Post on 27-Dec-2015
Skenario B Blok 24
Athar, anak laki-laki, usia 15 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa duduk dan
merangkak. Athar anak ketiga dari ibu usia 40 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 4
kali. Lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250 gram. Saat ini Athar baru bisa
tengkurap bolak-balik di usianya ke-8 bulan, bisa meraih benda dan memegang mainan
sendiri, Athar belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan, belum bisa memanggil
mama, papa, dan menangis bila ingin sesuatu. Tidak ada riwayat kejang.
Pemeriksaan fisik: berat badan 7,8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm. Anak
sadar. Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan letaknya lebih rendah
dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik,
mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak
terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan
menahan kepala beberapa detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak ditemukan.
Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai dan lengan sangat lembek
dan mudah sekali ditekuk. Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak
ibu jari kaki dengan jari kedua lebar.
A. Klarifikasi Istilah
Refleks Moro: Fleksi paha dan lutut bayi, jari-jari tangan membuka lebar kemudian
mengepal disertai kedua lengan direntangkan kemudian ditarik ke dalam seperti
hendak memeluk sesuatu; ditimbulkan oleh rangsangan yang tiba-tiba dan normal
ditemukan pada bayi.
Simian Crease: Hanya ada satu garis tangan yang terdapat pada palmar, normalnya
berjumlah tiga buah garis.
Grasping Reflex: Fleksi atau mengerutnya jari tangan atau ibu jari pada
perangsangan telapak tangan atau telapak kaki, keadaan ini normal pada bayi.
Refleks Tendon: Refleks yang ditimbulkan oleh ketukan tajam pada tendon atau
otot ditempat yang tepat sehingga menghasilkan pengerutan segera otot tersebut,
yang diikuti oleh kontraksinya.
Orbital Hypertelorism: Peningkatan abnormal jarak interorbital
Hipoplastic Nose: Keadaan dimana tulang hidung berukuran lebih kecil dari
berbagai derajat.
1
Kekuatan lengan dan tungkai 4 (Hipotoni): Penurunan derajat kekuatan atau
tegangan pada otot rangka menurun
Macroglossy: Kelainan lidah berupa ukuran lidah yang lebih besar dari normal
Telinga Kecil: Kelainan kongenital berupa malformasi daun telinga
Leher Pendek: Ukuran leher yang lebih pendek dari biasanya atau perawakan leher
yang terlihat pendek
Gerakan tidak terkontrol: Kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus
menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap
tubuh yang abnormal.
Kejang: Serangan mendadak atau kekambuhan penyakit
Lahir Spontan: Melahirkan anak secara pervaginam tanpa bantuan mekanik
(dengan tenaga ibu sendiri)
B. Identifikasi Masalah
Athar, anak laki-laki, usia 15 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa duduk
dan merangkak
Riwayat Perkembangan: Saat ini Athar baru bisa tengkurap bolak-balik di
usianya ke-8 bulan, bisa meraih benda dan memegang mainan sendiri, Athar
belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan, belum bisa memanggil
mama, papa, dan menangis bila ingin sesuatu. Tidak ada riwayat kejang..
Athar anak ketiga dari ibu usia 40 tahun
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran: Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa
kehamilan ke bidan 4 kali. Lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250
gram.
Pemeriksaan fisik: berat badan 7,8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala
41 cm. Anak sadar. Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil
dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar
dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum
kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan
yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan
kepala beberapa detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak
ditemukan. Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai
2
dan lengan sangat lembek dan mudah sekali ditekuk. Telapak tangan terdapat
simian crease. Tungkai pendek dan jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar.
C. Analisis Masalah
Masalah 1
1. Bagaimana perkembangan anak normal usia 0-15 bulan?
Jawab:
Usia 1 Bulan
- Motorik kasar: gerakan, tangan dan kaki masih dipengaruhi refleks Moro,
berusaha mengangkat kepala ketika ditengkurapkan, kepala menoleh ke
samping kanan dan kiri, berusaha memiringkan tubuh dari posisi telentang.
- Motorik halus: tangan mulai mampu menggenggam walau sebentar,
mengikuti benda yang bergerak di depan matanya walau sebentar.
- Perkembangan sosial: menatap wajah ibu saat disusui, mulai merespons
terhadap suara, mulai tersenyum atau tertawa tanpa suara.
- Perkembangan bahasa: mengeluarkan bunyi ‘uh’ dan ‘ah’ yang lemah.
Usia 2 Bulan
- Motorik kasar: mengangkat kepala lebih lama ketika ditengkurapkan,
gerak tangan dan kakinya lebih halus, kepala menoleh ke kiri dan kanan.
- Motorik halus: genggaman tangan semakin baik, mulai senang
memerhatkan tangan sendiri, memerhatikan gerakan benda yang berada
agak jauh dari pandangannya.
- Perkembangan sosial: murah senyum dan tertawa.
- Perkembangan bahasa: mengeluarkan suara suara.
Usia 3 Bulan
- Motorik kasar: mengangkat kepala dan bau ketika ditengkurapkan, mulai
belajar tengkurap sendiri.
- Motorik halus: genggaman tangan semakin erat, meraih benda.
- Perkembangan sosial: mengenali wajah dan aroma tubuh ibu/orang yang
terdekat.
3
- Perkembangan bahasa: berceloteh, memainkan ludah, mengenali suara
orang terdekat.
Usia 4 Bulan
- Motorik kasar: kepala makin tegak, mulai tengkurap dan telentang sendiri.
- Motorik halus: meraih, menggapai, memegang mainan dengan kedua
tangan.
- Perkembangan sosial: merespon ketika diajak bicara.
- Perkembangan bahasa: tertawa dan berceloteh makin keras. Pada usia ini
biasanya juga mulai muncul gigi pertama.
Usia 5 Bulan
- Motorik kasar: makin lancar tengkurap telentang.
- Motorik halus: mulai mampu membedakan warna-warna terang, bermain
dengan kaki dan tangannya, mulai mengeksplorasi dengan mulut.
- Perkembangan sosial: mengenali namanya jika dipanggil, tertarik dengan
suara atau bunyi-bunyian, terutama yang baru didengarnya.
Usia 6 Bulan
- Motorik kasar: dapat didudukkan tanpa dipegang, berguling kesana
kemari.
- Motorik halus: memasukkan segala sesuatu yang dipegangnya ke dalam
mulut, memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain.
- Perkembangan bahasa: menirukan suara-suara yang didengarnya, makin
senang mendengar suara dan bunyi-bunyian.
Usia 7 Bulan
- Motorik kasar: dapat didudukkan tanpa dipegangi, mulai posisi merangkak
tetapi hanya bererak ke depan-belakang, merayap.
- Motorik halus: koordinasi tangan kanan dan kiri semakin baik.
- Perkembangan sosial: mulai menolak orang yang dianggapnya asing.
- Perkembangan bahasa: mengoceh seolah-olah seperti mengobrol.
4
Usia 8 Bulan
- Motorik kasar: mulai merangkak, duduk sendiri, berusaha berdiri sambil
berpegangan.
- Motorik halus: menjimpit benda, menunjuk ke benda tertentu, mencari
benda yang disembunyikan.
- Perkembangan bahasa: berbicara satu suku kata, seperti maaa…maa,
paa..paa.
Usia 9 Bulan
- Motorik kasar: berdiri sambil berpegangan dan mencoba melangkah.
- Motorik halus: mampu minum dari gelas bermoncong, makan dengan
tangan, memukul-mukulkan benda/mainan yang ia pegang.
- Perkembangan sosial: bermain ciluk ba, mengikuti permainan sederhana
(main pok ame ame, dadaaah).
- Perkembangan bahasa: makin ramai mengoceh, menggabungkan dua suku
kata (misalnya mamaaa…paapaa)
Usia 10 Bulan
- Motorik kasar: makin mahir merangkak, makin terampil berdiri.
- Motorik halus: melambaikan tangan (dadaaah…), makin terampil
menjimpit.
- Perkembangan sosial: memberi tanda untuk menunjukkan kemauannya.
- Perkembangan bahasa: memanggil ibu dan ayah dengan sebutannya
masing-masing (misalnya mama, papa, atau yaaa).
Usia 11 Bulan
- Motorik kasar: berdiri tanpa pegangan untuk beberapa saat, senang
menjelajah dengan merangkak, mulai berjalan sambil dipegang (dititah).
- Motorik halus: memasukkan benda ke waduk, makan sendiri
menggunakan sendok.
- Perkembangan sosial: mulai mengerti larangan dan perintah sederhana,
bermain kiss bye.
5
Usia 12 Bulan
- Motorik kasar: berjalan beberapa langkah atau lancar berjalan dengan
berpegangan (dititah), menjelajah.
- Motorik halus: makin terampil memindahkan benda dari dan ke dalam
wadah.
- Perkembangan sosial: mengikuti apa yang dilakukan orang lain, bermain
dengan anak atau orang lain.
- Perkembangan bahasa: mengucapkan kata-kata lain selain yang biasa.
Usia 13-15 Bulan
- Berjalan, gemar mencorat-coret di mana-mana, dinding, berlagak seolah
bisa lancar memegang buku, minum dari gelas, mampu menggabungkan
dua kata.
2. Bagaimana etiologi dan mekanisme belum bisa duduk dan merangkak di
usia 15 bulan?
Jawab:
Anak ini tidak bisa mencapai tahap perkembangan / milestone yang
seharusnya sehinga ia mempunyai risiko GPN. Sebenarnya kecepatan
perkembangan anak berbeda – beda oleh karena itulah perlu dibedakan mana
yang patologis mana yang fisiologis. Keterlambatan perkembangan motorik
pada tahun pertama harus dipikirkan bila seorang bayi :
1. Tidak mau memegang atau mengenal benda yang diletakkan ditangannya
saat usia 4 bulan
2. Tangan tetap terkepal erat sampai umur 4-5 bulan
3. Tetap bermain dengan jari sampai umur 6-7 bulan
4. Belum dapat mengontrol epalanya dengan baik pada umur 6-7 bulan
5. Belum dapat duduk tegak dilantai (5-10 menit) pada umur 10-12
Hal ini merupakan bagian dari gangguan perkembangan neurologis. Salah
berdasarkan penyebabkanya faktor perkembangan terlambat atau gangguan
perkembangan neurologis dibagi menjad faktor prenatal, perinatal dan post
natal. Dari analisis kasus disimpulkan bahwa etiologi keterlambatan
perkebangan global development delayed khususnya motorik kasar berupa
6
duduk dan merangkak akibat faktor prenatal yaitu defek genetic/kromosom
berupa trisomi 21 aau sindrom down yang menyebabkan malformasi serebral.
Perkembangan motorik kasar pada bayi mengalami beberapa tahapan yaitu : 1.
Peningkatan tonus otot dan control kepala maksimal usai 3-4 bulan,
2.hilangnya reflex primitive pada usia 4-6 bulan 3. Duduk pada usia 6 bulan
4. Pola lokomotor pada usia 10 – 12 bulan.
Mekanisme : Anak dengan down syndrome mengalami tonus yang rendah
(hypotonus) membuat perkembangan motorik umum tertinggal dibandingkan
bentuk perkembangan lain sehingga ia terlambat mencapai mile stone
perkembangan motoriknya. Hal ini disebabkan karena beberapa gen di
kromosom 21 seperti The COL α1 (VI) and α2 (VI) chains berlebihan pada
anak dengan down syndrome dan terpisah dengan Col alfa 3 yang terletak di
kromosom 2.. Gen ini berupa gen yang menyandi molekul kolagen tipe 4
(yang berperan dalam integritas otot rangka dan jantung) yang penting untuk
menjaga integritas otot dan dibentuk oleh tiga rantai , alpha 1-3.
Pada akhir tahun pertama, rata-rata bayi dengan down sindrom sudah mampu
duduk sendiri tanpa bantuan. Bila ia ditempatkan di atas perutnya saat ini, ia
berusaha dengan sangat aktif untuk merangakak, namun ia tidak membuat
kemajuan apapun. Perkembangan motorik halus anak dengan down sindrom
ini pada pertengahan tahun pertama sudah dapat meraih benda-benda di dalam
mulutnya dan menggoyang-goyangkan benda.
3. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keterlambatan
perkembangan?
Jawab:
Dari hasil penelitian I Gusti Ngurah Suwarba dkk, 2008 pasien keterlambatan
perkembangan global laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yang
dapat diidentifikasi etiologinya (63% berbanding 37%).
Penemuan yang sama pada penelitian Sour dkk, 74% pasien keterlambatan
perkembangan global laki-laki, dan etiologi yang dapat diidentifikasi 59%
pada anak laki-laki dan 30% perempuan. Namun bagaimana hal ini dapat
terjadi sampai saat ini belum dapat dijelaskan, diperkirakan karena kondisi
faktor x-linked atau x-limited.
7
Masalah 2
1. Apa makna klinis dari riwayat perkembangan:
Tengkurap bolak-balik usia 8 bulan
Jawab:
Menandakan adanya keterlambatan pada motorik kasar. Anak seharusnya
sudah menunjukkan kemampuan tengkurap pada usia 6,5 bulan.
Seharusnya anak dengan usia (8 bulan) ini sudah bisa berdiri sambil
berpegangan.
Bisa meraih benda
Jawab:
Pada perkembangan normal,anak dapat meraih benda mulai pada umur 6
sampai 3 bulan. Pada kasus diketahui bahwa anak umur 15 bulan sudah
dapat meraih benda yang mengartikan bahwa anak ini tidak megalami
gangguan,namun diperlukan anamnesis serta pemeriksaan tambahan untuk
menggali lebih lanjut.
Memegang mainan sendiri.
Jawab:
Mampu memegang mainan sendiri normal pada anak usia 15 bulan.
Belum bisa tepuk tangan
Jawab:
Gangguan mototrik kasar. Seharusnya anak sudah bisa bertepuk tangan
sejak usia 8-9 bulan. Oleh karena Athar mengalami keterlambatan
perkembangan akibat sindrom down akibatnya perkembangan ini
terlambat dan Altar belum bisa bertepuk tangan. Sebenarnya control
motorik anak dimulai dari otak, saraf dan otot. Pada anak dengan sindrom
down mereka mengalami gangguan pada dua aspek yaitu otot dan otak.
Gangguan oto berupa hipotonia sehingga mengganggu perkembangan dan
juga gangguan sisitem saraf pusat (otak) [yang dibuktikan dengan lingkar
kepala yang lebih kecil dari usia seharusnya (48 cm (mean)) sedangkan
berdasarkan kurva Nellhaus Athar dibawah -2 SD] . Berdasarkan study
morphometric Down Syndrom didapatkan bahwa anak dengan DS
8
memiliki jumlah neuron yang lebih sedikit ( 20-50%), densitas neural
yang rendah, dan gangguan distribusi neuronal terutama pada lapisan
korteks 1 dan IV. Secara mikroskopis Anak dengan DS mengalami
abnormalitas pada densitas sinaps, panjang sinaps dan contact zone .
retardasi pertumbuhan otak, perkembangan terlambat dan disgenesis
kortikal (cortex) diregulasi oleh kromosom 21 dan inilah yang
bertanggung jawab terhadap keterlambatan dan abnormalitas dari anak
SD.
Belum bisa memanggil mama, papa
Jawab:
Anak pada usia 6 bulan sudah bisa menyebutkan satu suku kata seperti
ma, pa, da. Dan pada usia 10 bulan sudah bisa mengulang bunyi konsonan
seperti mama, papa. Jadi pada kasus, Athar usia 15 bulan belum bisa
memanggil mama papa mengindikasikan adanya gangguan bahasa dan
bicara.
Menangis bila ingin sesuatu
Jawab:
Menandakan adanya gangguan pada perilaku sosial. Anak berusia 15
bulan seharusnya sudah memiliki kemampuan menunjukkan keinginan
dengan menunjuk ke arah benda tersebut atau memeluk orang tua. Selain
itu, kemungkinan anak ini mengalami gangguan pada bahasa sehingga ia
sulit untuk mengungkapkannya.
Tidak ada riwayat kejang
Jawab:
Individu dengan sindrom Down memiliki tingkat lebih tinggi terkena
kejang dibandingkan dengan populasi umum. Meskipun alasan untuk ini
belum dijelaskan secara penuh, diduga bahwa individu dengan sindrom
Down rentan terhadap serangan karena kelainan pada struktur atau fungsi
otak.
9
Hubungan dengan kasus menyingkirkan penyebab kerusakan SSP (CP)
pada kasus bukan krn kejang melainkan faktor penyebab lain tdk
memperberat prognosis
Masalah 3
1. Bagaimana hubungan usia ibu dan jumlah paritas (anak ketiga) dengan
keluhan Athar?
Jawab:
Down syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan down syndrome
dilahirkan oleh ibu yang berusia di atas 30 tahun. Kelainan ini merupakan
cacat bawaan yang disebabkan oleh kelebihan kromosom x pada wanita
(Irawan, 2009).
Umur ibu mempengaruhi kemungkinan hamil bayi dengan sindrom Down.
Pada ibu usia 20-24, kemungkinan merupakan pada 1562; pada usia 35-39
kemungkinan adalah satu di 214, dan di atas usia 45 kemungkinan adalah satu
di 19.
Masalah 4
1. Apa makna klinis dari:
Lahir spontan dengan bidan
Jawab:
Lahir spontan artinya bayi lahir cukup bulan dengan tenaga ibu sendiri,
dari sini bisa dianalisis bahwa ridak ada faktor risiko kelahiran dengan alat
bantu seperti forcep atau vacum sehingga penyebab kerusakan otak (down
syndrome dan keterlambatan perkembangan) pada kasus ini bukan karena
trauma mekanis saat lahir. Dari riwayat medis dan riwayat kelahiran
secara keseluruhan maka dikatakan Altar lahir normal, artinya dari sini
juga dapat menyingkiran DD penyebab keterlambatan perkembangan
motorok Athar bukan karena faktor perinatal ( asfiksa, trauma lahir,
BBLR, Infeksi).
Cukup bulan (39 minggu)
10
Jawab:
Anamnesis tentang riwayat kelahiran, dalam hal ini cukup bulan atau
tidak, diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan tumbuh-
kembang yang disebabkan oleh kelahiran prematur. Bayi prematur ada
kecenderungan pertumbuhan lebih rendah dibanding bayi cukup bulan
yaitu sekitar 30%. Dilaporkan pula gangguan fungsi kognitif dan fungsi
psikomotorik pada bayi prematur lebih berat dibanding dengan bayi cukup
bulan. Gangguan tumbuh-kembang pada bayi prematur antara lain dapat
disebabkan karena adanya maturitas organ yang belum sempurna, asfiksia,
atau karena trauma persalinan.
Menangis saat lahir
Jawab:
NORMAL, karena dapat membantu bayi dalam pernapasan dengan
menggunakan paru-parunya, menangis saat dilahirkan juga membantu
aktivitas dari anggota tubuh bayi itu sendiri. Karena saat menangis secara
otomatis bayi tersebut akan bergerak.
Hal ini juga menandakan tidak adanya asfiksia yang ditandai dengan
hipoksia, iskemia, hiperkapnea dan menyingkirkan adanya gangguan
neurologis akibat komplikasi dari asfiksia tersebut.
BBL 3250 gram
Jawab:
Berat bayi normal baru lahir berkisar antar 2.500 g – 4.000g . Pada kasus
diperoleh data beratbayi baru lahir 3250 g yang berarti bayi lahir dengan
berat badan normal.
Masalah 5
1. Apa makna klinis dari pemeriksaan fisik?
Berat badan 7,8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm.
Anak sadar.
Jawab:
Menggunakan chart WHO
11
Pengukuran Hasil Normal Interpretasi
BB 7,8 kg BB ideal (menurut
BB/U) = 10,3 kg
BB ideal (menurut
BB/PB) = 9,5 kg
BB/U = below -2
underweight
PB 75 cm PB ideal (menurut
PB/U) = 75,8 cm
PB/U = median normal
LK 41 cm 48 cm Berdasarkan kurva Nelhauss
lingkar kepala Athar terletak
di bawah -2 SD yang
menunjukkan bahwa Athar
mengalami microcephali
Kesadaran Sadar Sadar Normal
Menggunakan chart Down Syndrome
Pengukuran Hasil Normal Interpretasi
BB 7,8 kg BB ideal = 9 kg
Normal = antara persentil 5 sampai 95
Berada pada persentil 25-10
PB 75 cm
LK 41 cm 43,9 cm
Normal = +2 – (-2)
Berada pada 0 – (-2) SD
Kesadaran Sadar Sadar Normal
12
13
14
Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan
letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu
keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan
tersenyum kepada pemeriksa.
Jawab:
Makna klinis : ciri-ciri di atas merupakan gambaran klinis pada sindrom
Down dimana penderita memiliki paras seperti bangsa mongol.
- Jarak antara kedua mata jauh
15
Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas
(upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya
lipatan epicanthal, titik – titik Brushfield
- Hidung pesek
Hidung yang rata disebabkan oleh hipoplasi tulang hidung dan
jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006).
- Telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata
Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang
berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering
ditemukan. Kira – kira 60–80% anak penderita sindrom Down
mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu telinga (William W.
Hay Jr, 2002).
- Lidah terlihat selalu keluar dari mulut
- Leher pendek
- Kontak mata baik
- Mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa
Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan,
sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka
akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang
tinggi (Nelson, 2003)
Dari penampilan fisiknya yang khas yaitu jarak kedua mata jauh, hidung
pesek , telinga kecil, letak rendah, lidah makroglosia leher pendek dapat
disimpulkan anak ini mengalami sindrom down. Kromosom 21 yang lebih
akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan perubahan
sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara
klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan
meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak yang
terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi,
pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3
pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang
tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada
ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital.
16
Kontak mata baik dan mau tersenyum kepada pemeriksa hal ini
mengambarkan perkembangan anak dari aspek interaksi social nya.
kontak mata anak seharusnya mucul sejak anak berusia 3 bulan,
sedangkan senyum diskriminatif timbul sejak usia anak 6 bulan, oleh
karena itu anak ini jelas mengalami keterlambatan perkembangan dari
aspek interaksi sosisalna juga. Seharusnya untuk usia 15 bulan seperti
sekarang anak sudah bisa merespons dengan mengeluarkan / menyebut
kata – kata.
Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan yang
tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan
menahan kepala beberapa detik.
Jawab:
Makna klinis dari menoleh ketika dipanggil namanya adalah normal,
artinya athar mempunyai kemampuan sosialisasiyang baik. Dimana ini
berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding Autis dan gangguan
pendengaran.
Makna klinis tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol adalah
normal, menyingkirkan diagnosis banding berupa CP (cerebral palsi)
diskinetik. Dimana tangan anak suka bergerak-gerak.
Makna klinis Pada posisi tengkurap dapat mengangkan dan menahan
kepala beberapa detik adalah tidak normal, bayi mulai bisa mengangkat
kepala dan menahannya (merupakan gerakan motorik kasar bayi pada
usia 3 bulan) beberapa detik pada usia 3 bulan, hal ini dapat disebabkan
hipotoni yang dialami anak-anak dengan sindroma down
Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak ditemukan. Kekuatan
lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai dan lengan
sangat lembek dan mudah sekali ditekuk.
Jawab:
- Refleks moro dan refleks menggenggam merupakan refleks primitif.
Refleks moro muncul pada usia 2 bulan menghilang pada usia 4
bulan. Refleks menggenggam hilang jika bayi berusia 5 bulan. Pada
17
bayi ini (usia 15 bulan), refleks primitif sudah menghilang.
Menyingkirkan adanya lesi pada sistem syaraf pusat.
No Jenis Refleks Usia Mulai Usia Menghilang
1. Refleks Moro Sejak lahir 6 bulan
2. Refleks memegang
(Grasp)
Palmar Sejak lahir 6 bulan
Plantar Sejak lahir 9-10 bulan
3. Refleks Snout Sejak lahir 3 bulan
4. Refleks Tonic Neck Sejak lahir 5-6 bulan
6. Refleks
Berjalan(stepping)
Sejak lahir 12 bulan
7. Reaksi penempatan taktil
(Placing Response)
Sejak lahir -
8. Refleks terjun
(parachute)
Sejak lahir Seterusnya ada
9. Refleks Landau 21 bulan
- Kekuatan lengan dan tungkai 4 menandakan dapat melawan gravitasi
dengan tahanan sedang. Menandakan suatu kelemahan otot akibat
hipotonus.
0 paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali
1 terlihat atau teraba ada gerakan kontraksi otot, tetapi tidak ada
gerakan anggota gerak sama sekali.
2dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan
berat dan tidak kuat menahan tahanan pemeriksa.
3dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi
tidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tahanan
pemeriksa (dapat melawan gaya gravitasi)
4 dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tahanan secara simultan
5 normal
- Refleks tendon menurun menandakan adanya penurunan tonus otot.
Timbulnya refleks melibatkan syaraf dan regangan otot, apabila salah
18
satu mengalami gangguan akan menimbulkan penurunan pada proses
refleks.
- Tungkai dan lengan lembek dan mudah ditekuk menandakan adanya
hipotonus.
Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak
ibu jari kaki dengan jari kedua lebar.
Jawab:
Dari segi kedokteran, bayi yang dilahirkan dengan Down syndrome
hampir semuanya mempunyai ‘simian line’. Simian line berarti hanya
memiliki satu garis melintang pada telapak tangan .Beberapa kelainan
kromosomal lainnya, seperti Aarskog syndrome, Turner syndrome,
Klinefelter syndrome, juga menunjukkan ciri khas ‘simian line’ ini. Ibu
hamil yang terjangkit penyakit rubella (campak Jerman) pada tiga bulan
pertama masa kehamilan, atau ibu hamil yang mengonsumsi alkohol, juga
beresiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital yang diantaranya
ditandai dengan ‘palmar crease’ (istilah lain dari ‘simian line’).
Simian line ini hanyalah satu dari gejala-gejala lain yang membawa
dampak yang serius pada penyandangnya.Namun orang dengan ‘simian
line’ tak selalu mengindikasikan bahwa yang bersangkutan mempunyai
cacat bawaan. Berdasarkan survei, 10 persen manusia mempunyai ‘simian
line’ pada salah satu telapak tangannya, dan 5 persen dengan ‘simian line’
pada kedua telapak tangannya.
2. Bagaimana cara pemeriksaan:
Refleks moro
Jawab:
Refleks ini timbul ketika si kecil terkejut, umumnya karena ia merasa
akan jatuh atau karena ada suara yang sangat keras. Reaksi yang timbul
setelah terkejut adalah membuka kedua lengan dan tungkainya dan kepala
bergerak ke belakang. Terkadang tangannya menggapai benda-benda yang
ada di dekatnya. Biasanya akan menangis terlebih dahulu saat dikejutkan.
Refleks ini mulai menghilang antara usia 3-6 bulan.
19
- Cara pemeriksaan : letakkan bayi di tempat tidur, fisioterapis lalu
bertepuk tangan dengan suara yg sedikit keras, lalu perhatikan reaksi
bayi, apakah reaksi moro muncul/tidak.
- Interpretasi :
1. Reaksi positif adalah normal pada usia bayi 3-6 bulan
2. Reaksi positif setelah usia 6 bulan merupakan suatu indikasi
ketelambatan refleksif kematangan.
3. Reaksi negative adalah normal setelah usia 6 bulan
Refleks menggenggam
Jawab:
Gasp reflex atau reflek menggenggam termasuk salah satu reflek primitive
pada bayi baru lahir. Reflek menggenggam ini akan hilang saat bayi
berusia 6-8 bulan. Reflek menggenggam dapat ditimbulkan dengan cara
menggoreskan jari-jari pemeriksa pada permukaan telapak tangan bayi.
Bayi akan menggenggam jari pemeriksa dan genggaman tersebut cukup
erat sehingga dengan genggaman tersebut bayi dapat diangkat, bahkan
pada bayi kurang bulan genggaman tersebut juga sudah cukup kuat.
20
Kekuatan lengan dan tungkai 4
Jawab:
Pemeriksaan tonus atau kekuatan otot dengan cara menilai adanya
kekuatan atau tonus otot dengan menilai pada bagian ekstermitas dengan
cara memberi tahanan atau menggerakan bagian otot yang akan dinilai
dengan ketentuan:
Nilai Kekuatan otot
(Tonus otot)Keterangan
0 (0%) Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali
1 (10%) Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot
tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama
sekali
2 (25%) Dapat menggerakan anggota gerak anggota
gerak tetapi tidak kuat menahan berat dan
tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan
3 (50%) Dapat menggerakan anggota gerak untuk
menahan berat, tetapi dapat menggerakan
anggota badan untuk melawan tekanan
pemeriksa
4 (75%) Dapat menggerakan sendi dengan aktif untuk
menahan berat dan melawan tekanan secara
ssrimulan
5 (100%) Normal
Refleks tendon
Jawab:
Refleks tendon / periosteum
21
Refleks Biceps (BPR)
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan
setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi
m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus
berlangsung
Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di
sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung
Masalah 6
22
1. Bagaimana cara penegakan diagnosis?
Jawab:
Ketika mengamati balita memasuki ruang pemeriksaan bersama orang
tuanya.sebenarnya kita sudah mulai ‘mendeteksi’ tumbuh kembangnya.
Dengan memperhatikan penampilan wajah,bentuk kepala,tinggi
badan,proporsi tubuh,pandangan matanya,suara , cara
bicara,berjalan ,perilaku ,aktivitas dan interaksi dengan lingkungannya bisa
didapatkan beberapa informasi penting berkaitandengan tumbuh kembangnya .
Tetapi deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita sebaiknya dilakukan
dengan anamnesis ,pemeriksaan fisik dan skrining perkembangan yang lebih
sistematis agar lebih objektif.
Anamnesis
Biasanya keluhan yang dilanturkan oleh orangtua pasien adalah adanya
kecurigaan gangguan tumbuh kembang berupa adanya keterlambatan
perkembangan seperti tidak bisa tengkurap,tidak bisa duduk,tidak bisa berdiri
atau bicara,anaknya lebih pendek,memiliki karakteristik sindrom down
( microchephaly dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.,tampak sela
hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar
(macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah
membentuk lipatan (epicanthal folds).Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya
berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari
pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.Sementara itu
lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom
ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ
yang lain.) .
Namun tidak semua kecurigaan orang tua terbukti sehingga diperlukan
pemeriksaan fisik dan skrining perkembangan untuk mebuktikan kecurigaan
orang tua.
Selanjutnya anamnesis dapat diarahkan untuk mecari faktor-faktor risiko atau
etiologi gangguan tumbuh kembang yang disebabkan oleh faktor intrinsic pada
balita seperti adanya retardasi pertumbuhan intra unterin, berat lahir
rendah,premturitad,infeksi intra uterin,gawat janin,asfiksia,perdarahan intra
kranial ,kejang neonatal, hiperbilirubinemia ,hipoglikemia,infeksi,kelainan
23
kongenital,tempramen dll atau faktor lingkungan seperti faktor padaayah dan
ibu ( umur,tinggi badan,anak dan jarak kehamilan,pengetahuan ,sikap dan
ketrampilan ibu dalam mencukupi kebutuhan psikososial asuh,asih , asah ,
adanya penyakit keturunan , ppenyakit menular,riwayat pernikahan (terpaksa,
tidak direstuim,single parent,perceraian dll), merokok, alcoholism, narkoba,
pekerjaan/ penghasilan dll) ataupun gabungan keduanya.
Pemeriksaan fisik
Mencatat tinggi badan secara periodik dan dilihat kurvanya, menimbang berat
badan , mengukur lingkar kepala,melakukan pemeriksaan neurologis dasar
( pemeriksaan beberapa fungsi syaraf kranial,system motoric seperti kekuatan
otot,tonus otot,reflex-refleks, system sensorik,cara berjalan dan lainya.
Skrining perkembangan
Merupakan prosedur yang relative cepat ,sederhana ,murah unutk populasi
yang asimptomatik tetapi mempunyai risiko tinggi atau dicurigai mempunyai
masalah..
Skrining perkembangan DENVER II
Kuesioner Pra Skrining perkembangan (KPSP)
Buku pedoman pembinaan perkembangan anak di keluarga
Pediatric Syndrome Checklist (PSC)
Checklist for autisim in toddlers ( CHAT)
Pemeriksaan lanjutan
Pemeriksaan neurologis ,radiologis, mata THT,psikiatri ,,psikologis,genetic
(kromosom),endokrin
Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom
down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa
ini, antara lain:
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46
autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan
aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan,
tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan
bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan
24
terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi
kromosom 5-15%)
3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat
menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan
mungkin terdapat ASD atau VSD.
6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya
adalah Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin
rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring
serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
7. Penentuan aspek keturunan
8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada
kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun
keatas
9. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale
yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut
asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya
translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan
amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan
atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom
down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat
ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.
Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang
berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi
21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses
normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut
terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan
fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang
memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan
tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas
25
2. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja kasus?
Jawab:
1. Hipotiroidisme
Kadang-kadang sulit dibedakan. Secara kasar dapat dilihat dari
aktifitasnya, karena anak-anak dengan hipotiroidisme sangat lambat dan
malas, sedangkan anak dengan sindrom down sangat aktif
2. Akondroplasia
3. Rakitis
4. Sindrom turner
5. Penyakit trisomi
Penyakit angka kejadian kelainan Keterangan Prognosis
Trisomi 21 (sindroma down 1 dari 700 bayi baru lahir kelebihan
kromosom 21 perkembangan fisik & mental
terganggu, ditemukan berbagai kelainan fisik biasanya bertahan sampai
usia 30-40 tahun
Trisomi 18 (sindroma edwards) 1 dari 3.000 bayi baru lahir kelebihan
kromosom 18 kepala kecil, telinga terletak lebih rendah, celah bibir/celah
26
langit-langit, tidak memiliki ibu jari tangan, clubfeet, diantara jari tangan
terdapat selaput, kelainan jantung & kelainan saluran kemih-kelamin
jarang bertahan sampai lebih dari beberapa bulan; keterbelakangan mental
yg terjadi sangat berat
Trisomi 13 (sindroma patau) 1 dari 5.000 bayi baru lahir kelebihan
kromosom 13 kelainan otak & mata yg berat, celah bibir/celah langit-
langit, kelainan jantung, kelainan saluran kemih-kelamin & kelainan
bentuk telinga yg bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun, kurang dari
20%; keterbelakangan mental yg terjadi sangat berat.
Diagnosis Kerja:
Athar 15 bulan, mengalami GDD (Motorik kasar, halus, bahasa dan interaksi
sosial) et cause Sindroma Down.
3. Apa etiologi dari kasus ini?
Jawab:
a. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan down
sindrom.
b. Radiasi.
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank
dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
c. Infeksi dan kelainan kehamilan.Terutama autoimun tiroid atau penyakit
yang dikaitkan dengan tiroid.
d. Autoimun dan kelainan endokrin pada ibu.
e. Umur ibu.
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahanhormonal
yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom.Perubahan
27
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnyakadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik,perubahan
konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH danFSH secara tiba-
tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainankehamilan juga
berpengaruh.
Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down
berdasarkan umur ibu yang hamil:
- 20 tahun: 1 per 1,500
- 25 tahun: 1 per 1,300
- 30 tahun: 1 per 900
- 35 tahun: 1 per 350
- 40 tahun: 1 per 100
- 45 tahun: 1 per 30
f. Umur ayah
g. Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan
kimia dan frekuensi koitus.
4. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?
Jawab:
Perkiraan kejadian sindroma down adalah antara 1 dalam 100.000 sampai 1
dalam 1.100 kelahiran di seluruh dunia. Setiap tahun sekitar 3.000 sampai
5.000 anak lahir dengan kelainan kromosom ini dan diyakini ada sekitar
250.000 keluarga di Amerika Serikat yang terkena sindroma down. Sedangkan
di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa. Sindroma down dapat
terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit
putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna.
Sedangkan angka kejadiannya pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah
sama.
28
5. Apa saja faktor risiko kasus ini?
Jawab:
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat
dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang pada
usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan Sindrom Down.
Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down
adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan
sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah
mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang
ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal
Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan
umur ibu yang hamil:
- 20 tahun: 1 per 1,500
- 25 tahun: 1 per 1,300
- 30 tahun: 1 per 900
- 35 tahun: 1 per 350
- 40 tahun: 1 per 100
- 45 tahun: 1 per 30
6. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini?
Jawab:
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari
normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.Pada
bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil
dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).Seringkali mata menjadi sipit
dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).Tanda klinis
pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-
jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun
kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan
kerusakan pada sistem organ yang lain.
29
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.kelainan
ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat.
Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya
akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama
pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia
40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena
mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa
Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
7. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Jawab:
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses
hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival
prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak
yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi,
pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada
proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal
seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas
atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan
regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan
penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen
yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2,
adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama
retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine Review,
2008). Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme
thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat
dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi
30
kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.
Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas
terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine
dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom
Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate.
Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya
hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah
penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down
(Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006). Anak – anak yang
menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient
Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir
keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia
terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1.
Leukemia pada anak – anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu
trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan
genetik yang belum diketahui pasti (Lange BJ,1998).
Temuan Fisik
Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek.
Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh
penderita sindrom Down mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka
pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari
kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi,
jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi
tulang pinggul (6%) (Brunner, 2007). Bagi panderita sindrom Down, biasanya
pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir,
garis – garis transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari
kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan
infeksi pada kulit yang rekuren (Am J., 2009). Retardasi mental yang ringan
hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka sering berada antara
20 – 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila
umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi. (Mao R.,
2003). Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan,
sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan
31
menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi
(Nelson, 2003)
Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak – anak
sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada
yang dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering
gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan
dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang,
neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan
sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada
penderita sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada
orang – orang lanjut usia (Am J., 2009). Penderita sindrom Down sering
menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak
lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat,
sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia
pada sinus maksilaris (John A. 2000).
Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting)
karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal,
titik – titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%),
nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal,
katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus
(Schlote, 2006). Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata,
disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote,
2006). Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang
kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air
liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang
tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia
pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal
yang jelas (Selikowitz, Mark., 1997). Pasien sindrom Down mempunyai
telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan
kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira – kira 60–80% anak penderita
sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu telinga (William
W. Hay Jr, 2002).
32
8. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Jawab:
Bila jaringan otak mengalami kerusakan, akan terjadi plastisitas yaitu
kemampuan susunan saraf untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan atau
kerusakan yang disebabkan faktor internal maupun eksternal. Sehubungan
degan plastisitas tersebut, stimulai sedini mungkin akan merangsang
pertumbuhan saraf menjadi lebih fungsonal dan kompleks. Adanya sifat
kompetitif dari sel – sel dan plastisitas otak menyebbakan pentingnya deteksi
dan stimulasi dini.
1. Edukasi
Kepada orang tua harus dielaskan bahawa sindrom down ini berupa
penyakit yang berhubungan dengan gen yang saat ini belum bisa di
sembuhkan, maka tujuan penatalaksanaan nya adalah untuk memperbaiki
kualitas hidup anak. Anak bisa dirangsang perkembangannya dengan
memasukkannya ke sekolah khusus. Edukasi bagi orang tua mencakup :
a. Menjaga kesehatan
Seperti semua anak, anak-anak dengan down sindrom ini memperoleh
manfaat dari cara hidup yang sehat. Hal ini mencakup hidup dalam
lingkungan keluarga yang penuh perhatian, makan dengan menu yang
seimbang, udara segar yang cukup serta latihan jasmani. Pemeriksaan
rutin tersebut seperti pemeriksaan bayi baru lahir, uji penglihatan, uji
pendengaran, sinar-x leher, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah,
pemeriksan gigi, imunisasi dan lainnya (Selikowitz, 2001)
b. Memodifikasi perilaku
Modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk pengajaran, yang
diterapkankepada anak dengan down sindrom pada situasi-situasi
dimana penjelasan saja tidak berhasil. Salah satu cara untuk
mendorong perilaku yang baik adalahmempertunjukkan perilaku
tersebut kepada anak dengan harapan ia akan menirunya. anak down
sindrom meniru orang tua yang ia identifikasi lebih kuatdan orang tua
harus memanfaatkan hal ini.cara lain untuk mendorong perilakubaik
adalah menempatkan sang anak dalam suatu posisisi yang akan
memudahkanterjadinya perilaku tersebut. Seperti, latihan
menggunakan pispot. Sebuh teknik lain yaitu memberikan instruksi
33
pada anak dan bentuk instruksi tersebut haruslahpendek dan mudah di
mengerti oleh anak (Selikowitz, 2001)
c. Membawa anak ke pusat perkembangan
Sebagai orang tua dari anak dengan anak down sindrom, orang
tuamempunyai kebutuhan khusus yang lebih. Penting untuk
mengetahui bagaimana dapat memperoleh berbagai pelayanan yang
tersedia bagi anak. Berbagaipelayanan terus-menerus berubah, dan sulit
untuk mengikuti perkembangan nyaorang tua perlu membuka mata
mata dan berbicara denganorang tua lainnya. Orang tua biasanya
mengatur suatu kunjungan ke pusatper kembangan anak pada enam
bulan pertama kehidupan anak.pusat ini akan memberikan penilaian
yang luas atas kemampuan dan kebutuhan anak.
d. Mengajarkan anak
Anak dengan down sindrom perlu diajarkan banyak keterampilan
sehari-hari dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
mempraktekkannya.
2. Terapi Rehabilitasi Medik
Karena pada anak ini terdapat keterlambatan perkembangan pada aspek
motorik kasar, motorik hals, bahasa dan interaksi social maka dapat
dikatakan ia mengalami Global Developmenta Delayed. Tatalaksana atau
terapi ini disesuaikan dengan aspek yang terganggu. Jenis-jenis terapi yang
dibutuhkan anak down sindrom adalah seperti
- Terapi Fisik (Physio Theraphy), Biasanya terapi inilah yang diperlukan
pertamakali bagi anak down sindrom dikarenakan mereka mempunyai otot
tubuh yanglemas maka disinilah mereka dibantu agar bisa berjalan dengan
cara yang benar.
Fisioterapi merupakan salah satu jenis layanan terapi fisik yang menitik
beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat
gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan
proses/metode terapi gerak.
Fisioterapi membantu anak mengembangkan kemampuan motorik kasar.
Kemampuan motorik kasar meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh
34
yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat,
jongkok, dst
Layanan fisioterapi juga bertujuan untuk membantu seseorang yang
mengalami gangguan fisik untuk memperbaiki gerak sendi (LGS) dan
kekuatan otot (KO) agar dapat berfungsi seperti semula.
- Terapi Wicara yaitu, Suatu terapi yang di perlukan untuk anak down
sindrom yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.
- Terapi Okupasi
Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain
itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat
melakukan kegiatan keseharian, aktifitas produktifitas dan pemanfaatan
waktu luang.
Terapi okupasi terpusat pada pendekatan sensori atau motorik atau
kombinasinya untuk memperbaiki kemampuan anak untuk merasakan
sentuhan, rasa, bunyi, dan gerakan. Terapi juga meliputi permainan dan
keterampilan sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman, kognitif dan
mengikuti arah.
- Terapi Remedial, Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami
gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini
adalah bahan-bahanpelajaran dari sekolah biasa.
- Terapi Sensori Integrasi, Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan
mengolah rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi
anak down sindrom yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya
pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi
ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga
kemampuan otak akan meningkat.
Sensori integrasi berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan
seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan,
dan kemudian menghasilkan respons yang terarah. Aktivitas fisik yang
terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks.
Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat.
Terapi sensori integrasi meningkatkan kematangan susunan saraf pusat,
sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya.
35
Aktivitas sensori integrasi merangsang koneksi sinaptik yang lebih
kompleks , dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.
- Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy), Mengajarkan anak down
sindrom yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang
sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku
dimasyarakat .
- Terapi ADL.
Salah satu bentuk layanan terapi yang membantu anak-anak untuk dapat
melakukan aktifitas keseharian seperti makan, minum, berpakaian,
bersepatu, bersisir, mandi, aktifitas toileting, dst secara mandiri.
Layanan terapi ADL ini pada umumnya diberikan oleh seorang Okupasi
Terapis.
Layanan terapi ini dapat diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus
sehingga anak dapat mandiri dalam kesehariannya.
3. Gizi
Pemberian makanan pada anak down syndrome memang sering menjadi
masalah bagi para ibu. Sangat di akui bahwa pemberian makanan pada
anak down syndrome bukanlah pekerjaan yang mudah, kesulitan ibu untuk
menemukan makanan yang sesuai untuk anak down syndrome yang mana
anak down syndrome seharusnya mengurangi dari konsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat. makanan yang mengandung glukosa dan zat
pengawet, makanan yang pedas dan biasanya mereka memakan makanan
yang mengandung glukosa dan karbohidrat. Diet tinggi protein. Pada
umumnya anak penderita down syndrome sangat sering mengalami
gangguan pencernaan, sulit buang air besar (konstipasi, seliak, dan
sariawan kemudian ditambah dengan konsumsi makanannya yang tidak
baik sehingga ditakutkan anak akan mengalami gangguan kesehatan yang
fatal yang lainnya.
36
9. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan pada kasus ini?
Jawab:
Anak-anak dengan sindroma Down dapat memiliki berbagai komplikasi,
beberapa di antaranya akan semakin menonjol ketika usia mereka bertambah,
termasuk:
Kelainan jantung
Sekitar separuh anak-anak dengan sindroma Down dilahirkan dengan
beberapa jenis kelainan pada jantung. Masalah jantung ini dapat
mengancam jiwa dan mungkin memerlukan pembedahan pada awal masa
bayi.
Leukemia
Anak-anak dengan sindroma Down lebih berisiko untuk menderita
leukemia daripada anak-anak lain.
Penyakit infeksi
Karena kelainan pada sistem kekebalan tubuh mereka, orang-orang
dengan sindroma Down jauh lebih rentan terhadap penyakit menular,
seperti pneumonia.
Demensia
Kemudian dalam kehidupan, orang dengan sindroma Down memiliki
risiko sangat meningkat untuk mengalami demensia. Tanda dan gejala
demensia sering muncul sebelum usia 40 pada orang dengan sindroma
Down. Mereka yang memiliki demensia juga memiliki tingkat yang lebih
tinggi untuk kejang.
Sleep apnea
Karena jaringan lunak dan perubahan tulang yang mengarah pada
obstruksi saluran pernapasan mereka, anak-anak dengan sindroma Down
memiliki resiko lebih besar untuk mengalami apnea akibat obstruksi saat
tidur.
Obesitas
Orang dengan sindroma Down memiliki kecenderungan yang lebih besar
untuk menjadi gemuk daripada populasi umum.
Masalah lain
Sindroma Down juga dapat berhubungan dengan kondisi kesehatan
lainnya, termasuk penyumbatan gastrointestinal, masalah tiroid,
37
menopause dini, kejang, gangguan pendengaran, penuaan dini, masalah
tulang dan penglihatan yang buruk.
10. Bagaimana pencegahan kasus ini?
Jawab:
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang
dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat
dinonaktifkan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan
awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak
dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus
dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka
memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang
disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang
harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti,
yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin
tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa
dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara
pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada
kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban)
pada kehamilan 14-16 minggu.
Skrining
Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi
sindrom Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood
test dan/atau sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat
memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom
Down atau tidak (American College of Nurse-Midwives, 2005). Pada
sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal
Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14
38
kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada
belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi dengan sindrom Down
dapat dikenal pasti dengan tehnik ini (American College of
NurseMidwives, 2005). Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan
uji darah. Pada darah ibu hamil yang disuspek bayinya sindrom Down,
apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon human
chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi
bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung (Mayo
Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).
Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi
sindrom Down. Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air
ketuban yang kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin.
Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu. Risiko
keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.
Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil sampel
sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat
kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu
kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.
Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah tehnik di mana
darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat kromosom janin.
Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan
sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko
keguguran adalah lebih tinggi (Mayo Foundation for Medical Education
and Research (MFMER), 2011).
11. Bagaimana prognosis kasus ini?
Jawab:
Harapan hidup untuk anak yang menderita sindrom down telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir tetapi tetap lebih rendah dibandingkan populasi
umum.Lebih dari 80% bertahan sampai 30 tahun dan diatas 30 tahun.
Dubia ad bonam
12. Bagaimana SKDI kasus ini?
Jawab:
39
Sindroma Down: 2
Keterampilan:
Penilaian status gizi (termasuk pemeriksaan antropometri) : 4A
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak (termasuk penilaian motorik
halus dan kasar, psikososial, bahasa) : 4A
Tatalaksana gizi buruk : 4A
Tingkat keterampilan 4:
Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan
menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan,
komplikasi, dan pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di
bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan
menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook,
dsb.
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
Hipotesis
Athar anak laki-laki usia 15 bulan mengalami keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan (motorik kasar, halus, bahasa, interaksi sosial) et causa sindroma down
dengan status gizi kurang.
D. Learning Issue
40
Pertumbuhan dan Perkembangan (Gangguan
Perkembangan Motorik)
Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
(growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada
tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat
diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan
keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan
(development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ,
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003). Pertumbuhan mempunyai
ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama,
serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai kecepatan yang
berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing organ juga mempunyai pola
pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu masa janin,
masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas. Proses perkembangan terjadi secara simultan
dengan pertumbuhan, sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ
yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal meliputi beberapa aspek kemampuan
fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa. Perkembangan pada fase
awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya. Kekurangan pada salah satu
aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.
Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan
berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi,
namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan
tentang tahapan tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan
masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi,
fisiologi, biokimia, dan karakternya. Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam
kandungan. Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa
41
embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa
fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa postnatal atau masa setelah
lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia
0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah masa
anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki dan perempuan belum
terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau
masa pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8 - 12 tahun.
Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding anak
laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-
laki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis
besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal)
dan faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil
interaksi dua faktor tersebut. Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang
terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya ras Eropa mempunyai ukuran tungkai yang lebih
panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa
pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki, kemudian setelah
melewati masa pubertas sebalinya laki-laki akan tumbuh lebih cepat. Adanya suatu
kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down. Selain faktor
internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Contoh faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi. Gizi
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak.
Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir,
anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil
penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa
kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal
tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan
penyakit infeksi. Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis.
Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi
42
anak dlam mencapai perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya
tidak dikehendaki oleh orang tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangan. Faktor lain yang tidak dapat
dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi.
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang
jelek, serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003).
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid, serta
reproduksi. Organ-organ yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet,
sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, volume darah. Perkembangan otak
bersama tulang-tulang yang melindunginya, mata, dan telinga berlangsung lebih dini. Otak
bayi yang baru dilahirkan telah mempunyai berat 25% berat otak dewasa, 75% berat otak
dewasa pada umur 2 tahun, dan pada umur 10 tahun telah mencapai 95% berat otak
dewasa. Pertumbuhan jaringan limfoid agak berbeda dengan dari bagian tubuh lainnya,
pertumbuhan mencapai maksimum sebelum remaja kemudian menurun hingga mencapai
ukuran dewasa. Sedangkan organ-organ reproduksi tumbuh mengikuti pola tersendiri,
yaitu pertumbuhan lambat pada usia pra remaja, kemudian disusul pacu tumbuh pesat pada
usia remaja. (Tanuwijaya, 2003; Meadow & Newell, 2002; Cameron, 2002 ). Perbedaan
empat pola pertumbuhan tersebut tergambar dalam kurva di bawah ini. Usia dini
merupakan fase awal perkembangan anak yang akan menentukan perkembangan pada fase
selanjutnya. Perkembangan anak pada fase awal terbagi menjadi 4 aspek kemampuan
fungsional, yaitu motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara dan bahasa, serta
sosial emosi dan perilaku. Jika terjadi kekurangan pada salah satu aspek kemampuan
tersebut dapat mempengaruhi perkembangan aspek yang lain. Kemajuan perkembangan
anak mengikuti suatu pola yang teratur dan mempunyai variasi pola batas pencapaian dan
kecepatan. Batasan usia menunjukkan bahwa suatu patokan kemampuan harus dicapai
pada usia tertentu. Batas ini menjadi penting dalam penilaian perkembangan, apabila anak
gagal mencapai dapat memberikan petunjuk untuk segera melakukan penilaian yang lebih
terperinci dan intervensi yang tepat.
Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak
dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta
mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia dini. Melalui deteksi dini
43
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi
yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut
diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai
kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997). Penilaian
pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan
fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai
parameter dan alat ukur tersendiri.
Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat
baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan
dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk
menilai kecepatan pertumbuhan. Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam
penilaian pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit,
lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut
Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997)
dan Narendra (2003) macammacam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat digunakan
adalah:
1) Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan
keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju
Sehat Balita (KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan
dilakukan interfensi jika terjadi penyimpangan.
2) Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan
berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil
pengukuran setiap bulan dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik
pertumbuhan tinggi badan.
3) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)
PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti
perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak
maka perkembangan otak anak juga terhambat. Pengukuran dilakukan pada
diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran sebagai
standar. Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat
44
digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk
menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development Screening
Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan secara dini masalah
penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini
merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967 untuk
tujuan yang sama. Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan
pengganti evaluasi diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan
perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. DDST II digunakan
untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya pada anak yang
mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat. DDST
II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan intelektual
anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis,
namun lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan perkembangan seorang
anak dengan kemampuan anak lain yang seumur. Menurut Pedoman Pemantauan
Perkembangan Denver II (Subbagian Tumbuh Kembang Ilmu Kesehatan Anak RS
Sardjito, 2004), formulir tes DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4 sektor,
yaitu: personal sosial, motorik halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor
personal sosial meliputi komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan
penyesuaian diri anak di masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan
pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif berisi kemampuan anak dalam hal
koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil serta
pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar, mengerti,
dan menggunakan bahasa.
Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian kemampuan duduk, jalan, dan gerakan-
gerakan umum otot besar. Selain keempat sektor tersebut, itu perilaku anak juga
dinilai secara umum untuk memperoleh taksiran kasar bagaimana seorang anak
menggunakan kemampuannya.
Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi
gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan
gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan
45
KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola
pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak
lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal.
Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal kemungkinan anak
mengalami kurang gizi, menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal.
Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala
menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala
yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus,
megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan
apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi
mental, malnutrisi kronis ataupun hanya merupakan variasi normal. Deteksi dini
gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan
yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat,
gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat
katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003).
Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli
sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan
karena faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan
infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang
sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait
dengan otitis media.
2. Gangguan perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah
satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau
penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami
keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia,
atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular
sepeti muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan
berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu
didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga
dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang
46
tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau
diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai
kemampuan motorik.
3. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak.
Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan
perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat
diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran,
intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang
terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan
karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga
termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan
karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih, 2003).
4. Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang
terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada
anak dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi
sosial dan perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak
adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah
mengalami trauma. Gangguan perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme
serta gangguan perilaku dan interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism
adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan gangguan komunikasi,
interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya perkembangan
bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-
lompat, atau mengamuk tanpa sebab.
Sindroma Down
47
John Langdon adalah seorang dokter dari Iggris yang pertama sekali menggambarkan
kumpulan gejala dari sindrom Down pada tahun 1866. Tapi sebelumnya Esquirol pada tahun
1838 dan Seguin pada tahun 1846 telah melaporkan seorang anak yng mempunyai tanda-
tanda mirip dengan sindrom Down. Sumbangan Down yang terbesar adalah kemampuannya
untuk mengenali karakteristik fisik yang spesifik dan deskripsinya yang jelas tentang keadaan
ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan anak yang normal. Karena matanya yang khas
seperti bangsa Mongol maka dulu disebut juga sebagai “Mongoloid”, tetapi sekarang istilah
ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa.
Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang
berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian
lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan
suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan
fisik dan susunan saraf pusat.
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000 kelahiran
hidup, di mana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan
berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur di atas 35 tahun.
Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya
pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna.
Sedangkan angka kejadiannya pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
ETIOLOGI
Sindrom down disebabkan oleh berikut 3 varian cytogenic:
1. Trisomi 21
2. Translokasi kromosom
3. Mosaicism
Sebuah trisomi 21 hasil dari nondisjunction selama meiosis di salah satu orang tua.
Kejadian ini berkorelasi dengan ibu dan ayah dengan lanjut usia. Kesalahan yang paling
umum adalah nondisjunction ibu di pembelahan meiosis pertama, dengan I kesalahan meiosis
terjadi 3 kali sesering meiosis II kesalahan. Kasus-kasus yang tersisa berasal dari ayah, dan
meiosis II kesalahan mendominasi.
48
Ibu lanjut usia tetap satu-satunya terdokumentasi dengan faktor risiko untuk
nondisjunction meiosis ibu. Namun, pemahaman tentang mekanisme dasar di balik efek ibu
yang lanjut usia kurang diketahui. Faktor risiko umur ibu adalah sebagai berikut:
Dengan usia ibu 35 tahun, resikonya adalah 1 dalam 385
Dengan usia ibu 40 tahun, resikonya adalah 1 dalam 106
Dengan usia ibu 45 tahun, resikonya adalah 1 dalam 30
Translokasi terjadi ketika materi genetik dari kromosom 21 menjadi melekat pada
kromosom lain, mengakibatkan 46 kromosom dengan 1 kromosom memiliki bahan tambahan
dari kromosom 21 melekat. Ini dapat terjadi de novo atau ditularkan oleh salah satu orang
tua. Translokasi biasanya dari jenis fusi sentris. Mereka sering melibatkan kromosom 14
(14/21 translokasi), kromosom 21 (21/21 translokasi), atau kromosom 22 (22/21 translokasi).
Mosaicism dianggap sebagai peristiwa postzygotic (yaitu satu yang terjadi setelah
pembuahan). Sebagian besar kasus terjadi akibat zigot trisomi dengan hilangnya mitosis dari
satu kromosom. Akibatnya, 2 baris sel ditemukan: satu dengan trisomi 21 dan yang lainnya
dengan kariotipe normal. Temuan ini menyebabkan variabilitas fenotipik yang besar, mulai
dari mendekati normal dengan klasik trisomi 21 fenotipe.
Studi sitogenetika dan molekuler menunjukkan bahwa dup 21 (q22.1-22.2) cukup
untuk menyebabkan sindrom Down. Down syndrome critical region (DSCR) mengandung
gen dengan kode untuk enzim, seperti superoksida dismutase 1 (SOD1), cystathionine beta-
synthase (CBS), glycinamide ribonucleotide synthase-aminoimidazole ribonucleotide
synthase-glycinamide formil transferase (GARS-mengudara-GART).
FAKTOR RISIKO
Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down
yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom
Down pada tahun 1959, maka sekarang penelitian lebih dipusatkan pada kejadian “non-
disjunction” sebagai penyebabnya, yaitu :
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non-disjunction”. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi
49
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunction” pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar
30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down pernah mengalami radiasi di
daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan
adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya “non-disjunction”.
4. Autoimun
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian
Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya
perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down
dengan ibu yang kontrolnya sama.
5. Umur ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan :non-disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon,
dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormon) dan FSH (Follicular
Stimulating Hormon) secara tiba-tiba sebelum menopause dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya “non-disjunction”.
6. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh
umur dari ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom
Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom bersumber dari ayahnya.
Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lain sperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan
frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.
PATOFISIOLOGI
50
Pada kromosom 21 hampir mempengaruhi semua sistem organ dan hasil dalam
spektrum yang luas dari konsekuensi fenotipik. Ini termasuk komplikasi yang mengancam
jiwa, perubahan klinis yang signifikan (misalnya retardasi mental) dan ciri-ciri fisik
dismorfik. Sindrom down prenatal mengalami kelangsungan hidup menurun dan
meningkatkan prenatal dan postnatal pada morbiditas. Anak dengan sindrom down
mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, pematangan, perkembangan tulang dan
erupsi gigi.
Dua hipotesis yang berbeda telah diusulkan untuk menjelaskan mekanisme kerja gen
dalam sindrom down yaitu ketidakstabilan perkembangan ( misalnya, kehilangan
keseimbangan kromosom) dan apa yang disebut efek gen-dosis. Menurut hipotesis efek gen-
dosis, gen yang terletak pada kromosom 21 telah diekspresikan dalam sel dan jaringan pasien
sindrom down dan ini memberikan kontribusi untuk kelainan fenotipik.
Salinan tambahan bagian proksimal 21q22.3 tampak berakibat pada fenotip fisik
yang khas, yang meliputi hal-hal berikut:
1. Keterbelakangan mental
Kebanyakan pasien dengan sindrom down memiliki beberapa tingkat kerusakan
kognitif, mulai dari yang ringan (intelligence quotient [IQ] 50-75) untuk penurunan
berat (IQ 20-35); pasien menunjukkan keterlambatan motorik dan bahasa selama
masa kanak-kanak
2. Fitur wajah karakteristik
3. Anomali tangan
4. Cacat jantung bawaan
Hampir setengah dari pasien sindrom down memiliki penyakit jantung bawaan,
termasuk defek septum ventrikel dan cacat kanal atrioventrikular.
Fungsi fisiologis yang abnormal mempengaruhi metabolisme tiroid dan malabsorpsi
usus. Pasien dengan trisomi 21 memiliki peningkatan risiko obesitas. Sering mengalami
infeksi yang mungkin karena gangguan respon imun dan kejadian autoimunitas, termasuk
hipotiroidisme dan Hashimoto tiroiditis jarang terjadi.
The American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) telah menerbitkan
pedoman yang bersangkutan pada skrining untuk kelainan kromosom janin.
GAMBARAN KLINIS
51
Gambaran Klinis Sindrom Down Anggota Badan
Umum Klinodaktili pada jari ke-5
Hipotonia neonatal Garis tangan tunggal
Retardasi mental ringan sampai sedang Celah yang lebar antara jari kaki pertama
Perawakan pendek dan kedua
Daerah Kepala dan Wajah Lain-lain
Brakisefali Penyakit jantung bawaan (40%)
Lipatan-lipatan epikantus contoh: common atrio-ventricular canal,
Lidah menjulur ASD, PDA, VSD, Tertralogi Fallot
Telinga kecil Atresia anus
Fisura palpebra miring ke arah atas Atresia duodenum
Strabismus dan atau nistagmus
Insidens leukimia meningkat (1%)
Gambaran klinis yang paling mencolok pada neonatus adalah hipotonia. Meskipun
diagnosis biasanya dapat ditegakkan pada saat neonatus, namun dapat juga terlewatkan bila
bayi tersebut sangat prematur atau penampakan wajahnya tertutup alat-alat ventilator. Pada
bayi dan anak-anak yang lebih besar, gambaran klinis yang paling khas adalah fisura
palpebra miring ke arah atas dan lidah yang menjulur, garis tangan yang tunggal, perawakan
sedikit pendek, dan gangguan perkembangan yang ringan sampai sedang. Nilai IQ berkisar
dari 25-70 dan keterampilan sosialnya seringkali melampaui parameter intelektual yang lain.
Anak dengan sindrom Down biasanya gembira dan sangat penyayang.
Harapan hidup penderita sindrom Down meningkat secara dramatis akibat semkain
banyaknya antibiotik yang dapat digunakan dan adanya perkembangan yang pesat pada
bedah jantung. Sekitar 15-20% anak-anak dengan sindrom Down meninggal sebelum usia 5
tahun, biasanya akibat penyakit jantung bawaan yang berat dan tidak dapat dioperasi. Sisanya
memiliki angka kelangsungan hidup yang baik, hingga mencapai usia dewasa. Menjelang
usia 40 tahun mengalami Alzheimer mungkin akibat langsung dari pengaruh suatu dosis gen,
karena gen yang mengode protein amiloid yang tampaknya menyebabkan penyakit
Alzheimer terletak di kromosom 21.
PENATALAKSANAAN
52
1. Penanganan Secara Medis
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,
kedaruratan medis serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa
keadaan di mana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:
1. Pendengarannya
70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh
karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan
tes pendengarannya secara berkala oleh ahli THT.
2. Penyakit jantung bawaan
30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan.
Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3. Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak
sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
4. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya akan
terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya, ada juga kasus
justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga diperlukan
kerja sama dengan ahli gizi.
5. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down yang mencakup dislokasi
patela, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila kelainan
yang terakhir ini samapi menimbulkan depresi medula spinalis atau apabila anak
memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis maka diperlukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6. Lain-lain
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya meliputi masalah
imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan bidang bilogi molekuler maka memungkinkan
dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetik yang mendasari sindrom Down.
2. Pendidikan
53
Ternyata anak denagn sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program
intervensi dini, Taman kanak-kanak, dan mulai pendidikan khusus yang positif akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.
a. Intervensi dini
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan
keluarganya, menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak
mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi
dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan yang
memadai bagi anak dengan sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat
manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik
kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan
mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, belajar buang
air besar atau kecil, mandi, berpakaian, akan memberi kesempatan anak untuk belajar
mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting daripada
jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh
karena itu perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.
b. Taman bermain/ Taman kanak-kanak
Taman bermain/taman kanak-kanak juga mempunyai peranan yang cukup penting
pada awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan
keterampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya. Anak juga
dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan
bergaul dengan lingkungan diluar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam
dunia yang luas.
c. Pendidikan khusus (SLB-C)
Program pendidikan khusus pada anak dengan sindrom Down akan membantu anak
melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan
bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka memperoleh
perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Lingkungan sekolah
memberikan anak dasar kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik, akademis,
dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberi kesempatan anak untuk menjalin
hubungan persahabatan dengan orang lain, serta mempersiapkannya menjadi penduduk
54
yang produktif. Kebanyakan anak dengan sindrom Down adalah mampu di didik. Selama
dalam pendidikan anak diajari untuk biasa bekerja dengan baik dan menjalin hubungan
yang baik dengan teman-temannya. Sehingga anak akan mengerti mana yang salah dan
mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul dengan masyarakat. Banyak masyarakat
yang menerima anak dengan sindrom Down dengan apa adanya.
d. Penyuluhan pada Orang tuanya
Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini
secara bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap
orang tua selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan
pertama kali, reaksi orang tua sangat bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat,
oleh karena pada waktu itu mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar.
Dokter hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang tua telah lebih beradaptasi
dengan kenyataan yang dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada
waktu memberi penjelasan yang pertama kali, agar mereka dapat saling meberikan
dukungan. Dokter harus menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu
yang mempunyai hak yang sama dengan anak normal, serta pentingnya makna kasih
sayang dan pengasuhan orang tua. Pertemuan lanjutan perlu dilakukan untuk memberikan
penjelasan yang lebih lengkap. Waktu yang diluangkan dokter untuk membicarakan
berbagai pokok masalah, akan menyadarkan orang tua tentang ketulusan hati dokter
dalam menolong mereka dan anaknya. Orang tua harus diberi penjelasan apa itu sindrom
Down, karakteristik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh kembangnya.
Orang tua harus diberi tahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa
biasanya terlambat pada sindrom Down. Demikian pula kalau ada hasil analisa
kromosom, harus dijelaskan dengan istilah yang sederhana. Informasi juga menyangkut
tentang resiko terhadap kehamilan berikutnya. Hal yang penting lainnya adalah
menekankan bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat dipersalahkan dalam kasus ini.
Akibat terhadap kehidupan keluarga ataupun dampak pada saudara-saudaranya mungkin
pula akan muncul dalam diskusi. Mungkin orang tua tidak mau untuk menceritakan
keadaan anaknya ini pada anggota keluarga lainnya. Untuk itu mereka harus dibesarkan
hatinya agar mau terbuka tentang masalah ini. Walaupun menyampaikan masalah
sindrom Down akan menyakitkan bagi orang tua penderita, tetapi ketidak terbukaan justru
akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-harapan yang tidak mungkin dari orang
tuanya. Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai
55
anak dengan sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya
anak dengan kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari
orang yang senasib biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong
secara efektik. Sehingga orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang
dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.
PENCEGAHAN
- Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan
sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
- Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal
juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
- Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau
mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan
sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan
kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21
yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang
dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko
untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti
dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit
bagianjanin pd plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis
(pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang
dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
Pemeriksaan fisik penderita
Pemeriksaan kromosom
Ultrasonografi (USG)
Ekokardiogram (ECG)
Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
PROGNOSIS
56
Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada jenis
komplikasi (cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan leukemia) dari
masing-masing bayi. Keparahan dari keterbelakangan secara signifikan juga dapat bervariasi.
Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan down syndrome bertahan hidup hingga dewasa.
Namun, prognosis untuk bayi yang baru lahir dengan down syndrome lebih baik daripada
sebelumnya. Karena pengobatan medis yang semakin modern, dengan menggunakan
antibiotik untuk mengobati infeksi dan pembedahan untuk mengobati cacat jantung dan
duodenum atresia, harapan hidup mereka telah meningkat pesat. Masyarakat dan dukungan
keluarga memungkinkan penderita down syndrome memiliki hubungan yang berarti, serta
dengan adanya program-program pendidikan, dapat membantu penderita down syndrome
untuk lebih survive, sehingga mereka pun dapat bekerja.
Gizi Kurang
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan
kualitas hidup.Untuk itu program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi
konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Deddy Muchtadi,
2002:95).Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat (Almatsier, 2001:3).Sedangkan menurut Suhardjo, dkk (2003:256) status
gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan
makanan.Deswarni Idrus dan Gatot Kusnanto (1990:19-24), mengungkapkan bahwa ada
beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi. Istilah-istilah tersebut adalah :
a. Gizi, adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan unruk mempertahankan kehdupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi
b. Keadaan gizi, adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan
zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari
tersdianya zat gizi dalam seluler tubuh
c. Malnutrition (Gizi salah), adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada empat bentuk
malnutrisi diantaranya adalah : (1) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan secara
relatif atau absolut untuk periode tertentu, (2) Specific deficiency, kekurangan zat gizi
57
tertentu, (3) Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untukperiode tertentu, (4)
Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak
seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan
VLDL (Very Low Density Lipoprotein), (5) Kurang energi protein (KEP), adalah
seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein
dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila
berat badan kurang dari 80% berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NHCS.
Status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, Bachyar Bakri, dkk (2002:1)
mengatakan bahwa meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan.Pada kasus
tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana alam, perang, kekacauan sosial, krisis
ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga,
yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya.
Karenanya, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap
anggota masyarakat untuk memproleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya, dalam
konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tapi juga masalah
kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja.Konsep terjadinya keadaan gizi
mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Daly Davis dan Robertson (1979) dalam buku
Supriasa (2002:14) membuat model faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu,
konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan,
makanan, dan tersedianya bahan makanan. Faktor yangmempengaruhi keadaan gizi model
58
Daly dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian
atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali lebih dikaitkan
dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang
kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan.Namun demikian,
sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih).
Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat
gizi yang mencakup diet yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang
cukup lama. Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya
kelaparan.
Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat
seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang.
Sebaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang
lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas
yang meningkat.Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi yang disimpan pada
jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat
dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian.
Ketika berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan ditujukan
pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap proses
59
tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya pada
pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan berdampak
pada produktivitas suatu bangsa.
Masalah malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya
Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi.Di satu sisi, daerah yang
mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang memadai
amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang. Organisasi pangan
dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia terdapat sekitar 13,8 juta
penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 % dari jumlah anak Indonesia.
Di sisi lain, di beberapa tempat seperti daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi
berkecukupan, obesitas menjadi bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada data
resmi yang diungkapkan pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka obesitas yang
cukup mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau sekitar 9,8 juta
penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta penduduk (17,5%) yang
mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami obesitas. Lebih menyedihkan
lagi, angka obesitas pada anak juga cukup tinggi.
Sekalipun keadaan undernutrisi sering disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan baik
karena masalah produksi atau masalah distribusi patut dijadikan catatan bahwa tidak jarang
undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola pemberian makanan
ataupun jenis makanan yang diberikan.Akibatnya anak tidak mendapatkan asupan yang
memadai bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya.Hal yang serupa juga terjadi
pada masalah overnutrisi di mana, asupan yang didapatkan tidak semata-mata dalam jumlah
yang banyak saja tetapi juga memiliki kandungan gizi yang nilai kalorinya terlalu
tinggi.Sepintas, dapat diamati bahwa kedua permasalahan ini mungkin berpangkal pada
pengetahuan yang kurang memadai tentang gizi di masyarakat. Oleh karenanya, edukasi
kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat tentang pemenuhan gizi akan
menjadi langkah yang baik dalam mencegah terjadinya undernutrisi maupun overnutrisi.
1. Konsep Malnutrisi
a. Definisi Malnutrisi
60
Malnutrisi (mal: salah, nutrisi: gizi) Merupakan istilah umum dari kelainan-kelainan
yang disebabkan karena gangguan gizi. Dapat berupa suatu kekurangan ataupun
kelebihan dari salah satu nutrient (bahan makanan).
b. Pengelompokan Malnutrisi
i. Malnutrisi jenis bahan yang kurang
Kelompok KEP yaitu kurang energi protein. Ada 3 jenis: kwasiorkor, marasmik,
marasmik kwashiorkor
ii. Kelompok kekurangan vitamin/mineral
1. Anemi kekurangan zat besi
2. Defisiensi vitamin A
3. Penyakit gondok endemic
4. Penyakit defisiensi lainnya seperti beri-beri, pellagra, scurvy, rickets
iii. Menurut derajat tingkatan keadaan gizi
1. Gizi lebih
2. Gizi baik
3. Gizi kurang
4. Gizi buruk
iv. Menurut sebab terjadinya malnutrisi
1. Primary malnutrition
Terjadi karena makanan yg dimakan (intake) tidak cukup / berlebihan
2. Secondary malnutrition
Terjadi meskipun makanan yg dimakan sudah cukup untuk kebutuhannya
karena sebab lain, misal karena kebutuhan meningkat, gangguan absorbs
2. Terdapat “3 Jebakan” kondisi Masyarakat di Pedesaan
a. Adat dan Budaya yang masih kuat
Budaya yang turun temurun masih menjadi “kiblat atau panutan” bagi masyarakatnya
seperti: memberi makan bayi yang masih baru lahir (di “lothek”). Atau anak-anak
tidak boleh makan daging karena bisa menyebabkan kecacingan. (pantang terhadap
makanan tertentu).
Perbedaan gender : seperti laki-laki sebagai tulang punggung keluarga / kepala
keluarga. Sedangkan perempuan : mengurus anak di rumah. Dampak : kebutuhan
nutrisi diutamakan untuk ayah yang bekerja setelah itu baru anak-anak kemudian yang
terakhir baru ibu. Sehingga anak-anak dan perempuan rentan terhadap kekurangan
pangan
61
b. Sosial Ekonomi
Umumnya bekerja sesuai kondisi tempat tinggal seperti: petani, nelayan. Dampak :
pada musim kemarau terjadi kekeringan sehingga tidak ada air, tidak bisa bercocok
tanam sehingga kesulitan pangan. Pada musim penghujan timbul banjir sehingga
banyak sawah terendam dan gagal panen serta kesulitan pangan Keadaan keuangan
yang kurang mencukupi untuk satu keluarga sehingga anggota
keluarga tidak cukup mendapatkan jatah makanan.
c. Geografis
Kondisi alam di pegunungan, laut, pulau terpencil sehingga jauh dari fasilitas
kesehatan, jauh dari perkotaan. Dampak: terjadi kesulitan dalam transportasi
pengiriman bantuan serta kekurangan pengetahuan tentang nilai gizi / nutrisi untuk
anak sehingga mudah terkena malnutrisi.
3. Penyebab Malnutrisi
Penyebab langsung :
a. Kekurangan konsumsi zat gizi protein / kalori secara kualitatif / kuantitatif.
b. Proses infeksi, baik infeksi saluran pencernaan, pernapasan/penyakit lain yg trjadi.
Penyebab tidak langsung:
a. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlambat.
b. Cara memperkenalkan makanan bayi yang salah pada tahun pertama kehidupan balita,
sehingga anak tidak mau makan dan akhirnya terjadi malnutrisi.
c. Pemberian makanan terlalu dini, sehingga menyebabkan anak marasmus/kurang
kalori. Hal ini disebabkan antara lain: usia penyapihan terlalu dini, kurang dari 2
tahun, susu buatan yang “overdilusi” (kelebihan proporsi air daripada susunya) serta
kurangnya perawatan terhadap botol susu/sterilisasi kurang.
d. Masalah gizi musiman (seasonal variation), artinya pada musim paceklik, banyak
balita kurang makan dan kurang kalori. Akan tetapi pada musim panen, masalah
kurang makan ini hilang.
e. Kelaparan, khususnya akibat panen yang gagal.
f. Kemiskinan, khususnya pada daerah-daerah yang kebutuhan keluarganya sangat
tergantung dari pendapatan pekerjaan yang mereka tekuni.
4. Tanda-tanda anak marasmus (kurang kalori) :
a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan pantat keriput.
62
b. Wajah seperti orang tua (monkey face).
c. Kulit keriput,kering,jaringan lemak sub kutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada.
d. Rambut tipis, kemerahan, dan mudah dicabut.
e. Anak cengeng dan rewel.
f. Sering disertai diare kronik atau konstipasi serta penyakit kronik.
g. Tekanan darah, denyut jantung dan pernapasan berkurang.
5. Tanda-tanda anak kwashiorkor (kurang protein) :
a. Bengkak (oedema) hampir di seluruh tubuh, terutama punggung dan kaki (dorsum
pedis).
b. Wajah bulat dan sembab (moon face).
c. Mata kuyu dan sayu.
d. Rambut tipis, jarang, dan mudah dicabut.
e. Terdapat bercak merah-hitam pada kulit, kadang terkelupas (crazy pavement
dermatosis).
f. Cengeng, rewel, dan ”apatis”.
g. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak
berbaring terus menerus.
h. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).
i. Pembesaran hati.
j. Sering disertai infeksi, anemi, dan diare.
6. Tanda-tanda anak marasmus-kwashiorkor
Tanda-tanda marasmic-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada
marasmus dan kwashiorkor yang ada.(Depkes RI, 1999).
7. Indeks Pengukuran
Indeks BB/U dengan standar Harvard dan klasifikasi Gomez, sebagai berikut:
a. Normal : ≥ 90%
b. Ringan : ≥ 75 - < style="color: rgb(0, 204, 204);">
8. Proses Terjadinya Malnutrisi GIZI buruk adalah
Kondisi tubuh yang tampak sangat kurus karena makanan yang dimakan setiap hari tidak
dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama kalori dan protein. Tanda awal gizi
buruk: berat badan anak, letak titiknya dalam KMS, jauh berada di bawah garis merah
(BGM). Bila hal ini tidak segera ditangani maka akan terjadi KEP. Kurang Energi
Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
63
Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut
umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein)
yang paling berat dan meluas terutama pada balita.Pada umumnya penderita KEP berasal
dari keluarga yang berpenghasilan rendah.
9. Hubungan KEP dengan Tingkat Imunitas KEP
Dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terhimpit kemiskinan. Anak
menderita sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan
yang buruk dan pemahaman warga terhadap kesehatan kurang.Selain itu, bisa juga
disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi.Hal itu
dapat menimpa siapa saja, tidak mengenal status ekonomi.Anak orang yang
berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk
yang akhirnya bisa menjadi KEP. Setiap individu tidak akan memiliki metabolisme yang
normal apabila kebutuhan kalori (energi) nya tidak terpenuhi. Sumber energi manusia
adalah zat-zat gizi sumber energi seperti hidrat arang, lemak, dan protein. Kekurangan
protein juga akan menurunkan imunitas terhadap penyakit infeksi. Sumber protein utama
dari makanan adalah daging, ikan, telur, tahu, tempe, susu, dan lain-lain (umumnya lauk-
pauk). Karena sistem imunitas tubuh itu sangat bergantung pada tersedianya protein yang
cukup maka anak-anak yang mengalami kurang protein mudah terserang infeksi seperti
diare, infeksi saluran pernapasan, TBC, polio, dan lain-lain. Penyakit yang berhubungan
dengan KEP antara lain Defisiensi vitamin A/ Avitaminosis A Dilakukan pemeriksaan
kadar serum retinol, Anemia terutama karenaà Dilakukan pemeriksaan Hb, MCV (Mean
Corpuscularàdefisiensi zat besi Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin),
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) dan hapusan darah, serta
penyakit karena Pemeriksaan serum riboflavin.àDefisiensi vitamin B2
10. Angka-angka Prevalensi KEP Prevalensi KEP
Sulit ditentukan di masyarakat, sehingga jarang didapat jumlah yang akurat penderita
KEP.Hal ini disebabkan karena identifikasi KEP berdasarkan antropometri (mengukur
gangguan pertumbuhan fisik dan perubahan proporsi protein dan lemak) yang mana
pemeriksaannya kurang spesifik. Contoh: BB/U rendah bukan saja karena kurang makan,
tetapi bisa karena penyakit. Bengkak bukan saja berarti kwashiorkor.Dari contoh
tersebut, sehingga muncul istilah false (+), misalnya BB/U seseorang berdasarkan
standar Amerika masuk kategori status gizi buruk, padahal di Indonesia (yang berbeda
ras) masuk kategori status gizi kurang/sedang.False (-), misalnya jika seseorang
dikatakan sehat padahal orang tersebut sakit.KEP kebanyakan terjadi pada Negara
64
miskin, meskipun pada Negara berkembang dan Negara majupun KEP juga ada.KEP
banyak terjadi jika morbidity (angka kesakitan) dan mortility (angka kematian)
tinggi.Distribusi KEP banyak didaerah-daerah rawan pangan, terpencil, juga daerah-
daerah urban (perkotaan) terutama daerah slump areas (daerah kumuh). Pada tahun 2000,
sekira 30% atau 7 juta anak balita masih menderita KEP dalam tingkat ringan, sedang,
dan berat. Tahun 2005, jumlahnya menurun, sekira 1,67 juta dari 20,87 juta (8%) anak
usia 0-4 menderita KEP. Angka prevalensi tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN
lainnya. Anak yang menderita KEP umumnya badannya lebih pendek (stunted), sebagian
lagi kurus. Data statistik menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia setiap
minggu hanya makan 1 butir telur, 1/2 potong daging, dan 1/2 gelas susu. Ini tak lain
karena kemiskinan yang sudah di tengkuk, sehingga mereka tidak mampu mengakses
pangan hewani yang memang relatif mahal harganya. Susu misalnya, masih dianggap
barang luks yang harganya mahal. Saat ini harga susu sekitar Rp 1.800 per liter. Di
tengah impitan kehidupan yang makin sulit, bisa dimaklumi jika masyarakat lebih
mementingkan membeli dan mengonsumsi pangan karbohidrat daripada pangan sumber
protein/mineral.Bagi warga miskin, yang penting perut seluruh anggota keluarga bisa
kenyang, sementara kualitas gizi urusan belakangan.
11. Dampak KEP
a. Pada usia< 2 merusak sel-sel otak sehingga jumlah sel tidak tumbuh secara
optimal. Dan hal ini tidak bisa dikoreksi dengan terapi gizi.
b. Pada usia > 2 tahun : jumlah sel-sel otak sudah terbentuk, terjadi
pengurusan/atropi sel-sel otak. Dan bisa diperbaiki dengan terapi gizi.Tapi
sulit sekali disembuhkan.
12. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal mungkin,
menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi,
meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang
menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan
Malnutrisi tersebut antara lain:
a. Program promosi ASI
b. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu hamil
dan ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya
antara lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan
ibu hamil, program peningkatan makanan keluarga, misalnya: penyuluhan
65
tentang proses pemasakan daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan
menurunkan lemak serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
c. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
d. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral dan
internal pada dehidrasi karena diare.
e. Meningkatkan hasil produksi pertanian
f. Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi energi
untuk anak-anak yg disapih
g. Memperbaiki infrastruktur pemasaran
h. Subsidi harga bahan makanan
i. Pemberian makanan suplementer
j. Pendidikan gizi
k. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan
Penanggulangan Malnutrisi antara lain:
a. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada
anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah
sakit/dokter/puskesmas.
b. Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di
rumah.
c. Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
d. Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
e. Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi
bayi di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
f. Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
g. Pengobatan/pencegahan thd hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan
pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
h. Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septic
i. Pengobatan infeksi
j. Pemberian makanan
k. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung
l. Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi)
66
Usia Ibu 40 TahunAthar, laki-laki, 15 bulan, mengalami
Sindrom Down
Keterlambatan Perkembangan
Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Interaksi Sosial
E. Kerangka Konsep
67
F. Kesimpulan
Athar, anak laki-laki usia 15 bulan, mengalami Global Developmental Delayed
(Motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan interaksi sosial) et causa Sindrom
Down.
68
Daftar Pustaka
Cameron, N. 2002. Human Growth and Development. California: Academic Press.
Hull, David dan Derek I. Johnston. 2008. Dasar-dasar Pediatri Edisi 3. Penerbit EGC: Jakarta
Meadow, R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga.
Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Setiati, T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang Anak dan Masalah Kesehatan Terkini.
Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Kariadi.
Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Jakarta: EGC.Soepardi, E.
A. dan Iskandar, N (ed). 2000. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Subbagian Tumbuh Kembang. 2004. Pemantauan Perkembangan Denver II. Yogyakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM/RS Sardjito.
Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.
Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1
Tahun.Jakarta: Puspa Swara.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3631610/
http://www.webmd.com/children/hypotonia-related-to-down-syndrome
http://eprints.undip.ac.id/29394/3/Bab_2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30426/4/Chapter%20II.pdf
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ajmg.1320370755/abstract
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1838182
69
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/artikel-utk-p4tk-sb.pdf
http://eprints.undip.ac.id/29394/3/Bab_2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30426/4/Chapter%20II.pdf
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/5/jhptump-a-maryani-210-2-babii.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf
70