Post on 16-Jan-2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan
masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung
dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Stroke
merupakan defisit neurologis mendadak akibat gangguan suplai darah
ke SSP. Patologi mendasari stroke biasanya perdarahan atau
tromboemboli. Insidensinya sebesar 0,2% populasi per tahun dan
meningkat menjadi 1% pada orang berusia di atas 75 tahun. Onset defisit
biasanya mendadak dan seringkali berhubungan dengan area otak yang disuplai
oleh pembuluh dara spesifik.1 Jika defisit hilang sepenuhnya dalam 24 jam,
maka disebut TIA. Defisit berkisar mulai dari ringan sampai koma
dalam yang tidak spesifik, tergantung dari area SSP yang
terkena.Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. 80% menderita stroke
iskemik, 20% menderita stroke hemoragik. Insiden meningkat seiring
bertambahnya usia.1
Terdapat variasi angka insidensi dan outcome stroke di berbagai negara.
Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika
Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur
dibandingkan bagian barat. Angka Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria
di Rusia sampai 303/100.000 pria di Swedia.2 Setiap tahunnya, 795.000 orang
mengalami kejadian stroke yang baru atau rekuren. Lebih kurang 610.000 orang
diantaranya mengalami serangan pertama dan 185.000 orang merupakan rekuren.
Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan pada
usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Rasio insiden pria
terhadap wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25, pada usia 65-74 tahun adalah
1,50, pada usia 75-84 tahun adalah 1,07 dan pada usia ≥ 85 tahun adalah 0,76. Di
Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN
Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Studi
1
epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis stroke dimana dari
2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95
tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita. Rata-rata waktu
masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari onset. Rekuren
stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke iskemik adalah
yang paling sering terjadi.3
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori dari
stroke iskemik. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
kegiatan program pendidikan profesi dokter (P3D) di Departemen Neurologi
RSUP Haji Adam Malik.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami topik mengenai
stroke iskemik.
2
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Stroke adalah manifestasi klinis yang berkembang secara cepat, tanda dari
gangguan fungsi otak fokal, dengan gejala menetap 24 jam atau lebih yang
mengakibatkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas, selain vaskuler.4
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak.5
2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO, penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah
pembunuh nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi
akibat stroke pada tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian.
Angka kematian akibat stroke lebih tinggi pada wanita (11%) dari pada pria
(8,4%) pada tahun 2004.6
Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda,
namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada
kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada
kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.7 Di
Indonesia, berdasarkan penelitian Machfoed, di peroleh hasil bahwa dari 1.397
pasien stroke terdapat 808 pria, 589 wanita, dan 1001 orang dengan stroke
iskemik.8
Insidensi terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per
tahun, dimana 20% darinya akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050.
Sedangkan di Indonesia dari data Departemen Kesehatan R.I., prevalensi stroke
mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke
tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang
terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Di Indonesia, data nasional
epidemiologi stroke belum ada, tetapi dari data sporadik di rumah sakit terlihat
3
adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke, yang seiring dengan semakin
panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang berubah.9,10
2.3 ETIOLOGI
Etiologi yang paling sering pada stroke iskemik adalah11
A. Penyakit oklusi pada arteri besar
Aterosklerosis menyebabkan stenosis atau oklusi pada arteri-arteri
extrakranial atau intracranial dan secara langsung menyebabkan kejadian-
kejadian iskemik pada otak. Pembentukan ateroma termasuk deposisi lipid
disirkulasi yang progresif dan pembentukan jaringan fibrous di lapisan
subintima pada arteri besar dan sedang, terutama pada percabangan.
Pembentukan plak diakibatkan oleh faktor inflamasi yang berkaitan
dengan darah seperti kerusakan akibat tekanan darah yang tidak terkontrol.
Pendarahan intraplak, nekrosis subintima dengan pembentukan ulkus, dan
deposisi kalsium dapat mengakibatkan pembesaran plak aterosklerosis
dengan perburukan dari derajat penyempitan arteri.
Kerusakan dari permukaan endotel memicu terjadinya pembentukan
thrombus dalam lumen arteri melalui aktifnya platelet oleh matriks
subendotel. Ketika platelet aktif, tromboksan A2 dilepaskan,
mengakibatkan aggregasi platelet. Hal ini bertahan selama 2 minggu dan
memiliki resiko untuk embolisasi.
Penyakit pada arteri besar dapat menyebabkan stroke iskemik baik dengan
emboli intra arterial, iskemia hemodinami atau hipoperfusi melalui
penyempitan pembuluh darah yang signifikan.
Pembuluh darah yang sering terkena adalah arteri karotis internal, arteri
cerebral media dan arteri cerebral anterior.
Faktor resikonya adalah hipertensi arterial, diabetes, hiperkolesterolemia
dan merokok.
4
B. Kardioemboli
Penyakit-penyakit jantung yang dapat menyebabkan Kardioemboli adalah
aritmia jantung, penyakit jantung iskemik, penyakit valvular,
kardiomiopati, kelainan septal atrial, dan tumor intracardiac.
Aritmia jantung termasuk kronik atau paroxysmal atrial fibrilasi dan sick
sinus syndrome adalah ritme yang berkaitan dengan kejadian kardioemboli
, dengan stroke sebagai manifestasi pertama.
Dalam 4 minggu kejadian miokard infark, terutama dengan iskemia pada
dinding anterior, meningkatkan resiko untuk stroke emboli.
Penyakit jantung reumatik, katup jantung mekanik dan endokarditis adalah
sumber dari emboli.
Patent foramen ovale dan aneurisma septal atrial adalah faktor resiko
untuk stroke.
Myxoma atrial walaupun jarang adalah penyebab stroke emboli yang
penting. Tumor ini menyerang vasa vasorum, mengakibatkan
perkembangan dari aneurisma cerebral yang multiple dan di perifer.
5
C. Penyakit pada pembuluh darah kecil
Pembuluh kapiler dan arteri yang mensuplai basal ganglia, thalamus,
kapsul interna dan white matter mengalami degenerasi patologis sebagai
respon dari kerusakan endotel.
Oklusi dari arteri-arteri tersebut menyebabkan lesi yang kecil dan sering
lesi irreguler yang disebut lacuna.
Faktor resiko adalah hipertensi arterial dan diabetes.
D. Diseksi Arterial
Diseksi atau robeknya arteri karotis interna terutama pada segmen
faringeal dan distal, atau arteri vertebra extrakranial terutama pada segmen
pertama dan kedua adalah pembuluh darah yang sering terkena. Diseksi di
intima dan media biasanya menyebabkan stenosis atau oklusi pada arteri
yang terkena, dimana diseksi diantara media dan adventitia berhubungan
dengan dilatasi aneurisma.
E. Penyebab stroke yang lain
Kokain dan amfetamin adalah obat-obatan yang sering berhubungan
dengan stroke iskemik. Vasokontriksi dan vaskulitis adalah mekanisme
yang diakibatkan oleh obat-obatan tersebut.
Kelainan hematologi seperti polisitemia, sickle cell disease dan
trombositosis dapat mengakibatkan stroke iskemik dengan meningkatkan
viskositas darah, hiperkoagulasi ataupun keduanya.
2.4 PATOGENESIS
Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50–
60 ml per 100 gram otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang
kira-kira beratnya antara 1200-1400 gram adalah 700-840 ml per menit. Dari
jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna dan
satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar. Daerah otak tidak
6
berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima suplai darah lagi karena
arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat. Penyumbatan itu
bisa terjadi secara mendadak atau secara berangsur-angsur.12
Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran
darah ke regio otak sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan
berpengaruh pada aliran darah kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi
vaskular individual dan lokasi oklusi. Apabila aliran darah serebral tidak ada sama
sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak dalam 4 hingga 10 menit. Apabila
aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram jaringan otak per menit maka
akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari 20 ml/ 100 gram
jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika
berlangsung selama beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan
dengan cepat sesuai dengan kebutuhannya, sehingga jaringan otak dapat pulih
penuh dan simptom pada pasien hanya transien dan ini disebut transient ischemic
attack (TIA). Tanda dan gejala TIA biasanya berlangsung dalam 5-15 menit tetapi
secara defenisi harus kurang dari 24 jam.
Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di
mana pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada
kegagalan energi sel, dan (2) jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati.
Iskemik menyebabkan nekrosis karena sel-sel neuron mengalami kekurangan
glukosa yang berakibat pada kegagalan mitokondria dalam menghasilkan ATP.
Tanpa ATP, pompa ion pada membran akan berhenti berfungsi dan neuron
mengalami depolarisasi dan disertai dengan peningkatan kalsium intraselular.
Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinapsis.
Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan penumpukan asam laktat dan
menyebabkan terjadinya asidosis selular. Radikal bebas juga dihasilkan oleh
degradasi membran lipid dan mitokondria yang mengalami disfungsi. Radikal
bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi vital lain sel. Di
samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan
hiperglikemia, oleh karena itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika
bisa dicegah. Penurunan suhu setidaknya 2 – 3 0C dapat menurunkan kebutuhan
7
metabolik neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia sebesar 25-30
%.13,14
2.5 GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Pada temuan makroskopik akan ditemukan adanay infark non hemoragik
sesuai dengan lamanya waktu kehilangan aliran darah. Pada 6 jam pertama cedera
irreversible belum dapat ditemui, setelah 48 jam jaringan menjadi pucat, lunak,
dan membengkak. Corticomedullary junction menjadi tidak jelas. Pada 2 hingga
10 hari, otak akan menjadi seperti gelatin kemudian akan terbentuk batas samar-
samar antara jaringan normal dan abnormalyang semakin jelas dengan adanya
edema. Pada hari ke 10 hingga minggu ke 3 jaringan akan mencair dan
meninggalkan kavitas yang berisi cairan dengan batas berwarna gelap yang dapat
meluas ketika jaringan nekrotik diangkat.yang didominasi oleh edema sitogenik
dan vasogenik.
Pada penampakan mikroskopik akan tampak ischemic neuronal changes
(red neuron). Dapat juga dijumpai hilangnya karakteristik dari struktur gray
matter dan white matter. Sel endotelial, sel glial, terutama astrosit, akan
mengalami pembengkakan dan disintegrasi . Setelah 48 jam emigrasi neutrofilik
akan meningkat secara progresif kemudian menurun. Sel-sel fagosit seperti
mikroglia dan monosit akan mendominasi dalam 2 hingga 3 minggu. Makrofage
akan menjadi bertumpuk dengan sisa pemecahan dari myelin dan dapat bertahan
hingga bertahun-tahun. Reaksi astrosit berupa pembesaran, pembelahan, dan
ekstensi sitoplasmik dpat ditemukan pada 1 minggu setelah terjadinya lesi hingga
beberapa bulan.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Secara umum gejala yang timbul dari stroke iskemi adalah kelemahan
pada anggota gerak (hemiparesis, mono paresis, atau kadang-kadang
quadriparesis), ganguan sensoris atau hemisensoris,hilang pengelihatan sebelah
atau kedua mata, gangguan lapangan pandang, pandangan berganda (diploplia),
disartria, wajah yang tidak simetris, ataxia, vertigo, afasia, dan penurunan
kesadaran.15
8
Sementara berdasarkan letak lesi dan jenis stroke gejala yang muncul
dapat bervariasi lokasinya. Stroke akibat thrombus pada arteri besar cenderung
menyebabkan gangguan kortikal. Gangguan kortikal dapat berupa hemiplegia,
afasia, unilateral neglect,dan gejala lainnya. Selain gejala kortikal, gangguan
fungsi batang otak dan gangguan serebelum juga dapat ditemui (TOAST).
Lacunae terletak pada bagian dalam central hemisfer white matter.Pada
stroke iskemik lacunar gejala yang dapat ditemui adalah pure motorhemiplegia,
pure sensory stroke, clumsy hand-dysartria, ipsilateral hemiparesis-ataxia.
Apabila lesi terjadi pada kapsula interna dan corona radiate akan terjadi pure
motor hemiplegia yang bersifat kontalateral lesi pada wajah, tangan, dan kaki.14
2.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Anamnesis16
Anamnesis yang cermat dapat membantu diagnosis yang tepat beberapa
hal yang perlu ditanyakan kepada pasien stroke
- Harus ditanyakan permulaaannya apakah akut dalam beberapa
detik pasien jatuh dan tidak sadar diri atau subakut dalam beberapa
jam .
- Harus ditanya apakah permulaan serangan terjadi saat baru bangun
atau sesudah marah atau melakukan aktivitas
- Apakah ada nyeri kepala,muntah tanpa didahului muntah dan
kejang
- Apakah kesadaran berkurang,intelektual juga bekurang
- Apakah ada kelumpuhan
2. Fisik Diagnostik
Gejala defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenali. Terutama
hemiparesis yang sudah jelas, setiap dokter pasti mengenalnya. Juga tanda-
tanda yang mengiringi hemiparesis mudah diingat. Adapun tanda-tanda
tersebut, yang dinamakan tanda-tanda gangguan upper motor neuron
(UMN):
Tonus otot pada sisi yang lumpuh meningkat.
9
Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
Refleks patologik positif pada sisi yang lumpuh.
Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan
ketangkasan gerakan. Maka dari itu, susunan periksaan motorik harus
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan gerakan
Adakan observasi sewaktu orang sakit berjalan. Tungkai yang sudah
memperlihatkan gaya jalan sirkumduksi masih dapat bertenaga besar
jika dinilai pada waktu orang sakit berbaring dan disuruh menendang.
Untuk menilai lengan sewaktu orang sakit berjalan harus diperhatikan
cara orang sakit berlenggan. Sering kali dialami penulis, bahwa tenaga
lengan untuk fleksi, ekstensi lengan di siku, dan tenaga tangan sewaktu
mengepal masih normal, tetapi cara orang sakit melenggankan lengan
sewaktu berjalan sudah tampak kurang lincah.
Konfirmasi selanjutnya dapat diberikan oleh tes di mana orang sakit
diperintahkan untuk membuka dan menutup kancing bajunya dan
kemudian melepas dan memakai sandalnya. Gangguan ringan
ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai dengan cara
tersebut di atas.
b. Penilaian tonus otot
Penilaian tonus otot dilakukan dengan jalan menggerak-gerakkan otot
secara pasif pada sendi siku/ lutut. Adanya hipertonia ringan sesisi
tidak akan diketahui bila mana penilaian tonus otot dilakukan pada
anggota secara sendiri-sendiri. Tetapi dengan menggerakkan kedua
lengan secara simultan namun berselingan dalam hal fleksi dan
ekstensi, perbedaan ringan derajat tonus otot antara kedua lengan dapat
diketahui. Pada penilaian tonus otot tungkai dengan cara simultan
diperlukan bantuan orang lain. Perawat dapat melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi tungakai kiri penderita sedangkan dokter
melakukan tindakan yang serupa pada sisi kanan dan menilai tonus
10
tungkai kanan. Kemudian perawat berganti tempat dan menggerakkan
tungkai kanan dan dokter menilai tonus tungkai kiri orang sakit.
c. Penilaian refleks tendon
Hiper-refleksia pada sisi hemiparetik tidak selalu dijumpai. Jika
terdapat lesi di tingkat korteks, maka beberapa hari sampai minggu
setelah hemiparesis menjadi kenyataan hiper-refleksia ada kalanya
masih belum didapati. Juga dapat penderita DM yang mengidap stroke
tidak didapat hiper-refleksia tendon lutut, walaupun pada umumnya
masih terdapat hiper-refleksia tendon bisep. Dalam hal itu, kedua
refleks tendon lutut hilang karena neuropatia diabetika yang sudah ada
jauh sebelum orang sakit mendapatkan hemiparesis.
Kecermatan dalam penilaian refleks tendon ditentukan oleh teknik
membangkitkan releks tendon. Sering dilupakan bahwa penilaian
refleks tendon bersifat penilaian banding. Maka sikap anggota gerak
kedua sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus
berintensitas yang sama pula apabila dikehendaki hasil perbandingan
yang bidsa dipercaya.
d. Refleks patologik
Pada sisi hemiparetik, dapat dijumpai refleks patologik. Refleks
patologik yang dapat dibangkitkan pada tangan ialah: refleks Tromner-
Hoffmann, Leri dan Mayer. Refleks Tromner-Hoffmann yang positif
tidak selalu menunjukkan pada gangguan jaras piramidalis. Pada
orang-orang sehat pun dapat dijumpai refleks Tromner-Hoffmann yang
positif.
Refleks patologik yang dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinski,
Chadock, Oppenheim, Gordon, Schaefer, Gonda. Bila refleks Babinski
dan chadock sudah terbukti ada maka tidak perlu untuk melakukan
tindakan pemeriksaan untuk membangkitkan refleks patologik lainnya.
Refleks Babinski dan Chadock merupakan refleks yang dapat
dipercaya penuh.17
11
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke
dan subtipenya, untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit
terkait lain, untuk menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik,
serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan
akan berbeda dari pasien ke pasien.
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing
merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah
abnormal yang ada di dalamnya.
Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang
digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan
pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh
lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak
nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita
hamil. CT sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi
kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada
tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak
memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus
stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan
dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan
nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di
dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung
sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu
jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang
bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI,
sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup
12
dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat
penenang. Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak
menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam
mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang
peka dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama.
Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar
20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam
citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X
kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala
dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan
atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan
ini memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang
diperiksa.
d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
e. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung
atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur
13
EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman
dan tidak menimbulkan nyeri.
f. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi
pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan
tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus
untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan.18
g. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:
Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle
cell disease).
Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis
atau vaskulitis lainnya.
Serologi untuk sifilis.
Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.
Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke.19
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk
mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal.18
2.8 DIAGNOSA BANDING
Stroke Hemoragik
Trauma Kapitis
Epidural Hematom
Subdural Hematom
2.9 PENATALAKSANAAN
14
Penatalaksanaan stroke iskemik terdiri atas:
1. Terapi anti-hipertensi tidak direkomendasikan pada fase akut kecuali
tekanan darah sistolik > 210 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg20. Diturunkan sekitar 15% dalam 24 jam pertama setelah awitan
dan pada pasien stroke iskemik yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA)
tekanan darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110
mmHg selanjutnya dipantau hingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105
mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA21. Obat antihipertensi yang
dianjurkan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin atau dilti-
azem intravena21. Jangan diberikan nifedipine sublingual sebab akan mem-
perburuk otoregulasi vaskular serebral, dilatasi perifer, refleks takikardia
dan steal phenomenon vascular beds20. Pemberian nifedipine sublingual
sampai saat ini belum di approved oleh FDA untuk hipertensi urgensi
ataupun emergensi22.
2. Tekanan darah baru diturunkan 2-7 hari pasca fase akut. Antihipertensi
pilihan adalah ABCD (ACE Inhibitor, Beta Blocker, Ca antagonist, Di-
uretic)20.
3. Batas kadar gula darah yang aman pada fase akut adalah 100-200 mg%20.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke biasanya dengan skala luncur
insulin reguler manusia dan berdasarkan pemberian insulin subkutan
dengan pedoman kebutuhan unit insulin per hari21.
Skala luncur insulin reguler manusia18
Gula darah (mg/dL) Dosis insulin subkutan (Unit)150-200 2201-250 4251-300 6301-350 8>350 10
Pemberian insulin subkutan19
15
Gula darah (mg/dL)
Dosis insulin (Unit)Algoritma dosis
rendahAlgoritma dosis
sedangAlgoritma dosis
tinggi150-199 1 1 2200-249 2 3 4250-299 3 5 7300-349 4 7 10
>349 5 8 12Catatan:
i. Algoritma dosis rendah dipakai untuk pasien yang membutuhkan <
40 U insulin per hari
ii. Algortima dosis sedang dipakai untuk pasien yang membutuhkan
40-80 U insulin per hari
iii. Algoritma dosis tinggi dipakai untuk pasien yang membutuhkan >
80 U insulin per hari
Hitung Insulin Harian Total adalah 0.5 unit dikali berat badan (kg)
misalnya berat badan 60 kg berarti Insulin Harian Total berjumlah 30
unit25.
4. Pemberian antikoagulan diindikasikan pada stroke iskemik kardioembolik
akut yang tidak ada perdarahan maupun mass effect dan untuk prevensi
sekunder pada stroke kardioemboli risiko tinggi15. Pemberian aspirin dosis
awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk se-
tiap stroke iskemik akut21.
5. Anti edema serebri jangan dilupakan20.
Prevensi primer maupun sekunder sangat bermanfaat mengurangi
morbiditas maupun mortalitas20.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2004. h. 176-7.
2. Ali, M., Atula, S., Bath, P.M.W., Grotta, J., Hacke, W., Lyden, P., Marler,
J.R., Sacco, R.L. and Lees, K.R. 2009. Stroke Outcome in Clinical Trial
Patients Deriving from Different Countries. Stroke. 40:35-40
3. Misbach, J.1999. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Balai
penerbit FK-UI. Jakarta
4. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia.1999. Kelompok Studi
Serebro-vaskuler dan Neurogeriatri. PERDOSSI Pusat, Jakarta.
5. Hasan Sjahrir. Stroke Iskemik. Medan. Yandira Agung Medan 2003:1-3.
6. World Health Organization, 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease
Prevention and Control. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415 64373_eng.pdf
[Accessed 10 May 2014]
7. Lioyd J D, Adams R, Carnethon M, Simone G, Fergusson B, Flegal K. Heart
Disease and Stroke Statistics Update : a Report from The American Hearth
Association Universitas Sumatera UtaraStatistic Committee and Stroke
Statistic Subcommitte. Circulation. 2009 ; 119 : e21 – e 181
8. Machfoed, M.H., 2003. The Latest Clinical Epidemiological Data of Ischemic
and Hemorrhagic Stroke Patients in Surabaya and The Surroundings A
Hospital-Based Study. Media Folla Medica Indonesiana. Volume 39.No.4.
9. Becker, J.U., Wira, C.R., and Arnold, J.L., 2010. Stroke, Ischemic. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-print.html. [Accessed
20 February 2011]
10. PERDOSSI.2011.Guideline Stroke. Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
11. Chaves J.C. Ischemic Stroke. Netter’s Neurology.Elsevier Inc. 2012: 497-
517.
12. Mardjono, M., Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 13. Jakarta:
Dian Rakyat. 270-274.
17
13. Kasper, D. L., Fauci, A. S., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jame-
son, J. L. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th edition.
USA: McGraw-Hill. 2372-2376.
14. Ropper, A. H., Brown, R. H. 2005. Adam and Victor’s Principles of Neurol-
ogy. 8th edition. USA: McGraw-Hill. 660-664.
15. Jauch E, Stettler B. Medscape: Medscape Access [Internet]. Emedicine.med-
scape.com. 2014 [8 May 2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-clinical
16. Baharudin, M. Diagnosa Stroke. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang.
17. Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Edisi 6. Jakarta:
Dian Rakyat. 267-272.
18. Feigin, V. 2009. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan. Jakarta: BIP. 2, 85-92.
19. Greenberg, D. A., Aminoff, M. J., Simon, R. P. 2002. Clinical Neurology. 5th
edition. USA: McGraw-Hill. 188-190
20. Sjahrir, H. Stroke Iskemik. Edisi Pertama. Medan: Penerbit Yandira Agung.
2003. P31.
21. Guideline Stroke 2011. Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri
PERDOSSI.
22. Brownfield E. 2002. Use of Sublingual Nifedipine in Hypertensive Urgency or
Emergency. Medscape Internal Medicine 4(2). Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/444263.
23. Mandava P. Metabolic Disease and stroke: hyperglycemia or hypoglycemia.
eMedicine October 26, 2004.
24. Moghissi E. Hospital Management of diabetes: beyond the sliding scale. En-
docr Pract 2004; 10: 77-82.
25. PERKENI. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus.
2007.
18