Laporan Penelitian Fix

74
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASI (Air Susu Ibu), merupakan jenis makanan awal terbaik bagi bayi, ASI tak dapat digantikan oleh makanan ataupun minuman manapun, karena ASI mengandung zat gizi yang paling tepat, lengkap dan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan bayi setiap saat (Eveline PN, 2010). ASI Eksklusif hanya memberikan ASI saja tanpa tambahan cairan apaun, seperti susu formula, jeruk, madu, air putih maupun makanan lain sampai usia 6 bulan (Nurhaeni A, 2009). Untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, pada tahun 1990 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI. Pada tahun 2004, sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia (WHO), pemberian ASI Eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004 (Depkes, 2004). Pemerintah telah membuat kebijakan Peraturan Pendukung ASI yang diatur dalam pasal 129 yaitu Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air 1

description

ikk ikp

Transcript of Laporan Penelitian Fix

Page 1: Laporan Penelitian Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

ASI (Air Susu Ibu), merupakan jenis makanan awal terbaik bagi bayi, ASI tak

dapat digantikan oleh makanan ataupun minuman manapun, karena ASI

mengandung zat gizi yang paling tepat, lengkap dan selalu menyesuaikan

dengan kebutuhan bayi setiap saat (Eveline PN, 2010). ASI Eksklusif hanya

memberikan ASI saja tanpa tambahan cairan apaun, seperti susu formula,

jeruk, madu, air putih maupun makanan lain sampai usia 6 bulan (Nurhaeni A,

2009). Untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, pada tahun

1990 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian

ASI (PP-ASI. Pada tahun 2004, sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia

(WHO), pemberian ASI Eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana

dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004 (Depkes, 2004).

Pemerintah telah membuat kebijakan Peraturan Pendukung ASI yang diatur

dalam pasal 129 yaitu Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan

dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara

eksklusif. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 pasal 128 tentang. Pasal 200

berisi tentang peraturan yaitu setiap orang yang dengan sengaja menghalangi

program pemberian air susu ibu eksklusif akan dipidana penjara paling lama 1

tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Sifat keputusan menteri

yang berada tingkat yang rendah dalam hirarki perundangan, peraturan ini

menjadi kurang mengikat dan tidak ada sanksi yang maksimal yang dapat

diberikan atas pelanggaaran yang terjadi (Depkes, 2009).

Beberapa upaya untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif telah

dilaksanakan dengan langkah kegiatan manajemen laktasi yang dilakukan: 1)

pada masa kehamilan dengan memberikan konseling laktasi, 2) pada saat

segera setelah persalinan dengan insiasi menyusu dini, 3) pada masa neonatus

dengan rawat gabung, 4) pada masa menyusui selanjutnya dengan konseling

1

Page 2: Laporan Penelitian Fix

untuk tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, kecukupan gizi dan

dukungan keluarga (Depkes, 2005).

Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan telah terbukti baik untuk kesehatan

salah satunya dapat mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas bayi yang

disebabkan karena infeksi saluran pencernaan, meningkatkan perkembangan

kognitif dan meningkatkan ketahanan hidup bayi (Krammer et al, 2008).

Sedangkan manfaat bagi ibu, pemberian ASI Eksklusif akan menurunkan

resiko perdarahan pasca melahirkan, resiko terkena kanker payudara, dan

menunda kehamilan (sebagai alat kontrasepsi alami) (KNPP RI, 2010).

Pada tahun 2004 tepatnya tanggal 7 April 2004, Menteri Kesehatan

mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.450/ MENKES/ SK/ !V/

2004 tentang peningkatan pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) secara eksklusif

pada bayi. Di Indonesia, PP-ASI ini memuat peraturan 10 langkah menuju

keberhasilan menyusui (Depkes, 2004).

Tahun 1981 World Health Assembly (WHA) dan UNICEF menerbitkan sebuah

kode (international code) untuk mengatur penawaran produk makanan untuk

bayi. Kode yang disetujui 118 negara tersebut bertujuan untuk melindungi

bayi dan ibu dari tindakan pemasaran yang agresif produsen susu bayi. Di

Indonesia kode tersebut diatur didalam SK Menteri Kesehatan Nomor

273/1997 (sebelumnya SK No 240/1985) tentang Pemasaran Susu Pengganti

ASI (PASI) (Depkes, 2007).

Terdapat kebiasaan di masyarakat, bayi yang baru lahir sudah diberikan

makanan lain seperti susu formula (susu botol), madu, atau lainnya. Demikian

pula di tempat-tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit atau Klinik

Bersalin) yang memberikan susu formula kepada bayi baru lahir. Data SDKI

menyebutkan bayi usia kurang dari 3 hari yang sudah diberikan makanan

dalam bentuk cair (45,3%) dan makanan padat (17,6%), padahal WHO (2001)

merekomendasikan pemberian makanan pendamping ASI tersebut boleh

diberikan setelah bayi berusia 6 bulan (Dodik B, 2008).

Dukungan petugas kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif sangat

diperlukan yaitu dengan mengingatkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI

2

Page 3: Laporan Penelitian Fix

saja sampai umur 6 bulan. Yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

menyusui adalah adanya dukungan dari petugas kesehatan, dukungan keluarga

dan budaya masyarakat dan promosi susu formula (Dinkes Jateng, 2008).

Tujuan program ASI Eksklusif bagi tenaga kesehatan adalah diperolehnya

peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan di tingkat

Puskesmas dalam upaya meningkatkan penggunaan ASI di masyarakat.

Petugas kesehatan diharapkan dapat mendukung keberhasilan menyusui dan

bebas dari susu formula (Depkes, 1997).

Adanya berbagai hambatan dalam pemberian ASI eksklusif terjadi hampir di

seluruh puskesmas di Indonesia, salah satunya di wilayah kerja Puskesmas

Tegallalang I. Berdasarkan laporan Puskesmas Tegallalang I tahun 2009

sampai 2014, masalah ASI eksklusif selalu menjadi salah satu permasalahan

yang muncul dalam setiap rapat rutin maupun rapat evaluasi tahunan

Puskesmas Tegallalang I. Berdasarkan laporan tahunan program gizi

Puskesmas Tegallalang I tahun 2009 sampai 2014, tertera bahwa pemberian

ASI eksklusif di masyarakat tidak mencapai target puskesmas.

Pemberian ASI eksklusif di Desa Tegallalang sepanjang bulan Januari-Juli

2014 menempati peringkat terendah bila dibandingkan dengan tiga desa lain di

bawah wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I, yaitu 66,67%. Angka ini

merupakan pencapaian terendah dibandingkan dengan tiga desa lain yang

berada dalam wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I, yaitu Desa Kenderan

(pencapaian 100,00%), Kedisan (pencapaian 76,47%), dan Keliki (pencapaian

86,20%). Dapat dilihat dari data tahun 2009 dengan pencapaian sebesar

44,21%, tahun 2010 dengan pencapaian sebesar 69,23%, tahun 2011 dengan

pencapaian sebesar 63,1%, tahun 2012 dengan pencapaian sebesar 66,66%,

dan tahun 2013 dengan pencapaian sebesar 61,37%.

Belum maksimalnya kinerja suatu program dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, antara lain: faktor masukan atau input, seperti Sumber Daya Manusia

(SDM) yang masih rendah, dana yang terbatas, peralatan yang terbatas dan

lain sebagainya; faktor proses atau process, seperti sistem organisasi SDM

yang tidak tepat; dan faktor keluaran atau output (Muninjaya, 2004).

3

Page 4: Laporan Penelitian Fix

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dianggap perlu untuk meneliti

bagaimanakah pelaksanaan program ASI eksklusif oleh petugas kesehatan di

Desa Tegallalang, Kabupaten Gianyar

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah:

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif oleh petugas

kesehatan di Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten

Gianyar.

2. Bagaimanakah evaluasi proses konseling terkait pemberian ASI eksklusif?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Menjelaskan proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif di Desa

Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

2. Menjelaskan evaluasi proses konseling terkait pemberian ASI eksklusif di

Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan maupun hasil

penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif.

2. Dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman menganalisis peran

petugas kesehatan terhadap kelangsungan pelaksanaan konseling ASI

Eksklusif kepada bayi yang harus ditingkatkan dan sebagai peningkatan

mutu pelayanan yang berkesinambungan.

4

Page 5: Laporan Penelitian Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif

Kegiatan konseling ASI eksklusif harus dilaksanakan dalam koordinasi

fungsional yang berarti perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan

pengawasan dilaksanakan secara terpadu dengan unit penanggung jawab

pelayanan kesehatan masyarakat mulai dari puskesmas, kabupaten, sampai

tingkat provinsi. Koordinasi tersebut harus dilakukan secara berjenjang dan

terus-menerus.

Adapun kriteria dalam pelaksanaan program ini adalah adanya penanggung

jawab program ASI eksklusif pada setiap jenjang administrasi kesehatan.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, diperlukan suatu wadah bina tunggal

yang berfungsi dalam pembinaan, perencanaan, pengorganisasian atau

koordianasi, pergerakan, pengawasan, dan pengendalian dan diharapkan

wadah ini terdapat pada tingka administrasi kesehatan, yaitu sebagai berikut:

1. Pada tingkat pusat/nasional: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI,

2. Pada tingkat provinsi: Dinas Kesehatan Provinsi,

3. Pada tingkat kabupaten/kota madya: Dinas Kesehatan Tingkat

Kabupaten/Kota Madya,

4. Pada tingkat Puskesmas: Kepala Puskesmas, Petugas Kesehatan Gizi atau

Tenaga kesehatan lainnya yang terkait.

Adapun kriteria lainnya untuk administrasi dan pengelolaan yakni adanya

koordinasi fungsional yang dilaksanakan melalui pertemuan berkala (setiap

bulan), supervi terpadu dan planning of action (POA) dan adanya dokumen

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, lengkap dengan pelaksanaan

kegiatan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 Tahun 2009,

pengawasan pelaksanaan program ini dilakukan dalam beberapa tingkat, yakni

5

Page 6: Laporan Penelitian Fix

pada tingkat puskesmas, tingkat kabupaten/kota madya, dan tingkat pusat

dengan rincian sebagai berikut yaitu:

1. Di tingkat puskesmas, diperlukan rencana kerja, catatan harian,

keikutsertaan, dan pemetaan jumlah pustu dan poskesdes yang telah

menjalankan kegiatan pemantauan ASI eksklusif,

2. Pada tingkat kabupaten/kota madya: diperlukan gambaran puskesmas

berdasarkan pencapaian kegiatan pemantauan ASI eksklusif,

3. Pada tingkat provinsi, diperlukan gambaran tingkat kabupaten/kota madya

berdasarkan pencapaian program pemantauan ASI eksklusif.

Adapun dalam proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif ini melibatkan hal-

hal berikut:

1. Sumber Daya Manusia (SDM/Man)

Sumber daya manusia (SDM) dalam konseling ASI eksklusif memiliki

kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain adanya tenaga puskesmas

yang ditugaskan menjadi penanggung jawab kegiatan konseling ASI

eksklusif; menjadi pemegang program dalam kegiatan konseling ASI

eksklusif, dan menjadi tenaga pelaksana konseling ASI eksklusif yang

bertugas melakukan penyuluhan, konseling, pemantauan ASI eksklusif di

tiap pustu dan poskesdes. Kriteria tersebut memiliki arti jika tidak ada

tenaga kesehatan lain yang telah dilatih tentang ASI eksklusif. Adapun

tenaga pelaksana lainnya adalah kader-kader dari masyarakat yang telah

dilatih dan dipersiapkan dalam bidang ASI eksklusif. Pengembangan

teknologi dan pembinaan serta peningkatan keterampilan tenaga pemantau

ASI eksklusif dilakukan secara berkelanjutan.

2. Pembiayaan (Money)

Biaya operasional untuk konseling ASI eksklusif seperti dana

pembinanaan petugas serta biaya transportasi untuk petugas atau sumber

biaya kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu

seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah dan sebagian ditanggung

oleh masyarakat.

3. Peralatan (Material)

6

Page 7: Laporan Penelitian Fix

Konseling ASI eksklusif harus ditunjang dengan sarana yang minimal

dapat menunjang pelaksaan prevensi primer dan secara bertahap akan

ditingkatkan sesuai dengan mutu pelayanan. Adapun beberapa hal yang

perlu dipersiapkan antara lain: tersedianya blangko pelaporan, dan alat

peraga seperti boneka, poster, lembar balik, flashcard buatan percetakan

maupun buatan sendiri, disesuaikan dan dikembangkan dengan kondisi

setempat.

4. Metode (Method)

Strategi dan prosedur pelaksanaan konseling ASI eksklusif sesuai dengan

kebijaksanaan yang sudah ada pada program gizi yang disesuaikan dengan

kemampuan dan sumber daya puskesmas. Adapun strategi tertulis tentang

pelaksanaan program ASI eksklusif dan kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan menurut Buku Pedoman Gizi Puskesmas Tahun 2010 dengan

deskripsi tugas yakni:

a. Pemegang program dalam pelaksanaan konseling ASI eksklusif

Bagi pemegang program untuk pelaksanaan konseling ASI

eksklusif dalam hal ini merupakan tenaga kesehatan tingkat

puskesmas memiliki kegiatan berupa: 1)Menyusun kegiatan

pemantauan ASI eksklusif minimal sekali dalam setahun yang

terdiri dari mengumpulksan data ASI eksklusif serta penunjangnya

dalam rangka menyusun rencana dan pedoman kerja konseling ASI

eksklusif, mengumpulkan data pasangan usia subur (PUS), bumil,

dan buteki untuk penyusunan perencanaan, menyusun kebutuhan

sarana dan prasarana konseling ASI eksklusif, menyiapkan

pertemuan lintas program dan lintas sector, 2) Pengorganisasian

dan penggerakan tenaga pelaksana konseling ASI eksklusif dengan

kegiatan antara lain menyusun alur koordinasi dan pembagian

tugas sesuai dengan ketetapan dari kabupaten, mensosialisasikan

rencana konseling ASI eksklusif kepada seluruh tenaga pelaksana,

mensosialisasikan kebijakan-kebijakan mengenai kegiatan secara

berkesinambungan kepada tenaga pelaksana, melakukan

pengembangan dan pembinaan bagi tenaga pelaksana di lapangan,

melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral, 3)

Monitoring dan evaluasi dengan kegiatan yaitu mencatat dan

7

Page 8: Laporan Penelitian Fix

melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan konseling ASI eksklusif ke

Dinas Kapupaten Gianyar minimal dua kali dalam jangka waktu

satu tahun.

b. Pelaksana konseling ASI eksklusif

Bagi pelaksana konseling dalam hal ini petugas kesehatan setingkat

puskesmas pembantu, memiliki tugas pokok dan fungsi yakni: 1)

Merancang persiapan kegiatan konselimg ASI eksklusif seperti

mengumpulkan data PUS, bumil, buteki di wilayahnya;

menentukan sasaran penyuluhan, konseling, dan pemantauan;

2)Melaksanakan kegiatan konseling ASI eksklusif antara lain:

menentukan metode dan teknik penyuluhan dan konseling,

menyusun materi penyuluhan dan konseling, menentukan media

penyuluhan dan konseling, melaksanakan penyuluhan, konseling

dan pemantauan ASI eksklusif sesuai jadwal pelaksanaan yang

disepakati, melakukan koordinasi lintas program dan lintas

sektoral; 3) Mengevaluasi hasil kegiatan konseling ASI eksklusif

dengan kegiatan mencatat dan melaporkan hasil pelaksanaan

kegiatan kepada pemegang program.

5. Waktu (Minute)

Pelaksanaan konseling ASI eksklusif dilakukan secara berkesinambungan

dan disesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan masing-masing

daerah binaan. Dalam hal ini, penyuluhan dan konseling individu dapat

dilaksanakan sesuai dengan daerah binaan masing-masing. Kegiatan

konseling pemberian ASI eksklusif dilaksanakan 1 kali dalam jangka

waktu satu bulan. Dan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar

dilakukan minimal dua kali dalam jangka waktu satu tahun.

6. Sasaran (Market)

Sasaran konseling ASI eksklusif adalah pasangan usia subur (PUS), ibu

hamil, serta ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang berada di

wilayak kerja Puskesmas Tegallalang I.

2.2. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas

Puskesmas

8

Page 9: Laporan Penelitian Fix

Upaya Perbaikan Gizi (UPGK) yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi

masyarakat, diprioritaskan pada kelompok masyarakat risiko tinggi yaitu

golongan bayi, balita, usia sekolah, remaja, ibu hamil dan ibu menyusui serta

usia lanjut. Upaya tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan

penanggulangan kemiskinan secara nasional. UPGK perlu dilakukan secara

terpadu, lintas program dan lintas sektor agar lebih berdaya guna dan berhasil

guna sehingga dapat terlaksananya kegiatan secara nyata dan bertanggung

jawab dengan memperhatikan faktor epidemiologi, geografri, sosial ekonomi

dan budaya masyarakat setempat. Pemberian ASI secara eksklusif dapat

mempercepat penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan

status gizi balita yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi

masyarakat menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia yang memadai

(Depkes, 1997).

Tujuan dari kegiatan pelaksanaan peningkatan ASI eksklusif adalah: 1).

Diperolehnya peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan di

tingkat puskesmas dalam upaya meningkatkan penggunaan ASI di

masyarakat, 2). Diperolehnya perubahan perilaku gizi masyarakat untuk selalu

memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya sampai umur 6 bulan, 4)

Diperolehnya peningkatan angka ASI Eksklusif secara nasional menjadi 80%

(Depkes 1997). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kegiatan sebagai

berikut:

1. Pengamatan situasi

Pengamatan situasi dilakukan melalui pengumpulan data pencapaian ASI

Eksklusif, latar belakang budaya setempat, sumber daya dan sarana di

puskesmas dan kelompok di tingkat kecamatan.

a. Pencapaian ASI Eksklusif

Data yang dikumpulkan adalah pencapaian ASI Eksklusif, diperoleh

melalui register kohort balita dan anak pra sekolah yang tersedia di

puskesmas.

Langkah-langkah kegiatan:

9

Page 10: Laporan Penelitian Fix

merekap jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif tingkat

kecamatan

memberikan penyuluhan/pembinaan pada kader dalam GNPP-ASI

penghitungan persentase cakupan AE1, AE2, AE3 dab AE4

berdasarkan data kohort balita dan anak pra sekolah

membuat grafik

menginformasikan data tersebut kepada forum lintas program,

lintas sektor terkait, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lembaga

swadaya masyarakat setempat.

b. Latar belakang budaya setempat

Selain data teknis seperti pada butir (a) di atas, perlu juga diketahui

data latar belakang budaya setempat mengenai ASI Eksklusif. Data

yang dikumpulkan meliputi persepsi, kebiasaan, dan pola

pemberian makan bayi dari masyarakat setempat. Petugas

melakukan pengamatan tentang persepsi, kebiasaan dan pola

pemberian makan bayi dari masyarakat setempat. Data ini

diperoleh melalui wawancara secara insidentil terhadap beberapa

ibu balita atau lainnya yang sedang berkunjung ke posyandu, pada

saat petugas melakukan pembinaan. Jika dijumpai salah persepsi

dari masyarakat misalnya ibu tidak memberikan ASI Eksklusif, ibu

menghentikan ASI karena anak sakit, bayi diberi susu botol dsb.

maka petugas perlu memberikan penyuluhan dan pembinaan

tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi pertumbuhan dan

perkembangan balita.

c. Sumberdaya dan sarana

Disamping data di atas, juga dikumpulkan data penunjang seperti

sumberdaya dan sarana yang ada di daerah. Data yang

dikumpulkan meliputi biaya, jumlah dan macam tenaga, serta

10

Page 11: Laporan Penelitian Fix

media penyuluhan yang tersedia di Puskesmas. Sumberdaya yang

ada antara lain tenaga gizi puskesmas (TPG), Bidan atau perawat,

PKK dan LSM. Sarana yang ada antara lain leaflet, booklet, dan

poster yang berkaitan dengan ASI Eksklusif yang dapat

dimanfaatkan untuk penyuluhan/pembinaan.

d. Kelompok-kelompok potensial

Tenaga gizi Puskesmas harus mengatahui kelompok potensial yang

dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam memberikan

penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Kelompok ini

mempunyai potensi yang cukup besar dalam memsukseskan

program, oleh karena itu perlu diciptakan kerjasama yang baik

antara petugas puskesmas dan kelompok potensial yang ada di

kecamatan. Kelompok potensial di tingkat kecamatan antara lain

PKK, Kelompok Wanita Tani (KWT) Karang Taruna, Kelompok

Arisan dan Pengajian.

2. Penyebarluasan hasil pengamatan situasi

Data ASI Eksklusif, latar belakang budaya, sumberdaya dan sarana, dan

kelompok potensial diinformasikan kepada berbagai pihak baik lintas

program, lintas sektor terkait dalam pertemuan yang terpadu. Cara

penyajian hasil dengan menggunakan grafik, peta dan diagram. Dari

pertemuan tersebut diharapkan dapat dihasilkan kesepakatan tentang

berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap program/sektor atau

LSM, sehingga mereka dapat berpartisipasi untuk mempercepat

pencapaian tujuan program ASI Eksklusif di Puskesmas. Melalui

pertemuan tersebut juga dapat diketahui masalah yang ada dan cara

pemecahannya.

3. Kegiatan intervensi

a. Pendekatan kepada tokoh masyarakat

11

Page 12: Laporan Penelitian Fix

1. Advokasi atau pendekatan kepada pemimpin

Pendekatan kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama

di daerah setempat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan

KIE dalam masyarakat tentang pentingnya ASI bagi tumbuh

kembang dan kecerdasan anak.

Tujuan: Agar tokoh masyarakat mengetahui dan berperan aktif

dalam menggerakkan masyarakat sasaran melalui komunikasi,

informasi dan edukasi (KIE) sehingga pencapaian ASI Eksklusif

meningkat.

2. Orientasi

Tujuan: Agar tokoh masyarakat dan tokoh agama memperoleh

kesamaan persepsi tentang peranan ASI dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Untuk orientasi dapat dilakukan sebagai berikut:

a. lama orientasi 2-3 jam, terdiri dari penyampaian materi dan

tanya jawab

b. sarana orientasi meliputi: poster dan leaflet tentang pentingnya

ASI Eksklusif dan bahaya pemberian Makanan Pendamping

ASI (MP-ASI) terlalu dini dan terlalu lambat

c. materi orientasi meliputi beberapa aspek, diantaranya:

dukungan politis pemerintah terhadap ASI Eksklusif

(pencanangan penggunaan ASI oleh Bapak Presiden Suharto

pada tanggal 22 Desember 1990 dengan tema: “Dengan ASI

kaum ibu mempelopori peningkatan kualitas manusia

Indonesia”

b. Pemberdayaan Bidan di Desa, Petugas Puskesmas dan Kader

Pemberdayaan bidan di desa dan kader dapat dilakukan melalui

12

Page 13: Laporan Penelitian Fix

pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam

menyebarluaskan PP-ASI.

1. Pelatihan

Petugas Puskesmas dan Bidan di Desa

Tujuan:

(1) meningkatkan pengetahuan petugas puskesmas (tenaga

pelaksana gizi/TPG) dan bidan di desa dalam memantau

pemberian ASI Eksklusif, (2) melakukan penyuluhan yang

tepat dan efektif sesuai hasil pemantauan

Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan melalui:

o pengamatan situasi/latar belakang masalah sosial budaya

setempat

o cara/teknik pelatihan menggunakan cara belajar orang

dewasa, a.l. menggali informasi dari para peserta

pelatihan tentang masalah pemberian ASI yang mereka

ketahui dilapangan

o persamaan persepsi tentang cara menyusui yang baik dan

benar, pentingnya kolostrum bagi kesehatan bayi dan

bahayanya memberikan makanan pralakteal bagi bayi

o persamaan persepsi tentang indikator dan pemantauan

ASI Eksklusi

o tanya jawab

Kader

Tujuan:

(1) meningkatkan pengetahuan kader dalam pemantauan

13

Page 14: Laporan Penelitian Fix

kecenderungan pemberian ASI Eksklusif, (2) melakukan

penyuluhan sederhana

Kepada kader diberikan pengetahuan PP-ASI seperti di atas

dengan kedalaman materi yang sederhana sesuai dengan

kemampuan dan tugas kader di lapangan.

2. Bimbingan teknis

Tujuan: memperoleh gambaran hasil kegiatan penyuluhan dan

pemantauan kegiatan PP-ASI sehingga dapat dilakukan

penyesuaian dan perbaikan yang diperlukan yang diperlukan.

Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang dari Puskesmas

pembantu, desa dan posyandu.

Hal-hal yang harus dibina:

persamaan persepsi tentang indikator untuk pemantauan dan

cara analisis pelaporan

ketersediaan media KIE tentang ASI

c. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain melalui penyuluhan massal, penyuluhan keluarga,

penyuluhan kelompok dan penyuluhan perorangan:

1. Penyuluhan massal

Penyuluhan massal dilakukan dengan memanfaatkan

sarana/budaya yang ada di masyarakat, seperti: media tradisional,

dengan memanfaatkan budaya setempat, seperti; wayang, lenong,

srimulat, dll; media cetak, misalnya, tabloit dengan menggunakan

bahasa local; media elektonika, seperti radio, televisi (bila

memungkinkan)

14

Page 15: Laporan Penelitian Fix

2. Penyuluhan keluarga

Dalam melakukan penyuluhan keluarga mencakup semua anggota

keluarga yang berpengaruh terhadap ibu seperti: Ayah, ibu, anak,

anggota keluarga lainnya (pengasuh anak, kakek, nenek, mertua).

3. Penyuluhan kelompok

Untuk penyuluhan kelompok dapat dilakukan pada: Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM); PKK; Organisasi Wanita, misalnya

Dharma Pertiwi; Dharma Wanita, dll; Kelompok khusus seperti,

arisan, pengajian, dll.

4. Penyuluhan perorangan

Penyuluhan perorangan dapat dilakukan kepada: Ibu-ibu balita;

Tokoh: Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dll; Pamong: Kepala

dusun, Kepala desa, Camat, dll; Petugas: Kesehatan, BKKBN,

Pertanian, Guru, dll; Swasta dan pengusaha

Isi materi penyuluhan a.l:

manfaat ASI Eksklusif bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak

pentingnya kolostrum bagi kesehatan bayi

pemberian ASI penting untuk kesehatan ibu, misalnya dapat

menghindari kanker payudara dan untuk menjarangkan kehamilan

(KB)

meningkatkan kasih sayang antara ibu dan bayi

bagi wanita pekerja, usahakan tetap memberikan ASI pada

anaknya dengan cara khusus

tidak memberikan makanan pralakteal

15

Page 16: Laporan Penelitian Fix

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan penyuluhan pada

ibu hamil a.l:

mengikut sertakan suami dan anggota keluarga lain yang

berpengaruh seperti kakek, nenek, mertua, pengasuh anak, dll.

informasikan kepada ibu hamil, jangan melakukan pengurutan

payudara secara berlebihan

lakukan pemeriksaan terhadap kelainan payudara misalnya puting

datar dan puting tenggelam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu memberikan penyuluhan

a.l:

penggunaan materi KIE yang tepat

menggunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti oleh

masyarakat

melakukan persiapan tempat/ruangan

memasang poster/leaflet di tempat yang mudah dilihat

pesan-pesan gizi disesuaikan dengan umur bayi

bagi ibu yang perilakunya sudah baik dalam memberikan ASI

diberi pujian dan bagi yang belum sesuai diberi pengertian cara

yang persuasif.

2.3. Kendala Pemberian ASI Eksklusif

Ada beberapa kendala yang sering dijadikan alasan oleh ibu untuk tidak

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, antara lain:

1. Produksi ASI Kurang

Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak

memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak ibu-ibu yang merasa

16

Page 17: Laporan Penelitian Fix

ASInya kurang, tetapi hanya sedikit sekali yang secara biologis memang

kurang produksi ASInya. Selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI

yang cukup bagi bayinya

2. Ibu Kurang Memahami Tata Laksana ASI Yang Benar

Ibu kurang memahami tata laksana ASI yang benar, misalnya pentingnya

memberikan ASI, bagaimana ASI keluar, bagaimana posisi menyusui dan

perlekatan yang baik sehingga bayi dapat mengisap secara efektif an ASI

dapat keluar dengan optimal, termasuk cara memberikan ASI bila ibu harus

berpisah dengan bayinya.

3. Ibu ingin menyusui kembali setelah bayi diberi susu formula (relaksasi)

Relaksasi merupakan suatu keadaan ibu yang telah berhenti menyusui ingi

memulai menyusui kembali. Biasanya setelah tidak menyusu beberapa lama

produksi ASI akan berkurang dan bayi akan malas menyusu dari ibunya

apalagi kalau sudah diberikan susu botol.

4. Bayi terlanjur mendapatkan prelakteal feeding.

Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberi air putih, air gula, madu,

susu formula dengan dot. Hal ini akan menyebabkan bayi malas menyusui.

5. Kelainan Bayi.

Bayi yang menderita sakit atau dengan kelainan kongenital mungkin akan

mengganggu proses menyusu. Kela kelainan ini perlu ditatalaksana dengan

benar agar keadaan tersebut tidak menjadi penghambat dalam proses

menyusui. (Partiwi&Purnawati,2008)

6. Ibu Bekerja

Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI Eksklusif, karena waktu

ibu bekerja, bayi dapat diberi ASI perah yang diperah sehari sebelumnya.

7. Takut Ditinggal Suami

Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibu-ibu se-Jabodetabek,

diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan ASI pada

anaknya karena takut ditinggal suaminya. Ini karena adanya mitosnya yang

salah yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek.

8. Anggapan Susu Formula Lebih Praktis

Pendapat ini tidak benar karena untuk membuat susu formula diperlukan api

atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril dan perlu waktu

17

Page 18: Laporan Penelitian Fix

untuk mendinginkan susu yang baru dibuat. Sementara ASI siap pakai

dengan suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan perlengkapan

apapun.

9. Takut Badan Tetap Gemuk

Pendapat bahwa ibu menyusui akan sukar menurunkan berat badan adalah

tidak benar. Didapatkan bukti bahwa menyusui akan membantu ibu-ibu

menurunkan berat badan lebih cepat daripada ibu yang tidak menyusui

secara eksklusif. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu hamil akan

dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak

menyusui akan lebih sukar untuk menghilangkan lemak. (Roesli, 2000)

2.4. Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif

1. Umur

Proses degenerasi payudara mengenai ukuran dan kelenjar alveoli

mengalami regresi yang dimulai pada usia 30 tahun. Sehingga dengan

proses tersebut payudara cenderung kurang menghasilkan (Whorthington,

1993). Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya

proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur

belasan tahun. Ibu yang umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi

ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang yang sudah tua. Hal ini terjadi

terjadi karena pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai dari

permulaan tahun menstruasi sampai umur 30 tahun (Suratmaja, 1989).

Penelitian Citra Br Aritonang (2011) menunjukkan tidak ada hubungan

yang bermakna antara umur ibu dengan perilaku pemberian ASI eksklusif.

Berbeda dengan hasil penelitian Lutfi (2009), menyebutkan ada hubungan

yang bermakna antara umur dengan praktek pemberian ASI eksklusif yaitu

ibu yang berumur ≤30 tahun berpeluang 4,333 kali untuk memberikan Asi

secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berumur ≥30 tahun.

2. Pendidikan

Berdasarkan GBHN, pendidikan adalah adalah usaha sadar untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah

18

Page 19: Laporan Penelitian Fix

yang berlangsung seumur hidup. Sedangkan tingkat pendidikan adalah

jenjang sekolah formal yang ditamatkan oleh seseorang. Sementara

menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan membantu orang tersebut

untuk lebih mudah menangkap dan memahami suatu informasi. Mereka

yang berpendidikan tinggi akan berbeda dengan mereka yang

berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan seorang ibu yang rendah

memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru khususnya

hal-hal yang berhubungan dengan ASI eksklusif. Menurut Soetjiningsi

(2007) pendidikan orang tua yang lebih baik, akan memungkinkan ia dapat

menerima segala informasi yang berkaitan dengan cara pengasuhan dan

perawatan anak termasuk didalamnya pemberian ASI. Hasil penelitian

Helmi (2010) manyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara

pendidikan Ibu dengan pemberian ASI Eksklusif yaitu ibu yang

berpendidikan rendah mempunyai peluang 5,5 kali untuk tidak menyusui

secara eksklusif dibandingkan Ibu yang berpendidikan tinggi.

3. Pekerjaan

Bekerja selalu dijadikan alasan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi

karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu pemberian ASI pun

berkurang. Akan tetapi seharusnya seorang ibu yang bekerja tetap memberi

ASI secara eksklusif kepada bayinya dengan pengetahuan yang benar

tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan

kerja (Soetjiningsih, 1997). Status pekerjaan berpeluang mempengaruhi ibu

dalam memberikan ASI eksklusif. Adanya kecenderungan para ibu yang

bekerja mencari nafkah menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI.

Meningkatnya partisipasi angkatan kerja perempuan yang antara lain

disebabkan oleh tuntutan ekonomi, menyebabkan sebagian keluarga tidak

dapat mempertahankan kesejahteraannya hanya dari satu sumber

pendapatan. Masuknya perempuan dalam kerja sedikit banyak

mempengaruhi peran ibu dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian

Nuryanto (2002) menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai resiko

19

Page 20: Laporan Penelitian Fix

1,16 kali untuk menghentikan pemberian ASI dibandingkan ibu yang tidak

bekerja. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa proporsi 18

pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang tidak bekerja lebih banyak

dibanding dengan ibu yang bekerja.

4. Dukungan Sosial

Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya

adalah suatu kegiatan baik bersifat emosional maupun psikologis yang

diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI. Seorang ibu yang

tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari

keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui

sendiri bayinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmijati (2007)

menyebutkan ibu yang mendapat dukungan keluarga memiliki

kemungkinan memberikan ASI Eksklusif 6,533 kali lebih besar dibanding

dengan ibu yang tidak mendapat dukungan keluarga. Penelitian lain juga

mengatakan bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan keluarga akan

meningkatkan resiko untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Menurut

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku terbentuk karena faktor

pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau

petugas yang lain, yang merupakan referensi dari perilaku masyarakat.

Sebagai seorang yang dipercayai ibu-ibu dalam mengatasi masalah bayi,

tenaga kesehatan hendaknya memberikan nasihat kepada seorang ibu

permulaan menyusui, agar dapat mengukuhkan kepercayaan dirinys atas

kesanggupan menyusui dan bersikap mendukung penilaian bahwa

menyusui adalah suatu fungsi alamiah yang sempurna. Menurut

Soetjiningsih (1997) pemberian ASI belum secara optimal diberikan oleh

ibu-ibu disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan

petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan mengenai cara

pemberian ASI yang baik dan benar kepada ibu dan keluarga. Beberapa

penelitian membuktikan bahwa sikap petugas kesehatan sangat

mempengaruhi pemilihan makanan bayi oleh ibunya. Pengaruh ini dapat

berupa sikap negatif secara pasif, yang dinyatakan dengan tidak

menganjurkan dan tidak membantu bila ada kesulitan laktasi. Sikap ini bisa

pula secara aktif misalnya bila ada kesulitan laktasi, malah petugas sendiri

20

Page 21: Laporan Penelitian Fix

yang menganjurkan untuk memberikan susu botol kepada bayi.

BAB III

KERANGKA KONSEP

Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Pada gambar 3.1 terdapat berbagai variabel yang saling berhubungan dalam konseling

ASI eksklusif. Variabel tersebut terdiri dari:

Proses adalah semua kegiatan pelaksanaan konseling ASI eksklusif itu sendiri, yaitu:

perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan konseling ASI eksklusif.

Pada penelitian ini, akan dilakukan analisis terhadap variabel proses dan hambatan

dari konseling ASI eksklusif.

21

Page 22: Laporan Penelitian Fix

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini mementingkan penguraian

fenomena yang teramati dan konteks makna yang melingkupi suatu realitas. Peneliti

merupakan instrument utama, data-data yang dikumpulkan berupa data deskriptif.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang,

Kabupaten Gianyar.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga September 2014

4.3 Sumber Data dan Sasaran

Pemilihan responden sebagai sumber data dilakukan untuk mendapatkan data dari

mereka yang mengetahui permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk dapat

menjadi sumber data yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara baik

dan benar.

Responden dalam penelitian ini adalah Kepala Puskesmas Tegallalang I , Pemegang

program gizi di Puskesmas Tegallalang I, pelaksana program dalam hal ini petugas

gizi dan bidan yang bertugas di wilayah Desa Tegallalang dan sasaran program yakni

ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan. Teknik untuk mendapatkan

data dari responden tersebut adalah dengan menggunakan wawancara mendalam (In

depth interview). Wawancara mendalam adalah metode pengumpulan data yang

22

Page 23: Laporan Penelitian Fix

dilakukan dengan cara melakukan dialog langsung dengan responden. Selain itu

pengumpulan data juga dilakukan dengan cara observasi dan dokumentasi.

4.4 Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini meliputi:

1. Proses dalam pelaksanaan program ASI eksklusif di Desa Tegallalang.

2. Hambatan dalam pelaksanaan program ASI eksklusif di Desa Tegallalang.

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Proses program ASI eksklusif: proses perencanaan untuk merumuskan

bentuk program ASI eksklusif yang akan diterapkan, menentukan

kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program

yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis,

pengorganisasian program, penggerakan program serta pengawasan

program di dalam pelaksanaan program ASI eksklusif secara menyeluruh

yang digali dengan wawancara, observasi dan komunikasi.

2. Hambatan program ASI eksklusif: kendala-kendala di dalam pelaksanaan

program ASI eksklusif secara menyeluruh yang digali dengan wawancara.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari responden yaitu

Kepala Puskesmas Tegallalang I, penanggung jawab program gizi di Puskesmas

Tegallalang I, pelaksana program dalam hal ini petugas gizi dan bidan yang bertugas

di wilayah Desa Tegallalang dan sasaran program yakni ibu yang memiliki bayi

berusia 0-6 bulan. Melalui teknik wawancara mendalam (in depth interview)

sebanyak dua kali dengan kepala Puskesmas, pemegang program gizi di puskesmas

Tegallalang I, pelaksana program di Puskesmas tegallalang I, dan responden ibu

hamil dan ibu bayi yang berusia 0-6 bulan dengan menggunakan pedoman

wawancara yang telah disiapkan serta alat bantu berupa digital voice recorder.

4.7 Alat Pengumpul Data

Adapun alat pengumpul data penelitian adalah:

23

Page 24: Laporan Penelitian Fix

1. Pedoman wawancara

2. Digital voice recorder

3. Kamera digital

4.8 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara content analysis dari wawancara

mendalam, hasil observasi dan dokumentasi yang kemudian dijelaskan secara naratif.

24

Page 25: Laporan Penelitian Fix

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari sasaran pelaksaan konseling asi

eksklusif, yaitu ibu hamil dan ibu yang mempunyai bayi berumur 0-6 bulan,

serta petugas kesehatan yang mencakup penanggung jawab program gizi yaitu

Kepala Puskesmas Tegallalang I, pemegang program gizi, pelaksana kegiatan

seperti petugas gizi dan bidan di wilayah Desa Tegallalang, Kecamatan

Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Table 5.1 Karakteristik ibu hamil

Nama Umur Pendidikan Status Pekerjaan Kehamilan ke-PSA 25 tahun SMA Bekerja 2LP 25 tahun SMA Tidak bekerja 1

Dari semua responden ibu hamil, rata-rata berumur 25 tahun, pendidikan

SMA, satu orang bekerja dan satu orang tidak bekerja. Responden pertama

sedang mengandung anak yang kedua, sedangkan responden kedua sedang

mengandung anak yang pertama.

25

Page 26: Laporan Penelitian Fix

Tabel 5.2 Karakteristik ibu menyusui

Nama Umur Pendidikan Status Pekerjaan

Jumlah anak

Perilaku ASI Eksklusif

DS 24 tahun Sarjana pendidikan

Bekerja 3 Memberi ASI secara eksklusif

DPJ 25 tahun SMA Bekerja 1 Memberi ASI secara eksklusif

IAPA 37 tahun Sarjana ekonomi

Tidak bekerja

1 Tidak memberi ASI secara eksklusif

DS 20 tahun Sarjana pendidikan

Bekerja 1 Tidak memberi ASI secara eksklusif

Dari semua responden ibu menyusui, tiga orang bekerja dan satu orang tidak

bekerja. Rentang umur responden antara 20-37 tahun. Dari tingkat pendidikan,

3 orang lulusan sarjana strata 1 dan 1 orang lulusan SMA. Dari semua

responden, terdapat 3 orang yang memiliki satu anak balita, 1 orang memiliki

tiga orang anak balita.

Table 5.3 Karakteristik tenaga kesehatan

Responden Umur Tingkat pendidikanKepala Puksesmas 50 tahun S2 Manajemen KesehatanPemegang program gizi 28 tahun Diploma giziBidan Desa 31 tahun AKBIDBidan Swasta 25 tahun AKBID

Karakteristik responden petugas kesehatan berjumlah 4 orang, dengan rentang

umur dari 25-45 tahun. Pendidikan terakhir dari bidan adalah Diploma

26

Page 27: Laporan Penelitian Fix

kebidanan, pendidikan dari pemegang program gizi adalah Diploma gizi,

sedangkan pendidikan terakhir dari kepala puskesmas adalah Magister

Manajemen Kesehatan.

5.2. Proses Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif oleh Petugas Kesehatan

pada Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Desa Tegallalang, Kecamatan

Tegallalang, Kabupaten Gianyar

5.2.1 Perencanaan

Perencanaan yang dibuat oleh Puskesmas Tegallalang I mengenai

program ASI eksklusif dilakukan satu kali dalam setahun yakni di awal

tahun bersamaan dengan beberapa perencanaan program lainnya yang

ada di puskesmas. perencanaan program terdiri dari diantaranya adalah

dari segi SDM, pembiayaan, peralatan, metode, waktu dan tempat

pelaksanaan, serta sasaran.

1. Sumber Daya Manusia

Perencanaan program ASI eksklusif melibatkan beberapa pihak

secara lintas program dan lintas sektoral. Hal ini sesuai dengan

pernyataan berikut:

“…Kepala puskesmas, kemudian petugas gizi, bidan

koordinator KIA, petugas pustu. Itu.. Promkes juga.. tugas

promkes.”

“…Lintas program dan lintas sektoral.”

Melalui wawancara mendalam di atas dapat dilihat hasilnya bahwa

pihak-pihak yang ikut dalam merencanakan program antara lain

kepala Puskesmas Tegallalang I, pemegang program gizi,

pelaksana program yaitu petugas gizi dan bidan desa, serta

beberapa pemegang program lain yang terkait seperti pemegang

program KIA dan PKM.

2. Metode Penyelenggaraan

Untuk menjalankan konseling ASI eksklusif ini, pemegang dan

pelaksana program memerlukan landasan dalam pelaksanaannya.

Adapun yang menjadi landasan pelaksanaan edukasi ASI eksklusif

27

Page 28: Laporan Penelitian Fix

dan dijadikan sebagai Standar operasional prosedur (SOP) dalam

hal ini adalah Pedoman Gizi Puskesmas tahun 2010 dan Standar

pelayanan minimal (SPM) dari Depkes. Hal tersebut seperti dalam

pernyataan berikut ini:

” hmm itu ada buku pedoman, buku pedoman tentang gizi.

Hmm kemudian ada SPM , standar pelayanan minimal dari

depkes. Mungkin itu ya..”

“… juknis tentang program gizi di puskesmas, trus yang kedua

pemetaan sasaran, trus yang ketiga tentang penyiapan

personil, penyiapan logistic, pembuatan laporan, dan

pembuatan PWS…”

Kebijakan yang digunakan saat ini terdiri dari kebijakan nasional

yang mengatur garis-garis besar pelaksanaan program ASI

eksklusif sebagai bagian dari pelaksanaan program gizi, pedoman

Gizi Puskesmas tahun 2010 yang disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing puskesmas, sehingga dalam kenyataannya

kebijakan-kebijakan tersebutlah yang dijadikan pedoman dalam

pelaksanaan program ASI eksklusif.

3. Peralatan

Pelaksanaan edukasi ASI eksklusif harus ditunjang oleh sarana dan

prasarana yang memadai. Menurut hasil wawancara di bawah ini

didapatkan bahwa peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

edukasi ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I antara lain:

boneka/alat peraga, buku pedoman, form pemantauan ASI

eksklusif, leaflet, LCD dan proyektor, yang sesuai dengan hasil

wawancara dengan penanggung jawab dan pemegang serta

pelaksana program ASI eksklusif berikut ini:

“Hmm yang pertama buku pedoman, yang kedua form-form

isian tentang pemantauan asi eksklusif tiap bulan.. itu masing-

masing desa, kemudian formulir laporan, sama alat peraga

untuk penyuluhan, baik itu yang cetak maupun elektronik.

Mungkin itu ya..”

“Bonekanay, alat peraga itu.. boneka, caranya memeras ASI…

ada alatnya itu”

28

Page 29: Laporan Penelitian Fix

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan

kegiatan program ASI eksklusif, pihak pemegang dan pelaksana

program memerlukan alat seperti boneka peraga.

4. Pembiayaan

5. Waktu

Waktu pelaksanaan penyuluhan disesuaikan dengan jadwal

posyandu dan jadwal kegiatan di daerah binaan masing-masing.

Selain itu, konseling yang juga termasuk dalam penyuluhan juga

dapat dilakukan sesering mungkin, karena dapat dilakukan kapan

saja secara langsung kepada sasaran penyuluhan. Pemantauan ASI

eksklusif dilaksanakan setiap bulan, dan sesuai dengan pernyataan

sebagai berikut:

“perencanaan dilakukan setiap awal tahun.yang pertama ya

persiapan personel dulu dari puskesmas, dan siapa-siapa..

program-program apa yang terkait, yang kedua tentang

sasaran, kemudian yang ketiga tentang logistiknya.. termasuk

alat-alat peraga, termasuk alat tulis kantor, buku dan lain

sebagainya”

Hal ini secara umum sudah sesuai dengan standar pelaksanaan

program ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I dimana

penyuluhan seharusnya dilaksanakan sesuai jadwal posyandu

yakni minimal sebulan sekali.

Perencanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan standar

operasional prosedur (SOP) yaitu pertemuan berkala untuk

koordinasi perencanaan dilakukan satu kali dalam setahun.

6. Sasaran

Sasaran program ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I yang

diketahui dari hasil wawancara adalah ibu hamil dan ibu yang

memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Tegallalang I sesuai dengan pernyataan berikut:

29

Page 30: Laporan Penelitian Fix

“Ibu bayi umur 0-6 bulan , ibu hamil. Kan dari hamil sudah

dikasi tahu kalau pas melahirkan biar anaknya mendapatkan

ASI saja sampai usia 6 bulan, ASI eksklusif.”

Sasaran yang ditetapkan dalam standar pelaksanaan dan digunakan

oleh Puskesmas Tegallalang I sudah sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh Dinas Kesehatan.

5.2.2. Pengorganisasian

Konseling ASI eksklusif harus dilaksanakan dalam koordinasi

fungsional, yaitu berarti perencanaan, penggerakan dan pelaksanaan

dilaksanakan secara terpadu dengan unit penanggung jawab program

gizi puskesmas Tegallalang I. hal ini sesuai dengan pernyataan berikut

ini:

“Lintas program dan lintas sektoral… Kepala puskesmas,

kemudian petugas gizi, bidan koordinator KIA, petugas pustu.

Itu.. Promkes juga.. tugas promkes.”

“Ya kita mengadakan rapat lintas program, kemudian

penyuluhan lintas sektoral…”

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa program ASI

eksklusif merupakan suatu program pengembangan di bawah program

gizi, yang pada pelaksanaannya mengadakan koordinasi dengan

program lain seperti program PKM dan KIA.

Dalam kegiatan konseling ASI eksklusif ini tidak ada struktur

organisasi yang resmi, seperti dalam hasil wawancara berikut:

“…tidak ada struktur organisasinya. untuk system

pelaporannya seperti dalam pengawasan. Dari bidan desa

kepada petugas gizi, kepala puskesmas, kemudian kepala dinas

kesehatan.”

5.2.3. Pelaksanaan

1. Sumber Daya Manusia

Pelaksanaan konseling ASI eksklusif melibatkan petugas gizi dan

bidan di wilayah Desa Tegallalang. Hal ini sesuai dengan

pernyataan berikut:

30

Page 31: Laporan Penelitian Fix

“…pelaksananya ada saya sendiri sebagai petugas gizi dan

dibantu oleh bidan-bidan desa di masing-masing pustu. Untuk

konseling saat ANC dilakukan oleh petugas KIA.”

2. Metode Penyelenggaraan

Metode konseling yang digunakan antara lain penyuluhan secara

kelompok dan perorangan pada pojok ASI di Posyandu atau

melalui kunjungan rumah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

berikut:

“Kelompok, saat posyandu, dan perorangan juga saat kita

melakukan kunjungan rumah. DI psyandu sambil menunggu

kita kasih penjelasan, sambil menunggu anaknya ditimbang,

kan kadang-kadang ibunya datang… Sambil anaknya

bermain… Sekali penyuluhan kadang-kadang ada 8 orang”

3. Peralatan

Dalam pelaksanaan edukasi ASI eksklusif, pelaksana konseling

tidak menggunakan alat peraga, media cetak maupun elektronik.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut:

“nggak pake alat, biasanya penyuluhan langsung. Ibunya

sendiri sudah punya buku KIA”

4. Pembiayaan

Pelaksanaan konseling ASI eksklusif tidak menggunakan dana

yang dialokasikan pada program gizi. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan berikut:

“konselingnya nggak mengeluarkan dana.”

5. Waktu

Waktu pelaksanaan penyuluhan disesuaikan dengan jadwal

posyandu dan jadwal kegiatan di daerah binaan masing-masing.

Selain itu, konseling yang juga termasuk dalam penyuluhan juga

dapat dilakukan sesering mungkin, karena dapat dilakukan kapan

saja secara langsung kepada sasaran penyuluhan. Pemantauan ASI

31

Page 32: Laporan Penelitian Fix

eksklusif dilaksanakan setiap bulan, dan sesuai dengan pernyataan

sebagai berikut:

“Dipantau itu kan mulai dari umur 0 bulan sampai 6 bulan, itu

dipantau setiap bulan.”

“Biasanya bidan desa itu, kalau sewaktu-waktu melakukan

kunjungan ke rumah ibu yang setelah bersalin itu kan kita

langsung memberi tahu harus memberikan ASI eksklusif tanpa

makanan tambahan kepada bayi sampai umur 6 bulan.”

“Pada ibu hamilnya sebelum melahirkan itu kita memberikan

kelas ibu hamil. Saat kelas ibu hamil itu kita memberikan

materi tentang ASi eksklusif, tanda bahaya kehamilan, tanda

persalinan, perawatan bayi. Tentunya kan sudah masuk di sana

ASI eksklusifnya”

6. Sasaran

Sasaran program ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I yang

diketahui dari hasil wawancara adalah ibu hamil dan ibu yang

memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Tegallalang I sesuai dengan pernyataan berikut:

“Ibu bayi umur 0-6 bulan , ibu hamil. Kan dari hamil sudah

dikasi tahu kalau pas melahirkan biar anaknya mendapatkan

ASI saja sampai usia 6 bulan, ASI eksklusif.”

5.2.4. Pengawasan

Adanya pengawasan pada pelaksanaan program ASI eksklusif ini

bertujuan untuk memantau pelaksanaan program ASI eksklusif dalam

upaya meningkatkan pencapaian terhadap target.

“hmm yang pertama ya pimpinan puskesmas, yang kedua ada

supervisi dari kabupaten, yang ketiga kita evaluasi dari hasil

laporan bulanan.”

Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengawasan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas

32

Page 33: Laporan Penelitian Fix

Tegallalang I dilakukan oleh kepala puskesmas dan supervise dari

Dinas kesehatan.

“hmm dari bidan desa, kemudian naik ke petugas gizi,

kemudian kepala puskesmas, kemudian dinas kesehatan.”

“Kan dipantau di posyandu, nah posyandunya itu melaporkan

ke masing-masing bidan desa, terus bidan desanya itu

melaporkan ke puskesmas…”

Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alur

pengawasan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas

Tegallalang I diawali pemegang program gizi, kemudian kepala

puskesmas dan Dinas Kesehatan. Pengawasan yang dilakukan oleh

Dinas Kesehatan tidak dilakukan secara langsung di lapangan,

melainkan dilakukan melalui pemantauan terhadap hasil laporan yang

ditujukan kepada Dinas kesehatan.

Menurut SOP, supervisi program terdiri dari pengawasan dan

pembinaan program yang dilakukan juga oleh Dinas Kesehatan terkait,

dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan terkait, dalam hal ini adalah

Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. Selama ini, hanya dilakukan

pemantauan terhadap laporan yang dibuat oleh pemegang program.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut:

“Tidak… Kalau dari bidan belum cuma pengetahuan dari

kampus aja.”

5.3. Hambatan Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif di Desa Tegallalang,

Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar

5.3.1. Hambatan SDM Puskesmas

Dari segi SDM, hambatan yang dihadapi antara lain dari segi jumlah

pelaksana.

“kalau hambatan pelaksana mungkin jumlah bidan desa, saya

rasa itu yang masih kurang, di puskesmas pembantu cuma ada

satu orang. Saya harapkan itu yang.. untuk tenaga bidan di

desa harusnya minimal dua orang, karena satu ke lapangan

satunya di puskesmas pembantu.”

33

Page 34: Laporan Penelitian Fix

Dari wawancara mendalam di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah

pelaksana program ini masih belum cukup. Pelaksana program di pustu

berjumlah satu orang yaitu bidan desa, sedangkan tugas yang

dimiikinya mencakup keseluruhan kegiatan pustu tersebut. Diharapkan

bahwa di masing-masing pustu terdapat minimal dua orang yaitu satu

orang bidan dibantu oleh satu orang atau lebih perawat atau tenaga

lainnya, namun akibat keterbatasan jumlah pelaksana, hal tersebut

belum dapat tercapai. Selain itu, bidan yang bertugas di pustu selain

ASI eksklusif serta memberikan pelayanan kesehatan kesehatan bagi

masyarakat di wilayahnya, juga terlibat dalam penyelenggaraan

posyandu serta melaporkan hasil-hasil pelaksanaan program-program

tersebut. Hal ini menjadi hambatan dari segi SDM.

5.3.2. Hambatan Peralatan

Dari segi peralatan, hambatan yang dihadapi yaitu fasilitas pelaksanaan

yang terbatas, tampak pada hasil wawancara berikut ini:

“…fasilitasnya cuma ada di puskesmas aja, di pustu tidak ada”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa selama ini fasilitas pendukung

pelaksanaan konseling ASI eksklusif belum memadai. Beberapa

fasilitas hanya dimiliki oleh Puskesmas Tegallalang I seperti

boneka/alat peraga.

5.3.3. Hambatan waktu pelaporan

Hambatan dari segi sering terjadi saat pelaporan, dapat dilihat pada

hasil wawancara berikut:

“hmm kadang-kadang pelaporan telat dari puskesmas

pembantu. Itu yang sering terlambat, sehingga rekap laporan

disini juga kadang terlambat. Mungkin ya setahun paling dua

kali, dua kali dalam setahun paling telat, ga sering sekali.”

Dari segi pelaporan, dikatakan bahwa pelaksana program ASI

eksklusif di pustu merekap laporan tidak hanya mengenai gizi saja,

sehingga sering terjadi keterlambatan pengumpulan laporan dari pustu.

5.3.4. Hambatan Sasaran

34

Page 35: Laporan Penelitian Fix

Apabila dilihat dari segi pelaksanaan, program ASI eksklusif terbentur

dengan berbagai hambatan, seperti yang dapat dilihat pada hasil

wawancara berikut ini:

“ya mungkin itu dalam memenuhi sasaran ya. Karena ibunya

bekerja, ibunya pergi pada saat kita ke lapangan.”

“Mungkin kalau hambatan tidak semua ibu-ibu yang punya

bayi itu yang datang, biasanya bayi itu paling diantar sama

neneknya, sama kakanya, artinya bukan orangtua dia sendiri,

jadi penyampaian penyuluhan kita kan bisa saja tidak sampai

kepada orantuanya. Itu aja, mengumpulkan orang itu yang

agak sulit di posyandu.”

Dari segi pelaksanaan, pelaksana program menyadari adanya hambatan

untuk memberikan konseling mengenai program ASI eksklusif,

diantaranya faktor kesibukan masing-masing sasaran yang berbeda-

beda.

5.3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Faktor-faktor yang menjadi hambatan sasaran program ASI eksklusif

yaitu ibu-ibu menyusui dalam perilaku memberikan ASI eksklusif

antara lain faktor tingkat pengetahuan sasaran yang rendah, faktor

pekerjaan, dan adanya kendala dalam produksi ASI, seperti hasil

wawancara berikut:

“Yang pertama itu saya kan nggak tahu pertamanya disuruh

sama bidan itu ASI eksklusif, terus setelah selesai cuti 2 bulan

itu langsung saya tinggal ngajar, jarang saya kasih ASI.

Karena jarang mimik ASI itu kan pakai dot, jadinya nggak mau

mimik ASI, selama 4 bulan itu saya kasih susu formula,

makanya yang pertama agak sakit-sakitan, yang kedua sampai

6 bulan eksklusif saya kasih, bayinya nggak sakit-sakitan kayak

kakaknya, lebih kuat daya tahan tubuhnya gitu… Makanya

saya sekarang anak yang ketiga udah tahu, makanya saya

kasih ASI eksklusif aja, diusahain.”

“itu kan emang harus gitu lo, pake asi itu kan memang

kewajiban. Tapi ini gamau keluar, dia juga ga mau mau

35

Page 36: Laporan Penelitian Fix

bagaimana. Saya lebih parah lagi, kalau beli susu tu kan mahal

harganya, tapi dot gini kan ga mahal, cuma dikasi dot gitu

selesai.”

“…terus saya coba.. waktu mau keluar dikit-dikit tu lo.. coba..

ini ga mau.. nangis dia terus.. mau dia mimic tapi nangis dia

terus.. uda dipaksain dibantuin saya sama bu deknya.. berbagai

macam cara dilakukan.. gamau juga..”

“Karena ibunya kerja, kadang-kadang setelah anaknya umur

3 bulan sudah dah dia kerja, jadi anaknya diasuh oleh mertua,

ditampung sih kadang-kadang ASInya, tapi karena pagi cepat-

cepat dibantu dengan susu, kalau sudah datang dari kerja lagi

dikasih ASI malamnya.”

Pengaruh susu formula terhadap program ini tidak dapat disisihkan,

seperti yang tercantum dalam hasil wawancara berikut ini:

“…hmm ini.. gencarnya iklan tentang produk susu.. kemudian

sales-sales dari proksi susu masuk ke bidan-bidan. Itu juga

sering mempengaruhi tingkat kelulusan asi eksklusif.”

Dari hasil wawancara di atas didapatkan bahwa menurut kepala

Puskesmas tegallalang I saat ini susu formula memiliki pengaruh

dalam menghambat keberhasilan program ASI eksklusif. Saat ini susu

formula juga sangat mudah didapatkan, demikian pula dengan

pengiklanan susu formula yang begitu gencar, sehingga dapat

menyebabkan sasaran atau dalam hal ini ibu menyusui menganggap

bahwa ASI dapat digantikan dengan memberikan susu formula saja.

Padahal ASI memiliki berbagai manfaat yang tidak dapat digantikan

oleh susu formula. Hal ini juga menyebabkan pencapaian target yaitu

pemberian ASI eksklusif berada di bawah target yang ditetapkan,

meskipun konseling telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang

ada.

36

Page 37: Laporan Penelitian Fix

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Perencanaan Konseling ASI Eksklusif

Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen karena fungsi

ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Fungsi perencanaan

merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Tanpa

ada fungsi perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen lainnya akan dapat

dilaksanakan dengan baik. Perencanaan manajerial akan memberikan pola

pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan,

siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan

merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan

efisien (Muninjaya, 2004).

Perencanaan yang dibuat oleh Puskesmas Tegallalang I mengenai konseling

ASI eksklusif dilakukan satu kali dalam setahun yakni di akhir tahun

bersamaan dengan beberapa perencanaan program lainnya yang bertempat di

puskesmas. Perencanaan konseling ASI eksklusif melibatkan beberapa pihak

secara lintas program dan lintas sektoral. Perencanaan konseling ASI eksklusif

ini meliputi perencanaan SDM, materi atau kegiatan, waktu pelaksanaan,

pendanaan, sasaran, dan target yang ingin dicapai. Perencanaan konseling ASI

eksklusif yang dilakukan Puskesmas Tegallalang I belum sesuai dengan

standar operasional prosedur (SOP), dimana seharusanya dilakukan pertemuan

berkala untuk koordinasi perancanaan dan melibatkan puskesmas hingga

tingkat propinsi.

Perencanaan sebuah organisasi akan memiliki manfaat diantaranya

mengetahui tujuan yang ingin dicapai organisasi dan cara mencapainya,

mengetahui jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan, mengetahui jenis

dan jumlah staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya, mengetahui efektifitas

kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan, serta mengetahui bentuk

standar pengawasan yang akan dilakukan. Dengan sebuah perencanaan, maka

akan diperoleh beberapa keuntungan seperti perencanaan tersebut akan

37

Page 38: Laporan Penelitian Fix

menyebabkan berbagai macam aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan

tertentu dan dapat dilakukan secara teratur, perencanaan akan mengurangi atau

menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif, dapat dipakai untuk

mengukur hasil kegiatan yang telah dicapai karena dalam perencanaan

ditetapkan berbagai standar, serta perencanaan ditetapkan berbagai standar,

serta perencanaan memverikan satu landasan pokok manajemen lainnya,

terutama untuk fungsi pengawasan (Muninjaya, 2004).

6.2. Pengorganisasian Konseling ASI Eksklusif

Melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki

organisasi (manusia atau yang bukan manusia) akan diatur penggunaannya

secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan. Fungsi organisasi antara lain sebagai alat untuk memadukan

(sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan

personil, finansial, material, dan tatacara untuk mencapai tujuan organisasi

yang telah disepakati bersama (Muninjaya, 2004).

Menurut Saritua Harianjaya (2007) struktur pengorganisasian yang

dikemukakan oleh Mintzberg, memuat komponen-komponen dari struktur

pengorganisasian antara lain kompleksitas formalisasi, sentralisasi dan

desentralisasi. Kompleksitas berkaitan dengan pembagian kewenangan baik

secara orizontal, vertical maupun vasial. Pengelolaan tersubut dibagi dalam

penjenjangan hirarki yang dijabat oleh pejabat structural berdasarkan hirarki

kepangkatan. Kepala dinas kesehatan sebagai kuncup pimpinan yang

membawahi bidang dan Puskesmas. Bidang yankes membawahi seksi gizi.

Puskesmas sebagai unit pelaksana teksnis dinas kesehatan di wilayah kerjanya.

Sedangkan puskesmas mempunyai unit-unit untuk menjalankan program,

termasuk program ASI eksklusif. Kepala puskesmas membawahi pemegang

program termasuk tenaga pelaksana program dan tenaga kesehatan di desa.

Puskesmas mempunyai perpanjangan tangan di desa untuk mengelola masalah

ASI eksklusif di suatu wilayah yang lebih kecil seperti Pustu dan Polkedes.

Formalisasi berkaitan dengan penggunaan standar yang ditetapkan. Dalam

menjalankan tugasnya seksi gizi di dinas kesehatan kabupaten dan tenaga

pelaksana gizi di Puskesmas mempunyai standar-standar dan target kerja dari

38

Page 39: Laporan Penelitian Fix

pusat serta Tupoksi yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah untuk

menjalankan program ASI eksklusif. Sentralisasi menyangkut kewenangan

untuk pengambilan keputusan. Kepala dinas mempunyai kewenangan untuk

mengatur prioritas program di kabupaten seperti penempatan SDM,

pendanaan, regulasi, kebijakan, hubungan lintas sektoral yang berkaitan

dengan program gizi dan sebagainya. Sedangkan kepala puskesmas

mempunyai kewenangan untuk mengatur prioritas program ASI eksklusif di

wilayah kerja Puskesmas, seperti penunjukan tenaga pelaksana program,

pembagian dana operasional, pengambilan keputusan, kebijakan program ASI

eksklusif di wilayah kerja Puskesmas. Pendanaan dan kebutuhan sarana di

Puskesmas bergantung pada dinas kesehatan. Desentralisasi berkaitan dengan

upaya mengurangi kemungkinan terjadinya beban informasi yang berlebihan,

memberi tanggapan yang cepat terhadap informasi yang baru, memberi

masukan dan mendorong terjadinya motivasi. Seksi gizi di dinas kesehatan

kabupaten mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi kegiatannya dan

membuat perencanaan yang diusulkan kepada kepala bidang yankes,

selanjutnya ditentukan sebagai prioritas program bidang yankes, yang

diusulkan kepada kepala dinas. Seksi gizi juga mempunyai tugas untuk

membina tenaga pelaksana gizi termasuk ASI eksklusif untuk menyelesaikan

kasus-kasus yang dihadapi di Puskesmas. Sedangkan tenaga pelaksana ASI

eksklusif juga mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi dan menyusun

perencanaan program ASI eksklusif di Puskesmas serta diusulkannya kepada

kepala Puskesmas dan seksi gizi. Tenaga pelaksana ASI eksklusif juga

mempunyai tugas untuk membina bidan desa dan kader posyandu agar target

kerja program ASI eksklusif tercapai.

Di Puskesmas Tegallalang I kegiatan konseling ASI eksklusif berada di bawah

program gizi dan merupakan salah satu pengembangan program gizi. Namun

tidak ada struktur organisasi khusus program pemantauan ASI eksklusif.

Pengorganisasian ini belum sesuai standar, karena dalam SOP terdapat

penanggung jawab pelaksanaan program pemantauan ASI eksklusif yang

seharusnya penanggung jawab tersebut terdapat pada setiap jenjang

administrasi kesehatan. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu

wadah bina tunggal yang berfungsi dalam pembinaan, perencanaan,

39

Page 40: Laporan Penelitian Fix

pengorganisasian/koordinasi, pergerakan, pengawasan, dan pengendalian dan

diharapkan wadah ini terdapat pada setiap tingkatan administrasi kesehatan

baik di tingkat pusat, tingkat kabupaten/kota serta puskesmas.

Untuk dapat melakukan pekerjaan pengorganisasian dengan baik perlu pula

dipahami prinsip pokok yang terdapat dalam organisasi antara lain:

mempunyai pendukung, tujuan, kegiatan, pembagian tugas, perangkat

organisasi, pembagian dan pendelegasian wewenang serta kesinambungan

kegiatan dan kesatuan perintah dan arah (Azwar, 1996).

6.3. Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif

Fungsi dari pelaksanaan ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja

sama di antara staf pelaksana program, sehingga tujuan organisasi dapat

tercapai secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Kierja program

pemantauan ASI eksklusif ditentukan oleh indikator yaitu cakupan pemberian

ASI eksklusif setiap tahun, yang menggunakan format pemantauan yang

diseragamkan oleh Dinas Kesehatan.

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas

Puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (1997), kegiatan

penyuluhan termasuk dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang terdiri

dari: 1) penyuluhan massal menggunakan media tradisional, media cetak,

maupun media elektronika; 2) penyuluhan keluarga yang mencakup semua

anggota keluarga yang berpengaruh terhadap ibu seperti ayah, ibu, anak,

anggota keluarga lainnya (pengasuh anak, kakek, nenek, mertua); 3)

penyuluhan kelompok yang dilakukan pada lembaga swadaya masyarakat

(LSM), PKK, Organisasi wanita (dharma pertiwi, dharma wanita), dan

kelompok khusus seperti arisan dan pengajian; 4) dan penyuluhan perorangan

kepada ibu, tokoh-tokoh agama dan masyarakat, pamong, petugas, swasta dan

pengusaha. Sekain itu hal lain yang dapat dilakukan selama pemberian

penyuluhan pada ibu hamil dan menyusui adalah pemeriksaan terhadap

kelainan payudara misalnya puting datar dan puting tenggelam. Pemantauan

pemberian ASI eksklusif memiliki indicator dengan penggunaan kode

pemantauan khusus, dengan sasaran pemantauan adalah ibu-ibu yang

melahirkan bayi pada periode Januari-Desember setiap tahun (kohort tahunan)

40

Page 41: Laporan Penelitian Fix

yang dilaksanakan oleh petugas/puskesmas setiap bulan sesuai kegiatan

posyandu, untuk kemudian dilakukan rekapitulasi data dan disajikan dalam

bentuk diagram maupun peta pemberian ASI eksklusif di wilayah tertentu

dalam jangka waktu tertentu.

Kegiatan konseling ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I sudah sesuai

dengan standar, dimana seluruh kegiatan yang termasuk konseling ASI

eksklusif telah dilaksanakan yakni penyuluhan dan konseling individu yang

dilaksanakan sesering mungkin dan bekerja sama dengan lintas program, serta

pemantauan berkala pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas

Tegallalang I yaitu setiap bulan dengan menggunakan format pelaporan dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar yang berisi pengamatan sejak bayi baru

lahir sampai bulan pertama pemberian ASI ekslusif (AE0) sampai dengan usia

bayi lima bulan atau bulan ke lima pemberian ASI eksklusif (AE5).

6.4. Pengawasan Terhadap Kegiatan Konseling ASI Eksklusif

Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf dan

hasilnya mudah diukur. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang sangat

penting dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Tanpa pengawasan, atau

pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang akan mudah

terjadi. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf. Alat untuk

dapat membantu pimpinan melakukan pengawasan dengan baik adalah

rencana kerja operasional. Rencana kerja operasional telah disusun sebelum

kegiatan dimulai. Untuk itu, pengawasan kepada staf puskesmas dilakukan

dengan menggunakan jadwal kegiatan operasional hariannya. Kinerja staf

akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk

memberikan reward kepada mereka yang dianggap mampu bekerja. Jika hal

tersebut dapat dilaksanakan, staf akan lebih meningkatkan rasa tanggung

jawab dan komitmennya terhadap kegiatan program sehingga pengawasan

akan dapat dilakukan dengan lebih objektif (Muninjaya, 2004).

Melalui fungsi pengawasan dan pengendalan, standar keberhasilan program

yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus

selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu

dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar

41

Page 42: Laporan Penelitian Fix

penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk

mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2002).

Pada pelaksanaan konseling ASI eksklusif harus dilakukan monitoring dan

evaluasi, sehingga prestasi semua tenaga pengelola atau tenaga pelaksana

dalam upaya meningkatkan pelayanan dapat dipantau. Pengawasan

pelaksanaan konseling ini dilakukan dalam beberapa tingkat yakni

pengawasan pada tingkat puskesmas, tingkat kabupaten/kota, dan pengawasan

tingkat pusat. Pengawasan dari tingkat kecamatan/puskesmas ke

desa/kelurahan dilakukan tiap bulan.

Menurut rancangan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pemberian ASI

Eksklusif, pada pasal 41 disebutkan bahwa: (1) Pemerintah pusat dan

pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif sesuai dengan tugas dan fungsi

masing-masing, (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diarahkan untuk meningkatkan sumber daya manusia, pendanaan, peran serta

msayarakat, dan penegakan hokum, (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan melalui a) advokasi, sosialisasi, dan kampanye

peningkatan pemberian ASI, b) pelatihan dan peningkatan kapasitas petugas,

dan c) monitoring dan evaluasi.

Pengawasan kegiatan konseling ASI eksklusif yang dilakukan di Puskesmas

Tegallalang I belum sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP),

dimana menurut SOP, pemantauan dilakukan pada tingkat puskesmas, tingkat

kabupaten/kota, dan tingkat propinsi sedangkan di Puskesmas Tegallalang I

pengawasan hanya dilakukan oleh puskesmas ke puskesmas pembantu dan

poskesdes yang berada di wilayahnya. Pengawasan dari kabupaten/kota ke

kecamatan/puskesmas dan dari propinsi ke kabupaten/kota dilakukan hanya

melalui laporan yang diserahkan oleh pemegang program pemantauan ASI

eksklusif Puskesmas Tegallalang I dan tidak dilakukan pengawasan langsung.

42

Page 43: Laporan Penelitian Fix

6.5. Hambatan Proses Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif Puskesmas

Tegallalang I

Hambatan dalam pelaksanaan konseling ASI eksklusif di puskesmas

tegallalang I meliputi hambatan SDM, peralatan, sasaran, kurangnya

pengetahuan sasaran, dan gencarnya promosi susu formula saat ini.

Mengkaji hambatan dan kelemahan program bertujuan untuk mencegah atau

mewaspadai timbulnya hambatan. Selain mengkaji hambatan yang pernah

dialami, juga dibahas prediksi kendala dan hambatan yang mungkin terjadi di

lapangan pada saat program dilaksanakan (Muninjaya, 2004)

Faktor-faktor yang juga menjadi hambatan bagi program ASI eksklusif di

Puskesmas Tegallalang I adalah kurangnya pengetahuan responden tentang

ASI eksklusif. Dalam penelitian yang dilakukan Diana Nur Afifah (2007),

didapatkan bahwa sebagian (50%) subjek penelitian tersebut tidak mengetahui

ASI eksklusif. Mereka umumnya pernah mendengar tapi tidak mengerti

maksudnya. Pengetahuan ibu yang kurang tentang ASI eksklusif ini yang

terutama menyebabkan gagalnya pemberian ASI eksklusif.

Kebanyakan ibu yang mulai memberikan makanan kepada bayinya mengalami

sindrom ASI kurang. Dijelaskan bahwa sindrom ASI kurang adalah keadaan

dimana ibu merasa bahwa ASI-nya kurang, dengan berbagai alasan yang

menurut ibu merupakan tanda tersebut, misalnya payudara kecil, ASI berubah

kekentalannya, bayi lebih sering minta disusui, bayi minta disusui pada malam

hari, dan bayi lebih cepat selesai menyusu disbanding sebelumnya. Ukuran

payudara tidak menggambarkan kemampuan ibu untuk memproduksi ASI

(Wisnuwardhani, 2006)

Dari segi pelaksanaan, pelaksana program menyadari adanya hambatan untuk

memberikan konseling mengenai ASI eksklusif, yang bisa disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama adalah faktor kesibukan masing-masing sasaran yang

berbeda-beda. Di samping itu, anggapan sasaran mengenai pentingnya materi

yang akan disampaikan dalam penyuluhan maupun konseling serta

pengetahuan sasaran mengenai hal tersebut juga dapat menjadi hambatan

untuk pelaksanaan program ini.

43

Page 44: Laporan Penelitian Fix

Pemberian susu formula sebagai prelaktal sering dilakukan di BPS, RB,

maupun RS dengan alasan utama karena ASI belum keluar dan bayi masih

kesulitan menyusu sehingga bayi akan menangis bila dibiarkan saja. Biasanya

bidan akan langsung memberikan nasehat untuk memberikan susu formula

terlebih dahulu. Bahkan pembuatan susu formula dilakukan sendiri oleh bidan

atau perawat, dan mereka menyediakan jasa sterilisasi botol. Hal ini akan

memberi pengaruh negative terhadap keyakinan ibu bahwa pemberian susu

formula adalah obat yang paling ampuh untuk menghentikan tangis bayi.

Kurangnya keyakinan terhadap kemampuan memproduksi ASI untuk

memuaskan bayinya mendorong ibu untuk memberikan susu tambahan

melalui botol (Diana Nur Afifah, 2007)

Meskipun ada kode etik internasional tentang pengganti ASI, pemasaran susu

formula saat ini ke BPS makin gencar dan sangat mengganggu keberhasilan

program ASI eksklusif. Bahkan para produsen susu berlomba-lomba

mengadakan seminar dan mengundang para bidan ke hotel berbintang untuk

mendengarkan penjelasan tentang produk mereka. Pelaku pelanggaran kode

etik ini bergeser dari perusahaan makanan bayi kepada petugas kesehatan atau

sarana pelayanan kesehatan. Kini rumah sakit atau rumah bersalin yang

membagi produk susu formula dalam bingkisan untuk ibu sehabis bersalin.

Selain itu diketahui pula ada sebagian petugas kesehatan yang secara halus

mendorong ibu untuk tidak memberikan ASI melainkan susu formula kepada

bayinya (Siswono, 2001)

Pemerintah sebenarnya sangat gencar mempromosikan ASI eksklusif. Hal ini

bisa dilihat dengan adanya iklan-iklan di media cetak maupun elektronik.

Namun kurangnya penyuluhan di puskesmas dan posyandu menyebabkan

promosi tentang ASI eksklusif kurang optimal. Selain program ASI eksklusif

bukan merupakan prioritas program puskesmas, yang menjadi perhatian utama

adalah penanggulangan gizi buruk (Diana Nur Afifah, 2007)

6.6. Kelemahan Penelitian

Kelemahan dalam penelitian ini antara lain adanya kesulitan dalam hal waktu

untuk bertemu dengan salah satu responden yakni ibu menyusui karena

terbentur dengan aktivitas ibu sehari-hari. Kelemahan penelitian yang lainnya

44

Page 45: Laporan Penelitian Fix

adalah karena masih kurangnya pelatihan wawancara serta masih minimnya

pengalaman peneliti untuk melakukan wawancara mendalam, sehingga untuk

mendapatkan informasi yang diinginkan dibutuhkan waktu yang lebih lama

dan menyebabkan pengerjaan penelitian menjadi lebih lama.

45

Page 46: Laporan Penelitian Fix

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Adapun simpulan dari penelitian ini yakni:

1. Dalam proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif, terdapat empat hal

yang penting diantaranya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

dan pengawasan.

2. Pada perencanaan dan pelaksanaan, terdapat enam aspek yang

diperhatikan, diantaranya Sumber Daya Manusia (SDM), metode,

pembiayaan, peralatan, waktu, dan sasaran pelaksanaan konseling ASI

eksklusif.

3. Pada pengorganisasian, tidak terdapat struktur organisasi yang tetap,

namun terdapat alur koordinasi yang baik dalam lintas program dan lintas

sektoral.

4. Pada pengawasan, terdapat alur pengawasan dari pelaksana kegiatan,

pemegang program, pimpinan puskesmas, hingga supervisi dinas

kesehatan. Pengawasan dilakukan sepanjang tahun setiap bulannya

melalui laporan akhir bulan yang dilakukan oleh pimpinan Puskesmas dan

supervise dinas kesehatan.

5. Hambatan dalam proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif ini meliputi

hambatan SDM, material, pelaporan, pencapaian sasaran, adanya faktor-

faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, dan gencarnya

promosi susu formula.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan sehubungan dengan pelaksanaan

konseling ASI eksklusif diantaranya:

1. Untuk meningkatkan kualitas SDM, diharapkan agar Dinas Kesehatan

Kabupaten Gianyar bekerja sama dengan petugas di Puskeskes

Tegallalang I menyelenggarakan pelatihan ASI eksklusif bagi seluruh

tenaga pemegang maupun pelaksana program ASI eksklusif puskesmas.

46

Page 47: Laporan Penelitian Fix

2. Belum tersedianya alat peraga di pustu dan poskesdes juga menjadi

hambatan dalam pelaksanaan pemantauan ASI eklusif. Penting kiranya

bagi pihak pelaksana, pemegang, dan penanggung jawab program untuk

mengajukan permintaan inventaris secara khusus untuk program

pemantauan ASI eksklusif ini.

3. Adanya masalah faktor-faktor lain di luar kesehatan seperti aktivitas

sasaran/ibu, dan tingkat pengetahuan sasaran yang rendah. Ibu hendaknya

memilih aktivitas yang tetap memungkinkan pemberian ASI eksklusif. Ibu

juga diharapkan meningkatkan pengetahuannya mengenai ASI eksklusif

melalui berbagai cara seperti: mengikuti penyuluhan, melihat di media

mengenai pentingnya ASI eksklusif, serta aktif bertanya kepada petugas

pelaksana program (bidan) akan ketidaktahuannya. Gencarnya promosi

mengenai susu formula dapat diatasi dengan kebijakan pemerintah dalam

hal ini Dinas Kesehatan terkait untuk mengeluarkan kebijakan pembatasan

promosi susu formula pada bayi usia di bawah 6 bulan.

47

Page 48: Laporan Penelitian Fix

DAFTAR PUSTAKA

A Nurhaeni. Panduan Ibu Cerdas - ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta.

2009.

Afifah,NA. 2007. Factor yang Berperan Dalam kegagalan Praktik Pemberian ASI

Eksklusif. Perinasia, 1994, melindungi, meningkatkan, dan Mendukung

Menyusui: Peran Khusus pada pelayanan kesehatan Ibu hamil dan Menyusui,

Pernyataan bersama WHO/UNICEF, terdapat di

http://nurafifah.wordpress.com (Akses: 2014, Agustus 20)

Aritonang, Citra Br, 2011. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

keluarga dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Bandar

Haluan kabupaten Simalungan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011. Skripsi

FKM UI

B Dodik. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran Penggunaan Air

Susu Ibu (ASI). IPB. 2008.

Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Binkesmas, Direktorat Bina Gizi

Masyarakat. Petunjuk Pelaksanaan ASI Eksklusif bagi Petugas Puskesmas.

Jakarta. 1997.

Departemen Kesehatan. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat

Gizi Masyarakat. Jakarta. 2005.

Departemen Kesehatan. Kebijakan Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif untuk

Pekerja Wanita. 2004.

Departemen Kesehatan. Kepmenkes RI 450/Menkes/SK/IV. Tentang Pemberian ASI

Secara Eksklusif. Jakarta. 2004.

Departemen Kesehatan. Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu. 2007.

Departemen Kesehatan RI. Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan.

2009.

48

Page 49: Laporan Penelitian Fix

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Kebijakan ASI Eksklusif. Disajikan pada

Semi Loka Peningkatan Cakupan ASI Eksklusif. 2008.

KNPP RI, 2008. Pemberdayaan Perempuan dalam peningkatan Pemberian ASI.

Kementrian Kesehatan RI,2010.

Krammer, Michael S et al.(2008). BreastFeeding and Child Cognitive Development.

Arch Gen Psychiatry. 2008 ;65(5) : 578-5584.

(2003) Infant Growth And Health Outcomes Assosiated With 3 Compared with 6 Mo

of Exclusif Breastfeeding, American Journal of Cliniccal Nutrition. 2003 ; 78:

291.

Muninjaya AAG. Manajemen Kesehatan, ed 2. EGC. 2004.

Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan kesehatan dan Ilmu perilaku. Rineka Cipta,

Jakarta.

2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

2007. Promosi kesehatan dan Ilmu perilaku. Jakarta: PS. Rineka Cipta

2010. ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nuryanto. 2002. Hubungan factor ibu, factor pelayanan kesehatan dan pemberian

ASI Saja pada Anak Usia 0-11 bulan. Tesis FKM UI

Partiwi, A.N, &Purnawati, J. 2008. Kendala Pemberian ASI Eksklusif, Bedah ASI.

Ikatan Dokter Anak Indonesia.

PN Eveline, D Nanang. Panduan Pintar Merawat Bayi. Jakarta. 2010.

Roesli, Utami. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tribus Agriwidya, Anggota

IKAPI

Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta:

penerbit buku kedokteran EGC

Suraatmaja, Sudaryat. 1989. Aspek Gizi Air Susu Ibu dalam ASI Petunjuk Untuk

Tenaga kesehatan, Jakarta.

Whorthington Roberts, B.S., 1993. Nutrition in Pregnancy and Lactation. Fifth

edition, Mosby-inc, USA, 5537 hlm.

49