Post on 07-Feb-2016
description
MAKALAH PETAKORALOGI
Disusun oleh:
KELOMPOK 10 / ILMU KELAUTAN 2012
Ruth Bestria H 230210120010
Faisal Rahman N 230210120014
Yola Elfira 230210120016
Ayip C 230210120066
Aris Nuryana 230210120068
Adithya Rakhmadi 230210110041
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan karunia Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai
Morfologi Karang. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi
dari Dosen Mata Kuliah Koralogi, oleh karena itu penyusun mengucapkan
terimakasih kepada Dosen pengampu Mata Kuliah Koralogi yang telah
memberikan arahan dalam pengerjaan makalah.
Akhir kata penyusun berharap agar makalah mengenai Morfologi Karang
ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Jatinangor, Maret 2015
Penyusun
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya
yang menjapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah
lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan
keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu
karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat
penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang
terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas
dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia
(Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang
penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di
dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis
karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska,
crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 1999).
Jumlah jenis karang batu (hard coral) di Indonesia tercatat sebanyak 590
jenis, yang didominasi oleh karang dari genus Acropora (91 jenis), Montipora (29
jenis) dan Porites (14 jenis). Kemudian untuk jenis karang lunak yang banyak
ditemukan di Indonesia merupakan dari subkelas Octocorallia dengan 7 ordo yaitu
Stolonifera, Telestacea, Aleyonacea, Coenothecalia, Trachypsammiacea,
Gorgonacea dan Pennatulaceae (Manuputty, 1996 dalam Manuputty, 2010).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih
terperinci tentang morfologi dari terumbu karang.
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tipe- Tipe Karang Berdasarkan Jenisnya
Menurut Burke et al. (2002) dalam Ahmad (2013) terdapat dua jenis
karang yaitu :
1. Karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang
batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini
menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang.
2. Karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk
terumbu karang.
2.2 Morfologi Karang Keras (Hard Coral)
Gambar 1. Morfologi Karang Keras(Ahmad, 2013)
Secara morfologi, karang merupakan individu (hewan) yang terdiri dari
jaringan keras (rangka kapur/CaCO3) dan jaringan lunak (polip) serta memiliki
organ luar seperti tentakel dan mulut. Rangka kapur karang itu sendiri pun
memiliki bagian yang sangat kompleks yang berfungsi sebagai penyokong dan
penghubung antar pholip dalam satu koloni karang. Bagian-bagian rangka kapur
tersebut adalah :
a. Koralit, merupakan keseluruhan rangka kapur yang terbentuk dari satu
polip.
3
b. Septa, lempeng vertikel yang tersusun secara radial dari tengah tabung,
seri septa berbentuk daun dan tajam yang keluar dari dasar dengan pola
berbeda pada tiap spesies sehingga menjadi dasar pembagian (klasifikasi)
spesies karang. Dalam satu koralit terdapat beberapa lempeng vertikel
septa.
c. Konesteum, suatu lempeng horisontal yang menghubungkan antar koralit.
d. Kosta, bagian septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari
koralit.
e. Kalik, bagian diameter koralit yang diukur dari bagian atas septa yang
berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir koralit.
f. Kolumela, struktur yang berada di tengah koralit. Terdapat empat bentuk
kolumela yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan tanpa
kolumela.
g. Pali, bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk
tonjolan sekitar kolumela. Membentuk struktur yang disebut paliform.
h. Koralum, merupakan keseluruhan rangka kapur yang dibentuk oleh
keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni.
i. Lempeng dasar, merupakan bagian dasar atau fondasi dari septa yang
muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding
(Nirwan, 2011 dalam Ahmad, 2013).
2.2.1. Bentuk Koloni Karang
Gambar 2. Bentuk Koloni Karang
(English dkk., 1994)
4
Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang keras terbagi atas karang
Acropora dan non-Acropora (English dkk., 1994). Perbedaan Acropora dengan
non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang
disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki
radial koralit.
(a) (b)Gambar 3. (a) Rangka Acropora (b) Rangka non-acropora
Sumber : http://www.terangi.or.id
Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut :
1) Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), kode ACB, bentuknya
bercabang seperti ranting pohon.
Gambar 4. Acropora BranchingSumber : http://www.terangi.or.id
2) Acropora meja (Tabulate Acropora), kode ACT, bentuknya bercabang
dengan arah mendatar menyerupai meja. Karang ini ditopang dengan
batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau
5
datar. Bersifat memberi perlindungan pada ikan-ikan yang dapat
bersembunyi di balik ”meja” nya.
Gambar 5. Acropora TabulateSumber : http://www.terangi.or.id
3) Acropora mengerak (Encursting Acropora), kode ACE, bentuknya seperti
kerak, namun koralitnya menonjol (ada axial corallite). Biasanya
dijumpai pada Acropora yang baru tumbuh membentuk koloni.
Gambar 6. Acropora EncrustingSumber : http://www.terangi.or.id
4) Acropora Submasif (Submassive Acropora), kode ACS, percabangannya
berbentuk gada/lempeng dan kokoh.
Gambar 7. Acropora SubmassiveSumber : http://www.terangi.or.id
6
5) Acropora berjari (Digitate Acropora), kode ACD, bentuk percabangannya
rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan.
Gambar 8. Acropora DigitateSumber : http://www.terangi.or.id
Bentuk pertumbuhan non-Acropora sebagai berikut :
1) Bentuk Bercabang (branching), kode CB, memiliki cabang lebih panjang
daripada diameter. Model percabangan sambung-menyambung dan ujung
cabang yang runcing.
Gambar 9. Bentuk BercabangSumber : http://www.terangi.or.id
2) Bentuk Padat (massive), kode CM, umumnya memilik bentuk seperti
bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya
ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng
terumbu.
Gambar 10. Bentuk Padat
7
Sumber : http://www.terangi.or.id
3) Bentuk kerak (encrusting), kode CE, tumbuh mengikuti bentuk substrat
tempat ia menempel dengan permukaan yang kasar dan keras serta
berlubang-lubang kecil. banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan
berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu.
Koloni karang yang baru tumbuh umumnya berbentuk kerak.
Gambar 11. Bentuk KerakSumber : http://www.terangi.or.id
4) Bentuk lembaran (foliose), kode CF, merupakan lembaran-lembaran yang
menonjol, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar.
Ditemukan terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang
terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
Gambar 12. Bentuk LembaranSumber : http://www.terangi.or.id
5) Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur,kode
CMR, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi
8
hingga pusat mulut. Khusus karang jamur, ia tidak berkoloni, sehingga
bila menemukan karang jamur maka ia merupakan satu individu.
Gambar 13. Bentuk JamurSumber : http://www.terangi.or.id
6) Bentuk submasif (submassive), kode CS, bentuk kokoh dengan tonjolan-
tonjolan atau kolom-kolom kecil.
Gambar 14. Bentuk submasifSumber : http://www.terangi.or.id
7) Karang api (Millepora), kode CML, semua jenis karang api yang dapat
dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas
seperti terbakar bila disentuh.
Gambar 15. Karang ApiSumber : http://www.terangi.or.id
8) Karang biru (Heliopora), kode CHL, dicirikan dengan warna biru pada
rangka kapurnya.
9
Gambar 16. Karang BiruSumber : http://www.terangi.or.id
Tipe Corallite
Kategori berikut yang tercantum di bawah ini mengacu pada Veron (2000).
1. Dinding terpisah
a. Plocoid, masing-masing corallite memiliki dindingnya masing-masing
dengan tonjolan menyerupai tabung yang dipisahkan oleh coenosteum.
Gambar 17. Tipe PlocoidSumber : http://www.terangi.or.id
b. Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga
mempunyai corallite dengan dinding masing-masing yang dipisahkan oleh
ruang kosong
Gambar 18. Tipe PhaceloidSumber : http://www.terangi.or.id
c. Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah
memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama.
10
Gambar 19. Tipe Flabello-meandroidSumber : http://www.terangi.or.id
d. Soliter, tipe ini hanya terdiri satu corallite (tidak berkoloni). Umumnya
memiliki dua bentuk yaitu bulat dan lonjong.
Gambar 2-. Tipe SoliterSumber : http://www.terangi.or.id
2. Dinding menyatu
a. Cerioid, apabila dinding corallite saling menyatu (bersanding satu sama
lain) dan membentuk permukaan yang datar.
Gambar 21. Tipe CerioidSumber : http://www.terangi.or.id
b. Meandroid, corallite disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu
dan membentuk kanal - kanal seperti sungai.
Gambar 22. Tipe MeandroidSumber : http://www.terangi.or.id
11
3. Spesial
a. Themnasterioid, yaitu antar corallite tidak berdinding, membentuk kanal-
kanal kecil yang terpusat.
Gambar 23. Tipe ThemnasteroidSumber : http://www.terangi.or.id
b. Hydnophoroid, corallite terbentuk seperti bukit yang masing – masing
memiliki dinding pembatas, tersebar pada seluruh permukaan koloni
Gambar 24. Tipe HydnophoroidSumber : http://www.terangi.or.id
2.3. Morfologi Karang Lunak (Soft Coral)
Karang lunak (Soft coral) bersama-sama dengan karang keras termasuk
dalam Kingdom Animalia, Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, namun berbeda
Subkelas dengan karang keras, yaitu Subkelas Octocoralia, sedangkan karang
keras masuk dalam Subkelas Hexacorallia (Daly, et al. 2007 dalam Akbar, 2013).
Karang lunak sering dikenal sebagai Alcyonaria, yang merupakan nama
penggolongan sub-kelas karang lunak (Alcyonaria atau Octocorallia). Tubuh
karang lunak disokong oleh sejumlah besar duri-duri yang kokoh, berukuran kecil
dan tersusun sedemikian rupa sehingga tubuh karang lunak lentur dan tidak
mudah putus. Belakangan ini karang lunak mendapat perhatian serius dari para
12
ahli biokimia karena karang lunak efektif menghasilkan senyawa bioaktif yang
diantaranya dapat digunakan untuk anti peradangan, anti bakteri dan anti jamur,
anti kanker (Sorokin, 1989 dalam Haris, 2001).
Karang lunak (Octocorallia, Alcyonacea) memiliki struktur yang lunak
tetapi lentur, mempunyai tangkai yang melekat pada substrat yang keras terutama
karang mati. Bagian atas tangkai disebut kapitulum, bentuknya bervariasi antara
lain seperti jamur, bentuk lobus atau bercabang-cabang. Kapitulum mengandung
polip sehingga disebut bagian fertil sedangkan tangkainya mengandung spikula
yaitu duri-duri kecil dari karbonat kalsium yang padat dan keras yang berfungsi
sebagai penyokong seluruh bagian tubuh karang lunak mulai dari bagian basal
tempat melekat sampai ke ujung tentakel (Manuputty, 2002).
Polip pada karang lunak dapat dibagi menjadi dua yang berdasarkan
kesuburannya, yaitu polip autozooid (polip fertil/subur) dan siphonozooid (polip
steril).
Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan polip dan
bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk kedalam jaringan tubuh. Apabila
antokodia ditarik kedalam, maka yang nampak dari atas adalah pori-pori kecil
seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah yang disebut kaliks.
Gambar 25. Penampang Vertikal Autozoid(Fabricius dan Alderslade, 2001 dalam Manuputty, 2002)
13
Walaupun penyusun tubuh karang lunak dan karang keras sama berupa
kerangka kapur, tubuh karang lunak lebih lunak dan kenyal. Hal ini disebabkan
karena karang lunak tidak memiliki kerangka kapur luar yang keras seperti halnya
karang batu. Sebagai gantinya, karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa
jaringan berdaging yang diperkuat oleh suatu matriks dari suatu partikel kapur
yang disebut dengan sklerit (Allen dan Steene, 1994 dalam Sandy, 2000).
Kerangka kapur yang seperti itu disebut dengan endoskeleton yang membuat
karang lunak akan membusuk jika mati. Untuk memastikan bahwa spesimen
tersebut adalah karang lunak yaitu dengan melihat tentakelnya yang selalu
berjumlah delapan dan berduri. Oleh karena itu, karang lunak dikenal dengan
sebutan “octocoral”.
Kerangka kapur yang menyusun tubuh karang lunak terdiri dari kandungan
kalsium karbonat yang padat dan keras. Kerangka tersebut disebut dengan spikula
yang berfungsi sebagai penyokong seluruh bagian tubuh karang lunak mulai dari
bagian basal tempat melekat sampai ke ujung tentakel. Umumnya spikula pada
bagian basal tentakel dan pada dinding tubuh di antara septa tersebar kurang
merata. Dibagian bawah antokodia, sebaran spikula merata dan tersusun dalam
jumlah besar sehingga memberi kesan lebih kokoh dan tidak lentur. Susunan,
bentuk dan ukuran, bahkan warna spikula sangat penting untuk mengidentifikasi
jenis (Manuputty, 2002).
BAB IIIKESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah mengenai morfologi karang ini adalah :
1. Karang terbagi atas dua jenis yaitu karang keras dan karang lunak.
2. Berdasarkan pertumbuhannya, bentuk karang terbagi atas dua jenis, yaitu
Acropora dan non-acropora.
3. Secara morfologi, karang merupakan individu (hewan) yang terdiri dari
jaringan keras (rangka kapur/CaCO3) dan jaringan lunak (polip) serta
memiliki organ luar seperti tentakel dan mulut.
4. Tipe Koralit terbagi atas tiga jenis, yaitu dinding terpisah, dinding
menyatu dan spesial.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2013. Sebaran Dan Keanekaragaman Ikan Target Pada Kondisi Dan Topografi Terumbu Karang Di Pulau Samatellulompo Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin.
Akbar. 2013. Kaitan Kondisi Oseanografi Dengan Kepadatan Dan Keanekaragaman Karang Lunak Di Pulau Laelae, Pulau Bonebatang Dan Pulau Badi. Universitas Hasanuddin.
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef). http://www.ubb.ac.id
Arham. 2010. Sebaran dan Keragaman Ikan Karang di Pulau Barranglompo: Kaitannya dengan Kondisi dan Kompleksitas Habitat. Universitas Hasanuddin.
Dahuri, Rokhim. 1999. Kebijakan Dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan Dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia. Jakarta.
English S, Wilkinson C, Baker V. 1998. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Townsville: Australian Institute Of Marine Science.
Guilcher Andre. 1988. Coral Reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester
Ilham. 2007. Keterkaitan Kondisi dan Rugositas Terumbu Karang dengan Kelimpahan dan Keragaman Ikan Karang di Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin.
Manuputty. 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI,
Manuputty. 2010. Sebaran Karang Lunak, Marga Sinularia May, 1898 (Octocorallia, Alcyonacea) Di Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan Timur. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
15
16
Sandy. 2000. Penempelan Fragmen Buatan Sinularia sp. Pada Substrat Pecahan Karang. Institut Pertanian Bogor.
Suharsono, 1994. Metode Penelitian Terumbu Karang. Pelatihan Metode Penelitian Dan Kondisi Terumbu Karang. Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang: 115 Hlm.
Suharsono, 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai Di Perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian Dan Pengembagan Oseanologi. Proyek Penelitian Dan Pengembangan Daerah Pantai: 116 Hlm.
Veron, JEN. 2000. Corals Of The World. Vol. 1. Australian Institute Of Marine Science & CRR, Qld: Xii + 463 Hlm.
Yusri, Safran. 2012. Teknik Identifikasi Karang Keras (Hard Coral) (Terangi). http://www.terangi.or.id/ . Diakses pada 15 Maret 2015