Post on 05-Mar-2019
08 Fall
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
RENSTRA
08 Fall
D I NA S P E R TA NI A N
2016-2021
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 76
BAB III
ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS
DAN FUNGSI
3.1. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan pembangunan pertanian, perkebunan dan
kehutanan masih didominasi oleh beberapa permasalahan klasik yang
membutuhkan langkah-langkah terstruktur dalam jangka panjang. Namun,
ada beberapa pendekatan yang telah dilakukan dengan mencantumkan
kendala-kendala tersebut dalam regulasi yang jelas. Dalam hal ini, lahan
pangan berkelanjutan yang terus menghantui pembangunan telah
ditetapkan sebagai komitmen bersama pengelolaannya dalam RTRW
Kabupaten Bandung.
3.1.1 Keterbatasan dan Penurunan Kapasitas Sumberdaya Pertanian
Pembangunan pertanian dihadapkan kepada permasalahan
permintaan produk pertanian terutama pangan yang semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya pertambahan penduduk, sementara
kapasitas sumberdaya alam pertanian terutama lahan dan air terbatas dan
bahkan semakin menurun. Luas baku lahan pertanian semakin menurun
karena pembukaan lahan pertanian baru sangat lambat sementara
konversi lahan pertanian terus meningkat. Masalah konversi lahan cukup
berat terutama di Jawa. Setiap tahun sekitar 40.000 hektar lahan sawah
produktif di Jawa dikonversi untuk kegiatan non-pertanian. Sementara ini
masalah tersebut diatasi dengan meningkatkan intensitas tanam
khususnya di Jawa, sedangkan untuk luar Jawa diatasi dengan
pencetakan sawah baru. Namun selama 10 tahun terakhir, luas panen
padi stagnan dibawah 12 juta hektar. Sumber air untuk pertanian semakin
langka akibat kerusakan alam, terutama di daerah aliran sungai (DAS).
Sementara itu, kompetisi pemanfaatan air juga semakin ketat dengan
meningkatnya penggunaan air untuk rumah tangga dan industri. Besarnya
tekanan penambahan penduduk terhadap lahan berakibat pemilikan dan
penggarapan semakin terfragmentasi, sehingga jumlah petani gurem
meningkat dengan rataan pemilikan lahan yang semakin kecil.
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 77
3.1.2 Sistem Alih Teknologi Masih Lemah dan Kurang Tepat Sasaran
Sistem adopsi atau alih teknlogi dinilai masih lemah karena
lambatnya diseminasi teknologi baru (invention) dan pengembangan
teknologi yang sudah ada (innovation) di tingkat petani. Rendahnya
diseminasi teknologi disebabkan oleh beberapa hal. Sebelum
diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, sistem penyampaian hasil
teknologi dilakukan oleh penyuluh melalui proses aplikasi teknologi di area
percontohan. Pada era desentralisasi, kegiatan penyuluhan menjadi
kewenangan pemerintah daerah dan permasalahan pada sistem
penyampaian teknologi menjadi lebih kompleks akibat kurangnya
perhatian pemerintah daerah pada fungsi penyuluhan pertanian. Institusi
penyuluhan dianggap rendah kontribusinya pada Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Hubungan keterkaitan antara peneliti, penyuluh, dan petani dinilai
masih lemah. Oleh karena itu perlu adanya penataan kembali fokus dan
prioritas penelitian serta sistem diseminasi yang mampu menjawab
permasalahan petani disertai dengan revitalisasi penyuluhan pertanian,
pendampingan, pendidikan dan pelatihan bagi petani.
3.1.3. Kualitas, Mentalitas, dan Keterampilan Sumberdaya Petani
Rendah
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan kendala yang
serius dalam pembangunan pertanian. Tingkat pendidikan dan
keterampilan rendah. Selama 10 tahun terakhir kemajuan pendidikan
berjalan lambat. Tahun 1992, 50 persen tenaga kerja di sektor pertanian
tidak tamat SD, 39 persen tamat SD, sedangkan yang tamat SLTP hanya
8 persen (BPS, 1993). Tahun 2002, yang tidak tamat SD menjadi 35
persen tamat SD 46 persen dan tamat SLTP 13 persen (BPS, 2003).
Rendahnya mentalitas petani antara lain dicirikan oleh usaha pertanian
yang berorientasi jangka pendek, mengejar keuntungan sesaat, serta
belum memiliki wawasan bisnis luas. Selain itu banyak petani menjadi
sangat tergantung pada bantuan/pemberian pemerintah. Keterampilan
petani yang rendah terkait dengan rendahnya pendidikan dan kurang
dikembangkannya kearifan lokal (indigenous knowledge).
Selama ini masalah di atas diatasi melalui peningkatkan
kemampuan SDM petani dan aparat melalui kegiatan pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan. Untuk mendukung kegiatan tersebut sarana
yang digunakan adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di
Daerah seperti Balai Diklat, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, dan
Sekolah Pembangunan Pertanian.
Ketertinggalan petani dalam hal pendidikan diatasi dengan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 78
pendekatan penyetaraan pendidikan yang selanjutnya dikaitkan dengan
pelatihan keterampilan berusahatani. Disamping itu, berbagai upaya
penguatan kapasitas petani juga perlu dilakukan terutama dalam hal
pengembangan sikap kewirausahaan, kemampuan dalam pemasaran dan
manajemen usaha.
3.1.4. Kelembagaan Petani dan Posisi Tawar Petani Rendah
Saat ini, keberadaan kelembagaan petani sangat lemah. Kelompok
tani yang banyak dibentuk selama periode 1980-an dalam mengejar swa-
sembada beras sudah banyak yang tidak berfungsi, mungkin hanya
tinggal nama kelompok. Intensitas dan kualitas pembinaan terhadap
kelompok pasca otonomi daerah jauh berkurang karena sistem
penyuluhan yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah.
Selama ini pengembangan kelembagaan petani umumnya berorientasi
keproyekan. Kelompok tani hanya aktif pada saat proyek masih berjalan.
Setelah masa proyek berakhir, umumnya kelompok tani yang dibentuk
menjadi tidak aktif. Pembentukan kelompok tani seringkali tidak sesuai
dengan kebutuhan petani. Kondisi kelompok tani saat ini juga dinilai
sangat buruk karena berbagai instansi pemerintah masing-masing
membentuk kelompok tani/kelembagaan tani untuk pelaksanaan kegiatan
proyek mereka. Hal ini menyebabkan timbulnya banyak kelompok tani
yang tumpang tindih.
Berkaitan dengan hal ini, revitalisasi sistem penyuluhan perlu
segera dilaksanakan agar fungsi PPL sebagai pembina kelompok tani
dapat kembali berjalan dengan baik. Disamping itu, kelembagaan petani
yang ada saat ini perlu ditata dengan baik. Koordinasi ditingkat pusat
dalam pembinaan kelompok tani perlu ditingkatkan agar kegiatan yang
melibatkan petani tidak tumpang tindih. Pengembangan kelompok tani
agar dilakukan dengan pendekatan pembangunan masyarakat
(community development).
3.1.5. Lemahnya Koordinasi Antar Lembaga Terkait Dan Birokrasi
Kinerja pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh
keterpaduan diantara subsistem pendukungnya, yaitu mulai dari
subsistem hulu (industri agro-input, agro-kimia, agro-otomotif), subsistem
budidaya usahatani (onfarm), subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran)
dan subsistem pendukung (keuangan, pendidikan, dan transportasi).
Keterkaitan antar subsistem sangat erat namun penanganannya terkait
dengan kebijakan berbagai sektor. Sementara itu, Departemen Pertanian
hanya memiliki kewenangan dalam aspek budidaya/usahatani. Berbagai
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 79
kebijakan yang terkait dengan produk pertanian sering tidak harmonis dari
hulu hingga ke hilir, seperti kasus penanganan impor produk pertanian
(paha ayam, daging illegal, benih kapas transgenik).
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kesamaan
persepsi dan komitmen tentang peranan sektor pertanian dalam
pembangunan nasional. Apabila disepakati bahwa sektor pertanian
merupakan penggerak utama ekonomi nasioanal maka koordinasi antar
instansi menjadi hal yang sangat penting dalam menyusun kebijakan
maupun implementasinya. Untuk itu perlu perbaikan menejemen
pembangunan pertanian dengan mengacu pada UU dan Peraturan
Pemerintah.
3.1.6. Kebijakan Makro Ekonomi Yang Belum Berpihak Kepada
Petani
Salah satu faktor penting yang menentukan kelanjutan dan
kemampuan dayasaing usaha pertanian adalah adanya kebijakan makro
yang kondusif. Saat ini kebijakan makro ekonomi baik fiskal, moneter,
perdagangan, maupun prioritas dalam pengembangan ekonomi nasional
dinilai belum kondusif bagi keberlanjutan dan kemampuan dayasaing
usaha pertanian.
Kebijakan pemerintah yang belum memihak sektor petanian antara
lain: (1) penerapan pajak ekspor komoditas pertanian yang bertujuan
untuk mendorong industri pengolahan produk pertanian dalam negeri; (2)
kredit perbankan yang disediakan pemerintah, porsi terbesar diserap oleh
pengusaha konglomerat, sisanya adalah untuk koperasi, usaha kecil
menengah termasuk petani; (3) alokasi dana APBD untuk pembangunan
sektor pertanian kurang memadai; (4) beberapa daerah menarik biaya
retribusi yang tinggi termasuk pada komoditas pertanian sehingga
mengurangi dayasaing dan menjadi penghambat dalam investasi di sektor
pertanian; (5) pembangunan sarana dan prasarana lebih besar di
perkotaan dibanding dengan perdesaan; dan (6) liberalisasi perdagangan
telah menyebabkan membanjirnya produk pertanian yang disubsidi
berlebih oleh negara maju membuat petani kita tidak mampu bersaing (7)
kebijakan pembatasan impor produk pertanian (sapi potong) membuat
pergerakan harga dan pemenuhan produk tidak stabil. Untuk itu
diperlukan: (a) advokasi kebijakan dengan instansi terkait, dan (b)
dukungan legislatif dan stakeholders lainnya (c) penyediaan kebijakan
yang lebih mengutamakan pada petani.
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 80
3.2. Telaahan Visi Misi dan Program Kerja Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Terpilih
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Bandung Tahun 2016-2021 merupakan bagian dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bandung
Tahun 2005-2025 pada tahap ketiga. Perumusan visi untuk RPJMD 2016-
2021 ini selain mengacu pada RPJPD Kabupaten Bandung Tahun 2005-
2025, juga memperhatikan visi yang tertera pada RPJM Nasional Tahun
2015-2019 dan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018.
Tabel 3.1 Keterkaitan Visi RPJPD, RPJMD, dan RPJMD Visi RPJP
VISI RPJPD, RPJMN, DAN RPJMD VISI RPJP
VISI RPJM
Kabupaten Bandung (Tahun 2005-2025)
Nasional (Tahun 2015-2019)
Jawa Barat (Tahun 2013-2018)
Kabupaten Bandung yang Repeh, Rapih, Kerta Raharja Tahun 2025
Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur
Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua
Sumber: RPJPD Kabupaten Bandung, RPJM Nasional, RPJMD Provinsi Jawa Barat
Sementara itu, prioritas pembangunan berdasarkan RPJP tahap
ketiga, baik secara nasional maupun daerah diarahkan pada kemandirian
perekonomian yang berdaya saing. Hal ini dituangkan dalam prioritas
pembangunan RPJPN Tahun 2015-2020, RPJPD Provinsi Jawa Barat
Tahun 2015-2020 dan RPJPD Kabupaten Bandung Tahap III Tahun 2016-
2021.
TABEL 3.2 Prioritas Pembangunan Berdasarkan RPJPN dan RPJPD RPJP
Nasional Tahap III (Tahun 2015-2020)
RPJP Jawa Barat Tahap III (Tahun 2015-2020)
RPJP Kabupaten Bandung Tahap III (Tahun 2016-2021)
Memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan maksud sebagai persiapan dalam mencapai kemandirian masyarakat Jawa Barat dalam segala bidang sehingga tingkat ketergantungan terhadap pihak eksternal dapat direduksi.
Peningkatan kualitas pembangunan yang berwawasan lingkungan dan peningkatan perekonomian daerah yang berdaya saing.
Sumber: RPJP Nasional, RPJPD Provinsi Jawa Barat dan RPJPD Kabupaten Bandung
Berdasarkan penelaahan terhadap dokumen rencana
pembangunan terkait serta hasil identifikasi terhadap permasalahan dan
isu strategis di Kabupaten Bandung, maka dibutuhkan perumusan visi
Pemerintah Kabupaten Bandung sebagai pedoman arah kebijakan lima
tahun mendatang. Visi ini dibuat untuk menentukan fokus dan arah gerak
Pemerintah Kabupaten Bandung dalam bekerja menuntaskan isu-isu yang
ada dan meminimalisasi potensi permasalahan di masa mendatang. Visi
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 81
Pemerintah Kabupaten Bandung adalah:
“Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan
Berdaya Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan
Sinergi Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural
dan Berwawasan Lingkungan”
Di dalam visi pembangunan Kabupaten Bandung di atas,
terkandung beberapa pokok- pokok visi yang secara rinci dapat
diterjemahkan sebagai berikut.
Tabel 3.3 Penjelasan Visi RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2016-2021
Visi Pokok- Pokok Visi
Penjelasan Pokok- Pokok Visi
“Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan”
Maju Kondisi Kabupaten Bandung yang unggul yang didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki intelektualitas tinggi, memiliki moral yang baik, kreatif, dan inovatif sehingga membentuk masyarakat yang produktif serta dikung oleh kondisi lingkungan yang lestari yang dapat mendukung terselenggaranya berbagai aktivitas yang sejalan untuk mencapai kemajuan daerah.
Mandiri Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri, untuk lebih maju serta mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan daerah lain yang telah maju, dengan mengandalkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Berdayasaing Kondisi Kabupaten Bandung yang didukung oleh perekonomian yang kompetitif melalui pengembangan ekonomi kreatif dan pembangunan infrastruktur penunjang dengan ditunjang oleh kondisi masyarakat yang memiliki kemampuan untuk menempatkan diri unggul dalam kontek sektoral, mampu membuka diri terhadap tindak inovatif untuk memperoleh keuntungan dari persaingan, baik pada tingkat regional, nasional dan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 82
Visi Pokok- Pokok Visi
Penjelasan Pokok- Pokok Visi
internasional.
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
Kondisi Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Bandung yang dilakukan secara bersama- sama antara Pemerintah, Masyarakat dan Swasta, dan bertanggungjawab, dengan menjaga sinergitas interaksi yang bersifat konstruktif diantara tiga dominan utama,
Sinergi Pembangunan Perdesaan
Kondisi pelaksanaan pembangunan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bandung yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan menyeluruh dalam berbagai aspek pembangunan, dengan memperhatikan peningkatkan kualitas SDM kelembagaan perdesaan, peningkatan ketersediaan infrastruktur perdesaan, penyediaan sistem transportasi perdesaan yang memadai, peningkatan produk pertanian yang berdaya saing, pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat serta pemberdayaan masyarakat perdesaan.
Religius Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung yang memiliki nilai- nilai, norma, semangat dan kaidah agama, yang harus menjiwai, mewarnai dan menjadi ruh atau pedoman bagi seluruh aktivitas kehidupan, termasuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pemangunan, dengan tetap menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan hidup beragama.
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 83
Visi Pokok- Pokok Visi
Penjelasan Pokok- Pokok Visi
Berwawasan Lingkungan
Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung memiliki pengertian dan kepedulian yang tinggi terhadap keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan yang didasari oleh kesadaran akan fungsi strategis lingkungan terhadap keberlangsungan hidup manusia. Daya dukung dan kualitas lingkungan, harus menjadi acuan utama segala aktivitas pembangunan, agar tercipta tatanan kehidupan yang seimbang, nyaman dan berkelanjutan.
Dalam rangka pencapaian visi yang telah ditetapkan dengan
memperhatikan kondisi dan permasalahan yang ada, tantangan ke depan,
serta memperhitungkan peluang yang dimiliki, maka ditetapkan misi
sebagai berikut:
Misi Pertama: “Meningkatkan kualitas dan cakupan layanan
pendidikan”
Misi Kedua: “Mengoptimalkan kuantitas dan kualitas pelayanan
kesehatan”
Misi Ketiga: “Mewujudkan pembangunan infrastruktur yang terpadu
tata ruang wilayah dengan memperhatikan aspek
kebencanaan”
Misi Keempat: “Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat”
Misi Kelima: “Menciptakan Pembangunan Ekonomi yang
memiliki keunggulan kompetitif”
Pembangunan ekonomi memiliki cakupan yang luas meliputi
beberapa sektor, seperti misalnya perdagangan dan jasa, pertanian,
idustri, pariwisata, koperasi dan UKM serta investasi dan modal. Misi
menciptakan pembangunan ekonomi ini sejalan dengan pokok visi
pembangunan Kabupaten Bandung untuk menciptakan “Perekonomian
yang Berdaya Saing”.
Untuk sektor industri dan jasa, perkembangan diarahkan untuk
mendorong potensi perdagangan dan jasa dalam rangka meningkatkan
PAD. Pada kondisi eksisting, perdagangan dan jasa merupakan sektor
yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Kabupaten Bandung.
Meskipun demikian pada kondisi eksisting pemanfaatannya belum
dilakukan secara optimal.
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 84
Sektor perdagangan dan jasa erat kaitannya dengan transaksi yang
terjadi di suatu wilayah, untuk mendorong transaksi maka berbagai upaya
seperti misalnya meningkatkan jaminan ketersediaan kontinuitas pasokan
komoditas, menciptakan kepastian mengenai mutu dan harga barang,
serta memberikan jaminan mengenai stabilitas harga barang perlu
dilakukan. Sejalan dengan upaya- upaya tersebut, regulasi terkait
perdagangan berperan penting untuk memberikan arahan serta batasan
dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hal tersebut maka untuk
mengoptimalkan sektor perdagangan, perlu pula ditunjang dengan
keberadaan regulasi terkait usaha perdagangan dan jasa yang memadai.
Untuk sektor industri, pengembangan diarahkan pada optimalisasi
pengembangan potensi pariwisata serta peningkatan pengelolaan objek
wisata eksisting. Upaya- upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan sektor pariwisata dalam rangka meningkatkan competitive
advantage sektor ekonomi Kabupaten Bandung antara lain melalui
kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha serta
melalui branding dan promosi pemasaran objek wisata.
Untuk sektor industri, pengembangan lebih diarahkan pada
mendorong perkembangan industri konvensional menuju industri
berteknologi tinggi dan ramah lingkungan. Beberapa upaya terkait antara
lain melalui insentif dan insentif bagi industri yang telah melakukan
pemanfaatan teknologi tinggi dalam hal produksi dan pengelolaan limbah.
Selain dari pada itu, untuk memberikan imbas pada perekonomian lokal,
maka keberadaan sektor industri perlu dikaitkan dengan penggunaan
sumber daya dan bahan baku lokal.
Adapun untuk sektor pertanian dan perikanan, pengembangan
lebih diarahkan pada pengoptimalan potensi pertanian dan peternakan
serta penguasaan petani dna peternak terhadap teknologi pertanian dan
peternakan.
Misi Keenam: “Meningkatkan Kelestarian Lingkungan Hidup”
Misi Ketujuh: “Meningkatkan Kemandirian Desa”
Misi Kedelapan: “Meningkatkan reformasi birokrasi”
Misi Kesembilan: “Meningkatkan Kemanan dan Ketertiban
Wilayah”
Secara lengkap bentuk sinergi atau keterkaitan antara isu strategis
dengan misi pembangunan Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 3.4
Tabel 3.4 Keterkaitan antara Isu Strategis dan Misi
Misi Pembangunan Isu Strategis M 1 Meningkatkan kualitas dan
cakupan layanan pendidikan IS 1 Masih terbatasnya jaminan
pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 85
M 2 Mengoptimalkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan
IS 1 Masih terbatasnya jaminan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat
M 3 Mewujudkan pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan tata ruang wilayah serta memperhatikan aspek kebencanaan
IS 3 Masih terbatasnya infrastruktur dasar dan kurangnya sarana pelayanan publik yang aman dan nyaman bagi wanita, anak- anak, lansia, dan difabel
IS 4 Belum optimalnya penanganan banjir dan kekeringan
M 4 Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat
IS 2 Masih perlunya penanggulangan kemiskinan
M 5 Menciptakan pembangunan ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif
IS 7 Masih perlu ditingkatkannya daya saing perekonomian produk unggulan
IS 8 Belum mantapnya ketahanan dan kemandirian pangan
M 6 Meningkatkan kelestarian lingkungan hidup
IS 4 Belum optimalnya penanganan banjir dan kekeringan
IS 9 Belum efektifnya pengendalian pencemaran lingkungan dan masih terbatasnya luas Ruang Terbuka Hijau
7 Meningkatkan kemandirian desa IS 6 Masih perlunya pemberdayaan masyarakat desa
M 8 Meningkatkan reformasi birokrasi
IS 5 Belum optimalnya kinerja pemerintahan dan kerjasama dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan keamanan
M 9 Meingkatkan keamanan dan ketertiban wilayah
IS 5 Belum optimalnya kinerja pemerintahan dan kerjasama dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan keamanan
3.3.Tujuan dan Sasaran
Dalam mewujudkan visi melalui pelaksanaan misi yang telah
ditetapkan diatas, maka diperlukan kerangka yang jelas pada setiap misi menyangkut tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Tujuan dan sasaran pada setiap misi akan memberikan arahan bagi pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah, baik urusan wajib maupun urusan pilihan, dalam mendukung pelaksanaan misi tersebut. Tujuan dan sasaran pada pelaksanaan masing-masing misi diuraikan sebagai berikut. Tabel 3.5 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran RPJMD Kabupaten
Bandung Tahun 2016-2021
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 86
Visi: “Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan”
Misi Tujuan Sasaran
Misi Pertama: “Meningkatkan kualitas dan cakupan layanan pendidikan”
Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan berkualitas dan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan
1. Optimalnya ketersediaan fasilitas pendidikan formal baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas Meningkatnya jumlah penduduk yang bersekolah
2. Meningkatnya jumlah penduduk yang bersekolah Meningkatnya jumlah guru per mata pelajaran yang sesuai dengan kualifikasi
3. Meningkatnya kompetensi penduduk melalui penguasaan budaya lokal, olah raga, dan pendidikan non formal
4. Meningkatnya minat baca masyarakat Kabupaten Bandung
Misi Kedua: “Mengoptimalkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan”
Meningkatkan pelayanan kesehatan serta meningkatkan drajat kesehatan masyarakat
1. Optimalnya penyediaan layanan kesehatan oleh pemerintah
2. Meningkatnya drajat kesehatan penduduk
3. Meningkatnya kesadaran penduduk untuk menerapkan perilaku hidup bersih
Misi Ketiga: “Mewujudkan pembangunan infrastruktur dasar yang terpadu dengan tata ruang wilayah serta memperhatikan aspek kebencanaan”
Meningkatkan Ketersediaan dan kualitas Infrastruktur dasar yang tahan terhadap bencana serta mewujudkan keserasian pembangunan dengan tata ruang wilayah
1. Meningkatnya aksesbilitas, kapasitas dan keselamatan terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi (%)
2. Meningkatnya aksesbilitas, kapasitas dan kualitas infrastruktur sumber air
3. Meningkatnya penataan kawasan ibu kota Kabupaten Bandung
4. Meningkatnya kualitas kawasan permukiman
5. Optimalnya sistem telekomunikasi dan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 87
Visi: “Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan”
informatika yang terpadu melalui pemanfaatan teknologi dan komunikasi
6. Meningkatnya ketersediaan infrastruktur listrik dan energi yang merata mencakup seluruh wilayah
7. Meningkatnya fektivitas perencanaan tata ruang
8. Meningkatnya efektivitas pemanfaatan ruangn wilayah
9. Optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang
10. Meningkatnya resiliensi wilayah terhadap resiko bencana
11. Meningkatnya upaya penanganan masyarakat yang tergenang banjir
Misi Keempat “Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat”
Mengentaskan permasalahan kesejahteraan sosial di Kabupaten Bandung
1. Berkurangnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
Misi Kelima: “Menciptakan Pembangunan Ekonomi yang Memiliki Keunggulan Kompetitif”
Meningkatkan daya saing perekonomian Kabupaten Bandung sebagai upaya optimalisasi kontribusi sektor ekonomi terhadap pembangunan daerah
1. Tercapainya Kondisi Ketahanan Pangan
2. Meningkatnya daya saing komoditas pertanian
3. Meningkatnya kesejahteraan petani
4. Meningkatnya transaksi pada sektor perdagangan dan jasa di Kabupaten Bandung
5. Meningkatkan kapasitas, kapabilitas serta produktivitas UMKM-IKM dan kualitas produk unggulan
6. Meningkatnya destinasi wisata
7. Meningkatnya kemudahan investasi
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 88
Visi: “Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan”
Misi Keenam: “Meningkatkan Kelestarian Lingkungan Hidup”
Menciptakan lingkungan yang serasi dan seimbang dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, daya tampung lingkungan serta
1. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan 2. Terselenggaranya konservasi sumber daya alam 3. Meningkatkan resiliensi wilayah terhadap resiko bencana 4. Adaptasi perubahan iklim
Misi Ketujuh: “Meningkatkan kemandirian Desa”
Meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan wilayah
1. Meningkatnya pemberdayaan masyarakat perdesaan
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa
Misi Kedelapan: “Meningkatkan reformasi birokrasi”
Meningkatkan kinerja aparatur dan kelembagaan penyelenggara pelayanan publik
1. Meningkatnya kualitas kinerja aparatur pemerintah
2. Meningkatkan efisiensi pelayanan administrasi publik
3. Meningkatkan efisiensi kinerja dan fungsi kelembagaan
4. Meningkatkan pemanfaatan potensi daerah
5. Meningkatkan efisiensi pelayanan administrasi publik
6. Meningkatkan efisiensi pelayanan administrasi publik
7. Meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
8. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan aset daerah
9. Terwujudnya regulasi penyelengaraan pemerintahan daerah
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 89
Visi: “Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan”
Misi Kesembilan: “Meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah”
Meningkatkan stabilitas kemanan yang kondusif bagi pembangunan wilayah
1. Meningkatnya kemanan dan ketertiban masyarakat
2. Meningkatkan peran serta masayrakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
3.4. Telaahan Renstra kementerian Pertanian, Renstra Dinas Peternakan, Dinas Perkebunan serta Pertanian Provinsi Jawa Barat
Perencanaan strategis pada Dinas Peternakan dan Perikanan yang menangani Urusan Pertanian (Sub sektor Peternakan) serta Urusan Kelautan dan Perikanan tentunya tidak hanya memperhatikan dokumen rencana di tingkat Kabupaten melainkan mempertimbangkan apa yang telah direncanakan oleh tingkat pemerintahan propinsi maupun pemerintah pusat. Adapun perbandingan indikator tingkat provinsi dengan tingkat pusat seperti tertera pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.6 Komparasi Sasaran Renstra Subsektor peternakan terhadap Sasaran Renstra SKPD Provinsi dan Renstra K/L Tingkat Pusat
No Sasaran Renstra Distan
Kabupaten Bandung
Sasaran Dinas Peternakan, Perkebunan dan Pertanian
Provinsi Jabar
Sasaran Kementan
1. Tercapainya Kondisi Ketahanan Pangan
a. Meningkatnya produksi dan produktivitas hasil peternakan, populasi serta bibit ternak
b. Meningkatnya upaya penanggulangan penyakit ternak
c. Meningkatnya produksi dan produktivitas perikanan dan kelautan Jawa Barat
d. Jawa Barat sebagai Sentra benih
e. Optimalisasi pemanfaatan faktor-faktor produksi dan fokus pengembangan
a. Swasembada padi, jagung dan kedelai serta peningkatan produksi daging dan gula
b. Peningkatan diversifikasi pangan
c. Penyediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 90
No Sasaran Renstra Distan
Kabupaten Bandung
Sasaran Dinas Peternakan, Perkebunan dan Pertanian
Provinsi Jabar
Sasaran Kementan
komoditas perkebunan;
f. Optimalisasi pemanfaatan teknologi budidaya adaptif yang ramah lingkungan;
g. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya dan kelembagaan perbenihan tanaman perkebunan;
h. Meningkatkan pengawasan alih fungsi lahan dan alih komoditas serta pengendalian degradasi sumber daya lahan perkebunan secara berkelanjutan;
i. Menurunkan luas wilayah perkebunan yang terindikasi serangan OPT;
j. Meningkatnya Produksi tanaman pangan dan hortikultura
k. Meningkatnya produksi Padi
l. Tersedianya Sarana PrasaranaPertanian
m. Terkendalinya Luas Serangan OPT tanaman pangan dan hortikultura
2. Meningkatnya daya saing komoditas pertanian
a. Meningkatnya mutu, promosi dan pemasaran produk ternak
b. Optimalisasi pelayanan sertifikasi benih dan pengawasan peredaran benih tanaman perkebunan
c. Meningkatkan jumlah pelaku penerapan sistem jaminan mutu produk perkebunan sesuai SNI
d. Meningkatkan penguasaaan pasar ekspor dan pembinaan kemitraan usaha perkebunan
Peningkatan komoditas bernilai tambah, berdaya saing dalam memenuhi pasar ekspor dan substitusi impor
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 91
No Sasaran Renstra Distan
Kabupaten Bandung
Sasaran Dinas Peternakan, Perkebunan dan Pertanian
Provinsi Jabar
Sasaran Kementan
3 Meningkatnya Kesejahteraan Petani
a. Meningkatkan indeks NTP Perkebunan sebagai refleksi dari peningkatan kinerja pelaku dan kelembagaan usaha perkebunan;
b. Meningkatnya Penerapan Sistem Jaminan pada Kelompok tani
c. Meningkatnya Margin usahatani Komoditas tanaman pangan dan hortikultura
Peningkatan pendapatan keluarga petani
3 Meningkatnya kapasitas sumber daya, sarana prasana dalam rangka pelayanan Sub sektor Peternakan
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan disiplin aparatur
b. Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan publik
c. Meningkatnya system pelayanan, perencanaan dan pelaporan
d. Meningkatnya Kualitas Sumberdaya manusia pertanian
Penguatan dan peningkatan kapasitas SDM pertanian
3.5 Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Penurunan kualitas lahan semakin tinggi, penggunanan pupuk
kimia dengan dosis tinggi telah mengesampingkan penggunaan pupuk
organik dalam mencapai target produktifitas yang ditetapkan, Kondisi ini
diperparah dengan menurunnya kearifan lokal dalam melakukan
pengaturan pola tanam. Menurunnya kualitas lahan menyebabkan
leavelling off produktivitas hasil pertanian yang berkualitas.
Di sisi lain pertumbuhan penduduk dan penyebarannya mendorong
tingginya tingkat konversi lahan di Kabupaten Bandung, luasan konversi
lahan pertanian menjadi lahan pemanfaatan multi sektoral non pertanian
mencapai 200 hektar per tahun. Kondisi tersebut akan mempengaruhi
peningkatan produksi pangan, dan lebih parah akan menyebabkan
penurunan produksi pangan. Solusi untuk permasalahan ini adalah
dengan penerapan teknologi budidaya pertanian yang lebih tinggi guna
mencapai produktifitas yang setara.
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 92
Dukungan dari dari pemerintah sangat diperlukan guna melakukan
peningkatan teknologi budidaya, baik melalui penelitian dan
pengembangan maupun adopsi teknologi sampai dengan transfer
teknologi budidaya yang tepat sasaran di tingkat petani sebagai pelaksana
langusung produksi.
Dalam perubahan RTRW Kabupaten Bandung Tahun 2007-2027,
lahan pangan berkelanjutan telah dicantumkan secara eksplisit yang
memberikan komitmen bersama terkait dengan pengelolaan dan
pengendalian alih fungsi nya. Hal ini mendukung tercapainya
swasembada pangan Kabupaten Bandung.
Berdasarkan pada dokumen rencana tata ruang dan rencana
wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2007-2027 sesuai Peraturan Daerah
No. 3 Tahun 2008 Wilayah eksisting potensial yang ada di Kabupaten
Bandung seperti tertera pada RTRW ialah sebagai berikut:
a. Wilayah/ kecamatan eksisting peternakan sapi perah yaitu:
Pangalengan, Pasirjambu, Ciwidey, Arjasari, Cilengkrang, dan
Kertasari.
b. Willayah/ kecamatan eksisting sapi potong yaitu: Cikancung, Nagreg ,
dan Cimaung
c. Wilayah/ kecamatan eksisting ternak domba di Kabupaten Bandung
ialah: Ibun, Paseh, Pacet, Majalaya, Arjasari, Banjaran dan Baleendah.
d. Wilayah/ kecamatan eksisting ternak unggas ialah: Rancaekek,
Majalaya, Solokanjeruk, Cimaung, Arjasari
e. Pengembangan Pertanian Tanaman Lahan Basah Lahan yang sesuai
untuk sawah terdapat di diantaranya di Soreang, Kutawaringin,
Ciwidey, Pameungpeuk, Banjaran, Ciparay, Rancaekek dan
kecamatan lain.
f. Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering Diarahkan
pada lahan-lahan yang saat ini telah berkembang, dan dilakukan
pembatasan kawasan terbangun, yaitu di Cimenyan, Ciwidey, Arjasari,
Kertasari, Pacet, Cikancung
g. Pengembangan Pertanian Tanaman Tahunan (Perkebunan) Dapat
digolongkan sebagai kawasan budidaya fungsi lindung, sehingga
luasannya dipertahankan tidak berkurang, yaitu pada kawasan
perkebunan yang telah ada saat ini (Rancabali, Pasirjambu,
Pangalengan, Kertasari)
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 93
Sedangkan berdasarkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis terdapat beberapa rekomendasi yang berhubungan dengan
pelaksaanaan program. Rekomendasi tersebut terutama di titikberatkan
pada penanganan limbah yang berasal dari limbah peternakan. Adapun
rekomendasi yang dikeluarkan sesuai KLHS ialah sebagai berikut:
Tabel 3.7 Rekomendasi Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis pada Program Pertanian
Kode Bidang Urusan Pemerintahan/
Program Urusan Bidang
Indikator Kinerja
Program (Outcome)
Rekomendasi
Misi 5 Menciptakan Pembangunan Ekonomi Yang Memiliki Keunggulan Kompetitif
2 1 21 Program pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak
Pertanian Ekonomi Jumlah pelayanan pencegahan dan pengendalian PHMS (Ekor)
Persentase status kesehatan hewan (%)
2 1 22 Program peningkatan produksi hasil peternakan
Pertanian Ekonomi Meningkatnya kapasitas pelaku usaha pembudidaya ternak yang mendorong peningkatan produksi hasil peternakan
2 1 23
Program peningkatan pemasaran hasil produksi peternakan
Pertanian Ekonomi
Jumlah nilai transaksi di pasar hewan (Rupiah)
2 1 24 Program peningkatan penerapan teknologi peternakan
Pertanian Ekonomi Jumlah kelompok ternak yang terbina melalui penyuluhan penerapan teknologi peternakan
1). Revitalisasi IPAL RPH untuk mengurangi beban pencemaran 2) Hulu Sungai Citarum memerlukan program pembangunan IPAL ternak dan pemulihan kualitas air pada anak sungai yang tercemar limbah ternak 3). Penyediaan lahan penggembalaan, sentralisasi/ pengelompokan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 94
Kode Bidang Urusan Pemerintahan/
Program Urusan Bidang
Indikator Kinerja
Program (Outcome)
Rekomendasi
usaha peternakan ramah lingkungan
2 1 25
Program Penjaminan Produk Asal Hewan/Ternak
Pertanian Ekonomi
Pengawasan Mutu Produk Asal Hewan (PAH) yang HAUS
Berdasarkan hasil kajian tersebut maka perlu dibuat prioritas
program yang secara khusus menanggulangi permasalahan limbah yang
dihasilkan dari aktivitas peternakan. Pencemaran yang menjadi sorotan
pada KLHS ialah pada bagian proses budidaya peternakan terutama
limbah ternak yang berada di hulu sungai. Selanjutnya bagian hilir berupa
pengolahan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh rumah potong
hewan mengingat secara sarana prasarana memang terdapat beberapa
rumah potong hewan yang belum standar dalam pengolahan limbah
pemotongan ternak
3.6 Isu-isu Strategis Pembangunan Pertanian
Secara garis besar, tinjauan masa depan merupakan arah yang harus
dituju pada proses pembangunan dan pengembangan sektor pertanian di
Kabupaten Bandung. Pencapaian kondisi tersebut memerlukan beragam
kebijakan dan strategi pembangunan dan pengembangan sektor pertanian
yang tepat. Dalam konteksnya, kebijakan dan strategi yang akan
dirumuskan sudah seharusnya dibangun berdasarkan kebutuhan untuk
mengatasi kesenjangan antara kondisi sektor pertanian pada saat ini dan
kondisi ideal pada masa depan. Selain itu, fleksibilitas juga sangat
dibutuhkan mengingat kondisi di masa depan selalu akan berubah.
Kesenjangan yang terdapat di antara kondisi pada saat ini dan masa
depan dapat dipahami dengan melihat keterkaitan pergeseran lingkungan
di sekitar sektor pertanian. Dinamika perubahan lingkungan di sektor
pertanian tersebut, terutama di Kabupaten Bandung, merupakan hasil
interaksi perubahan yang terjadi di seluruh sektor perekonomian; baik
regional maupun internasional.
Pada saat ini, terminologi pembangunan pertanian memiliki dimensi
yang sangat luas. Pembangunan pertanian dapat diterjemahkan sebagai;
(1) peningkatan produksi pertanian; (2) pengembangan ekonomi wilayah
perdesaan; dan juga (3) pengelolaan dan konservasi sumberdaya.
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 95
Dengan adanya perspektif yang beragam tersebut maka permasalahan
yang dihadapi oleh pembangunan sektor pertanian Indonesia juga sangat
beragam, namun merupakan sebuah mata rantai yang tidak terputus
antara satu dan lainnya. Untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif tentang permasalahan yang dihadapi oleh sektor pertanian
Kabupaten Bandung, keterkaitan antara komponen-komponen
permasalahan disajikan pada Gambar 9.
Lahan, merupakan isu sentral yang mengemuka di dalam
pembangunan sektor pertanian pada saat ini. Pada satu sisi, ketersediaan
lahan sebagai input terpenting di dalam produksi pertanian merupakan
jaminan atas keberlangsungan produksi dalam jangka panjang. Namun di
sisi lain, lahan (dan pemanfaatannya) merupakan sumber utama
munculnya beragam permasalahan dalam perekonomian Indonesia. Laju
pertumbuhan populasi penduduk yang hampir mencapai 3 % per tahun
telah menciptakan tekanan dan kompetisi yang sangat ketat dalam hal
pemanfaatan dan penggunaan lahan. Kondisi ini berimplikasi kepada
rendahnya rata-rata kepemilikan lahan pertanian Kabupaten Bandung.
Diperkirakan, skala kepemilikan akan terus menurun seiring dengan
semakin tingginya laju konversi lahan pertanian (rata-rata di Indonesia)
yang mencapai 2.7 % per tahun (Pribadi, 2005).
Gambar 3.1. Hubungan antar komponen permasalahan.
Pada satu sisi, terbatasnya lahan yang dimiliki menyebabkan
kecilnya peluang bagi pelaku usahatani untuk melakukan ekspansi
produksi karena memang pada teknologi yang sedang berlaku terdapat
perbandingan lurus antara luas lahan dengan tingkat produksi.
Implikasinya adalah petani cenderung untuk mengeksploitasi lahan yang
terbatas tersebut untuk memaksimumkan produksi pertanian per satuan
luas. Elestianto (2004) menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan
untuk memaksimumkan produksi dilakukan dengan mengintensifkan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 96
penggunaan pupuk kimia yang tanpa disadari justru menimbulkan deplesi
unsur hara tanah yang mengakibatkan turunnya produktivitas lahan dalam
jangka panjang. Secara empiris dapat diamati bahwa tingkat produksi
pertanian (terutama padi dan palawija) memiliki kecenderungan yang
menurun secara gradual (levelling-off).
Pada sisi yang lain, pasar komoditas pertanian ditengarai sangat
distorsif. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan distorsi pada pasar
ini, namun salah satu karakteristik penting dari pasar pertanian adalah
struktur pasar yang monopsonistik. Seperti yang telah diketahui, selalu
terdapat banyak pelaku tataniaga dalam pemasaran produk-produk
pertanian. Kondisi ini menyebabkan tidak sempurnanya transmisi harga
dari konsumen ke produsen. Yang biasanya terjadi, adanya kenaikan
harga di tingkat konsumen tidak akan menjamin kenaikan harga di tingkat
produsen, namun sebaliknya jika terjadi penurunan harga maka proporsi
penurunan harga di tingkat produsen akan jauh lebih besar.
Kombinasi antara kuantitas produksi yang memiliki kecenderungan
semakin rendah dan rentannya harga produk-produk pertanian
menyebabkan usahatani menjadi sebuah sektor usaha yang tidak dapat
memberikan insentif ekonomi terhadap pelakunya. Pendapatan petani
mengalami stagnasi, sementara angkatan kerja baru di pedesaan tidak
memiliki cukup alternatif, dimana peluang untuk memperluas lahan
pertanian sangat kecil sementara nilai produksi pertanian relatif rendah
jika dibandingkan dengan nilai produksi di sektor non-pertanian. Dengan
keterbatasan alternatif ekonomi tersebut, sektor formal dan informal di
perkotaan relatif memberikan insentif yang lebih menarik bagi angkatan
kerja pedesaan.
Siklus tersebut memberikan gambaran bahwa pada dasarnya
diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi hilangnya insentif ekonomi
usahatani dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hilangnya
insentif usahatani lebih banyak disebabkan karena selama ini nilai tukar
(terms of trade) produk pertanian relatif sangat rendah bila dibandingkan
dengan industri, sementara nilai lahan (land-rent) selalu mengalami
eskalasi. Maka dengan itu, derasnya alih fungsi lahan pertanian dan
tingginya tingkat urbanisasi merupakan sebuah konsekuensi ekonomi
yang sangat logis.
Pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Bandung yang
bersifat regional tidak dapat dilepaskan dari dinamika industri pertanian
pada lingkup nasional dan internasional. Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya bahwa isu-isu strategis yang harus diakomodasi
mensyaratkan strategi pembangunan pertanian yang bersifat dinamis;
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 97
yaitu pemilihan strategi yang dapat mengkonvergensikan kendala-kendala
yang dihadapi pada saat ini dengan isu-isu strategis pada masa depan.
Seperti yang telah disebutkan pada bagian awal, salah satu aspek
yang paling substansial dalam perencanaan strategis dalam jangka
panjang adalah menetapkan kondisi ideal sektor pertanian yang akan
dicapai sehingga dalam suatu proses penyusunan rencana strategis
diperlukan tinjauan mengenai kondisi yang akan tercipta di masa depan;
yang selanjutnya ditetapkan menjadi acuan dan tujuan dalam proses
transformasi sektor pertanian. Mengingat bahwa pasar komoditas dan
produk pertanian bersifat demand driven. Struktur industri seperti ini
menunjukan bahwa pertumbuhan sektor atau industri pertanian sangat
ditentukan oleh sisi konsumsi. Dinamika perubahan sisi konsumsi akan
secara signifikan menuntut pergeseran pola dan perilaku pada sisi
produksi agar dapat memanfaatkan potensi dan peluang ekonomi yang
timbul dari dinamika tersebut.
3.6.1. Pergeseran Pola Demografis dan Wilayah
Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang
terlibat pertanian menurun drastis; yang juga berarti bahwa pangsa
penduduk yang tinggal di wilayah pedesaan akan cenderung semakin
kecil. Implikasinya adalah masyarakat yang membutuhkan pangan akan
berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat yang
memproduksi pangan. Hasilnya adalah tuntutan terhadap ketersediaan
dan kontinuitas produksi pangan. Hal ini dapat menjustifikasi lebih
cepatnya laju pertumbuhan industri agro dibandingkan dengan sektor
pertanian. Selain itu, pergeseran pola demografis menyebabkan
munculnya sektor-sektor ekonomi baru dalam rantai pasok pangan;
seperti pada lembaga-lembaga dalam rantai tersebut.
3.6.2. Pesatnya Pertumbuhan Industri Ritel Modern
Laju pertumbuhan industri ritel modern tidak terlepas dari pola
perubahan struktur demografis; terutama di negara berkembang.
Beberapa alasan yang mendasari pertumbuhan tersebut adalah; (1)
Urbanisasi, yang merupakan stimulan utama pertumbuhan; (2) pergeseran
pola konsumsi masyarakat pada pangan olahan dan (3) lebih rendahnya
harga komoditas pertanian di ritel modern dibandingkan dengan pasar
tradisonal (harga riil). Pada masa 10 tahun mendatang, supermarket
diprediksi dapat menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar komoditas
ritel; terutama di negara-negara berkembang. Proyeksi ini dilakukan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 98
berdasarkan kecenderungan yang terjadi di negara-negara Amerika Latin
dan Asia yang memiliki angka pertumbuhan sampai dengan 30 persen per
tahun. Faktor utama lainnya sebagai pendorong pertumbuhan industri ritel
modern tersebut adalah integrasi perdagangan dunia; terutama flow
keuangan dunia (FDI). Semakin terbuka pasar sebuah negara maka
semakin besar peluang pertumbuhan ritel modern ini.
Beberapa tren perubahan fundamental pada sektor pertanian yang
disebabkan oleh pertumbuhan supermarket ini adalah; (1) sistem rantai
pasok untuk komoditas pertanian yang tersentralisasi ditandai dengan
meningkatnya peran teknologi informasi dan manajemen rantai pasok; (2)
hilangnya ketergantungan dan keberadaan spot market ditandai dengan
semakin terspesialisasinya pelaku-pelaku dalam sistim rantai pasok
pertanian; (3) inovasi bersifat institusional yang bersumber dari top leader
firm di dalam industri tersebut; dan (4) standarisasi kualitas dan keamanan
produk pertanian yang selalu dinamis.
3.6.3. Pergeseran Pola Permintaan Pangan
Pada konteks global, tren perubahan pada pola konsumsi pangan
diindikasikan akan dan sedang membawa perubahan di dalam pasar
produk-produk pertanian yang memberikan peluang kepada Indonesia
beserta wilayah sentra pertaniannya. Salah satu perubahan yang dapat
diamati secara empiris ditunjukkan oleh fakta bahwa sektor agro-industri
memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor
pertanian; sektor pertanian menghasilkan bahan baku pangan
(unprocessed food) sementara industri agro menghasilkan pangan olahan
(processed food). Kondisi ini dapat dijustifikasi dengan melihat bahwa
selalu terdapat kecenderungan laju peningkatan pendapatan per kapita
masyarakat. Implikasinya adalah belanja pangan masyarakat juga
mengalami peningkatan. Namun, proporsi laju peningkatan per kapita
diindikasikan lebih cepat dibandingkan dengan proporsi belanja pangan
sehingga terjadi pergeseran pola belanja pangan; dari staple food yang
merupakan sumber kalori paling murah ke arah pangan yang harganya
lebih mahal per unit kalori; seperti pada pangan sumber protein serta
buah-buahan dan sayuran.
Fakta menunjukkan bahwa dalam hampir tiga dekade ini, struktur
pertanian global dan perdagangan pangan dunia telah mengalami
perubahan yang sangat dramatis; ditandai dengan penurunan pangsa
volume produk pertanian unprocessed dari 22 persen pada tahun 1980
menjadi hanya sekitar 12 persen pada akhir tahun 2005. Penurunan
pangsa volume tersebut berimpliksi pada penurunan tingkat ekspor
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 99
negara-negara berkembang; dari sekitar 39 persen menjadi sekitar 18
persen pada periode yang sama. Pada periode yang sama, produk
pertanian non-konvensional menunjukkan tren yang sebaliknya. Volume
perdagangan komoditas hortikultur dan buah-buahan di pasar global
menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat secara drastis; 21
persen menjadi 41 persen dengan nilai lebih dari 150 milyar dolar.
Sebagai bagian dari pergeseran ini, masyarakat akan
mengkonsumsi lebih banyak pangan olahan dengan beberapa alasan: (1)
rasio pendapatan masyarakat dan biaya pangan menjadi lebih besar
karena pangan yang unprocessed dapat diderivasi menjadi beragam jenis
pangan sehingga secara riil menjadi lebih murah; (2) pangan olahan
cenderung memiliki kualitas yang seragam dan lebih tahan lama sehingga
dapat menghasilkan opportunity cost yang lebih rendah.
3.6.4. Tuntutan Keamanan Pangan
Sejalan dengan pergeseran produk pertanian segar kepada produk
olahan maka fakta menunjukkan bahwa sisi konsumsi telah memberikan
perhatian lebih terhadap proses industrialisasi pertanian terutama di
negara berkembang. Konsumen pangan cenderung lebih memprioritaskan
kualitas dan keamanan pangan. Hal ini berkaitan dengan semakin
tingginya kesadaran konsumen terhadap potensi gangguan kesehatan
yang ditimbulkan oleh pangan yang dikonsumsi dan kandungan pestisida
dalam pangan; dimana proses produksi komoditas olahan berkaitan erat
dengan tuntutan efisiensi pada industri yang berimplikasi pada
penggunaan input-input modern, teknologi dan rekayasa biologis; yang
diindikasikan akan menimbulkan resiko teknis dalam penggunaanya
(technological risks). Tuntutan konsumen atas keamanan pangan sangat
jelas terlihat dari fenomena semakin tingginya permintaan pangan yang
bersifat organik dan ”bersih”. Selain itu, lembaga-lembaga pemberi
sertifikasi tingkat dunia semakin banyak terberntuk dan keikutsertaan
suatu negara dalam perdagangan internasional komoditas pertanian
ditentukan oleh lembaga-lembaga tersebut.
3.6.5. Prioritas terhadap Lingkungan
(a). Sampah dan Limbah Pertanian
Salah satu komponen yang sangat terkait dengan sektor pertanian
di masa depan adalah sampah (organik). Selain menghasilkan manfaat
ekonomi, sektor pertanian diindikasikan merupakan sektor yang memiliki
kontribusi yang tidak sedikit dalam konteks permasalahan persampahan
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 100
yang dihadapi oleh banyak wilayah terutama kota besar. Sebagai ilustrasi,
tabel berikut ini menunjukkan data-data empiris mengenai komposisi
timbulan sampah yang terdapat di berbagai kota besar di Indonesia.
Dari data pada Tabel 2.1 terlihat bahwa sampah yang berasal dari
aktivitas sektor pertanian memiliki pangsa yang paling besar diantara
sampah yang dihasilkan oleh sektor lain. Dalam hal ini, kota besar
sebagai pasar utama komoditas pertanian menanggung beban lingkungan
yang sangat besar (environmental cost). Wilayah kota, sebagai wilayah
sentra pemasaran komoditas pertanian menghadapi eksternalitas negatif
yang dihasilkan oleh aktivitas pertanian di wilayah hintherland-nya;
dimana pangsa sampah organik memiliki pangsa lebih dari 60 persen.
Dalam kerangka pembangunan agribisnis, biaya lingkungan yang
dihasilkan oleh sektor pertanian berpotensi menjadi kendala dan peluang.
Sampah akan menjadi kendala ketika pada satu saat biaya lingkungan
tersebut harus diinternalisasi ke dalam biaya produksi pertanian sehingga
meningkatkan biaya produksi. Dalam konteks pengolahan sampah,
penanganan sampah organik memiliki pangsa terbesar dalam struktur
biaya pengolahan karena sifat basah dan amba serta panjangnya proses
degradasi. Sementara sampah organik berpotensi menjadi peluang ketika
manfaat lingkungannya dapat dieksploitasi oleh sisi produksi; dimana
proses degradasinya dilakukan di dalam aktivitas pertanian (sink
sequestering). Selain dari keuntungan biologis yang diperoleh, hal ini
berdampak langsung terhadap turunnya biaya penanganansampah
organik di wilayah konsumsi komoditas pertanian; seperti pada biaya
transport dan biaya landfilling. Secara tidak langsung, biaya eksternalitas
negatif yang bersifat intangible (seperti potensi emisi gas buang) yang
merugikan konsumen dapat dieliminasi.
Tabel 3.8 Komposisi Timbunan Sampah
Jenis sampah Persentase (%)
Bandung Jakarta Surabaya
Organik 64.00 65.00 71.85
Kertas 1.00 10.00 12.45
Kaca 2.00 3.00 0.90
Plastik/karet 4.00 13.50 8.14
Logam 6.00 2.00 0.90
Lain-lain 12.00 6.50 5.76
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 101
3.6.6 Kemunculan Industri Biofarmaka
Peran komoditas tanaman obat cenderung semakin meningkat
dalam perdagangan local dan internasional. WHO telah secara eksplisit
memberikan berbagai advokasi mengenai pemanfaatan tanaman obat
dalam program-program kesehatan di Negara-negara berkembang. Fakta
menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50 ribu spesies tanaman yang
diindikasikan bermanfaat sebagai tanaman penghasil obat-obatan namun
baru sekitar 1000 spesies yang dapat dimanfaatkan secara penuh.
Kondisi ini berimplikasi pada sangat besarnya potensi pasar komoditas
tanaman obat. Karakteristik produk dan nilai transaksi industri tanaman
obat dipaparkan berikut ini.
Pertama (1) adalah fitofarmaka; berupa isolat aktif yang berasal
dari tanaman obat. Nilai transaksi jenis produk ini diestimasi mencapai
13.5 milyar dolar dengan pertumbuhan sebesar 6.3 persen per tahun. (2)
Ekstrak botani atau herbal; merupakan jenis produk tanaman obat non
ekstrak. Beberapa negara tujuan ekspor utama adalah AS, Jerman,
Perancis dan negara-negara Eropa lainnya. Nilai transaksi produk tersebut
diestimasi sebesar 35 milyar dolar dengan laju pertumbuhan sebesar 20
persen per tahun. (3) Nutrasetikal; berupa produk suplemen pada pangan
dengan nilai transaksi sebesar 5.5 milyar dolar. (4) Bahan mentah (raw)
tanaman obat dengan nilai transaksi mendekati 30 milyar dolar per
tahunnya.
Berkaitan dengan karakter industri tanaman obat tersebut,
pertumbuhan diciptakan melalui berbagai bentuk bio-partnerships antara
industri dan petani. Hubungan ini lebih bersifat sebagai suatu perpaduan
yang strategis antara ilmu farmasi modern dan tradisional (indigenous
knowledge); yang merupakan domain dari masyarakat tradisional. Kondisi
ini menunjukkan bahwa pembangunan dan pengembangan komoditas
tanaman obat dititikberatkan pada eksplorasi lebih jauh pada tanaman
obat yang belum termanfaatkan dengan dukungan kesinergian dari indutri-
industri farmasi.
3.6.7. Label Perdagangan Etis dan Adil (Ethics and Fair Trade)
Semakin terbukanya pasar dunia dan semakin luasnya pergerakan
komoditas pertanian berimplikasi kepada konvergensi tuntutan konsumen
terhadap komoditas tersebut. Selain tuntutan konsumen yang mengarah
pada aspek keamanan pangan, standarisasi sosial dari sebuah komoditas
pertanian yang diperdagangkan semakin keras disuarakan. Beberapa
standar sosial yang harus dipenuhi oleh sebuah produk pertanian sebagai
ISU-ISU STRATEGIS
RENSTRA 2016-2021 III - 102
syarat untuk diterima oleh konsumen global berkaitan dengan aspek
perdagangan yang etis dan adil.
Salah satu opsi strategis masa depan yang harus diambil industri
pertanan adalah memperluas pangsa pasar. Industri pertanian di India
dan Cina telah menginisiasi penggunaan label ethical trade (ETI) dan fair
trade (FTI) dengan tujuan merebut pangsa pasar produk pertanian di
pasar Eropa. ETI dan FTI merupakan badan sertifikasi yang memberikan
jaminan terhadap suatu produk agar dapat diterima konsumen. Sertifikat
dari ETI akan menjamin produsen (pengolah) suatu komoditas telah
memenuhi syarat-syarat dalam menggunakan tenaga kerja sesuai dengan
standar yang telah diratifikasi bersama ILO, sementara FT memberikan
jaminan bahwa manfaat ekonomi yang terdapat dalam transaksi suatu
komoditas (pertanian) terdistribusi merata pada setiap komponen pasok
rantai komoditas tersebut.