anak-anak jalanan ini ingin merubah paradigma di masyarakat bahwa airbrush merupakan seni terapan, karena memang airbrush biasa diaplikasikan pada modifikasi oto-motif. Maka pada tahun 2007 ia mem-bentuk Airbrush Indonesia, sekaligus membuat blog airbrushindonesia.tk untuk menghimpun, mendata, memeta-kan, mengembangkan dan menjalin ko-munikasi dengan para penggiat airbrush di seluruh Indonesia. Ia pun rajin mengi-

kutsertakan karya airbrush-nya pada berbagai ajang pameran di tingkat lokal maupun nasional. Ia berharap bahwa air-brush bisa berdiri sejajar dengan karya seni rupa lainnya, seperti seni lukis, seni patung, seni instalasi, seni multimedia, dan sebagainya.Usahanya selama ini tidak sia-sia. Berkat kerja kerasnya, pada bulan Juni lalu karya airbrush-nya yang berjudul “Aman Sura-man Smile” diganjar dengan Penghar-gaan Khusus pada Indonesia Art Award 2010. Penghargaan lain yang pernah ia raih adalah sebagai Juara I kompetisi mural dalam rangka sosialisasi nomor telepon 112 yang diadakan oleh Mabes Polri pada tahun 2009 lalu. (PH)

Page 16: 10th Issue

16 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

HardimanRadjab

“Koper merupakan penanda zaman. Ke-hadirannya menjadi sebuah simbol per-jalanan hidup manusia,” ujar Hardiman Radjab –seorang seniman yang merang-kap sebagai kolektor koper-koper tua. Di tangannya, ruang terbatas dalam sebuah koper tidak lagi hanya menjadi tempat menyimpan barang-barang kebutuhan perjalanan, namun juga menghadirkan cerita dan makna lain dari perjalanan hidup manusia. Ide menjadikan koper sebagai salah satu bentuk karyanya ini muncul setelah ia melihat monumen yang terdiri dari kumpulan koper-koper yang tertinggal di sebuah stasiun di Kota Paris pada tahun 1996. Monumen itu lantas menginspirasinya untuk bagaima-na membuat koper tidak lagi menjadi sebuah barang usang, namun memiliki

nilai eksistensi tersendiri. Ia mengakui, proses pembuatan kary-anya tersebut didasarkan atas proses perenungan dan perhatiannya terhadap perjalanan hidup manusia, ataupun juga didasarkan atas “ide iseng” yang menghampirinya. Seperti terlihat dalam kopernya berjudul “Traveling Bag”, yang jika dibuka akan muncul sebuah closet lengkap dengan flusher dan tissue-nya. Atau juga “Seri Kawin” yang terdiri dari tiga koper, di mana masing-masing ko-per bercerita antara lain tentang “Kawin Sejenis”, berisi dua buah mobil pick-up yang saling membelakangi; “Incest” beri-si dua tipe mobil Volkswagen yang saling menindih; dan “Kawin Silang” yang berisi ‘adegan’ antara mobil dengan sepatu. Ada pula koper yang jika dibuka akan

terlihat sebuah korek gas tiruan model ‘Zippo’ dan koper lain yang menyerupai potongan kue berjudul “Just A Cake”. Di samping itu semua, Hardiman Radjab masih menyimpan berbagai macam ‘cerita koper’ penuh makna yang ia sug-uhkan dengan gaya yang jenaka. Salah satunya yakni koper yang berisi sebuah simulasi Angin Tornado berjudul “Storm-bringer”. (RAS)

artwork bunch

Page 17: 10th Issue

17

artwork bunch

Wawan Geni

Terinspirasi oleh pengalaman masa ke-cilnya yang suka bermain bara api, se-orang Wawan Geni menemukan teknik baru dalam dunia lukis, yakni teknik sun-dut atau teknik bakar. Penemuan terse-but berawal pada tahun 2003, tepatnya ketika secara kebetulan ia kehabisan cat air. Rokok dan obat nyamuk bakar lantas menjadi pilihan media lukisnya. Menurut pelukis bernama asli Untung Yuli Prastiawan ini, efek warna yang tim-bul pada proses penyundutan tampak begitu alami, dan natural. Warna yang muncul dari proses tersebut pun dapat bermacam-macam, antara lain seperti oker, cokelat, hitam, kekuning-kunin-gan, serta kemerah-merahan.Dalam proses pembuatannya, pertama-tama ia akan menyalakan obat nyamuk

bakar terlebih dahulu. Setelah itu baru digoreskan ke kertas jenis duplex. Bara rokok kemudian ditempelkan secara perlahan untuk memberi kesan hidup pada lukisan. Sedangkan untuk waktu pengerjaannya, Wawan Geni mengaku membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 3 bulan. Wawan mengakui, tingkat kesulitan melukis dengan teknik ini terletak pada besar-kecilnya nyala bara api yang tentu akan sangat berpengaruh terhadap per-mukaan bidang lukisnya. Ia pun sangat berhati-hati dalam melukis, agar tidak terjadi pembakaran yang terlalu berlebi-han pada bidang yang dibakar. Di samp-ing itu, guna memunculkan efek warna pada lukisannya, ia pun harus mengatur jarak penyundutan, lama atau tidaknya

waktu penyundutan, serta tekanan bara api pada bidang lukis. Tak heran jika ide dan ketelitiannya tersebut menda-patkan Piagam Penghargaan dari MURI sebagai Pelukis dengan Teknik Bakar Pertama di Indonesia.Tema-tema karya Wawan Geni ini pun sebenarnya terbilang sederhana, yakni mengambil inspirasi dari kehidupan sosial sehari-hari. Antara lain seperti lukisan-lukisannya yang berjudul “Dia-log Bathin”, “Tembang Kehidupan”, dan “Under the Silent of Borobudur”. (RAS)

Page 18: 10th Issue

18 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

artwork bunch

Agoessalim ST.

Tidak ada kata berhenti dalam kamus Agoessalim ST. Di sela aktivitasnya se-bagai pengajar pada almamaternya di FSR IKJ, beliau juga masih produktif berkarya. Dalam sehari, ia selalu me-nyediakan waktu tiga jam di pagi hari sebelum ia berangkat dan dua jam di sore hari sepulang ia mengajar untuk menggeluti seni patung. Ia adalah salah satu dari sedikit perupa yang bek-erja tidak berdasarkan mood. Lebih dari tiga puluh tahun hidupnya diabdikan untuk dunia seni rupa, khususnya seni patung.

Karya patung Agoessalim banyak menggunakan media kayu yang me-nampilkan citra penari yang distilasi karena ia menyukai karakter dinamis dari para penari tersebut. Selain itu ia

juga membuat karya kaligrafi dalam bentuk patung tiga dimensi. Masa ke-cilnya di kota Jepara yang merupakan sentra industri dan kerajinan dari kayu membuat Agoessalim memiliki keter-tarikan khusus pada media kayu. Selain itu, bahan bakunya mudah didapat, murah dan bahkan gratis, karena Ag-oessalim memanfaatkan limbah kayu sisa industri furniture di sekitar tempat tinggalnya. Sedangkan untuk base-nya, Agoessalim yang gemar mengendarai skuter ini menggunakan material dari berbagai jenis batu yang ia temukan di pinggir jalan, di pantai, di tepi sungai atau tempat-tempat lain yang ia kun-jungi. Namun ia juga tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan material lain selain kayu, seperti resin, plastik, bronze, pelat stainless steel, ker-

tas koran, pelat aluminium, serbuk kun-ingan, besi dan lain sebagainya.

Selain di almamaternya, Agoessalim juga pernah mengajar di salah satu perguruan tinggi seni di Amerika Ser-ikat. Ia juga pernah bekerja di Univer-sal Studio di Hollywood. Dan bersama beberapa rekan perupa yang dispon-sori oleh Yayasan Bunga Nusantara, ia juga turut mengharumkan nama Indonesia pada Tournament of Roses, sebuah ajang tahunan berupa karnaval kendaraan yang dihias dengan bunga mawar di kota Pasadena Amerika Ser-ikat. Agoessalim juga banyak menger-jakan pembuatan trophy dan patung lingkungan yang merupakan pesanan baik dari instansi pemerintah, pribadi maupun pihak swasta. (PH)

Page 19: 10th Issue

19

art report

Hingga awal tahun 1980-an, jika ada anak muda secara serius bercita-cita ingin menjadi seniman, rasa-rasanya masih diangap

‘abnormal’ oleh lingkungannya, atau setidaknya oleh keluarganya (orang tuanya) yang merasa ‘normal-normal’ saja. Seniman, bagi kalangan ‘orang normal’ – misalnya orang-orang yang bekerja rutin, ngantor, berseragam, bergaji tetap – bukanlah pekerjaan. Artinya, menjadi seniman dianggap belum bekerja. Apalagi ditambah citra negatif yang terlanjur melekat, bahwa seniman itu serba tak pasti, tak teratur, tak mapan, tak beretika, tak rutin, tak ngantor apalagi menjabat, cenderung miskin, kumal, kadang bau (tak sedap tentunya). Namun kurang dari duapuluh tahun, citra negatif itu lama-lama terkoreksi, bukan oleh lingkungan atau oleh para orang tua, melainkan oleh situasi dan kondisi yang mendorong terjadinya perubahan atau pergeseran pada diri sang seniman. Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah ketika kesenian dan karya seni telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari, telah menjadi bagian dari gaya hidup (life style), bahkan ketika karya seni telah menjelma menjadi benda komoditas, benda-benda bernilai investasi. Maka seiring dengan itu, karya seni menjadi memiliki “nilai” – dalam arti makna dan ekonomi – yang seringkali tak terduga besarnya, bahkan seringkali fantastis. Itulah situasi dan kondisi itu. Pada akhirnya situasi itu menjadikan, bahwa menjadi seniman adalah pilihan profesi yang menuntut sikap dan laku profesional, serta hasilnya – secara ekonomi, sosial, ketenaran – bisa melampaui para pegawai yang punya posisi birokrasi menengah ke bawah ataupun ke atas. Dengan kata lain,

bisa kaya raya, terkenal, dan memiliki otoritas demikian besar dan penuh atas profesinya itu, atau atas apa yang ia kerjakan. Memang, menjadi seniman adalah menjadi “tuan, bos, direktur, juga staf” bagi dirinya sendiri. Ia tidak diperintah oleh siapapun, kecuali oleh dirinya sendiri. Karena itu, seorang seniman harus menuntut dirinya sendiri dengan keras, cerdas dan taktis, agar kesenimanannya diakui oleh orang lain. Diakui karena dirinya mampu mengkreasi karya seni yang bagus, yang kuat, yang menggoda orang lain – untuk membicarakannya, mendiskusikannya, mendengarkannya, menontonnya, membacanya, atau untuk memilikinya – dan berpotensi menginspirasi banyak orang. Jika demikian, maka sosok macam apakah “sang seniman” itu? Kemudian, sedemikian banyak orang berkeinginan menjadi seniman, ada yang berhasil, dan banyak yang gagal. Mengapa gagal? Atau mengapa berhasil? Seniman adalah sosok manusia kreatif, yang mampu melihat sesuatu (persoalan) dengan cara pandang atau perspektif yang berbeda dari orang kebanyakan, memiliki ketrampilan dan kepekaan, serta kemampuan mewujudkannya menjadi bentuk karya seni. Tentu agar bisa berkarya seni “bagus”, tak cukup hanya memiliki itu semua. Tetapi juga harus cerdas dan sensitif. Cerdas karena terus memiliki gairah “membaca” segala hal yang terbentang di ruang semesta ini; memiliki gairah untuk menguji pikiran/gagasannya dengan orang lain; terbuka terhadap pendapat atau kritik; namun juga memiliki “keberpihakan” yang kuat. Sebab, “keberpihakan” merupakan indikator utama untuk melihat kwalitas dan karakter seseorang, tak terkecuali bagi seorang seniman.

Seorang seniman harus menyediakan dirinya sendiri sebagai obyek dan subyek laboratorium, untuk menguji hasrat-hasrat kreatifnya, atau menguji kwalitas gagasan-gagasannya. Berhasil menjadi seniman, karena disamping memiliki tekad dan kemauan yang besar, juga memiliki kegigihan menghajar dirinya sendiri sampai sakti. Juga harus menghindarkan diri dari sikap cepat puas atas sebuah pencapaian. Perasaan cepat puas dan merasa cukup (berhasil, hebat, paling baik, dan sejenisnya), merupakan indikator kesombongan dan kemacetan. Jika tidak segera disadari, kemudian dikoreksi dengan tindakan mensubversi dirinya sendiri, sangat mungkin seniman yang bersangkutan akan mengalami kebangkrutan kreatif. Ujung-ujungnya bisa frustrasi hebat. Artinya, sangat diperlukan kematangan jiwa dan kerendahhatian dalam memandang diri sendiri dan kehidupan yang luas. Gagal menjadi seniman, tentu saja karena seseorang itu tidak berada dalam tata laku semacam yang sudah diurai di atas. Kegagalan, meski sebagian orang memercayai adanya faktor keberuntungan, tetapi lebih disebabkan karena kecerobohan mengelola segenap potensi yang dimiliki. Misalnya, sesungguhnya cukup terampil dan cerdas, tetapi malas; sesungguhnya karyanya baik, tetapi tak pandai bergaul, atau arogan. Sesungguhnya karyanya menarik, tetapi sering mencederai komitmen, dan sebagainya dan seterusnya. Pada akhirnya, yang harus dimengerti, bahkan harus diyakini, bahwa “menjadi seniman” (bukan “sebagai seniman”) sesungguhnya merupakan perkara martabat, perkara harga dan nilai kemanusiaan. Bukan sekadar soal sukses secara ekonomi dan

terkenal saja. Tetapi soal, sekali lagi, martabat sebagai manusia yang kebetulan menjadi seniman. Artinya, ia, sang seniman itu dituntut untuk mengabdikan diri pada kejujuran, antara laku dan kata, berkomitmen tinggi, memiliki keberpihakan yang jelas terhadap manusia dan kemanusiaan, melalui jalan seni/kesenian. Karena itu kata “menjadi seniman” menyiratkan perihal totalitas sikap terhadap profesi. Sementara kata “sebagai seniman” seolah menyiratkan tentang peran yang sedang dimainkan semata-mata, seperti seseorang tengah memainkan ‘tokoh’ tertentu di atas panggung sandiwara/teater. Bukan menjadi dirinya sendiri ketika di atas panggung. “Menjadi seniman” justru harus menjadi dirinya sendiri sepanjang hayatnya, dengan penuh kejujuran, kecerdasan, dan kearifan, melalui jalan seni/kesenian. “Menjadi seniman” idealnya memang berguna (menginspirasi) bagi banyak orang. Tidak hanya memenuhi kesenangan (syahwat) dirinya sendiri. Jika hanya sebatas itu, saya kira ia termasuk seniman yang gagal. Gagal “menjadi seniman” yang menggugah, yang menginspirasi banyak orang. Yogyakarta, 23 September 2010 (Suwarno Wisetrotomo/Kritikus Seni Rupa, Dosen di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta)

Catatan : Suwarno Wisetrotomo

Page 20: 10th Issue

20 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

nation on a missionfoto: Yasmin Maria Santoso

Page 21: 10th Issue

21

Page 22: 10th Issue

22 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

nation on a mission

Page 23: 10th Issue

23

Page 24: 10th Issue

24 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 25: 10th Issue

25

Page 26: 10th Issue

26 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 27: 10th Issue

27

nation on a mission

Page 28: 10th Issue

28 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

nation on a missionfoto: Fg. Pandhuagie

Page 29: 10th Issue

29

Page 30: 10th Issue

30 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 31: 10th Issue

31

nation on a mission

Page 32: 10th Issue

32 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

nation on a mission

Page 33: 10th Issue

33

Page 34: 10th Issue

34 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 35: 10th Issue

35

upcoming young

Ronal Erawan adalah seorang perupa muda yang saat ini sedang menyelesaikan studi untuk tahun terakhirnya pada Jurusan Seni Murni, Studio Seni Grafis, Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Ja-karta. Ia mengaku tertarik menggeluti seni grafis

karena punya kelebihan tersendiri dibandingkan cabang seni yang lain, yaitu dapat diproduksi dalam jumlah ban-yak. Selain itu seni grafis juga selalu penuh kejutan, dengan kata lain hasil akhir setelah dicetak bisa jadi sangat berbeda dengan apa yang dibayangkan sebelumnya. Terutama pada teknik cetak tinggi, semisal harboard cut, wood cut dan linoleum cut. Demikian juga dengan teknik cetak da-lam seperti etching, intaglio, sugar aquatint dan drypoint. Ia juga mengungkapkan kesukaannya pada kejutan-kejutan tersebut, meskipun saat ini ia mulai meninggalkan teknik linoleum cut dan etching mengingat harga materialnya yang telah merambat naik. Ronal percaya pada proses dan menikmati setiap proses tersebut.Menurut Ronal yang saat ini sedang sibuk mempersiapkan pameran 2 kota dengan rekan-rekannya dari FSR ISI Jogja-karta, seni adalah ekspresi pribadi. Ia tercipta dari rasa yang timbul dari dalam diri sendiri untuk mencapai kepuasan pribadi. Dan memang demikianlah seni murni. Ia juga men-gatakan bahwa setiap orang memiliki ekspresi seni yang berbeda-beda. Karya-karya grafis Ronal yang terpengaruh oleh Andy Warhol dan Affandi ini biasanya mengeten-gahkan tema seputar kehidupan pribadi, lingkungan, dan pengalaman hidup berdasarkan kesan-kesannya pada apa yang ia lihat, ia dengar dan dan ia rasakan sehari-hari, sep-erti nikmatnya mengendarai skuter, kemacetan dan polusi atau maraknya pengemis di Jakarta. Ronal juga mengakui bahwa hingga saat ini ia belum tertarik dengan tema-tema berbau politik karena ia masih merasa awam dengan dunia politik tersebut. Ronal yang memfavoritkan teknik hardboard cut dan silk screen ini juga mengatakan tentang pengalamannya yang paling berkesan selama ia menggeluti dunia seni rupa, yaitu diundang sebagai tenaga pengajar pada program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Na-sional bekerja sama dengan Fakultas Seni Rupa Institut Kes-enian Jakarta untuk pelatihan keterampilan dasar seni rupa bagi siswa-siswi SLB se-Indonesia. Ia juga pernah memberi-kan sebuah kaos yang ia sablon sendiri untuk menyatakan perasaannya pada seseorang yang ia kasihi. Demikianlah jika seorang perupa jatuh cinta. Ronal juga mengatakan bahwa ia percaya pada proses dan menikmati betul setiap proses tersebut. Dan Ronal akan terus berproses, sehingga kita harapkan suatu hari kelak ia akan menjadi salah satu pegrafis handal di Indonesia. (PH)

RONAL ERAWAN

Page 36: 10th Issue

36 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 37: 10th Issue

37

heat ‘n’ beatAcara ini merupakan peresmian festival topeng nusantara 2010 sekaligus sebagai pembukaan pameran topeng “Expresi!”. Acara pembukaan diadakan pada tanggal 13 Agustus yang lalu ini juga sekaligus dalam rangka menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-65. Berlangsung sejak bulan Agustus, Festival Topeng Nusantara yang hadir sebagai bentuk lain dari

acara budaya yang bertujuan untuk melestarikan seni topeng yang merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia. Untuk pameran topeng bertajuk “Expresi” itu sendiri menampilkan sejumlah karya perupa Indonesia. Bertempat di Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia, beraneka bentuk, warna, dan kreatifitas yang sangat unik ditampilkan dalam pameran topeng kali ini. Karya-karya apik ini merupakan hasil seni lebih dari sekitar 20 orang seniman muda, grup kreatif dan selebriti terpilih yang memang berasal dari berbagai kota dan latar belakang seni yang juga berbeda. Acara yang menjadi magnet kawula muda khususnya di Jakarta ini, juga turut menampilkan karya tari dari Didik Ninik Thowok seorang seniman tari topeng klasik dan juga kontemporer yang sudah membawa harum nama Indonesia di kanca Internasional. Selain itu Festival Topeng Nusantara 2010 juga mengadakan sayembara online yang berhadiah iPad untuk mahasiswa desain dan seni rupa. Puncak perayaan dari acara ini akan berlangsung pada Oktober 2010 yang bertempat di Cirebon, Jawa Barat. (BW) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

FESTIVAL TOPENG NUSANTARA 2010

Video musik merupakan kerja gabungan dari tiga industri besar, yaitu film, musik dan televisi yang merupakan bagian dari kebudayaan massa. Sinergi positif antara tiga industri besar ini telah memunculkan sebuah medium ekspresi seni bernama video musik. Pameran Video Musik Eksperimental Jerman-Indonesia yang digelar di Goethe Haus Jakarta pada tanggal 7 – 13 Agustus 2010 ini berangkat dari gagasan bahwa video musik dalam wacana kontemporer telah menjadi ekspresi seni yang berdiri sendiri dan bukan lagi sebagai media promosi/iklan untuk industri musik. Menampilkan 31 karya video musik dari Jerman dan 17 karya dari Indonesia yang menggunakan piranti artistik eksperimental dengan berbagai gaya dan bahasa ungkap, penonton diajak untuk memahami video musik sebagai sebuah pembacaan budaya populer. Terdapat dua kecenderungan dalam pendekatan estetika yang berbeda antara karya yang dibuat oleh seniman video dari Indonesia dan yang dibuat oleh seniman video dari Jerman, karena Jerman dan Indonesia secara historis memang memiliki tradisi estetika yang berbeda. Video musik di Jerman dimulai dengan kehadiran video musik pertama “Studie Nr.2” yang dibuat oleh Oskar Fischinger pada tahun 1929 yang segera disusul dengan video sejenis dan film-film musikal yang merupakan kelanjutan penting dalam seni memadukan gambar dan musik. Namun demikian, baru pada dekade 1980-an video musik mendapat dimensi baru sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan populer. Kemudian pada tahun 1998 Festival Film Internasional Oberhausen membuat sebuah program khusus video musik (MuVi Preis) untuk mempertunjukkan video-video musik Jerman dan menjadi festival film internasional pertaman yang menerima video musik sebagai ekspresi seni tersendiri. (PH)

MUSIKVIDEO, PAMERAN VIDEO MUSIK EKSPERIMENTAL JERMAN-INDONESIA

Sebuah pameran yang menampilkan typography dengan berbagai eksplorasi yang eksperimental baik dalam wujud dua dimensi maupun tiga dimensi, yang diikuti oleh 36 seniman dan desainer muda Indonesia yang biasa bereksperimen dengan menggunakan typography sebagai pilihan gaya ekspresi seni. Berlangsung dari tanggal 18 September hingga 16 Oktober 2010, pameran ini juga digelar sebagai penanda bagi peluncuran dari Smarta Gallery. Pameran ini juga telah membuka kemungkinan baru bagi typhography di luar penerapannya sebagai elemen desain grafis yaitu sebagai sebuah bahasa ungkap dalam wilayah seni murni.Ditandai dengan kemunculan mesin cetak pertama yang dibuat oleh Johannes Gutenberg pada pertengahan abad 15, typography yang sudah sejak lama dikenal oleh manusia semakin menunjukkan perkembangannya hingga saat ini. Bentuk-bentuk baru dari typography terus bermunculan, menandakan perkembangan typography yang nyaris tanpa batas sehingga terciptalah typeface yaitu satu set kumpulan typography yang terdiri dari alphabet, angka dan simbol. Seiring perkembangan zaman, saat ini setiap orang dapat dengan bebas menciptakan bentuk-bentuk typeface sesuai keinginan dan imajinasi mereka masing-masing meskipun untuk keperluan desain grafis ada kaidah-kaidah tertentu yang menjadi acuan dalam pembuatan typeface yaitu readibility, legibility dan lain sebagainya. The Lazy Dog Jumps Over The Quick Brown Fox sengaja dipilih sebagai judul pameran ini, yang merupakan parodi dari kalimat sebenarnya yaitu The Quick Brown Fox Jumps Over The Lazy Dog yang biasanya terdapat dalam typeface di mana dalam kalimat tersebut tercakup semua huruf abjad dari mulai huruf A hingga huruf Z. (PH)

THE LAZY DOG JUMPS OVER THE QUICK BROWN FOX

Inez van Lamsweerde & Vinoodh Matadin mulai bekerja bersama-sama di pertengahan tahun 1980-an dan meluncurkan karir internasional mereka dengan diterbitkannya sepuluh halaman fotografi fashion dalam majalah Inggris, The Face pada tahun 1994. Di sinilah untuk pertama kalinya teknik montage digital dipergunakan dalam dunia fotografi untuk seri fashion di mana model dan latar belakang yang difoto secara terpisah kemudian digabungkan dalam satu gambar dengan menggunakan komputer. Dan setiap seri baru dibuat untuk merayakan sekaligus menumbangkan fashion dalam konteks majalah. Sekarang, 25 tahun kemudian, dengan kampanye untuk rumah mode penting dan publikasi internasional, Inez dan Vinoodh telah menjadi salah satu di antara fotografer yang paling diperhitungkan di dunia saat ini yang telah berhasil melewati wilayah tarik-menarik antara dunia mode dan seni dan telah dikelola secara simultan untuk mempertahankan karir mereka di kedua bidang tersebut. Dan duo ini telah memberikan motivasi utama dalam pekerjaan mereka untuk mengeksplorasi semua pengertian tentang identitas dan keinginan di setiap tingkatan. Ini juga menunjukkan kemungkinan menarik dengan penciptaan retorika penampilan. Pameran yang merupakan representasi khusus dari Inez & Vinoodh yang digelar di Foam Museum Amsterdam hingga 15 September 2010 ini dibaca sebagai salah satu aliran besar dalam membentuk satu kalimat berupa gambar yang berdenyut dan mengalir panjang, seolah kita diajak untuk menjelajahi alam pikiran dari dua fotografer ini dan merasakan pengalaman-pengalaman mereka dalam menemukan beberapa souvenir dari dunia fashion. (PH)

INEZ VAN LAMSWEERDE & VINOODH MATADIN PHOTOGRAPHS 1985-2010

Celana kulit, baju lengan buntung, kaca mata hitam, top hat hitam, dan tak lupa selembar syal yang menggantung di kantong belakang celana, kembali menjadi style andalan Slash ketika menghingar-bingarkan Jakarta, Selasa 3 Agustus 2010 lalu. Sebelumnya, konser dibuka oleh penampilan All Indonesian Rockstar selama kurang lebih 1 jam. Kolaborasi Abdee (Slank), Ivan (Boomerang), Baron, Thomas (Gigi), Anji (Drive), Andi (/rif ), Candil (ex-Seurieus), Yoyo (Padi), dan Sandy (Pas Band) terbukti mampu membuat animo penonton semakin menggila. Selama 2 jam lebih, Slash membawakan lagu-lagu dari band yang pernah digawanginya seperti Guns N Roses, Slash’s Snakepit, dan Velvet Revolver. Pemilik nama asli Saul Hudson ini sukses memenuhi harapan ribuan fans yang ingin melihat secara langsung aksi gitar solonya yang memukau. Myles Kennedy (Alter Bridge) pun tampil enerjik malam itu. “Paradise whaatt??” ujarnya ketika para penonton me-request hits Guns N Roses yang cukup terkenal: Paradise City. Hits andalan Guns N Roses lainnya seperti Sweet Child O’Mine dan Civil War juga turut dibawakan dengan apik. Setelah penonton bersorak “we want more!!” konser “Slash feat. Myles Kennedy World Tour 2010” yang dipromotori oleh Mahaka Entertainment ini akhirnya ditutup, dengan hits Slither, milik Velvet Revolver. (RAS)

SLASH LIVE IN JAKARTA

Page 38: 10th Issue

38 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Terbatasnya jumlah layar bioskop di Indonesia saat ini telah mengakibatkan terbatasnya pula kesempatan masyarakat untuk menikmati tayangan yang menghibur sekaligus “berbobot”. Apalagi bila mengingat bahwa ternyata ada film-film lokal berkualitas yang kurang mendapat tempat di sebagian besar bioskop di kota-kota besar Republik ini. Hal tersebut bisa kita lihat misalnya di baliho-baliho bioskop yang biasanya hanya didominasi film-film yang terbilang mainstream atau ber-genre “selera pasar”. Oleh karena itulah Bioskop Merdeka digelar . Dengan tujuan untuk menambah ruang pemutaran film di Indonesia. Acara pemutaran film ini pun bisa dinikmati secara cuma-cuma alias gratis di tiga tempat di sekitar Jakarta Selatan, seperti di Subtitles, Kedai, dan Coffee War. Sampai saat ini, Bioskop Merdeka terhitung telah tiga kali digelar. Dimulai tepat pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, yakni tanggal 17-30 Agustus 2010, dengan film “Babi Buta yang Ingin Terbang” dan “Cinta Setaman”; lalu dilanjutkan pada tanggal 31 Agustus-13 September 2010 dengan film “Mereka Bilang, Saya Monyet!” dan “At the Very Bottom of Everything”; sedangkan sesi ketiga digelar dari tanggal 14-27 September 2010 dengan film “Betina” dan “Koper”. Info, jadual, serta review-review Bioskop Merdeka ini dapat anda kunjungi di www.bioskopmerdeka.blogspot.com. (RAS)

BIOSKOP MERDEKAGaleri salihara tengah mengadakan Festival Sa-lihara untuk ke-tiga ka-linya. Pembukaan acara ini sendiri berlangsung pada tanggal 23 Sep-tember 2010 yang lalu. Bertempat di Galeri Sa-lihara, Pasar Minggu, ac-ara ini dipadati oleh para pengunjung yang ter-diri dari para undangan, wartawan, dan umum. Acara ini dimulai pada pukul 18.00 WIB dengan menampilkan dua buah instalasi unik dari dua seniman besar dengan

menggunakan media yang berdeda. Hedi Hariyanto membuat instalasi dari ke-masan botol bekas minuman yang menghiasi satu sudut tangga di Salihara. Lain halnya dengan karya dari Joko Dwi Avianto yang menggunaka bahan bamboo yang dirangkain sedemikian rupa hingga membentuk sebuah gajah besar. Kemu-dian kemeriahan lagi datang dari serambi teras Salihara, alunan musik dari Bonita and The Hus Band menjadi magnet lain dalam acara ini. Selain itu di waktu yang bersamaan juga menampilkan pertunjukan video mapping oleh Anton Ismael, Joey Christian dan Heru W. Atmaja yang berada di roof top Galeri Salihara. Acara puncak dalam pembukaan Festival Salihara yang ke-tiga ini adalah dengan dige-larnya pertunjukan tari “Akkarena Sombali” merupakan tarian dari Makasar yang telah berkembang sejak abad ke-14 Masehi menampilkan sekelompok penari wanita dan enam orang pemusik, tarian ini hasil koreografi dari Wiwiek Sipala dari Makassar-Jakarta dan musik Twin Demon Didy Santosa & Dody Waskita dari Semarang, dimulai pukul 20.00 WIB yang sekaligus mengumunkan pemenang sayembara penulisan lakon realis. Acara Festival Salihara ini akan berlangsung dalam waktu yang cukup panjang sejak tanggal 23 Septembe sampai 20 Okto-ber 2010, dengan agenda pertunjukan yang sangat variatif dengan menyuguh-kan tidak kurang dari 12 penampilan baik dari tanah air maupun mancanegara. (BW) Foto: DOK. SALIHARA

FESTIVAL SALIHARA KETIGA

Sebuah pertunjukan musik yang berhasil memfusikan musik tradisi dengan musik modern. Lihatlah bagaimana Djaduk Ferianto sebagai composer memadukan elemen-elemen pentatonik berupa gamelan yang terdiri dari saron, bonang, kendang dan gong yang notabene merupakan alat musik tradisional Indonesia dengan elemen-elemen diatonik barat yaitu electric bass, electric guitar, keyboard dan drum sehingga menghasilkan komposisi-komposisi musik yang cerdas namun tetap tidak njlimet. Dan alunan vokal dari Trie Utami turut memberikan warna dan harmonisasi, membuat nomor-nomor komposisi dari KUA ETNIKA ini semakin manis dan magis, dan tetap terdengar nyaman di telinga. Memang demikianlah karakteristik seni musik kontemporer yaitu menafikan batas-batas klasifikasi dan dikotomi timur – barat dan tradisional – modern. Menurut Pimpinan Kua Etnika, Djaduk Ferianto, Nusa Swara adalah sebuah upaya kreatif mereka untuk kembali menafsirkan dan memaknai kembali Wawasan Nusantara. Atau seperti yang dikatakan oleh Djaduk, “Kami mencoba membunyikan semangat kenusaan melalui swara.” Motif mega mendung khas Cirebonan sebagai ornamen pada latar belakang stage seakan turut menegaskan kebanggan akan identitas ke-Indonesia-an dari KUA ETNIKA. Dan seperti biasa, pertunjukan KUA ETNIKA yang digelar di Teater Salihara pada tanggal 25 Agustus 2010 ini juga kembali dipadati oleh penonton yang sudah mulai berdatangan sejak pukul 7 malam, sehingga pengunjung yang datang belakangan karena terhambat oleh hujan banyak yang tidak mendapat bangku di dalam ruang pertunjukan, membuat pihak penyelenggara menjadi kewalahan dan menyediakan big screen di luar ruang pertunjukan guna mengobati kekecewaan para pengunjung pertunjukan KUA ETNIKA malam itu. (PH) Foto: DOK. Galeri Salihara

KONSER MUSIK KUA ETNIKA “NUSA SWARA”

Nurhidayat adalah seorang perupa muda tanah air yang lama menetap di Paris yang pada tanggal 5 – 25 Agustus 2010 menggelar pameran tunggalnya yang bertajuk IMAGE DEVORANTE di Jakarta Art District, Grand Indonesia. Secara keseluruhan, Nur banyak menampilkan objek still life dengan berbagai citra seperti irisan daging, buah-buahan, roti, lobster dan simbol-simbol modernitas dan kemapanan kaum urban metropolitan seperti mobil sport dan perempuan cantik yang berdandan bak seorang model. Dengan komposisi bertumpuk saling tumpang tindih menyerupai kolase, namun eksekusinya dilakukan dengan teknik lukis dengan media cat akrilik di atas kanvas, secara sepintas dan kasat mata kita dapat menyaksikan jejak-jejak teknik olah digital yang kemudian oleh Nur diaplikasikan dalam ranah manual.

Nur juga mengimbuhkan tulisan-tulisan di atas karyanya, mungkin untuk lebih menegaskan maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh Nur melalui karya lukisannya ini. Selain itu Nur juga menampilkan karyanya yang lain yang berupa seri cat air di atas kertas. Pengalaman bertahun-tahun tinggal di jantung Eropa rupanya memberikan pengaruh pula pada cara pandang Nur terhadap hidup. Selera melahap menjadi bermakna ganda, baik secara harafiah maupun literal (kiasan). Ada semacam keresahan tersembunyi dan kritikan halus terhadap perilaku dan gaya hidup masyarakat saat ini yang coba diuraikan secara non verbal oleh Nur melalui bahasa-bahasa visualnya, dan audiens seolah diajak untuk memaknai dan merenungkan kembali nafsu dan keserakahan manusia sebagai makhluk omnivora. (PH)

IMAGE DEVORANTE

Tanggal 8-21 Agustus 2010 lalu, Ruangrupa dan Kedai Kebun Forum mengadakan Pameran buku CODEX CODE yang bertempat di Ruangrupa HQ, Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 6, Jakarta Selatan 12820. Pameran ini digelar berkat ide dari Wok The Rock, seorang seniman asal Yogya, dan diproduseri oleh Agung Kurniawan. Buku disini dipahami sebagai medium ekspresi seni seperti halnya video, puisi atau lukisan. Di mana buku ini bisa berupa naskah/manuskrip yang hanya memiliki 1 edisi atau diproduksi dalam jumlah banyak. Malam pembukaan yang menyajikan reading performance mampu membuat pameran ini menyita cukup banyak pengunjung yang tentunya juga bisa melihat dan berinteraksi dengan beberapa karya buku tertentu, seperti karya dari Grace Samboh yang berisi secuplik kisah tentang kota Yogyakarta. Dan, dapat dipastikan bahwa karya-karya buku di pameran ini memperlihatkan sebuah budaya D.I.Y yang mematahkan norma-norma sosial dan aturan baku jurnalistik tentang pembuatan sebuah ‘buku’. (RAS)

PAMERAN BUKU CODEX CODE

heat ‘n’ beat

Page 39: 10th Issue

39

Bertempat di Jakarta Art District, Grand Indonesia telah berlangsung pameran lukisan dan juga instalasi yang bertajuk “Cloning Garden”. Ini merupakan pameran tunggal hasil karya seorang wanita muda yang sangat berbakat dalam dunia seni Indonesia bernama Ayu Arista Murti. Pembukaan pameran yang telah berlangsung pada tanggal 20 Agustus 2010 yang lalu tersebut menampilkan sekitar 14 buah lukisan yang sangat menakjubkan, tidak hanya karya lukis pada pamerannya kali ini Ayu juga menampilkan 8 karya instalasinya yang sangat unik dan menawan, Ayu juga menggandeng Alia Swastika sebagai kurator pada pamerannya kali ini. Cloning Garden merupakan kisahnya mengenai mimpi dan harapan atas sebuah ruang hidup yang sehat dan manusiawi. Dalam Cloning Garden, kita diajak melacak ulang hubungan kita dengan alam, sebagai ruang hidup yang kita tempati, yang memiliki sejarahnya sendiri serta hubungan antar manusia itu sendiri, yang sejarahnya juga kompleks dan diintervensi oleh berbagai peralihan peradaban. Namun Ayu menyampaikan pesan mengenai isu-isu kerusakan lingkungan yang kini terjadi tidak melalui gambar-gambar yang menakutkan justru ia hadir dengan warna-warna alam yang indah dan gambar-gambar yang cenderung membawa kita ke masa kanak-kanak. Ini juga diharapkan oleh Ayu untuk memudahkan sampainya pesan yang ia maksud pada pamerannya kali ini. Selain itu melalui karyanya Ayu juga ingin membawa kita pada situasi yang optimistik dan inspiratif tentang dunia tempat kita hidup sekarang. Pameran ini telah berlangsung sejak 21 Agustus hingga 29 Agustus 2010. (BW) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

CLONING GARDEN

ACT OF DISHONOUR

Setelah sukses dengan film Kandahar (2001), Nelofer Pazira kembali menyuarakan harapan dan impian rakyat Afghanistan yang rindu akan lahirnya sebuah kemajuan di negaranya yang telah porak-poranda akibat perang itu. Sutradara, jurnalis, dan penulis asal Kanada berdarah Afghanistan tersebut kali ini menghadirkan film terbarunya yang berjudul Act of Dishonour (2010) di Teater Salihara pada tanggal 12 Agustus 2010 lalu. Melalui filmnya ini, Pazira ingin menghadirkan sebuah realitas sosial yang memilukan, di mana di daerah-daerah konflik seperti Afghanistan, hak-hak seorang perempuan ternyata begitu terkekang. Mena, pemeran utama dalam film ini, digambarkan sebagai seorang gadis yang hidupnya hanya dihabiskan di dalam dinding pembatas rumah batu milik ayahnya. Hari-harinya hanya diisi dengan kegiatan rumah tangga seperti memasak, memberi makan ternak, hingga mengurus kedua adik laki-lakinya. Hubungannya dengan dunia luar pun hanya bisa ia capai dengan mengintip keadaan sekitar lewat lubang-lubang kecil di beberapa sisi dinding batu rumahnya. Di film ini Pazira banyak menggambarkan bentuk-bentuk kekangan yang terjadi kepada setiap perempuan di daerah konflik seperti Afghanistan. Seperti larangan untuk keluar rumah, tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan, dan tidak boleh ikut berkumpul dan berbicara di depan publik. Pazira pun tidak berharap film nya ini dapat menghibur para penontonnya. Ia lebih berharap agar para penonton menjadi berpikir tentang realitas sosial memilukan yang saat ini masih terjadi, tidak hanya di Afghanistan, namun di belahan bumi lainnya. (RAS) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

Ini merupakan pameran tunggal karya seorang seniman besar bernama Edhi Sunarso. Di usianya yang kini menginjak 78 tahun, ia tidak berhenti berkarya. Bertempat di Galeri Salihara pembukaan pameran ini diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 2010 yang lalu. “Monumen” menjadi judul utama dari pameran tunggalnya, Edhi sendiri telah menghasilkan banyak karya yang membesarkan namanya hingga kini. Beberapa karya diantaranya: patung “Selamat Datang” yang terdapat di Bundaran Hotel Indonesia, “Pembebasan Irian Barat”, “Dirgantara”, dan diorama Monumen Nasional. Ia juga seorang pematung modern Indonesia pertama yang mencetak karyanya dengan bahan logam. Pada awal karirnya ia mencoba seni pahat kayu dan batu yang dimulainya di Sanggar Pelukis Rakyat. Namun ia terus berinovasi hingga menggunakan teknik cor logam. Edhi Sunarso juga pernah mempelajari seni patung realis di Visva-Bharati Rabindranath Tagore University, India pada tahun 1955-1957. Ia juga mengajarkan corak realis ini pada murid-muridnya di FSRD ISI, Yogyakarta. Pameran

yang berlangsung hingga tanggal 28 Agustus ini, juga diisi dengan diskusi yang bertajuk “Seni Patung, Monumen, dan Ruang Publik” yang menampilkan Jim Supangkat dan Yuke Ardhiati sebagai pembicaranya pada tanggal 21 Agustus. Pada pameran tersebut tidak hanya menampilkan sejumlah patung karya dari Edhi Sunarso tapi juga sederetan foto-foto kenangan yang menangkap berbagai bentuk dari proses pengerjaan monumen-monumen karya darinya, selain foto-foto di masa lampau juga turut hadir foto terkini yang memperlihatkan monumen-monumen tersebut saat ini yang tetap berdiri bersamaan dengan gedung-gedung pencakar langit yang baru bermunculan yang merupakan hasil karya fotografi dari kelompok Liga Merah Putih (Oscar Motuloh, Yori Antar, Syaiful Boen, dan Asfainal St Rumah Gadang). Pameran ini sangat memberikan berbagai ilmu bukan hanya ilmu mengenai sejarah seni patung Indonesia tapi juga lebih mengenal sosok seniman Indonesia yang karyanya hingga kini masih indah dilihat dan telah mencetak kenangan bagi setiap mata yang melihatnya. (BW) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

MONUMEN

Bertempat di Jakarta Punya! Jalan Hang Tuah no.9 Jakarta Selatan, telah berlangsung sederetan acara mulai dari diskusi, gathering hingga ke pameran dari tanggal 3-10 Agustus 2010 yang lalu. Dengan mengusung tema urban play – When designers playing in their city, Irwan Ahmett dan Tita Salina bertindak sebagai kreator acara tersebut. Setelah meraih sukses dengan karya-karya sebelumnya seperti: Change Yourself, dan Happiness Project untuk kali ini mereka menampilkan kembali sebuah karya yang tidak kalah menarik. “Hidup Jangan Terlalu Serius Karena Tak Seorangpun Bisa Melewatinya Hidup-hidup” project pameran ini sebelumnya telah dipamerkan di website dgi-indonesia.com pada bulan Mei hingga Agustus 2010 dan melihat respon yang sangat baik dengan jumlah pengunjung web yang lebih dari 6000 orang maka pameran ini pun diadakan secara nyata. Untuk project kali ini mereka menganggap bermain bisa menjadi cara lain untuk mereka bisa melupakan tentang pencapaian dari makna kebahagiaan itu sendiri. Manusia terlahir untuk bermain, dan permainan selalu dijadikan alasan untuk lari dari rutinitas, kompetisi, membunuh waktu luang hingga memberikan sensasi kesenangan. Dalam setiap permainan pastinya membutuhkan alat dan media, untuk kali ini Ahmett dan Salina memilih kota Jakarta sebagai bagian dari permainannya. “Bisa dibayangkan apabila Jakarta bukan hanya milik penguasa yang ‘memainkan’ hukum dan rakyat saja, namun hakikatnya sebuah kota berhak menjadi milik setiap individu di dalamnya untuk memberi makna terhadap ruang kotanya”. Dalam acara ini diskusi berjalan sangat interaktif, kemudian pameran yang menampilkan berbagai bentuk display mulai dari fotografi, gambar, video, dan aneka bentuk yang identik dengan sebuah permainan sangat menyedot perhatian pengunjung. Ketika hadir di acara ini kita pun diajak untuk ikut bermain dengan karya mereka dan kreativitas pun akan terbangun mengingat bermain juga dapat memberikan stimulasi positif untuk otak. Selamat bermain! (BW) Foto: DOK.FAR MAGAZINE

IRWAN AHMETT & TITA SALINA

heat ‘n’ beat

Page 40: 10th Issue

40 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

hit ‘n’ miss

Poisonous! Itulah kesan saya pertama kali ketika mendengarkan album “La Peste”. Vokal yang lugas, bass yang menyalak penuh distorsi, serta alunan keyboards yang pilu menandakan bahwa album ini tidak diperuntukkan bagi mereka yang gandrung akan uraian kata-kata mutiara. Red, Rock, and Posion! Itulah aliran band yang terdiri dari Freddy Hadiyanto (vocal-bass), Fuad Danar Sucipto (rhytm bass), dan Nadya Hatta (keyboards). Musik mereka pun digambarkan sebagai wabah pes

yang ditularkan oleh sekawanan tikus kecil ke seantero Eropa pada tahun 588 Masehi dan mengakibatkan tewasnya 25 juta umat manusia. Mereka sendiri mengaku sebagai tikus-tikus kecil yang siap ‘meracuni’ telinga para penikmat musik Indonesia yang mungkin telah jarang mendengarkan lagu-lagu sarat makna, bertema sosial-kebangsaan. Hal itu misalnya dapat kita temukan di track ketiga berjudul “Tuan Rumah Tanpa Tanah” yang menggambarkan begitu berkuasanya perusahaan asing, sehingga kita menjadi ‘dinomor-duakan’ di negeri kita sendiri. Lagu yang saya kira cukup singalong pun ada di track kelima berjudul “Drakula”, menganalogikan budaya saling ‘menghisap’ yang seringkali terjadi di negeri ini. Sedangkan lagu ‘anthem’ berjudul “Amerika” yang hadir di track kedelapan, siap menjadi pengingat bahwa betapa ‘Amerika’-nya kita. Di mana sebelumnya, “Boys Kissing Boys” muncul sebagai bentuk penentangan atas fenomena homo phobia yang terjadi di masyarakat. (RAS)

ARMADA RACUN - LA PESTE

Setelah sukses menggelar pameran bertajuk Devil’s Disciple, Neckface akhirnya meluncurkan buku berisi kumpulan karya ilustrasinya berjudul “The Devil Made Me To Do It”. Ini merupakan buku kedua, setelah sebelumnya ia merilis “The Satan’s Bride!!!, Kaws” pada tahun 2004. Neckface sendiri sebenarnya adalah seorang yang mencintai skateboard yang mempunyai hobi menggambar. Ia dikenal sebagai seniman graffiti “tanpa nama” (anonymous) yang sering menampilkan karyanya di obyek-obyek publik seperti etalase toko dan billboard sampai akhirnya ia

sukses untuk berkolaborasi dengan Vans dan Thrasher Magazine. Karya-karyanya pun lebih merupakan gambar karakter yang bersifat naïf dan kasar (scratchy). Di mana ia terinspirasi dengan tema-tema Heavy Metal dan gaya-gaya Latrinalia (coret-coretan gambar maupun tulisan yang biasanya ada di toilet umum). Buku ini, saya pikir, sangat cocok bagi para pecinta ilustrasi dan skateboard yang memang ingin mengoleksi kumpulan-kumpulan karya-karya Neckface. Seperti diketahui hasil guratan ide Neckface ini memang telah tersebar luas di jalanan-jalanan di kota New York, Melbourne, Sydney, Copenhagen, hingga Tokyo, dan mungkin beberapa karya telah hilang akibat adanya renovasi. Sehingga “The Devil Made Me To Do It” akan hadir sebagai katalog karya-karya Neckface dari dulu hingga sekarang. Keistimewaan buku ini di antaranya juga terletak pada bagian pendahuluan dan esai yang masing-masing ditulis oleh KAWS dan Carlo McCormick. (RAS)

THE DEVIL MADE ME TO DO IT

Coba anda buka link yang satu ini h t t p : / / w w w. s a v e t h e o r a n g u t a n .co.uk didalamnya bisa anda temukan pembahasan lengkap mengenai orangutan. Hewan asli dari Indonesia ini akan segera mengalami kepunahan apabila tidak sejak dini diberikan perlindungan. BOS (Borneo Orangutan Survival Foundation) akan mengajak anda untuk lebih dekat dan peduli dengan orangutan. BOS adalah sebuah badan amal yang hadir untuk menyelamatkan dan mencegah kepunahan dari orangutan. Dimana kepunahan ini

disebabkan oleh tangan manusia yang tidak bertanggungjawab melalui illegal logging, dengan merusak tempat hunian mereka yaitu hutan. Dan hal yang lebih menyedihkan adalah perdagangan illegal para orangutan demi mengambil keuntungan pihak tertentu. Di sini orangutan akan melalui tahap rehabilitasi dan dipersiapkan untuk nantinya mereka akan dikembalikan ke alam liar, hutan tempat dimana seharusnya mereka tinggal. Bagi anda yang ingin membantu melestarikan perkembangan orangutan, BOS menyediakan wadah dimana anda bisa ikut berpartisipasi dengan banyak cara. Mengadopsi orangutan dengan ini anda menjadi donator rutin yang akan membantu berjalannya tumbuh kembang orangutan dan juga menjadi volunteer. Bertempat di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah semoga dengan kepedulian kita semua hewan lucu ini tidak akan punah. Save The Orangutan ! (BW)

SAVE THE ORANGUTAN

Apa jadinya jika seorang warga negara asing membuat sebuah blog tentang pengalaman-pengalamannya yang nyeleneh tentang Indonesia dan dalam bahasa Indonesia? Hasilnya tentu super konyol. Dan inilah yang dilakukan oleh Richard, bule nyentrik asal Adelaide, Australia yang sangat meng-Indonesia, bahkan terkadang lebih “Indonesia” dari orang Indonesia sendiri. Asal tahu saja, meskipun belajar bahasa Indonesia sejak di bangku SD, namun saat itu Richard kecil masih menganggap bahwa pelajaran bahasa Indonesia di kelasnya itu sangat membosankan, karena tidak ada guru bahasa Indonesia yang betah berlama-lama mengajar di kelasnya. Jadi setiap kali ada guru baru, ia harus mengulang lagi materi pelajaran yang sama. Sungguh membosankan. Hingga pada suatu hari ketika ia sudah duduk di bangku SMA, penilaiannya terhadap bahasa Indonesia berubah 180 derajat setelah ia menonton film Ada Apa Dengan Cinta. Maka sejak itu, Richard yang beken dengan panggilan “bule ngehe” dan juga penggemar berat Sheila On 7 ini pun mulai jatuh cinta pada segala hal tentang Indonesia.Di tengah apatisme anak bangsa terhadap negeri tumpah darahnya yang semakin dimeriahkan oleh berbagai prestasi negatif, menyimak blog ini kita seperti disadarkan kembali akan

kebanggaan dan identitas ke-Indonesiaan kita dan betapa kerennya menjadi orang Indonesia, dengan cara yang berbeda.. Simak juga tulisan Richard tentang berbagai pengalamannya yang super konyol di bulejugamanusia.blogspot.com/. (PH)

BULE JUGA MANUSIA

Bangkutaman is back! Kali ini dengan album yang dikemas dengan begitu menarik. Liner Notes! Itulah yang membuat album ini, saya pikir, begitu spesial. Liner notes ini tidak lain adalah sebuah narasi yang melengkapi hadirnya sebuah album. Mulai dari cerita tentang upaya penggabungan kembali trio band, yang tiap anggotanya disibukkan oleh beberapa proyek sampingan; pertemuan-pertemuan penting yang telah berjasa dalam menginspirasi datangnya ide untuk membuat full album; sampai

pada ide-ide yang mengilhami tiap lagunya; semuanya terangkum dalam liner notes yang hadir sebagai pelengkap yang begitu enak dibaca sambil mendengarkan seluruh isi album yang berisi 10 track ini. Apa yang saya tangkap ketika menyimak album ini adalah sebuah nuansa kembalinya para personil band yang telah selesai kuliah di Jogja, dan harus kembali ke tanah kelahiran mereka, Jakarta. Di mana kepulangan mereka ini diliputi oleh perasaan jengah karena Ibukota yang mereka tinggali, dengan segala hiruk-pikuknya, ternyata tidak seperti dulu lagi. Setidaknya hal inilah yang tergambar dari single “Jalan Pulang”. “Ode Buat Kota” saya pikir juga muncul sebagai nomor pembuka yang tepat, dengan senandung di awal lagu yang langsung menempel di kepala! Dan, kesepuluh lagu yang ada di album ini pun, meminjam istilah Harlan Boer, memang terdengar renyah dan secara otomatis akan mematikan peran “tombol next” di CD Player anda. (RAS)

BANGKUTAMAN - ODE BUAT KOTA

Page 41: 10th Issue

41

hit ‘n’ miss

Anda suka melukis tapi merasa tidak cukup berbakat dan bahkan malu menampilkan karya anda di hadapan publik karena anda merasa karya anda sangat buruk? Jangan khawatir, ada ribuan orang seperti anda di seluruh dunia. Dan kabar gembiranya adalah, karya-karya mereka yang dianggap buruk dan tidak layak untuk dipamerkan di galeri itu justru malah dimuseumkan. Ya, ada dua buah museum, satu di Dedham, Massachusetts, dan yang lainnya di Somerville, Amerika Serikat, yang justru dikhususkan untuk menyimpan karya-karya seni rupa yang dianggap buruk. Museum itu bernama Museum Of Bad Art (MOBA). Museum ini memang didirikan untuk mengumpulkan dan menunjukkan yang terburuk dari seni, dan juga didedikasikan untuk merayakan ketulusan seorang artist dalam berkarya, meskipun kemudian karyanya itu dianggap gagal. Untuk masuk dalam koleksi MOBA, karya harus asli dan memiliki niat yang serius, tetapi mereka juga harus memiliki kelemahan yang signifikan tanpa membosankan dan tidak menarik bagi kurator. Anda dapat mengunjungi situsnya di www.museumodbadart.org/.(PH)

MUSEUM OF BAD ART (MOBA)The Brand New of Ska! Kata itulah yang tampaknya cocok untuk menggambarkan debut album The Authentics: Pencuri Hati. Kemunculannya seakan menjadi babak baru kehadiran musik ska di Indonesia, yang pernah berjaya di akhir dekade ’90-an yang lantas redup. Dengan balutan gitar blues, beat two-tones, dan lirik yang singalong, The Authentics siap mencuri perhatian siapa pun yang rindu akan musik danceable nan riang. Dengan konsep ska revival: “back to basic”, band yang digawangi Dawny (Vocal), Arnold (Bass), Dani (Guitar & Backing Vocal),

Zendi (Saxophone), dan Ceky (Keyboards) memberikan jaminan bahwa musik yang mereka bawakan dapat membuat anda mengangguk-anggukkan kepala, menghentakkan kaki, dan bahkan membuat anda beranjak meninggalkan kursi, bernyanyi dan berdansa sepanjang malam! Album ini berisi 11 track dengan single “Untukmu”, yang easy listening dan fun. Sedangkan “Tonight Tonight Tonight” dan “You Gotta Dance” adalah lagu jagoan mereka yang sarat akan pengaruh blues dan swing. “Pencuri Hati” sendiri menurut saya memang cocok untuk dijadikan lagu pembuka dengan beat yang cepat dan seru! Di album ini pun saya merekomendasikan “Kembali Padamu” dan “Perlahan” yang terdengar begitu nyaman namun tetap terkesan ramai dengan adanya layer (latar suara tambahan) seperti suara selipan hi-hat, backing vocal yang bersenandung, ataupun petikan gitar dan dentingan piano sesaat, di sana sini. (RAS)

THE AUTHENTICS - PENCURI HATI

Buat anda yang tengah menggemari dunia forografi mungkin web yang satu ini bisa menjadi referensi baru untuk anda. Di dalam situs ini anda bisa menjumpai ratusan hasil karya dari fotografi. Keindahan alam khususnya yang terdapat di Indonesia menjadi sejarah beku yang mungkin belum pernah anda lihat sebelumnya dan akan membuat anda takjub dengan warna-warni Indonesia. Tidak hanya gambaran keindahan alam, tapi juga bagaimana simbol-simbol kuat yang ada di kehidupan berhasil ditangkap dengan melalui angle yang tidak biasa. Sehingga hasil foto-fotonya juga tidak biasa dan sophisticated. Warna biru dan keindahan alam bawah laut juga bisa anda lihat, selain itu kokohnya gedung hingga kelezatan kuliner juga menjadi target dari karya foto yang dihasilkan Indonesia Photography. Selain mengambil objek yang ada di Indonesia beberapa momen lain juga hadir di sini seperti padatnya kota Singapore, ataupun tempat-tempat ibadah yang terdapat di Timor Leste. Dari gambar-gambar yang ada anda seperti sejenak dibawa mampir ke tempat dimana foto itu diambil sungguh sangat menyenangkan. http://www.indonesiaphotography.com/. (BW)

INDONESIA PHOTOGRAPHY

Untuk para gamer yang suka menghabiskan waktu bermain game online, kunjungilah website www.bubole.pl. Di website ini anda dapat menciptakan monster sesuai dengan keinginan anda sendiri dengan berbagai macam karakter kepala, badan, tangan, dan kaki. Desain dan gaya ilustrasi website ini sebenarnya terbilang sederhana dan

bahkan terkesan “main-main”. Namun banyaknya pilihan karakter monster yang unik dan kocak akan membuat anda berlama-lama untuk mencoba-coba bentuk sang monster. Berbagai macam pilihan anggota tubuh sang monster tersebut merupakan hasil gambar manual dengan tangan, yang akan mengingatkan kita pada gambar-gambar yang sering kita buat ketika kecil. Animasi latar berupa serangga-serangga yang berkeliaran pun tampak ketika kita menggerakkan kursor ke arah link, menambah image “disgusting” website berdwibahasa Polski dan Inggris ini. (RAS)

BUBOLE

Sebuah blog yang dibuat oleh salah satu tokoh dan penggiat seni airbrush di Indonesia bernama MG. Pringgotono yang akrab dipanggil MG (baca: emjie). Sejauh ini memang belum ada blog yang khusus membahas tentang airbrush dalam bahasa Indonesia. Kalaupun ada namun menggunakan bahasa internasional yang terkadang menyulitkan bagi masyarakat untuk memahaminya. Blog ini dibuat untuk menghimpun, mendata, memetakan, mengembangkan dan menjalin komunikasi dengan para penggiat seni airbrush dan juga untuk lebih memasyarakatkan seni airbrush di Indonesia. Di sini juga dipaparkan berbagai hal yang berhubungan dengan airbrush dari mulai sejarah, tutorial untuk hal-hal teknis yang berupa foto-foto dan rekaman video, foto-foto karya airbrush, aplikasi teknis airbrush untuk berbagai keperluan, daftar nama-nama penggiat airbrush dari berAVbagai wilayah di tanah air, event pemeran, kompetisi airbrush, dan lain sebagainya. Bagi anda para pemula yang ingin tahu dan belajar tentang berbagai teknik airbrush dari mulai dasar hingga teknik lanjutan dan bagi anda yang ingin mengembangkan keahlian di bidang seni airbrush sehingga dapat dijadikan sebagai sebuah bahasa visual, medium ekspresi seni atau sebuah pilihan profesi, anda dapat mengunjungi blognya di airbrushindonesia.tk. (PH)

AIRBRUSH INDONESIA

Banyak cara merayakan Lebaran bagi umat Islam di Nusantara. Akan halnya tradisi yang telah berlangsung sekian ratus tahun di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Kraton Yogyakarta. Tradisi ritual yang lebih dikenal dengan Garebeg Syawal atau tradisi dalam rangka merayakan hari raya Idul Fitri ini, berlangsung tepat di awal bulan Syawal menurut kalender Jawa-Islam. Di Kraton Yogyakarta, lebaran tahun ini, jatuh pada tahun Dal, hari Jumat Legi, 10 Septem-ber 2010. Garebeg Syawal adalah salah satu prosesi upacara ritual yang diselenggarakan untuk keselamatan negara (wilujengan na-

gari) dari Kraton Yogyakarta setiap Syawal tiba. Sebagai ujud syukur raja kepada rakyatnya, sekaligus simbol kemakmuran dan kesejahteraan Kerajaan Mataram dengan mempersembahkan satu Gunungan Jaler atau Kakung. Selain Garebeg Syawal, setiap tahun, di Kraton Yogyakarta juga dihelat Garebeg Besar (Idul Adha), dan Garebeg Mulud (Maulud Nabi). Selepas Shalat Ied, beragam sajian budaya dihadirkan pada perhelatan tahunan itu. Selain acara puncak Ngerayah Gunungan, momentum ini juga dimeriahkan parade 10 kesatuan prajurit kraton: Surokarso, Bugis, Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, dan Mantrijero. Semua terlihat menyatu lewat keunikan tata laksana, kemeriahan acara, dan keindahan busana serta aksesorisnya menambah daya tarik tersendiri dalam setiap prosesi Garebeg Syawal. Teks & Foto: FG. Pandhuagie.Pekerja Media & Seni. (FG PANDHUAJIE)

GAREBEG SYAWAL KRATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

Page 42: 10th Issue

42 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 43: 10th Issue

43

heat n beat

Indonesia di tahun 2020. Tersebut-lah Bram, seorang penulis novel dan warga negara yang baik dan selalu mengikuti peraturan, ber-sama Sari kekasihnya, seorang

perempuan bebas yang memiliki ke-cenderungan untuk berontak. Menu-rut yang empunya cerita, rakyat In-donesia pada tahun 2020 itu hidup dengan penuh kekhawatiran, karena ada Undang-Undang baru di mana sedikit saja seseorang mengucapkan kata-kata yang kotor, tabu dan tidak senonoh bisa ditangkap dan dibuang ke pulau sebuah pulau isolasi ber-nama pulau Onrop yang berisi orang-orang yang terkena kasus pelanggaran moral. Kabarnya orang yang hidup di pulau ini hidup dengan cara yang san-gat mengerikan, karena tidak adanya norma yang berlaku di pulau terse-but. Dan ketika si penulis menerbitkan novelnya yang terbaru, ternyata di da-lamnya tertulis kata-kata yang tidak se-nonoh dan dilarang. Maka dibuanglah ia ke pulau tersebut. Namun setelah si penulis novel tiba di sana, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan bahwa ternyata pulau itu sangat indah dan masyarakatnya justru hidup den-gan harmonis dan saling cinta, jauh dari apa yang ia bayangkan sebelum-nya. Dan setelah masa hukumannya habis, si penulis novel itu pun kembali ke Jakarta dengan membawa sebuah pesan bahwa dalam hidup, cinta ada-lah hal yang paling utama.

Demikianlah sinopsis dari drama musikal dengan nuansa komedi satire yang berjudul Onrop! Musikal, yang

bisa anda saksikan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki pada bulan Nopember 2010 selama delapan hari dengan sepuluh kali pertunjukan. Menurut Joko Anwar yang menjadi sutradara, penulis cerita sekaligus penggagas dari pertunjukan ini, per-siapannya sendiri dari mulai proses au-disi yang diikuti oleh1.100 peserta dari kalangan selebritis dan non selebritis hingga saat ini sudah mencapai 75%. “Tapi saya bukan ingin menggurui penonton dengan pesan-pesan moral melalui pertunjukan ini. Saya menghin-dari itu, karena itu bukan porsi saya. Biarlah kalangan agamawan dan pen-jaga moral yang melakukan itu. Tapi juga bukan berarti apa yang saya buat ini kosong tanpa makna. Bukan berarti tidak ada yang ingin disampaikan. Bagi saya, yang terpenting adalah penonton merasa terhibur, tapi ada sesuatu yang bisa mereka bawa pulang sebagai ba-han perenungan.” Ungkap Joko Anwar yang sudah menyutradarai teater sejak di bangku SMP ini dengan rendah hati. Joko Anwar juga dikenal sebagai sutra-dara, penulis skenario, produser, pem-eran dan pengisi suara untuk beberapa film layar lebar yang kerap meraih penghargaan dan pujian pada festival film baik berskala nasional maupun in-ternasional seperti Biola Tak Berdawai, Arisan!, Janji Joni, Jakarta Undercover, Kala, Quickie Express, fiksi, Babi Buta yang Ingin Terbang, Pintu Terlarang, Meraih Mimpi dan Madame X. Juga ada Eko Supriyanto sebagai penata gerak dan tari dan Irvan Nat sebagai penata vokal. Sementara dari kalangan

pesohor yang ikut berperan di antaran-ya ada Ario Bayu, Ary Kirana, Ichsan Akbar, Sita Nursanti, Arif Dharma, Nina Tamam dan Fitri Tropika.

Dan juga yang tak kalah penting ada Afi Shamara sebagai produser yang juga kerap memproduseri beberapa film diantaranya Ca Bau Kan, Biola Tak Berdawai, Arisan!, Untuk Rena, dan Ba-dai Pasti Berlalu. Perempuan beranak empat lulusan American College for the Applied Arts, L.A. ini selalu meny-ibukkan diri di dunia pendidikan dan seni. Selain memproduksi beberapa pertunjukan teater untuk sekolah Mentari yang dibinanya, Afi juga per-nah memproduksi pementasan konser Tribute for Koes Plus. Selain itu, Afi Sha-mara juga dikenal sebagai seorang pe-lukis dan telah mengadakan pameran lukisan di Inverlochy Art School di New Zealand. Dengan Onrop! Musikal, Afi kembali ke cinta pertamanya, teater. (PH) FOTO : FAR MAGAZINE & ONROP DOK.

Page 44: 10th Issue

44 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Rock seperti apa sih yang ditawar-kan Gribs?

Reza: Sebenarnya bingung, kalau dit-anya Rock seperti apa, karena banyak ada Rock 60-an, 70-an, 80-an, dan 90-an. Yang jelas referensi kami dari tiga dekade itu, 70, 80, dan 90-an. Dan kami meramunya dengan cara Gribs sendiri. Ketika ditanya, “Aliran Gribs tuh apa sih? Ya kami jawab: Rock!”

Ada misi atau pesan khusus di set-iap lagu Gribs?

Reza: Untuk setiap karya pasti kita ada poin kenapa kita buat lagu itu. Maksud-nya ngga sekedar bikin gitu aja. Seperti misalnya lagu “Klaten” yang Dion bikin, atau lagu “Ruang Besi” yang Arif buat, atau juga lagu “Sinetron Indonesia” dan “Serangga Kecil”. Seperti “Serangga Ke-cil” yang saat ini menjadi single kami, itu bercerita tentang orang-orang yang berjuang di Ibukota untuk meraih mimpinya. Di mana perjuangan itu tentu tidak mudah. Sama seperti kita di band ini. Cita-cita kami tentu ngga mudah, meraih apa yang kami impikan di Rock ini, perlu perjuangan, sikut-si-kutan. Itulah yang ingin digambarkan. Lalu “Sinetron Indonesia”, itu semacam kritik halus untuk salah satu program di televisi swasta kita. Yang disajikan seperti itu saja, tidak ada kualitasnya. Hanya kuantitas yang dipikirkan. Oleh karena itu, dengan adanya lagu “Sin-etron Indonesia”, kami menginginkan dua-duanya bisa jalan. Lalu lagu Klat-en, seperti apa tuh yon?Dion: Itu penggambaran waktu kita tur ke Klaten, waktu itu Soundrenaline. Dan, ini hanya menggambarkan suasa-na di sana yang kita rasakan. Suasana hati, aura di sana.Reza: Jadi di setiap lagu Gribs itu ada maknanya masing-masing. “Ruang Besi” sendiri pun itu tentang lagu cin-tanya Arif.Arif: Ini sebenarnya lagu gua tentang seneng sama seseorang. Cuma gua ngegambarinnya secara sangat apa yaa, abstrak!! Haha.Reza: Jadi kita memikirkan karya itu tadi, yaa dari segi lirik dan musiknya. Bahkan (untuk) album ini kita sempat workshop tiga hari ke Lido, untuk me-

mikirkan membahas lirik saja. Jadi kita ngga mau main-main untuk masalah lagu, dan ya itu, sejujur mungkin, seperti kata Dion tadi.

Kalau di bulan Puasa ini kira-kira ada ide untuk buat lagu

baru? Lagu Religi gitu misalnya? Haha.Arif: Kita ada kok lagu religi. Tapi belum keluar. Judulnya “Sampai bertemu di neraka” haha.

Haha. Lalu untuk urusan pang-gung, Gribs punya konsep

panggung khusus ngga sih?Dion: Kita paling ada rencana mau pake kembang api. Tapi itu mesti ada koordinasi dulu sih. Selebihnya kita lepas kalau di panggung.Reza: Yang jelas kita juga memikirkan segi performance. Karena kita sadar kalau penonton yang datang itu mer-eka ngga sekedar ingin dengar aja. 70% mereka ingin lihat. Kalau mereka hanya ingin dengar sama persis seperti yang ada di CD, ya tinggal kasih aja CD-nya, dengerin di kamar. Jadi kadang di panggung, kami melakukan impro-visasi.Dion: Kadang-kadang lagu 3 menit, bisa jadi 9 menit (di panggung).Arif: Band rock itu kan seharusnya enerjik dan menghibur penonton. Ya lepas aja! Klo pun (ada) konsep, paling gimmick-gimmick kaya seperti bom asap, atau misalnya juga Reza manjat-manjat tiang apalah. Seperti itu kan udah keluar secara alami aja.Dion: Intinya memang ada beberapa gerakan yang mesti dikoordinasikan. Ada kan band yang wuah lincah, tapi semuanya sudah diatur. Kita kaya gitu, cuma hanya sebagian aja yang harus dikoordinasikan. Selebihnnya kita be-bas lepas.Arif: Yaa pokoknya jangan sampai ter-bebani oleh konsep-konsep itu.Dion: Kalau disuruh naik drum, elu ngga mau ya ngga usah. Kalau disu-ruh tendang mic, tapi ngga boleh, yaa tetep nendang mic! Haha.

Haha. Dengan segala keliaran Rock itu, kalau disuruh pilih, satu kata

yang menggambarkan Gribs banget itu apa? Wild-kah, Madness?Reza: Sex! Hahaha.Dion: Haha. Reza mungkin pernah ngomong, dan ini cocok, yaitu: Pem-berontakan!Reza: Pemberontakan Sex berarti! Ha-haha... Incest!! Hahaha...

Dengan fashion Gribs saat ini, ada komentar-komentar miring/aneh

ngga?Reza: Wuah macem-macem!Arif: Ada yang positif ada yang negatif. Kaya “Wah anj*ng keren banget lo!” atau kadang-kadang juga, ah “anu-nya” keliatan! Haha. Cuma Alhamdulillah yang gua liat, kebanyakan yang positif sih. Mereka amaze aja, berani ya elu kya gini. Itu sih yang gua tangkep. Udah jarang kan band yang berani tampil secara total.Reza: Sebagian besar band di Indo-

nesia tuh ngga mau mikir masalah vi-sual, kebanyakan. Ngga tahu kenapa, mungkin karena ngga biasa di sini. Mereka ngeliatnya pasti, wah sesuatu yang aneh.Arif: Kadang-kadang malah dianggap ngelawak.Reza: Iya itu yang harus diubah pola pikirnya. Jadi jangan sampai ketika elu di atas panggung, penonton malah lebih keren dari elu. Mereka yang lebih dandan. Sekarang kan kebanyakan pake kaos gitu, celana pendek! Ha-haha.Arif: Haha. Jadi memang itu udah bagian yang ngga terpisahkan dari kita. Harus!Dion: Intinya kita memang mau tampil keren sesuai dengan versi kita. Karena pengertian keren itu kan berbeda-be-da. Seperti band yang visualnya keren juga seperti White Shoes misalnya. Pengertian keren mereka ya seperti itu, total. Kita punya pengertian keren ya seperti ini, dan kita juga harus total di situ. Sedangkan band-band lain itu belum punya pengertian itu. Mereka sendiri belum ngerti, pengertian mer-eka keren itu seperti apa. Apa cuma kaos, celana jeans ketat, dan sepatu kets itu udah keren? Mereka juga masih bingung. Selama ini yang saya lihat ya seperti itu.Reza: Atau dengan kaos band “Led

Didasari oleh hubungan per-sepupu-an antar masing-masing personil, Rezanov-Dion-Arif-Rashta memben-tuk GRIBS (Gondrong Kribo Bersaudara). Keempat pemuda yang terdiri dari dua gondrong dua kribo tersebut berniat untuk mendobrak dunia musik Indo-

nesia. Mereka pun mengaku serius dengan jalur Rock yang telah menjadi kecintaan mereka sejak dulu. Tidak hanya dari segi musik dan lirik, aspek visual dan performance yang terbilang nyentrik juga menjadi modal utama mereka untuk menghidupkan kembali za-man keemasan Rock. Lalu seperti apakah isi otak mereka? Apa yang mereka tawarkan dalam debut album self-titled-nya itu? Berikut wawancara FAR dengan GRIBS di tengah siang yang super padat, pada H-3 Lebaran.

heat ‘n’ beat

Page 45: 10th Issue

45

Zeppelin” mereka udah cukup keren gitu. Haha. Sudah cukup nge-rock gitu. Haha. Atau cukup dengan kaos “Che Guevara” udah cukup pemberontak! Haha.Dion: Haha. Sebenarnya kan dengan pake kaos “Led Zeppelin” mereka udah kalah dengan aura kaos mereka sendi-ri. Bullsh*t jadinya.Reza: Yaa sebenarnya menyedihkan sih kalau mereka pake kaos Motley Crue, Led Zeppelin gitu, tapi mereka cuma make aja gitu.Arif: Kadang malah kalau ditanya, “Ini band apa ya?”, mereka cuma jawab “Wah gua ngga tau! Asal beli aja” haha.Reza: Maksudnya ya itu (dari yang kita gambarkan), pengertian nge-Rock itu tidak sedangkal itu.Dion: Pasti elu bisa bedain pake kaos Zeppelin, ini ada auranya atau ngga. Dan itu yang ngebedain orang keren atau ngga. Auranya udah keluar. Misal-nya kaya, siapa ya, Ahmad Albar, gitu, pake kaos Grand Funk, atau pake kaos doank lah, itu udah keren. Walaupun misalnya kaosnya sama. Jangan sampe keberatan aura kaos deh.Reza: Ya intinya penyimpangan kaos rock! Haha. Jadi itu apa ya, anak-anak sekarang pake kaos rebel, tapi apakah mereka sudah cukup rebel memakai simbol itu. Sedangkan sebenarnya kan simbol-simbol itu sudah diperdagang-

kan. Sampai menyedihkan seperti itu jadinya. Dion: Oiya kita sih juga seneng kalau ditanya soal rekaman.

Bisa tolong diceritakan?

Dion: Ya, bisa dibilang di dekade 2000-an ini, itu (proses rekaman) jadi salah satu yang membedakan kita dengan band lainnya. Kita rekaman secara live semua. 13 track semua live. Cuma pake basic track aja. Metronome kita ngga pake. Itu karena di rekaman itu kan kita dikasih dua pilihan, mau rekaman rapi, atau rekaman yang penuh semangat. Dan kita memilih rekaman yang den-gan penuh semangat. Jadi tujuan rekamannya itu ya untuk menangkap spirit pas kita lagi main. Spirit itu bisa dirasakan dengan suara drum yang ngga konsisten. Kaya jan-tung, sedih dan marah pasti kan beda detaknya. Dan, drum itu ya mesti ngga stabil, supaya emosinya dapet. Di lagu-lagu Gribs juga memang itu ditunjuk-kan, dengan beat-beat yang agak naik sedikit. Tapi itu semua ngga masalah. Apa yang ditakutin orang selama ini ternyata ngga terjadi. Metronome itu kan hanya suatu pilihan, bukan ke-harusan. Dalam prosesnya total kita ngabisin waktu 4 hari. Hari pertama itu full set-

ting alat. 3 hari itu selesai 30 lagu. Kita nge-geber semuanya itu di hari terakhir. Intinya dalam re-cording itu kita juga milih-milih. Kita ngga bakal bilang ini keren kalau kita belum pernah coba yang lain. seperti metronome kita pernah nyoba, dan memang hasilnya agak kaku.Dan, dari awal juga udah coba track-track-an, tapi belum ada yang puas hasilnya. Sound me-mang di nomor duakan. Dan itu sebenarnya udah lama ada, sekarang aja kayanya itu bukan suatu pilihan lagi. Reza: Kita memang ingin nge-buang konsep itu (metronome), karena ngga natural. Kitanya juga ngga bisa ngikutin metro-nome, ngga dapat soul-nya.

Parameter sebuah lagu itu ada spiritnya?

Arif: Itu kita ngga mungkin ngu-kur diri kita sendiri. Ada produser yang nilai.Dion: Kita juga bisa ngerasain sebenarnya. Tapi kalau kita ngu-kur dari sisi kita sendiri pasti nanti ada aja sesuatu yang ngga bisa kita lihat.Arif: Kalau kita kan banyak mau-nya. Haha. Kalau produser kan bisa ngerasain, misalnya “Ah gw milih yang lama, spirit-nya lebih kena,” misalnya. Ya itu fungsi pro-duser. Hehe.Dion: Dan, kita beruntung dapet produser yang ngerti rock. Itu sih untungnya.

Titik apa yang menyebabkan Gribs memutuskan, “Ayo deh

kita buat album!”Reza: Tahun 2009 awal, tepatnya set-elah kita menemukan nama “Gribs” di tahun 2008, itu kan kita buat lagu terus, sampai 60 lagu itu. Sampai kita ke satu titik jenuh, udah gatau mau kemana lagi, dan akhirnya kita putusin ayo bikin album. Akhirnya di situ rapat manajemen, dan sempet ribut juga, ada yang bilang ngga, ada yang bilang belum saaatnya, ada yang bilang sudah saatnya. Yang bilang sudah saatnya itu kita. Haha. Karena waktu itu keinginan kita udah ngga bisa dibendung lagi, ya akhirnya mau ngga mau kita jalan dulu deh, kita buat album dulu. Bulan April 2009 akhirnya kita masuk studio. Dan albumnya sendiri selesai 3 bulan kemudian, bulan Agustus 2009, sebe-lum puasa.

Lalu, seberapa yakin kira-kira “pem-berontakan” Gribs ini bakal berha-

sil?Dion: Ada suatu hal yang, baru-baru ini, kita di tahun atau era ini kita band rock pertama yang bisa masuk Inbox! Hehe. Mungkin ini suatu bentuk apa ya, pembuktian kalau ternyata kita bisa masuk. Dan, seorang Deny Sakrie pun mau menulis artikel tentang itu: band rock bisa masuk TV lagi. Itu baru salah satu aj sebenarnya, dan ada beberapa kejutan ke depannya yang mudah-mudahan bisa terlaksana. Bulan Puasa

ini band-band kaya kami emang harus tidur dulu. Hehe.

Untuk panggung sendiri, ada ngga panggung yang paling berkesan

buat Gribs?Reza: Mm.. Kalau buat gua sih, waktu itu di Malang tahun 2008 pas Soundrena-line: Free Your Voice. Kita cuma bawain dua lagu, di Talent Stage, main jam satu siang, dan ngga ada penonton di (panggung) situ. Kita sudah ketar-ketir aja gimana nih nanti. Akhirnya setelah kita naik panggung, distorsi kita udah mulai main, dan alhamdulilah penon-ton terserap ke panggung kita.

Arif: Yang tadinya kosong.Dion: Sebelum kita malah ngga ada yang nonton! Hahaha.Arif: Iya sih itu (yang buat) berkesan banget.Dion: Itu kan hal yang lagi enak dapat panggung gede. Ada juga misalnya suatu saat kita harus main di Anyer yang alatnya apa adanya. Tapi kita band yang memang dipersiapin untuk main di mana aja dan di segala med-ang apa aja. Jadi kita memang harus punya alat sendiri, termasuk drum n mic. Di Anyer itu kita cuma dikasih panggung, dan mic semuanya lokal, amply-nya juga lokal. Mic drum-nya itu bener-bener parah banget, ngga pake mic mending bisa lebih bagus su-aranya. Haha. Akhrinya kita akal-akalin pake mic sendiri. Terus tiangnya juga goyang-goyang. Ya intinya kita bisa main di segala medan. Di panggung gede kaya PRJ kita juga pernah main, di stage utama. Di panggung paling bawah pun kita juga masih bisa main. Kita ngga mungkin bisa main di pang-gung paling bawah kalau kita ngga punya pengertian masalah teknis. Dan, itu yang dikedepanin Gribs, semua bisa bertanggung jawab masing-masing. Karena justru di situ tantangannya.Arif: Ada sih beberapa hal yang me-mang udah ngga ketolong, kaya moni-tor bass yang kecemplung Dan ngasih taunya baru di akhir-akhir lagi. (RAS)

Page 46: 10th Issue

46 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Photography KEKE SURYADARMAStylist RANI TACHRIL

Make up and Hair BUNLAY Model BULAN / platinvum

Wardrobe by MAGISTUS MIFTAH ZEKE KHASELI (wear his own collection and property)

Page 47: 10th Issue

47

Page 48: 10th Issue

48 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 49: 10th Issue

49

Wardrobe on Bulan in THIS and OPPOSITE page EEMA ASSEGAF

Page 50: 10th Issue

50 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 51: 10th Issue

51

Wardrobe by THERESIA LAWWardrobe on Bulan in THIS and OPPOSITE page RICHARD TENE

Page 52: 10th Issue

52 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Wardrobe by RADEN SIRAIT

Page 53: 10th Issue

53

Wardrobe on Bulan by EEMA ASSEGAF

Page 54: 10th Issue

54 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 55: 10th Issue

55

www. soe-hoe.com

Autumn Winter 2010

Page 56: 10th Issue

56 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Photography NICOLINE PATRICIA MALINAProjet Assistant SHERRIN E DOLOSAISMake up and Hair BILLY ARYAModel AKKAS ERCAN / DnA entertainment

Page 57: 10th Issue

57

THIS PAGEDress ; GantUnder dress stylists ownSocks ; Keyna ArangurentShoes ; BiancoGloves ; Gant

Page 58: 10th Issue

58 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 59: 10th Issue

59

Page 60: 10th Issue

60 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 61: 10th Issue

61

Page 62: 10th Issue

62 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

event

Page 63: 10th Issue

63

street shout

Festival Topeng Nusantara acara ini berlangsung pada awal Agustus 2010 yang lalu. Dengan menampilkan karya-karya topeng hasil dari kreasi kawula muda, tentunya acara ini juga menjadi animo pengunjung yang mayoritas merupakan kawula muda pecinta karya seni. Bertempat di Alun-Alun, Grand Indonesia Festival Topeng Nusantara "Expresi" berjalan sangat menarik ditambah lagi dengan gaya berbusana yang unik yang dipakai oleh se-tiap pengunjung. Mulai dari topi, t-shirt, rok, dress, celana, jacket, sepatu hingga aksesoris sangat bervariasi. Bisa dibilang acara tersebut juga menjadi ajang untuk melihat perkembangan fashion di kalangan anak muda khususnya di kota Jakarta saat ini. (BW) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

Page 64: 10th Issue

64 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 65: 10th Issue

65

Page 66: 10th Issue

66 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

lucky no 7

PREMIUM NATIONT-Shirt Rp. 80.000,-

PULL AND BEARJacket Rp. 599.900,-

Milik Stylish

Milik Stylish

PULL AND BEARJeans Rp. 499.900,-

ZARABagRp. 1.499.000,-

IDEKUHANDMADEBig Headband Rp. 50.000,-

PULL AND BEARLong Shirt Rp. 399.900,-

Milik Stylish

ONE WAYSling Bag Rp. 85.000,-

PULL AND BEARJeans Rp. 499.900,-

ONE WAYOsco Female Rp. 175.000,-

PREMIUM NATIONDress Rp. 120.000,-

IDEKUHANDMADELittle headbandRp. 25.000,-

Photography BLUE PHOTOGRAPHYStylist ANASTASIA RENI

Page 67: 10th Issue

67

PREMIUM NATION T-Shirt Rp. 90.000,-PULL AND BEAR

Scarf Rp. 199.900,-

IDEKUHANDMADEDiba’s Bag Rp. 50.000,-

ZARAShort Pants Rp. 439.900,-

ZARA Shoes Rp. 899.900,-

ZARA “TRF COLLECTION”Long Shirt Rp. 599.900,-

PULL AND BEARJacket Rp. 599.000,-

PREMIUM NATIONShirt Rp. 85.000,-

PREMIUM NATIONSkirt Rp. 85.000,-

ONE WAYSling Bag Flower Rp. 140.000,-

ONE WAYFemale Knit DressRp. 95.000,-

Milik Stylish

ZARAShirt Rp. 439.900,-

ZARAShort Pants Rp. 439.900,-

PREMIUM NATIONWalletRp. 110.000,-

PULL AND BEARHatRp. 199.900,-

ZARAShoes Rp. 899.900,-

Milik Stylish

Page 68: 10th Issue

68 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

PREMIUM NATIONSweater Rp. 165.000,-

PULL AND BEARJeans Rp. 399.900,-

ONE WAYWallet Rp. 85.000,-

ONE WAYJacket MilitaryRp. 185.000,-

PREMIUM NATIONSling BagRp. 120.000,-

Milik Stylish

PULL AND BEARLong ShirtRp. 399.900,-

Milik Stylish

ONEWAYWalletRp. 85.000,-

PULL AND BEARJeansRp. 399.900,-

ZARAShoesRp. 1.499.000,-

PULL AND BEARBelt Rp. 299.900,-

Page 69: 10th Issue

69

ONEWAYLong ShirtRp. 140.000,-

ONEWAYBlack BoatRp. 295.000,-

Milik Stylish

PREMIUM NATIONShort Pants Rp. 135.000,-

ZARAVestRp. 439.900,-

PREMIUM NATION T-Shirt Rp. 80.000,-

ZARAJacketRp. 1.599.000,-

PULL AND BEART-ShirtRp. 159.900,-

PULL AND BEAR JeansRp. 399.900,-

ZARAShoesRp. 1.499.000,-

Milik Stylish

Page 70: 10th Issue

70 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Sampah merupakan permasalahan di ham-pir semua kota besar di seluruh dunia, tidak terkecuali Jakarta. Sebagai sebuah ibukota negara dengan jumlah penduduk per-Juni 2010 tercatat tidak kurang dari 8.524.022

jiwa (Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Pen-catatan Sipil Kota Administrasi), masalah sampah telah menjadi issue panas yang sangat penting dan mendesak untuk ditanggulangi dan dicarikan solu-si. Karena sampah jika tidak dikelola dengan baik bukan hanya merugikan dari segi kesehatan saja, namun juga merugikan secara estetika dan sangat tidak elok untuk dipandang. Jakarta yang kotor dan penuh tumpukan sampah mengindikasikan rendah-nya kualitas hidup dan mentalitas warganya. Nama baik dan citra bangsa di mata dunia internasional yang jadi taruhannya.Jika diasumsikan setiap penduduk Jakarta mem-produksi sampah perhari rata-rata 1 kilogram, maka dalam setahun angkanya akan menjadi 365 kilogram. Angka tersebut tinggal dikalikan den-gan jumlah penduduk Jakarta secara keseluruhan. Anda dapat bayangkan berapa ribu ton sampah yang dihasilkan oleh warga Jakarta per satu tahun. Dan berapa jumlahnya per lima tahun? Per sepuluh tahun? Belum lagi dengan tingginya laju pertam-bahan penduduk di Jakarta karena kelahiran dan urbanisasi, sudah barang tentu akan meningkatkan angka-angka tersebut bukan?Sehari-hari kita kerap melihat sampah bertebaran di mana-mana. Dari mulai yang mengambang di kali dan selokan, yang sekedar teronggok hingga yang menggunung di sudut-sudut kota. Pihak pemerin-tah yang dalam hal ini adalah dinas kebersihan baik dari tingkat kelurahan, kecamatan, kotamadya mau-pun tingkat provinsi pun bukannya tidak tanggap akan hal ini. Namun dengan jumlah personil dan armada pengangkut sampah yang terbatas dan itu-pun sebagian sudah dibantu oleh pihak swasta, apa

lagi yang bisa kita harapkan? Pemerintah juga telah banyak melakukan upaya-up-aya dari mulai penyuluhan, seminar, pendidikan dan pelatihan tentang pengelolaan sampah, menyedia-kan tempat sampah khusus bahan organik dan non oraganik, membuka lahan baru untuk Tempat Pem-buangan Akhir, menerbitkan Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang berkenaan dengan sampah, misalnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, dan lain sebagainya. Namun solusi untuk masalah sampah tidak cukup hanya dengan hal-hal itu saja. Selama ini ada kesan penanggulangan masalah sampah masih difokus-kan pada sampahnya saja (produk) dan melupa-kan aspek manusianya (produsen). Padahal masalah yang sebenarnya justru ada pada warga Jakarta itu sendiri sebagai penghasil sampah. Dan masalah sampah ini sepertinya akan sulit diselesaikan den-gan tuntas tanpa peran aktif dari kita semua seba-gai warga Jakarta. Demikian kompleksnya masalah sampah ini sehingga diperlukan suatu metode yang komprehensif mencakup seluruh aspek tentang sampah secara menyeluruh.Masyarakat kita terkenal berperilaku buruk berke-naan dengan sampah. Masyarakat masih suka mem-buang sampah sembarangan. Dan ini tidak menge-nal tingkat pendidikan maupun status sosial. Kerap kita temui di kantor-kantor baik intansi pemerintah maupun swasta atau di kampus-kampus yang no-tabene umumnya lulusan perguruan tinggi masih banyak saja orang yang membuang sampah semba-rangan. Atau sering juga kita melihat di jalan-jalan, ada anggota masyarakat yang naik mobil mewah membuang sampah sembarangan dari jendela mo-bilnya. Padahal mereka tahu dan sadar akan bahaya dan akibat dari perilaku membuang sampah semba-rangan. Namun rupanya kesadaran mereka itu tidak cukup kuat untuk merubah perilaku buruk tersebut. Terima kasih dan penghormatan yang setinggi-

tingginya layak kita berikan untuk para petugas di-nas kebersihan dan penyapu jalan. Mereka adalah pahlawan yang punya jasa besar bagi kebersihan, kesehatan dan keindahan kota. Tanpa andil mereka, dapatkah anda bayangkan akan seperti apa jadinya kota tercinta ini?Atau kalaupun masyarakat ada yang mulai sadar un-tuk membuang sampah di tempat sampah, namun tempat sampah khusus bahan organik dan non or-ganik yang telah disediakan oleh pemerintah seba-gai salah satu cara untuk penanggulangan masalah sampah itu juga tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Aneka jenis sampah baik organik maupun non organik bercampur aduk dalam satu tempat se-hingga menyulitkan dalam fase penyortiran untuk proses daur ulang sampah. Entahlah, apakah mer-eka tidak tahu mengapa pemerintah menyediakan dua jenis tempat sampah, atau mereka cenderung abai. Bahkan banyak juga tempat sampah yang hil-ang dan hanya menyisakan rangka besi untuk dudu-kannya akibat ulah segelintir masyarakat yang tidak menyadari arti penting dari tempat sampah terse-but. Dan yang lebih tragisnya lagi, beberapa waktu kemudian rangka besi dudukan tempat sampah itu juga ikut hilang, berpindah tangan ke pengepul besi-besi rongsokan. Hey bung! Tempat sampah itu adalah fasilitas umum yang merupakan milik ber-sama dan untuk kepentingan bersama, dan bukan milik anda seorang!Selain pengelolaan sampah sebagai sisa mate-rial yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses produksi, yang tidak kalah penting untuk di-lakukan adalah merubah perilaku buruk masyarakat dan paradigma berkenaan dengan sampah. Dan merubah perilaku masyarakat ini bukanlah peker-jaan yang mudah, tapi juga bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Butuh tenaga, biaya dan waktu yang tidak sedikit dan dilakukan secara berkesi-nambungan. Selain itu peran aktif dari semua ele-

social brew

Pencipta Gunung Sampah itu Bernama Jakarta

70 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 71: 10th Issue

71

men masyarakat juga diperlukan untuk ikut me-nanggulangi masalah sampah ini.Secara berjenjang, hal ini bisa dimulai dari lingkup terkecil yaitu lingkungan keluarga, lingkungan seko-lah, lingkungan RT, RW, kelurahan, kecamatan, ko-tamadya, provinsi hingga di lingkup nasional. Oleh orang tua dan guru, sejak dini anak -anak bangsa harus mulai diajarkan dan dididik untuk membuang sampah dengan baik dan benar. Di sektor formal, pemerintah perlu melakukan upaya-upaya penyulu-han melalui tulisan-tulisan di media cetak dan iklan layanan masyarakat di radio dan televisi, menyebar-kan leaflet dan poster mengenai metode pengelo-laan sampah dan akibat buruk dari perilaku mem-buang sampah sembarangan, seminar, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kinerja para petugas dinas kebersihan dan menerbitkan lebih banyak Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang men-gatur masalah sampah dan memberikan sanksi te-gas bagi setiap pelanggarnya tanpa pandang bulu. Atau melakukan studi banding pada negara-negara lain yang lebih maju dalam hal pengolahan sampah, sehingga bisa menyerap dan mengadopsi metode dan teknologi pengolahan sampah tersebut un-tuk diaplikasikan di dalam negeri. Pemerintah juga harus membuka lebih banyak peluang bagi pihak swasta maupun investor asing untuk ikut serta men-gelola sampah.

Selain itu, pemerintah juga perlu menggalakkan lagi program-program yang selama ini sudah ber-jalan, seperti penghargaan Kalpataru yang diberi-kan kepada perorangan atau kelompok atas jasanya dalam melestarikan lingkungan hidup di Indonesia, dan penghargaan Adipura yaitu penghargaan bagi kota terbersih se-Indonesia, yang berhasil dalam ke-bersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Dan untuk lingkup yang lebih

kecil, seperti tingkat kampung, tingkat desa atau kelurahan, tingkat sekolah, dan lain-lain lomba-lomba sejenis itu harus lebih sering diadakan guna merangsang masyarakat agar selalu menjaga ke-bersihan lingkungan. Perlu juga diberikan penghar-gaan-penghargaan sejenis itu baik untuk individu maupun komunitas yang telah ikut berjuang dalam penanggulangan masalah sampah. Dengan demiki-an diharapkan ada kontrol sosial dari masyarakat itu sendiri dalam rangka menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan di sekitar tempat tinggal masing-masing sehingga akan terjadi perubahan perilaku masyarakat terhadap sampah ke arah yang lebih positif.Pihak perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga-tenaga terdidik, ilmiah dan terampil juga diharap-kan dapat melakukan riset dan penelitian tentang teknologi yang tepat guna dalam hal pengolahan sampah sehingga bisa diterapkan oleh masyarakat secara praktis, mudah dan murah serta dapat mensejahterakan masyarakat sebagai pengejawan-tahan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Di sektor informal, peran para tokoh masyarakat dan pemuka agama sebagai panutan juga sangat diperlukan untuk memberikan teladan dan penyadaran pada masyarakat.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Namun definisi ini tidak sepenuh-nya benar, karena dengan metode dan teknologi tertentu sampah pun dapat didaur ulang sehingga bisa dimanfaatkan lagi dan memiliki nilai ekonomis. Sampah-sampah yang berhasil dikumpulkan harus dipilah-pilah untuk memisahkan sampah organik (sampah basah) dan non organik (sampah kering), karena dua jenis sampah ini akan mendapat per-lakuan yang berbeda dalam proses daur ulangnya.

Sampah organik yang berupa sampah basah sep-

erti sampah-sampah sisa makanan dari dapur dan rumah tangga, sampah sayur dan buah, sisa-sisa hewan, sampah pertanian, perkebunan dan peter-nakan dapat diolah menjadi kompos yang berguna sebagai pupuk alami. Sampah-sampah yang ban-yak mengandung kayu bisa diolah menjadi briket arang untuk bahan bakar. Sampah organik juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil biogas dan bioetanol yang memiliki keuntungan ganda, yaitu berguna sebagai bahan bakar alter-natif pengganti gas dan minyak bumi, dan sisa pen-golahan biogas dan bioetanol ini selanjutnya juga bisa diolah untuk dimanfaatkan lagi sebagai pupuk organik. Biogas dan bioetanol ini relatif lebih ramah lingkungan karena merupakan sumber energi yang terbarukan, tidak seperti gas alam dan minyak bumi yang suatu saat kelak mungkin akan habis dan tidak dapat diperbarui lagi. Sedangkan sampah non or-ganik yang berupa logam, plastik dan sejenisnya dapat dilebur kembali yang berguna bagi keperluan industri, rumah tangga dan manufaktur. Dengan demikian diharapkan selain dapat menanggulangi masalah sampah di ibukota juga dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat di lingkun-gan sekitarnya. (PH)

“Karena sampah jika tidak dikel-ola dengan baik bukan hanya merugikan dari segi kesehatan

saja, namun juga merugikan se-cara estetika dan sangat tidak elok

untuk dipandang.”

71

Page 72: 10th Issue

72 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Digugu Lan Ditiru. Itulah pepatah Jawa yang saya kira benar-benar meng-gambarkan sosok seorang guru. Segala tutur katanya bisa dipercaya, dan perilakunya pun layak dan bah-

kan patut untuk ditiru. Keberadaan guru di suatu masyarakat juga sangat dihargai. Ia mempunyai status sosial khusus di lingkungannya. Kehad-irannya seakan memberikan secercah harapan akan terbangunnya masyarakat yang maju dan berbudaya.Dalam bahasa yang lebih filosofis, makna se-orang guru ini di antaranya bisa kita lihat dari ajaran yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara: “Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Han-dayani.” Ing Ngarso Sun Tulodo bermakna bahwa seorang guru itu harus berada di depan/di muka, dan menjadi suri tauladan/panutan bagi orang-orang di sekitarnya. Ing Madyo Mangun Karso sendiri bermakna bahwa seorang guru harus be-rada di tengah-tengah masyarakat, serta dapat menjadi penggugah semangat masyarakatnya untuk maju. Sedangkan Tut Wuri Handayani berarti seorang guru harus dapat memberikan dorongan moral dari belakang, di mana doron-gan moral ini dibutuhkan guna menumbuhkan

social brew

motivasi masyarakatnya untuk bergerak maju dari ketertinggalan.Apa yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara itu menjadikan seorang guru dituntut untuk ber-peran sebagai “Agent of Change”. (Jadi, tidak hanya mahasiswa yang berperan sebagai “Agent

of Change!” Bahkan seharusnya para mahasiswa yang katanya “berjuang untuk rakyat” pun sehar-usnya belajar dari filosofi guru ini).Ajaran inilah yang kemudian menjadi pegan-gan/pedoman seorang guru dalam pengabdian seumur hidupnya. Ajaran ini juga tidak bosan-bo-sannya selalu disebut-sebut setiap perayaan Hari Guru Nasional yang bertepatan dengan Ulang Ta-hun PGRI yang jatuh pada tanggal 25 November. Ajaran klasik! Dan, bahkan para guru pun sudah bosan mendengarnya. Yang menjadi pertanyaan-nya kemudian adalah apakah ajaran tersebut

sudah benar-benar diyakini dan dijalankan oleh para guru? Atau apakah ajaran ini hanya menjadi semacam “identitas” keprofesian semata, tanpa adanya penghayatan makna-makna yang ter-kandung di dalamnya? Mari kita lihat realitanya.Bila bicara soal guru, selain perjuangan yang di-jalankannya, kenyataan bahwa sebagian besar guru seringkali dihadapkan pada keterbatasan ekonomi akan selalu ada. Oleh karena terbatasnya penghasilan itu, sekarang ini tidak jarang kita temukan seorang guru yang menyambi usaha lain diluar pekerjaannya sebagai pendidik. Mulai dari tukang ojek, ‘guru’ les, buka catering, sampai dengan tukang kredit pun ada. Dan, tidak dapat dipungkiri bahwa siapa pun pasti tidak akan tega bila melihat guru yang menjadi tokoh panutan tersebut harus membanting tulang di luar jam kerja guna mencukupi kebutuhan ekonominya.Ada pun Bapak Suryanto, seorang guru di SD Neg-eri Bukit Duri 10 Petang, yang juga aktif di Sang-gar Ciliwung. Ia mengatakan dan bahkan men-egaskan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran citra dan nilai seorang guru. Di mana kondisi ini salah satunya disebabkan karena adanya tuntutan ekonomi. Karena keterbatasan materi yang dida-pat seorang guru, maka ia pun dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang lambat laun semakin membabi-buta. Dunia rasanya semakin meng-haruskan seseorang untuk hidup konsumtif. Tidak terkecuali guru, karena pada dasarnya ia juga merupakan warga biasa yang mempunyai prob-lem ekonomi tidak jauh berbeda dari masyarakat pada umumnya.

Pergeseran Citra Pada suatu tingkatan tertentu kondisi ini lantas dapat menjadikan nilai-nilai yang melekat pada seorang guru menjadi terkikis dan bahkan, menu-rut Pak Sur (begitu ia biasa disapa), hilang sama sekali. Mengapa? Karena kondisi tersebut kadang menjadikan seorang guru diharuskan untuk mem-punyai usaha lain diluar profesinya sebagai tenaga pendidik. Di mana tak dapat disangkal pula bila di antara guru-guru itu ada yang menempuh jalan pintas untuk menggunakan cara-cara yang da-pat memperburuk citranya sendiri di masyarakat. “Jual beli di sekolah, termasuk jual-beli soal ujian

itu masih ada sekarang ini,” ujar Pak Sur. Memang gambaran seorang guru yang sampai menjadi tukang ojek tentu membuat kita –yang pernah merasakan menjadi se-orang peserta didik, men-jadi miris. Namun, jika sam-pai memperjual-belikan

soal ujian, kita pun akan melihatnya sebagai sebuah ironi. Tak jarang juga yang alih-alih mendirikan tempat les, ujung-ujungnya malah memberi tahu soal ujian. Bahkan ada beberapa seko-lah yang memang dengan sengaja memasang plang “Bimbingan Belajar”, sebagai hasil kerja samanya dengan pihak swasta. “Itukan lucu, sama halnya dengan Rumah Sakit, tapi buka Praktek Dokter, hahaha” gurau Pak Sur.Padahal jika kita telusuri lebih jauh

lagi, tugas yang diemban seorang guru sebenarnya tidak hanya pada bagaimana membuat muridnya men-jadi “pintar”, tapi juga pada bagaimana membuat mereka menjadi “cerdas”. Di mana, menurut Pak Sur, “cerdas” itu lebih penting dari ‘hanya sekedar’ pintar. Pak Sur mengatakan, pintar itu hanya pada bagaimana seorang murid dapat menyerap kurikulum, sedan-gkan cerdas lebih kepada pengem-bangan potensi-potensi yang ada di setiap peserta didik. “Orang yang korupsi itu juga pintar-pintar lho, tapi mereka tidak bijak, dan bijak itu hanya bisa didapat ketika manusia itu sudah mencapai taraf cerdas,” imbuhnya. Dan, sesungguhnya memang itulah tu-gas seorang guru, tidak hanya sebatas mengajarkan, tapi juga mendidik. “Ba-hasa Jawanya itu nge-wong-ke, atau meng-orang-kan,” jelas Pak Sur. Jika ditanya mengenai kondisi guru saat ini, ia pun menilai sudah terjadi banyak pergeseran. Dulu, guru itu be-nar-benar punya posisi di masyarakat, dan merupakan figur yang sangat dihargai dan dihormati. Lalu karena munculnya perubahan sistem secara keseluruhan (baik politik, ekonomi, dan sistem pendidikan itu sendiri) maka posisi guru pun lambat laun se-makin bergeser. Para guru dihadapkan pada tuntutan ekonomi yang semakin tak pandang bulu, terus-menerus ber-tambah. Dalam hal ini, Pak Sur me-mandang, nilai seorang guru itu hanya dilihat dari kemauannya menjalani rutinitas saja. “Komitmennya ya tidak ada,” tukas Pak Sur.Atas minimnya pendapatan seorang guru, beberapa tahun belakangan ini pemerintah berencana untuk menin-gkatkan kesejahteraan guru. Hal itu bertujuan untuk lebih meningkatkan kehidupan guru yang memang ser-ingkali terhimpit kebutuhan ekonomi, dikarenakan kecilnya pendapatan yang diterima. Tentang hal ini, Pak Sur berkomentar. “Kalau tujuannya untuk meningkatkan kinerja guru agar lebih optimal saya kira tidak. Kalau hanya untuk mencukupi sih iya!” tegasnya. Pernyataannya itu menunjukan bahwa bergesernya citra dan nilai seorang guru sebenarnya bukan hanya di-akibatkan faktor ekonomi, tetapi juga faktor-faktor lain yang kompleks.

Arsitek PendidikanTentang hal ini, Pak Sur juga mengo-mentari penyebab mengapa saat ini guru tidak menjadi tenaga pendidik yang kreatif. Hal ini, menurutnya, kar-ena sistem pendidikan tidak memberi-kan kebebasan kepada setiap pendidik untuk membangun sendiri kurikulum yang akan digunakannya sebagai ac-

Page 73: 10th Issue

73

social brew

uan dan pedoman dalam tugasnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Para pendidik juga tidak diikut-sertakan da-lam pembuatan kurikulum. Jadi apabila dilihat dari poin ini, para pendidik yang bertugas untuk meng-orang-kan peserta didik, sebenarnya juga tidak di-orang-kan/di-wong-ke. Mereka tidak diberikan ruang untuk berproduksi, sehingga guru hanya ber-fungsi sebagai “pekerja” atau “meng-konsumsi” tugas-tugas yang diberikan saja. Tanpa adanya kesempatan untuk turut memberikan masukan atas “ban-gunan dasar” kurikulum yang menjadi acuannya. Guru tidak menjadi arsitek atas “konstruksi” pendidikannya send-iri.

Di samping itu, guru juga sebenarnya tidak hanya dituntut untuk menjalank-an fungsinya di dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas. Seperti misalnya apa-bila ada murid yang bermasalah, se-orang guru harus mau dan rela untuk mengunjungi rumahnya dan melaku-kan pendekatan-pendekatan personal, agar si murid dapat berubah dan men-galami kemajuan. Di luar itu, seorang guru juga diharapkan dapat menjadi ‘pembimbing’ masyarakat di lingkun-gannya. Dari tuntutan ini, jelas menjadi suatu keharusan bagi guru untuk men-jadi inovator yang dapat membawa perubahan di lingkungannya. Seorang guru harus lah inspiratif, merujuk pada filosofi/ajaran yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara di atas. Guru InspiratifDalam batas ini kemudian guru ditun-tut untuk menjadi tokoh yang dapat membangun; seseorang yang inspiratif dan dapat memberikan sumbangsih demi tercapainya sebuah kemajuan. Tentang hal ini, saya kira telah banyak contoh-contoh yang menggambarkan bagaimana sosok seorang guru yang dapat menginspirasi baik murid-mu-ridnya sendiri, dan orang di sekeliling-nya, maupun kita yang mungkin hanya dapat mendengar ceritanya saja.Dan, jika merujuk pada kata inspiratif tadi, maka sebenarnya siapa pun dapat menjadi ‘guru’. Atau dalam artian dapat menggugah semangat dan memberi-kan perubahan di masyarakat, Alm. Pramoedya Ananta Toer, misalnya, juga merupakan seorang guru yang telah mengajarkan kita untuk bagaimana seharusnya kita mencintai bangsa ini,

melalui nasehat-nasehatnya untuk se-lalu menjunjung tinggi bahasa Indone-sia, dan tidak melupakan sejarah. Alm. Nurcholish Madjid pun disebut seba-gai Guru Bangsa, karena ajaran-ajaran toleransi serta paham kebangsaannya yang memegang teguh prinsip plural-isme, bahwa keaneka-ragaman yang ada adalah kekayaan yang seharusnya dijaga. Tak sedikit pula yang menjadi “murid” –nya, dalam arti benar-benar menjadikan ia panutan.Selain itu, di dunia perfilman, kita juga dapat melihat cerita-cerita tentang guru yang inspiratif. Sebut saja misal-kan film “Freedom Writers” yang men-ceritakan ‘perjuangan’ Erin Gruwell (diperankan Hilary Swank) di sebuah

sekolah bernama Wilson High School. Ia ditempatkan di sebuah kelas ‘buan-gan’ yang terkenal rusuh. Kelas terse-but disebut Ruang 203 dan diisi oleh anak-anak multi-etnis yang seringkali terlibat perang antar geng. Kebencian selalu hinggap di antara mereka, seh-ingga tidak heran jika di luar sekolah pun mereka bisa saling mengancam dan bahkan saling membunuh. Kelas tersebut pun akhirnya dapat berubah menjadi kelas yang “berkebudayaan” berkat pengabdian, perjuangan, dan kecintaan Erin terhadap setiap anak di kelas tersebut. Perubahan ini ter-jadi tidak lain karena pelajaran tentang hidup yang diajarkan Erin. Dengan pelajaran tersebut anak-anak nakal yang saling membenci satu sama lain akhirnya mengerti dan sadar bahwa mereka ternyata senasib dan sepen-anggungan. Rhenald Kasali pun pernah membahas film ini di salah satu tulisan-nya. Cerita tentang Erin Gruwell ini pun menunjukan peran guru sebagaimana yang telah diajarkan oleh Ki Hajar De-wantara; yakni bagaimana seorang guru dapat berada di tengah-tengah muridnya, seraya ikut merasakan kon-disi yang dirasakan para muridnya, dan kemudian menggugah mereka untuk bersama-sama berubah dari berbagai permasalahan yang memenjarakan mereka.Cerita lain juga dapat kita lihat di film “Dead Poet’s Society”. Di film ini tokoh John Keating, yang diperankan oleh Robbie Williams, begitu menunjukan bahwa seorang guru juga dapat men-jadi arsitek pendidikan. Ia membangun konsep pengajarannya sendiri yang ke-mudian menggugah para muridnya un-

tuk bebas dan merdeka dari kekangan kurikulum dan prinsip-prinsip Welton Academy yang justru memenjarakan kreatifitas dan inovasi para muridnya. Suasana belajar di kelas yang tadinya monoton dan membosankan pun menjadi lebih menyenangkan, karena John Keating selalu mengajarkan para muridnya untuk lebih merdeka da-lam mengeluarkan ide dan keinginan. Melalui semboyannya, Carpediem!, ia pun berhasil mengembangkan bakat para muridnya. Melalui penokohan John Keating yang kharismatis, film ini pun saya kira begitu menggambarkan dunia pendidikan saat ini, di mana apa yang dikedepankan hanyalah “hitam di atas putih”.

Nilai selalu menjadi acuan, baik bagi guru maupun muridnya. Hal ini lah yang kemudian menjadikan pendidi-kan “lari di tempat”. Padahal ada hal di balik itu yang lebih penting, yakni sep-erti yang dikemukakan Pak Sur, adalah pengembangan bakat dan potensi anak agar dapat berkembang secara alami tanpa kekangan suatu apa pun. Kemerdekaan berpikir! Ya saya kira itulah yang seharusnya dikedepankan pada saat ‘perayaan’ HUT PGRI nanti. Dan, hal itu pun seharusnya dapat dim-ulai dari guru, yang berperan sebagai agen perubahan. Semoga Hari Guru Nasional tahun ini tidak hanya sebatas formalitas belaka, dan dapat dijadikan momentum perubahan dunia pen-didikan Indonesia ke arah yang lebih berkualitas. Merdeka! (RAS)

Page 74: 10th Issue

74 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

in my closet

Bersama dengan band ba-runya ia mencoba untuk membuat musik yang jauh lebih jujur dan apa adanya. Reuben Elishama

Hadju, pria yang akrab disapa Reu-ben ini tengah disibukkan dengan proses pembuatan mini album band terbarunya “The Alastair”. Dengan mengambil genre eksperimental al-ternative yang cukup berbeda den-gan band yang sebelumnya, mantan dari vokalis grup band “Channel” ini ingin memberikan nuansa baru un-tuk para penikmat musik Indonesia. Selain dunia musik, Reuben juga sedang menjalani syuting untuk beberapa judul pada film televisi (ftv). Ia belum kembali ke layar lebar karena belum merasa mendapat-kan cerita dan karakter yang pas. “Sebenarnya tawaran untuk ber-main film sudah banyak, tapi sampai sekarang cerita ataupun karakter yang ditawarkan belum ada yang sesuai dengan keinginana saya”. Ia mengaku cukup banyak pertimban-gan sebelum akhirnya memutus-kan untuk bermain di sebuah film. Sebelumnya ia pernah bermain di beberapa film diantaranya: “Arisan” pada tahun 2003, kemudian film “Berbagi Suami” di tahun 2006 dan pada tahun 2007 ia bermain sebagai aktor utama dalam film “Kangen” dengan lawan main Bunga Citra Le-stari, melalui film “Kangen” namanya kian melejit. Tapi hidup dalam kelu-arga yang notabene keluarga artis, dimana ibunya (Marini) seorang aktris dan kakaknya (Shelomita) se-orang penyanyi dan Reuben sendiri sebagai penyanyi dan aktor tidak lantas membuatnya tinggi hati. Ia

REUBENREUBEN ELISHAMA HADJUsosok yang sangat ramah dan easy going. Dunia entertainment yang kini dirambahnya, ternyata justru tidak pernah ia cita-citakan sebelumnya. Di awal karir, ia mencoba menjadi mod-el sebuah iklan, sebenarnya ia sendiri merasa kurang percaya diri untuk ter-jun dalam dunia entertainment. Na-mun berkat kerja kerasnya kini jalan terbuka lebar menuju kesuksesan datang menghampiri pria kelahiran Jakarta,18 September 1978 ini. Hing-ga saat ini Reuben terus mengasah kemampuannya dalam berakting, biasanya dengan melihat akting dari aktor ataupun aktris kesukaannya ia berusaha untuk bisa mengambil ilmu dari apa yang ia lihat. Sejumlah nama seperti: Benyamin S, Warkop DKI, Alex Komang, Johnny Depp, Al Pacino, Brad Pitt, Christine Hakim, Tuti Indra Malaon, dan Nani Widjaja menjadi sederetan nama yang meru-pakan aktor dan aktis yang ia kagumi. Ia banyak belajar dari akting Alex Ko-mang yang telah ia lihat sejak kecil, “Dari Kecil saya sudah melihat film-film dari Alex Komang dan ia selalu mampu memainkan banyak karakter yang berbeda-beda”, ujarnya. Lain

halnya dalam dunia musik, Reuben mengaku ia memiliki passion yang sangat tinggi. Karena musik adalah salah satu wadah dimana ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri. Bermusik telah ia lakukan sejak kecil, beberapa alat musik pun cukup ia kuasai sep-erti drum, gitar hingga biola. Ia ban-yak terinspirasi dari musik yang dib-awakan Bob Marley, The Beatles, The Sundays, Koes Plus dan Benyamin S. Pria yang memiliki enam buah tato di tubuhnya ini, kini sedang menggeluti hobi barunya bersepeda, ia memilih sepeda fixie selain karena bisa dimod-ifikasi juga karena dengan bersepeda ia merasa bisa hidup sehat. “Dengan naik sepeda sebenarnya hidup lebih sehat, mengurangi polusi dan kemac-etan kota Jakarta”, jelasnya. Dalam keseharian ia lebih menyukai ber-pakaian santai, kaos, celana pendek, dan sandal menjadi pilihannya agar bisa bersahabat dengan cuaca panas kota Jakarta. Pada edisi ini Far Maga-zine berkesempatan untuk mencari tahu isi kamarnya dan berderita soal apa saja yang ia koleksi serta sekelumit kegiatannya sehari-hari. (BW) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

Page 75: 10th Issue

75

Tentang Reuben :Favorite color : Biru

Favorite shoes : Converse, Camper, Mercurial, Posture Fondation, Aldo, Balle Foot.

Memiliki beberapa kaos Benyamin S sebagai salah satu koleksi favorite.

Sangat menyukai film-film dari Ste-ven Chow hingga mengoleksi dvd-nya.

Favorite kemeja : Top Man, Wrangler, Satcas.

Selain gemar dengan sepeda fixie, Reuben juga suka dengan olahraga bola.

Lebih menyukai laut sebagai tempat berlibur.

Mahir memasak nasi goreng.

Casablanca, Maroko menjadi tempat impian untuk liburan selanjutnya.

Favorite quote "Do what you gotta do".

Page 76: 10th Issue

76 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

hot spot

Carlos De Huts menjadi restaurant yang kami rekomendasikan untuk anda pada edisi kali ini. Mengapa? Jawabannya sangat mudah karena restaurant yang satu ini bisa memberikan kepuasan terhadap anda mulai dari aneka makanan dan minuman yang lezat hingga tempat nyaman yang akan membuat anda merasa betah berlama-lama di tempat ini.

Hadir dengan konsep rumah ala pedesaan di negara-negara Eropa, Carlos De Huts mendesain dengan perpaduan rumah yang hangat dengan bagian dapur dengan elemen kayu dan batu bata untuk di bagian indoor. Kemudian nuansa berbeda bisa anda temui di bagian luar restaurant, dengan konsep garden yang dihiasi dengan beberapa tanaman namun masih dengan elemen alam yang seperti kayu dan batu bata akan membuat anda tenang. Tidak hanya menawarkan kenyamanan tempat saja, di restaurant ini anda juga bisa mencicipi beraneka hidangan lezat yang bisa jadi menu favorit baru untuk anda. Pannekoek ini menjadi salah satu menu yang diandalkan oleh Carlos De Huts, hidangan yang berasal dari negara kincir angin Belanda ini dibuat dengan resep khusus dengan dua pilihan yaitu savory pannekoek dan sweet pannekoek dimana keduanya memberikan sensasi yang berbeda dengan pilihan topping yang sangat variatif. Spicy fried Chicken Salad (mixed salad with spicy fried chicken and spicy mayo) pannekoek ini cocok untuk anda yang gemar dengan makanan yang pedas. Lain dengan Banana Caramel Pannekoek (pannekoek dough, banana, chocolate sauce, caramel sauce, peanut, whipped cream, and ice cream) pannekoek ini dipastikan akan membuat lidah anda terus bergoyang. Kemudian yang tidak kalah menggoda yaitu Potato Kumpir yang merupakan makanan khas yang berasal dari Turki, untuk menu ini anda bisa ketagihan saat memakan Cheesy Kumpir (Turkish baked potato with smoked chicken and smoked beef, mixed lettuce and cheese sauce). Lalu pizza dengan roti tipis dengan topping yang beragam juga bisa jadi menu pilihan untuk anda, Mexicano Salsa (Mexican style topping with tomato salsa, crispy julienne potato and minced beef ) pizza gurih ini dipastikan akan membuat anda ketagihan dengan rasanya. Dan masih ada aneka steak, salad dan pasta yang lezat di Carlos De Huts. Aneka minuman segar mulai dari mocktail, fresh juice, chocolate, carlo tea, hot coffe, dan coffee frost bisa anda pilih sebagai pelengkap menu makanan anda. Orange Passion Fruit (orange jam with marquisa and jelly) minuman ini sangat fresh disajikan dalam porsi yang cukup besar. Atau Milk Tea yang manis dengan tambahan cincau yang memberikan sensasi crunchy di dalam mulut anda. Makanan dan minuman tidak hanya dengan cita rasa yang nikmat tapi juga disajikan dengan wadah yang sangat unik yang akan menambah selera makan setiap pengunjung.Restaurant yang terletak dibilangan Senayan ini menawarkan range harga yang sangat variatif dan sangat terjangkau. Dengan kapasitas 50 sit yang terbagi dua bagian indoor dan outdoor, dilengkapi dengan alunan musik jazz dan tempat duduk dengan bantalan empuk dan lampu kuning temaram. Tidak salah rasanya Carlos De Huts menjadi salah satu tempat hang out yang cozy dan menjadi tujuan anda untuk menghabiskan waktu di sela-sela kesibukkan ataupun menghabiskan waktu diakhir pekan anda. (BW) Foto: DOK. FAR MAGAZINE

Page 77: 10th Issue

77

Orange Passion FruitRp. 32.000,-

Spicy Fried Chicken SaladRp. 35.500,-

Mexicano SalsaRp. 47.900,-

Milk TeaRp. 27.000,-

Banana caramel PannekoekRp. 35.000,-

Cheesy KumpirRp. 29.500,-

@ 10 am

weekdays @ 11 pmweekend @ 12 pm

Alamat : Senayan CityJl. Asia Afrika Jakarta SelatanL 45 - LG Floor, Crystal Legoon+6221-72781653

Page 78: 10th Issue

78 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Events

Pangandaran, saya masih ingat 4 tahun yang lalu mengunjungi daerah ini pasca Tsunami. Pangan-daran, ya memang tidak seberapa parah tapi tetap saja, hampir semua tempat penginapan dan rumah disini hancur, karena kebetulan lokasi Pangandaran ini berada di Peninsula. Cantik! Bayang-kan, bisa melihat dua keajaiban alam pada tempat yang sama, Sunrise dan Sunset. Karena letaknya berada di Peninsula sehingga Pangandaran dikelilingi oleh lautan. Pangandaran itu Cantik! Ba-gaimana tidak? Bayangkan, bisa melihat dua keajaiban alam pada tempat yang sama, Sunrise dan Sunset. Karena letaknya berada di Peninsula, sehingga Pangandaran dikelilingi oleh lautan.

Jarak tempuh ke Pangandaran, BUKAN MAIN! It took ages untuk naik mo-bil. Sekitar 8 sampai 9 jam bila naik mobil dan keadaan jalanan tidak mac-et. Tapi ada cara lain yang lebih cepat! Sebenarnya ada beberapa pilihan untuk sampai ke tempat cantik ini, berikut beberapa pilihan alternative yang bisa anda coba: 1. Mobil pribadi : disarankan untuk membawa peta, this worked!2. Kereta : naik kereta sampai ke stasiun Banjar lalu diteruskan dengan bus, sesampai di sana ada banyak sekali busnya, jadi jangan khawatir tidak akan mendapatkan bus.3. Pesawat : surprisingly Yes! SUSI AIR, the one and only flight yang akan mengantarkan anda sampai ke Pangandaran, untuk info lebih lanjut anda bisa mecari langsung di websitenya, penerbangan bisa dari Jakarta maupun Bandung, hanya saja anda akan membayar lebih mahal bila mengambil penerbangan dari Jakarta.

JARAK TEMPUH

Page 79: 10th Issue

79

WHAT TO DO IN PANGANDARAN???Di Pangandaran sendiri sebenarnya banyak terdapat rumah makan, jadi dijamin anda tidak akan kelaparan. Mulai dari warung sampai restaurant tersedia di sini, pilihannya sangat bervariatif. Kalau menurut saya, pengunjung di Pangandaran tidak jauh berbeda seperti di Bali, hanya saja di Pangandaran tidak sepadat Bali.

Honestly, banyak! Water sport di sini sudah lebih maju dari Carita. Surfing, ini bagus buat kamu yang mau belajar surf-ing karena ombaknya tidak se-ekstrim di Cimaja. Kemudian di pinggir pantainya ada banyak penyewaan papan surf dan juga jasa untuk les surfing. Pangandaran merupakan hotspot untuk para turis mancanegara dan para surfer.

Cagar alam (National Park) : This is the best part, Jalan-jalan di hutan melihat peninggalan sejarah, ada kurang lebih 6 buah Goa peninggalan sejarah, Goa-goa dari jaman penjajahan Jepang, ada pula Goa-goa dari masa jaman Kera-jaan Pajajaran juga.

Snorkeling, dari pantai Pangandaran anda bisa menggunakan perahu kayu ke Pantai Pasir Putih, hanya dengan membayar Rp. 20.000,- anda bisa diantar jemput dengan perahu. Oh, jangan kaget kalau di tempat ini anda nanti akan menemui kera, karena kera liar masih banyak disini, tapi tenang saja mereka sudah jinak.

Peninsula Trip, dengan merogoh kocek sebanyak Rp. 250.000,- (with tour guide) anda sudah bisa mengelilingi Peninsula, melihat Goa-goa hasil keajaiban alam, mendengar cerita legenda dari warga sekitar. Ini bisa menjadi petualangan yang sangatlah menarik.

Wisata Kuliner, this is a must! Surganya seafood, saya men-yarankan kepada anda untuk datang ke fish market, disitu bertengger banyak sekali restoran yang menyajikan seafood, dan pasti harganya lebih murah. Sayang sekali, saya sempat terjebak, saya kebetulan salah makan di restoran yang menurut saya cukup mahal untuk daer-ah nelayan, bayangkan saja udang rebus dengan harga 40.000, dan udangnya pun hanya beberapa saja sempat menyesal, tapi kebetulan pada saat itu hujan deras sekali, jadi saya tidak bisa berpindah-pindah dengan gampangnya. Well, sebenarnya banyak sekali tempat makan, mulai dari warung makan, pondokan, restoran, dsb, banyak sekali pi-lihannya.

Kongkow, buat kalian yang suka nongkrong, jangan takut untuk mati gaya di Pangandaran. Awalnya, saya pikir pada malam hari saya hanya bisa bengong dan mendengar suara ombak. Ternyata tidak, ada banyak mini bar yang menjual makanan dan minuman, yang juga menyediakan Shisha Yes..Shisha. Amazingly, ada satu tempat yang menyajikan shisha dan menu makanan ala barat. Rasanya pun pas! Tempatnya persis di depan pantai. Namanya saya lupa, but this is the only place yang menyediakan shisha.

Shopping, di sepanjang jalan terdapat banyak sekali toko-toko, kalau dilihat sekilas persis jl. Legian di Bali, tapi tentu saja barang-ba-rang yang dijual jauh berbeda.

Sebenarnya, ada banyak tempat yang wajib dikunjungi di sekitar Pan-gandaran, ada Green Canyon, Batu Karas dan masih banyak lagi hot holiday spot, sayang sekali waktu saya tidak cukup untuk mengun-jungi semua tempat-tempat itu.

Sepanjang jalan dan semua daerah di Pangandaran merupakan tem-pat penginapan, ada yang berupa homestay, lalu hotel bintang dua sampai hotel bintang lima pun tersedia. Well sadly, harga penginapan di Pangandaran terbilang cukup mahal, tapi kalau sedang sepi pen-gunjung, biasanya semua penginapan memberikan discount hingga 50% Happy hunting! Happy holiday! (Wulandari Bing Slamet)

Page 80: 10th Issue

80 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 81: 10th Issue

81

events

Hujan yang mengguyur Jakarta pada 6 Agustus 2010 lalu ternyata tak menyurutkan para penggemar psychedelic rock dan britpop untuk menyaksikan idola mereka di Lapangan ABC, Senayan Jakarta. Kula Shaker membuka acara dengan hits mereka yang enerjik, “Sound of Drum.” “This is a lucky rain, not like rain in England,” sapa Crispian Mills, sang vokalis, yang tampil begitu atraktif pada malam itu. Aksi lempar gitar, eksplorasi sound, dan penampilan-nya yang komunikatif membuat penonton histeris dan bernyanyi bersama sepanjang acara. Cris juga sempat bercanda ketika akan membawakan salah satu lagu dari album baru mer-eka, “Pilgrim Progress.” Ia mengatakan: “This song called ‘Peterpan’s R.I.P.’ but it’s not about a popstar!” Sementara itu, Ian Brown yang tampil setelah Kula Shaker pun berhasil mengo-bati rasa kangen para fans setia The Stone Roses. Apalagi ketika lagu pertama, “I Wanna be Adored” milik The Stone Roses dibawakan, para penonton langsung berdesakan ke depan panggung sambil menyanyikan bait per bait lagu tersebut dengan hafalnya. Walaupun de-mikian, Ian Brown sendiri mengaku tidak pernah merindukan The Stone Roses, dan saat ini lebih memilih untuk bersolo karir. (RAS) Foto: DOK.FAR MAGAZINE

IAN BROWN AND KULA SHAKER

Tennis Indoor Senayan, Rabu 4 Agustus 2010, yang lalu dipenuhi oleh para ABG belasan tahun yang ingin menyaksikan band pop punk asal Amerika, All Time Low. Harga tiket yang terbilang lumayan untuk seorang remaja belasan tahun tidak menjadi halangan bagi mereka untuk bernyanyi riang bersama idola mereka secara live. Dibuka oleh penampilan Rocket Rockers yang terbilang cukup lama untuk sebuah band opening act, crowd yang didominasi remaja pu-tri ini langsung berteriak histeris ketika lagu pertama, “Damned if I do” dimainkan. Tragedi “hujan bra” terjadi ketika band yang terdiri dari Alexander Gaskarth (gitar/vokal), Jack Barakat (gitar), Zack Merrick (bass), dan Rian Dawson (drum) ini memainkan lagu kedua, “Six Feet Under the Stars”. Stand mic Jack Barakat, yang malam itu tampil begitu ener-jik, langsung dipenuhi bra berwarna-warni. Mereka pun tercengang dengan antusiasme para fans yang dari awal sampai menjelang akhir acara tidak kehilangan suara untuk terus ikut menyanyikan hits mer-eka seperti “Stella, Break Your Lil’ Heart, Poppin, dan Jasey Raekian”. “This is amazing!!, Jakarta is a second home for us!”, ujar Gaskarth. Menjelang akhir pertunjukkan, All Time Low sempat memberi ke-jutan dengan berkolaborasi dengan Rocket Rockers membawakan “Dammit”–nya Blink 182. (RAS) Foto: DOK FAR MAGAZINE.

ALL TIME LOW

GENERASI PEDULI (GeLi)Siapa yang bilang kawula muda saat ini hanya bisa menghabiskan waktu dengan bersenang-senang tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Ini mungkin bisa menjadi salah satu bukti bahwa di zaman sekarang masih banyak kawula muda yang mampu menciptakan kebersamaan dan membentuk suatu gerakan positif. Generasi Peduli alias GeLi merupakan wadah bagi anak muda untuk berbagi dan peduli dengan permasalahan sosial yang terjadi di sekitar masyarakat. GeLi yang hingga saat ini beranggotakan lebih dari 50 orang remaja ini terus bergerak melakukan misi-misi sosial. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2010 terhitung Geli telah melakukan sekitar delapan kali kegiatan rutin yang dilakukan setiap bulan Ramadhan. Diantaranya: Sahur on the road yang dilakukan pada tahun 2002, 2003, dan 2005. Kemudian buka puasa bersama di panti asuhan pada tahun 2004 dan 2006 dan buka puasa bersama anak yatim pada tahun 2007 dan 2008. Serta buka puasa bersama dengan para pejuang (veteran) pada tahun 2009 yang lalu. Untuk di tahun 2010 ini GeLi telah kembali melakukan buka bersama dengan anak yatim piatu yaitu Yayasan Panglayun-gan yang bertempat di kawasan Cibubur pada tanggal 28 Agustus yang lalu. Dengan beragam kegiatan mulai dari memberikan santunan, kemudian diselingi dengan kegiatan yang bertujuan untuk mengibur anak-anak panti, hingga pada puncaknya membagikan makanan untuk berbuka puasa bagi anak-anak panti asuhan. Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan ini sendiri adalah para anggota GeLi sadar bahwa masih banyak masyarakat dengan nasib yang kurang beruntung. Untuk itu berbagi sedikit kebahagian dengan memberikan sesuatu sesuai dengan kemampuan dari GeLi diharapkan bisa meringankan sedikit beban para anak yatim. “Kami harus selalu menunduk ke bawah dan menginjak tanah” inilah prinsip yang selalu dipegang oleh para anggota GeLi dengan prinsip ini mereka berharap akan selalu dapat merasakan apa saja yang menjadi kesulitan masyarakat yang hidupnya masih dalam taraf kekurangan yaitu para kaum dhuafa. Pada acara ini dana yang terhimpun merupa-kan hasil dari partisipasi para anggota GeLi itu sendiri dan juga para donatur lainnya. Selain itu acara ini juga berlangsung dengan banyak dukungan baik secara material maupun moril karena mengingat acara ini juga sangat memberikan dampak yang positif bagi banyak pihak terutama meningkatkan kesadaran kawula muda saat ini. Far magazine juga turut berpartisipasi dalam acara ini dengan harapan ada kebaikan untuk banyak pihak dan ini menjadi langkah baru untuk kema-juan bersama. Tidak hanya itu semoga acara ini bisa terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. (BW) FOTO DOK.FAR MAGAZINE

Page 82: 10th Issue

82 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010

Page 83: 10th Issue

83

Page 84: 10th Issue

84 FAR OKTOBER/NOVEMBER 2010