Post on 24-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kita ketahui bahwa bahan hasil pertanian memiliki sifat yang mudah
mengalami kerusakan baik itu kerusakan secara fisik atau kimia. Kerusakan pada
bahan hasil pertanian ini membuat bahan hasil pertanian tersebut tidak bisa untuk
digunakan, contohnya seperti kebusukan. Kerusakan bahan hasil pertanian ini
menurunkan kualitas dan harga jual bahan hasil pertanian tersebut. Maka dalam
penanganan pasca panen, dilakukan penaggulangan untuk mengatasi masalaah
tersebut, salah satu caranya adalah melalui proses pengeringan. Pengeringan bisa
untuk meminimalisir kerusakan pada bahan hasil pertanian. Pengeringan
bertujuan untuk memperpanjang lama proses penyimpanan pada bahan hasil
pertanian, pengeringan ini dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil peranian.
Dalam proses pengeringan dibagi dalam dua berdasarkan peridode yaitu periode
laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun.
Proses pengeringan sangat cukup diperlukan di dalam industri pertanian.
Oleh karena itu, praktikum kali ini membahas pengeringan agar mahasiswa bisa
mengerti proses pengeringan dalam penangangan pasca panen bahan hasil
pertaian dengan tepat.
1.2. Tujuan Praktikum
Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari
kurva laju pengeringan pada biji-bijian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari bahan pangan dengan
menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air dari bahan tersebut
menurun. Pengeringan merupakan proses utama dalam pengolahan bahan pangan
atau merupakan bagian dari rangkaian proses. Dalam proses pengeringan terjadi
penghilangan sebagian air dari bahan pangan. Dalam banyak hal biasanya proses
pengeringan disertai dengan proses penguapan air yang terdapat pada bahan
pangan, sehingga panas laten penguapan akan diperlukan. Dengan demikian,
terdapat dua proses yang penting yang terjadi dalam pengeringan, yaitu pindah
panas yang mengakibatkan penguapan air, serta pindah massa yang menyebabkan
pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan yang kemudian
mengakibatkannya terpisah dari bahan pangan. Pergerakan air dari dalam bahan
pangan terjadi melalui proses difusi yang disebabkan oleh adanya perbedaan
tekanan uap air antara bagian dalam dan permukaan bahan pangan. Perpindahan
energi di dalam bahan pangan berlangsung secara konduksi, sedangkan dari
permukaan bahan pangan ke udara berlangsung secara konveksi.
Disamping dapat mengawetkan bahan pangan, pengeringan juga
memperkecil volume bahan, sehingga memudahkan dan mengefisienkan dalam
penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Pengeringan juga mencegah penurunan
mutu produk oleh perubahan sifat fisik dan kimia.
Penghilangan air dalam proses pengeringan dapat terjadi dengan berbagai
cara, yaitu sebagai berikut:
1. Pengeringan yang terjadi pada tekanan atmosfir, dimana panas
dipindahkan dari udara kering atau dari permukaan benda, (seperti logam)
yang dipanaskan yang kontak langsung dengan bahan pangan, sehingga,
mengakibatkan air dari bahan pangan dipindahkan ke udara
2. Pengeringan yang terjadi pada tekanan vakum, pindah panas dilakukan
pada tekanan rendah sehingga air lebih mudah menguap pada suhu yang
lebih rendah. Pindah panas dalam pengeringan vakum biasanya
berlangsung secara konduksi atau radiasi
3. Pengeringan beku, yaitu pengeringan dengan cara mensublimasi air dari
fase padat langsung menjadi uap air dengan cara pengaturan suhu dan
tekanan yang memungkinkan proses sublimasi terjadi.
Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan
tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan
hasil pertanian diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air dengan
lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada. Untuk dapat memilih teknik
penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering
Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik
aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal,
dan tekanan parsial dalam bahan.
Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung:
1. Diffusi
Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di bawah
titik jenuh atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem bersifat
mutually soluble.
2. Capillary flow
Cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas. Pergerakan ini
terjadi bila equilibrium moisture content berada di atas titik jenuh
atmosferik.
Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah
tekanan atmosfir.
Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara
maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.
2. Pengeringan hampa udara
Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan
bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada
tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara
pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.
3. Pengeringan beku
Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan
beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.
Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering
untuk menjamin terjadinya proses sublimasi.
Semakin lama waktu pengeringan dalam pengering kabinet semakin kecil
massa pada bahan tersebut.
2.1 Kadar Air
Kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam
persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). (Zain, 2005)
Kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut :
m= 100WmWm+Wd
Sedangan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut :
M=100WmWd
M= 100 m(100−m)
Dimana :
m = kadar air basis basah (%)
M = kadar air basis kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (kg)
Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg)
Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering
dipakai karena pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah
dikeringkan tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan penurunan
kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan
dengan dengan menggunakan dua metode, yaitu (Zain, 2005) :
1. Metode praktis, metode ini mudah dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti
sehingga sering perlu dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang
termasuk metode ini adalah metode kalsium karbida dan metode
pengukuran dengan alat ukur kadar air (electric moiture meter)
2. Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat
yang diakibatkan oleh pengeringan dan pemanasan pada kondisi tertentu
dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk
ke dalam metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode
Karl Fisher.
Kadar air juga dapat diukur dengan menggunakan Moisture tester. Berikut
adalah metode penggunaan moiture tester yang biasa digunakan untuk mengukur
persentasi kadar air suatu bahan hasil pertanian, terutama biji-bijian :
1. Membersihkan tempat sampel dengan sikat sebelum memasukan bahan
dalam tempat sampel
2. Memasukan sampel yang paling baik dengan menggunakan sendok dan
pinset
3. Memutarkan griding handle ke kiri (stop line) dan memasukan wadah
sampel ke dalam instrumen
4. Menekan select button kemudian moisturing button
5. Menunggu selama 20 detik dan melihat hasil pengukuran pada layar LCD.
6. Menekan select button untuk merubah sampel
7. Pengukuran dapat dilakukan sebanyak tiga kali dengan sampel yang sama
dan untuk mendapatkan nilai rata-rata tekan average button (interval
pengukuran 3 menit)
8. Mematikan alat dengan menekan avarage button dua kali
Prosedur penentuan kadar air Metode Oven menurut United Nations
Industrial Development Organization, UNIDO (1995).
1. Menyalakan oven selama beberapa jam untuk memastikan keseragaman
pemanasan
2. Mengeringkan cawan alumunium dan tutupnya pada suhu 103oC selama 1
jam, setelah itu masukan ke dalam desikator sampai dingin kemudian
ditimbang.
3. Memasukan 15 gram sampel (untuk kadar air rendah atau kurang dari
15%) atau 100 gram (untuk kadar air tinggi atau lebih adri 25%) ke dalam
cawan, tutup dan timbang cawan serta isinya.
4. Memasukan cawan yag telah berisi sampel tersebut kedalam oven dengan
suhu 103oC dan biarkan selama 17 jam.
5. Setelah waktu pengeringan selesai, segera keluarkan cawan dari oven,
tutup dan simpan dalam desikator.
6. Setelah 30 – 45 menit (suhu sampel telah mencapai suhu ruangan), cawan
dengan isinya ditimbang.
7. Hitung kadar air bahan dengan cara membagi berat yang hilang dengan
berat sampel awal kemudian dikalikan dengan 100.
Prosedur penentuan kadar air Metode Oven menurut Sahay dan Singh
(1994) , adalah sebagai berikut:
1. Nyalakan oven selama beberapa jam untuk memastikan keseragaman
pemanasan.
2. Keringkan cawan alumunium dan tutupnya pada suhu 130oC selama 1 jam,
setelah itu masukan ke dalam desikator sampai dingin kemudian
ditimbang.
3. Masukan ke dalam cawan (a) 2-3 gram sampel yang sudah digiling
(ground sample) jika kadar air maksimal 13% atau (b) 25 – 30 gram
sampel utuh (tidak digiling). Setelah itu tutup dan timbang cawan beserta
isinya
4. Masukan cawan yang berisi sampel tersebut ke dalam oven dengan suhu
130oC selama 1 – 2 jam (untuk sampel a) atau 100oC selama 72-96 jam
(untuk sampel b).
5. Setelah pengeringan selesai, segera keluarkan cawan dari oven, tutup dan
simpan di dalam desikator untuk menurunkan suhunya sampai mencapai
suhu ruangan.
6. Setelah mencapai suhu ruangan, cawan dan isinya ditimbang.
7. Kadar air sampel diukur berdasarkan penurunan berat dari berat sampel
awal.
2.2 Prinsip Dasar Pengeringan
Mekanisasi pengeringan bahan hasil pertanian meliputi dua proses
perpindahan yaitu perpindahan massa air dari dalam bahan secara difusi dan
perpindahan energi panas yang digunakan untuk menguapkan air dari permukaan
bahan. Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam
beberapa kategori (Zain, 2005):
1. Pengeringan Konveksi
Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya
rendah dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan
dikeringkan.
2. Pengeringan Konduksi
Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas
sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan.
3. Pengeringan Hampa Udara
Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat
sumber panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan
hampa udara didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan
terjadi lebih cepat pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan
tekanan udara tinggi
4. Pengeringan Beku
Pada pengeringan beku, uap air disublimasi keluar dari bahan pada suhu
dan tekanan yang rendah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik
pada kondisi proses pengeringan beku.
2.3 Peralatan Pengeringan
Di dalam industri pangan dan bahan hasil pertanian, penggunaan mesin
pengering sangat dibutuhkan. Terdapat banyak skema yang digunkan untuk
mengelopokan mesin pengering.
2.3.1 Pengering Baki (Tray dryer)
Pengering Baki atau tray dryer mempunyai bentuk persegi dan di
dalamnya berisi rak-rak sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan
pangan atau bahan hasil pertanian yang biasanya sedemikian tipis disebarkan di
atas baki yang terbuat dari bahan yang konduktivitas panasnya baik dengan alas
yang berlubang-lubang. Lubang-lubang pada baki ini dibuat untuk memperbesar
perpindahan panas (konveksi) udara panas dan uap air. (Zain, 2005)
Pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan aliran udara yang
melalui baki, secara pemancaran dari permukaan yang dipanasi atau secara
konduksi dari permukaan baki yang dipanasi. Umumnya pengering baki
menggunkan pemnasan dengan aliran udara. Aliran udara paralel yang terdapat
pada sistem pegering baki memungkinkan proses pengeringan awal berlagsung
dengan cepat. Tetapi bahan yang berada di bagian bawah akan panas lebih cepat
dibandingan bahan yang berada di bagian atas sehingga pengeringannya tidak
merata dan waktu pengeringan umumnya berlangsung panjang, yaitu antara 10
sampai 60 jam. (Zain, 2005)
2.3.2 Pengering Terowongan (tunnel dryer)
Pengeringan terowongan atau tunnel dryer merupakan pengembangan dari
pengering baki. Pada pengering ini bahan hasil pertanian dengan tebal tetentu
dihamparkan pada baki-baki yang ditumpuk dalam sebuah kabinet, lori atau truck
dan bergerak melalui suatu terowongan dengan kecepatan tertentu. Jarak antara
baki diatur agar panas di dalam dan sepanjang terowongan dapat melewati baki
secara seragam.
2.3.3 Pengering Drum (drum dryer)
Pengering drum atau pengering rol atau pengering silinder terdiri dari
silinder atau drum berputar yang terbuat dari logam. Pada bagian dalam silinder
putar tersebut dibuat berlubang. Bahan yang akan dikeringakn biasanya berbetuk
larutan, bubur atau pasta disebarkan pada permukaan luars ilinder berputar bagian
atas secara kontinyu. Panas dari bagian dalam silinder secara konduksi menuju
permukaan. Proses pengeringa berlangsung selama perputaran silinder dan bahan
yang ada di permukaan silinder tersebut dengan pisau agar terlepas. Pisau bekerja
secara kontinyu mengikuti perpuataran silinder. (Zain, 2005)
2.3.4 Pengering Pnematik
Pengering pnematic atau pengering flash terdiri dari dua bagian, yaitu
burner dan kolom pengering. Bahan yang akan dikeringkan diangkat dengan cepat
di dalam aliran uadara yang dipanaskan. Biasanya pada penegring ini
ditambahkan beberapa bentuk pealatan klasifikasi. Di dalam alat klasifikasi, bahan
kering dipisahkan dari sisa, dikeluarkan sebagai hasil dan sisa yang basah
dikeringkan kembali. (Zain, 2005)
2.3.5 Pengering Berputar (rotary dryer)
Pengering berputar atau rotary terdiri dari silinder yang berputar pada
sumbunya dengan bantuan gigi-gigi reduksi serta motor penggerak. Dinding
bagian dalam silinder dibuat bealur skrup utuk pengadukan bahan. Pengering in
biasanya digunakan utnuk pengeringan prosuk daging. Bahan yang akan
dikeringkan dimasukan ke dalam silinder mendatar tempat bahan tersebut bergrak,
kemudian dikeringkan baik oleh aliran udara melalui silinder maupun dengan cara
konduksi panas dari dinding silinder. Pengering ini biasanya dibantu dengan
bukcket elevator pada output serta belt conveyor pada daerah input. (Zain, 2005)
2.3.6 Pengering Kotak
Di dalam pengering kotak in bahan yang dikeringkan dimasukan ke dalam
sabuk angkut berbentuk kotak yang terbuat dari kawat kasa dan udara
dihembuskan menembus tumpukan bahan ini. Sabuk angkut ini bergerak secara
teru-menerus. (Zain, 2005)
2.3.7 Pengering Peti (bin dryer)
Pengering peti atau bin dryer terdiri dari konatainer berbentuk silinder atau
kubus dengan dasar berlubang. Bahan yang akan dikeringkan dmasukan kedalam
kontainer yang berlubang dan udara hangat dihembuskan ke atas menembus
melalui tumpukan bahan sehingga mengeingkan bahan tersebut. Udara melalui
tempat bahan pada tingkat yang relatif lambat. (Zain, 2005)
2.3.8 Pengering Sabuk
Pengering ini merpakan pengering konveyor dengan sabuk dibuat
berlubang. Bahan yang akan dikeringkan ditebarkan di atas kawat kasa atau sabuk
padat dan udara dilewatkan menembus atau englair di atas bahan. Pada umumnya
sabuk bergerak, meskipun dalam beberapa desain sabuk tersebut hitam dan bahan
diangkut dengan pengikis. (Zain, 2005)
2.3.9 Pengering Lemari Hampa Udara (Vakum)
Pengering ini dugunakan untuk mengeringkan bahan-banah yang sensitiv
terhadap perubahan suhu tinggi seperti sari buah dan larutan pekat lasinnya.
Pengering ini beroperasi pada keadaan hampa udara dan pindah panas secara
konveksi atau pemancaran. Bahan yang akan dikeringkan ditebar tipis di atas rak
yang terletak di atas permukaan yang berlubang. Uap air dari bahan diembunkan
sehingga pompa hampa udara dapat dipergunakan dengan gas yang tidak dapat
dihembuskan. (Zain, 2005)
2.3.10 Pengering Semprot (spray dryer)
Pengering semprot atau spray dryer digunakan untuk mengeringkan bahan
yang berbentuk larutan kental serta berbentuk pasata, contohnya pengolahan susu
menjadi tepung, telur utuh dan sebagainya. Bahan cair atau bahan padat
dimasukan ke dalam injektor pneumatis dan melalui nissel bahan tersebut
disemprotkan dalam bentuk tebaran halus ke daam aliran udara panas. Arah
pergerakan udara panas dalam pengering dapat searah dapat pula berlawanan arah
dengan arah jatuhnya bahan. Tempat pengumpul hasil pengeringan berada pada
bagian paling bawah dari ruang pengering dan dikumpulkan dengan bantuan
pengeruk ataupun klep berputar. Proses pengeringan terjadi sangat cepat, sehingga
proses ini sangat berguna untuk berbagai bahan yang akan mengalami kerusakan
bila dipanasi selama waktu tertentu. (Zain, 2005)
2.3.11 Pengering Beku (freeze dryer)
Pengering beku atau freeze dryer digunakan untuk bahan-bahan yang
sangat peka terhadap suhu tinggi, diantaranya sayuran, buah-buahan, sari buah,
obat, daging, ikan danl ain-lain. Dalam pengering ini bahan diletakan di atas rak
di dalam lemari yang memiliki kehampaan sangat tinggi. Pada umumnya, bahan
dibekukan terlebih dahulu sebelum dimasukan ke dalam pengering. Panas
dipindahkan ke dalam secara konduksi atau pancaran udara dipindahkan dengan
pompa hampa udara dan diembunkan.
2.3.12 Pengering biji-bijian (grain dryer)
Pada pengering ini bahan ditempatkan di dalam bak berpengaduk yang
bagian dasarnya berlubang-lubang untuk melewatkan udara panas. Udara panas
dialirkan dari bagian bawah bak yang pipa hisapnya dihubungkan dengan pipa
output dari katel uap yang arah pergerakannya berlawanan arah dengan perputaran
dari pengaduk(Zain, 2005)
2.3.13 Pengering Fluidasasi (Fluidized Bed Dryer)
Pengering fluidisasi atau fluidized bed dryer (FBD) adalah pengering yang
menggunakan prinsip menggunakan prinsip fluidisasi. Secara keseluruhan, sistem
mesin. (Zain, 2005)
1. Pengering fluidized bed jenis curah
2. Pengering fluidized bed jenis curah digunakan untuk penerapan
multiproduk dengan kapasitas umpan rendah (biasanya < 50 gr/jam
dan masih baik untuk kapasitas < 1000 kg/jam). Udara pengering
biasanya dipanaskan ke suatu suhu tetap secara langsung atau tidak
langsung. Laju aliran udara pengering biasanya juga tetap. Tetapi
dimungkinkan untuk memulai pengeringan pada suhu udara masuk
yang lebih tinggi dan laju aliran udara yang lebih rendah sampai
kadar air produk menurun. Pengaduk dan penggetar mekanis dapat
digunakan jika bahan sulit untuk difluidisasi.
3. Pengering fluidized bed aliran plug
4. Pengering fluidized bed aliran plug biasanya mempunyai rasio
antara tinggi dan lebar sebesar 5 : 1 atau 3 : 1. Padatan mengalir
secara kontinyu melalui saluran dari bagian masukan hingga ke
bagian keluaran.
5. Pengering fluidized bed sentrifugal
6. Untuk meningkatkan laju pindah panas dan massa pada permukaan
partikel basah yang cepat mengering dapat digunakan alat sejenis
sentrifugal, sehingga gaya yang disebabkan oleh udara fluidisasi
diimbangi dengan gravitasi buatan yang ditimbulkan oleh putaran
tumpukan pada arah sumbu tegak. Peralatan fluidized bed berputar
agak rumit dan penurunan waktu pengeringan untuk kebanyakan
bahan biasanya tidak memadai untuk mengimbangi peningkatan
biaya dan kerumitannya.
7. Pengering fluidizd bed bergetar
8. Pengaduk atau penggaruk yang berputar perlahan digunakan untuk
memudahkan fluidisasi pada zona pengumpan, dimana bahan yang
sangat basah diumpankan ke dalam pengering aliran plug kontinyu.
2.3.1 Pengering Spouted Bed
Pengering ini sangat cocok utnuk pengerinagn partikel yangs angat kasar
dan padat utnuk fluidisasi tanpa bantuan. Tidak seperti tumpukan fluidisasi
dimana partikel bergerak secara acak, gerakan partikel di dalam spouted bed
bersirkulasi ulang secara teratur. (Zain, 2005)
2.4 Pembuatan grafik.
Data mentah atau hasil transformasi diplotkan dalam suatu garis lurus
kemudian akan di peroleh nilai-nilai slope, intersep dan koefisien variabel
sehingga persamaan dari data dapat dibentuk. Grafik merupakan persentasi visual
dari sejumlah data yang ada, dimana presentasi visual dari data tersebut
diwakilkan oleh huruf, tanda dan gambar dan memberikan keterangan dan
informasi yang jelas tentang data yang divisualisasikan. Grafik dapat dipakai
sebagai media pengambilan kesimpulan tanpa kehilangan makna.
Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan
peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah
bebas (independent variable).
Diagram Pencar (Scatter Diagram) adalah diagram yang menggambarkan
nilai-nilai observasi peubah takbebas dan peubah bebas. Nilai peubah bebas
ditulis pada sumbu X (sumbu horizontal) dan nilai peubah takbebas ditulis pada
sumbu Y (sumbu vertikal).
Persamaan eksponen adalah persamaan yang eksponennya memuat
variabel atau persamaan dimana bilangan pokok atau eksponennya memuat
variabel x. Untuk menyelesaikan persamaan eksponen perlu menggunakan sifat-
sifat eksponen.
Logaritma adalah operasi matematika yang merupakan kebalikan dari
eksponen atau pemangkatan.
Slope dapat ditentukan dari dua titik dari suatu garis, misalnya koordinat
(x¿¿1 y1)¿ dan Koordinat (x¿¿2 y2)¿, maka slope a=( y2− y1 ) /( x2−x1 ). Intersep
(b) dapat ditentukan dari nilai y pada ordinat x=0, dimana garis berpotongan
dengan sumbu y.
y=ax+b → x=0→ y=b
Kenyataannya, data percobaan tidaklah selalu membentuk tepat suatu garis
lurus. Untuk membuat garis lurus,perlu suatu analisis statistik yaitu regresi linear.
Jika dalam percobaan terdapan N pasangan data (koordinat), maka :
a=∑ xy−(∑ x∑ y ) /N∑ x2−(∑ x2 )/ N
b=∑ y∑ x2−(∑ x∑ xy )
N [∑ x2−(∑ x2) / N ]Prinsip regresi linear adalah meminimumkan jumlah kuadrat perbeadaan
antara nilai y yang dihitung dengan persamaan regresi dan yi dari suatu data
percobaan. Tingkat ketepatan persamaan yang dibangun dari data-data yang
diregresikan ditentukan oleh koefisien korelasi ( r ) yaitu suatu rasio dari variasi
yang dapat dijelaskan dengan variasi yang tak dapat dijelaskan. Variasi yang
dapat dijelaskan ¿∑ (ax+b− y )2 . Variasi yang tak dapat dijelaskan ¿∑ ( yi− y )2
atau yang dikenal dengan random error.
r=∑ ( ax+b− y )2
∑ ( yi− y )2
r=N∑ xy−∑ x∑ y
(N ∑ x2−∑ x2 ) (N ∑ y2−∑ y2 )Nilai r berkisar 0 sampai 1. Jika r=1, maka semua data diatas terpasngkan
dengan tepat pada garis regresi. Jika r=0, maka semua data dari variabel terikat
dari variabel bebas tidak ada hubungannya. Dengan demikian persamaan yang
dibangun dengan nilai r mendekati 1, maka persamaan tersebut cukup tepat untuk
menyatakan persamaan linear dari data-data percobaan. (Setiasih, I.S, 2008)
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1. Oven
2. Cawan Al
3. Desikator
4. Moisture Tester
3.1.2. Bahan
1. Kacang kedelai
3.2. Prosedur Percobaan
a. Kadar air, Kadar air bahan ditentukan dengan moisture tester
b. Laju Pengeringan
1. Memasukkan cawan dalam oven pada suhu 60-70ºC selama ± 2 jam.
2. Mengeluarkan dan menempatkan pada desikator sampai stabil
3. Menyiapkan cawan sebanyak 5 buah dan menandai untuk tiap interval
4. Memasukan sampel bahan berupa jagung kedalam cawan sebanyak ±5
gram untuk masing-masing cawan.
5. Memasukan bahan dan cawan kedalam oven untuk dilakukan proses
pengeringan pada suhu 60-70ºC.
6. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 30,
45 dan 60 menit.
7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut.
8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
2.1. Data Pengukuran Kadar Air dan Laju Perhitungan pada Kacang
Kedelai
Tabel 1. Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Kacang KedelaiMassa bahan
(g)
Waktu (menit)
Kadar air (%) M rata-rata (%)
M/t(%/detik)1 2 3
5,02 0 10,9 11,1 10,5 10,8 -
5,05 1 11,4 11,2 11,4 11,3 0,1883
5,02 2 11,5 11,6 11,6 11,57 0,0964
4,93 3 11.5 11,6 11,3 11,27 0,0626
4,99 4 11,2 11,4 11,2 11,27 0,0469
5,07 5 11 11,04 11,2 10,9 0,0363
5 10 11,2 10,6 10,9 10,9 0,0182
5,01 15 11 11,1 11 11,03 0,0122
4,89 30 10 10 10,4 10,13 0,0056
5,01 45 10,4 10,5 10,5 10,47 0,0038
5,04 60 10,8 10,5 10,5 10,6 0,0029
0 60 120 180 240 300 600 900 1800270036000
0.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
0.2
Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu (s)
Laju Pengeringan
Gambar 1. Grafik Hubungan Laju Pengeringan (m/t) Terhadap Waktu
Gambar 2. Grafik Hubungan Laju Pengeringan (m/t) Terhadap Kadar Air
(M Rata–rata)
0 60 120 180 240 300 600 900 1800 2700 36009
9.5
10
10.5
11
11.5
12
Hubungan Kadar Air Terhadap Waktu (s)
Kadar Air
Gambar 3. Grafik Hubungan Kadar Air (M Rata – Rata) Terhadap Waktu
2.2. Perhitungan Laju Pengeringan
1. Laju Pengeringan 1 menit = M (% )
t(det ik)
10.811.3
11.5711.27
11.2710.9
10.911.03
10.1310.47
10.60
0.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
0.2
Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Kadar Air
Laju Pengeringan
= 10,860
= 0,1883
2. Laju Pengeringan 2 menit = M (%)
t(detik )
= 11,57120
= 0,0964
3. Laju Pengeringan 3 menit = M (%)
t(detik )
= 11,27180
= 0,0626
4. Laju Pengeringan 4 menit = M (%)
t(detik )
= 11,27240
= 0,0469
5. Laju Pengeringan 5 menit = M (%)
t(detik )
= 10,9300
= 0,0363
6. Laju Pengeringan 10 menit = M (%)
t(detik )
= 10,9600
= 0,0182
7. Laju Pengeringan 15 menit = M (%)
t(detik )
= 11,03900
= 0,0122
8. Laju Pengeringan 30 menit = M (%)
t(detik )
= 10,131800
= 0,0056
9. Laju Pengeringan 45 menit = M (%)
t(detik )
= 10,472700
= 0,0038
10. Laju Pengeringan 60 menit = M (%)
t(detik )
= 10,63600
= 0,0029
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, tujuannya adalah untuk mencari kadar air
kacang kedelai yang setelah dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan
oven. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan interval waktu 0, 1, 2,
3, 4, 5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit dengan menggunakan kacang kedelai yang
berbeda. Setelah dikeringkan lalu dihitung kadar air dengan menggunakan
moisture tester dengan tiga kali penghitungan dan dihitung rata-rata dari ketiga
perhitungan tersebut.
Awalnya kacang kedelai sebelum dilakukan pengeringan memiliki rata-
rata kadar air sebesar 10,8%. Setelah itu dilakukan pengeringan sesuai dengan
interval waktu yang berbeda-beda, selama 1 menit didapatkan kadar air sebesar
11,3%, lalu 2 menit kadar airnya adalah 11,57%, pada waktu 3 menit kadar airnya
menjadi sebesar 11,27%, lalu pengeringan selama 4 menit kadar air masih tetap
yaitu 11,27%, pada pengeringan yang dilakukan selama 5 menit kadar air kacang
kedelai menurun menjadi 10,9%.
Lalu selanjutnya adalah kadar air kacang kedelai setelah dilakukan proses
pengeringan selama 10 menit masih tetap yaitu 10,9%. Selanjutnya pada
pengeringan 15 menit, kadar air kacang kedelai menjadi naik yaitu 11,03%. Lalu
proses pengeringan selama 30 menit, didapatkan kadar air kacang kedelai menjadi
10,13%. Selanjutnya adalah pengeringan kacang kedelai selama 45 menit, kadar
airnya menjadi 10,47%. Terakhir adalah pengeringan selama 60 menit, didapatkan
kadar air kacang kedelai menjadi 10,6%.
Bila dilihat dari data kadar air yang didapatkan, tidak selalu menurun
kadar airnya tetapi ada yang meningkat. Kadar air awal yaitu 10,8%, tetapi saat
dikeringkan selama 1 menit menjadi naik yaitu 11,3%, itu dikarenakan jarak
waktu antara perhitungan kadar air awal dengan kadar air yang dilakukan
pengeringan selama 1 menit adalah jauh, jadi kacang kedelai kemasukan kadar air
baik itu dari udara ataupun lain-lain. Sama halnya dengan dengan kadar air yang
lainnya yang menjadi meningkat, itu dikarenakan kacang kedelai ada yang terlalu
lama disimpan di luar, sehingga kadar air bisa naik lagi. Ataupun juga adalah
yaitu pengeringan bahan hasil pertanian yang tidak merata saat di oven, dan
penempatannya yang kurang teratur bisa membuat kacang kedelai kurang optimal
dalam proses pengeringannya. Faktor lainnya adalah saat perhitungan dengan
menggunakan moisture tester yang kurang teliti, bisa saja kurang benar saat
menggunakan moisture tester sehingga kadar air yang didapatkan kurang benar.
Ketelitian dari mulai proses pengeringan hingga perhitungan kadar air itu harus
sangat diperhatikan.
Jika diperhatikan melalui grafik hubungan antara laju pengeringan (m/t)
dengan waktu, ada hubungan yang sangat jelas. Bahwa semakin lamanya waktu
selama proses pengeringan maka semakin kecil laju pengeringan pada bahan.
Dengan kata lain bahwa kadar air memiliki hubungan berbanding terbalik dengan
lamanya waktu pengeringan. Hal ini disebabkan karena dalam proses ini semakin
lama waktu pengeringan, panas yang masuk ke dalam bahan pun semakin banyak,
sehingga terjadi proses penguapan air pada bahan hasil pertanian tersebut. Proses
penguapan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial antara bahan dan
udara sekitarnya (oven). Lalu sama juga dengan hubungan kadar air dan laju
pengeringan, jika kadar air bahan semakin kecil maka laju pengeringan juga
menjadi kecil.
Sama halnya dengan kadar air hubungannya dengan waktu pengeringan,
jika data yang didapat memiliki grafik yang mengartikan tidak adanya hubungan
kadar air dengan waktu. Tetapi dengan teori yang didapat bahwa lamanya proses
pengeringan yang dilakukan maka kadar air suatu bahan tersebut akan berkurang,
dikarenakan adanya penguapan pada air di dalam bahan kacang kedelai.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum ke-9 kali ini mengenai pengeringan bahan hasil
pertanian, maka ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada percobaan pengeringan bahan hasil pertanian yaitu kacang kedelai,
nilai kadar air yang terkandung didalamnya menurun, seiring dengan
semakin lamanya waktu pengeringan.
2. Penurunan dan peningkatan kadar air pada suatu bahan pertanian
dipengaruhi oleh Kadar air bahan hasi; pertanian sebelum proses
pendinginan maupun pemanasan, tingkat pemanasan atau pendinginan dan
Lama waktu pemanasan atau pendinginan
3. Semakin tinggi suhu pemanasan pada saat pengeringan suatu bahan hasil
pertanian di dalam oven, maka kadar air yang terserap dari dalam bahan
akan semakin besar sehingga kadar air basis keringnya semakin tinggi.
4. Laju pengeringan sangat berpengaruh dengan tingkatnya persentase kadar
air suatu bahan hasil pertanian dan juga lamanya waktu pada saat proses
pengeringan
6.2. Saran
Saran yang diberikan untuk praktikum kali ini yaitu sebagai berikut:
1. Materi praktikum kali ini harus dimengerti agar tidak ada kesalahan pada
saat melakukan praktikum.
2. Bahan hasil pertanian setelah beres proses pengeringan disarankan jangan
terlalu lama di luar oven atau desikator karena sangat mempengaruhi hasil
kadar air yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati
Tepat Guna. Jakart: . Penerbit Akademika Pressindo.
Hariyadi, Purwiyatno. Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan: IPB.
Priyanto, Gatot. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada,
Rachmawan, obin. 2001. Pengeringan,,pendinginan dan pengemasan komoditas
pertanian. Jakarta : SMK Pertanian.
Rohman, Saepul. 19/12/08 at 1:21 pm. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan.
Diakses tanggal 25 November 2011 pukul 15.00 WIB