Post on 18-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ tubuh
mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya
penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai
kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit
normal tubuh, temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan
penampilan fisik. Sebagai tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan
oleh luka bakar, pasien juga bisa menderita permasalahan psikologis dan
emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi dan bisa bertahan / berlangsung
untuk jangka waktu yang lama.1
Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang
mengalami luka bakar setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat darurat
dan 50.000 membutuhkan perawatan di rumah sakit. Luka bakar menempati
peringkat ketiga penyebab mortalitas di seluruh dunia.1,2
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya
luka bakar yang menentukan gejala klinis serta beratnya luka bakar.1,3 Luka bakar
menyebabkan terjadinya hipermetabolisme akibat stimulasi sitokin-sitokin
berlebihan yang menyebabkan meningkatnya respons stres akibat proses infeksi.
Proses inflamasi umumnya meningkat segera setelah trauma terjadi dan bertahan
sekitar 5 minggu paska trauma. Respons metabolisme yang terjadi diantaranya
peningkatan suhu, kebutuhan O2, glukosa serta peningkatan produksi CO2.
Komplikasi yang terjadi pada pasien luka bakar antara lain, gagal napas, syok dan
infeksi sistemik ke berbagai organ yang dapat menyebabkan kematian. Seringkali
pasien luka bakar mengalami syok akibat kehilangan banyak cairan atau sepsis,
sehingga diperlukan pemantauan hemodinamik ketat. Tatalaksana penanganan
luka bakar di ruang perawatan intensif harus bersifat holistik yang mencakup
tatalaksana jalan napas dan oksigenasi, resusitasi cairan, pemberian antibiotika,
1
tatalaksana nutrisi, penanganan nyeri hingga perawatan luka untuk menurunkan
mortalitas.1,2
Pasien luka bakar memiliki keunikan baik dalam resusitasi, stres metabolik,
komplikasi dan luaran. Perawatan berkelanjutan sangat penting dalam menilai
infeksi, penyembuhan dan kemampuan untuk memberikan penanganan luka bakar
yang baik. Kebanyakan luka bakar hanya melibatkan kulit (jaringan epidermis
dan dermis), tapi jaringan yang lebih dalam seperti otot, tulang dan pembuluh
darah juga bisa terlibat. Luka bakar juga dapat mengalami komplikasi syok,
infeksi, disfungsi multiorgan, gangguan elektrolit dan gangguan pernapasan.
Pasien dengan kegagalan dua organ atau lebih memiliki nilai mortalitas sebesar
98%, sementara infeksi adalah penyebab 75% kematian dalam luka bakar.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat
menyebabkan kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah
sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang
terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat
menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44°C dengan kontak sekurang-kurangnya
5-6 jam. Suhu 65°C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan
luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu
kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47°C, air panas yang
mempunyai suhu 60°C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan
menyebabkan kehilangan sebagian ketebalan kulit dan diatas 70°C akan
menyebabkan kehilangan seluruh kulit. Temperatur air yang digunakan untuk
mandi adalah berkisar 36°C-42°C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi
pada saat suhu mencapai 35°C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53°C-
57°C selama kontak 30-120 detik.1,2,3
2.2. Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan 2 cara: sumber penyebab dan
derajat luka bakar.1,2,3,4,5
Berdasarkan sumber penyebab dibedakan atas:
Panas. Termasuk api, radiasi, atau pajanan panas dari api, uap dan
cairan panas serta benda – benda yang panas
Bahan kimia. Termasuk berbagai macam asam dan basa
Listrik. Termasuk didalamnya arus listrik dan sambaran petir
Cahaya. Luka bakar yang disebabkan oleh sumber cahaya yang kuat
atau cahaya ultra violet, juga termasuk sinar matahari
3
Radiasi. Seperti radiasi nuklir, cahaya ultra violet juga termasuk salah
satu sumber penyebab luka bakar karena radiasi
Klasifikasi Berdasarkan Derajat Luka Bakar
1. Luka bakar derajat 1 (luka bakar superfisial). Luka bakar hanya terbatas pada
lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang
biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.
Gambar 1. Luka Bakar Derajat I
2. Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada
elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka
dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan
ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri
dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung saraf
sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh
karena permeabilitas dindingnya meninggi.
Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi : a. Derajat dua dangkal dimana
kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi
secara spontan dalam 10- 14 hari. b. Derajat dua dalam dimana kerusakan
mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih dalam
mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama
tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel
kulit (epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan
4
lain sebagainya) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu
lebih dari satu bulan.
Gambar 2. Luka Bakar Derajat II
Gambar 3. Evaluasi luka bakar derajat 2 — 1 jam
Gambar 5 Evaluasi luka bakar derajat 2 —dua hari, lepuh tampak
Gambar 4 Evaluasi luka bakar derajat 2 – 1 hari
3. Luka bakar derajat 3.
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis,
atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang
hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit.
Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna
keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri.
Gambar 6. Luka Bakar Derajat III
5
2.3. Luas Luka Bakar3,4,5,6,7
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus
dimana kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat
penting pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk
perhitungan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan
`Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat
diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena
luka termal. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah
9%, tiap – tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%,
bagian belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan
leher 1%. Lihat gambar
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif
luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20`
dari Lund and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam
rumus tersebut adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1%.
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak
korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban
pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat
keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih
banyak energi panas ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan
katun terbakar lebih cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan
dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan
menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan
menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
6
bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai
bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat
luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan
mengelilingi tubuh.
Gambar 4. Perhitungan Luas Luka Bakar
0 – 1 th 5 th
15 th Dewasa
Tabel 2. Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Permukaan
7
18
9 9
18 18
1414
14
9 9
18 18
1616
10
9 9
18 18
1818
9
9 9
18 18
18181
Tubuh Struktur Anatomi Area Permukaan Kepala 9% Badan Depan 18% Punggung 18% Tiap Kaki 18% Tiap Lengan 9% Genitalia/perineum 1%
2.4. Patofisiologi Luka Bakar1,2,3,4,7,8
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, akan rusak dan
permeabilitasnya meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga
dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan
dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan
terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
8
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh
pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa
sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3
akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng
yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan
jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan
vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
9
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,
seperti Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.
Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di
darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam
mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase
ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka
bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai
wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat.
Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.
10
2.5. Menentukan Keparahan Luka Bakar4,6,7,8
Sumber luka bakar. Luka bakar minor yang disebabkan oleh radiasi nuklir
lebih parah dibandingkan dengan suatu luka bakar termal. Luka bakar
yang disebabkan oleh bahan kimia adalah berbahaya sebab bahan kimia
mungkin masih terdapat pada kulit.
Bagian tubuh yang terbakar luka bakar yang terdapat pada wajah lebih
berbahaya sebab bisa mempengaruhi jalan nafas atau mata. Luka bakar
pada telapak tangan dan kaki juga membutuhkan perhatian khusus sebab
bisa membatasi pergerakan jari dan jari kaki.
Derajat luka bakar. Derajat luka bakar adalah penting untuk ditentukan
sebab bisa menyebabkan infeksi/peradangan jaringan yang terbakar dan
memudahkan invasi kuman ke sistem sirkulasi.
Luas daerah luka bakar. Adalah penting untuk mengetahui persentase dari
jumlah permukaan kulit yang terbakar. Tubuh orang dewasa dibagi
menjadi beberapa regio, masing-masing mewakili sembilan persen dari
total permukaan tubuh. Regio ini adalah kepala dan leher, masing-masing
ekstremitas bagian atas, dada, abdomen, punggung bagian atas, pantat dan
punggung bagian bawah, bagian depan dari masing-masing ekstremitas
bawah, dan bagian belakang dari masing-masing ektremitas bagian bawah.
Jumlahnya 99 persen. 1 persen sisanya adalah area genital. Pada bayi atau
anak kecil, persentase yang lebih besar ditempatkan pada kepala dan
batang tubuh.
Umur pasien. Ini sangat penting sebab anak-anak kecil dan orang tua pada
umumnya mempunyai reaksi yang lebih berat terhadap luka bakar dan
berbeda proses penyembuhannya.
Kondisi fisik dan mental sebelum terjadinya luka bakar. Pasien dengan
penyakit saluran pernapasan, kelainan jantung, diabetes atau penyakit
ginjal berada dalam bahaya yang lebih besar dibanding orang-orang yang
sehat.
11
2.6. Berat Ringannya Luka Bakar8
Dibagi menjadi :
1. Berat = Parah
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih
b. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
c. Luka bakar derajat III pada tangan, kaki dan muka
d.Terdapat komplikasi pada saluran nafas, jantung, patah tulang,
kerusakan soft tissue yang luas
2. Sedang
a. Luka bakar derajat II 15 – 25%
b. Luka bakar derajat III 2 – 10% kecuali pada muka, tangan dan kaki
3. Ringan
a. Luka bakar derajat II <15%
b. Luka bakat derajat III <2%
2.7. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Luka
Bakar4,6,7,8
Tingkat keparahan luka bakar dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
Intensitas panas
Pada kebakaran rumah, biasanya suhu berada pada kisaran di bawah
1200 – 16000F
Durasi terpajan panas
Misalnya, kulit manusia dipanaskan sampai 450C selama 2 jam, maka
kulit akan menjadi hiperemis tanpa terjadi kerusakan epidermis, namun
bila durasi pajanan diperpanjang sampai 3 jam, akan terjadi kerusakan
total atau nekrosis pada epidermis.
Pada pelaksanaan pembakaran jenazah (kremasi) orang dewasa, alat yang
digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu selama 1,5 jam dengan suhu
15000F
12
2.8. Terapi
2.8.1. Manajemen akut (Clinical Practice)10
Tujuan:
Segera diidentifikasi kondisi yang mengancam kehidupan dan manajemen
kegawatdaruratan
dimulai.
1. Primary Survey10
A. Pemeliharaan Airway dengan kontrol tulang belakang leher
• Stabilisasi leher untuk suspek cervical spine injury.
• Hal ini penting untuk menjaga patensi jalan napas. Periksa saluran napas untuk
benda asing / edema. Jika pasien tidak dapat merespon perintah verbal, membuka
jalan napas dengan chin lift atau jaw trust.
• Minimumkan pergerakan cervical spine dan tidak pernah hiperfleksi atau
hiperekstensi kepala atau leher.
• Masukkan Guedel Airway jika patensi jalan napas terganggu. Pikirkan untuk
intubasi lebih awal.
B. Breathing dan Ventilasi10
• Berikan oksigen 100%
• Menilai dan memastikan bahwa ekspansi/gerakan dada memadai dan sama
bilateral
- Waspadalah kulit dalam melingkar atau dada ketebalan penuh luka bakar – nilai
apakah escharotomy diperlukan?
• Palpasi untuk krepitus dan patah tulang rusuk
• Lakukan auskultasi untuk napas suara bilateral
• Ventilasi via bag dan mask atau intubasi pasien jika perlu.
• Memantau laju pernapasan - berhati-hatilah jika <10 atau> 20 per menit.
• Nilai saturasi oksigen dengan pulsa oksimeter
• Pertimbangkan apakah terjadi keracunan karbon monoksida
13
C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan10
• Periksa untuk setiap perdarahan yang terlihat - berhenti dengan penekanan
langsung.
• Memantau dan mencatat nadi perifer untuk frekuensi, kekuatan (kuat, lemah)
dan irama,
• Nilai waktu pengisian kapiler, kembali normal dua detik. Jika memanjang
menunjukkan hipoperfusi karena hipotensi, hipovolemia
• sirkulasi perifer Monitor jika ada luka bakar hadir melingkar. Pertama
meningkatkan ekstremitas untuk mengurangi edema dan aliran darah bantuan
(Kagan & Smith 2000). Jika ini tidak terbukti efektif maka mungkin perlu untuk
melakukan escharotomy.
D. Disability: Status neurologis10
• Menetapkan tingkat kesadaran:
A - Alert
V - Respon terhadap rangsangan Vocal
P - Merespon rangsangan Menyakitkan
U - Merespons
• Periksa respon pupil terhadap cahaya untuk reaksi dan ukuran.
• Waspada terhadap kegelisahan dan penurunan tingkat kesadaran - hipoksemia,
CO
intoksikasi, shock, alkohol, obat-obatan dan analgesia yang mempengaruhi tingkat
kesadaran.
E. Exprosure dengan kontrol lingkungan10
• Lepaskan semua pakaian dan perhiasan.
• Jaga kehangatan pasien
• Hipotermia dapat memiliki efek merugikan pada pasien. Hal ini penting untuk
memastikan
14
bahwa pasien tetap hangat, terutama selama periode bantuan pendinginan
pertama.
• Log roll pasien, menghapus lembar basah dan memeriksa permukaan posterior
untuk luka bakar dan luka lain.
2. Secondary Survey10
Melakukan survei sekunder yang komprehensif.
a. History
A - Allergies
M - Medications
P - Past Illnesses
L - Last Meal
E - Events/Environment related to injury
b. Mekanisme Cedera
- Kumpulkan informasi dari pasien atau orang lain sebagai berikut:
1. Tanggal dan waktu luka bakar, tanggal dan waktu terjadi pertama.
2. Sumber cedera dan lamanya waktu kontak.
3. Pakaian yang dikenakan.
4. Aktivitas pada saat luka bakar
5. Kecukupan pertolongan pertama.
C . Penilaian Head to toe
• menilai kembali A, B, C, D, E,
d. Tindakan lain
• Mencatat dan dokumen
• membuat hapusan luka bakar dan kirim ke mikrobiologi.
15
2.8.2. Resusitasi Luka Bakar9,10,11
Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal
penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan yang
adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan
berlebihan pada luka bakar.
Luka bakar dapat menyebabkan berbagai perubahan parameter anatomis,
imunologis bahkan fisiologis tubuh. Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya
cairan intravaskular melalui luka atau jaringan yang tidak mengalami cedera.
Hilangnya cairan umumnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah cedera. Teknik
resusitasi cairan pada luka bakar terus mengalami perkembangan. Prinsip
resusitasi cairan luka bakar mengacu pada rumus Parkland yaitu :
4 cc/kg/luas permukaan tubuh + cairan rumatan
Cairan rumatan dapat digunakan dekstrosa 5% dalam ringer laktat yang
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan :
≤10 Kg: 100 mL/kg
11-20 Kg: 1000 mL + (Berat badan – 10 Kg) x 50 mL
>20 Kg: 1500 mL + (Berat badan – 20 Kg) x 20 mL
Pemberian cairan ini diberikan 24 jam pertama, 50% diberikan 8 jam
pertama dan 50% diberikan 16 jam berikutnya. Formula ini telah digunakan
secara luas sejak 40 tahun yang lalu untuk terapi cairan pada luka bakar selama 24
jam pertama setelah trauma, namun penelitian terbaru mengatakan bahwa formula
Parkland tidak dapat memprediksi kehilangan cairan secara akurat khususnya
pada pasien dengan luka bakar luas, akibatnya pasien seringkali mendapatkan
jumlah cairan lebih sedikit dibandingkan seharusnya. Hal ini sesuai dengan
penelitian Cancio dkk yang melaporkan bahwa penggunaan formula Parkland
menyebabkan penurunan kebutuhan cairan pada 84% pasien. Penelitian ini juga
menyebutkan jumlah cairan yang diberikan pada pasien luka bakar tidak hanya
memperhatikan luas serta kedalaman luka, namun harus diperhatikan apakah
pasien ini membutuhkan bantuan ventilasi mekanik atau tidak karena diperkirakan
hal ini dapat meningkatkan kebutuhan cairan.10
16
Metode lain resusitasi cairan dikembangkan oleh Baxter pada tahun 1979, ia
memberikan teknik resusitasi cairan pada 954 pasien luka bakar dengan
menggunakan formulasi cairan 3,7– 4,3 mL/Kg/total luas permukaan tubuh
(TLPT) dan didapatkan hasil sekitar 70% yaitu 438 dewasa dan 516 anak-anak
mengalami keluaran yang baik. Formulasi lain terapi cairan menurut gavelstron
menggunakan rumus
(5000 mL x LPT yang mengalami luka bakar) + (2000 mL x TLPT)
Protokol saat ini melanjutkan pemberian resusitasi cairan dengan
menggunakan formulasi 2– 4 mL/kgBB/TLPT selama 24 jam pertama. Setelah
pemberian terapi cairan, dilakukan pemantauan tanda kelebihan cairan yaitu
terdapatnya gangguan hemodinamik pasien seperti sesak napas, hepatomegali atau
terdapatnya ronkhi basah halus pada basal paru. Pemantauan ini kerap kali harus
dilakukan karena pemberian cairan berlebihan akan menyebabkan terjadinya
edema yang merupakan komplikasi akibat pemberian cairan resusitasi dan
berpotensi menimbulkan kompikasi misalnya abdominal compartement syndrome
dan edema paru.
Keterlambatan resusitasi meningkatkan mortalitas dan memperparah luka
bakar. Akses intravena dapat dilakukan perifer dengan luka yang kecil tetapi
memerlukan penempatan sentral untuk luka bakar yang lebih ari 20% TBSA.
Sebagian besar penelitian tidak mendapatkan peningkatan insidens edema
paru pada pasien yang mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian besar luka bakar tidak
memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru setelah trauma, dan
insidens edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan pengisian intravaskular
dipertahankan dalam batas normal. Berdasarkan tinjauan sistematik oleh
Schierhout dan Roberts dari 26 penelitian acak terkontrol dengan 1622 pasien
yang mendapatkan koloid atau kristaloid, mortalitas merupakan outcome utama
yang dinilai. Hasil yang didapat adalah, mortalitas pada pasien yang mendapat
cairan koloid lebih besar 4% dibanding yang mendapat kristaloid.
17
Direkomendasikan cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari
dalam 24 jam pertama setelah trauma luka bakar (level II B).
Koloid tidak memperlihatkan keuntungan dibanding kristaloid pada awal
resusitasi cairan pada pasien luka bakar dan bahkan memperburuk edema
formation pada awal awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8-24
jam setelah luka bakar terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid
mengalami influx masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema.
Studi meta-analisis terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien
yang mendapatkan albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali risiko
relatif mortalitas dibanding yang mendapatkan kristaloid.
2.8.3. Antibiotika yang sesuai9,11
Pasien luka bakar terutama luka bakar luas berpotensi mengalami infeksi
sekunder maupun sepsis sehingga berpotensi meningkatkan mortalitas. Penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 175 pasien luka bakar luas dikatakan
bahwa infeksi berhubungan dengan disfungsi multiorgan yang dapat
menimbulkan kematian pada 36% pasien.
Infeksi sekunder pada luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri gram
positif terutama stafilokokus yang berdomisili di kelenjar keringat dan folikel
rambut, perubahan kondisi akibat luka bakar akan mempercepat pertumbuhan
bakteri, sedangkan infeksi bakteri gram negatif umumnya disebabkan karena
translokasi dari kolon karena berkurangnya aliran darah mesenterika. Selain itu
kondisi pasien diperberat akibat penurunan respons limfosit T sitotoksik, maturasi
mieloid yang menyebabkan terganggunya aktivitas netrofil dan makrofag. Tujuan
penanganan luka adalah mempercepat epitelisasi sehingga dapat mengurangi
risiko infeksi sekunder. Sepsis seringkali menyertai luka bakar.
Menurut Centre for Disease Control (CDC), infeksi luka bakar adalah
keadaan apabila:
Terdapat perubahan kesadaran pasien yaitu menjadi
Tampak letargis, hipotermia, hipertermia maupun tanda-tanda syok
Perubahan pada luka yang terjadi misalnya warna maupun bau
18
Pada pemeriksaan kultur jaringan positif mengandung mikroorganisme
Pemberian antibiotik profilaksis sebenarnya tidak dianjurkan, namun
antibiotik profilaksis dapat direkomendasikan pada keadaan:
- Pencegahan selulitis sehingga memerlukan antibiotika antistreptokokal
- Pemberian obat anti jamur oral atau enteral untuk mencegah kandidiasis
- Pemberian obat-obatan perioperatif
- Pemberian antibiotika spektrum luas pada keadaan syok sepsis
2.8.4. Dukungan Nutrisi9,10
Pada keadaan luka bakar terlebih pada luka bakar derajat luas, terjadi
hipermetabolisme akibat respons stres berlebihan. Hal ini akan mengakibatkan
pasien akan mengalami keadaan malnutrisi, dan lambatnya proses penyembuhan.
Keadaan hipermetabolisme dapat bertahan sekitar 12 bulan setelah cedera.
Keadaan ini berhubungan dengan luasnya luka bakar, dan berkaitan dengan stres
yang terjadi. Pada anak kebutuhan kalori mencakup 60%-70% karbohidrat, 15%-
20% lemak, sedangkan protein harus terpenuhi 2,5-4gram/kgbb/hari. Apabila
diberikan asupan berlebih dapat menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang
dapat memperberat fungsi paru dan dapat meperlambat proses penyapihan
ventilator. Di samping itu pemberian karbohidrat berlebihan akan menyebabkan
disfungsi hepar, hiperglikemia sehingga dapat memicu dehidrasi akibat
meningkatnya diuresis. Pemantauan proses metabolisme dilakukan melalui
pemantauan kadar gula darah, albumin, elektrolit, fungsi hati dan ginjal.
Tabel 2. Perhitungan kebutuhan kalori pada luka bakar adalah sebagai berikut11:
Usia (tahun) Kebutuhan kalori
0-1 2100 kkal/m2/LPT + 1000 kkal/m2/LPT
1-11 1800 kkal/m2/LPT + 1300/m2/LPT
12-18 1500 kkal/m2/LPT + 1500 kkal/m2/LPT
19
Selain penatalaksanaan secara farmakologik, perawatan luka bakar juga
tak lepas dengan masalah nutrisi. Nutrisi bagi penderita luka bakar tak kalah
pentingnya dalam proses penyembuhan luka.(7)
Memperkirakan jumlah kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar sangat
penting dalam proses penyembuhan. Terdapat beberapa rumus untuk menghitung
kebutuhan nutrisi pasien kula bakar. Persamaan Harris-Benedict dibuat untuk
menghitung kebutuhan kalori orang dewasa sementara Galvaston digunakan pada
anak-anak. Rumus Curreri digunakan untuk menghitung kebutuhan kalori dewasa
dan anak-anak. Studi terbaru menunjukkan bahwa rumus ini cenderung bersifat
berlebihan (over estimate) sebesar kira – kira 150% dari kebutuhan kalori. Karena
tidak ada satupun rumus yang dapat memperhitungkan secara akurat berapa
banyak kalori yang dibutuhkan oleh pasien, adalah penting bagi dokter dan ahli
gizi untuk memonitor secara ketat kondisi nutrisi pasien.(7)
Kebutuhan protein pada umumnya meningkat daripada kebutuhan energi
dan tampaknya berhubungan dengan besarnya massa tubuh. Tubuh kehilangan
protein melalui luka dan karena hal ini tubuh meningkatkan kebutuhan kalori
untuk penyembuhan. Bagaimanapun juga mayoritas dari peningkatan kebutuhan
protein berasal dari adanya kerusakan otot dan terkait penggunaannya dalam
memproduksi energi. Memberikan indeks protein yang lebih tinggi tidak dapat
menghentikan proses perusakan ini akan tetapi protein penting untuk
menyediakan bahan untuk sintesis jaringan yang rusak atau hilang. Karbohidrat
merupakan penyuplai kalori terbesar pada kebanyakan kondisi terrmasuk stress
pada luka bakar. Memberikan kalori yang adekuat dari karbohidrat dapat
mengurangi penggunaan protein sebagai bahan bakar. Tubuh memecah
karbohidrat menjadi glukosa yang akan digunakan sebagai energi. Luka bakar
membutuhkan glukosa untuk energi dan tidak dapat menggunakan sumber energi
lain.(7)
Lemak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial
dan juga sebagai sumber kalori. Rekomendasi umum memberikan 30% kalori
dalam bentuk lemak, dan jumlah ini bisa lebih besar jika diperlukan. Kekurangan
asupan lemak berimplikasi pada penurunan fungsi imun.(7)
20
Kebanyakan institusi kesehatan mengetahui bahwa luka bakar
membutuhkan jumlah vitamin dan mineral yang lebih tinggi akan tetapi berapa
peningkatan kebutuhan ini belum dapat ditentukan. Beberapa vitamin yang
penting adalah vitamin C dan E bersama dengan zinc dapat membatasi kerusakan
oksidatif dan mempercepat penyembuhan luka.
Memberikan kalori dan zat gizi yang adekuat adalah tugas yang sangat
sulit pada pasien luka bakar terutama pada anak-anak. Adalah sangat penting bagi
para tenaga kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dalam
rangka meminimalisasi efek buruk dari kehilangan masa tubuh,dan malnutrisi
energi protein. Kegagalan memenuhi kebutuhan ini dapat bermanifestasi sebagai
penyembuhan luka yang tidak sempurna, balance nitrogen yang negatif,
penurunan BB dan penurunan fungsi kekebalan tubuh.
Penilaian status nutrisi awal sebaiknya dilakukan secepatnya setelah
masuk rumah sakit. Hal ini sangat penting agar pemberian makan yang adekuat
dapat diberikan dalam 24-48 jam pertama setelah pasien mengalami luka bakar.
Pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat seperti sebelum luka bakar
terjadi yang dapat dilihat pada Tabel Standar Pertumbuhan Anak sangat
diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan nutrisi pada anak.
2.8.5. Analgetik dan Sedatif9,10,11
Luka bakar dapat menimbulkan rasa nyeri terlebih lagi pada luka bakar
luas. Nyeri tersebut akan sangat mengganggu proses emosi dan fisiologi anak.
Sehingga diperlukan analgetika dan sedatif yang dapat mengontrol nyeri agar
anak menjadi nyaman. Derajat luka bakar akan menentukan nyeri yang
ditimbulkannya. Pada luka bakar superfisial, persyarafaan masih utuh sehingga
pergerakan maupun sentuhan akan sangat memicu rasa nyeri. Sedangkan luka
bakar luas dan dalam (deep partial thickness) beberapa persarafan bahkan hampir
seluruh saraf mengalami kerusakan, akibatnya pasien tidak begitu merasakan
rangsangan nyeri. Namun hal yang harus diperhatikan adalah apabila sekeliling
luka mengalami kemerahan yang dapat menimbulkan nyeri. Luka bakar jenis full
thickness, seluruh persarafan telah mengalami kerusakan, oleh sebab itu respons
21
terhadap rasa nyeri sama sekali tidak ada, namun daerah sekeliling luka masih
berespons terhadap rangsang nyeri.
Seringkali anak yang mengalami luka bakar, rangsangan sekecil apapun
mampu menstimulasi pusat nyeri sehingga akan menimbulkan nyeri kronik dan
nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik terjadi sekunder akibat kerusakan saraf. Hal ini
dapat menyebabkan kurangnya respons terhadap analgetika sehingga dibutuhkan
obat-obatan sedatif.14 Analgetika yang diberikan pada anak yang mengalami
nyeri akibat luka bakar adalah parasetamol dan anti inflamasi non steroid (AINS).
Namun bila dengan pengobatan oral masih tidak berespons, dapat diberikan obat
analgetika intravena.
Obat - obat analgetika sebaiknya memiliki persyaratan sebagai berikut:1
- Mudah diberikan
- Dapat ditoleransi dengan baik
- Memiliki onset kerja singkat namun memiliki efek samping minimal
Penanganan nyeri pada anak mencakup terapi farmakologik dan non
farmakologik. Terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian analgetika
spesifik yaitu pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol adalah
derivat paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk
mengatasi rasa nyeri. Obat anti inflamasi non steroid memiliki sifat analgetika dan
antipiretik melalui hambatan sintesis prostaglandin dan tromboksan.
Opioid Memiliki efek analgetika melalui reseptor opioid sentral dan
perifer. Morfin memiliki efek sekitar 10 –20 menit setelah diberikan melalui jalur
intravena dengan dosis 0,1mg/Kg. Dosis morfin yang diberikan pada anak >5
tahun yaitu 20 mikrogram/Kg diberikan secara bolus dilanjutkan dengan titrasi 4-
8 mikrogram/kg/jam. Pada saat diberikan morfin, harus dilakukan pemantauan
pernapasan dan saturasi O2.
Oxycodone merupakan opioid semisintetis yang memiliki bioavailabilitas
lebih baik dibandingkan morfin. Oxycodone dapat diberikan dengan dosis
0,2mg/Kg secara per oral maupun intravena.
22
Fentanyl merupakan analgetika narkotik dengan potensi lebih tinggi
dibandingkan dengan morfin. Memiliki kemampuan larut lemak yang tinggi dan
mula kerja cepat (1–2 menit). Durasi kerjanya mencapai 60 menit dan dosis yang
diberikan adalah 15–20 mikrogram/Kg.
Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang tidak
berespons terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan klonidin
yang diberikan dengan cara menghambat jalur korda spinalis. Dosis yang
diberikan 1–3 mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari secara oral atau intravena.
2.8.6. Perawatan Luka9
Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan
dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak dibersihkan
dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan debridement
merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka dapat menggunakan
sabun dan air bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%. Setelah dibersihkan,
diberikan antibiotika topikal yang kemudian menutup luka dengan kasa steril
untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Antibiotik topikal dapat diberikan
sehari 2 kali sambil dilakukan ganti balutan.
Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi
luka terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila berukuran
<2cm dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar harus dipecahkan
kemudian dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang dirawat umumnya
dilakukan skin graft dalam 1–5 hari setelah trauma. Tindakan ini terbukti dapat
mengurangi risiko sepsis.
23
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama :Abimayu
Jenis Kelamin :Laki-laki
Usia :44 tahun
Suku Bangsa :Jawa
Agama :Islam
Alamat :Dusun VI Jl. Pata Bakung Diski Sumber Melati Diski
Sunggal
Status :Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk :12 September 2014
Berat Badan : 70 Kg
3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan Utama : Luka bakar di sekitar wajah, tangan kanan dan kiri, leher,
dan kaki kanan
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 4 jam sebelum masuk
Rumah Sakit H. Adam Malik. Hal ini terjadi ketika pasien
sedang meniram minyak lampu pada kayu untuk memasak
dan pasien memasak diruangan terbuka. Api menyambar
dan mengenai pasien. Demam (-), muntah (-), batuk (-).
Pasien sebelumnya telah mendapat perawatan di Rumah
Sakit lain kemudian di rujuk ke RSUP H. Adam Malik.
RPO : IVFD RL 2 fls
RPT : -
24
Kronologis Waktu Kejadian
3.3. Primary Survey
Primary Survey Diagnosis Tatalaksana Hasil JamAirwayClear, gurgling (-), snoring (-), C-spine stabil. crowing (-), smoke inhalation (-)
Clear - Airway clear19.32
BreathingGerakan dada simetris, respiratory rate: 20 x/i, suara pernafasan: vesikuler, suara tambahan: (-), SaO2 : 99%
Adekuat O2 2 L/menit nasal canule
Breathing: 20x/menit, SaO2: 99%
19.33
CirculationCRT <3”, akral teraba hangat, merah, dan kering, frekuensi nadi 78
Stabil
Terpasang double IV line No.18G dengan Ringer Laktat tetes cepat
CRT <2”, akral hangat, merah,
19.34
25
Tanggal 12 September 2014Pukul 18.30 WIB
Masuk IGD RSUP H. Adam Malik
Diagnosis : Flame burn grade IIA-IIB
25%
Tanggal 12 September 2014
Masuk Klinik Diski Deli Serdang
Tanggal 12 September 2014Pukul 19.30 WIB
Konsul Anastesi, acc tindakan anstesi pukul 20.30
WIB
Tanggal 13 September 2014Pukul 01.00
Tindakan Debridement pukul 01.30
x/i, tekanan/volume kuat/cukup, tekanan darah 130/80 mmHgUOP: kateter (+)
(Sesuai perhitungan resusitasi luka bakar)
Inj Ketorolac 30 mgInj Ceftriaxon 1 gr
Kateter terpasang
dan kering, HR 72 x/menit, T/V cukup, BP: 120/70 mmHg, UOP: 50 ml dalam 1 jam, warna kuning jernih
DisabilityKesadaran: alert (GCS 15), pupil isokor, kanan = kiri, diameter 3mm/3mm, RC (+/+)
Compos mentis - - 19.35
ExposureOedem (-), fraktur (-) Flame burn (+) Wajah, leher, ekstremitas atas kanan dan kiri, dan bawah kanan
Flame burn (+) 25% grade IIA-IIB
- Menutup bagian tubuh yang terbakar dengan kasa steril yang dibasahkan
- 19.36
3.4. Secondary survey
Secondary survey Diagnosis Tatalaksana Hasil JamAirway, BreathingClear, gurgling (-), snoring (-), crowing (-), SP: vesikuler, ST: (-), RR: 20 x/menit, SaO2= 99%Riwayat asma/sesak/alergi/batuk : -/-/-/-
Clear O2 2 liter/menit Nasal canul
SaO2 : 99%
BloodCRT <2 detik, akral Terpasang double
26
teraba hangat, merah, dan kering, frekuensi nadi 72x/i, tekanan/ volume kuat dan cukup, tekanan darah 130/80 mmHg
StabilIV line No.18G dengan RL 20gtt/i
Kateter terpasang
Sirkulasi stabil
BrainSensorium: compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor, kanan = kiri, diameter: 3mm/3mm, RC (+/+)
Compos mentis - -
BladderUOP (+), volume 50 cc/jam, kateter terpasang
Normal - -
BowelAbdomen soepel, peristaltik (+) MMT pkl 12.00 WIB
Normal - -
BoneOedem (-), fraktur (-), Flame burn (+)
Flame burn Tutup bagian tubuh yang terkena luka bakar dengan kasa steril basah
-
Pemeriksaan Fisik (head to toe) :
K/L : Flame burn 5% grade IIA-IIB
Thorax-Abdomen : dbn
Ekremitas Superior : Flame burn 14% grade IIA-IIB
Ekremitas Inferior : Flame burn 5% grade II-IIB
Hasil Laboratorium
- Darah Lengkap
Hb/Ht/Leu/Tro: 16,10/43,8/13,43.103/137.103
- HST
PT/APTT/TT : 13,9(13,9)/30,7(36,7)/16,8(17,0)
27
INR :1,00
- KGD ad Random : 94,5
- RFT : Ureum/Creatinine : 12,7/0,82
- Elektrolit : Na/K/Cl : 139/3,7/112
- Albumin: 3,1
Foto Thorax
Kesan : Cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
EKG
28
Kesan: Normo EKG
3.5. Diagnosis fungsional : Flame burn 25% grade IIA- IIB
3.6. Penatalaksanaan di Ruang Resusitasi IGD
- Puasakan pasien sebelum dilaksanakan operasi
- O2 2L/ menit via nasal canul
- IVFD double line bore besar 18G
Rumus Baxter = 4 x BB x % Luka Bakar
= 4 x 70 x 25
= 7.000 cc/24 jam
8 jam I = ½ resusitasi cairan + maintenance
= ½ 7.000 + 8(4.10 + 2.10 + 50)
= 4.380 cc/8 jam = 548 cc/jam = 183 tetes/menit
16 jam II = ½ resusitasi cairan + maintenance
= ½ 7.000 + 16 (4.10 + 2.10 + 50)
= 5.260 cc/16 jam = 327 cc/jam = 109 tetes/menit
- Inj. Ceftriakson 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj ATS 3000 IU
- Tutup bagian tubuh yang terkena luka bakar dengan kasa steril basah
- Rencana operasi Debridement
3.7 Tindakan dan Follow UpInduksi Anestesi • Siapkan ganjal bahu
• Oksigenasi dengan O2 2 L/menit via nasal canul
• Premedikasi dengan inj Midazolam 3,0 mg + SA 0,25 mg
• Induksi dengan Ketamin 70 mg nystagmus (+)
• Maintenance dengan inj. Ketamin 30 mg/ 15-20 menit
Durante Operasi Debridement
29
• Lama operasi : ± 60 menit
• TD : 113-150 / 75-86 mmHg
• HR : 71-89x/i
• SpO2 : 99%
• Pre op: RL 1000 cc
• Durante op : RL 500 cc
• Perdarahan 50 cc
• Maintenance + penguapan: (2+4)x 70= 420 cc/jam
• UOP 90 cc/ jam, warna kuning jernih
Post Operasi • Bed rest, head up 30o
• IVFD RL 20 gtt/mnt
• O2 2L/menit via nasal canule
• Diet MSS/ MB jika peristaltik (+) dan pasien sadar penuh
• Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/ iv
• Inj Ketorolac 30mg/8 jam/ iv
Pemeriksaan Post Operasi :
B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), RR 26x/i, SaO2: 99%
B2: Akral: H/M/K, TD: 151/84 mmHg, HR: 88x/i, t/v cukup/kuat
B3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiri
B4: UOP (+), volume 70 cc/jam, warna kuning jernih
B5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)
B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
30
3.6. Follow up:
Tgl S O A PHasil
Pemeriksaan Laboratorium
13-14/09/2014
Nyeri luka bakar (+)
B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/70 mmHg, HR: 81x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD RL 10
gtt/i- Inj. Ceftriaxone
1 gr/12 jam- Inj. Ketorolac
30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam
15/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 82x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)
Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD Ringer
Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1
gr/12 jam- Inj. Ketorolac
30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam
31
B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
16/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/70, HR: 84x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 1,41 cc/kg/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD Ringer
Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1
gr/12 jam- Inj. Ketorolac
30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam- Diet MBTKTP- Mobilisasi
miring kanan kiri per 2 jam
- Rencana debridement hari ini, konsul anastesi, SIA, puasa
17/09/2014
Demam
B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/80, HR: 78x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 1,41 cc/kg/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen:
Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD Ringer
Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1
gr/12 jam- Inj. Ketorolac
30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam- Diet MBTKTP- Mobilisasi
miring kanan kiri per 2 jam
Hb:13,6Ht:39Leu:8,28Trombosit: 124
Elektrolit Na/K/Cl: 130/3,7/103
Albumin: 1,9
32
soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
18/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 90x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 1,41 cc/kg/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25% + Hipoalbumin
- Tirah baring- IVFD Ringer
Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1
gr/12 jam- Inj. Ketorolac
30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam- Diet MBTKTP
ekstra putih telur 10 butir/hari
- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam
- Koreksi albumin (3-1,9) x 0,8 x 70 = 61,6 3 fls plasbumin 20% 1 fls plasbumin 20% / hari
R/ Konsul gizi untuk penambahan putih telur
33
19-20/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/70 mmHg, HR: 88x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD RL 10
gtt/i- Inj. Ceftriaxone
1 gr/12 jam- Inj. Ketorolac
50 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam- Diet MBTKTP
ekstra putih telur 10 butir/hari
- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam
- Inf. Plasbumin 20% (H2,3)
21/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 82x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD Ringer
Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1
gr/12 jam- Inj. Ketorolac
30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam- Diet MBTKTP
ekstra putih telur 10 butir/hari
- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam
Hb:12,9Ht:37,7Leu:11,21Trombosit: 280
Elektrolit Na/K/Cl: 132/5,2/103
Albumin: 2,9
34
22/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/70 mmHg, HR: 88x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD RL 10
gtt/i- Inj. Ceftriaxone
1 gr/12 jam- Inj. Ketorolac
50 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam- Diet MBTKTP
ekstra putih telur 10 butir/hari
- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam
R/ Debridement
23/09/2014
- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 82x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban
Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%
- Tirah baring- IVFD Ringer
Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1
gr/12 jam- Inj. Ranitidin 50
mg/ 12 jam
PAPS
35
BAB 4
DISKUSI DAN KESIMPULAN
Seorang pasien laki-laki, 44 tahun, 70 kg, datang dengan keluhan luka
bakar disekitar wajah, tangan kanan kiri, leher, dan kaki kanan. Hal ini dialami
pasien sejak ± 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit H. Adam Malik. Hal ini terjadi
ketika pasien sedang menyiram minyak lampu pada kayu untuk memasak dan
pasien memasak diruangan terbuka. Api menyambar dan mengenai pasien.
Demam (-), muntah (-), batuk (-). Pasien sebelumnya telah mendapat perawatan di
Klinik lain kemudian dirujuk ke RSUP H. Adam Malik Medan.
Dilakukan Primary Survey, Airway Clear, gurgling (-), snoring (-),
crowing (-), C- Spine stabil, smoke inhalation (-) Breathing Gerakan dada
simetris, respiratory rate: 20 x/i, , suara pernafasan: vesikuler, suara tambahan:
(-), SaO2 : 99% Circulation CRT <3 detik, akral teraba hangat, merah, dan kering,
frekuensi nadi 78 x/i, tekanan/volume kuat dan cukup, tekanan darah 130/80
mmHg, Disability Kesadaran: alert (GCS 15), Pupil isokor, kanan = kiri,
diameter: 3mm/3mm, RC (+/+) Exposure Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+)
wajah , ekstremitas atas kanan, dan bawah kanan.
Pada pasien ini dijumpai luas luka sebesar 25 % yakni pada daerah wajah,
ekstremitas atas kanan dan kiri, dan bawah kanan. Bila dinilai dengan kriteria dari
ABA, maka pasien ini termasuk luka bakar tipe major. Maka penanganan tipe ini
memerlukan perawatan intensif dan monitoring yang ketat. Dilakukan kanulasi vena
sentral, untuk jalur intravena dan monitoring pemberian cairan serta menilai balans
cairan.
Resusitasi di rumah sakit sebelumnya tidak diketahui. Sehingga dilakukan
resusitasi cairan pada pasien ini. Hal ini didapatkan dengan menilai kebutuhan
resusitasi berdasarkan perhitungan Parkland.
Rumus Baxter = 4 x BB x % Luka Bakar
= 4 x 70 x 25
= 7.000 cc/24 jam
36
8 jam I = ½ resusitasi cairan + maintenance
= ½ 7.000 + 8(4.10 + 2.10 + 50)
= 4.380 cc/8 jam = 548 cc/jam = 183 tetes/menit
16 jam II = ½ resusitasi cairan + maintenance
= ½ 7.000 + 16 (4.10 + 2.10 + 50)
= 5.260 cc/16 jam = 327 cc/jam = 109 tetes/menit
Penggunaan cairan kristaloid (ringer laktat) pada kasus ini sesuai dalam
buku Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif (IDSAI-2009),
direkomendasikan: Kristaloid saat ini merupakan cairan yang terpilih dan paling
sering digunakan untuk resusitasi cairan cairan awal pada pasien luka bakar (level
I B).
Sebagian besar penelitian tidak mendapatkan peningkatan insidens edema
paru pada pasien yang mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian besar luka bakar tidak
memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru setelah trauma, dan
insidens edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan pengisian intravaskular
dipertahankan dalam batas normal. Berdasarkan tinjauan sistematik oleh
Schierhout dan Roberts dari 26 penelitian acak terkontrol dengan 1622 pasien
yang mendapatkan koloid atau kristaloid, mortalitas merupakan outcome utama
yang dinilai. Hasil yang didapat adalah, mortalitas pada pasien yang mendapat
cairan koloid lebih besar 4% dibanding yang mendapat kristaloid.9,11
Direkomendasikan cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya
dihindari dalam 24 jam pertama setelah trauma luka bakar (level II B). Koloid
tidak memperlihatkan keuntungan dibanding kristaloid pada awal resusitasi cairan
pada pasien luka bakar dan bahkan memperburuk edema formation pada awal
awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8-24 jam setelah luka bakar
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid mengalami influx
masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema. Studi meta-analisis
terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan
albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali risiko relatif mortalitas
dibanding yang mendapatkan kristaloid.9,10
37
Pasien luka bakar kehilangan barier terhadap invasi mikroorganisme dari
lingkungan yang akan berakibat terjadinya pelepasan mediator inflamasi. Gejala
yang tampak bisa terjadi kenaikan suhu tubuh (38,5oC), takikardi, takipnea pada
pasien dengan luka bakar yang luas. Paparan kuman terus menerus dari
lingkungan mengakibatkan kenaikan yang signifikan dari leukosit. Perawatan
bersama dengan tim bedah di ruangan ICU serta penjadwalan tindakan operasi
debridement tiap dua hari untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber
infeksi serta memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak diharapkan akan
meningkatkan luaran pasien. Pada kasus ini debridement dilakukan segera untuk
menghilangkan sumber infeksi. Dan direncanakan debribedement 2-3 hari sekali.
Pasien juga dilakukan kultur pada hapusan luka bakar dan didapatkan
bakteri E.coli yang sensitif terhadap Meropenem.
Penanganan nyeri dilakukan dengan pendekatan multimodal
meperidin/fentanil dan parasetamol atau NSAID intravena. Penanganan nyeri
menjadi sangat penting oleh karena bila tidak ditanggulangi dengan benar akan
memperberat keadaan penyakit.
Untuk manajemen dukungan nutrisi pada pasien luka bakar maka ada
beberapa hal yang harus diingat yakni bahwa nutrisi enteral harus sesegera
mungkin diberikan untuk mengaktifkan aliran darah splanknik, dan aliran darah
gastrointestinal agar tidak terjadi atropi dan mencegah terjadinya translokasi
bakteri yang sering sekali timbul pada pasien luka bakar. Bila nutrisi enteral tidak
dapat mencukupi kebutuhan pasien ini maka harus diperlukan tambahan dari
nutrisi parenteral.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Walls M. Thermal Burns. Rosen’s Emergency Medicine 7th
Edition.2010.Mosby:758-66.
2. Andrew R, Singer. Burns-General Management. Oxford Handbook of
Critical Care 2nd Edition.2005.Oxford Univeersity Press Inc:512-3.
3. Children of Fire. Burn. Diunduh dari http://www.firechildren.org.
Diakses 14 September 2014.
4. Update on the Critical Care Management of Severe Burns. Diunduh
dari http://jcm.sagepuh.com. Diakses 14 September 2014.
5. Plantz S, William Gossman. Burns. Mergency Medicine 5th
Edition.2008.Mc Graw Hill:170-1.
6. Recent Advances in the Management of Burns. Diunduh dari
http://www.fraser.com. Diakses 14 September 2014.
7. Pittaway AJ. Managing Paediatric Burns Anaesthesia Tutorial of the
Week 78. 2007. Diunduh dari http://www.totw.anaesthesiologists.org.
Diakses 14 September 2014.
8. 8. Harbin K, Teressa E. Norris. Anesthetic Management of Patients
With Major Burn Injury. 2012. Diunduh dari
http://www.aana.com/aanajournalonline. Diakses 14 September 2014.
9. Arifin H. Pengelolahan Infeksi Pada Pasien Luka Bakar di Unit
Perawatan Infeksi. Jurnal Kedokteran Terapi Intensif. Vol.2 No.3 April
2012.
10. Clinical Practice Guidelines: Burn Patien Management. ACI
Statewide Burn Injury Service 2011.
11. Dzulfikar. Penanganan Luka Bakar di Ruang Perawatan Intensif
Anak. Jurnal Kedokteran Terapi Intensif.Vol 2.No.3 April 2012
39