Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

21
24 BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME 3.1 Pendahuluan Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (konfigurasi) dasar perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud hanya sebatas pada konfigurasinya saja, tidak sampai pada kandungan materialnya ataupun biota yang tumbuh di atasnya, semata-mata bentuk [Poerbandono, 1999]. Menurut IHO survei batimetri merupakan measured or charted depth of water or the measurement of such depth (IHO, 1970). Pada survei batimetri pengukuran kedalaman dilakukan secara simultan dengan pengukuran posisi horisontalnya, dimana kedalaman sendiri dilakukan dengan alat ukur kedalaman yang menggukan gelombang akustik, sedangkan alat untuk posisi horisontalnya menggunakan prinsip penentuan posisi dengan GPS, dan metode yang dipakai adalah DGPS. Perbedaan metode dan prinsip penentuan posisi horisontal dan kedalaman pada survei batimetri disebabkan oleh medium ukurannya yang berbeda. Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran batimetri adalah dinamika media air laut berupa pasang surut laut, sehingga sangat sulit untuk menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada pengukuran pada pengukuran kedalaman dasar laut perlu dilakukan tiga pengukuran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman, dan pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut kemudian akan menjadi informasi kedalaman laut pada posisi tersebut terhadap suatu bidang referensi (chart datum). 3.2 Survei Batimetri Real Time Survei batimetri real time adalah menentukan besaran-besaran tertentu dalam pelaksaanaan survei yang tidak bisa ditentukan pada saat itu juga. Atau mendefinisikan hasil pengukuran kedalaman (du) menjadi kedalaman sebenarnya ( ) secara real time. Dalam survei batimetri ada beberapa metode yang digunakan, yaitu :

description

shearing dari situs geodesi

Transcript of Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

Page 1: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

24

BAB III

KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

3.1 Pendahuluan

Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman

yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (konfigurasi)

dasar perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud hanya sebatas pada

konfigurasinya saja, tidak sampai pada kandungan materialnya ataupun biota yang tumbuh

di atasnya, semata-mata bentuk [Poerbandono, 1999].

Menurut IHO survei batimetri merupakan measured or charted depth of water or the

measurement of such depth (IHO, 1970). Pada survei batimetri pengukuran kedalaman

dilakukan secara simultan dengan pengukuran posisi horisontalnya, dimana kedalaman

sendiri dilakukan dengan alat ukur kedalaman yang menggukan gelombang akustik,

sedangkan alat untuk posisi horisontalnya menggunakan prinsip penentuan posisi dengan

GPS, dan metode yang dipakai adalah DGPS. Perbedaan metode dan prinsip penentuan

posisi horisontal dan kedalaman pada survei batimetri disebabkan oleh medium ukurannya

yang berbeda.

Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran batimetri adalah dinamika media air

laut berupa pasang surut laut, sehingga sangat sulit untuk menentukan objek yang sama

pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada pengukuran pada pengukuran

kedalaman dasar laut perlu dilakukan tiga pengukuran sekaligus pada waktu yang

bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman, dan

pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut kemudian akan menjadi informasi

kedalaman laut pada posisi tersebut terhadap suatu bidang referensi (chart datum).

3.2 Survei Batimetri Real Time

Survei batimetri real time adalah menentukan besaran-besaran tertentu dalam

pelaksaanaan survei yang tidak bisa ditentukan pada saat itu juga. Atau mendefinisikan

hasil pengukuran kedalaman (du) menjadi kedalaman sebenarnya ( ) secara real time.

Dalam survei batimetri ada beberapa metode yang digunakan, yaitu :

Page 2: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

25

a. Metode Mekanik

b. Metode Optik

c. Metode Akustik

Pada survei batimetri real time, metode yang akan dilakukan adalah metode akustik, alat

yang digunakan adalah echosounder atau perum gema. Teknologi ini menggunakan

transmisi gelombang akustik yang dipancarkan dari transmitter transducer (transduser

pengirim). Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat sekitar

1500 hingga menyentuh dasar perairan. Gelombang yang membentur dasar perairan

kemudian dipantulkan kembali ke atas dan diterima oleh receiver transducer (transduser

penerima) [Poerbandono, 1999].

Pada beberapa instrumen, ke dua transduser tersebut disatukan pada satu alat. Pada

Gambar 3.1 dapat ditunjukkan bahwa alat perum gema akan mengirimkaan gelombang

dan menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali,

sehingga kedalaman perairan (hasil ukuran) pada tempat yang diperum dapat ditentukan

dengan persamaan :

Gambar 3.1 Mengukur Kedalaman Perairan dengan Metode Akustik

∆ ......................................................(3.1)

Dengan :

du = kedalaman hasil ukuran

v = kecepatan gelombang akustik pada medium air

∆ = selang waktu sejak gelombang dipancarkan hingga diterima kembali

Page 3: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

26

Seperti telah diketahui kegiatan survei batimetri terdiri atas tiga kegiatan utama dan ketiga

kegiatan tersebut dapat dilihat dalam Skema 3.1 di bawah ini :

Skema 3.1 Diagram Alur Pengambilan dan Pengolahan Data Pada Survei Batimetri

Dalam proses pengukuran kedalaman menggunakan alat perum akustik kedalaman yang

didapat adalah kedalaman ukuran (du). Dalam Gambar 3.2 menunjukkan bahwa untuk

mendapatkan kedalaman sebenarnya ( ) harus dilakukan proses pemberian koreksi dan

reduksi terhadap nilai kedalaman ukuran. Koreksi dan reduksi yang diberikan adalah:

• Koreksi barcheck

• Koreksi Phytagoras

Pengukuran Kerangka Dasar Geodesi

Pengukuran Kedalaman

Pengamatan Pasut

Pengukuran Posisi Horisontal Fix Perum

Pengukuran Posisi Horisontal Fix Perum

Kedalaman Ukuran

Penentuan MSL

Penentuan Chart Datum

Koreksi :

• Barcheck • Draft Tranduser • Pasut

Kedalaman Terhadap Chart Datum

Penggambaran Lembar Lukis Lapangan

Peta Batimetri

Page 4: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

Gam

Hubu

berik

Deng

Koreksi pas

Draft trandu

mbar 3.2 H

ungan mate

kut :

gan :

= B

= B

= K

= K

= K

sut

user

Hubungan F

ematis keem

acaan keda

acaan keda

Kedalaman t

Kedalaman t

Kedalaman t

Faktor Red

mpat koreks

...............

...............

...............

...............

laman dari

laman yang

itik P tegak

itik P terhad

itik P terhad

duksi dan K

si di atas da

..................

..................

..................

..................

rekaman ala

g telah diber

k lurus di ba

dap permuk

dap CD atau

Koreksi Pad

apat dinyata

..................

..................

..................

..................

at perum ge

ri koreksi ph

awah trandu

kaan laut

u kedalama

da Data Uk

akan dalam

...................

...................

...................

...................

ema

hytagoras

user

n sebenarny

kuran Keda

m bentuk per

...................

...................

...................

...................

ya

27

alaman

rsamaan

......(3.2)

......(3.3)

......(3.4)

......(3.5)

Page 5: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

28

∆ = Koreksi phytagoras

∆ = Koreksi kecepatan barcheck

= Koreksi draft tranduser

= Koreksi Pasut

MLS = Kedudukan permukaan laut pada saat pengukuran kedalaman dilakukan

MSL = Muka laut rata-rata (Mean Sea level)

CD = Muka Surutan (Chart Datum)

= Tinggi permukaan air laut pada bacaan skala palem

= Kedudukan CD di bawah MSL

Pemberian koreksi pasut ( ) pada survei batimetri saat ini tidak bisa dilakukan pada saat

pengukuran itu juga. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan koreksi pasut diperlukan

beberapa tahapan. Untuk menuju survei batimetri real time maka dibutuhkan suatu sistem

untuk mendapatkan koreksi pasut secara real time. Tahapan-tahapan tersebut adalah :

3.2.1 Pengamatan Pasut

Prinsip pengamatan pasang surut laut (pasut) adalah mengamati perubahan kedudukan

permukaan laut dalam selang waktu tertentu. Pengamatan pasut pada survei batimetri

adalah untuk mendefinisikan bidang referensi kedalaman (chart datum) dan rata-rata muka

laut (MSL).

Seperti dijelaskan pada bab II ada beberapa metode pengamatan pasut, yang akan

dilakukan untuk menuju penerapan survei batimetri real time ada dua metode yang

digunakan. Metode tersebut adalah :

a. Pengamatan dengan Menggunakan Palem

Cara pelaksanaan yang paling sederhana untuk mengamati pasang surut laut yaitu dengan

cara menempatkan rambu ukur atau palem pada tempat yang memungkinkan. Seperti

ditunjukkan pada Gambar 3.3

Page 6: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

Peng

wakt

dan

deng

palem

mend

kemu

Pada

meng

adala

Gam

gamatan un

tu 20-30 m

perubahan

gan membac

m. Pemba

dapatkan n

udian diamb

a pengamata

getahui ked

ah pengika

mbar 3.4

Gamb

ntuk pembac

menit. Penga

tinggi air

ca ketinggia

caan tingg

ilai pembac

bil nilai rat

an pasut den

dudukan no

tan stasiun

bar 3.3 Pen

caan alat p

amatan dapa

berubah d

an permuka

gi air dila

caan yang m

ta-ratanya.

ngan mengg

l palem rela

pengamata

ngamatan P

pengamatan

at dilakukan

dengan cep

aan air pada

akukan den

meyakinkan

gunakan pa

atif terhada

an pasut. C

Pasut Denga

pasang sur

n lebih seri

at. Pencata

a saat terseb

ngan ketel

n maka pem

lem perlu d

ap suatu titik

Contoh pela

an Palem

rut dilakuk

ng jika tun

atan data p

but yang dit

litian hingg

mbacaan di

dilakukan su

k di pantai

aksanaan se

kan dengan

nggang airny

palem dilak

tunjukan ol

ga 1 cm.

lakukan 3 k

uatu prosedu

i. Prosedur

eperti terlih

29

interval

ya besar

ksanakan

eh skala

Untuk

kali dan

ur untuk

tersebut

hat pada

Page 7: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

30

Gambar 3.4 Pengikatan Stasiun Pasut ke BM Pasut [Manurung, 2004]

Pengikatan stasiun pengamat pasut dilakukan dengan pengukuran sipat datar untuk

menentukan beda tinggi nol palem relatif terhadap titik pengikat. Jika selisih tinggi palem

terhadap titik ikat diketahui, maka selisih tinggi tersebut nantinya akan digunakan untuk

mendefinisikan tinggi titik ikat itu sendiri setelah datum vertikal ditentukan dengan

pengamatan pasut. Gambar 3.5 memperlihatkan kedudukan palem di P sebesar ∆

terhadap titik pengikat BM. Tinggi muka air yang diamati, diukur realtif terhadap nol

palem berdasarkan beda tinggi yang diukur dengan sipat datar.

Gambar 3.5 Skema Pengikatan Stasiun Pengamat Pasut [Djunarsjah, 2007]

b. Pengamatan Menggunakan Alat Pencatat Otomatis

Cara pelaksanaan pengamatan pasut dengan menggunakan alat otomatis yaitu dengan

menggunakan alat pencatat tipe tekanan dan tipe pelampung. Prinsip kerja kedua alat

tersebut telah dibahas pada BAB II.

Page 8: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

31

3.2.2 Pengolahan Data pasut

Data pasut dapat diperoleh dari hasil pembacaan langsung dari palem, atau dari hasil

rekaman tide graph Data pasut hasil pembacaan palem dicatat dalam formulir

pengamatan pasut, dengan format seperti pada Gambar 3.6 :

Formulir Pengamatan Pasut Nama Proyek : Lokasi : Koordinat : Stasiun Pengikat : Koordinat Stasiun Pengikat : Pencatat : Sketsa Lokasi :

Tanggal Jam TMA* Tanggal Jam TMA ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Catatan :*=Tinggi Muka Air

Gambar 3.6 Formulir Pengamatan Pasut

Data pasut pada formulir pengamatan pasut tersebut, sebelum diolah harus dilakukan

proses penghalusan data pasut (smoothing). Proses smoothing ini dilakukan terhadap data

pasut yang menyimpang dari data pasut sekitarnya karena kesalahan dalam membaca

palem atau karena pengaruh dari gelombang laut.

Pada hasil pengamatan dengan Automatic Tide Gauge proses smoothing dilakukan pada

saat membaca tide graph, karena rekaman pada kertas tide graph bergerigi yang

dipengaruhi oleh besarnya gelombang laut. Proses smoothing rekaman pasut pada kertas

tide graph dapat dilihat pada Gambar 3.7 di bawah ini :

Page 9: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

32

Gambar 3.7 Proses Smooting Pada Pembacaan Rekaman Tide Graph

Data pasut hasil proses smoothing ini kemudian disusun dalam suatu tabel pasut (3.1)

dengan format sebagai berikut :

Tanggal Waktu Bacaan Pasut

.... .... ....

.... .... ....

Tabel 3.1 Format tabel Pasut

Melalui analisis harmonik terhadap data pengamatan pasut akan diperoleh ampiltudo

komponen-komponen pasut. Berdasarkan amplitudo komponen harmonik tersebut

ditetapkan muka surutan yang berada pada jarak sebesar terhadap MSL. diperoleh

dengan penjumlahan amplitudo komponen-komponen pasut tertentu. Banyaknya

komponen pasut yang digunakan tergantung dari banyaknya komponen harmonik pasut

yang diperoleh dari analisis harmonik [Poerbandono & Djunarsjah, 2005]. Selisih jarak

MSL ke muka surutan berdasarkan standar internasional diperoleh dengan persamaan

(3.6): 

Dengan : : Ampitudo komponen pasut ke-i

: Jumlah komponen pasut

Untuk jelasnya proses mulai dari pengamatan pasut sampai penetapan Chart Datum dapat

dilihat pada Skema 3.2 berikut ini

Page 10: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

33

Skema 3.2 Pengolahan Data Pengamatan Pasut

Data MSL dan ini kemudian dipakai untuk menentukan besarnya koreksi pasut ( ).

Koreksi pasut ini diperoleh dengan persamaan matematikanya sebagai berikut :

..............................................................(3.7)

Dengan :

: Reduksi terhadap surutan atau koreksi pasut

: Tinggi MSL di atas nol palem

: Tinggi permukaan air laut pada bacaan skala palem

: Kedudukan muka surutan di MSL

Pada penulisan tugas akhir ini Chart Datum yang digunakan adalah LAT (Lowest

Astronomical Tide). LAT digambarkan sebagai tingkatan pasang yang paling rendah yang

dapat diprediksi pada setiap kondisi-kondisi astronomi.

Koreksi pasut dalam survei batimetri berguna sebagai reduksi pengukuran kedalaman,

untuk menuju survei batimetri real time dibutuhkan data koreksi pasut secara real time.

Pengamatan Pasut Tide Gauge / Palem

Data Pengamatan Pasut

Pengolahan Data Hasil Pengamatan Pasut

Kedudukan MSL dan Komponen Pasut lainnya

Least Square Admiralty

Chart Datum

Page 11: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

34

Oleh karena itu pada subbab selanjutnya akan dibahas tahapan-tahapan untuk memperoleh

koreksi pasut secara real time.

3.2.3 Survei GPS di Stasiun Pasut

Pada pelaksanaan survei GPS di stasiun pasut bertujuan sebagai stasiun acuan, seperti

telah di bahas pada BAB II metode DGPS dibutuhkan minimum dua receiver GPS yaitu di

stasiun acuan dan lainnya di stasiun pemakai. Stasiun acuan adalah stasiun yang telah

diketahui koordinatnya sedangkan stasiun pengamat adalah stasiun pengamat yang akan

ditentukan posisinya dengan DGPS.

Pada bahasan subbab 3.2.1, di stasiun pasut terdapat dua macam metode pengamatan

pasut, hal ini menyebabkan pelaksanaan pengamatan GPS pada kedua metode tersebut

berbeda.

a. Pengamatan GPS Pada Stasiun Pasut Tradisional (Palem)

Pelaksanaan pengukuran GPS dilakukan dengan membuat terlebih dulu dibangun tugu

survei, tugu survei digunakan sebagai representasi dari koordiant acuan Bench Mark

(BM). Sehingga dalam merekonstruksi tugu tersebut harus sesuai dengan spesifikasi yang

diminta.

Receiver GPS dipasang tepat di atas BM yaitu unting-unting receiver terletak lurus di atas

titik tengah BM. Agar pengukuran dapat dilakukan dengan baik dan menghasilkan posisi

yang minim kesalahan, syarat-syarat pengukuran harus dipenuhi diantaranya lokasi

pengukuran mempunyai ruang pandang yang terbuka ke langit untuk memudahkan sinyal

GPS mencapai antena receiver, jauh dari objek atau benda yang mudah memantulkan

sinyal GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath.

Pengamatan GPS pada stasiun pasut akan menghasilkan posisi tiga dimensi dengan sistem

koordinat geodetik. Koordinat geodetik bisa dalam koordinat kartesian maupun koordinat

geodetik (sesuai dengan pengesetan pada alat). Dalam pelaksanaan survei GPS di BM

dihasilkan koordinat geodetik ( , , ) . Setelah MSL diketahui dari proses

pengolahan data pasut maka tinggi orthometrik BM ( ) akan diketahui. Pada Gambar

3.8 dapat dilihat hubungan antara pengukuran GPS pada BM dan pengukuran pasut.

Page 12: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

Dari

bahw

Kete

Dari

ortho

Gambar 3

besar

wa geoid ter

erangan :

: Ti

: Ti

: U

gambar 3.

ometrik (H)

.8 Hubung

dan m

rdapat pada

inggi orthom

inggi geode

Undulasi Geo

.9 terlihat p

).

gan Matema

maka dapat

pendekatan

.............

metrik BM

etik BM

oid

perbedaan a

atis Penguk

Pasut

ditentukan

n MSL).den

..................

antara siste

kuran GPS

n nilai undu

ngan persam

..................

em tinggi g

S Pada BM

ulasi geoid (

maan :

...................

geodetik (h)

dan Pengu

(dengan ket

...................

) dan sistem

35

ukuran

terangan

......(3.8)

m tinggi

Page 13: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

36

Gambar 3.9 Perbedaan Tinggi Orthometrik dan Tinggi geodetik

Pada persamaan 3.8 sebenarnya tidak bisa digunakan secara langsung karena seperti yang

terlihat pada gambar 3.9 antara tinggi orthometrik (H) dan tinggi geodetik (h) tidak

terdapat pada satu garis lurus. Tinggi orthometrik tegak lurus dengan bidang referensi

geoid dan tinggi geodetik tegak lurus dengan bidang referensi elipsoid. Perbedaan sudut

antara garis lurus tinggi orthometrik dan garis lurus tinggi geodetik disebut sebagai

defleksi vertikal (�). Oleh karena itu persamaan 3.8 tidak bisa digunakan, tetapi nilai

defleksi vertikal bisa diabaikan karena nilainya terlalu kecil yaitu besarnya umumnya tidak

melebihi 30” .

Tujuan dan sasaran kegiatan adalah untuk keperluan konversi data tinggi ellipsoid (h) hasil

pengukuran GPS ke tinggi orthometrik (H) diperlukan model geoid. Hitungan model geoid

untuk mendapatkan nilai undulasi (N) tersebut dilakukan dengan menggunakan software

yang sudah tersedia di Bakosurtanal yaitu ring integration dari University Of New south

Wales dan berbagai sofware tambahan sudah tersedia di Bakosurtanal. Ketelitian yang

diharapkan dapat dicapai pada pembuatan peta geoid ini adalah lebih baik dari 3 meter.

Ketelitian ini diharapkan dapat terus ditingkatkan dan akhirnya dapat dicapai ketelitian

yang lebih baik dari 1 meter.

Dengan melaksanakan tahapan pengukuran tersebut pengamatan pasut tetap dilaksanakan

minimal waktu pengamatan adalah 15 hari, karena untuk menentukan MSL sebagai

referensi ketinggian. Dalam mendukung pelaksanaan survei batimetrik real time untuk

menentukan tinggi orthometrik bisa digunakan model geoid global yaitu EGM 96.

Sehingga tidak perlu dilakukan pengukuran pasut selama 15 hari. Besarnya undulasi

Page 14: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

37

bervariasi pada setiap lokasi bergantung pada densitas kerak buminya. Variasi undulasi di

Indonesia berkisar antara –30 meter sampai dengan + 80 meter.

b. Pengamatan GPS Pada Stasiun Pasut Pencatat Otomatis

Pada stasiun pasut pencatat otomatis pengamatan GPS dilakukan tepat di atas instalasi

pengukuran pasut. Setelah dilakukan penetapan titik referensi yang akan diamati pada

stasiun pasut, titik tersebut nantinya akan disebut sebagai BM. Pada Gambar 3.10 dapat

dilihat pelaksanaan pengukuran GPS pada stasiun pasut

Gambar 3.10 Pengamatan GPS Pada Stasiun Pasut Pencatat Otomatis

Sehingga BM tidak perlu dibangun karena titik pengamatan ditentukan tepat di atas

stasiun pasut. Dengan penyatuan titik referensi dan stasiun pasut maka tidak perlu

dilakukan pengikatan stasiun pasut dengan levelling.

Tinggi orthometrik BM ( ) bisa ditentukan langsung dan dari hasil pengamatan GPS

tinggi geodetik BM ( ) akan didapatkan. Setelah memakai persamaan (3.7) maka

nilai undulasi geoid (N) juga akan diketahui.

3.2.4 Metode Penerapan DGPS

Ada dua teknik dasar yang bisa dipakai untuk pemakaian metode DGPS, yaitu koreksi

dapat ditentukan dan dibuat pada data pengukuran pseudorange atau pada hasil hitungan

data posisi.

Page 15: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

38

Kedua metode melibatkan komunikasi data antara stasiun acuan dan stasiun pemakai.

Komunikasi data dimaksudkan untuk mengirimkan koreksi dari stasiun acuan ke pemakai

(kapal).

3.2.4.1 Pengiriman Koreksi

Pada pengiriman koreksi, posisi stasiun acuan (BM) telah diketahui koordiant fixnya, data

koreksi dihitung berdasarkan pada perbedaan dalam koordinat BM hasil survei dengan

ukuran GPS. Survei GPS pada titik BM dilakukan untuk mendapatkan koreksi hitungan

koordinat. Koreksi hitungan didapatkan dengan persamaan :

∆ ...............................................................(3.9)

∆ ...............................................................(3.10)

∆ ...............................................................(3.11)

Dengan :

∆ , ∆ , ∆ : Koreksi posisi

, , : Koordinat BM sebenarnya

, , : Koordinat BM hasil pengukuran

3.2.4.2 Metode Komunikasi Data

Ada beberapa metode komunikasi data yang dipakai dalam sistem DGPS, antara lain

dengan memanfaatkan jasa satelit komunikasi dan gelombang mikro. Dalam

penerapannya, komunikasi data membutuhkan suatu peralatan yang mengubah data dari

bentuk dijital analog dan sebaliknya, yang disebut modem. Dalam sistem navigasi GPS

diferensial, komunikasi data merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan

penting, yaitu sebagai sistem komunikasi data yang menyampaikan koreksi dari data

stasiun acuan ke stasiun pengamat atau pemakai.

Untuk keperluan komunikasi data DGPS terdapat dua media komunikasi yaitu :

• Komunikasi data melalui satelit, dan

• Komunikasi data menggunakan gelombang mikro

Page 16: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

39

a. Komunikasi Data Melalui Satelit

Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang tersebar dalam datu wilayah yang luas. Untuk bisa

mencakup seluruh wilayah kepulauan, salah satu sistem komunikasi data yang bisa

digunakan adalah komunikasi data melalui satelit. Satelit yang digunakan saat ini

contohnya adalah INMARSAT .

INMARSAT merupakan suatu sistem satelit maritim yang memberikan layanan

komunikasi maritim antara kapal laut dan stasiun bumi kecil di darat, atau antar kapal laut.

Syarat utama yang harus dipenuhi adalah fasilitas komunikasi yang dipakai harus tahan

terhadap kondisi laut yang paling jelek, dan harus kompak (praktis).

b. Komunikasi Data Melalui Gelombang Mikro

Gelombang mikro mempunyai jangkauan frekuensi 300MHz – 300GHz. Sinyal

gelombang mikro dapat membawa data dalam bentuk analog atau digital, tetapi lebih

terbiasa dalam bentuk analog. Jarak jangkauan sinyal bergantung pada kekuatan transmisi,

sensitifitas alat penerima, frekuensi, medium, dan beberapa faktor yang lain. Dengan

kekuatan transmisi yang sama, semakin rendah frekuensi, semakin besar jarak jangkauan

yang dapat dicapai.

3.2.5 Penyusunan Hubungan Matematis

Setelah dilakukan tahapan-tahapan pengukuran, untuk mendapatkan koreksi pasut real

time , pada pelaksanaan survei batimetri dilakukan pengukuran GPS yaitu sebagai

pendukung penerapan metode DGPS. Koreksi posisi yang didapatkan pada pengukuran

GPS di stasiun pasut akan dikirimkan pada stasiun pengamat (kapal). Pada Gambar 3.11

merupakan pelaksanaan pengiriman koreksi

Page 17: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

Surv

dan u

GPS

posis

DGP

meng

Deng

Ga

vei batimetri

untuk meng

S di kapal

si yang diki

PS akan me

ggunakan p

gan :

mbar 3.11

i dengan me

gukur posis

akan meng

irimkan mel

emberikan k

persamaan :

: Koreksi

: Koordin

: Koordin

Pelaksanaa

enggunakan

si horisontal

ghasilkan k

lalui media

koordinat fi

posisi (m)

nat kapal seb

nat kapal has

an Pengirim

n transduser

l dilakukan

oordinat ge

komunikas

fix dari kapa

......

......

......

benarnya (m

sil penguku

man Korek

r adalah unt

pengukura

eodetik kap

si yang dipa

al. Koordin

..................

..................

..................

m)

uran (m)

ksi Pada M

tuk menguk

an GPS. Has

pal (

akai dalam m

nat fix kapa

...................

...................

...................

Metode DGP

kur kedalam

sil dari pen

). Dari

metode kom

al diketahui

...................

...................

...................

40

PS

man ( ),

ngukuran

koreksi

munikasi

i dengan

....(3.12)

....(3.13)

....(3.14)

Page 18: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

41

Kedalaman yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah kedalaman ukuran (du).

Kedalaman ukuran masih bereferensi pada muka laut sesaat (MLS). Untuk mendapatkan

kedalaman sebenarnya ( ) dapat ditentukan dengan persamaan (3.15) :

Dengan :

: Kedalaman sebenarnya (m)

: Kedalaman ukuran (m)

: Koreksi sarat tranduser (m)

: Koreksi pasut (m)

Koreksi pasut real time yang digunakan sebagai penunjang dalam survei batimetri real

time didapat dengan menggunakan persamaan (3.16) :

Dengan :

: Tinggi geodetik receiver GPS kapal setelah dikoreksi

: Undulasi

: Kedudukan muka surutan terhadap MSL

: Panjang antena GPS dan Tranduser

: Koreksi sarat tranduser

Dari persamaan (3.15) dan (3.16) didapatkan :

......................................................(3.17)

..............................................................(3.18)

Sehingga Didapatkan :

.............................................................................(3.19)

Page 19: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

42

Sehingga dari persamaan (3.19), kedalaman pengukuran akan menjadi kedalaman

sebenarnya, dan proses untuk mendapatkan kedalaman sebenarnya tersebut bisa dilakukan

dengan real time.

3.3 Sistem Pendukung Survei Batimetri Real Time

Berdasarkan pada pembahasan pada bab sebelumnya, untuk mendukung pelaksanaan

survei batimetri real time membutuhkan beberapa tambahan yang bisa dijadikan sistem

pendukung.

3.3.1 Stasiun Pasut Dengan Pengamatan GPS Kontinyu

Pengamatan pasut dengan dilengkapi pengamatan GPS kontinyu merupakan sistem utama

yang diadakan dalam pelaksanaan survei batimetrik real time. Sistem tersebut adalah

penyediaan stasiun acuan yaitu stasiun pengamatan pasut dengan survei GPS secara

kontinyu. Untuk membuat suatu konfigurasi (pra-desain) penyebaran stasiun acuan yang

akan memantau satelit GPS selama 24 jam tiap hari dibutuhkan beberapa tahapan

perencanaan. Salah satu perencanaan dalam penyebaran stasiun adalah :

a. Daerah Liputan

Hal ini berkaitan dengan kesamaan karakteristik pasang surut dari wilayah laut. Seperti

diketahui luas wilayah lautan yang mempunyai karakteristik fenomena pasang surut yang

sama adalah ± 5 mil laut (9 km) [Djunarsjah, 2008]. Oleh karena itu untuk mendukung

pelaksanaan survei batimetri real time dibutuhkan stasiun pasut yang bisa mewakili

karakteristik pasut yang sama. Yang berarti stasiun pasut dibangun dengan jarak pemisah

antara stasiun pasut adalah 18 km.

Dalam ruang lingkup global saat ini pelayanan koreksi DGPS di dunia terdapat beberapa

instasi dalam pengelolaan sistem tersebut. Salah satunya adalah C-NAV GPS System .

Sistem GPS C-NAV merupakan sistem yang menyediakan pengiriman koreksi secara

global (Globally Corrected GPS (GcGPS)) .

Konsep dari C-NAV GcGPS adalah seperti sistem yang bekerja pada WADGPS. Receiver

C-NAV GPS mampu menerima dua koreksi GcGPS dalam format yang berbeda. Yang

pertama disebut sebagai Wide Area Correction Transform (WCT) correction service.

Sistem referensi dari sistem WCT tersebar di beberapa benua, yaitu : Amerika, Eropa, dan

Australia. Yang kedua adalah Real Time Gipsy (RTG) correction service. Jaringan

Page 20: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

43

referensi dari RTG di buat untuk bisa digunakan di seluruh dunia, jaringan yang

digunakan merupakan bagian dari jaringan global ITRF (International Terestrial

Reference System).

3.3.2 Ketelitian

a. Pengamatan Pasut

Pada pelaksanaan pengamatan pasut, rentang waktu pengamatan pasut yang lazim

dilakukan untuk keperluan praktis adalah 15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam). Interval

waktu pencatatan atau perekaman tinggi muka laut bisanya adalah 15, 30 atau 60 menit.

Pengamatan pasut dengan menggunakan palem dengan mengamati muka air laut yang

relatif tidak tenang membatasi kemampuan pencatatan dalam menaksir bacaan skala.

Walaupun demikian cara ini cukup efektif untuk memperoleh data pasut dengan ketelitian

hingga sekitar 2,5 cm.

b. Pengukuran Waterpass

Sebelum melakukan pengukuran beda tinggi suatu tempat dengan menggunakan waterpas

terlebih dahulu harus menentukan besarnya kesalahan garis bidik ( tan α ), kesalahan garis

bidik ini berfungsi untuk mengkoreksi pembacaan benang tengah ( beda tinggi ).

Setiap melakukan pengukuran beda tinggi antara suatu titik dengan titik yang lainnya pasti

akan menemukan selisih bacaan benang tengah. Hal ini disebabkan mungkin karena

adanya pergeseran alat dari stand 1 yang bergerak ke stand 2 sehingga mungkin

pembacaan tingginya juga akan berubah. Besarnya selisih pengukuran beda tinggi itu

dapat menjadi landasan untuk menentukan data ukuran yang mana yang paling tepat.

Kalau pengukurannnya benar dalam artian alat dan cara pemakaiannya sudah benar

perbedaan hasil ukuran antara stand 1 dan stand 2 itu tidak akan lebih dari 2 mm. Dari dua

tempat berdiri alat yang berbeda, yaitu di stand 1 dan di stand 2. manfaat dari pengukuran

berulang pada tempat yang berbeda ini adalah untuk mengetahui besarnya beda tinggi

yang paling kecil kesalahannya.

Untuk ketelitian pada nilai undulasi yang didapatkan dari hasil pengamatan GPS dan data

tinggi orthometrik mempunyai besar ketelitian < 3 meter

Page 21: Jbptitbpp Gdl Mochamadha 31084 4 2008ta 3

44

c. Sistem DGPS

Sistem DGPS yang dilaksanakan dalam tahapan survei batimetrik real time posisi yang

dihhasilkan mempunyai ketelitian 1-5 meter. Sesuai SP-44 IHO daerah survei yang bisa

memenuhi ketentuan tersebut adalah daerah yang mempunyai kedalaman >70 meter. Oleh

karena itu untuk bisa melaksanakan survei pada daerah perairan dangkal yaitu daerah yang

mempunyai kedalaman 0-70 meter perlu dilakukan perubahan dalam metode pengamatan

GPS yaitu dengan sistem Real Time Kinematic (RTK).

RTK merupakan metode pengamatan GPS secara kinematik atau relatif. Metode yang

digunakan sama dengan metode DGPS tetapi data yang dikirimkan berbeda. Untuk DGPS

data yang dikirimkan adalah pseudorange sedangkan dalam RTK adalah data phase.

Ketelitian yang didapatkan dari metode RTK adalah 1-5 cm, dengan ketelitian tersebut

maka survei batimetrik real time bisa dilakukan pada daerah perairan dangkal atau daerah

yang mempunyai kedalaman 0-70 meter.

Dan untuk wilayah global, dengan menerapkan aplikasi dari sistem GPS C-NAV ketelitian

yang bisa didapat untuk posisi horisontal adalah 0,1 meter sedangkan untuk posisi vertikal

adalah 0,2 meter. Dengan ketelitian tersebut sistem ini bisa digunakan untuk survei

batimetri pada area survei >70 meter.