Post on 09-Dec-2015
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 1
Optimasi Produksi Terintegrasi Untuk Lapangan Dengan Sumur ESP Oleh :
Ria Perdana Putra*
Dr.Ir. Pudjo Sukarno**
Sari
Electric Submersible Pump (ESP) merupakan salah satu metode Artificial Lift yang banyak digunakan
pada industri perminyakan. ESP bekerja dengan cara memberikan tekanan tambahan pada fluida reservoir untuk
sehingga dapat mengalir ke permukaan. Sumur yang diproduksikan dengan menggunakan ESP akan mengalami
penurunan produktivitas seiring dengan penurunan tekanan reservoir atau meningkatnya water cut. Hal ini
mengakibatkan ESP tidak dapat beroperasi sesuai dengan spesifikasinya, dan dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan (akibat downthrust). Untuk menghindari kerusakan tersebut, maka perlu dilakukan penggantian ESP
yang memerlukan operasi work over, yang memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu, diperlukan ESP yang
mampu beroperasi untuk waktu yang relatif panjang namun juga dapat memberikan kumulatif produksi yang
besar.
Pada tugas akhir ini, ESP akan dipasang pada 3 sumur produksi setelah sebelumnya sumur mengalir
secara alamiah. Pemilihan ESP yang akan dipasang dilakukan berdasarkan hasil sensitivitas laju alir yang dapat
diberikan oleh reservoir, dengan mempertimbangkan kumulatif produksi minyak yang didapat. Sensitivitas laju
alir juga digunakan untuk penggantian ESP untuk laju alir yang lebih rendah daripada ESP sebelumnya.
Dari hasil sensitivitas yang telah dilakukan, telah dipilih jenis-jenis ESP yang dapat memberikan
produksi kumulatif minyak terbesar pada 3 buah sumur yang diteliti selama 20 tahun masa kontrak, serta telah
disusun jadwal workover untuk penggantian ESP pada sumur-sumur tersebut. Pemasangan ESP ternyata juga
dapat menaikkan perolehan kumulatif minyak serta mempercepat perolehan minyak dari model reservoir yang
digunakan.
Kata kunci : Electric Submersible Pump, optimasi produksi, pemodelan terintegrasi
Abstract
Electric Submersible Pump (ESP) is one of the Artificial Lift method that widely used in petroleum
industry. ESP works by giving additional pressure to the reservoir fluids, so it can flow to the surface. Well that
produced by using ESP, its productiviy will be decreased due to pressure decline or increasing water cut. This
will make ESP not operating as its specification, and therefore will be damaged because of downthrust. In order
to avoid the damage, the previous ESP need to be replaced with a new one that required expensive workover
operation. Therefore , it is important to select ESP that can be used in a relatively long period of time, but also
can produced higher oil cumulative production.
In this final project, ESP will be installed on 3 producing wells, after they flowing naturally. ESP
selection is based on liquid flowrate sensitivity analysis by considering the oil cumulative production at the end
of contract period. Liquid flowrate sensitivity also used on selecting ESP that will be used to replace the old one.
From sensitivity result, ESP types that will be used on 3 producing wells has been chosen which can
give maximum oil cumulative production at the end of 20 years contract period. Workover operation schedule
also had been arranged for these producing wells in order to replaced the old ESP with the new ones. ESP
installation also can increase oil cumulative recovery and accelerating oil recovery from reservoir model that
used in this study.
Keywords: Electric Submersible Pump, production optimization, integrated modelling
*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
**) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 2
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan
sumur untuk mengangkat fluida ke permukaan akan
semakin menurun. Hal ini terutama disebabkan
karena penurunan tekanan reservoir serta
meningkatnya water cut. Jika tekanan reservoir
terlalu kecil, maka sumur tidak dapat berproduksi
secara alamiah ataupun kinerja sumur tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk meningkatkan
kinerja sumur tersebut, maka dibutuhkan suatu
usaha pengangkatan buatan, yaitu dengan
memberikan energi tambahan untuk mengalirkan
fluida ke permukaan. Salah satu metode
pengangkatan buatan yang sering dilakukan adalah
dengan menggunakan Electric Submersible Pump
(ESP).
Electric Submersible Pump (ESP) bekerja dengan
cara memberikan tambahan tekanan pada fluida
sehingga fluida dapat mengalir sampai ke
permukaan. ESP sesuai untuk digunakan pada
sumur-sumur dengan water cut tinggi dan gas oil
ratio (GOR) yang rendah.
Dalam tugas akhir ini, dilakukan studi kasus tentang
penggunaan ESP untuk suatu reservoir yang
mempunyai 5 sumur, dimana lokasi setiap sumur
ditentukan melalui optimasi produksi pada sistem
reservoir, sumur dan fasilitas permukaan yang sudah
terintegrasi. Dari kelima sumur tersebut, dalam
tugas akhir ini akan dilakukan optimasi produksi
terhadap 3 sumur dengan mempertimbangkan
produksi kumulatif minyak yang dihasilkan selama
20 tahun masa kontrak.
Optimasi yang dilakukan meliputi laju produksi
fluida, jadwal pemasangan dan penggantian ESP,
serta penentuan spesifikasi pompa, motor dan kabel
yang digunakan. Optimasi ini diharapkan dapat
menghasilkan percepatan perolehan minyak
dibandingkan dengan metode sembur alam.
Tujuan
Tujuan yang akan dicapai pada tugas akhir ini
adalah :
1. Memilih jenis ESP yang akan digunakan
dengan mempertimbangkan kemampuan sumur
untuk berproduksi.
2. Melakukan penjadwalan work over untuk
penggantian ESP yang sesuai dengan kondisi
sumur.
II. OPTIMASI PENGGUNAAN ESP DALAM
UPAYA MEMPERCEPAT RECOVERY
Pada tugas akhir ini, pertama-tama sumur dibiarkan
untuk berproduksi secara alamiah. Hasil produksi
lapangan secara alamiah dapat dilihat pada gambar 1
dibawah.
Gambar 1. Produksi kumulatif lapangan secara
alamiah
Setelah itu, secara perlahan-lahan laju alir sumur
mulai turun seiring dengan penurunan tekanan
reservoir. Agar penurunan laju alir tidak terlalu
drastis, diputuskan untuk dipasang ESP. Dalam hal
ini reservoir diproduksi untuk suatu harga plateau
rate tertentu dengan menggunakan ESP yang
mempunyai kapasitas produksi sesuai dengan harga
plateau yang diproduksikan. Sebelumnya, terlebih
dahulu dilakukan sensitivitas laju alir yang akan
diangkat oleh ESP. Setelah sensitvitas dilakukan,
maka dipilih laju alir yang dapat memberikan
kumulatif produksi terbesar.
Setelah beberapa waktu, maka laju alir akan kembali
turun, sehingga perlu dilakukan penggantian ESP.
Untuk itu kembali dilakukan sensitivitas pemilihan
laju alir dengan pertimbangan jumlah kumulatif
produksi yang dihasilkan. Hal yang sama dilakukan
kembali untuk penggantian ESP berikutnya hingga
akhir masa kontrak.
Melalui pemilihan ESP yang tepat, maka dapat
dihasilkan kumulatif produksi yang lebih cepat
dibandingkan dengan produksi secara alamiah. Hal
ini tentu saja sangat menguntungkan jika ditinjau
dari segi ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka diperlukan suatu pemodelan antara sistem
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200 250 300
FOP
T (J
uta
Bar
rel)
Waktu (Bulan)
FOPT vs Bulan
FOPT vs Time
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 3
reservoir, sumur dan fasilitas permukaan yang
terintegrasi.
III. MODEL RESERVOIR, SUMUR DAN
FASILITAS PERMUKAAN
Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan
sebelumnya, maka perlu dilakukan pemodelan
secara terintegrasi untuk sistem reservoir, sumur dan
fasilitas permukaan. Untuk itu, penelitian diawali
dengan membangun model sistem sumur yang
terpadu mulai dari pemodelan reservoir, sumur,
flowline, dan separator. Model reservoir dibuat
dengan menggunakan software PETREL, yang
selanjutnya akan disimulasikan dengan
menggunakan simulator ECLIPSE.
Selanjutnya dibuat model fasilitas produksi dengan
menggunakan software Pipesim, yang terdiri dari
sumur dengan ESP, flowline, dan separator. Model
reservoir dan model fasilitas produksi diintegrasikan
dengan menggunakan Simulator FPT (Field
Planning Tool). Simulasi akan dilakukan untuk tiga
sumur produksi, yaitu sumur P2, P3 dan P5, yang
memiliki lokasi yang berbeda-beda.
3.1 Model Reservoir
Model reservoir yang digunakan pada tugas akhir ini
dibuat dengan menggunakan software PETREL™.
Model yang digunakan berbentuk segi empat
dengan panjang dan lebar masing-masing 3000 ft
dan terbagi dalam 20x20 grid. Reservoir berada
pada kedalaman 4000-4200 ft dari permukaan
dengan ketebalan 200 ft dan terbagi ke dalam 40
layer.
Gambar 2. Model reservoir yang digunakan pada
tugas akhir ini
Model reservoir bersifat heterogen dengan harga
porositas dan permeabilitas yang bervariasi. Adapun
besar koefisien Dykstra-Pearsons model reservoir
ini adalah 0,3, yang menandakan bahwa reservoir ini
cukup heterogen.
Data porositas berasal dari lapangan X, yang
kemudian disebar menggunakan metode Sequential
Gaussian oleh software Petrel. Dari hasil persebaran
tersebut, didapatkan harga porositas yang berkisar
antara 15% - 30%.
Harga permeabilitas horizontal didapat dengan
menggunakan korelasi formasi porositas-
permeabilitas dari formasi batupasir Tertiary
Bausteinschicten (Fuchtbauer, 1967), seperti dapat
dilihat pada gambar 3. Dari korelasi tersebut,
didapatkan harga permeabilitas horizontal yang
berkisar antara 3 mD - 1050 mD.
PermI=0.5*(Exp(PHIE*40))*0.0075……(3.1)
PermK=PermI/10………….……………..(3.2)
Gambar 3. Korelasi permeabilitas terhadap porositas
pada formasi batupasir Tertiary Bausteinschicten
Permeabilitas vertikal dihitung dengan rumus
sepersepuluh permeabilitas horizontal. Namun, pada
layer 19, 20 dan 21 permeabilitas vertikal berharga
0. Ini bertujuan untuk memodelkan lapisan
impermeabel antara zona atas dan bawah, sehingga
tidak ada komunikasi di antara kedua zona tersebut.
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 4
Zona atas ditembus oleh dua buah sumur produksi,
yaitu sumur P1 dan P4, dengan mekanisme
pendorongan gas terlarut. Sedangkan zona bawah
ditembus oleh tiga buah sumur produksi, yaitu
sumur P2, P3 dan P5, dengan tenaga dorong air.
Pemasangan ESP rencananya akan dilakukan pada 3
buah sumur produksi yang menembus zona bawah.
Model reservoir merupakan consolidated sandstone
dan memiliki aquifer analitik dibawahnya dengan
volume 10 kali volume reservoir. Model aquifer
yang digunakan adalah model Fetkovich dengan
arah aliran dari bawah ke atas.
Untuk fluida reservoir digunakan model Black Oil
dengan API 35. Tekanan awal reservoir adalah
sebesar 2800 psi pada kedalaman 4000 ft, dengan
tekanan gelembung 1200 psi. Adapun cadangan
yang terdapat di reservoir ini adalah sebesar 40
MMSTB.
Pemilihan letak sumur dilakukan dengan
mempertimbangkan jumlah kumulatif minyak yang
dapat terproduksikan secara alami, dengan cara
membuka sumur pada lokasi dan lapisan yang
memiliki properti yang baik.
Tabel 1. Properti fisik reservoir
No. Properti Harga Satuan
1 Kedalaman 4000-4200 Ft
2 Tekanan
reservoir 2800 @ 4000 ft Psi
3 Temperatur
reservoir 160 °F
4 Tebal formasi 200 Ft
5 Permeabilitas 3-1050 mD
6 Porositas 15-30 %
Tabel 2. Properti fisik fluida reservoir
Parameter Harga Satuan
Oil Gravity 35 API
Tekanan Gelembung 1200 psi
Densitas Air 63,7 lb/ft3
SGgas 0,7 -
3.2 Simulasi Reservoir
Simulasi reservoir dilakukan pada model reservoir
yang telah dibuat dengan menggunakan software
Eclipse. Simulator yang digunakan adalah simulator
black oil Eclipse 100. Simulasi dilakukan untuk
mencari letak dan kedalaman perforasi yang dapat
memberikan produksi kumulatif yang paling
optimum. Dari hasil simulasi ini, didapatkan letak
sumur yang optimum seperti disajikan pada gambar
4. Dengan konfigurasi tersebut, didapatkan produksi
kumulatif minyak selama 20 tahun masa kontrak
adalah sebesar 12.4 MMSTB.
Gambar 4. Letak sumur optimum
Tabel 2 . Letak perforasi tiap sumur
Sumur Layer yang diperforasi
P1 15-18
P2 34-38
P3 35-38
P4 14-18
P5 35-38
3.3 Model Sumur dan Fasilitas Permukaan
Pembuatan model jaringan perpipaan dari sumur-
sumur produksi menuju separator yang digunakan
pada penelitian ini menggunakan software
PIPESIMTM .Tubing yang digunakan pada kelima
sumur produksi memiliki diameter dalam sebesar
3.5 inch dengan kedalaman hingga 4200 ft. Wall
thickness tubing adalah 0.5 inch dan besarnya
roughness 0.001.
Flowline yang digunakan memiliki ID sebesar 4
inch dengan roughness 0.001 inch dan ketebalan 0.5
inch. Panjang flowline merepresentasikan letak
sumur sesuai model reservoir pada PETREL. Fluida
dari sumur langsung dialirkan melalui flowline
menuju separator yang bertekanan 100 psi.
Separator diletakkan di tengah-tengah reservoir
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 5
untuk menimimalkan pressure loss di sepanjang
flowline.
Korelasi yang digunakan dalam perhitungan
pressure loss pada aliran vertikal adalah korelasi
Hagedorn & Brown, sedangkan pada aliran
horizontal di flowline adalah korelasi Beggs & Brill
Revised.
Model jaringan sumur dan fasilitas permukaan yang
digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 5 di bawah. Sedangkan jarak masing-masing
sumur dari separator disajikan pada tabel 3.
Gambar 5. Jaringan sumur dan fasilitas permukaan
Tabel 3. Jarak sumur dari separator
Sumur Jarak dari separator (feet)
P1 1280
P2 580
P3 1180
P4 1150
P5 1420
3.4 Integrasi Model Reservoir dan Fasilitas
Permukaan
Software Field Planning Tool (FPT) digunakan
untuk mengintegrasikan model reservoir dari
ECLIPSE dengan model sumur dan fasilitas
permukaan dari PIPESIM. Software Field Planning
Tool (FPT) bekerja dengan cara mentransfer data
tekanan, laju alir dan sifat fisik fluida dari simulator
Eclipse, sehingga data-data tersebut dapat menjadi
input untuk Pipesim pada suatu waktu tertentu. Hal
yang sama dilakukan terus menerus selama 20 tahun
hingga masa kontrak habis.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan ESP
Pada tugas akhir ini, akan dilakukan optimasi
pemasangan ESP pada 3 sumur produksi yang
menembus zona bawah, yaitu sumur P2, P3 dan P5,
dengan mempertimbangkan jumlah kumulatif
minyak yang dapat terproduksi dari masing-masing
sumur tersebut.
4.1.1 Sumur P2
Sumur P2 mampu berproduksi pada laju alir 1000
bbl/hari secara natural selama ± 59 bulan. Setelah
itu, laju alir cairan turun, sehingga diputuskan untuk
memasang ESP. Untuk itu dilakukanlah sensitivitas
laju alir cairan yang akan diproduksikan dari sumur
tersebut Laju alir cairan yang digunakan untuk
sensitivitas ada 3, yaitu 700, 600 dan 500 bbl/hari.
Tabel 4 merupakan perbandingan antara ketiga laju
alir cairan yang digunakan.
Dari hasil sensitivitas ini, diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 700 bbl/hari,
karena memberikan produksi kumulatif minyak
yang terbesar. Adapun pompa yang digunakan
adalah Reda DN950 dengan diameter 4 inch,
efisiensi 59,3 % , jumlah stage 181 dan daya 33.5
HP.
Tabel 4. Hasil sensitivitas pemasangan ESP pertama
pada sumur P2
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
700 21 2.180.670
600 36 2.076.075
500 43 2.084.068
Tanpa Pompa - 2.153.961
Setelah 21 bulan semenjak pemasangan ESP
pertama, laju alir perlahan mulai turun dari harga
700 bbl/hari, sehingga perlu dilakukan penggantian
ESP. Untuk itu kembali dilakukan sensitivitas untuk
memilih laju alir serta pompa yang akan digunakan
berikutnya. Kali ini laju alir yang digunakan untuk
sensitivitas ada dua, yaitu 500 dan 400 bbl/hari.
Hasil sensitivitas yang kedua ini disajikan pada tabel
5.
Tabel 5. Hasil sensitivitas pemasangan ESP
kedua pada sumur P2
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 6
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
500 25 2.250.730
400 37 2.210.152
Tanpa Pompa - 2.153.961
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa penggantian ESP
dengan laju alir cairan 500 bbl/hari memberikan
kumulatif produksi yang lebih banyak, sehingga
diputuskan menggunakan laju alir cairan sebesar
500 bbl/hari. Pompa yang digunakan adalah DN 800
yang memiliki diamater 4 inchi, serta efisiensi 56.71
%, jumlah stage 104 serta daya 18 HP pada kondisi
desain.
Setelah 25 bulan semenjak pemasangan ESP kedua,
laju alir cairan kembali turun dari harga 500
bbl/hari, sehingga perlu dilakukan penggantian ESP.
Sensitivitas kembali dilakukan dengan
menggunakan dua laju alir yang berbeda, yaitu 400
dan 300 bbl/hari. Hasil sensitivitas disajikan pada
tabel 6.
Tabel 6. Hasil sensitivitas pemasangan ESP ketiga
pada sumur P2
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
400 11 2.250.690
300 16 2.256.391
Tanpa Pompa - 2.153.961
Dari tabel 7, dapat dilihat bahwa jumlah kumulatif
minyak akan lebih besar untuk laju alir cairan
sebesar 300 bbl/hari, sehingga diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 500 bbl/hari.
Pompa yang digunakan masih DN 800, tetapi
dengan kondisi desain yang berbeda, yaitu efisiensi
50 %, jumlah stage 125 serta daya 16 HP.
Setelah 16 bulan semenjak pemasangan ESP ketiga,
laju alir cairan kembali turun dari harga 300
bbl/hari, sehingga perlu dilakukan penggantian ESP.
Sensitivitas kembali dilakukan dengan
menggunakan dua laju alir yang berbeda, yaitu 200
dan 100 bbl/hari. Namun, tidak ada ESP yang dapat
digunakan pada laju alir 200 bbl/hari dikarenakan
tekanan reservoir yang sudah cukup kecil, sehingga
diputuskan untuk menggunakan laju alir 100
bbl/hari saja. Pompa yang digunakan adalah Reda
A230 dengan diameter 3,37 inch, jumlah stage 255,
efisiensi 27.7 % dan kebutuhan daya sebesar 11,2
HP. Adapun produksi kumulatif minyak yang
dihasilkan adalah sebesar 2256434 bbl.
Laju alir cairan 100 bbl/hari dapat bertahan konstan
hingga bulan ke-176. Setelah itu, laju alir cairan
turun, namun tidak ada pompa yang dapat
digunakan untuk laju alir dibawah 100 bbl/hari,
sehingga pada bulan ke-176 diputuskan untuk
melepas pompa dari sumur P2 dan membiarkan
produksi berjalan secara alami.
Tabel 7 mentabulasikan jadwal pemasangan ESP
pada sumur P2 beserta jenis pompa yang digunakan.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pemasangan
ESP dapat meningkatkan produksi kumulatif
minyak dari sumur P2 ini, yaitu dari 2153961 bbl
sebelum pemasangan ESP, menjadi 2256434 bbl
setelah pemasangan ESP.
Tabel 7. Jadwal pemasangan ESP pada sumur P2
Bulan Laju Alir
(bbl/hari)
Jenis
Pompa
WOPT
(bbl)
59 700 DN950 2.180.670
85 500 DN800 2.250.730
105 300 DN800 2.256.391
121 100 A 230 2.256.434
4.1.2 Sumur P3
Sumur P3 mampu berproduksi pada laju alir 1000
bbl/hari secara natural selama ± 56 bulan. Setelah
itu, laju alir cairan turun, sehingga diputuskan untuk
memasang ESP. Untuk itu dilakukanlah sensitivitas
laju alir cairan yang akan diproduksikan dari sumur
tersebut Laju alir cairan yang digunakan untuk
sensitivitas ada 3, yaitu 700, 600 dan 500 bbl/hari.
Tabel 8 merupakan perbandingan antara ketiga laju
alir cairan yang digunakan.
Tabel 8. Hasil sensitivitas pemasangan ESP pertama
pada sumur P3
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
700 20 2.173.961
600 28 2.103.859
500 41 2.120.196
Tanpa Pompa - 2.158.235
Dari hasil sensitivitas ini, diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 700 bbl/hari,
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 7
karena memberikan produksi kumulatif minyak
yang terbesar. Adapun pompa yang digunakan
adalah Reda DN950 dengan efisiensi sebesar 57.82
% , jumlah stage 177 dan daya 33 HP.
Setelah 20 bulan setelah pemasangan ESP pertama,
laju alir perlahan mulai turun dari harga 700
bbl/hari, sehingga perlu dilakukan penggantian ESP.
Untuk itu kembali dilakukan sensitivitas untuk
memilih laju alir serta pompa yang akan digunakan.
Laju alir yang digunakan pada sensitivitas ini adalah
sebesar 500 dan 400 bbl/hari. Hasil sensitivitas yang
kedua ini disajikan pada tabel 10.
Tabel 9. Hasil sensitivitas pemasangan ESP kedua
pada sumur P3
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
500 18 2.174.228
400 30 2.169.128
Tanpa Pompa - 2.158.235
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa penggantian ESP
dengan laju alir cairan 500 bbl/hari memberikan
kumulatif produksi yang lebih banyak, sehingga
diputuskan menggunakan laju alir cairan sebesar
500 bbl/hari. Pompa yang digunakan adalah DN 800
yang memiliki diamater 4 inchi, serta efisiensi 56.1
%, jumlah stage 137 serta daya 22 HP pada kondisi
desain.
Setelah 18 bulan semenjak pemasangan ESP kedua,
laju alir cairan kembali turun dari harga 500
bbl/hari, sehingga perlu dilakukan penggantian ESP.
Sensitivitas kembali dilakukan dengan
menggunakan dua laju alir yang berbeda, yaitu 400
dan 300 bbl/hari. Hasil sensitivitas disajikan pada
tabel 10.
Tabel 10. Hasil sensitivitas pemasangan ESP ketiga
pada sumur P3
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
400 16 2.151.015
300 40 2.196.245
Tanpa Pompa - 2.158.235
Dari tabel 11, dapat dilihat bahwa jumlah kumulatif
minyak akan lebih besar untuk laju alir cairan
sebesar 300 bbl/hari, sehingga diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 300 bbl/hari.
Pompa yang digunakan adalah D 400, dengan
efisiensi 51.3 %, jumlah stage 126 serta daya 13 HP.
Setelah 40 bulan, laju alir kembali menurun,
sehingga diputuskan untuk dilakukan penggantian
pompa. Untuk itu kembali dilakukan sensitivitas
untuk memilih laju alir serta pompa yang akan
digunakan. Laju alir yang digunakan pada
sensitivitas ini adalah sebesar 200 dan 100 bbl/hari.
Namun, laju alir 200 bbl/hari tidak dapat tercapai
dikarenakan tekanan reservoir yang sudah kecil,
sehingga diputuskan untuk menggunakan laju alir
100 bbl/hari. Pompa yang digunakan adalah Reda
A230 dengan diameter 3,37 inch, jumlah stage 211,
efisiensi 28.3 % dan kebutuhan daya sebesar 9.2 HP.
Adapun produksi kumulatif minyak yang dihasilkan
adalah sebesar 2189928 bbl.
Laju alir cairan 100 bbl/hari dapat bertahan konstan
hingga bulan ke-200. Setelah itu, laju alir cairan
turun, namun tidak ada pompa yang dapat
digunakan untuk laju alir dibawah 100 bbl/hari.
Pada bulan ke-202, sumur ini mati karena laju
produksi minyaknya kurang dari 10 bbl/hari, karena
water cut nya yang tinggi yaitu mencapai 74 %.
Tabel 11 mentabulasikan jadwal pemasangan ESP
pada sumur P3 beserta jenis pompa yang digunakan.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pemasangan
ESP dapat meningkatkan produksi kumulatif
minyak dari sumur P3 ini, yaitu dari 2158235 bbl
sebelum pemasangan ESP, menjadi 2256434 bbl
setelah pemasangan ESP.
Tabel 11. Jadwal pemasangan ESP pada sumur P3
Bulan Laju Alir
(bbl/hari)
Jenis
Pompa
WOPT
(bbl)
56 700 DN950 2.173.961
86 500 DN800 2.174.228
104 300 D 400 2.196.245
144 100 A 230 2.256.434
4.1.3 Sumur P5
Sumur P5 mampu berproduksi pada laju alir 1000
bbl/hari secara natural selama ± 63 bulan. Setelah
itu, diputuskan untuk dipasang ESP. Sensitivitas laju
alir cairan kembali dilakukan pada sumur ini,
dengan menggunakan laju alir 700, 600 dan 500
bbl/hari. Tabel 12 merupakan perbandingan antara
ketiga laju alir cairan yang digunakan.
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 8
Tabel 12. Hasil sensitivitas pemasangan ESP
pertama pada sumur P5
Dari hasil sensitivitas ini, diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 500 bbl/hari,
karena memberikan produksi kumulatif minyak
yang terbesar. Pompa yang digunakan adalah Reda
DN800 dengan efisiensi sebesar 56,3 % , jumlah
stage 80 dan daya 14 HP.
Setelah 37 bulan semenjak pemasangan ESP kedua,
laju alir cairan kembali turun dari harga 500
bbl/hari, sehingga perlu dilakukan penggantian ESP.
Sensitivitas kembali dilakukan dengan
menggunakan dua laju alir yang berbeda, yaitu 400
dan 300 bbl/hari. Hasil sensitivitas disajikan pada
tabel 13.
Tabel 13. Hasil sensitivitas pemasangan ESP kedua
pada sumur P5
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
400 24 2.071.520
300 28 2.047.587
Tanpa Pompa - 2.068.480
Dari tabel 13, dapat dilihat bahwa jumlah kumulatif
minyak akan lebih besar untuk laju alir cairan
sebesar 400 bbl/hari, sehingga diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 400 bbl/hari.
Pompa yang digunakan adalah D 400, dengan
efisiensi 52.8 %, jumlah stage 136 serta daya 16
HP.
Setelah 24 bulan, laju alir kembali menurun,
sehingga diputuskan untuk dilakukan penggantian
pompa. Untuk itu kembali dilakukan sensitivitas
untuk memilih laju alir serta pompa yang akan
digunakan. Laju alir yang digunakan pada
sensitivitas ini adalah sebesar 300 dan 200 bbl/hari.
Hasil sensitivitas disajikan pada tabel 14.
Tabel 14. Hasil sensitivitas pemasangan ESP ketiga
pada sumur P5
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
300 26 2.072.501
200 62 2.072.811
Tanpa Pompa - 2.068.480
Dari tabel 14, dapat dilihat bahwa jumlah kumulatif
minyak akan lebih besar untuk laju alir cairan
sebesar 200 bbl/hari, sehingga diputuskan untuk
menggunakan laju alir cairan sebesar 200 bbl/hari.
Pompa yang digunakan adalah A 230, dengan
efisiensi 40 %, jumlah stage 285 serta daya 12 HP.
Tabel 15 mentabulasikan jadwal pemasangan ESP
pada sumur P5 beserta jenis pompa yang digunakan.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pemasangan
ESP dapat meningkatkan produksi kumulatif
minyak dari sumur P5 ini, yaitu dari 2068480 bbl
sebelum pemasangan ESP, menjadi 2072811 bbl
setelah pemasangan ESP.
Tabel 15. Jadwal pemasangan ESP pada sumur P5
Bulan Laju Alir
(bbl/hari)
Jenis
Pompa
WOPT
(bbl)
63 500 DN800 2.069.422
100 400 D 400 2.071.520
124 200 A 230 2.072.811
4.2 Pemilihan Motor
Pemilihan motor dilakukan dengan
mempertimbangkan kecepatan cairan memasuki
pompa, yaitu tidak boleh lebih kecil dari 1 ft/detik,
serta kebutuhan daya yang diperlukan oleh pompa
yang akan dipasang. Selama masa produksi,
diharapkan jenis motor yang dipasang tidak diganti-
ganti, sehingga pemilihan motor hanya berdasarkan
kebutuhan pompa ESP yang pertama kali di pasang
pada sumur yang bersesuaian. Pemilihan motor
untuk masing-masing sumur disajikan tabel 16.
Tabel 16. Hasil pemilihan motor
Sumur
Parameter P2 P3 P5
Seri 540 S 540 S 540 S
Frekuensi 60 60 60
HP motor 37.5 37.5 25
Voltase 500 500 500
Ampere 45.5 45.5 30.5
Rate ESP
(bbl/day)
Plateau Time
(Bulan)
WOPT
(bbl)
700 14 2.069.422
600 18 2.069.474
500 37 2.069.857
Tanpa Pompa - 2.068.480
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 9
4.3 Pemilihan Kabel
Pemilihan kabel dilakukan dengan
mempertimbangkan kehilangan tegangan yang
dialami pada kabel dari permukaan sampai ke
pompa. Kehilangan tegangan yang terlalu besar
akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi.
Untuk itu, dipilihlah kabel yang dapat memberikan
penurunan tegangan yang kecil, sehingga
diharapakan kerugian karena kehilangan tegangan
dapat diminimumkan.
Dengan mempertimbangkan parameter-parameter
yang telah disebutkan sebelumnya, maka kabel yang
dipilih untuk ketiga sumur produksi tersebut adalah
kabel #1 Cu, karena memberikan penurunan
tegangan yang paling kecil, sehingga total
kebutuhan daya listrik juga dapat berkurang.
V. KESIMPULAN
1. Pemasangan ESP dapat meningkatkan
kumulatif produksi minyak dari reservoir yang
diteliti, yaitu dari 12,4 MMSTB menjadi 12,6
MMSTB.
2. Telah disusun jadwal pemasangan dan
penggantian pompa yang dapat memberikan
produksi kumulatif minyak yang terbesar.
VI. SARAN
1. Perlu dilakukan sensitivitas kedalaman
pemasangan pompa terhadap produksi
kumulatif yang dihasilkan.
2. Perlu dilakukan analisa keekonomian untuk
mengetahui keekonomian pemasangan dan
penggantian ESP pada lapangan ini.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Brown, K.E., et al, The Technology of Artifial
Lift method, Volume 2b, The Petroleum
Publishing Company, Tulsa, 1980.
1. Guo, Boyun., Lyons, William C. dan
Ghalambor, Ali, Petroleum Production
Engineering – A Computer Assisted Approach,
Elsevier Science & Technology Books, 2007.
2. Nelson, Philip, “Permeability- Porosity
Relationship in Sedimentary Rocks”
3. Schlumberger. PIPESIM FPT User Guide.
Schlumberger Information Solution.
4. Simbolon, Fernando Parulian : Optimasi
Penggunaan Esp dalam Sistem Sumur Produksi
Terpadu, Tesis , ITB Bandung, 2010.
5. Tjondrodiputro, B., Bahan kuliah Teknik
Produksi, Jurusan Teknik Perminyakan, ITB
Bandung, 2004.
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 10
LAMPIRAN
Gambar 6. Perbandingan antara laju alir cairan dengan dan tanpa ESP pada sumur P2
Gambar 7. Perbandingan antara kumulatif produksi minyak dengan dan tanpa ESP pada sumur P2
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 11
Gambar 8. Perbandingan antara laju alir cairan dengan dan tanpa ESP pada sumur P3
Gambar 9. Perbandingan antara kumulatif produksi minyak dengan dan tanpa ESP pada sumur P3
Ria Perdana Putra, 12206100 Semester I 2010/2011 12
Gambar 10. Perbandingan antara laju alir cairan dengan dan tanpa ESP pada sumur P5
Gambar 11. Perbandingan antara kumulatif produksi minyak dengan dan tanpa ESP pada sumur P5