Post on 19-Feb-2016
description
LAPORAN PENDAHULUAN“TUMOR PHYLLODES”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners
Departemen Surgikal
Disusun Oleh
KHONA’AH TOYYIBAH
140070300011107
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. DEFINISI
Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma. Neoplasma
merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian,
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal
mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap
faktor pengendali pertumbuhan yang normal (Kumar, 2007).
Tumor Phylllodes merupakan tipe tumor payudara yang sangat jarang terjadi.
Tumor ini dapat bersifat jinak (harmless), namun juga bisa ganas (cancerous).
Tipe tumor ini disebut “sarcoma” karena lebih sering muncul pada jaringan
konektif (stroma) dibandingkan jaringan epilithial (saluran dan kantong susu)
payudara. Nama phyllodes diambil dari bahasa Yunani “phullon” yang berarti
daun karena pola pertumbuhannnya yang berbentuk seperti daun.Cystosarcoma
phyllodes berasal dari kata Yunani, sarcoma, yang berarti tumor berdaging, dan
phyllo, yang berarti daun. Tumor ini menampilkan karakteristik yang besar,
sarkoma ganas, mengambil tampilan seperti-daun ketika dipotong, dan
menampilkan epitel, ruang seperti-kista bila dilihat secara histologis.
Merupakan tipe neoplasma jaringan ikat yang timbul dari stroma intralobular
payudara.Tumor ini jauh lebih jarang ditemukan daripada fibroadenoma dan
diperkirakan berasal dari stroma intralobulus, jarang dari fibroadenoma yang
sudah ada. Tumor ini mungkin kecil (bergaris tengah 3-4 cm), tetapi sebagian
besar tumbuh hingga berukuran besar, mungkin masif hingga payudara
membesar. Sebagian mengalami lobulasi menjadi kistik dan karena pada
potongan yang memperlihatkan celah mirip daun tumor, tumor ini disebut tumor
filodes
Tumor filoides merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup
secara lokal dan mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat
ditemukan dalam ukuran yang besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tapi
kebanyakan pada usia sekitar 45 tahun.Tumor filoides adalah tipe yang jarang
dari tumor payudara, yang hampir sama dengan fibroadenoma yaitu terdiri dari
dua jaringan, jaringan stroma dan glandular.
2. KLASIFIKASIDitinjau dari segi klinis, neoplasma dibedakan menjadi:
a. Malignant Neoplasm (Tumor Ganas)
Malignansi di sini dapat berarti:
Resisten terhadap perawatan; terjadi dalam wujud yang parah danbiasanya
fatal; cenderung semakin parah dan mengarah ke kematian.
Dalam kaitannya dengan neoplasma, memiliki pertumbuhan danmetastasis
yang bersifat invasif dan merusak.
b. Benign Neoplasm (Tumor Jinak)
Jinak di sini dapat menunjukkan sifat yang ringan dari suatu penyakit atau sifat non
melignan dari neoplasma.
Ditinjau dari segi histologi, neoplasma dibedakan menjadi:
a. Epithelial Neoplasm (Carcinoma)
Merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelialyang
cenderung berinfiltrasi ke jaringan sekitarnya dan menimbulkanmetastasis.
b. Mesenchimal Neoplasm (Sarcoma)
Tumor yang terbentuk dari bahan yang mirip jaringan penyambungembrional;
jaringan yang tersusun atas sel-sel yang terkumpul mampatdan diikat oleh
jaringan fibrilar atau homogen.(Robbins and Cotran, 2005).
PENENTUAN UKURAN TUMOR, PENYEBARAN KE KELENJAR LIMFE DAN TEMPAT LAIN PADA CARCINOMA MAMMAE(Djamaloeddin, 2005) :
TUMOR SIZE (T)
TX Tidak ada tumor
Tis Lobular carninoma in situ (LCIS), ductus carninoma in situ (DCIS), atau Paget’s disease
T0 Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
T1 Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang
T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1b>0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1c>1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T2 Tumor dengan diameter antar 2-5cm
T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T2b dengan fiksasi
T3 Tumor dengan diameter >5 cm
T3a tanpa fiksasi ke fasia atau otot pektoralis
T3b dengan fiksasike fasia atau otot pektoralis
T4 Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara langsung ke dalam dinding thorak, kulit, dan mengenai pectoral lymph node
T4a Dengan fiksasi ke dinding toraks
T4b Dengan edema, infiltrasi, atau ulserasi di kulit
REGIONAL LIMFE NODES (N)
NX Kelenjar ketiak tidak teraba
N0 Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
N1 Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
N2 Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya
N3 Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau intraklavikuler terhadap edema lengan
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara
STADIUM KLINIS KANKER PAYUDARA(Kosmmojaya Pandu Nusa, 2009) :
STADIUM T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
IIA T0
T1
N1
N1
M0
M0
T2 N0 M0
IIB T2
T3
N1
N2
M0
M0
IIIA T0
T1
T2
T3
N2
N2
N2
N1, N2
M0
M0
M0
M0
IIIB T4
Semua T
Semua N
N3
M0
M0
IV Semua T Semua N M1
Pembagian stadium menurut Portmann yang disesuaikan dengan aplikasi klinik yaitu:
Stadium 0Disebut Ductul Carcinoma In Situ atau Non-Invasive Cancer. Yaitu kanker yang tidak
menyebar keluar dari pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada
payudara.
Stadium I :Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada
fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot) . Besar tumor 1 - 2 cm dan
tidak dapat terdeteksi dari luar. Kelenjar getah bening regional belum teraba. Perawatan
yang sangat sistematis diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat
menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini, kemungkinan
penyembuhan pada penderita adalah 70%.
Stadium II : Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5 - 5 cm, sudah ada satu
atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas dengan diameter kurang
dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah
operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang
tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %.
Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5 - 10 cm, tapi
masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu
sama lain. Menurut data dari Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium
ini.
Stadium III B : Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada edema
(lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi, kelenjar getah bening aksila
melekat satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2 - 5 cm. Kanker
sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada,
tulang rusuk dan otot dada.
Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah disertai
dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan Metastasis jauh. Sel-sel kanker
sudah merembet menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati,
otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus
dilakukan adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada stadium ini adalah
palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan).
3. ETIOLOGI
Tumor filodes secara nyata berhubungan dengan fibroadenoma dalam beberapa kasus,
karena pasien dapat memiliki kedua lesi dan gambaran histologis kedua lesi mungkin terlihat
pada tumor yang sama. Namun, apakah tumor filodes berkembang dari fibroadenoma atau
keduanya berkembang bersama-sama, atau apakah tumor filodes dapat muncul de novo,
tidaklah jelas. Noguchi dan kolega telah mempelajari pertanyaan ini dengan analisis klonal
dalam tiga kasus dimana fibroadenoma dan tumor filodes diperoleh berurutan dari pasien
yang sama. Pada masing-masing kasus, kedua tumor monoklonal dan memperlihatkan alel
inaktif yang sama. Mereka berargumen dengan meyakinkan bahwa tumor filodes memiliki
asal yang sama dengan fibroadenoma, fibroadenoma tertentu dapat berkembang menjadi
tumor filodes.
Studi oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive endothelin 1 (irET-1), contoh perilaku
dimana ilmu pengetahuan modern menjelaskan mekanisme yang akan dengan pasti terbukti
penting dalam memahami kedua fungsi normal payudara dan patologi, sementara
memungkinkan pergeseran dalam penekanan dari model rodentia ke studi manusia. Level
jaringan irET-1 diukur dengan ekstrak dari 4 tumor filodes dan 14 fibroadenoma.
Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus, namun levelnya jauh
lebih tinggi pada tumor filodes dibandingkan pada fibroadenoma. Endothelin 1 pada
prinsipnya merupakan vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi lainnya. Ia
menyebabkan stimulasi sederhana DNA fibroblas payudara, namun dapat digabungkan
dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk menciptakan stimulasi kuat. ET-1 tidak
terdapat pada sel epitel payudara normal, namun reseptor ET-1 spesifik terdapat pada
permukaan sel stroma normal. Reseptor ET-1 dijumpai pada permukaan sel dari sel-sel
stroma tumor filodes namun sel-sel immunoreactive ditemukan dalam sel-sel epitel tapi
bukan sel-sel stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor filodes.
Dengan demikian hal tersebut menyediakan kemungkinan mekanisme parakrin pada
stimulasi pertumbuhan stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor filodes.
Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan karsinogenesis
(Mitchel, 2007). Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang meliputi :
a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
b. Insensivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
c. Menghindari apoptosis
d. Potensi replikasi tanpa batas
e. Angiogenesis berkelanjutan
f. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar
Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ payudara dipengaruhi oleh faktor genetik
dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan suatu pertumbuhan yang
berlebihan bahkan yang ganas dari organ payudara adalah:
1. Herediter
Ditemukan 13% tumor payudara terjadi secara herediter pada garis pertama keturunan,
hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh multifaktor dan mutasi germline.
Sekitar 23 % kanker payudara terjadi secara familial (atau 3% dari seluruh kanker payudara)
hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan BRCA2 probabilitas terjadinya kanker yang
berhubungan dengan mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan.
Penderita terkena sebelum menopause dan atau dengan kanker multiple, atau pada pria
dengan kanker payudara dan jika pada anggota keluarga menderita kanker ovarium. Secara
herediter, penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada umumnya antar faktor ini
saling mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen
yang dapat mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain (Rubin, 2003)
Gen BRCA1 dan BRCA2 Pada kanker payudara ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada dua pertiga kasus
kanker payudara familial atau 5 % secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi
pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13.
Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat herediter pada 85 % menyebabkan
terjadinya peningkatan resiko untuk terkena payudara 10 % secara nonherediter dan kanker
ovarium. Mutasi dari BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular,
cenderung ‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan mempunyai prognosis
yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70 % untuk
terjadinya kanker payudara secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari
BRCA1. Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan terjadinya kanker ovarium
dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada kanker payudara (Tapia, 2007).
2. Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan hormon, jenis
kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen
eksogen. Keadaan kanker seperti yang dijumpai pada wanita postmenopause dan
overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk
berkembang menjadi kanker payudara. Metabolit estrogen pada penyebab mutasi atau
menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat
menyebabkan proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini
berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon steroid lain ini di sel
payudara. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat
memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor (Kissane, 1990).
3. Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang kuat. Tidak adanya pola
pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat disebabkan oleh kerja banyak gen
atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja pada anggota keluarga yang sama. Pada
penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi dari tumor suppressor gen p53. Keadaan ini
dapat menyebabkan keganasan pada otak dan kelenjer adrenal pada anak-anak dan kanker
payudara pada orang dewasa. Ditemukan sekitar 1 % mutasi p53 pada penderita kanker
payudara yang dideteksi pada usia sebelum 40 tahun (Kissane, 1990).
4. HER2/neu
HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-encode glikoprotein
transmembran melalui aktivitas tirosin kinase, yaitu p185. Overekspresi HER2/neu dapat
dideteksi melalui pemeriksaaan imunohistokimia, FISH (‘Fluorencence In Situ Hybridization’)
dan CISH (‘Chromogenic In Situ Hybridization’). Suatu kromosom penanda (1q+) telah
dilaporkan dan peningkatan ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa
kasus. Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel payudara
berhubungan dengan prognosis yang buruk (Moriki, 2006).
4. FAKTOR RESIKO
Tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara.Sebaliknya serangkaian
faktor genetik, hormonal, dan kemungkinan kejadian lingkungan dapat menunjang
terjadinya kanker payudara.
Faktor geneticSetiap kanker bisa dipandang sebagai proses genetik karena kanker terjadi dari
perubahan genetik atau mutasi. Individu yang membawa mutasi genetik, lahir satu
langkah lebih dekat dengan timbulnya tumor dan memiliki kecenderungan menderita
kanker pada usia muda. Pada kanker payudara, proses ini berlangsung mulai dari mutasi
genetic, hyperplasia, karsinoma in situ, kemudian kanker metastasis ke jaringan atau
organ lain.
Faktor hormonalHormon estrogen merupakan hormone utama pemicu timbulnya kanker. Pada wanita
dengan kadar estrogen yang tinggi seperti nuliparitas, menarche awal, usia paparan
estrogen lama, tidak laktasi dan terapi sulih hormon pada menopause akan
mempunyai resiko lebih tinggi terkena kanker payudara. Estrogen dan progesteron
mempengaruhi perkembangan dan perubahan dari kelenjar payudara yang memiliki
berbagai macam reseptor hormon. Paparan estrogen akan meningkatkan faktor-faktor
proliferasi sel dan bila tidak terkendali secara biologis akan berkembang menjadi
kanker.
Faktor lingkunganPaparan agen karsinogen dari lingkungan dapat berupa zat kimia, zat makanan,
infeksidan faktor fisik seperti radiasi, radioaktif dan trauma.
Penyebab yang lain diantaranya :
a. Senyawa kimia, seperti aflatoxin B1, ethionine, saccharin, asbestos,
nikel,chrom, arsen, arang, tarr, asap rokok, dan oral kontrasepsi.
b. Virus, seperti RNA virus (fam. retrovirus), DNA virus (papiloma virus, adeno
virus, herpes virus), EB virus.
c. Iritasi kronis dan inflamasi kronis dapat berkembang menjadi kanker.
Dalam Dixon dan Leonard. 2002 beberapa faktor yang menunjukkan
kemungkinanseseorang wanita menderita kanker payudara adalah
a. Menunda kehamilan
Wanita yang belum hamil sampai usia 30 tahun atau belum melahirkan, memiliki risiko
yang lebih besar daripada mereka yang hamil pertama kali di usia belasan tahun.
b. Menyusui
Wanita yang telah menyusui satu anak lebih memiliki risiko lebih rendah daripada
wanita yang tidak pernah menyusui.
c. Mengkonsumsi pil KB atau terapi sulih estrogen
Pil KB bisa sedikit meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara, yang tergantung
kepada usia, lama pemakaiannya dan factor lainnya. Belum diketahui berapa lama
efek pil akan tetap ada setelah pemakaian pil dihentikan. Terapi sulih estrogen yang
dijalani selama lebih dari 5 tahun tampaknya juga sedikit meningkatkan resiko kanker
payudara dan resikonya meningkat jika pemakaiannyalebih lama.
d. Minum alkohol dan merokok
Beberapa wanita yang mengkonsumsi alcohol lebih berisiko tinggi terkena kanker
payudara daripada yang tidak mengonsumsi. Merokok tidak dihubungkan secara
langsung dengan risiko kanker payudara tetapi berhubungan dengan penyakit
kesehatan lain secara menyeluruh.
e. Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara
Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara meningkatkan resiko
berkembangnya penyakit ini. Para peneliti menemukan bahwa kerusakan dua gen yaitu
BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan risiko wanita terkena kanker sampai 85%. Hal
yang menarik,faktor genetik hanya berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara
dan ini menunjukkan bahwa faktor risiko lainnya memainkan peranan penting.
f.Usia
Usia sebagai faktor risiko diperkuat oleh data bahwa 78% kanker payudara terjadi
pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun danhanya 6% pada pasien yang kurang
dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saatditemukannya kanker adalah 64 tahun.
g. Pernah menderita kanker payudara
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasive memiliki resiko
tertinggi untuk menderita kanker payudara.setelah payudara yang terkena diangkat,
maka resiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5 – 1
% per tahun
h. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Resiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah
saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hyperplasia atipik)
i.Menarke (Menstruasi pertama)
sebelum usia 12 tahun, menopause setelah usia 55 tahun, kehamilan pertama setelah
usia 30 tahun atau belum pernah hamil. Semakin dini menarke, semakin besar resiko
menderita kanker payudara.resiko menderita kanker payudara adalah 2-4 kali lebih
besar pada wanita yang mengalami menarke sebelum usia 12 tahun. Demikian pula
dengan menopause ataupun kehamilan pertama.Semakin lambat menopause dan
kehamilan pertama, semakin besar resiko menderita kanker payudara.
j.Obesitas pasca menopause
Obesitas sebagai faktor resiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor resiko kanker payudara kemungkinan
karena tingginya kadar estrogen pada wanita obes.
k. Bahan kimia
Beberapa penelitian telah menyebutkan pemaparan bahan kimia yang menyerupai
estrogen (yang terdapat di dalam pestisida dan produk indrustri lainnya) mungkin
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
5. PATHOFISIOLOGI (terlampir)6. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri/sakit pada Payudara (Breast Pain)Siklus rasa nyeri/sakit pada payudara biasanya terjadi selama akhir fase luteal dari
siklus menstruasi, yang diasosiasikan dengan premenstrual syndrome, dan selesai
(resolves) pada saat permulaan menstruasi (the onset of menses) (Tabel 2).Noncyclic
breast pain tidak berhubungan dengan siklus menstruasi.
2. Nyeri/Sakit pada Daerah Bukan Payudara (Nonbreast Pain)Rasa nyeri yang timbul di dinding dada bisa disalahtujukan dengan rasa nyeri di
payudara. Rasa nyeri yang terbatas pada daerah-daerah tertentu, dan ditandai dengan
rasa terbakar atau nyeri seperti diiris pisau pada daerah dinding dada. Beberapa tipe
rasa nyeri yang dapat dijelaskan, termasuk localized atau diffuse lateral chest-wall pain,
rasa sakit yang menyeluruh (radicular pain) dari cervical arthritis, dan rasa nyeri yang
berasal dari Tietze’s syndrome (costochondritis).
3. Puting berlendir (Nipple Discharge)Diantara pasien-pasien wanita yang dimaksud oleh dokter sebagai mereka yang
mengalami gejala-gejala gangguan payudara, sekitar 6.8 persen mengalami nipple
discharge.Walaupun gejala ini sangat mengganggu pasien, hanya 5 persen dari mereka
yang ditemukan mengalami gangguan dasar yang serius (serious underlying
disease).Nipple discharge termasuk bersifat patologis jika hal tersebut terjadi secara
spontan, berawal dari satu saluran (single duct), bersifat tetap, dan mengandung darah
kotor. Usia adalah faktor penting yang melihat pada risiko ganasnya gangguan
(malignant disease).
4. Benjolan-benjolan terpusat dan tersebar pada payudara (Focal and Diffuse Breast Lumps)
Lesiterpisah (discrete lesions) yang terdeteksi dengan palpasi atau dengan
mammography rutin adalah entitas-entitas yang berbeda pada wanita yang berusia
kurang dari 30 tahun, 31 sampai dengan 50 tahun, atau diatas 50 tahun. Berdasarkan
statistik, 9 dari 10 nodul-nodul baru pada wanita premenopausal adalah jinak (Tabel
1).Pembengkakan simetris yang tersebar (diffuse symmetrical lumpiness) umumnya
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik dan dikaitkan dengan perubahan fibrocystic
pada pemeriksaan histologis.Persentase-persentase mengindikasikan persentase
payudara yang diteliti pada otopsi yang mana lesi ditemukan.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Riwayat penyakitRiwayat penyakit harus mencakup karakteristik gejala dan waktu dalam kaitannya
dengan siklus haid.Lesi jinak payudara paling sering disebabkan perubahan
fibrokistik.Penyebab lain meliputi mastitis, yang biasanya menghasilkan rasa sakit
mendadak, dengan tanda-tanda peradangan. Pendulous breast dapat menyebabkan rasa
sakit. Hidradenitis suppurativa dapat bermanifestasi sebagai nodul payudara dan sakit,
tanda-tanda infeksi dan kemungkinan keterlibatan aksila harus dievaluasi. Harus diwaspadai
riwayat yang mengesankan toraks arthritis, peradangan dinding dada, payudara atau infeksi
aksila, kolesistitis, atau iskemia jantung.Adanya atau tidak adanya benjolan harus
dipastikan, dan apakah mereka bertambah dan berkurang dengan siklus menstruasi (yang
menunjukkan perubahan fibrokistik). Benjolan yang terkait dengan nipple discharge,
terutama discharge unilateral yang berdarah perlu diwaspadai.
Faktor risiko untuk kanker harus dikaji, ini meliputi usia, menarke sebelum usia 12
tahun, menopause setelah umur 55 tahun, dan melahirkan hidup pertama pada usia 30
tahun atau lebih. Informasi harus diperoleh tentang biopsi sebelumnya (apakah duktus
hiperplasia dan, jika demikian, apakah atipis), dan jumlah kerabat tingkat pertama dengan
kanker payudara (dan pada usia berapa kanker mereka terdeteksi). Perangkat penilaian
risiko Gail Model dapat digunakan untuk membantu menghitung risiko dari pertanyaan-
pertanyaan riwayat ini.
Pemeriksaan fisikPemeriksaan payudara klinis sangat berguna dalam screening maupun dalam
evaluasi benjolan. Dalam penelitian yang membandingkan kedua modalitas screening
pemeriksaan fisik dan mamografi, kisaran kanker terdeteksi oleh pemeriksaan fisik tetapi
tidak oleh mamografi adalah 3 % -45 %. Walaupun sensitivitas mamografi lebih besar dari
pada pemeriksaan fisik, ada nilai sisa diagnostik dari pemeriksaan fisik yang berperan
membantu kelanjutan dari screening.
Palpasi secara hati-hati, sistematis meningkatkan deteksi benjolan payudara. Posisi
pasien, palpasi batas-batas payudara, pola dan teknik pemeriksaan adalah variabel penting
dalam pemeriksaan klinis. Pemeriksaan fisik harus meliputi inspeksi dan
palpasi. Pemeriksaan payudara dapat dilakukan dengan wanita yang duduk dengan tangan
di pinggul, beberapa menganjurkan inspeksi juga dengan pasien duduk dengan tangan di
atas kepala, mendorong ke bawah. Pemeriksa mencari benjolan, asimetris, atau
skindimpling.
Payudara harus diraba untuk evaluasi dan deteksi tekstur massa. Posisi pasien
terlentang lebih baik karena pemeriksaan fisik payudara memerlukan jaringan payudara
yang rata terhadap dada pasien, dan jarak dari kulit ke dinding dada diminimalkan dengan
pasien terlentang. Tangan pasien ipsilateral harus diatas level kepala pemeriksaan aspek
lateral payudara, siku harus setinggi bahu untuk pemeriksaan bagian medial payudara.
Pola pemeriksaan harus sistematis, ini penting untuk mencakup daerah yang
berbatasan dengan klavikula, dan secara lateral ke arah aksila, sehingga memastikan
pemeriksaan terhadap semua jaringan payudara. Salah satu metode yang disukai adalah
mulai di aksila di garis midaksilaris dan kemudian menutup payudara dengan meraba garis-
garis paralel, secara lajur vertikal ke sternum. Sebuah wilayah persegi panjang yang dibatasi
oleh klavikula, midsternum, garis midaksilaris, dan garis bra harus mencakupi (Gambar
1). Gerakan kecil melingkar harus dilakukan pada setiap langkah dengan menggunakan
bantalan dari jari kedua, ketiga, dan keempat, dengan tekanan gradasi (Gambar 2).
Pemeriksaan aksila untuk kelenjar getah bening harus mengikuti pemeriksaan
payudara.Pemeriksaan di sepanjang dinding dada sangat penting. Posisi dan ukuran dari
setiap kelenjar getah bening harus dicatat.
Karakter benjolan payudara sangat penting. Karakteristik yang mengesankan kanker
termasuk suatu tekstur keras atau kasar, imobilitas, batas ireguler, dan ukuran lebih besar
dari pada 2 cm. Sebuah massa baru yang dominan atau kasar atau benjolan yang
membesar layak dievaluasi. Sayangnya, rasio kemungkinan untuk tanda-tanda yang
menunjukkan kanker ialah bukan sangat besar, kecuali adanya benjolan yang fix dan ukuran
lebih besar dari pada 2 cm.
Pemeriksaan Penunjanga. Mamografi
Mamografi dapat dilakukan sebagai tambahan untuk pemeriksaan fisik dalam
mengevaluasi benjolan payudara atau sebagai alat skrining. Mamografi umumnya tidak
bermanfaat pada wanita yang lebih muda dari 35 tahun. Ultrasonografi mungkin berguna
dalam mengevaluasi benjolan pada perempuan muda ini.Mamografi biasanya dianjurkan
sebagai bagian dari evaluasi pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang memiliki massa
payudara, untuk membantu mengevaluasi massa dan untuk mencari lesi lainnya. Adalah
kesalahan mengandalkan hasil mammogram negatif apabila secara klinis dicurigai adanya
benjolan. Temuan mamografi yang mengesankan kanker termasuk peningkatan densitas,
batas ireguler, spiculation, dan mikro kalsifikasi berkerumun tidak teratur. Bulat, lesi padat
pada mamografi mungkin mempresentasikan lesi kistik. Ultrasonografi sering dapat
mengesankan suatu lesi kistik, dan aspirasi jarum dapat menegaskan hal ini.
b. UltrasonografiUltrasonografi tidak memiliki peran tunggal atau kajian awal dalam skrining untuk
kanker payudara. Namun, sangat berguna untuk mengevaluasi benjolan payudara dan
dalam mendefinisikan lebih lanjut kelainan dari mammografi. Hal ini terutama berguna pada
wanita yang lebih muda dari 35 tahun, ketika massa yang terdeteksi pada skrining
mamografi tetapi tidak teraba, ketika seorang pasien menolak aspirasi pada sebuah massa,
dan jika massa terlalu kecil atau terlalu dalam untuk aspirasi.
Risiko kanker adalah rendah jika sebuah simple cyst ditemukan pada USG. Sebuah
penelitian tidak menemukan kanker pada 223 kista. Namun, beberapa ahli
merekomendasikan bergerak langsung ke aspirasi jarum halus jika simple cyst ditemukan di
lokasi yang teraba massa. Dalam pengalaman peneliti, hanya menemukan satu kanker
dalam suatu "simple cyst" yang dicatat oleh USG; " kista "adalah berukuran 2 cm, baru, dan
teraba oleh pasien dan dokter, dan hal itu dibenarkan berdasarkan aspirasi.
c. Aspirasi jarum halusAspirasi jarum halus dapat dilakukan untuk aspirasi sesuatu yang teraba yang
dicurigai kista. Sebuah jarum pengukur no 22 atau 24 dimasukkan ke dalam kista yang telah
distabilkan dengan tangan yang lain. Jika cairan yang didapat nonbloody, dapat dibuang,
karena tidak ada kanker ditemukan dalam cairan kista nonbloody. Suatu recheck klinis harus
dilakukan dalam 4 sampai 6 minggu. Cairan berdarah harus dikirim untuk analisis
patologis. Kanker ditemukan kira-kira 1% dari aspirasi berdarah. Kalau tidak ada cairan yang
diperoleh, sel dapat diperoleh untuk evaluasi sitologi dengan biopsi aspirasi jarum halus.
d. Core Needle BiopsiJarum yang lebih besar (14-18) digunakan untuk core needle biopsy. Hal ini
kebanyakan digunakan untuk mengevaluasi massa payudara nonpalpable (yang ditemukan
pada mamografi saja), dengan bimbingan ultrasound atau mammografi. Perjanjian antara
core needle biopsy dan biopsi bedah adalah 94% di tujuh penelitian.
e. Triple DiagnosisKombinasi pemeriksaan fisik, mamografi, dan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis benjolan yang teraba disebut sebagai triple diagnosis. Ada sensitivitas yang
sangat baik (99%) dan spesifisitas (99%) dengan pendekatan ini. Jika salah satu dari tiga
modalitas mengesankan kanker, biopsi eksisi adalah dibenarkan.
8. PENATALAKSANAAN
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara yang
terserang kanker payudara.Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker payudara
stadium I dan II.Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan) maupun paliatif
(menghilangkan gejala-gejala penyakit).
Tindakan pembedahan atau operasi kanker payudara dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Mastektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan sebagian dari
payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpektomi
direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya
di pinggir payudara.
b. Mastektomi total (mastektomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja,
tetapi bukan kelenjar di ketiak.
c. Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan
payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar
ketiak.
Perawatan paliatif pun dilakukan berdasarkan stadium yaitu :a. Pada stadium IIIb dilakukan biopsi insisi, dilanjutkan radiasi. Bila residu tidak ada,
tunggu. Bila relaps, tambahkan dengan pengobatan hormonal dan kemoterapi. Namun,
bila residu setelah radiasi tetap ada, langsung diberikan pengobatan hormonal sebagai
berikut.
Pada pasien premenopause dilakukan Ooferektomi bilateral.
Pada pasien sudah 1-5 tahun menopause periksa efek estrogen. Bila positif, lakukan
seperti (a). Bila negatif, lakukan seperti (c). Observasi selama 6-8 minggu. Bila respons
baik, teruskan terapi, tetapi bila respons negatif dilakukan kemoterapi dengan CMF
(CAF) minimal 12 siklus selama 6 minggu.
Pada pasien pacsa menopause lakukan terapi hormonal inhibitif atau
aditif.
b. Pada stadium IV
Pada pasien premenopause dilakukan Ooforektomi bilateral. Bila respons positif,
berikan aminoglutetimid / tamofen. Bila relaps / respon negatif, berikan kemoterapi
CMF / CAF.
Pada pasien sudah 1-5 tahun menopause, periksa efek estrogen. Efek estrogen
dapat diperiksa dengan estrogen atau progesteron reseptor (ER / PR). Bila positif,
lakukan seperti (a), Bila negatif, lakukan seperti (c).
Pada pasien pasca menopause berikan obat-obat hormonal seperti tomoksifen,
estrogen, progesteron atau kortikosteroid. (Arif Mansjoer, 2000 : 285)
Penatalaksanaan medis yang lain, diantaranya : Pembedahaan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan.Prosedur
pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada
tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara
umum.Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat
sebagaian payudara yang mengandung sel kanker atau pengangkatan seluruh
payudara (mastectomy).Untuk meningkatan harapan hidup, pembedahan
biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormone, atau
kemoterapi.
Terapi Radiasi (Radioterapi)Radioterapi yaitu proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker
yang masih tersisa di payudara setelah operasi. Tindakan ini mempunyai efek
kurang baik seperti tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit
di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun
sebagai akibat dari radiasi.Pengobatan ini biasanya diberikan bersamaan
dengan lumpektomi atau masektomi.
Terapi Hormon Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon
dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada
stadium akhir.
Kemoterapi Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam
bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel
kanker. Sistem ini diharapkan mencapai target pada pengobatan kanker yang
kemungkinan telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Obat kemoterapi
digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi
dilakukan pembedahan).Obat kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau
dikombinasikan.Salah satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti
kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga
hanya menyerang sel kanker saja.Dampak dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-
obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
Terapi Imunologi Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini,
trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2
dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat menjadi pilihan terapi. Pasien
sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi
dengan trastuzumab.
Terapi hormonalPertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormon estrogen, oleh
karena itu tindakan mengurangi pembentukan hormon dapat menghambat laju
perkembangan sel kanker.Terapi hormonal disebut juga dengan therapy anti-
estrogen karena sistem kerjanya menghambat atau menghentikan kemampuan
hormon estrogen yang ada dalam menstimulus perkembangan kanker pada
payudara.
DAFTAR PUSTAKA
Elmore, J G., Gigerenzer, G., Benign Breast Disease — The Risks of Communicating Risk, N
Engl J Med 2005;353;3.
Edison, T., Stromal Effects in Breast Cancer, N Engl J Med, 2007:357;25.\
Guray, M., Sahin A A., Benign Breast Diseases: Classification, Diagnosis, and Management,The
Oncologist 2006;11:435–449.
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs, 2009 (1).
Jiping,W., Joseph,P., Lower-Category Benign Breast Disease and the Risk of Invasive Breast
Cancer, J Natl Cancer Inst 2004;96:616–20
Keith,L,. Arthur,F,. Clinically oriented anatomy, Fifth edition, Lippincott Williams and Wilkins,
2006
Lynn,C., Thomas, A., Benign Breast Disease and the Risk of Breast Cancer, N Engl J Med.
2005;353:229-37.
Mark, M, Pelin, B,.Breast Disorders and Breast Cancer Screening,
Maria,J., Usha, R., Multiplicity of Benign Breast Lesions Is a Risk Factor for Progression to
Breast Cancer, Clin Cancer Res. 2007;13(18):5474-5479.
Nancy,K., Robert,A., Risk of Breast Cancer after Benign Breast Diseases, American Journal of
Epidemiology, 1992. Vol. 135.No. 6.
Sandhy, P., Kathleen, R.,A Multidisciplinary Approach to the Management of Breast cancer, part
1.Prevention and Diagnosis, Mayo Clin.Proc. 2007;82(8):999-1012.
Shane,V., Lynn,C., Assessment of the Accuracy of the Gail Model in Women With Atypical
Hyperplasia, J Clin Oncol. 2008:26:5374-5379.
Stephanie,J., James, L., A Prospective Study of Benign Breast Disease and the Risk of Breast
Cancer, JAMA, 1992;267:941-944.
Santen, RJ., Mansel, R., Benign Breast Disorders, N Engl J Med 2005;353:275-85.
Thomas,E,. Abdissa,N,. Estrogen plus Progestin and risk of benign proliverative breast disease,
Cancer epidemiol biomarkers prev, 2008;17(9).