laporan 9 teknologi hasil pertanian universitas padjadjaran

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kita ketahui bahwa bahan hasil pertanian memiliki sifat yang mudah mengalami kerusakan baik itu kerusakan secara fisik atau kimia. Kerusakan pada bahan hasil pertanian ini membuat bahan hasil pertanian tersebut tidak bisa untuk digunakan, contohnya seperti kebusukan. Kerusakan bahan hasil pertanian ini menurunkan kualitas dan harga jual bahan hasil pertanian tersebut. Maka dalam penanganan pasca panen, dilakukan penaggulangan untuk mengatasi masalaah tersebut, salah satu caranya adalah melalui proses pengeringan. Pengeringan bisa untuk meminimalisir kerusakan pada bahan hasil pertanian. Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang lama proses penyimpanan pada bahan hasil pertanian, pengeringan ini dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil peranian. Dalam proses pengeringan dibagi dalam dua berdasarkan peridode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Proses pengeringan sangat cukup diperlukan di dalam industri pertanian. Oleh karena itu, praktikum kali ini membahas pengeringan agar mahasiswa bisa mengerti proses pengeringan dalam penangangan pasca panen bahan hasil pertaian dengan tepat.

description

laporan 9 teknologi hasil pertanian universitas padjadjaran

Transcript of laporan 9 teknologi hasil pertanian universitas padjadjaran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kita ketahui bahwa bahan hasil pertanian memiliki sifat yang mudah

mengalami kerusakan baik itu kerusakan secara fisik atau kimia. Kerusakan pada

bahan hasil pertanian ini membuat bahan hasil pertanian tersebut tidak bisa untuk

digunakan, contohnya seperti kebusukan. Kerusakan bahan hasil pertanian ini

menurunkan kualitas dan harga jual bahan hasil pertanian tersebut. Maka dalam

penanganan pasca panen, dilakukan penaggulangan untuk mengatasi masalaah

tersebut, salah satu caranya adalah melalui proses pengeringan. Pengeringan bisa

untuk meminimalisir kerusakan pada bahan hasil pertanian. Pengeringan

bertujuan untuk memperpanjang lama proses penyimpanan pada bahan hasil

pertanian, pengeringan ini dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil peranian.

Dalam proses pengeringan dibagi dalam dua berdasarkan peridode yaitu periode

laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun.

Proses pengeringan sangat cukup diperlukan di dalam industri pertanian.

Oleh karena itu, praktikum kali ini membahas pengeringan agar mahasiswa bisa

mengerti proses pengeringan dalam penangangan pasca panen bahan hasil

pertaian dengan tepat.

1.2. Tujuan Praktikum

Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari

kurva laju pengeringan pada biji-bijian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari bahan pangan dengan

menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air dari bahan tersebut

menurun. Pengeringan merupakan proses utama dalam pengolahan bahan pangan

atau merupakan bagian dari rangkaian proses. Dalam proses pengeringan terjadi

penghilangan sebagian air dari bahan pangan. Dalam banyak hal biasanya proses

pengeringan disertai dengan proses penguapan air yang terdapat pada bahan

pangan, sehingga panas laten penguapan akan diperlukan. Dengan demikian,

terdapat dua proses yang penting yang terjadi dalam pengeringan, yaitu pindah

panas yang mengakibatkan penguapan air, serta pindah massa yang menyebabkan

pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan yang kemudian

mengakibatkannya terpisah dari bahan pangan. Pergerakan air dari dalam bahan

pangan terjadi melalui proses difusi yang disebabkan oleh adanya perbedaan

tekanan uap air antara bagian dalam dan permukaan bahan pangan. Perpindahan

energi di dalam bahan pangan berlangsung secara konduksi, sedangkan dari

permukaan bahan pangan ke udara berlangsung secara konveksi.

Disamping dapat mengawetkan bahan pangan, pengeringan juga

memperkecil volume bahan, sehingga memudahkan dan mengefisienkan dalam

penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Pengeringan juga mencegah penurunan

mutu produk oleh perubahan sifat fisik dan kimia.

Penghilangan air dalam proses pengeringan dapat terjadi dengan berbagai

cara, yaitu sebagai berikut:

1. Pengeringan yang terjadi pada tekanan atmosfir, dimana panas

dipindahkan dari udara kering atau dari permukaan benda, (seperti logam)

yang dipanaskan yang kontak langsung dengan bahan pangan, sehingga,

mengakibatkan air dari bahan pangan dipindahkan ke udara

2. Pengeringan yang terjadi pada tekanan vakum, pindah panas dilakukan

pada tekanan rendah sehingga air lebih mudah menguap pada suhu yang

lebih rendah. Pindah panas dalam pengeringan vakum biasanya

berlangsung secara konduksi atau radiasi

3. Pengeringan beku, yaitu pengeringan dengan cara mensublimasi air dari

fase padat langsung menjadi uap air dengan cara pengaturan suhu dan

tekanan yang memungkinkan proses sublimasi terjadi.

Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan

tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan

hasil pertanian diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air dengan

lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada. Untuk dapat memilih teknik

penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering 

Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik

aliran udara pengering, dan kelembaban udara.

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan

Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal,

dan tekanan parsial dalam bahan.

Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung:

1. Diffusi

Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di bawah

titik jenuh atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem bersifat

mutually soluble.

2. Capillary flow 

Cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas. Pergerakan ini

terjadi bila equilibrium moisture content berada di atas titik jenuh

atmosferik.

Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu: 

1. Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah

tekanan atmosfir. 

Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara

maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.

2. Pengeringan hampa udara

Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan

bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada

tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara

pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

3. Pengeringan beku 

Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan

beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.

Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering

untuk menjamin terjadinya proses sublimasi.

Semakin lama waktu pengeringan dalam pengering kabinet semakin kecil

massa pada bahan tersebut.

2.1 Kadar Air

Kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam

persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). (Zain, 2005)

Kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut :

m= 100WmWm+Wd

Sedangan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut :

M=100WmWd

M= 100 m(100−m)

Dimana :

m = kadar air basis basah (%)

M = kadar air basis kering (%)

Wm = berat air dalam bahan (kg)

Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg)

Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering

dipakai karena pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah

dikeringkan tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan penurunan

kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan

dengan dengan menggunakan dua metode, yaitu (Zain, 2005) :

1. Metode praktis, metode ini mudah dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti

sehingga sering perlu dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang

termasuk metode ini adalah metode kalsium karbida dan metode

pengukuran dengan alat ukur kadar air (electric moiture meter)

2. Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat

yang diakibatkan oleh pengeringan dan pemanasan pada kondisi tertentu

dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk

ke dalam metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode

Karl Fisher.

Kadar air juga dapat diukur dengan menggunakan Moisture tester. Berikut

adalah metode penggunaan moiture tester yang biasa digunakan untuk mengukur

persentasi kadar air suatu bahan hasil pertanian, terutama biji-bijian :

1. Membersihkan tempat sampel dengan sikat sebelum memasukan bahan

dalam tempat sampel

2. Memasukan sampel yang paling baik dengan menggunakan sendok dan

pinset

3. Memutarkan griding handle ke kiri (stop line) dan memasukan wadah

sampel ke dalam instrumen

4. Menekan select button kemudian moisturing button

5. Menunggu selama 20 detik dan melihat hasil pengukuran pada layar LCD.

6. Menekan select button untuk merubah sampel

7. Pengukuran dapat dilakukan sebanyak tiga kali dengan sampel yang sama

dan untuk mendapatkan nilai rata-rata tekan average button (interval

pengukuran 3 menit)

8. Mematikan alat dengan menekan avarage button dua kali

Prosedur penentuan kadar air Metode Oven menurut United Nations

Industrial Development Organization, UNIDO (1995).

1. Menyalakan oven selama beberapa jam untuk memastikan keseragaman

pemanasan

2. Mengeringkan cawan alumunium dan tutupnya pada suhu 103oC selama 1

jam, setelah itu masukan ke dalam desikator sampai dingin kemudian

ditimbang.

3. Memasukan 15 gram sampel (untuk kadar air rendah atau kurang dari

15%) atau 100 gram (untuk kadar air tinggi atau lebih adri 25%) ke dalam

cawan, tutup dan timbang cawan serta isinya.

4. Memasukan cawan yag telah berisi sampel tersebut kedalam oven dengan

suhu 103oC dan biarkan selama 17 jam.

5. Setelah waktu pengeringan selesai, segera keluarkan cawan dari oven,

tutup dan simpan dalam desikator.

6. Setelah 30 – 45 menit (suhu sampel telah mencapai suhu ruangan), cawan

dengan isinya ditimbang.

7. Hitung kadar air bahan dengan cara membagi berat yang hilang dengan

berat sampel awal kemudian dikalikan dengan 100.

Prosedur penentuan kadar air Metode Oven menurut Sahay dan Singh

(1994) , adalah sebagai berikut:

1. Nyalakan oven selama beberapa jam untuk memastikan keseragaman

pemanasan.

2. Keringkan cawan alumunium dan tutupnya pada suhu 130oC selama 1 jam,

setelah itu masukan ke dalam desikator sampai dingin kemudian

ditimbang.

3. Masukan ke dalam cawan (a) 2-3 gram sampel yang sudah digiling

(ground sample) jika kadar air maksimal 13% atau (b) 25 – 30 gram

sampel utuh (tidak digiling). Setelah itu tutup dan timbang cawan beserta

isinya

4. Masukan cawan yang berisi sampel tersebut ke dalam oven dengan suhu

130oC selama 1 – 2 jam (untuk sampel a) atau 100oC selama 72-96 jam

(untuk sampel b).

5. Setelah pengeringan selesai, segera keluarkan cawan dari oven, tutup dan

simpan di dalam desikator untuk menurunkan suhunya sampai mencapai

suhu ruangan.

6. Setelah mencapai suhu ruangan, cawan dan isinya ditimbang.

7. Kadar air sampel diukur berdasarkan penurunan berat dari berat sampel

awal.

2.2 Prinsip Dasar Pengeringan

Mekanisasi pengeringan bahan hasil pertanian meliputi dua proses

perpindahan yaitu perpindahan massa air dari dalam bahan secara difusi dan

perpindahan energi panas yang digunakan untuk menguapkan air dari permukaan

bahan. Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam

beberapa kategori (Zain, 2005):

1. Pengeringan Konveksi

Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya

rendah dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan

dikeringkan.

2. Pengeringan Konduksi

Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas

sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan.

3. Pengeringan Hampa Udara

Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat

sumber panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan

hampa udara didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan

terjadi lebih cepat pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan

tekanan udara tinggi

4. Pengeringan Beku

Pada pengeringan beku, uap air disublimasi keluar dari bahan pada suhu

dan tekanan yang rendah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik

pada kondisi proses pengeringan beku.

2.3 Peralatan Pengeringan

Di dalam industri pangan dan bahan hasil pertanian, penggunaan mesin

pengering sangat dibutuhkan. Terdapat banyak skema yang digunkan untuk

mengelopokan mesin pengering.

2.3.1 Pengering Baki (Tray dryer)

Pengering Baki atau tray dryer mempunyai bentuk persegi dan di

dalamnya berisi rak-rak sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan

pangan atau bahan hasil pertanian yang biasanya sedemikian tipis disebarkan di

atas baki yang terbuat dari bahan yang konduktivitas panasnya baik dengan alas

yang berlubang-lubang. Lubang-lubang pada baki ini dibuat untuk memperbesar

perpindahan panas (konveksi) udara panas dan uap air. (Zain, 2005)

Pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan aliran udara yang

melalui baki, secara pemancaran dari permukaan yang dipanasi atau secara

konduksi dari permukaan baki yang dipanasi. Umumnya pengering baki

menggunkan pemnasan dengan aliran udara. Aliran udara paralel yang terdapat

pada sistem pegering baki memungkinkan proses pengeringan awal berlagsung

dengan cepat. Tetapi bahan yang berada di bagian bawah akan panas lebih cepat

dibandingan bahan yang berada di bagian atas sehingga pengeringannya tidak

merata dan waktu pengeringan umumnya berlangsung panjang, yaitu antara 10

sampai 60 jam. (Zain, 2005)

2.3.2 Pengering Terowongan (tunnel dryer)

Pengeringan terowongan atau tunnel dryer merupakan pengembangan dari

pengering baki. Pada pengering ini bahan hasil pertanian dengan tebal tetentu

dihamparkan pada baki-baki yang ditumpuk dalam sebuah kabinet, lori atau truck

dan bergerak melalui suatu terowongan dengan kecepatan tertentu. Jarak antara

baki diatur agar panas di dalam dan sepanjang terowongan dapat melewati baki

secara seragam.

2.3.3 Pengering Drum (drum dryer)

Pengering drum atau pengering rol atau pengering silinder terdiri dari

silinder atau drum berputar yang terbuat dari logam. Pada bagian dalam silinder

putar tersebut dibuat berlubang. Bahan yang akan dikeringakn biasanya berbetuk

larutan, bubur atau pasta disebarkan pada permukaan luars ilinder berputar bagian

atas secara kontinyu. Panas dari bagian dalam silinder secara konduksi menuju

permukaan. Proses pengeringa berlangsung selama perputaran silinder dan bahan

yang ada di permukaan silinder tersebut dengan pisau agar terlepas. Pisau bekerja

secara kontinyu mengikuti perpuataran silinder. (Zain, 2005)

2.3.4 Pengering Pnematik

Pengering pnematic atau pengering flash terdiri dari dua bagian, yaitu

burner dan kolom pengering. Bahan yang akan dikeringkan diangkat dengan cepat

di dalam aliran uadara yang dipanaskan. Biasanya pada penegring ini

ditambahkan beberapa bentuk pealatan klasifikasi. Di dalam alat klasifikasi, bahan

kering dipisahkan dari sisa, dikeluarkan sebagai hasil dan sisa yang basah

dikeringkan kembali. (Zain, 2005)

2.3.5 Pengering Berputar (rotary dryer)

Pengering berputar atau rotary terdiri dari silinder yang berputar pada

sumbunya dengan bantuan gigi-gigi reduksi serta motor penggerak. Dinding

bagian dalam silinder dibuat bealur skrup utuk pengadukan bahan. Pengering in

biasanya digunakan utnuk pengeringan prosuk daging. Bahan yang akan

dikeringkan dimasukan ke dalam silinder mendatar tempat bahan tersebut bergrak,

kemudian dikeringkan baik oleh aliran udara melalui silinder maupun dengan cara

konduksi panas dari dinding silinder. Pengering ini biasanya dibantu dengan

bukcket elevator pada output serta belt conveyor pada daerah input. (Zain, 2005)

2.3.6 Pengering Kotak

Di dalam pengering kotak in bahan yang dikeringkan dimasukan ke dalam

sabuk angkut berbentuk kotak yang terbuat dari kawat kasa dan udara

dihembuskan menembus tumpukan bahan ini. Sabuk angkut ini bergerak secara

teru-menerus. (Zain, 2005)

2.3.7 Pengering Peti (bin dryer)

Pengering peti atau bin dryer terdiri dari konatainer berbentuk silinder atau

kubus dengan dasar berlubang. Bahan yang akan dikeringkan dmasukan kedalam

kontainer yang berlubang dan udara hangat dihembuskan ke atas menembus

melalui tumpukan bahan sehingga mengeingkan bahan tersebut. Udara melalui

tempat bahan pada tingkat yang relatif lambat. (Zain, 2005)

2.3.8 Pengering Sabuk

Pengering ini merpakan pengering konveyor dengan sabuk dibuat

berlubang. Bahan yang akan dikeringkan ditebarkan di atas kawat kasa atau sabuk

padat dan udara dilewatkan menembus atau englair di atas bahan. Pada umumnya

sabuk bergerak, meskipun dalam beberapa desain sabuk tersebut hitam dan bahan

diangkut dengan pengikis. (Zain, 2005)

2.3.9 Pengering Lemari Hampa Udara (Vakum)

Pengering ini dugunakan untuk mengeringkan bahan-banah yang sensitiv

terhadap perubahan suhu tinggi seperti sari buah dan larutan pekat lasinnya.

Pengering ini beroperasi pada keadaan hampa udara dan pindah panas secara

konveksi atau pemancaran. Bahan yang akan dikeringkan ditebar tipis di atas rak

yang terletak di atas permukaan yang berlubang. Uap air dari bahan diembunkan

sehingga pompa hampa udara dapat dipergunakan dengan gas yang tidak dapat

dihembuskan. (Zain, 2005)

2.3.10 Pengering Semprot (spray dryer)

Pengering semprot atau spray dryer digunakan untuk mengeringkan bahan

yang berbentuk larutan kental serta berbentuk pasata, contohnya pengolahan susu

menjadi tepung, telur utuh dan sebagainya. Bahan cair atau bahan padat

dimasukan ke dalam injektor pneumatis dan melalui nissel bahan tersebut

disemprotkan dalam bentuk tebaran halus ke daam aliran udara panas. Arah

pergerakan udara panas dalam pengering dapat searah dapat pula berlawanan arah

dengan arah jatuhnya bahan. Tempat pengumpul hasil pengeringan berada pada

bagian paling bawah dari ruang pengering dan dikumpulkan dengan bantuan

pengeruk ataupun klep berputar. Proses pengeringan terjadi sangat cepat, sehingga

proses ini sangat berguna untuk berbagai bahan yang akan mengalami kerusakan

bila dipanasi selama waktu tertentu. (Zain, 2005)

2.3.11 Pengering Beku (freeze dryer)

Pengering beku atau freeze dryer digunakan untuk bahan-bahan yang

sangat peka terhadap suhu tinggi, diantaranya sayuran, buah-buahan, sari buah,

obat, daging, ikan danl ain-lain. Dalam pengering ini bahan diletakan di atas rak

di dalam lemari yang memiliki kehampaan sangat tinggi. Pada umumnya, bahan

dibekukan terlebih dahulu sebelum dimasukan ke dalam pengering. Panas

dipindahkan ke dalam secara konduksi atau pancaran udara dipindahkan dengan

pompa hampa udara dan diembunkan.

2.3.12 Pengering biji-bijian (grain dryer)

Pada pengering ini bahan ditempatkan di dalam bak berpengaduk yang

bagian dasarnya berlubang-lubang untuk melewatkan udara panas. Udara panas

dialirkan dari bagian bawah bak yang pipa hisapnya dihubungkan dengan pipa

output dari katel uap yang arah pergerakannya berlawanan arah dengan perputaran

dari pengaduk(Zain, 2005)

2.3.13 Pengering Fluidasasi (Fluidized Bed Dryer)

Pengering fluidisasi atau fluidized bed dryer (FBD) adalah pengering yang

menggunakan prinsip menggunakan prinsip fluidisasi. Secara keseluruhan, sistem

mesin. (Zain, 2005)

1. Pengering fluidized bed jenis curah

2. Pengering fluidized bed jenis curah digunakan untuk penerapan

multiproduk dengan kapasitas umpan rendah (biasanya < 50 gr/jam

dan masih baik untuk kapasitas < 1000 kg/jam). Udara pengering

biasanya dipanaskan ke suatu suhu tetap secara langsung atau tidak

langsung. Laju aliran udara pengering biasanya juga tetap. Tetapi

dimungkinkan untuk memulai pengeringan pada suhu udara masuk

yang lebih tinggi dan laju aliran udara yang lebih rendah sampai

kadar air produk menurun. Pengaduk dan penggetar mekanis dapat

digunakan jika bahan sulit untuk difluidisasi.

3. Pengering fluidized bed aliran plug

4. Pengering fluidized bed aliran plug biasanya mempunyai rasio

antara tinggi dan lebar sebesar 5 : 1 atau 3 : 1. Padatan mengalir

secara kontinyu melalui saluran dari bagian masukan hingga ke

bagian keluaran.

5. Pengering fluidized bed sentrifugal

6. Untuk meningkatkan laju pindah panas dan massa pada permukaan

partikel basah yang cepat mengering dapat digunakan alat sejenis

sentrifugal, sehingga gaya yang disebabkan oleh udara fluidisasi

diimbangi dengan gravitasi buatan yang ditimbulkan oleh putaran

tumpukan pada arah sumbu tegak. Peralatan fluidized bed berputar

agak rumit dan penurunan waktu pengeringan untuk kebanyakan

bahan biasanya tidak memadai untuk mengimbangi peningkatan

biaya dan kerumitannya.

7. Pengering fluidizd bed bergetar

8. Pengaduk atau penggaruk yang berputar perlahan digunakan untuk

memudahkan fluidisasi pada zona pengumpan, dimana bahan yang

sangat basah diumpankan ke dalam pengering aliran plug kontinyu.

2.3.1 Pengering Spouted Bed

Pengering ini sangat cocok utnuk pengerinagn partikel yangs angat kasar

dan padat utnuk fluidisasi tanpa bantuan. Tidak seperti tumpukan fluidisasi

dimana partikel bergerak secara acak, gerakan partikel di dalam spouted bed

bersirkulasi ulang secara teratur. (Zain, 2005)

2.4 Pembuatan grafik.

Data mentah atau hasil transformasi diplotkan dalam suatu garis lurus

kemudian akan di peroleh nilai-nilai slope, intersep dan koefisien variabel

sehingga persamaan dari data dapat dibentuk. Grafik merupakan persentasi visual

dari sejumlah data yang ada, dimana presentasi visual dari data tersebut

diwakilkan oleh huruf, tanda dan gambar dan memberikan keterangan dan

informasi yang jelas tentang data yang divisualisasikan. Grafik dapat dipakai

sebagai media pengambilan kesimpulan tanpa kehilangan makna.

Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan

peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah

bebas (independent variable).

Diagram Pencar (Scatter Diagram) adalah diagram yang menggambarkan

nilai-nilai observasi peubah takbebas dan peubah bebas. Nilai peubah bebas

ditulis pada sumbu X (sumbu horizontal) dan nilai peubah takbebas ditulis pada

sumbu Y (sumbu vertikal).

Persamaan eksponen adalah persamaan yang eksponennya memuat

variabel atau persamaan dimana bilangan pokok atau eksponennya memuat

variabel x. Untuk menyelesaikan persamaan eksponen perlu menggunakan sifat-

sifat eksponen.

Logaritma adalah operasi matematika yang merupakan kebalikan dari

eksponen atau pemangkatan.

Slope dapat ditentukan dari dua titik dari suatu garis, misalnya koordinat

(x¿¿1 y1)¿ dan Koordinat (x¿¿2 y2)¿, maka slope a=( y2− y1 ) /( x2−x1 ). Intersep

(b) dapat ditentukan dari nilai y pada ordinat x=0, dimana garis berpotongan

dengan sumbu y.

y=ax+b → x=0→ y=b

Kenyataannya, data percobaan tidaklah selalu membentuk tepat suatu garis

lurus. Untuk membuat garis lurus,perlu suatu analisis statistik yaitu regresi linear.

Jika dalam percobaan terdapan N pasangan data (koordinat), maka :

a=∑ xy−(∑ x∑ y ) /N∑ x2−(∑ x2 )/ N

b=∑ y∑ x2−(∑ x∑ xy )

N [∑ x2−(∑ x2) / N ]Prinsip regresi linear adalah meminimumkan jumlah kuadrat perbeadaan

antara nilai y yang dihitung dengan persamaan regresi dan yi dari suatu data

percobaan. Tingkat ketepatan persamaan yang dibangun dari data-data yang

diregresikan ditentukan oleh koefisien korelasi ( r ) yaitu suatu rasio dari variasi

yang dapat dijelaskan dengan variasi yang tak dapat dijelaskan. Variasi yang

dapat dijelaskan ¿∑ (ax+b− y )2 . Variasi yang tak dapat dijelaskan ¿∑ ( yi− y )2

atau yang dikenal dengan random error.

r=∑ ( ax+b− y )2

∑ ( yi− y )2

r=N∑ xy−∑ x∑ y

(N ∑ x2−∑ x2 ) (N ∑ y2−∑ y2 )Nilai r berkisar 0 sampai 1. Jika r=1, maka semua data diatas terpasngkan

dengan tepat pada garis regresi. Jika r=0, maka semua data dari variabel terikat

dari variabel bebas tidak ada hubungannya. Dengan demikian persamaan yang

dibangun dengan nilai r mendekati 1, maka persamaan tersebut cukup tepat untuk

menyatakan persamaan linear dari data-data percobaan. (Setiasih, I.S, 2008)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

1. Oven

2. Cawan Al

3. Desikator

4. Moisture Tester

3.1.2. Bahan

1. Kacang kedelai

3.2. Prosedur Percobaan

a. Kadar air, Kadar air bahan ditentukan dengan moisture tester

b. Laju Pengeringan

1. Memasukkan cawan dalam oven pada suhu 60-70ºC selama ± 2 jam.

2. Mengeluarkan dan menempatkan pada desikator sampai stabil

3. Menyiapkan cawan sebanyak 5 buah dan menandai untuk tiap interval

4. Memasukan sampel bahan berupa jagung kedalam cawan sebanyak ±5

gram untuk masing-masing cawan.

5. Memasukan bahan dan cawan kedalam oven untuk dilakukan proses

pengeringan pada suhu 60-70ºC.

6. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 30,

45 dan 60 menit.

7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut.

8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan.

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

2.1. Data Pengukuran Kadar Air dan Laju Perhitungan pada Kacang

Kedelai

Tabel 1. Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Kacang KedelaiMassa bahan

(g)

Waktu (menit)

Kadar air (%) M rata-rata (%)

M/t(%/detik)1 2 3

5,02 0 10,9 11,1 10,5 10,8 -

5,05 1 11,4 11,2 11,4 11,3 0,1883

5,02 2 11,5 11,6 11,6 11,57 0,0964

4,93 3 11.5 11,6 11,3 11,27 0,0626

4,99 4 11,2 11,4 11,2 11,27 0,0469

5,07 5 11 11,04 11,2 10,9 0,0363

5 10 11,2 10,6 10,9 10,9 0,0182

5,01 15 11 11,1 11 11,03 0,0122

4,89 30 10 10 10,4 10,13 0,0056

5,01 45 10,4 10,5 10,5 10,47 0,0038

5,04 60 10,8 10,5 10,5 10,6 0,0029

0 60 120 180 240 300 600 900 1800270036000

0.020.040.060.08

0.10.120.140.160.18

0.2

Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu (s)

Laju Pengeringan

Gambar 1. Grafik Hubungan Laju Pengeringan (m/t) Terhadap Waktu

Gambar 2. Grafik Hubungan Laju Pengeringan (m/t) Terhadap Kadar Air

(M Rata–rata)

0 60 120 180 240 300 600 900 1800 2700 36009

9.5

10

10.5

11

11.5

12

Hubungan Kadar Air Terhadap Waktu (s)

Kadar Air

Gambar 3. Grafik Hubungan Kadar Air (M Rata – Rata) Terhadap Waktu

2.2. Perhitungan Laju Pengeringan

1. Laju Pengeringan 1 menit = M (% )

t(det ik)

10.811.3

11.5711.27

11.2710.9

10.911.03

10.1310.47

10.60

0.020.040.060.08

0.10.120.140.160.18

0.2

Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Kadar Air

Laju Pengeringan

= 10,860

= 0,1883

2. Laju Pengeringan 2 menit = M (%)

t(detik )

= 11,57120

= 0,0964

3. Laju Pengeringan 3 menit = M (%)

t(detik )

= 11,27180

= 0,0626

4. Laju Pengeringan 4 menit = M (%)

t(detik )

= 11,27240

= 0,0469

5. Laju Pengeringan 5 menit = M (%)

t(detik )

= 10,9300

= 0,0363

6. Laju Pengeringan 10 menit = M (%)

t(detik )

= 10,9600

= 0,0182

7. Laju Pengeringan 15 menit = M (%)

t(detik )

= 11,03900

= 0,0122

8. Laju Pengeringan 30 menit = M (%)

t(detik )

= 10,131800

= 0,0056

9. Laju Pengeringan 45 menit = M (%)

t(detik )

= 10,472700

= 0,0038

10. Laju Pengeringan 60 menit = M (%)

t(detik )

= 10,63600

= 0,0029

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini, tujuannya adalah untuk mencari kadar air

kacang kedelai yang setelah dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan

oven. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan interval waktu 0, 1, 2,

3, 4, 5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit dengan menggunakan kacang kedelai yang

berbeda. Setelah dikeringkan lalu dihitung kadar air dengan menggunakan

moisture tester dengan tiga kali penghitungan dan dihitung rata-rata dari ketiga

perhitungan tersebut.

Awalnya kacang kedelai sebelum dilakukan pengeringan memiliki rata-

rata kadar air sebesar 10,8%. Setelah itu dilakukan pengeringan sesuai dengan

interval waktu yang berbeda-beda, selama 1 menit didapatkan kadar air sebesar

11,3%, lalu 2 menit kadar airnya adalah 11,57%, pada waktu 3 menit kadar airnya

menjadi sebesar 11,27%, lalu pengeringan selama 4 menit kadar air masih tetap

yaitu 11,27%, pada pengeringan yang dilakukan selama 5 menit kadar air kacang

kedelai menurun menjadi 10,9%.

Lalu selanjutnya adalah kadar air kacang kedelai setelah dilakukan proses

pengeringan selama 10 menit masih tetap yaitu 10,9%. Selanjutnya pada

pengeringan 15 menit, kadar air kacang kedelai menjadi naik yaitu 11,03%. Lalu

proses pengeringan selama 30 menit, didapatkan kadar air kacang kedelai menjadi

10,13%. Selanjutnya adalah pengeringan kacang kedelai selama 45 menit, kadar

airnya menjadi 10,47%. Terakhir adalah pengeringan selama 60 menit, didapatkan

kadar air kacang kedelai menjadi 10,6%.

Bila dilihat dari data kadar air yang didapatkan, tidak selalu menurun

kadar airnya tetapi ada yang meningkat. Kadar air awal yaitu 10,8%, tetapi saat

dikeringkan selama 1 menit menjadi naik yaitu 11,3%, itu dikarenakan jarak

waktu antara perhitungan kadar air awal dengan kadar air yang dilakukan

pengeringan selama 1 menit adalah jauh, jadi kacang kedelai kemasukan kadar air

baik itu dari udara ataupun lain-lain. Sama halnya dengan dengan kadar air yang

lainnya yang menjadi meningkat, itu dikarenakan kacang kedelai ada yang terlalu

lama disimpan di luar, sehingga kadar air bisa naik lagi. Ataupun juga adalah

yaitu pengeringan bahan hasil pertanian yang tidak merata saat di oven, dan

penempatannya yang kurang teratur bisa membuat kacang kedelai kurang optimal

dalam proses pengeringannya. Faktor lainnya adalah saat perhitungan dengan

menggunakan moisture tester yang kurang teliti, bisa saja kurang benar saat

menggunakan moisture tester sehingga kadar air yang didapatkan kurang benar.

Ketelitian dari mulai proses pengeringan hingga perhitungan kadar air itu harus

sangat diperhatikan.

Jika diperhatikan melalui grafik hubungan antara laju pengeringan (m/t)

dengan waktu, ada hubungan yang sangat jelas. Bahwa semakin lamanya waktu

selama proses pengeringan maka semakin kecil laju pengeringan pada bahan.

Dengan kata lain bahwa kadar air memiliki hubungan berbanding terbalik dengan

lamanya waktu pengeringan. Hal ini disebabkan karena dalam proses ini semakin

lama waktu pengeringan, panas yang masuk ke dalam bahan pun semakin banyak,

sehingga terjadi proses penguapan air pada bahan hasil pertanian tersebut. Proses

penguapan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial antara bahan dan

udara sekitarnya (oven). Lalu sama juga dengan hubungan kadar air dan laju

pengeringan, jika kadar air bahan semakin kecil maka laju pengeringan juga

menjadi kecil.

Sama halnya dengan kadar air hubungannya dengan waktu pengeringan,

jika data yang didapat memiliki grafik yang mengartikan tidak adanya hubungan

kadar air dengan waktu. Tetapi dengan teori yang didapat bahwa lamanya proses

pengeringan yang dilakukan maka kadar air suatu bahan tersebut akan berkurang,

dikarenakan adanya penguapan pada air di dalam bahan kacang kedelai.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum ke-9 kali ini mengenai pengeringan bahan hasil

pertanian, maka ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada percobaan pengeringan bahan hasil pertanian yaitu kacang kedelai,

nilai kadar air yang terkandung didalamnya menurun, seiring dengan

semakin lamanya waktu pengeringan.

2. Penurunan dan peningkatan kadar air pada suatu bahan pertanian

dipengaruhi oleh Kadar air bahan hasi; pertanian sebelum proses

pendinginan maupun pemanasan, tingkat pemanasan atau pendinginan dan

Lama waktu pemanasan atau pendinginan

3. Semakin tinggi suhu pemanasan pada saat pengeringan suatu bahan hasil

pertanian di dalam oven, maka kadar air yang terserap dari dalam bahan

akan semakin besar sehingga kadar air basis keringnya semakin tinggi.

4. Laju pengeringan sangat berpengaruh dengan tingkatnya persentase kadar

air suatu bahan hasil pertanian dan juga lamanya waktu pada saat proses

pengeringan

6.2. Saran

Saran yang diberikan untuk praktikum kali ini yaitu sebagai berikut:

1. Materi praktikum kali ini harus dimengerti agar tidak ada kesalahan pada

saat melakukan praktikum.

2. Bahan hasil pertanian setelah beres proses pengeringan disarankan jangan

terlalu lama di luar oven atau desikator karena sangat mempengaruhi hasil

kadar air yang didapat.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati

Tepat Guna. Jakart: . Penerbit Akademika Pressindo.

Hariyadi, Purwiyatno. Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan: IPB.

Priyanto, Gatot. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar

Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada,

Rachmawan, obin. 2001. Pengeringan,,pendinginan dan pengemasan komoditas

pertanian. Jakarta : SMK Pertanian.

Rohman, Saepul. 19/12/08 at 1:21 pm. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan.

Diakses tanggal 25 November 2011 pukul 15.00 WIB

LAMPIRAN

Gambar 4. Desikator Gambar 5. Kacang Kedelai

Gambar 6. Oven Gambar 7. Moisture Tester