Post on 24-Jul-2015
description
KONDISI, HARGA, KWALITAS, PEMASARAN DAN KOPRASIPERSUSUAN DI INDONESIA
*Irfan SetiawanD1F011005
*Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto, Indonesia.
Kondisi produksi susu segar di Indonesia saat ini, sebagian besar
(91%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi
perah per peternak. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis
karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya
cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Dengan demikian,
dari sisi produksi kepemilikan sapi perah setiap peternak perlu ditingkatkan. Menurut
manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor
sapi per peternak. Sedangkan, dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang
ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga
yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Persusuan
nasional seharusnya sudah memasuki usia dewasa, baik dari segi produksi maupun teknologi.
Peternak rakyat saat ini harus dipaksa pasrah dengan penerimaan harga jual susu dalam
negeri yang semakin murah, sementara biaya pokok produksi usaha ternak semakin
meningkat, biaya pakan ternak semakin melambung diiringi biaya obat-obatan untuk
mendukung kesehatan dan metabolisme ternak serta ditambah serbuan susu impor yang jauh
lebih murah dengan memajukan sebuah fenomena bernama Pasar Bebas. Seharusnya dengan
kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar peternak susu untuk
mengembangkan usahanya. Namun demikian peternak masih menghadapi permasalahan,
antara lain yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak
dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain
itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya
transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi
penghambat perkembangan produksi susu domestik.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Inpres No 4/1998
mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan
peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku
yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan
relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri.
KONDISI, HARGA, KWALITAS, PEMASARAN DAN KOPRASIPERSUSUAN DI INDONESIA
*Irfan SetiawanD1F011005
*Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto, Indonesia.
Kondisi produksi susu segar di Indonesia saat ini, sebagian besar
(91%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi
perah per peternak. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis
karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya
cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Dengan demikian,
dari sisi produksi kepemilikan sapi perah setiap peternak perlu ditingkatkan. Menurut
manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor
sapi per peternak. Sedangkan, dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang
ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga
yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Persusuan
nasional seharusnya sudah memasuki usia dewasa, baik dari segi produksi maupun teknologi.
Peternak rakyat saat ini harus dipaksa pasrah dengan penerimaan harga jual susu dalam
negeri yang semakin murah, sementara biaya pokok produksi usaha ternak semakin
meningkat, biaya pakan ternak semakin melambung diiringi biaya obat-obatan untuk
mendukung kesehatan dan metabolisme ternak serta ditambah serbuan susu impor yang jauh
lebih murah dengan memajukan sebuah fenomena bernama Pasar Bebas. Seharusnya dengan
kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar peternak susu untuk
mengembangkan usahanya. Namun demikian peternak masih menghadapi permasalahan,
antara lain yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak
dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain
itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya
transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi
penghambat perkembangan produksi susu domestik.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Inpres No 4/1998
mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan
peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku
yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan
relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri.
KONDISI, HARGA, KWALITAS, PEMASARAN DAN KOPRASIPERSUSUAN DI INDONESIA
*Irfan SetiawanD1F011005
*Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto, Indonesia.
Kondisi produksi susu segar di Indonesia saat ini, sebagian besar
(91%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi
perah per peternak. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis
karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya
cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Dengan demikian,
dari sisi produksi kepemilikan sapi perah setiap peternak perlu ditingkatkan. Menurut
manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor
sapi per peternak. Sedangkan, dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang
ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga
yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Persusuan
nasional seharusnya sudah memasuki usia dewasa, baik dari segi produksi maupun teknologi.
Peternak rakyat saat ini harus dipaksa pasrah dengan penerimaan harga jual susu dalam
negeri yang semakin murah, sementara biaya pokok produksi usaha ternak semakin
meningkat, biaya pakan ternak semakin melambung diiringi biaya obat-obatan untuk
mendukung kesehatan dan metabolisme ternak serta ditambah serbuan susu impor yang jauh
lebih murah dengan memajukan sebuah fenomena bernama Pasar Bebas. Seharusnya dengan
kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar peternak susu untuk
mengembangkan usahanya. Namun demikian peternak masih menghadapi permasalahan,
antara lain yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak
dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain
itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya
transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi
penghambat perkembangan produksi susu domestik.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Inpres No 4/1998
mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan
peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku
yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan
relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri.
Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah besarnya ketergantungan peternak
terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya.
Dengan absennya keberpihakan Pemerintah terhadap peternak, hal ini menimbulkan
kecenderungan bahwa harga susu segar yang diterima peternak relatif rendah. Adanya
pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri pengolah susu
mendudukkan peternak sapi perah pada posisi tawar (bargaining position) yang rendah. Lebih
ekstrim lagi, keberadaan industri pengolah susu ini dapat menyebabkan terbentuknya struktur
pasar oligopsoni yang tentunya menekan peternak. Selain harga susu yang sangat murah pada
struktur pasar tersebut, tekanan yang diterima peternak semakin bertambah dengan adanya
retribusi yang diberlakukan oleh kebanyakan Pemda di era otonomi daerah ini. Bila melihat
perkembangan agribisnis persusuan di negara lain, peran koperasi sangatlah besar dalam
mengembangkan usaha tersebut. Di India, misalnya, koperasi susu telah berkembang
sedemikian rupa sehingga sampai saat ini kurang lebih telah berjumlah 57.000 unit dengan 6
juta anggota. Begitu pula di Uruguay, dimana para peternak domestiknya telah mampu
memproduksi 90% dari total produksi susu nasional. Besarnya peran koperasi tersebut belum
terlihat di Indonesia. Koperasi susu kita mempunyai posisi tawar yang sangat lemah ketika
berhadapan dengan industri pengolahan susu, baik dalam hal jumlah penjualan susu, waktu
penjualan, dan harga yang diperoleh.
Peremajaan ternak sudah sangat berat dilakukan, harga beli ternak sapi perah
dibandingkan akhir tahun 2007 meningkat lebih dari 100% diawal tahun 2008, lalu bertahan
sepanjang tahun untuk kemudian menuju masa suram ditahun 2009 ini. Di Boyolali – Jawa
Tengah saat ini untuk mendapatkan Sapi Dara kualitas baik, cukup dengan merogoh dana Rp.
7.250.000, terpaut lumayan dibandingkan harga tahun lalu yang mencapai Rp. 9.000.000.
Harga ini dipicu semakin melemahnya nilai tawar peternak terhadap pengumpul susu atau
KUD. Harga air susu kualitas baik yang pada tahun 2008 sempat menyentuh angka Rp.
3.100/liter dibeli oleh pengumpul susu atau KUD dari peternak, saat ini menukik menuju
angka Rp. 2.800/liter dan ada kemungkinan harga akan turun kembali mendekati angka Rp.
2.500/liter. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut sampai akhir bulan Juli 2009 karena
PEMILU dan masuknya tahun ajaran baru, kecuali bila ada stimulus yang nyata dari
Pemerintah yang bekerjasama dengan swasta/lembaga koperasi.
Masalah penting inilah mengenai perkoperasian susu adalah proses pembentukan
koperasi tersebut umumnya bersifat top-down dan intervensi pemerintah relatif besar dalam
mengatur organisasi. Pembentukan anggota koperasi bukanlah atas dasar akumulasi modal
anggota tetapi lebih banyak bersifat pemberian kredit ternak sapi dalam rangka kemitraan
dengan bantuan modal dari pemerintah. Status anggota koperasi hanya berfungsi pada saat
menjual susu segar dan pembayaran iuran wajib dan iuran pokok. Koperasi sebagai lembaga
ekonomi dalam menjalankan manajemen tanpa pengawasan yang ketat oleh anggota, justru
sebaliknya koperasi cenderung berkuasa mengatur anggota. Agar pangsa pasar susu yang
dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu
ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak saat ini, yaitu dengan
meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional. Adapun kebijakan dalam upaya
substitusi impor susu yang dapat diambil untuk mencapai kondisi tersebut antara lain sebagai
berikut:
1) Peningkatan kualitas peternak sebagai ujung tombak usaha melalui pelatihan, transfer
teknologi dan informasi. Pembiayaan kegiatan ini dapat diambil dari Pos Dana
APBN/APBD, Pemerintah Daerah, Koperasi, Industri Pengolah Susu atau peternak itu
sendiri. Pembiayaan tersebut menjadi sangat murah bila muatan-muatan yang diterima
dapat diserap, dicerna dan diterapkan oleh peternak, dibarengi pendampingan dan
arahan secara simultan yang berimbas pada peningkatan produktivitas ternak.
2) Pengurus Koperasi Susu seyogyanya memiliki kemampuan dan keterampilan
mumpuni untuk disampaikan kepada anggota melalui pendidikan dan latihan
langsung dilapangan sehingga budidaya ternak dapat efektif dan efisien. Pelatihan dan
pendidikan bagi Staf Teknis Koperasi mutlak dilakukan selain studi komparasi dan
transfer informasi.
3) Direktorat Jenderal Peternakan/Dinas Peternakan berperan lewat penyuluhan,
pembinaan dan pendampingan kepada peternak. Petugas Penyuluh Lapangan diberi
pendidikan dan latihan teknis peternakan maupun informasi kebijakan pemerintah.
Pihak pemerintah juga harus bertanggungjawab atas perjalanan tata niaga air susu
yang stabil dan ideal sehingga keberpihakan harga air susu segar kepada peternak
menjadi lebih besar dan peternak dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas
usaha ternak.
4) Perguruan Tinggi dan Sekolah Menegah Kejuruan yang berhubungan dengan dunia
peternakan, akan terus mencetak Sarjana, Ahli Madya atau tenaga terlatih untuk
mengaplikasikan dan mengembangkan teori yang mereka terima di bangku
pendidikan. Kurikulum yang sempurna, pola pengajaran yang baik dan informasi
terbaru dunia peternakan tidak diragukan lagi akan menghasilkan tenaga-tenaga
intelektual terdidik dan terlatih dalam mengembangkan persusuan Indonesia, baik
sebagai wirausahawan atau tenaga karir.
Semoga keempat arah kebijakan di atas dapat segera diwujudkan oleh para pengambil
kebijakan dalam rangka merealisasikan gerakan revolusi putih. Revolusi putih yang berhasil
akan menjamin terjadinya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia:
ketersediaan suplai susu yang terjamin, meningkatnya pendapatan peternak dan pelaku usaha
lainnya di bidang peternakan dan terwujudnya masyarakat terutama anak-anak yang lebih
sehat dan lebih pintar (healtier and brighter children).
Sumber :
Mohammad Baga, Lukman. 2007. Efektivitas Organisasi Koperasi dan PengembanganAgribisnis. Konpernas Perhepi 2007 [06]-7
ARTIKEL PERSUSUAN
“KONDISI, HARGA, KWALITAS, PEMASARAN DAN KOPRASI PERSUSUAN DI
INDONESIA”
Oleh
Irfan Setiawan
D1F011005
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2012