Post on 15-Oct-2021
1
Laporan Kasus
PERMASALAHAN DIAGNOSIS SEORANG PASIEN DENGAN
KECURIGAAN PENYAKIT KARSINOMA PILOMATRIKS
Pembimbing :
dr. Tjok Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM
Nama Mahasiswa :
Ni Putu Yuni Anggreni Pande
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
TAHUN 2017
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul ― Permasalahan Diagnosis Seorang Pasien Dengan Kecurigaan
Penyakit Karsinoma Pilomatriks‖ ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. . Dr. dr. Ketut Suega, SpPD-KHOM selaku Kepala Bagian SMF/ Ilmu
Penyakit Dalam yang telah menyediakan semua fasilitas sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. dr. Tjokorda Gde Dharmayuda, SpPD-KHOM selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan sampai laporan kasus ini bisa diselesaikan.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan
kedokteran.
Denpasar, Januari 2017
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi 3
PENDAHULUAN 4
Kasus 5
Pembahasan 10
Tabel 1. Klasifikasi Kanker Sel Skuamosa
berdasarkan histology (WHO) 12
Tabel 2. Perbedaan antara kanker pilomatriks dan
kanker sel skuamosa (9,14,15). 14
Ringkasan 16
Daftar Pustaka 16
4
Laporan kasus
PERMASALAHAN DIAGNOSIS SEORANG PASIEN DENGAN
KECURIGAAN PENYAKIT KARSINOMA PILOMATRIKS
Ni Putu Yuni Anggreni Pande, Tjokorda Gde Dharmayuda. Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unud/RSUP
Sanglah Denpasar
Pendahuluan
Kanker pilomatriks adalah kanker kulit yang jarang ditemukan dan mengenai sel
rambut (hair matrix cells) (1,2). Kanker ini bersifat agresif dan tumbuh secara
menginfiltrasi lokal. Kanker pilomatriks pertama kali dikelirukan karena diduga
berasal dari sel kelenjar sebaceous tetapi kemudian ditemukan berasal dari matriks sel
rambut (1). Tumbuh lambat di bagian bawah dermis dan lemak subkutan dan
sebagian besar predileksi di leher dan kulit kepala. Tidak didapatkan hubungan
langsung dengan paparan sinar matahari (3). Terapi berupa lokal pembedahan luas,
radiasi dan kemoterapi. Kanker ini memiliki prognosis buruk berupa dapat menyebar
luas dan bermetastasis jauh.
Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak. Kanker ini
merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel skuamosa yang cenderung
menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Insiden kejadian pada tahun 1996 di Amerika
Serikat sebanyak 10.2 per 100 000 populasi. Kejadian kanker ini sebesar 4% dari
seluruh jenis kanker di Amerika Serikat (3). Faktor predisposisi karsinoma sel
skuamosa kulit antara lain radiasi sinar ultra violet, bahan karsinogen seperti rokok,
arsenik dan lain – lain. Pembedahan merupakan tindakan pilihan utama dan bisa
dipergunakan baik terhadap lesi yang kecil maupun yang besar. Kemoterapi
dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan dengan lesi pada tempat sulit untuk
melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor (4).
Kanker pilomatriks jarang ditemukan dan menjadi kekeliruan dalam
mendiagnosis. Benjolan massa nodul subkutan yang terfiksir ini menyebabkan
kesalahn diagnosis karena gambaran klinisnya didapatkan hampir sama.
5
Berikut dilaporkan kasus seorang penderita dengan kecurigaan awal menderita
kanker pilomatriks. Misdiagnosis antara karsinoma pilomatriks dengan kanker kulit
sel skuamosa menjadi hal yang mendasari dibuatnya laporan kasus ini.
Kasus
Seorang wanita, 55 tahun, agama Hindu, suku Jawa, menikah, pekerjaan sebagai
wiraswasta, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tanggal 22
April 2015, dengan keluhan benjolan pada leher sebelah kiri sejak 4 bulan sebelum
masuk rumah sakit (SMRS). Benjolan ini dirasakan semakin membesar, kulit tampak
merah dan nyeri mulai dirasakan. Pada benjolan juga terdapat luka yang dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu. Luka tampak bernanah tanpa darah. Penderita juga
mengeluhkan suara serak dan terasa kaku pada lidah sebelah kiri.
Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal. Riwayat merokok dikatakan ada
selama 5 tahun sebanyak 10 batang per hari dan saat ini dikatakan telah berhenti.
Riwayat minum alkohol disangkal. Aktivitas di luar ruangan dengan paparan sinar
matahari disangkal. Riwayat penyakit keluarga berupa kanker terutama kanker kulit
disangkal. Penurunan berat badan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 96 kali/menit, laju respirasi 20 kali/menit, suhu
aksila 36,7 0C, skala nyeri visual analog scale (VAS) 1 dari 10, berat badan 62 kg
dan tinggi badan 168 cm. Pada pemeriksaan leher sebelah kiri teraba satu benjolan,
ukuran diameter 8 cm, tampak luka kemerahan, terdapat nanah dan tanpa darah serta
ada disertai nyeri. Pemeriksaan fisik umum, jantung, paru, dan abdomen didapatkan
dalam batas normal.
6
a. b.
c.
Gambar 1. a. Benjolan di leher yang pertama kali dirasakan pasien. b. Perubahan
yang terjadi pada benjolan di leher setelah mendapat terapi OAT. c. Saat datang
pertama kali ke RSUP Sanglah Denpasar
Gambar 2. Hasil USG leher pada tanggal 23 Januari 2015
7
Gambar 3. CT-Scan Leher dengan kontras tanggal 20 April 2015
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan kadar hemoglobin 13,8 g/dL; platelet 374x
103/μL; dan leukosit 8,98x10
3/μL. Kadar CEA 11,80 ng/mL, LDH 538 U/L dan SCC
8,5 ng/mL (nilai normal: ≤1,5 ng/mL). USG tiroid di RS Sentra Medika (tgl 23
Januari 2015) mengesankan sebagai Lymphadenitis chronis packet colli sinistra dan
soliter dextra: clear packet oleh TB dd/ Burkit’s Lymphoma perlu dipertimbangkan.
Dengan hasil ini, pasien diterapi sesuai dengan TB colli (TB extra paru) dan
diberikan OAT kategori I. Namun setelah 3 bulan pengobatan OAT, benjolan di leher
bertambah besar dan luka di benjolan tersebut. Sempat dikatakan luka berisi pus,
8
namun kemudian diberikan obat antibiotik dan luka membaik. Pada tanggal 4
Februari 2015 dilakukan biopsi insisi di RSU Parama Sidhi dan pemeriksaan patologi
anatomi. Hasil patologi anatomi pada regio Colli Sinistra RSU Parama Sidhi
menyimpulkan bahwa gambaran konvensional histomorfologi dengan pulasan
Hematoksilin dan Eosin ukran 1x0,5x0,3 cm sesuai untuk Pilomatrixoma dd/
Pilomatix Displasia. Hasil CT scan kepala dengan kontras menunjukkan massa leher
posterior kiri sebesar 0,5 cm.
Gambar 4. Histopatologi kecurigaan dengan Pilomatrixoma dd/ Pilomatix
Displasia
Setelah pasien berobat di RSUP Sanglah, awal pasien dilakukan rapat tim untuk
menentukan jenis tumor. Keputusan rapat tim dilakukan biopsi eksisi pada regio Colli
9
sinistra (tgl. 27 April 2015) dan hasil patologi anatomi dengan pengecetan
Hematoxylin dan Eosin (tgl 30 April 2015) dengan ukuran terbesar 3,5x1,5x1,5 cm
dan terkecil1,5x0,7x0,5 cm disimpulkan adanya Squamous Cell Carcinoma Moderate
Differentiated.
Gambar 5. Histopatologi Squamous Cell Carcinoma
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, penderita didiagnosis dengan
karsinoma sel skuamosa
Dari konsultasi ke Bagian Bedah Onkologi untuk penanganan karsinoma
Pilomatrix dikembalikan ke Interna. Pada pasien dilakukan terapi kemoterapi.
Kemoterapi yang diberikan berupa docetaxel 97,5 mg, cisplatin 97,5 mg dan
fluorouracil 975 mg.
Setelah dilakukan kemoterapi selama 6 siklus, keadaan pasien lebih membaik.
Dari segi klinis, rasa kaku pada lidah sebelah kiri dan nyeri pada leher kiri berkurang.
Ukuran benjolan pada leher sebelah kiri juga berkurang. Dengan ukuran awal sekitar
8 cm menjadi 1 cm.
Setelah 6 bulan dilakukan follow-up pada pasien didapatkan klinis baik tanpa
terdapat keluhan yang sama seperti saat sakit dan pada pemeriksaan fisik tidak
didapatkan pertumbuhan kanker kembali baik ditempat yang sama maupun di tempat
lain. Tidak didapatkan rekurensi pada pasien sampai saat ini.
10
Gambar 6. Foto penderita setelah operasi ( 7 hari setelah post op)
Pembahasan
Kanker pilomatriks adalah tumor lokal pada sel rambut yang bersifat agresif
memiliki angka kekambuhan tinggi terutama jika dilakukan eksisi yang tidak
sempurna. Kanker ini sering disebut ―calcifying epithelioma of Malherbe‖ karena
ditemukan oleh Malherbe pada tahun 1880, didapatkan neoplasma subkutan yang
berasal dari kelenjar sebum. Kanker ini kebanyakan ditemukan di daerah kepala dan
leher (1,5).
Gambaran histopatologi karsinoma pilomatriks memiliki diameter yang luas (≥4
cm), infiltrasi sampai ke fascia dan otot skeletal, kebanyakan sel basaloid, nuclear
pleomorphism dengan conspicuous eosinophilic nucleoli, gambaran mitotik
abnormal, area dipenuhi nekrosis tumor, stromal desmoplasia, dan invasi vaskular,
limpatik atau perineural. sedangkan kanker sel skuamosa kebanyakan proliferasi sel-
sel epitel skuamosa, gambaran mitotik abnormal (6,7).
Terapi berupa eksisi luas dan radiasi dilakukan untuk manifestasi penyakit yang
berperilaku sering kambuh (8). Kemoterapi adjuvant dan radiasi digunakan untuk
menghindari progresifitas penyakit dan kematian. Pada karsinoma pilomatriks
11
kambuh, tidak ada rejimen kemoterapi yang dapat menyediakan kontrol lokal jika
telah terjadi metastasis. Diagnosis penyakit ini perlu dilakukan diagnosis pembanding
sesegera mungkin karena dapat kelakuan kanker ini yang invasif (7,9).
Kanker sel squamous merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel
skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Penyebab kanker kulit
ini belum diketahui secara pasti (10,11). Terdapat banyak faktor yang dapat
menyebabkan pertumbuhan kanker sel skuamosa pada kulit yaitu faktor paparan sinar
matahari, arsen, hidrokarbon, suhu, radiasi kronis, parut, dan virus. Manifestasi klinis
berupa suara serak, sulit menelan atau nyeri pada telinga (12). Pembesaran kelenjar
getah bening juga dapat menjadi manifestasi awal, dapat juga bersifat ―silent‖ dengan
manifestasi terdapat di dasar lidah, supraglotis dan nasofaring. Gambaran
histopatologi berupa massa sel epidermis ireguler yang berproliferasi sampai ke
lapisan dermis. Keratinisasi tumor ini dalam bentuk well-differentiated (13).
Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada perubahan
morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat pada KSS meliputi
proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang
memainkan peranan pada perkembangan penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio
lain kromosom, mutasi pada proto-onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti
metilasi atau histonin diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis,
molekul adesi sel, fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang
mengelilingi juga memainkan peranan (13).
Perbanyakan gen dan overekspresi protein ditemukan pada kanker sel skuamosa
contohnya adalah Cyclin D yang sering teramplikasi dan overekspresi pada tahap awal
tumorigenesis.Tumor supresor gen p53 adalah gen yang paling sering termutasi pada
50% kasus. Perubahan genetic teridentifikasi pada kromosom 4,8 dan 11 (12).
Patogenesis molekuler kanker sek skuamosa mencerminkan akumulasi perubahan
genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-
gen yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel,
motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan
12
pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan
peningkatan potensi malignansi (12).
Tabel 1. Klasifikasi Kanker Sel Skuamosa berdasarkan histology (WHO) (6)
Well differentiated (Grade I) proliferasi sel-sel tumor di mana sel-sel
basaloid tersebut masih berdiferensiasi
dengan baik membentuk keratin
(keratin pearl)
Moderate diffirentiated (Grade II) proliferasi sel-sel tumor di mana sebagian
sel-sel basaloid tersebut masih
menunjukkan diferensiasi,
membentuk keratin
Poorly differentiated (Grade III) proliferasi sel sel tumor di mana
seluruh sel-sel basaloid tidak
berdiferensiasi membentuk keratin,
sehingga sel
sulit dikenali lagi
Gambar 7. Karsinoma Pilomatriks
13
Gambar 8. Kanker Sel Skuamosa
Kanker pilomatriks secara histologis sulit dikenali karena memiliki karakteristik
berupa ―islands of ghost cells‖ atau ―shadow cells‖ dikelilingi oleh sel basal. Ghost
cells ini merupakan pathognomonic feature dari sel skuamosa tak berinti dengan
daerah pusat yang pucat. Ghost cell ini dikenali sebagai folikel rambut yang muda
(abortive hair follicles). Sel basaloid yang berada di sekelilingnya memiliki ciri khas
berupa nukleus basofilik yang berwarna pekat dengan sitoplasma pucat. Daerah ghost
cell ini terdapat kalsifikasi di tepinya dan sel raksasa (1,7,9).
Kesalahan interpretasi antara kanker pilomatriks dengan kanker sel skuamosa
didapat saat analisis sitologi. Manifestasi klinis yang tidak lengkap didapat saat
pemeriksaan juga dapat mengaburkan diagnosis. Tingkat kebenaran menganalisis saat
laporan pertama dilakukan reseksi didapat hanya 25%. Gambaran berupa adanya sel
primitif dengan perbandingan antara nukleus dan sitoplasma tinggi serta gambaran
mitosis. Adanya debris dan sel inflamasi yang banyak dapat membingungkan hasil
sitologi. Kesalahan interpretasi terjadi pada spesimen FNAB yang tidak representatif.
Studi lain menyebutkan adanya ghost cells yang banyak juga merupakan sumber
kesalahan diagnosis. Sumber lain menyebutkan juga bahwa identifikasi ghost cells
pada sediaan alkohol dapat mennyulitkan evaluasi sehingga lebih baik tanpa
menggunakan alkohol namun air-dried smear.
Pasien dilakukan tindakan pembedahan untuk mengurangi massa tumor.
Dilakukan biopsi eksisi sekitar 5 cm. Pada teori menyebutkan pembedahan
merupakan tindakan pilihan utama dan bisa dipergunakan baik terhadap lesi yang
kecil maupun yang besar. Pembedahan harus dilakukan dengan pembiusan total
karena pembiusan lokal dapat terjadi penyeberangan dari sel-sel tumor mengikuti
14
ujung jarum suntik yang dipergunakan. Pembedahan yang dilakukan sebagai terapi
dari karsinoma sel skuamosa kulit adalah eksisi luas dengan batas irisan dari tepi
tumor sebesar 2 cm atau lebih dalam 2 cm.
Tabel 2. Perbedaan antara kanker pilomatriks dan kanker sel skuamosa
(9,14,15).
Kanker Pilomatriks Kanker Sel Skuamosa
Usia Usia pertengahan antara usia
45-60 tahun
Terutama pada usia 40 – 50
tahun
Jenis kelamin Laki:Wanita rasio 3-4:1 Lebih sering dijumpai pada
orang kulit putih daripada
kulit berwarna dan lebih
banyak dijumpai pada laki-
laki dibandingkan dengan
wanita
Lokasi Lokasi tersering adalah
daerah kepala dan leher
Lokasi tersering adalah
pada daerah yang banyak
terpapar sinar matahari
seperti wajah, telinga, bibir
bawah, punggung, tangan
dan tungkai bawah
Gejala dan tanda Pada benjolan tidak terdapat
nyeri, terfiksir
Pada benjolan terdapat
nyeri. Gejala lain: suara
serak, nyeri menelan, nyeri
pada telinga
Karakteristik klinis - Ireguler
- Pertumbuhan
infiltrasi (invasi ke
pembuluh darah,
saraf/perineural,
tulang)
- Ukuran besar (≥ 4
cm)
- Lokal invasif
- Dapat metastasis ke
paru, tulang dan
visceral abdomen
- Angka kekambuhan
46-60%
- proliferasi sel-sel
epitel skuamosa
- sel-sel yang atipia
disertai perubahan
bentuk rete peg
processus
- pembentukan
keratin yang
abnormal
- pertambahan
proliferasi basaloid
sel
- susunan sel menjadi
tidak teratur
- membentuk tumor
nest (anak tumor)
yang berinfiltrasi ke
15
jaringan sekitarnya
atau membentuk
anak sebar ke organ
lain (metastase)
Gambaran
histopatologi
- kebanyakan sel basal,
namun terdapat juga
sebagian kecil sel
skuamosa
- Bentukan sel seragam
(uniform),
- gambaran mitosis
cepat (high mitotic
rate) > 30 mitosis
per 10 lapang
pandang
- Terdapat sel
bayangan (Shadow
cells)
- kisaran
abnormalitas
selular, termasuk
perubahan ukuran
sel dan morfologi
sel,
- gambaran
peningkatan mitotik,
- hiperkromatisme
dan perubahan pada
ulserasi dan
maturasi selular
yang normal
Pasien diberikan kemoterapi berupa docetaxel 97,5 mg, cisplatin 97,5 mg dan
fluorouracil 975 mg. Modalitas terapi ini dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan
dan terutama untuk kasus dengan adanya metastase jauh, juga pada penderita dengan
lesi pada tempat sulit untuk melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor. Pemberian
kemoterapi pada kanker sel skuamosa kepala dan leher pada NCCN diberikan jenis
platinum-based. Disebutkan Docetaxel/cisplatin/5-FU sebagai kategori pertama
pilihan untuk kanker ini. Docetaxel memiliki mekanisme kerja berupa menginduksi
pembentukan mikrotubulus dan menghambat penguraiannya menjadi tubulin
sehingga sel akan terhenti pada fase G2-M dan terjadi hambatan proliferasi sel.
Golongan ini juga bekerja menghambat ekspresi onkoprotein Bcl-2 sebagai protein
anti-apoptosis. Cisplatin memiliki mekanisme kerja berikatan dengan DNA sehingga
menghambat replikasi dan transkripsi DNA dan sintesis DNA. Fluorouracil
menghambat pembentukan thymine yang diperlukan untuk sintesis DNA.
16
Ringkasan
Telah dilaporkan seorang penderita wanita, 55 tahun yang terdiagnosis awal
dengan kecurigaan kanker pilomatriks berdasarkan hasil FNAB kemudian dilakukan
biopsi eksisi dengan hasil PA berupa kanker sel skuamosa. Telah dilakukan terapi
berupa pembedahan eksisi dan kemoterapi. Ukuran benjolan mengecil. Kesalahan
diagnosis antara kanker pilomatriks dengan kanker sel skuamosa didapat dari analisis
sitologi karena adanya ―islands of ghost cells‖ atau ―shadow cells‖, manifestasi klinis
yang tidak jelas dan spesimen FNAB yang tidak representatif. Dibutuhkan ketelitian
dalam menganalisis hasil sitologi dan pengambilan bahan dengan cara biopsy eksisi
dengan hasil representatif
Daftar pustaka
1. Hardisson D, Linares MD, Cuevas-Santos J. Pilomatrix carcinoma: A
clinicopathologic study of six cases and review of the literature. Am J
Dermatopathol. 2001;23:394-401.
2. Autelitano L, Biglioli F, Migliori G. Pilomatrix carcinoma with visceral
metastases: Case report and review of the literature. J Plast Reconstr Aesthet
Surg. 2009;62:574-7.
3. Preuss SF, Stenzel MJ, Hansen T. Inverted malignant pilomatricoma of the
neck. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2005;26(2):269-71.
4. Cohen D, Lin S, Hughes YH, Maddalozzo J. Head and neck Pilomatrixoma in
children. Archives of Otolaryngology Head & Neck Surgery.
2001;127(12):1481-1483.
5. Nishioka M, Tanemura A, Yamanaka T. Pilomatrix Carcinoma Arising from
Pilomatricoma after 10-year Senescent Period: Immunohistochemical Analy-
sis. Journal of Dermatology. 2010;37(8):735-739.
6. Cassarino D, DeRienzo D, Bar RJ. BCutaneous squamous cell carcinoma: a
comprehensive clinicopathologic classification part two. Journal of Cutaneous
Pathology. 2006; 33(4): 261–279.
17
7. Cockerell J, Wharton R. New histopathological classification of actinic
keratosis (incipient intraepidermal squamous cell carcinoma). Journal of Drugs
in Dermatology. 2005; 4(4): 462–467.
8. Bansal C, Handa U, Mohan H. Fine needle aspiration cytology of
pilomatrixoma. J Cytology. 2011;28: 1–6.
9. Caponigro F, Massa E, ManZione L, Rosati G, Biglietto M, De Lucia L.
Docetaxel and cisplatin in locally advanced or metastatic squamouscell
carcinoma of the head and neck: a phase II study of the southern Italy
cooperative oncology group (SICOG). Ann Oncology. 2001;12:199202.
10. Newkirk KA, Cullen KJ, Harter KW, Picken CA, Sessions RB, Davidson BJ.
Planned neck dissection for advanced primary head and neck malignancy
treated with organ preservation therapy: disease control and survival outcomes.
Archives of Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2001;23:739.
11. V. I. Forest, J. J. Clark, M. J. Veness, and C. Milross, N1S3: a revised staging
system for head and neck cutaneous squamous cell carcinoma with lymph node
metastases—results of 2 Australian cancer centers. Archives of Otolaryngology
Head & Neck Surgery. 2010;116(5):1298–1304.
12. Tull S, Nunley K, Sengelmann R, Nonsurgical treatment modalities for primary
cutaneous malignancies. J Dermatologic Surgery. 2008; 34(7):859–872.
13. Aherne NJ, Fitzpatrick DA, Gibbons D. Recurrent malignant pilomatrixoma
invading the cranial cavity: Improved local control with adjuvant radiation. J
Med Imaging Radiat. 2009;53:139-41.
14. Bhasker S, Bajpai V, Bahl A. Recurrent pilomatrix carcinoma of scalp treated
by electron beam radiation therapy. Indian J Cancer. 2010;47:217-9.
15. Autelitano L, Biglioli F, Colletti G. Pilomatrix Carcinoma with Visceral
Metastases: Case Report and Review of the Literature. Journal of Plastic
Reconstructive and Aesthetic Surgery. 2009; 62(12): 574-577.