RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

84
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Wewenang Advokat Perempuan Dalam Mengikrarkan Talak Kliennya” (Studi Kasus di Pengadilan Agama Depok Kelas II A) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah (Peradilan Agama). Jakarta, 6 September 2010 Disahkan oleh Dekan, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM NIP. 195505051982031012 Panitia Ujian Munaqasyah Ketua : Drs. H. A Basiq Djalil, SH., MA (...........................) NIP. 195003061976031001 Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., MH (...........................) NIP. 197202241998031 Pembimbing I : Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, MA (...........................) NIP. 197608072003121001 Penguji I : Dr. Alimin Mesra, M.Ag (...........................) NIP. 196908252000031001 Penguji II : Drs. H. A Basiq Djalil, SH., MA (...........................) NIP. 195003061976031001

Transcript of RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

Page 1: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ”Wewenang Advokat Perempuan Dalam Mengikrarkan Talak Kliennya”

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Depok Kelas II A) telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al

Syakhsiyyah (Peradilan Agama).

Jakarta, 6 September 2010

Disahkan oleh

Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MMNIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Drs. H. A Basiq Djalil, SH., MA (...........................)NIP. 195003061976031001

Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., MH (...........................)NIP. 197202241998031

Pembimbing I : Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, MA (...........................)NIP. 197608072003121001

Penguji I : Dr. Alimin Mesra, M.Ag (...........................)NIP. 196908252000031001

Penguji II : Drs. H. A Basiq Djalil, SH., MA (...........................)NIP. 195003061976031001

Page 2: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah qad Wafaqaa Lil’ilmi Khairi Khalqihii Walittuqaa. Segala

puji hanya bagi Allah yang selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada

penulis sehingga dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah

menuntun umatnya dari zaman kedzaliman sampai zaman yang terang benderang.

Dengan penuh segala harapan skripsi yang berjudul “Wewenang advokat

perempuan dalam mengikrarkan talak kliennya”(Studi Kasus di Pengadilan Agama

Depok). Telah terselesaikan oleh penulis.

Sungguh suatu kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis secara pribadi

adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada keluarga besar Alm. Sarmili

HB, dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam mensukseskan harapan penulis.

Sebagai bahan yang berharga ini perkenankan penulis menuangkan dalam

bentuk ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Amin Suma., MA. MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang banyak

memberikan nasihat-nasihat yang sangat bermanfaat demi meningkatkan

kualitas spriritual dan intelektual yang bermutu kepada mahasiswa/I Fakultas

Syariah dan Hukum pada umumnya dan kepada penulis pada khususnya.

Page 3: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

ii

2. Drs. H. Basiq Djalil, SH., MA, selaku ketua Jurusan Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyah yang selalu memberikan kriti secara tidak langsung sangat

membantu sekali dalam penyusunan skripsi ini.

3. Kamarusdiana, SH. MH, selaku ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah,

yang tidak mengenal lelah untuk membantu mahasiswa/I baik dalam bidang

birokrasi maupun administrasi kampus.

4. Dr. Ahmad Tholaby Kharlie., SH. MA. Selaku Dosen Pembimbing sekaligus

kepribadian yang penulis kagumi yang relegius dan berintelektual, yang telah

banyak meluangkan waktunya disela-sela kesibukan karirnya dalam

memberikan saran serta masukan maupun nasihat dalam penyusunan skripsi

ini.

5. Selur uh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah menyalurkan ilmunya

kepada penulis ketika perkuliahan, mudah-mudahan ilmu yang penulis

bermanfaat dan barakah. Jazakallah yaa Ustadzi wayassarallahu ‘an

usriddunya wal akhiratikum.

6. Kepada Ketua Pengadilan Agama Depok beserta seluruh staf jajarannya baik

Panitera Muda Hukum, dan Hakim-Hakim wabil khusus kepada Bpk. Drs.

Sarnoto., MH. Yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai demi

terselesaikannya penelitian ini. Disamping itu juga membantu dalam

memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan

skripsi ini.

Page 4: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

iii

7. Tak ada sepantas kata yang keluar dari lisan penulis selain kata Terimakasih

yang sedalam-dalamnya pertama, kepada Ayahanda Alm. Sarmili HB yang

telah mendidik penulis dari kecil. Hanya penulis sayangkan Allah begitu cepat

memanggilnya sehingga beliau tidak ikut menyaksikan wisuda putranya.

Semoga Allah senantiasa mengampunkan dosa-dosa beliau ketika hidup dan

semoga dilapangkan kuburnya. Syukran laka Yaa Abii..kedua, ibundaku

Nanih HM yang dengan berdiri sendiri melanjutkan estapet perjuangan

ayahku, dengan jerih payah ibuku, sehingga beliau mampu mempertahankan

penulis sampai ke jenjang perkuliahan, ibuku yang berusaha tak mengenal

lelah demi keberhasilan anaknya. Dan penulis akan berusaha mewujudkan

sebuah cita-cita dan harapan kecilnya. Semoga Allah mendengarkan harapan

dan cita-cita yang beliau harapkan kepada penulis.

8. Segenap dewan guru TPA Masjid Raya Cinere yang selalu memberikan

motifasi dan perhatiannya kepada penulis.

9. Teman-teman Konsentrasi Peradilan Agama B angkatan 2006 yang tak bosan-

bosan untuk bertukar pikiran serta pemberi informasi kepada penulis, suka

duka, canda tawa kebersamaanmu akan penulis kenang selalu di dalam

memori ingatan.

10. Sahabatku Joko Wasono yang dengan kesediaan dan perjuangannya yang

telah meminjamkan seperangkat computer kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal ibadahmu akan menjadi tabunganmu

Page 5: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

iv

kelak nanti dan mudah-mudahkan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Dan

semoga persahabatan kita akan terus terjalin sampai akhir hayat.

Penulis tidak bisa membalas dengan apa-apa kecuali dengan do’a yang tulus,

serta air mata yang menjadi saksi ketika memanjatkan do’a, dengan kebaikan-

kebaikan para pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

baik secara langsung ataupun tidak langsung. Semoga Allah akan melipat gandakan

amal kebaikannya kelak nanti. Amiin yaa raabal ‘alamiin

Penulis begitu sangat menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, oleh

karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun perlu kiranya diberikan demi

perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Maka akhirnya penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 6 September 2010 M 25 Ramadhan 1431 H

Penulis

Page 6: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ v

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 5

C. Tujuan dan kegunaan penelitian ................................................. 6

D. Metode penelitian ....................................................................... 7

E. Review Kajian Terdahulu .......................................................... 10

F. Kerangka Teori ........................................................................... 13

G. Sistematika penulisan ................................................................. 14

BAB II : KUASA HUKUM PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF

FIKIH DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian dan Dasar Hukumnya .............................................. 17

B. Rukun dan Syarat Wakalah ........................................................ 36

C. Berakhirnya wakalah................................................................... 40

D. Peran Advokat di Pengadilan Agama ........................................ 42

Page 7: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

vi

BAB III : IKRAR TALAK DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN

HUKUM POSITIF

A. Pengertian dan Dasar Hukum Ikrar Talak .................................. 46

B. Tata Cara Ikrar Talak ................................................................. 52

C. Ikrar Talak Yang di Lakukan Kuasa Hukum Perempuan .......... 55

D. Pandangan Fukaha terhadap Ikrar Talak yang diwakilkan

kepada perempuan ...................................................................... 58

BAB IV : PANDANGAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN AGAMA

DEPOK TERHADAP IKRAR TALAK YANG

DIWAKILKAN KEPADA ADVOKAT PEREMPUAN

A. Proses Persidangan Ikrar Talak di Pengadilan Agama Depok.... 52

B. Dasar Pemikiran Hakim terhadap Ikrar Talak yang dilakukan

Advokat perempuan ................................................................... 53

C. Analisa Penulis ........................................................................... 56

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 71

B. Saran-Saran ................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 73

LAMPIRAN

Page 8: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Advokat atau kuasa hukum adalah pemberi bantuan hukum atau jasa

hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum yang

keberadaannya sangat dibutuhkan. Saat ini semakin penting seiring dengan

meningkatnya kesadaran hukum masyarakat serta kompleksitasnya masalah

hukum. Advokat merupakan profesi yang memberi jasa hukum, saat menjalankan

tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping, pemberi advise hukum,

atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas namanya.1

Jika manusia memiliki banyak kesibukan, itu wajar-wajar saja. Baik itu

kesibukan dalam berdagang, bertani, maupun lainnya. Biasanya jika seseorang

memiliki banyak kesibukan, maka waktu pelaksanaan antara satu urusan dan

yang lainnya akan saling berbenturan, secara otomatis pihak yang bersangkutan

tidak bisa menjalankan semua kesibukannya sendiri secara bersamaan.

Khususnya jika yang bersangkutan terpaksa harus pergi keluar negeri maka

urusannya yang lain akan terbengkalai. 2

1 Abdul Kadir Muhammad, S.H, Hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti, 2008), h. 70

2 Ibid

Page 9: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

2

Demi kebaikan dan kemaslahatan manusia, maka syariat Islam

memberikan kemudahan dengan jalan memperbolehkan perwakilan dalam suatu

urusan tertentu, kepada orang lain agar ia melaksanakan tugas yang semestinya

terbengkalai itu. Dengan diperbolehkannya perwakilan, orang bisa mewakilkan

beberapa pekerjaan penting misalnya, untuk menyewakan sesuatu atau

membelikan barang tertentu lainnya.3

Dengan demikian orang yang mewakilkan bisa lebih tenang ia masih bisa

untuk terus mengembangkan hartanya dan menyempurnakan atau melaksanakan

peraturan dan planning yang telah dibuatnya.4

Menurut sistem HIR dan Rbg beracara di muka persidangan pengadilan

dapat dilakukan secara langsung, dan dapat juga secara tidak langsung. Apabila

beracara secara tidak langsung, maka pihak-pihak yang berperkara dapat

mewakilkan perkaranya itu kepada pihak lain, yaitu penerima kuasa perwakilan

atau pemberian kuasa ini di atur dalam pasal 123 HIR, 147 Rbg, menerut

ketentuan pasal tersebut, pihak-pihak yang berperkara dapat menguasakan

perkaranya kepada orang lain dengan surat kuasa khusus, sedangkan penggugat

dapat juga dilakukan dengan mencantumkan pemberian kuasa itu dalam

gugatannya. Meskipun pihak-pihak telah memberikan kuasa atau mewakilkan

perkaranya kepada orang lain, sekedar dipandang perlu hakim berkuasa untuk

memerintahkan kepada pihak-pihak yang berperkara untuk menghadapi sendiri

3 Ibid

4 Ibid., h.71

Page 10: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

3

kemuka sidang pengadilan. Kekuasaan atau wewenang hakim tersebut tidak

berlaku terhadap presiden. Pemberian surat kuasa khusus artinya menunjuk

kepada macam perkara tertentu dengan rincian isi kuasa yang diberikan.

Berbicara masalah perwakilan atau kuasa hal tersebut terdapat suatu

ibarah yang diungkapkan di dalam kitab Kifayatu al-Akhyar fii Halli Ghayati al-

Ikhtishar :

“Dan segala sesuatu itu yang telah dijalani oleh seseorang, boleh pula

diwakilkan kepada orang lain untuk menjalaninya, seseorang juga boleh menjadi

wakil untuk menjalani sesuatu yang boleh dijalani.”5

Jadi penerimaan kuasa dapat juga melimpahkan kuasa kepada pihak

pengganti penerima kuasa yang disebut dengan hak substitusi. Hak substitusi

perlu dicantumkan dalam surat kuasa khusus apabila tidak dicantumkan,

penerima kuasa tidak boleh menggunakan hak substitusi. Perlunya hak substitusi

dicantumkan dalam surat kuasa khusus adalah untuk menjaga kemungkinan

berhalangannya penerima kuasa, misalnya berhalangan karena dinas keluar

negeri atau karena sakit.6

Sejalan dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran masyarakat

diberbagai bidang, khususnya dibidang hukum. Jasa hukum melalui advokat

dewasa ini berkembang menjadi kekuatan institusional. Dengan munculnya

5 Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakri Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifayatu Al-Akhyar Fii Hali

Ghayati Al-Ikhtishar, Juz I (Surabaya : Al-Hidayah, Tt), h. 283

6 Moh. Tafik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara perdata (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), h. 25

Page 11: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

4

organisasi advokat yang dikelola secara profesional, perannya dianggap penting

demi berjalannya peradilan yang bebas, cepat, dan sederhana.

Dalam pemberian kuasa bisa melalui organisasi penerima kuasa

(advokat). Dalam sejarahnya di Indonesia organisasi profesi hukum yang

pertama adalah PERADI ( Persatuan Advokat Indonesia) kemudian organisasi

profesi hukum yang dibentuk adalah Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal

kemudian dengan Yayasan Lembaga Bantuan hukum yang dikenal kemudian

dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Setelah itu

muncul berbagai institusi yang bergerak di bidang bantuan hukum antara lain

yang dapat disebutkan adalah, Himpunan Penasihat Hukum Indonesia (HPHI),

Pusat Bantuan dan Pengabdi Hukum (PUSBADHI), Persatuan Pengacara

Indonesia (PERPIN) dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya ada

keinginan oleh para advokat untuk mempunyai satu wadah profesi hukum. 7

Dengan ditambahnya lembaga-lembaga profesi hukum dapat kita lihat

bahwa pelimpahan kuasa atau pemberian kuasa itu bisa diwakilkan akan tetapi

permasalahannya adalah dalam prakteknya di muka persidangan jarang sekali

kita melihat suatu kasus perkara cerai talak ketika dalam pengucapan atau

menghadiri ikrar talak seorang advokat perempuan diperkenankan dirinya

sebagai wakil untuk mengucapkan ikrar talak kliennya dalam perkara tersebut,

sedangkan yang terdapat dalam teorinya yaitu dalam undang-undang No 7 tahun

1989 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang suami jika tidak

7 Ibid., h. 26-27

Page 12: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

5

bisa menghadiri ikrar talak, maka suami boleh mewakilkan kepada wakilnya baik

dia seorang advokat maupun bukan dari advokat.

Dalam praktek di Pengadilan Agama seorang kuasa perempuan dalam hal

tersebut tidak diperbolehkan. Ada apa di balik semua ini? Dalam perkara tersebut

menjadi timbul rasa ingin tahu di balik semua ini bagi saya sebagai penulis, Oleh

karena itu penulis sangat tertarik dalam permasalahan tersebut sehingga penulis

dapat mengangkat sebuah skripsi yang berjudul :“Wewenang Advokat

Perempuan Dalam Mengikrarkan Talak Kliennya” (Studi Kasus di Pengadilan

Agama Depok Kelas II A).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membatasi pembahasan

skripsi ini agar tidak keluar dari judul atau permasalahannya sebagai berikut :

a. Membahas masalah wakalah (perwakilan) atau kuasa hukum yang

menyangkut tentang wewenang advokat perempuan dalam mengikrarkan

talak kliennya.

b. Pembahasan seputar ikrar talak atau boleh tidaknya masalah pengucapan

ikrar talak apabila diwakili oleh seorang advokat perempuan di Pengadilan

Agama Depok Jawa Barat.

Page 13: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

6

2. Perumusan Masalah

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat

dalam pasal 70 ayat (3,4,5) tidak disebutkan mengenai kata-kata wakil, apakah

wakil perempuan atau laki-laki, sedangkan melihat pada praktiknya seorang

advokat perempuan tidak boleh mengucapkan ikrar talak kliennya.

Dari rumusan masalah di atas maka penulis merumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap

pengucapan ikrar talak jika yang mengucapkannya seorang kuasa

hukum/advokat perempuan?

b. Mengapa pada prakteknya di Pengadilan Agama Depok Jawa Barat

seorang advokat perempuan tidak boleh mengucapkan ikrar talak

kliennya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui :

1. Pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap pengucapan ikrar talak

jika yang mengucapkannya seorang kuasa hukum/advokat perempuan.

2. Mengapa pada prakteknya di Pengadilan Agama Depok seorang advokat

perempuan tidak diperkenankan mengucapkan ikrar talak.

Adapun manfaat dari penelitian tersebut antara lain :

Page 14: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

7

1. Memberikan wacana solutif, tentang advokat perempuan dalam perkara cerai

talak baik dalam perspektif hukum Islam maupun hukum positif sebagai basis

pengetahuan hukum mahasiswa Syariah dan masyarakat umum.

2. Menambah khazanah intelektual bagi individu atau kelompok untuk

mendapatkan akses informasi yang komparatif tentang kuasa perempuan

dalam perkara cerai talak dalam berbagai perspektif.

3. Penambahan literatur perpustakaan.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah metode penelitian normatif yuridis, yaitu penelitian yang

memuat deskripsi tentang masalah yang diteliti berdasarkan kaidah hukum

yang dilakukan secara cermat dan mendalam, yakni berdasarkan hukum Islam

dan hukum positif atau penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti

bahan pustaka atau data sekunder belaka.8

Dalam kaitannya dengan penelitian normatif ini digunakan beberapa

pendekatan masalah yaitu pendekatan undang-undang (statute approach) dan

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta : CV Rajawali, 1985), h.14.

Page 15: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

8

pendekatan perbandingan (comparative approach) yaitu perbandingan di

antara hukum Islam dan hukum positif. 9

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian setelah penulis melihat data yang dibutuhkan

dalam judul skripsi ini, maka termasuk dalam kategori penelitian kualitatif,

yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang diteliti.10 Dalam hal ini karena

termasuk pendekatan normatif, maka jenis penelitian ini bisa disebut sebagai

penelitian kepustakaan.

3. Sumber Data

Sebagai suatu penelitian hukum normatif yang hanya ditujukan pada

putusan Pengadilan Agama Sumber, maka jenis data yang diperlukan untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah berupa bahan-bahan

hukum. Dalam hal ini, baik yang bersumber dari bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.

Adapun bahan-bahan hukum dimaksud adalah:

a. Bahan hukum Primer

Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer merupakan

bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Di

9 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , cet.3 (Malang:

Bayumedia Publishing, 2007), h.300

10 Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), h.51

Page 16: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

9

antara yang termasuk kategori tersebut adalah peraturan perundang-

undangan dan putusan hakim.11

b. Bahan Hukum Sekunder

Dari penelitian ini sebagai pelengkap data dalam mencari jawaban

dari permasalahan yang disebutkan sebelumnya, maka diperlukan bahan

hukum sekunder baik berupa kitab-kitab fikih yang merupakan hasil karya

para ahli dalam bidang hukum Islam, jurnal-jurnal hukum, kamus hukum,

dan hasil interview (wawancara) dalam bentuk tertulis.12

Dalam hal ini penulis melakukan interview (wawancara)

terstruktur tkepada salah satu hakim Pengadilan Agama Depok yang

memeriksa perkara ini, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara

menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam Pengumpulan data, hal ini diperlukan :

a. Mengumpulkan berbagai referensi baik berupa buku-buku, jurnal-jurnal

hukum, dan kitab-kitab fikih yang khusus berbicara tentang Kuasa Hukum

atau yang disebut dengan istilah Wakalah. Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kompilasi Hukum Isam, serta Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Keadvokatan.

11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005), h.141

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3 (Jakarta: UI Press, 1986), h.51

Page 17: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

10

b. Interview atau wawancara, yakni tanya jawab lisan dua orang atau lebih

secara langsung bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang

diwawancara.13 Khususnya kepada hakim yang memeriksa perkara cerai

talak yang memakai jasa kuasa hukum perempuan.

5. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, lalu dianalisis dengan cara kualitatif lalu

diinterpretasikan sedemikian rupa dengan metode deduktif. Penelitian ini

menggunakan conten analisist yaitu teknik analisis yang berusaha

menyimpulkan dengan menarik bagian atau hal yang bersifat khusus dalam

bentuk kasus dan data-data lapangan menjadi kesimpulan umum yang berlaku

secara general. Dan Berdasarkan Kepada data yang besifat umum (Teori

Hukum, Peraturan Perundang-undangan).

6. Teknik Penulisan

Adapun untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007”

E. Review Kajian Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang berada di Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengambil beberapa

13 Asep Syamsul M.Romli, Jurnalistik Praktis, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001),cet

Ke-3, h.23

Page 18: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

11

skripsi yang ada yang mengenai pembahasan ikrar talak untuk dijadikan sebuah

perbandingan. Adapun skripsi yang membahas tentang ikrar talak antara lain :

1. Salman Al-Farisi Pada Tahun 2004 Fakultas Syariah Dan Hukum dengan

Judul “ Kedudukan Hukum Pengucapan Ikrar Talak di Luar Pengadilan

Agama”(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur) yang

dilatarbelakangi oleh permasalahan masalah pelaksanaan pengucapan ikrar

talak diluar pengadilan dan bagaimana proses pelaksanaan pengucapan ikrar

talak yang dilakukan di luar Pengadilan Agama serta bagaimana kedudukan

hukum pengucapan ikrar talak yang dilakukan di luar Pengadilan Agama.

Salman Al-Fasisi menyimpulkan bahwa kedudukan hukum pengucapan ikrar

talak di luar Pengadilan Agama tetap sah menurut Agama Islam tetapi tidak

mempunyai kekuatan payung hukum yang kuat apabila dipandang dari segi

aturan-aturan hukum positif yang berlaku di tengah-tengah masyarakat

muslim Indonesia.14

2. Syamsul Munir Pada tahun 2008 Fakultas Syariah Dan Hukum dengan Judul

Skripsi “Akibat Hukum Pencabutan Ikrar Talak dan Pengaruhnya Terhadap

Status Perkawinan”(Studi No. Perkara 1511/Pdt. G/2005/PAJT) Di

Pengadilan Agama Jakarta Timur. Skripsi ini di latar belakangi oleh

permasalahan berdasarkan aturan yang berlaku bahwa talak harus dilakukan di

depan sidang pengadilan Agama, namun ketika majelis hakim menetapkan

14 Salman Al-Farisi, Kedudukan Hukum Pengucapan Ikrar Talak di Luar Pengadilan Agama,

Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur

Page 19: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

12

ikrar talak pada suami yang melakukan permohonan ikrar talak, tetapi yang

terjadi suami mencabut permohonan ikrar talak sepihak sehingga berakibat

kerugian pada pihak isteri, yakni ketika istri akan mengajukan gugatan cerai

tetapi didahului oleh permohonan ikrar talak suami.15

Maka diadakanlah penelitian ini yang menghasilkan kesimpulan bahwa ikrar

talak yang dicabut oleh pihak pemohon belum memiliki kekuatan hukum

(gugur) karena harus menunggu selama enam bulan semenjak adanya

pemanggilan untuk pengucapan ikrar talak yang diajukan kembali oleh

pemohon (suami) jika tenggang waktu enam bulan masih bersedia,

sebagaimana maksud dari pasal 70 ayat 6 Undang-Undang Nomor 7 tahun

1989.

3. Ikrar Talak di tinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Fikih Syafi’iyah ( Studi

Pandangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur) yang disusun Oleh

Muhammad Indrawan pada Tahun 2009 Fakultas Syariah Dan Hukum. Yang

dilatarbelakangi permasalahan diantaranya : Apa yang melatarbelakangi

perbedaan ikrar talak antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Fikih

Syafi’iyah? dan bagaimana pandangan hakim tentang keabsahan ikrar talak

menurut KHI dan Fikih Syafi’iyah ?

Dari Studi yang sudah dibahas Penulis menarik kesimpulannya bahwa dari

studi terdahulu yang ada lebih fokus tentang sistem dan penerapan pengucapan

15 Syamsul Munir, Akibat Hukum Pencabutan Ikrar Talak dan Pengaruhnya Terhadap Status

Perkawinan, Studi Nomor Perkara 1511/Pdt. G/2005/PAJT

Page 20: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

13

Ikrar Talak yang ditinjau mengenai tempat pengucapan ikrarnya di muka sidang

Pengadilan Agama atau di luar Pengadilan Agama.16 Yang mana telah

menghasilkan jawaban yang telah ditulis di atas. Adapun yang akan jadi

Perbedaan bagi penulis tentang skripsi yang akan dibuat adalah tentang kebolehan

orang yang akan mengucapkan ikrar talak, yaitu apa boleh diwakili oleh hukum

perempuan atau tidak.

F. Kerangka Teori

Dalam pembahasan yang akan diteliti ini, yang berkaitan dengan Dari

hasil temuan berupa data-data yang diperoleh dari laporan maupun hasil

wawancara pribadi dengan hakim Pengadilan Agama Depok terutama yang

berkaitan dengan Alasan ketidakbolehan seorang advokat perempuan yang pada

prakteknya di Pengadilan Agama tidak boleh mengucapkan ikrar talak kliennya,

maka selanjutnya penulis akan menggunakan salah satu teori dalam sosiologi

yang relevan untuk menganalisis alasan-alasan ketidakbolehan tersebut, yakni

dengan menggunakan salah satu teori yang ditulis dalam disertasi Prof. Dr.

Nasaruddin Umar MA yaitu melihat pada teori feminisme liberal. 17

Dalam Pernyataan teori feminis liberal ini adalah semua manusia, laki-laki

dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi

penindasan antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh prinsip-

16 Muhammad Indrawan, Ikrar Talak di tinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Fikih

Syafi’iyah, Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur.

17 Nasaruddin Umar,Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 45

Page 21: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

14

prinsip pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai

kekhususan-kekhususan. Secara antologis keduanya sama, hak-hak laki-laki

dengan sendirinya juga menjadi hak perempuan.18

Kelompok ini termasuk paling moderat diantara kelompok feminis.

Kelompok ini membenarkan perempuan bekerja bersama laki-laki. Mereka

menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara total di dalam semua peran,

termasuk bekerja diluar rumah. Dengan demikian tidak ada lagi suatu kelompok

jenis kelamin yang lebih dominan. Kelompok ini beranggapan bahwa tidak mesti

dilakukan perubahan struktural secara menyeluruh, tetapi cukup melibatkan

perempuan di dalam berbagai peran, seperti dalam peran sosial, ekonomi, dan

politik. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang terhadap peran-peran

tersebut.19

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam pembuatan skripsi ini akan disajikan

dalam bab sebagai berikut :

Bab I, Dalam penulisan bab ini penulis tidak keluar dari pada pendahuluan

terlebih dahulu. Sebab pada pendahuluan itulah kita dapat memahami masalah

yang akan timbul. Kemudian agar pembahasannya tidak terlalu melebar atau

keluar dari koridor maka penulis akan membatasi dan merumuskan masalahnya

18 Ibid 19 Ibid, hal. 46

Page 22: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

15

agar dapat difokuskan dan mendapatkan jawabannya. Didalam melakukan

langkah penelitian ini penulis akan memperhatikan metode penelitian yang tepat

tentang judul yang akan diangkat. Agar tidak dikatakan penjiplak dari skripsi

yang sudah dibuat ditahun sebelumnya, maka penulis akan mengambil beberapa

skripsi yan terkait untuk dijadikan perbedaan dan perbandingan bagi penulis.

Kemudian dalam menganalisis terkait judul skripsi ini penulis menggunakan

teori-teori yang bersumber buku-buku sekunder.

Bab II, Pada bab ini berjudul Kuasa Hukum Perempuan Menurut Perspektif Fiqh

dan Hukum Positif, yang memuat tentang pengertian dan dasar hukum wakalah,

berakhirnya wakalah, dan yang terkhir tentang peran seorang advokat di

Pengadilan Agama.

Bab III, Membahas tentang ikrar talak yang akan dilihat dari perspektif Fiqh dan

Hukum Positif, yang mencakup tentang hal proses atau tatacara ikrar talak di

Pengadilan Agama, kemudian melihat lebih jauh tentang bagaimana jika ikrar

talak dilakukan oleh seorang perempuan yang telah mendapat surat kuasa khusus,

serta bagaimana pandangan para Fuqaha tentang ikrar talak yang dilakukan oleh

seorang advokat perempuan perempuan.

Bab IV, Memuat proses persidangan acara ikrar talak di Pengadilan Agama

Depok Jawa Barat, dasar pemikiran hakim tentang ikrar talak yang dilakukan oleh

advokat perempuan dan terakhir analisa penulis.

Bab V, Penutup, bab ini akan diakhiri dengan kesimpulan-kesimpulan yang telah

termaktub dalam pembahasan bab-bab sebelumnya dan disertakan saran-saran

Page 23: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

16

guna membangun jiwa muda dalam menuangkan inspirasinya dalam sebuah karya

ilmiah. Sehingga dapat menghasilkan potensi-potensi jiwa muda yang berbakat

dan intelektual.

Page 24: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

17

BAB II

ADVOKAT PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF FIKIH

DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Advokat

1. Pengertian Advokat (Kuasa Hukum)

Advokat atau kuasa hukum di dalam Fiqh dikenal dengan istilah al-

wakalah. Al-wakalah ( الوكالة ) huruf wawu ( و ) diharakati fathah dan kadang-

kadang dikasrah, menurut bahasa adalah التفویض (penyerahan) misalnya saya

menyerahkan urusan kepada engkau.1 Pemberian kuasa dapat disebut at-

tafwid (penyerahan atau pelimpahan) karena pemberi kuasa menyerahkan

perkaranya kepada penerima kuasa sebagai wakil dirinya untuk diproses

secara hukum atau menurut bahasa bermakna الحفظ (menjaga, pemeliharaan)

karena selama pemberian kuasa berlangsung, penerima kuasa bertugas

memelihara kepentingan-kepentingan pemberi kuasa.atau الضمان

(tanggungan).2 Sedangkan secara istilah adalah kebolehan bertindak untuk

melakukan perwakilan.3

1 As-Syaikh Mansur Ibn Yusuf al-Bahuti, Al-Roudhu al-Murabbih (Beirut :Daar el-Fikr), tt

2 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘Ala al-Madzahibu Al-Arba’ah,(Al-Qahirah : Maktabah Atsaqafah), Juz III, tt

3 As-Syaikh al-Imam Muwaffiquddin Abi Muhammad ‘Abdullah Ibn Ahmad Ibn Kudamah, al-Mugni (Beirut : Daar El-Fikr), Juz v, Tt

Page 25: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

18

Sedangkan pengertian wakalah menurut para ulama berbeda-beda

antara lain sebagai berikut.

a. Malikiyah berpendapat bahwa al-wakalah ialah :

! !!!! !!!!!!!!! !!!!!!!! !! !!!!!!! ! !! !!! ! !! ! !4!!

" Seseorang menggantikan atau menempati tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia yang mengelolanya pada posisi itu."

b. Ulama Hanafiyah berpendapat

!!!!!! ! !! ! ! !! !!!!! !!!!!! !! !!! !!!!!

" Seseorang yang benduduki orang lain dalam tasharruf (pengelolaan)"5

c. Ulama Syafi'iyyah berpendapat

! !! !!!!!! !! ! ! !! !!!!! !!!!!!!!!!!!!! !! !! !!!!!!!!!!!!

"Suatu ungkapan atau ibarah seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya."

d. Al-Hanabilah berpendapat

!!!! !! ! ! !!!!!!! !!!!!! ! ! !! !!! !!!!!!!!!! !! !!!!!!!!!!!!! ! !!!! !!!!!

! !!!! !!! !!! !!! !!!!! !!! !!! !! !!!

"Permintaan ganti seseorang yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada pihak yang lain, yang didalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah dan hak-hak manusia. 6

4 Abdurrahman Al-Jaziri, h. 124

5 Ibid., h. 125

6 Ibid.

Page 26: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

19

e. Menurut Tengku Muhammad Hasbi as-Shiddieqi wakalah adalah seorang

menyerahkan kepada orang lain sesuatu untuk dilaksanakan dikala masih

hidup si pemberi kuasa, dengan cukup rukun-rukunnya dan pemberian

kuasa itu suatu akad yang dibolehkan.

Deskripsi fuqaha’ mengenai wakalah membuktikan bahwa penunjukan

kuasa telah dipraktekkan secara luas oleh masyarakat muslim dalam lalu lintas

perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam hukum Islam, seperti halnya dalam hukum pada umumnya,

perwakilan (an-niyabah) meliputi tiga macam, yaitu pertama, perwakilan

berdasarkan syara’ (an-niyabah as-syar’iyyah), yaitu perwakilan yang timbul

dari ketentuan syariah sendiri, seperti perwakilan wali terhadap anak dibawah

perwaliannya yang bersumber kepada ketentuan syariah. Kedua, perwakilan

hakim (an-niyabah al-qadha’iyyah), seperti perwakilan pengampu yang

diangkat oleh hakim untuk orang dibawah pengampuan, atau wali yang

diangkat oleh hakim untuk anak yatim. Ketiga, perwakilan berdasarkan

kesepakatan (an-niyabah al-ittifaqiyyah, an-niyabah al-‘aqdiyyah), yaitu

perwakilan yang timbul akibat adanya perjanjian antara dua pihak dimana

yang satu memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu urusan

untuknya.7

7 Az-Zarqa, al-Fiqh al-Islami fi Taubihi al-Jadid, Damaskus: Matabi’ Alifba al-Adib, 1967

Juz I: hal 424 Seperti yang dikutif oleh Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), hal. 288

Page 27: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

20

Perwakilan jenis ketiga ini disebut pemberian kuasa yang dalam istilah

hukum Islam disebut al-wakalah. Adak wakalah merupakan sumber terpenting

perwakilan berdasarkan kesepakatan dalam hukum Islam.8

Pada dasarnya, pemberian jasa hukum atau sekarang ini yang kita

kenal dengan istilah advokat, telah berlangsung atau sudah ada sejak lama.

Dalam catatan sejarah Peradilan Islam, praktek pemberian jasa hukum telah

dikenal sejak zaman pra-Islam. Pada saat itu, meskipun belum terdapat sistem

peradilan yang terorganisir, setiap ada persengketaan mengenai hak milik, hak

waris, dan hak-hak lainnya sering kali diselesaikan melalui bantuan juru

damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang berselesih.

Mereka yang ditunjuk pada waktu itu sebagai mediator adalah orang yang

memiliki kekuatan supra natural dan orang yang mempunyai kelebihan

dibidang tertentu sesuai dengan perkembangan pada waktu itu.9

Pada waktu Islam datang dan berkembang yang dibawa oleh Nabi

Muhammad, praktek pemberian jasa hukum (advokat) terus berjalan dan

dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi

yang pernah berlaku pada masa pra-Islam. Hal-hal yang bersifat takhayul dan

syirik mulai dieleminir secara bertahap dan disesuaikan dengan Al-Quran dan

As-Sunnah. Pada awal perkembangan Islam, maka tradisi pemberian bantuan

8 Ibn Nujaim, al-Bahr ar-Ra’iq Syarh Kanz ad-Daqa’iq, Beirut: Daar al-Ma’rifah, t.t hal 402;

9 Rahmat Rosyadi, Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), h. 33

Page 28: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

21

jasa hukum lebih berkembang pada masyarakat Makkah sebagai pusat

perdagangan untuk menyelesaikan sengketa bisnis di antara mereka. Demikian

juga lembaga jasa hukum berkembang di Madinah sebagai daerah agraris

untuk menyelesaikan masalah sengketa dibidang pertanian. Pada prakteknya,

Muhammad SAW dalam memberikan bantuan jasa hukum kepada umatnya

terkadang berperan sebagai advokat, konsultan hukum, penasihat hukum, dan

arbiter. 10

Dalam catatan sejarah, bahwa Nabi Muhammad SAW. Sebelum

diangkat menjadi Rasulullah pernah bertindak sebagai arbiter dalam

perselisihan yang terjadi dikalangan masyarakat Makkah. Pada awalnya, Nabi

Muhammad SAW. Bertindak sebagai arbiter tunggal, Selain menjadi wasit

dalam perkara Hajar Aswad, Nabi juga sering menjadi wasit dalam sengketa

umat. Misalnya, dalam sengketa warisan antara ka’ab Ibnu Malik dan Ibnu

Abi Hadrad sebagai arbiter tunggal. Kemudian juga kepada Sa’id Ibnu Mu’az

dalam perselisihan diantara Abi Quraidh, Zaid Ibnu Tsabit dalam perselisihan

antara Umar dengan Ubay Ibnu Ka’ab tentang kasus nahl dan sebagainya.11

Perkembangan pemberian jasa hukum ini lebih berkembang pada masa

pemerintahan Umar bin Khattab yang mulai melimpahkan wewenang

peradilan kepada pihak lain yang memiliki otoritas untuk itu. Lebih dari pada

10 Ibid, h. 36-37

11 Ibid

Page 29: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

22

itu Umar ibnu Khattab mulai membenahi lembaga peradilan untuk

memulihkan kepercayaan umat terhadap lembaga peradilan.12

Perwakilan juga berbeda dengan tindakan lain seperti perutusan (ar-

risalah) ha ini ditandai oleh adanya unsur-unsur berupa :

a. Bahwa wakil (naib) bertindak atas inisiatif dan kehendak sendiri.

b. Tindakan yang dilakukannya berada dalam batas-batas kewenangan yang

diberikan kepadanya, dan

c. Tindakan yang dilakukan adalah untuk asil (prinsipal)

Adanya inisiatif dan kehendak dari pihak wakil dalam melakukan

tindakan merupakan unsur penting untuk adanya perwakilan, dan unsur ini

membedakan perwakilan dengan utusan (ar-risalah).13 Dalam perutusan,

seorang utusan (rasul) tidak memiliki inisiatif dan kehendak sendiri, ia hanya

sekedar penyampai kehendak pengutus (mursil) seperti apa adanya. Oleh

karena itu, utusan tidak disyaratkan kecakapan apapun untuk bertindak

hukum. Yang penting secara faktual dan materiil, utusan dapat menyampaikan

pesan pengutus. Perjanjian yang terjadi melalui utusan adalah perjanjian

antara pengutus, pihak mitra janji secara langsung tanpa perantaraan utusan.

Segala akibat hukum yang timbul dari perjanjian itu langsung terkait kepada

pengutus dan tidak ada hubungan antara utusan dengan mitra janji. Utusan

12 Ibid

13 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h. 289

Page 30: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

23

(ar-risalah) hanyalah salah satu cara menyatakan kehendak berupa ijab dan

Kabul, disamping cara-cara lain seperti ucapan, tulisan, isyarat, pernyataan

secara diam-diam, dan diam semata.

Berbeda dengan utusan (rasul), wakil bukanlah cara menyatakan

kehendak. Wakil adalah pihak yang melakukan negoisasi dalam pembuatan

akad dengan mitra janji untuk asil (principal). Kehendak dan inisiatif dalam

membuat perjanjian datang dari pihak wakil. Karenanya, ia bukan sekedar

penyampai kehendak asil (principal). Ia adalah unsur pokok dalam perjanjian

karena perjanjian itu terjadi atas inisiatif dan kehendaknya. Dalam hal ini

ditegaskan oleh Ibn ‘Abidin “ bagi kami, penerima kuasa (al-wakil) adalah

pokok dalam perjanjian ( اصل فیي العقد ) atas dasar bahwa ia tidak perlu

menyandarkan akad kepada pemberi kuasa. Maksudnya, penerima kuasa

bertindak atas inisiatif dan kehendaknya sendiri, bukan penyalur atau

penyampai kehendak pemberi kuasa. Sejalan dengan Ibn ‘Abidin adalah

penegasan al-Marginani yang menyatakan, “ Bagi kami, penerima kuasa

adalah pihak yang sessungguhnya melakukan akad.14 As-Sarakhsi

menjelaskan bahwa alasan mengapa wakil dipandang sebagai pihak yang

membuat akad adalah karena kewenangan (al-wilayah) untuk membuat akad

itu didasarkan kepada kecakapan si wakil tersebut dan kepada kenyataan

14 Al-Marginani, Al-Hidayah Syarh Al-Bidayah ( Beirut : Al-Maktabah Al-Islamiyah, t.t), Juz

III, hal. 137. Seperti yang dikutif Syamsul Anwar., Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h. 289-291

Page 31: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

24

bahwa pernyataan kehendak yang merupakan rukun akad adalah murni

pernyataan kehendaknya.15

2. Advokat (Kuasa Hukum) Menurut Hukum Positif

Kata advokat, secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare,

yang berarti to defend,(Berfungsi untuk mempertahankan) to call to one, said

to vouch or warrant.(Untuk memanggil atua terpanggil, bekerja untuk

seseorang degan cara menjamin) Sedangkan dalam bahsa inggris advocat

berarti : to speak in favour of or depend by argument, to support, indicate, or

recommended publicly.16

Secara terminologis, terdapat beberapa pengertian advokat yang

didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan dan Perundang-

Undangan yang ada sejak masa Kolonial hingga sekarang, seperti dibawah ini:

a. Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan

hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau

penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di

pengadilan.

b. Menurut Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) advokat didefinisikan,

termasuk penasehat hukum, pengacara, pengacara praktek, dan para

konsultan hukum.

15 As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, (Beirut: Daar al-Ma’rifah, 1406 H. XII: hal 203 Seperti yang

dikutif Syamsul Anwar., Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h. 291

16 Frans Hendra Winarta, advokat Indonesia, cita, Idealisme, dan keprihatinan (Jakarta : Sinar Harapan,1995), hal. 19

Page 32: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

25

c. Pada pasal I butir 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyatakan bahwa : “ Seorang

penasehat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan

oleh atau berdasarkan Undang-Undang untuk memberikan bantuan

hukum.”

d. Dalam Rancangan Undang-Undang Advokat, pada Bab I, pasal 1 ayat (1)

disebutkan bahwa : “advokat adalah orang yang berprofesi memberikan

jasa hukum, baik dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi

persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.”17

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa advokat

adalah profesi yang memberikan jasa hukum kepada masyarakat atau

kliennya, baik secara litigasi maupun non litigasi dengan mendapatkan atau

tidak mendapatkan honorarium/free.

Bertitik tolak dari ketentuan pasal tersebut, dalam perjanjian kuasa,

terdapat dua pihak, yang terdiri dari :

a. Pemberi kuasa atau lastgever (instruction, mandate)

b. Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandat

melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.18

17 Rahmat Rosyadi, Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta :

Ghalia Indonesia, 2003),h. 73

18 M. Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika; 2008), h..5

Page 33: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

26

Lembaga hukumnya disebut pemberian kuasa atau lastgeving

(volmacht, full power), jika :

a. Pemberi kuasa melimpahkan perwakilan kepada penerima kuasa untuk

mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang

ditentukan dalam surat kuasa.

b. Dengan demikian, penerima kuasa berkuasa penuh, bertindak mewakili

pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa.

c. Oleh karena itu, pemberi kuasa bertanggung jawab atas segala perbuatan

kuasa, sepanjang pebuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi

wewenang yang diberikan pemberi kuasa.19

Pada dasarnya, pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa, tidak

besifat imperative. Apabila para pihak menghendaki, dapat disepakati selain

yang digariskan dalam undang-undang.

Pada bagian ini, dijelaskan secara ringkas jenis kuasa yang diatur dalam

Undang-Undang. Penjelasan ini berkenaan dengan surat kuasa yang dapat

dipergunakan di depan sidang pengadilan, yaitu:

a. Kuasa Umum

Kuasa umum diatur dalam pasal 1795 KUH Perdata. Menurut pasal ini,

kuasa umum bertujuan memberi kuasa pada seseorang untuk mengurus

kepentingan pemberi kuasa, yaitu :

19 Kamarusdiana, dan Nachrowi, Hukum Acara Perdata, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Fakultas Syariah dan Hukum,( Jakarta: 2006), h. 14-15

Page 34: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

27

- Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa

- Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan

kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya.

- Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan

atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.20

Dengan demikian, dari segi hukum, kuasa umum adalah pemberian kuasa

mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk

mengatur kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, ditinjau dari segi

hukum, surat kuasa umum, tidak dapat dipergunakan di depan sidang

pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab, sesuai dengan

ketentuan pasal 123 HIR, untuk dapat tampil di depan sidang pengadilan

sebagai wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa

khusus.21

b. Kuasa khusus

Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan, pemberi kuasa dapat dilakukan

secara khusus, yaitu hanya mengenai satu hal kepentingan tertentu atau

lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk

bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa

sebagai pihak prinsipal. Namun, agar bentuk kuasa yang disebut dalam

pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa

20 M. Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika; 2008), h..6

21 Ibid

Page 35: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

28

tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang

disebut dalam pasal 123 HIR. 22

Jadi, kalau tindakan khusus yang dilimpahkan kepada kuasa tidak

dimaksudkan untuk tampil mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan,

tidak diperlukan syarat tambahan, cukup berpedoman pada ketentuan yang

digariskan Pasal 1975 KUH Perdata. Misalnya, kuasa untuk melakukan

penjualan rumah. Kuasa itu merupakan kuasa khusus, terbatas hanya

untuk menjual rumah. Akan tetapi,meskipun bersifat kuasa khusus, kuasa

itu tidak dapat dipergunakan untuk tampil di depan sidang pengadilan

mewakili kepentingan pemberi kuasa.23

Alasannya sifat khusus yang dimilikinya bukan untuk tampil di

pengadilan, tetapi hanya untuk menjual rumah yang perlu dimuat dalam

surat kuasa khusus antara lain :

1) Identitas pemberi dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan,

alamat atau tempat tinggal.

2) Apa yang menjadi pokok sengketa. Atau uraian yang menjadi pokok

sengketa perkara dan yang menunjukkan kekhususan perkara.

3) Batasan tentang isi kuasa yang diberikan. Penerima kuasa melakukan

tindakan berdasarkan apa yang disebutkan dalam kuasa tersebut. Hal

yang tidak disebutkan penerima kuasa tidak berwenang untuk

22 Ibid, h. 7

23 Ibid

Page 36: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

29

melakukan. Pembatasan tersebut juga menyangkut apakah kuasa itu

berlaku hanya di pengadilan tingkat pertama atau termasuk juga

banding dan kasasi.

4) Memuat hak substitusi (hak pengganti). Hal ini perlu apabila penerima

kuasa berhalangan, ia dapat melimpahkan kuasa kepada pihak lain

untuk menjaga jangan sampai perkara itu tertunda, karena

berhalangannya penerima kuasa. Hak retensi jika perlu.24

Pemberian kuasa khusus dapat ditempuh tiga cara, yaitu :

- Diterapkan dalam surat gugat/surat permohonan atau dalam jawaban

gugatan dan tergugat/termohon sama-sama membubuhkan tanda

tangannya di atas surat gugatan/surat permohonan dan surat jawaban

gugatan/jawaban termohon.

- Dengan cara membuat surat kuasa khusus tersendiri dilakukan dimuka

pejabat yang berwenang yang paling tepat adalah di muka

kepaniteraan pengadilan atau Notaris.

- Dengan dikemukakan langsung secara lisan oleh penggugat/tergugat,

pemohon/termohon pemberi kuasa dimuka sidang.25

24 Moh. Tafik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),

h. 23-24

25 Roihan. A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 59-60

Page 37: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

30

c. Kuasa Istimewa26

Pasal 1795 KUH Perdata, dan dikaitkan dengan pasal 157 HIR atau pasal

184 RBg. Jika ketentuan pasal-pasal ini dirangkai, diperlukan beberapa

syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah menurut hukum

sebagai kuasa istimewa.

Ruang lingkup kuasa istimewa hanya terbatas pada :

1) Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau

untuk meletakkan hipotik (hak tanggungan) diatas benda tersebut.

2) Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga, untuk mengucapkan

sumpah penentu (decisoireed) atau sumpah tambahan (suppletaoireed)

sesuai dengan ketentuan pasal 157 HIR atau pasal 184 RBg. Menurut

pasal ini, seharusnya sumpah dilakukan oleh pihak yang berperkara

secara langsung, akan tetapi apabila suatu keadaan yang sangat penting

maka sumpah dapat dilakukan oleh penerima kuasa, karena pemberi

kuasa dalam keadaan sakit. Dan melalui persetujuan hakim, penerima

kuasa dapat mengucapkan sumpah dengan syarat diberi kuasa istimewa

oleh principal dan principal dengan jelas bunyi sumpah yang akan

diucapkan.27

26 Ibid.

27 Kamarusdiana, dan Nachrowi, Hukum Acara Perdata, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah dan Hukum,( Jakarta: 2006), h. 16

Page 38: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

31

3. Dasar Hukum Advokat (Kuasa Hukum)

Menurut Syekh Abu Syuja' dalam kitab Kifayatu Al-Akhyar Fii Halli

Ghayati Al-Ikhtishar, Juz I mengatakan :

! !! !!!! !!! !! !! !!!!! !!!!! ! !!!! !!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!! ! !!!! !!!!!!!!

“ Segala sesuatu yang boleh dijalani oleh seseorang, boleh pula diwakilkan kepada orang lain untuk menjalaninya, seseorang juga boleh menjadi wakil untuk menjalani sesuatu yang boleh dijalani.”28

Ulama fikih menyatakan bahwa akad alwakalah yang bersifat tolong

menolong dibolehkan dalam Islam. Dalam Al-Quran diisyaratkan oleh Allah

SWT bahwa pemberian kuasa atau wakalah termasuk kedalam bentuk-bentuk

perwakilan atau pelimpahan wewenang. Dasar kebolehan ini antara lain adalah :

a. Al-Quran

Dalam Surah Ali Imran ayat 173, Allah SWT berfirman :

!! !!! !!!!!!173(

Artinya : "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". (QS. Al-Imran : 173

Surah Al-Kahfi ayat 19 :

28 Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakri Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifaayatu al-akhyar Fii Halli

Ghayati al-Ikhtishar. h. 285

Page 39: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

32

)19: فالكھ(

Artinya :" Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling

bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (QS. Al-Kahfi:19)

Secara khusus ayat ayat ini berbicara tentang penghuni gua al-Kahfi,

tetapi secara umum menurut fuqaha dapat dijadikan dasar kebolehan berwakil

dalam bermuamalah. Cara ini merupakan salah satu bentuk al- wakalah dalam

kitab-kitab fikih. Tugas yang diberikan oleh seseorang kepada kuasa hukum

dapat disamakan dengan tugas seorang utusan pada kisah penghuni gua

(alKahfi) di atas, yakni untuk melaksanakan kepentingan pihak yang

mengutus atau yang berwakil.

Surah Al-An’am ayat 66, Allah SWT berfirman :

)66: االنعام(

Artinya :"Dan kaummu mendustakannya (azab). Padahal azab itu benar

adanya. Katakanlah: "Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu".(QS. Al-An’am: 66)

Page 40: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

33

Ayat ini digunakan untuk arti “seorang yang bertanggung jawab untuk

mengatur urusan orang lain.

Surah An-Nisa ayat 35 Allah SWT. Berfirman :

)35: النساء(

Artinya :"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,

Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa: 35)

Surat Yusuf ayat : 55

)55: یوسف(

Artinya :Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".(QS. Yusuf: 55)

b. As-Sunnah

!!!! !!! !!!!! ! !!! !! !!!!!!! !!! !! !! !!! !!! !!!!!! !!! ! !!! !!!! !!!!! !!!!! !!! !

! !! !! !! !!! ! !!!!!!! !! !!! ! ! !!!! !!!!!! !!! !! !! !!!! !!!!! !!! !!! !!! !!!

!! !! !!!!!! !! !!! !! !œ!!!!! !!!!!! !!!!!!! !! ! !! !!!!!! !!!!!!! !!! !!! !!!!! !

Page 41: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

34

! ! ! !! !!! ! !!!! ! ! !! ! !! ! ! !!! !! ! !!!! !!!! ! !!!!!! !! !! ! ! !!!!!!!!! !!!!

!!!!!29

Artinya :”Diceritakan dari Ubaidillah ibn Sa’ad Ibn Ibrahim telah dicertiakan bapaknya, dari Ibn Ishak, dari Abi Nu’aim Wahab Ibn Kaisan, dari Jabir r.a berkata : aku keluar pergi ke khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah SAW. maka beliau bersabda," bila engkau datang pada wakilku di khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq"(HR. Abu Dawud)

! !!!!!!! !! !!! ! !!!!!!!!!!!!!!!! !! !!! !! !œ!!!!! !!!!!!! !! !!!!!! !!!! !! !! !

!! !!!!!!!! !! !!! !!!!! !! !!! ! !!! !! !!!!!!!!!Artinya :"Dari Jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyembelih kurban sebanyak 63 ekor

hewan dan Ali r.a disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih"(HR. Muslim)

Ibnu Qudamah, ahli fikih madzhab Hanbali berpendapat bahwa kisah

dalam surah Al-Kahfi ayat 19 dan sebuah hadits yang di Riwayatkan oleh

sunan Abu Dawud, dapat dijadikan landasan kebolehan berwakil dalam agama

Islam, termasuk kuasa hukum dalam berperkara pengadilan. Sedangkan

menurut Abdul aziz al-hamidi, mengatakan bahwa manusia sangat

membutuhkan bantuan atau kuasa hukum sebab pada saat-saat tertentu

seseorang lemah dalam menegakkan hak atau kemaslahatan untuk dirinya,

umpamanya karena sakit, tidak mengetahui hukum acara, atau sibuk sehingga

tidak mungkin menghadapi sepenuhnya sidang perkara. Biasanya, ada

kebenaran yang belum terungkap dalam berperkara, seperti pembuktian

tuduhan atau tuntutan penuntut, gugatan penggugat, dan penolakan tuduhan

29 Abi Daud Sulaiman Ibn Al-Asy'atsi As-Sajastani, Sunan Abi Daud Juz I, (Semarang: Toha

Putra, Tt), h. 178

Page 42: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

35

gugatan. Untuk membantu menjamin kebenaran suatu perkara, menurut Abdul

Aziz, dibutuhkan sekali kuasa hukum (al-wakalah fii al-khusumah).30

c. Undang-Undang

1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 35 Yaitu :” Setiap orang yang

terssangkut perkara beerhak memperoleh bantuan hukum.”

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

Pasal 37, Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh

bantuan hukum.

Pasal 39, Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam

pasal 37, advokat wajib membantu menyelesaikan perkara dengan

menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

3) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003

Pasal 1 ayat (1), Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa

hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi

persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Ayat (2) Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa

memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,

mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain

untuk kepentingan hukum klien.

30 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),

Jilid III, Cet I, hal 983

Page 43: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

36

B. Rukun dan Syarat Kuasa Hukum (wakalah)

Adapun menurut ulama Madzhab Hanafi, rukun al-wakalah adalah sighah

(lafal) yaitu, ijab dan Kabul. Misalkan :“saya kuasakan perkara ini kepadamu”

sedangkan Kabul adalah penerimaan wewenang oleh penerima kuasa misalnya : “

saya terima kuasa ini dan saya akan kerjakan menurut semistinya”. Ijab dan

Kabul, menurut Imam Abu Hanifah, tidak harus berbentuk ucapan yang

dilafalkan, Sedangkan tiga rukun lainnya di atas termasuk dalam syarat al-

wakalah. Menurut mereka, ijab dan Kabul tidak ada, maka al-wakalah tidak sah.

Ijab dinyatakan secara jelas dan tidak harus dijawab langsung dengan Kabul,

tetapi boleh berselang beberapa waktu. 31

Adapun Syarat wakalah menurut Jumhur ulama ada empat, yaitu :

1. Ada yang mewakilkan,

2. Adanya Wakil

3. Adanya hal atau sesuatu yang diwakilkan

4. Dan adanya shigah (lafal) wakil

Suatu akad al-wakalah menurut ulama fikih baru dianggap sah apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Orang yang mewakilkan disyaratkan telah cakap bertindak hukum, yaitu telah

baligh dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan, boleh dalam

keadaan gaib (tidak ada di tempat) maupun berada di tempat, serta boleh

dalam keadaan sakit maupun sehat. Oleh sebab itu, Orang yang tidak cakap

31 Abdurrahman Al-Jaziri, h. 126

Page 44: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

37

melakukan hukum, seperti orang gila, anak kesil dan orang dungu, tidak boleh

mendelegasikan suatu hak kepada orang lain karena ia sendiri belum cakap

bertindak hukum. Pemberi kuasa (al-muwakkil) harus terkait dengan materi

yang diperkarakan, atau secara hukum berhak atas perkara yang

dikuasakannya. Ibnu Qudamah mengatakan bahwa “ berakal” merupakan

persyaratan dalam kepemilikan harta. Oleh karena itu ia memberi penjelasan

bahwa pemberi kuasa harus orang yang bebas mengeluarkan pendapat

(merdeka) bahkan Imam Abu Hanifah menambahkan bahwa tidak sah

berwakil tanpa rida dari pihak yang berperkara.

Imam Malik telah berkata bahwa syarat mutlak bagi wakil dan yang

mewakilkan itu ada tiga. Pertama al-hurriyyah (merdeka). Kedua, al-rasydu (

orang yang dapat berbuat kebenaran). Dan yang ketiga balligh.32

2. Seorang wakil disyaratkan cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang

lain, serta memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang

diwakilkan kepadanya. Persyaratan ini diperlukan karena ia mewakili

kepentingan orang yang mempunyai perkara dan ia harus ahli dalam

memberikan berbagai pertimbangan. Wakil ditunjuk secara langsung oleh

orang yang mewakilkan dan penunjukannya harus tegas, sehingga benar-benar

tertuju kepada wakil yang dimaksud. Menurut madzhab Hanafi, wakil harus

secara tegas dan serius menjalankan tugasnya. Hal ini sejalan dengan prinsip

mereka bahwa seorang wakil harus tegas dan jelas mengungkapkan

32 Abd. ‘Azim bin Badawi al-khalafi, al-Wajiz, Ensiklopedi fikih Islam dalam Al-Quran dan

as-Sunnah as-Shahih (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006), cet.I Hal 1912

Page 45: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

38

penerimaannya terhadap pendelegasian hak tersebut. Akad perwakilan ini,

menurut mereka boleh dilakukan secara lisan maupun tulisan atau dengan

menunjuk seseorang yang akan menyampaikan kepadanya perwakilan

tersebut.33

3. Hal atau objek yang diwakilkan disyaratkan:

- Bukan sesuatu yang mubah (boleh) dilakukan oleh setiap orang. Dan hal-

hal yang dibolehkan oleh syara’, tidak termasuk unsur penipuan atau

penghalalan yang haram.

- Benar-benar milik pemberi kuasa; jika tidak, ia tidak dibenarkan

menguasakannya kepada orang lain.

- Dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, bukan untuk tujuan penipuan

dan pelanggaran.

- Tidak boleh dalam bentuk penuntutan pinjaman dari pihak lain, karena hal

ini biasanya dapat dilakukan dengan mengutus seseorang untuk

menagihnya, dan

- Dapat ditaksir dan diganti dengan uang. Karena itu, pelaksanaan ibadah

seperti shalat dan puasa tidak boleh dikuasakan oleh orang lain, kecuali haji

atau umrah dan muamalah. 34

Jika dilihat dari segi hukum positif untuk dapat bertindak sebagai kuasa

atau wakil dari penggugat/pemohon, seseorang harus memenuhi salah satu syarat

berikut ini :

33 Ibid

34 Ibid

Page 46: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

39

1. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan bunyi pasal 123 ayat 1

HIR (Pasal 147 ayat 1 Rbg).

2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan gugatan apabila diajukan

secara lisan

3. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat gugat

4. Ditunjuk oleh penggugat/pemohon sebagai kuasa atau wakil didalam

persidangan

5. Memenuhi syarat dalam peraturan menteri kehakiman

6. Telah terdaftar sebagai advokat.35

Dewasa ini penerima kuasa untuk beracara di muka pengadilan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan kriteria pengangkatannya

atau izin yang diberikan, yaitu :

1. Advokat atau procureur, yang merupakan penasihat hukum resmi. Mereka

adalah sarjana hukum yang diangkat secara resmi sebagai advokat oleh

pemerintah (menteri kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung) dan

bukan pegawai negeri. Seorang advokat dapat membuka kantor atas nama

dirinya sendiri.

2. Pengacara praktek, yaitu penasihat resmi atau pembela umum, public

defender. Mereka diangkat oleh pengadilan tingi berdasarkan Peraturan

Menteri Kehakiman No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974.

35 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata. Tatacara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004). h 14

Page 47: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

40

3. Penasihat Hukum insidental. Pengacara insidental diberikan izin oleh ketua

pengadilan. Mereka terdiri dari siapa saja, apakah sarjana hukum atau tidak,

pegawai negeri atau bukan, yang sudah dewasa atau memenuhi syarat untuk

melakukan perbuatan hukum dapat menjadi seorang kuasa.

C. Berakhirnya Kuasa (Wakalah)

Mengenai berakhirnya akad wakalah, dalam hal ini terdapat suatu ibarah

yang diungkapkan dalam kitab kifayatu al-akhyar fii halli ghayati al-ikhtishar

yang berbunyi :

!!!!! ! !!!!! ! !!!!!!! !! !! !!!!! !!!!!Š!! ! !!!!!!!! !! !!!!! ! !!!! !!!! !! ! !!!36

“Wakalah adalah akad yang jaiz (boleh) muwakil dan wakil boleh membubarkan wakalah tersebut kapan saja dikehendaki. Akad wakalah itu bubar dengan matinya salah seorang dari muwakil dan wakil”

Ulama fikih menyatakan bahwa akad wakalah dianggap berakhir apabila

terdapat hal-hal sebagai berikut :

1. Wakil diberhentikan oleh orang yang mewakilkannya. Dalam hal ini, ulama

madzhab Hanafi mengemukakan beberapa syarat dalam memberhentikan

wakil tersebut, pertama wakil mengetahui bahwa tugasnya dicabut, baik

secara lisan maupun tulisan. Kedua, dalam perwakilan itu tidak tersangkut hak

orang lain, seperti perwakilan dalam menjual harta yang digadaikan untuk

36 Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakri Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifayatu al-akhyar fii halli

ghayati al-ikhtishar. h. 285

Page 48: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

41

membayar untuk utang orang yang diwakilkan. Dalam kasus seperti ini, orang

yang mewakilkan tidak boleh mencabut wakilnya.

2. Orang yang mewakilkan melakukan suatu tindakan hukum terhadap objek

yang telah diwakilkan.

3. Tujuan yang ingin dicapai dari perwakilan telah tercapai. Artinya, wakil telah

menjalankan tugasnya dengan baik dan karenanya secara otomatis masa

perwakilannya telah habis.

4. Salah satu pihak (wakil atau yang mewakilkan) berubah status menjadi orang

yang tidak cakap bertindak hukum, seperti gila, atau dikenakan status dibawah

pengampuan

5. Salah satu pihak (wakil atau yang mewakilkan) meninggal dunia

6. Orang yang mewakilkan itu, menurut madzhab hanafi, keluar dari agama

Islam (murtad). Dalam kasus seperti ini perwakilan menjadi gugur dengan

sendirinya karena tindakan orang murtad tidak bisa dilaksanakan.

7. Wakil murtad. Menurut ulama madzhab Maliki, perwakilan yang demikian

batal. Akan tetapi menurut madzhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, perwakilan

tidak batal.

8. Wakil mengumumkan pengunduran dirinya sebagai wakil dan diketahui oleh

orang yang mewakilkan

9. Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perwakilan.37

37 Abd. ‘Azim bin Badawi al-khalafi, al-Wajiz, h. 1915

Page 49: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

42

D. Peran Advokat di Pengadilan Agama

Dalam suatu kondisi, dimana menyebabkan seseorang atau suatu badan

tidak dapat secara langsung bertindak untuk dan atas nama dirinya dalam

melakukan suatu perbuatan hukum. Maka diperlukan surat kuasa agar pihak lain

dapat mewakili dan bertindak untuk dan atas namanya dalam suatu perbuatan

hukum tersebut. 38

Dalam praktek pengadilan, penerima kuasa adakalanya keluarga para

pihak yang disebut dengan kuasa insidentil. Idealnya kuasa tersebut berasal dari

ahli hukum misalnya advokat atau pengacara praktek. Dalam kaitan hubungan

antara seorang klien dengan advokat, surat kuasa diartikan sebagai suatu dokumen

penting yang dapat dijadikan bukti bahwa seorang klien telah menunjuk seorang

advokat atau lebih untuk mewakili dan bertindak alam suatu perbuatan hukum.39

Tanpa surat kuasa dari klien, advokat tidak berwenang melakukan

perbuatan apapun yang mengatas namakan klien dalam menyelesaikan perkara.

Peran advokat dalam pemberian jasa hukum bagi kepentingan klien dengan tujuan

untuk melakukan islah bagi para pihak yang bersengketa sangat menentukan.

Dimaksud dengan peran disini adalah bagaimana ia dapat menjalankan profesinya

sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemberian jasa hukum yang dilakukan advokat

38 Rahmat Rosyadi., Sri Hartini , Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Ghalia

Indonesia, Jakarta 2003. hal 64

39 Ibid

Page 50: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

43

adalah mendampingi , menjadi kuasa, memberikan advise hukum kepada klien,

baik bersifat social, pro bono publico maupun atas dasar mendapatkan

honorarium/free.40

Dalam menjalankan profesinya seorang advokat harus memegang teguh

sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, kebenaran. Advokat

adalah profesi yang bebas, yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak

tunduk pada perintah atasan, da hanya menerima perintah atau order atau kuasa

dari client berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang tertulis maupun tidak

tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi advokat, dan tidak tunduk pada

kekuasaan publik.41

Peran positif advokat itu digambarkan dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Mempercepat proses administrasi, baik permohonan cerai talak maupun

gugatan cerai bagi kelancaran persidangan di pengadilan.

2. Membantu menghadirkan para pihak yang berperkara di pengadilan sesuai

dengan jadwal persidangan .

3. Memberi pemahaman hukum yang berkaitan dengan duduk perkara dan

posisinya, terhadap para pihak dalam menyampaikan permohonan atau

gugatan atau menerima putusan.

4. Mendampingi para pihak yang berperkara di pengadilan agama, sehingga

mesara terayomi keadilannya.

40 Ibid

41 Ropuan Rambe, Tehnik praktek Advokat, Grasindo, Jakarta, 2001, hal 33

Page 51: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

44

5. Mewakili para pihak yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan

lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangannya.

6. Dalam memberikan bantuan hukum sebagai advokat professional, tetap

menjunjung tinggi sumpah advokat, kode etik profesi dalam menjalankan

peran sesuai dengan tugas dan fungsinya.42

Keberadaan advokat untuk berperan dalam memberikan jasa hukum

kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam perkawinan, khususnya perceraian

diatur melalui Pasal 70 ayat ( 3,4,dan 5 ). Lebih rincinya sebagai berikut :

Ayat (3) : "Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,

pengadilan menentukan hari siding penyaksian ikrar talak, dengan memanggil

suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut."

Ayat (4) : "Dalam siding itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam

suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar talak yang

dihadiri oleh istri atau kuasanya."

Ayat (5) : "Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak

datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau

wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya."43

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, sidang pengadilan penyaksian ikrar

talak dihadiri oleh pihak pemohon dan termohon. Ini bererti suami istri hadir

42 Ibid

43 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama., Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Tahun 2006

Page 52: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

45

dalam persidangan. Cuma, kehadiran mereka menurut undang–undang tidak mesti

secara pribadi atau in-person. Baik suami maupun istri dapat diwakili oleh kuasa.

Dengan demikian undang-undang memberi memberi kemungkinan bagi seorang

kuasa mengucapkan ikrar talak. Begitu juga istri, dapat diwakili kuasa dalam

menyaksikan ikrar talak.

Akan tetapi agar seorang kuasa mempunyai kualitas untuk mengucapkan

ikrar talak, harus berdasar kuasa khusus yang berbentuk “autentik”. Di dalam

surat kuasa khusus tersebut harus dengan tegas dicantumkan bahwa pemberian

kuasa untuk “mengucapkan ikrar talak” jadi di samping bentuk surat kuasa

khususnya autentik, redaksionalnya juga harus secara tegas memberi kuasa untuk

mengucapkan ikrar talak. Kedua unsur tersebut merupakan syarat formal

keabsahan kuasa. Salah satu unsur tidak diipenuhi, mengakibatkan kuasa tidak

bisa mengucapkan ikrar talak.

Page 53: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

46

BAB III

IKRAR TALAK DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN

HUKUM POSITIF

A. Pengertian Ikrar Talak dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian

Ikrar talak adalah kata majemuk dari ikrar dan talak. Kata majemuk ini

memberikan faedah untuk kekhususan sesuatu yang dituju oleh kata tersebut.

Ikrar menurut etimologi adalah pengakuan, sedangkan menurut terminologi

ialah mengatakan kebenaran yang ada pada diri orang lain.1 Dikutip dari

kifayatul akhyar fii halli ghayah al-ikhtishar, ikrar secara bahasa artinya

menetapkan, sedangkan menurut istilah adalah pengakuan adanya hak.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ikrar diartikan pertama, janji

yang sungguh-sunguh ia membacakan kesetiaan di depan pemimpinnya.

Kedua, mengakui, menetapkan, membenarkan, menjanjikan.2

Poerwadarminta mengartikan ikrar talak atau berikrar itu dengan

"berjanji dengan sungguh-sungguh hati". Berteguh hati mengakui ikrar itu

juga berarti lepasnya ikatan perkawinan dan berakhirnya perkawinan.3

1 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fikih Madzhab Syafi’I edisi lengkap Muamalat, munakahat

jinayat, Bandung: pustaka Setia, 2000. hal 117

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1998 ), h. 323

3 H.S. Al-Hamdani, Risalah nikah, ( Jakarta : Pustaka Amin, 1985 ), h. 176

Page 54: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

47

Sedangkan talak berasal dari isim masdarnya dari kata تطلیقا - یطلق -طلق

artinya melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan menurut syara’ adalah

melepaskan ikatan perkawinan atau rusaknya hubungan perkawinan.4

Adapun beberapa pandangan ulama antara lain diantaranya :

a. Abdurrahman al-Jaziry mendefinisikan : talak ialah menghilangkan ikatan

perkawinan atau mengurangi pelepasan iktannya dengan menggunakan

kata-kata tertentu.

b. Abu Zakaria al-Anshari, talak ialah melepas tali akad nikah dengan kata

talak atau semacamnya.

c. Ulama Hanafi dan Hanbali menerangkan bahwa talak ialah melepaskan

ikatan perkawinan pada waktu sekarang atau yang akan datang, dengan

mengucapkan lafaz talak yang semakna dengannya.

d. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhat al-Thalibin, talak menurut

bahasa adalah putus ikatan. Adapun menurut istilah, talak adalah putus

akad nikah karena lafaz cerai dan semisalnya.5

Jadi penulis menarik kesimpulan bahwa : "Ikrar Talak adalah

Pengakuan suami dengan pengakuan yang sebenar-benarnya untuk

memutuskan ikatan perkawinan terhadap isterinya dengan menggunakan

kalimat talak yang telah ditentukan.

4 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung : Al-Ma'arif, 1990), Jilid 8, Cet VII, h. 9

5 Abi Zakariya Yahya bin Syarif Al-Nawawi, Raudhat Al-Thalibin, (Beirul:Darul Qutub Al-Islamiyah, Tt), Juz VI, h. 3

Page 55: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

48

Mengenai pengertian talak telah tertera dengan rinci dalam pasal 66

ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang pengadilan Agama

yang berbunyi : “seorang suami yang beragama Islam yang akan

menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk

mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak.”6

7Dalam kompilasi Hukum Islam sendiri talak diartikan sebagaimana

yang diatur dalam pasal 117, yang berbunyi :” Talak adalah ikrar suami di

hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya

perkawinan, dengan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130,

131”. Keharusan mengikrarkan talak di depan sidang Pengadilan Agama,

diharapkan agar dalam proses perceraian jelas sebab-sebabnya dan ketika

masih bisa didamaikan agar hakim dapat berusaha mendamaikan kedua belah

pihak yang hendak bercerai sehingga perbuatan yang tidak disukai Allah

(talak) itu tidak mudah terjadi dan kekekalan sebuah rumah tangga dapat

terwujud.

Oleh karenya, penulis menarik kesimpulan dari berbagai definisi yang

telah dikemukakan oleh beberapa pendapat ulama bahwa ikrar talak itu ialah

suatu perbuatan atau tindakan hukum yang berupa pengucapan atau penetapan

yang dilakukan oleh sisuami untuk melepaskan ikatan perkawinan yang sah.

6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Mahkamah Agung RI, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Tahun 2006. hal 66

7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta 2004

Page 56: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

49

2. Dasar Hukumnya

Adapun dasar hukum ikrar talak itu berdasarkan firman Allah SWT.

a. Al-Quran8

Al-Imran ayat 81 :

!! !!! !!!!!!81!!!

Artinya : "Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi: "Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".(QS. AliImran :81)

Surat At-Thalaq ayat 1 :

!!!!! ! !!!1!

8 Al-Qur'an Al-Karim dan Terjemah. Saudi Arabia.Tt.

Page 57: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

50

Artinya : "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru". ( QS. At-Thalaq : 1)

Surat Al-Baqarah ayat 229 :

!!!!!!!!!229!

Artinya : "Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanyakhawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah :229)

Page 58: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

51

b. Hadits Nabi SAW

!!! !!! !! !!!!!!! !!!!!!! ! !! !!!! !! !!! ! ! !!!!!!! ! !!!!!! !!! !!!!!!! !

! !!!! !!!!!!!!!!!! !!!! !! !!!!!! !! !!! !! !œ!!!!! ! !!! ! !! !!!! !!!!!!! !!!

!! !! !!! !!! !! ! !!! ! !! !! ! !!9

Artinya :“Diceritakan Katsir Ibn ‘Abid, diceritakan Muhammad Ibn Khalid, dari Mu’arrif Ibn Washal, dari Muharib Ibn Ditsar, dari Ibnu Umar R.A. ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW. Telah bersabda :” Sesuatu perbuatan yang halal tapi dibenci Allah SWT adalah Thalaq (perceraian)”. ( HR. Abu Daud dan Ibn Majah dishahihkan oleh Hakim dan Abu Hatim merajihnya)

Berdasarkan hadits tersebut, menunjukkan bahwa perceraian

alternatif terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami isteri bila

ikatan perkawinan tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya.

c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

Pasal 70 Ayat 3, 4 da 5 yiatu :

(3) Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,

pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan

memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang

tersebut.

(4) Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam

suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar

talak yang dihadiri oleh istri atau wakilnya.

9 Abi Daud Sulaiman Ibn Al-Asy'atsi As-Sajastani, Sunan Abi Daud Juz I, (Semarang: Toha

Putra).,Tt

Page 59: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

52

(5) Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak

datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau

wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau

wakilnya.10

B. Tatacara Ikrar Talak

Mengenai tata cara pengucapan ikrar talak diatur dalam pasal 70, 71 dan

72. yang menjadi dasar patokan terbukanya tata cara pengucapan ikrar talak,

apabila penetapan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian

proses pengucapan ikrar talak merupakan suatu eksekusi atas penetapan cerai

talak. Tata cara pengucapan ikrar talak diatur sebagai berikut :

1. Menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak

Seperti yang sudah dikatakan pengucapan ikrar talak merupakan eksekusi

penetapan cerai talak. Dan pasal 70 ayat 3 sudah menegaskan, pelaksanaan

pengucapan ikrar talak baru dapat dijalankan setelah penetapan memperoleh

kekuatan hukum tetap. Tindak lanjut yang mengikuti hal itu, pengadilan

menentukan suatu hari sidang yang khusus untuk menyaksikan pengucapan

ikrar talak pemohon yaitu suami.

10 Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Tahun 2006, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Hal. 68

Page 60: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

53

2. Sidang penyelesaian ikrar talak dihadiri pemohon dan termohon.

Berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat 4, sidang pengadilan penyaksian ikrar

talak dihadiri oleh pihak pemohon dan termohon. Ini berarti suami isteri hadir

dalam persidangan. Namun, kehadiran mereka menurut undang-undang tidak

mesti secara pribadi atau in-person. Baik suami maupun isteri dapat diwakili

oleh kuasa. Dengan demikian Undang-Undang memberi kemungkinan bagi

seorang kuasa untuk mengucapkan ikrar talak, begitu juga isteri dapat diwakili

kuasa dalam menyaksikan ikrar talak.

3. Pengucapan ikrar talak tanpa hadirnya isteri

Pada prinsipnya sidang penyaksian ikrar talak dihadiri oleh isteri. Namun

pada pasal 70 ayat 5, memberi kemungkinan penetapan ikrar talak dapat

dilangsungkan diluar hadirnya isteri apabila dia tidak datang sendiri atau

wakilnya, meskipun dia telah dipangil secara patut dan resmi. Dalam kasus

yang seperti itu, hal ini tidak perlu menenunda sidang dilangsungkan terus

pengucapan ikrar talak.11

4. Berita acara dan penetapan sidang ikrar talak

Sidang penyaksian ikrar talak adalah sidang resmi disamping persidangan

dihadiri oleh suami isteri atau kuasa mereka dan juga harus dihadiri oleh

hakim dan panitera. Bahkan bertitik tolak secara sistematik dan analogis dari

ketentuan pasal 68 ayat 1, sidang penyaksian ikrar talak dilakukan oleh

majelis hakim.

11 Ibid, hal 67-68

Page 61: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

54

Fungsi panitera dalam sidang pengadilan penyaksian ikrar talak,

membuat berita acara sidang. Panitera mencatat segala hal ikhwal yang terjadi

dalam persidangan seperti layaknya pembuatan berita acara dalam

pemeriksaan perkara. Kemudian berita acara tersebut ditandatangani Hakim

(Ketua Majelis) dan panitera agar berita acara resmi dan otentik sesuai dengan

ketentuan pasal 63 ayat (3).12

Fungsi hakim dalam sidang selain dari pada menyaksikan pengucapan

ikrar talak, juga membuat “penetapan” penyaksian ikrar talak. Tentang isi

penetapan sidang penyaksian ikrar talak telah digariskan dalam pasal 71 ayat

(2) menurut pasal tersebut amar harus dicantumkan dalam penetapan yang

berbunyi : menyatakan perkawinan putus terhitung sejak hari dan tanggal

ikrar talak diucapkan.

Masih dalam penetapan sidang ikrar talak, penetapan sidang ikrar

talak, bukan penetapan dalam arti sengketa atau permohonan. Penetapan

tersebut bukan dalam rangka penyelesaian suatu gugatan perkara. Oleh karena

itu penetapan dalam hal ini bukan berupa keputusan atas suatu perkara. Boleh

dikatakan, penetapan sidang ikrar talak tiada lain dari pelaksanaan eksekusi

penetapan cerai talak.

12 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Pustaka Kartini, 1989), h. 249

Page 62: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

55

C. Ikrar Talak Yang di Lakukan Kuasa Hukum Perempuan

Pernikahan adalah bentuk muamalah yang diatur secara terperinci dalam

hukum Islam. Perjanjian yang dilakukan termasuk dalam perjanjian agung. Oleh

sebab itu akibat yang timbul dari pernikahan ini diatur pula, mulai dari nafkah,

hadhanah, talak, iddah dan sebagainya. Maka dari itu bentuk rusaknya dari

perjanjian ini dengan salah satu jalan perceraian juga mendapat perhatian

khusus.13

Talak adalah salah satu jalan untuk memutuskan tali pernikahan. Seperti

halnya nikah, yang mempunyai peran besar adalah laki-laki. Dalam akad nikah

yang berperan adalah calon suami beserta wali dari calon istri yang akan

dinikahi. Seperti halnya nikah, talak juga mempunyai beberapa syarat yang salah

satunya adalah ikrar.14

Pada dasarnya kekuasaan dalam menjatuhkan talak adalah ada di tangan

suami, tetapi memungkinan bagi suami untuk menjatuhkan melalui orang lain

yang bertindak atas nama suami. Hal ini dapat ditempuh melalui usaha suami

ataupun atas keinginannya, seperti melimpahkannya kepada seorang wakil atau

kepada istri yang diserahkan kepadanya perkara talak.15

Menurut Muhammad Baltaji, Islam memberi hak talak kepada laki-laki

secara mutlak. Hal ini disebabkan oleh dua dalih. Pertama, karakter laki-laki

13 Syifaul Qulub, Ikrar talak yang diwakilkan kepada kuasa perempuan, Artikel diakses pada

tanggal 21 Juli 2010.

14 Ibid

15 Ibid

Page 63: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

56

yang lebih cenderung mempergunakan teori akal dibanding dengan frekuensi

penggunaan akal pada perempuan dalam skala mayoritas. Perempuan dalam

tataran praktik selalu menyelesaikan permasalahan dengan permainan perasaan,

oleh karena itu Islam tidak memberikannya hak untuk mencerai. Kedua, suami

bertanggung jawab atas kelangsungan rumah tangga seperti mas kawin/mahar

dan nafkah, maka dikatakan laki-laki akan rugi jika talak istri yang disahkan. 16

Sampai disini, perlulah kita menyebutkan suatu hal. Seorang suami dapat

memberikan hak cerai kepada istrinya, baik secara pemegang kuasa yang mutlak

ataupun dalam keadaan-keadaan khusus atas nama si suami itu sendiri. Dalam

pandangan Islam hak menceraikan tidaklah diperuntukan bagi wanita, tetapi

sebagai suatu hak yang ditentukan dan yang dikuasakan, hak itu ada dan dapat

dipergunakannya. Kita harus melihat apakah Islam memberikan suatu jalan untuk

menyelesaikan kesulitan yang sesungguhnya sangat problematik ini.

Talak yang menjadi kekuasaan suami itu disebabkan tanggung jawab dia

dalam rumah tangga sebagai kepala rumah tangga yang harus menanggung

nafkah bagi anggota keluarga. Nafkah ini ditanggung oleh suami mulai awal

nikah dengan memberikan mahar, sampai pada putusnya perkawinan suami juga

menanggung nafkah iddah, nafkah menyusui, juga nafkah pemeliharaan anak jika

ia mempunyai anak dari istri yang ditalaknya.

Talak itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang diperbolehkan

untuk diwakilkan karena telah memenuhi dua unsur syarat sebagai muwakal fih.

16 Ibid

Page 64: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

57

Pertama talak dimiliki oleh pihak yang memberikan kuasa yaitu suami yang

berhak menjatuhkan talak kepada istrinya. Kedua talak ini memungkinkan untuk

dikuasakan kepada orang lain sebagai wakil dari yang memberi kuasa, ini

disebabkan talak bukan ibadah yang harus dilakukan orang secara pribadi.

Berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat (4), sidang pengadilan penyaksian ikrar

talak dihadiri oleh pihak pemohon dan termohon. Ini bererti suami istri hadir

dalam persidangan. Cuma, kehadiran mereka menurut undang–undang tidak

mesti secara pribadi atau in-person. Baik suami maupun istri dapat diwakili oleh

kuasa. Dengan demikian undang-undang memberi memberi kemungkinan bagi

seorang kuasa mengucapkan ikrar talak.

Pokok permasalahan dalam ikrar talak yang diwakilkan kepada kuasa

hukum perempuan adalah dengan melihat kredibilitas wakil itu sendiri. Syarbini

memberikan syarat pada seorang wakil dengan redaksi yaitu seorang yang

bertindak sebagai wakil haruslah sah melakukan sesuatu yang diwakilkan

kepadanya. Sesungguhnya orang yang melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri

itu atas jalan menempuh hak, sedangkan untuk melakukan sesuatu untuk orang

lain hanyalah sebagai pengganti. Jika orang itu untuk dirinya sendiri dalam

penuntutan hak saja tidak kuasa untuk memenuhinya, lalu bagaimana dia dapat

menggantikan orang lain.

Mereka menambahkan bahwa syarat-syarat telah disebutkan di atas

adalah berlaku secara umum, sehingga ada juga pengecualian dalam beberapa

masalah. Salah satunya adalah orang perempuan dapat dijadikan wakil untuk

Page 65: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

58

menjatuhkan talak kepada orang lain. Bukan berarti orang perempuan yang tidak

berhak menjatuhkan talak untuk dirinya sendiri itu dilarang untuk melaksanakan

pelimpahan kekuasaan talak ini, justru dia diperbolehkan melakukan perwakilan

dalam masalah ini.

D. Pandangan Fuqaha terhadap Ikrar Talak yang diwakilkan kepada

perempuan

Talak itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang diperbolehkan

untuk diwakilkan karena telah memenuhi dua unsur syarat sebagai muwakal fih.

Pertama talak dimiliki oleh pihak yang memberikan kuasa yaitu suami yang

berhak menjatuhkan talak kepada istrinya. Kedua talak ini memungkinkan untuk

dikuasakan kepada orang lain sebagai wakil dari yang memberi kuasa, ini

disebabkan talak bukan ibadah yang harus dilakukan orang secara pribadi.

Wakalah dalam talak ini dianggap sah sebagaimana disahkan juga wakalah lain

dalam muamalah seperti jual-beli, hibah, dan sebagainya.17

Namun disisi lain Abu Muhammad membantah keras adanya wakalah

dalam masalah talak, dia berpendapat bahwa tidak diperbolehkannya seorang

melakukan perbuatan seseorang sehingga ada keterangan dari Al-Quran ataupun

Hadits dari Rasulullah SAW yang memperbolehkan perbuatan tersebut.18

17

Syifaul Qulub, Ikrar Talak Menurut Hukum Islam, Artikel di akses pada tanggal 21 Juli 2010

18 Ibid

Page 66: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

59

Lebih dalam Abu Muhammad menjelaskan tidak ada satu ayat Al-Qur’an

ataupun hadits yang menerangkan tentang talak yang diwakilkan, maka hal ini

adalah batal. Dasar hukum yang dipakai yaitu mukhatab dalam talak adalah para

suami, bukan yang lainnya. Maka tidak diperbolehkan seseorang menggantikan

posisi suami-suami tersebut, baik dalam akad wakalah atau akad yang lainnya.

Dia juga mengatakan tidak pernah dijumpainya pada ulama terdahulu yang

membolehkan mewakilkan talak.19

Sepanjang sejarah Islam, tidak ada ahli hukum sepakat satu sama lainnya.

Jika Ibn Taimiyah berpikir talak tiga dengan sekali ucapan tidak diperbolehkan,

ahli hukum Islam yang lain memperbolehkannya. Jika para ahli hukum Syi’ah

membolehkan kawin mut’ah maka umat Islam Sunni tidak membolehkannya.

Perbedaan-perbedaan ini telah dijelaskan dalam berbagai buku-buku Islam.

Begitu juga dalam permasalahan ini banyak perbedaan di kalangan para ahli

hukum Islam (fuqaha’).20

Terlepas dari perbedaan pendapat yang tidak memperbolehkan adanya

wakalah dalam talak. Tidak sedikit pula yang memperbolehkan wakalah tersebut

karena dengan mengambil syarat yang ada pada muwakal fih, talak sudah

memenuhi syarat tersebut baik mengenai dimiliki oleh pemberi kuasa ataupun

layak untuk dikuasakan. Seperti halnya nikah yang bisa diwakilkan, maka talak

juga bisa untuk diwakilkan. Karena pernah diriwayatkan peristiwa talak Fatimah

19 Ibid

20 Ibid

Page 67: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

60

binti Qais yang menjatuhkan talak kepadanya seorang wakil dari suaminya.

Membahas tentang pihak yang memberi kuasa dan yang diberi kuasa, Syafi’iyah

memberikan keterangan syarat wakil yang diberi kuasa. Sebagaimana

disyaratkan untuk orang yang memberikan kuasa yaitu dengan melihat sisi

dimana ia berhak melakukan untuk dirinya sendiri sesuatu yang ingin ia wakilkan

kepada orang lain. Syarat itu juga berlaku pada wakil yang diberikan kuasa yaitu

dia termasuk orang yang berhak melakukan untuk dirinya sendiri sesuatu yang

ingin diwakilkan kepadanya dari orang lain.

Talak yang diwakilkan kepada istri sesungguhnya tidak termasuk

mewakilkan kecuali suami mengatakan kepada wakil tersebut dengan jelas.

Karena talak kepada istri itu wakil harus mengetahui dengan tawkil yang khusus

dengan berkata: “aku wakilkan kepadamu untuk menjatuhkan talak kepada

istriku fulanah” atau memberikan isyarat kepadanya seperti berkata: “aku

wakilkan kepadamu untuk menjatuhkan talak kepada istriku ini” Tidak berbeda

dengan keterangan sebelumnya, Hanabilah mengatakan bahwa siapa yang

dianggap sah talaknya, maka sah pula mewakilkannya kepada orang lain.

Adapun jika suami itu memilih perempuan untuk diberi kuasa untuk bertindak

sebagai wakil dalam menjatuhkan talak, pemberian kuasa dianggap sah.

Sedangkan golongan Malikiyah mengatakan suami yang memberikan kuasa

kepada seseorang untuk menjatuhkan talak kepada istrinya itu diperbolehkan,

baik itu adalah istrinya sendiri ataupun orang lain. Walaupun begitu, suami masih

mempunyai hak untuk mencegah wakil untuk menjatuhkan talak.

Page 68: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

61

Dengan adanya pendapat seperti ini maka talak yang dijatuhkan sah baik

dijatuhkan kepada orang lain begitu juga dijatuhkan untuk dirinya sendiri.

Berbeda dengan pendapat yang lainnya, golongan Hanafiyah yang mengartikan

tawkil dalam talak adalah pemberian kuasa dari seorang suami kepada orang lain

untuk bertindak atas nama dia dalam menjatuhkan talak kepada istrinya.

Pelimpahan kuasa itu bisa diberikan kepada istrinya sendiri atau orang lain.

Namun pelimpahan kuasa itu tidak dapat diberikan kepada perempuan selain

istrinya sendiri, karena perempuan hanya dapat menjatuhkan talak pada dirinya

sendiri bukan kepada orang lain

Maka dengan ini perempuan tidak dapat menjadi kuasa sebagai wakil

yang melaksanakan sesuatu untuk orang lain, melainkan dia hanya bisa

menjatuhkan talak hanya untuk dirinya sendiri. Sesuai dengan kandungan dalam

surat Al-Ahzab ayat 28-29 Allah SWT Berfirman :

.

!! !!! ! !!!!28!!29!!!

Artinya : "Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baikdiantaramu pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab :28-29)

Page 69: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

62

BAB IV

PANDANGAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN AGAMA DEPOK

TERHADAP IKRAR TALAK YANG DIWAKILKAN KEPADA

ADVOKAT PEREMPUAN

A. Proses Persidangan Ikrar Talak di Pengadilan Agama Depok

Persidangan Pengadilan Agama Depok yang memeriksa perkara

perdata agama tingkat pertama dilaksanakan di ruang sidang yang

dipergunakan untuk keperluan itu dengan :

1. Menyebutkan Identitas pemohon dan menyebutkan identitas kuasa hukum

apabila termohon memberikan surat kuasa kepadanya.

2. Menyebutkan identitas termohon

Dalam persidangan tersebut dipimpin atau terdiri dari : Ketua Majelis,

Hakim Anggota, dan Panitera Pengganti.1

Setelah persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh

Ketua Majelis, lalu kedua pihak berperkara dipanggil masuk keruang sidang.

Kemudian Ketua Majelis beruasaha mendamaikan pemohon dan termohon

agar rukun kembali, namun tidak berhasil karena pemohon tetap ingin

menceraikan termohon. Kemudian Ketua Majelis membacakan putusan terkait

permohonan cerai talak.2

Setelah amar putusan dibacakan, oleh Ketua Majelis kembali

menanyakan kepada pemohon dan termohon atau kepada kuasa hukum

1 Berita Acara Ikrar Talak Pengadilan Agama Depok, Nomor 226/Pdt.G/2008/PA, Dpk

2 Ibid

Page 70: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

63

keduanya terkait kesipannya untuk mengucapkan ikrar talak. Setelah sudah

ada kesiapan untuk mengucapkan ikrar talak dan kewajiban-kewajiban

sebagaimana yang tertera dalam amar putusan, maka proses pengucapan

dilaksanakan.3

B. Dasar Pemikran Hakim terhadap Ketidakbolehan advokat perempuan

dalam mengikrarkan talak kliennya.

Setelah penulis mewawancarai sekaligus berbincang-bincang bersama

Hakim Ketua Pengadilan Agama Depok di tempat kediamannya, penulis

menanyakan kembali tentang wewenang advokat perempuan dalam

mengikrarkan takak dengan kliennya, dimana seorang advokat perempuan itu

memang benar-benar tidak boleh mengucapkan talak untuk mewakili klienya.

Dalam hal tersebut Hakim Pengadilan Agama Depok yaitu Bapak Drs.

Sarnoto M.H mengemukakan bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 pasal 70 ayat 3, 4 dan ayat 5 mengatakan bahwa pemohon boleh

memberikan kuasanya kepada wakilnya, namun pengertian wakil disini bukan

untuk ditujukan kepada wakil perempuan untuk sebagai mewakili kliennya.4

Memang mengenai kewenangan advokat perempuan maupun advokat

laki-laki yang berasal dari lembaga keadvokatan yang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003, tidak ada batasan khusus dalam menangani

3 Ibid

4 Data diambil dari wawancara dengan Hakim Ketua Pengadilan Agama Depok. tanggal 30 Juli 2010

Page 71: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

64

perkara mereka para advokat boleh menangani semua perkara guna mencari

keadilan.5

Hakim Pengadilan Agama Depok tetap menyatakan dalam perkara

cerai talak setelah mendapatkan kekuatan hukum tetap, maka pengucapan

ikrar talak itu di ucapkan kepada pemohon atau kuasa hukumnya yang jelas

tidak dibolehkan kuasa hukum perempuan yang mengucapkan. Sebab beliau

sangat sependapat dengan ibarah atau ungkapan yang dinyatakan oleh

madzhab hanafi bahwa laki-laki tidak boleh memberikan kuasanya kepada

perempuan untuk menucapkan ikrar talak.6

Memang tidak ada Undang-Undang yang menyatakan bahwa seorang

perempuan itu tidak boleh mengucapkan ikrar talak, namun dalam hal ini

beliau sangat ikhtiyat terhadap kuasa hukum atau seorang advokat perempuan

untuk mengucapkan ikrar talak kliennya sebab jika hal tersebut dilakukan oleh

kuasa hukum perempuan maka akan merugikan pihak laki-laki (pemohon).

Beliau menambahkan yang menjadi dasar ketidakbolehan seorang

kuasa hukum perempuan yaitu melihat pada peristiwa talak Bid'i, dimana

talak bid'i itu sendiri talak yang dalam keadaan tidak suci atau haid. Disini kan

kita tidak tahu apakah advokat perempuan itu memang benar-benar dalam

keadaan suci atau tidak. Maka dari itu cara yang solutif yaitu dengan

mengganti advokat perempuan untuk dilimpahkan kepada partner kerjanya

yang laki-laki yang harus mengucapkan.7

5 Ibid

6 Ibid

7 Ibid

Page 72: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

65

C. Analisa Penulis

Kembali kepada penulis, mengenai problematika seorang advokat

perempuan yang tidak bisa mengucapkan ikrar talak kliennya penulis akan

coba melihat terlebih dulu dari teori-teori yang telah dikemukakan dalam

disertasi Prof. Dr. Nasaruddin Umar., MA tentang Argumen Kesetaraan

Jender Perspektif Al-Quran, meskipun tidak secara langsung didalam teori

tersebut tidak menjustis bahwa seorang perempuan itu boleh menerima tawkil

dalam perkara ikrar talak, setidaknya penulis bisa membedakan kedudukan

antara laki-laki dan perempuan dalam Al-Quran.

Jika melihat permasalahan tersebut, penulis akan menggunakan teori

yang telah di jelaskan pada bab terdahulu sebagai dasar penulis untuk

menganalisanya, yaitu dengan melihat pada teori Feminis liberal yang

berskesimpulan bahwa semua laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang

dan serasi dan semestianya tidak terjadi penindasan antara satu dengan yang

lainnya. Secara antologis keduanya, hak laki-laki dengan sendirinya itu

menjadi hak perempuan. Sehingga dapat difahami bahwa perempuan itu

diintegrasikan secara total di dalam semua peran, termasuk bekerja diluar

rumah. Dengan kata lain tidak mesti di lakukan perubahan secara struktural

secara menyeluruh, tetapi cukup melibatkan perempuan di dalam berbagai

peran.

Kemudian dikuatkan pula pada teori fungsional struktural yang telah

dikatakan oleh Talcott Parsons dan Robert Bales, bahwa hubungan anatara

laki-laki dan perempuan lebih merupakan pelestarian keharmonisan daripada

bentuk persaingan.

Page 73: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

66

Dalam pelaksanaannya yaitu dalam permasalahan ketidakbolehan

seorang advokat perempuan yang tidak bisa mengucapkan ikrar talak kliennya

terkesan bersebrangan pada teori yang ada, padahal baik laki-laki maupun

perempuan itu diciptakan seimbang.

Melihat kepada Al-Qur’an padahal tidak menafikan adanya perbedaan

anatomi biologis, tetapi perbedaan ini tidak dijadikan dasar untuk

mengistimewakan jenis kelamin yang satu dengan jenis kelamin lainnya.

Namun Al-Quran juga mengakui adanya perbedaan antara laki-laki

dan perempuan tetapi perbedaan tersebut bukanlah pembedaan yang

menguntungkan satu pihak dan pihak lainnya. Ketidakbolehan tersebut terlihat

lebih menguntungkan laki-laki.

Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjadi pegangan bagi penulis,

untuk menyanggah ketidakbolehan seorang advokat perempuan dalam

megikrarkan talak kliennya, diantaranya :

Pada Surat An-Nisa ayat 124 Allah SWT berfirman :

!!!! !!!!!!124!

Artinya :”Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki

maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An-Nisa: 124)

Page 74: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

67

Surat An-Nahl ayat 97 Allah SWT berfirman :

!!! ! !!!!!!97!

Artinya :”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun

perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

Surat Al-Mu’min ayat 40 Allah berfirman :

!! !! !!!!!40!

Artinya :”Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab.” (QS. Al-Mu’min: 40)

Dari ketiga ayat tersebut, penulis dapat berkesimpulan sementara

bahwa ayat diatas benar-benar mengisyaratkan konsep kesetaraan jender yang

ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang

spiritual maupun urusan karier propesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah

satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan

yang sama meraih prestasi optimal.

Page 75: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

68

Perlu diketahui padahal salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya

keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala

segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat. Karena itu Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan,

baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan

maupun yang berdasarkan jenis kelamin.

Kemudian penulis pada kacamata fikih konvensional lebih cenderung

pada ulama yang membolehkan. Dan pada pembahasan wakalah pun telah

dijelaskan tentang syarat dan rukun wakalah yang mana di dalam syarat

tersebut tidak di sebutkan apakah harus laki-laki atau perempuan. Penulis

berasumsi jika syarat dan rukun telah terpenuhi, maka boleh-boleh saja.

Di dalam peraturan Perundang-Undangan dikatakan apabila suami

tidak dapat menghadiri persidangan ikrar talak, maka boleh diwakilkan kepada

wakilnya. Wakil yang telah di sebutkan dan dijelaskan dalam Undang-Undang

tidak ditentukan apakah harus wakil laki-laki atau perempuan.

Dalam pembahasan permasalahan ketidakbolehan seorang advokat

perempuan tidak boleh mengucapkan ikrar talak kliennya, yang telah di jawab

oleh hakim Pengadilan Agama Depok, penulis terjadi kejanggalan dan kurang

sepaham dan sependapat dengan pernyataan hakim yang mengacu pada salah

satu alasan ketidakbolehan tersebut pada peristiwa talak bid’i. telah diketahui

padahal talak bid’i itu ialah talak yang mana suami itu tidak boleh

menjatuhkan talak kepada istrinya yang dalam keadaan tidak suci (haid atau

Page 76: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

69

nifas) sedangkan perkara tersebutkan bukan pada yang ditalak melainkan pada

yang mentalak yaitu seorang advokat perempuan yang mewakilkan kliennya.

Page 77: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan ini penulis, dapat menarik kesimpulannya antara lain :

1. Mengenai pandangan para 'Ulama Madzahib terdapat dua perbedaan

mengenai suami yang memberikan kuasanya kepada perempuan untuk

mengikrarkan talak ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan

hanya golongan Hanafiyah yang tidak membolehkan. Dalam pernyataan

golongan Hanafiyah dikatakan : "tawkil dalam talak adalah pemberian kuasa

dari seorang suami kepada orang lain untuk bertindak atas nama dia dalam

menjatuhkan talak kepada istrinya. Pelimpahan kuasa itu bisa diberikan

kepada istrinya sendiri atau orang lain. Namun pelimpahan kuasa itu tidak

dapat diberikan kepada perempuan selain istrinya sendiri, karena perempuan

hanya dapat menjatuhkan talak pada dirinya sendiri bukan kepada orang lain".

Sedangkan jika melihat dari Hukum Positif yang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tidak dijelaskan secara eksplisit. Dalam

penjabarannya yang terdapat dalam pasal 70 ayat 2,3 dan 4 disebutkan hanya

boleh memberikan kuasa kepada wakilnya. Dan kalimat wakil itu sendiri tidak

dijelaskan apakah wakil laki-laki atau perempuan.

2. Praktik di Pengadilan Agama Depok sesuai wawancara Hakim Pengadilan

Agama Depok, pengucapan ikrar talak ternya tidak boleh dikuasakan terhadap

Page 78: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

72

kuasa hukum perempuan yang mengucapkan talak kliennya. Karena hak

untuk mengucapkan ikrar talak itu sepenuhnya ada pada laki-laki (suami).

Meskipun dalam Undang-Undang yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat

kata wakil, namun bukan berarti wakil perempuan yang mengucapkan dan

alasannya juga mengqiyaskan pada peristiwa talak bid’i. Talak Bid'i adalah

talak dikala istri sedang dalam keadaan haid atau nifas (tidak suci).

Bagaimana mungkin dia mengikrarkan talak untuk kliennya, sedangkan kita

tidak mengetahui seorang advokat perempuan itu dalam keadaan suci atau

tidak.

B. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat dituangkan oleh penulis adalah :

1. Agar Hakim-Pengadilan Agama Khususnya lebih fleksibel terhadap kuasa

hukum wanita dalam mengucapkan ikrar talak.

2. Kalau bisa harus ada ketetapan Undang-Undang yang menjelaskan perihal

pengucapan ikrar talak sehingga tidak terdapat persi yang berbeda yang

terdapat dalam Undang-Undang mengenai kata-kata wakil.

3. Kepada pemohon dalam hal ini boleh-boleh saja memberikan kuasanya

kepada advokat perempuan dalam menangani perkara. Salah satu contoh hal

cerai talak. Khusus ikrar talak, pemohon harus mengganti kuasanya dengan

seorang kuasa hukum laki-laki, atau advokat perempuannya melimpahkan

urusannya kepada partnernya yang laki-laki.

Page 79: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

73

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Al-Karim dan Terjemah.

Kitab Primer :

Ahmad Ibn Kudamah, As-Syaikh al-Imam Muwaffiquddin Abi Muhammad ‘Abdullah Ibn al-Mugni, Beirut : Daar El-Fikr, Juz v, tt

As-Sajastani, Al-Asy'atsi Ibn, Abi Daud Sulaiman Sunan Abi Daud, Semarang: Toha Putra, Juz I.,Tt

Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqhu ‘Ala al-Madzahibu Al-Arba’ah, Al-Qahirah: Maktabah Atsaqafah, Juz III, tt

Muhammad Al-Husaini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Kifayatu Al-Akhyar Fii Hali Ghoyati Al-Ikhtishar, Surabaya: Al-Hidayah, Tt, Juz I

Nawawi, Syarif, Ibn, Yahya, Zakariya, Abi, Raudhat Al-Thalibin, Beirut: Darul Qutub Al-Islamiyah, Tt, Juz VI, h. 3

Yusuf al-Bahuti, As-Syaikh Mansur Ibn, Al-Roudhu al-Murabbih, Beirut :Daar el-Fikr, tt

Buku Sekunder

Abd. ‘Azim bin Badawi al-khalafi, al-Wajiz, Ensiklopedi fikih Islam dalam Al-Quran dan as-Sunnah as-Shahih, Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006, cet.I

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, Raja Grafindo: Jakarta; 2007

Arto, Mukti, A. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 1996

Dahlan, Azis , Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve; 1996, Jilid III, Cet I

Danim, Sudarman, Menjadi Peneliti Kualitatif , Bandung: CV Pustaka Setia; 2002

Hamdani, H.S. Risalah nikah, Jakarta: Pustaka Amin; 1985

73

Page 80: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

74

Harahap, Yahya, M. Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika; 2008) -------------------- Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta:

Pustaka Kartini; 1989

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , cet.3, Malang: Bayumedia Publishing, 2007

Kamarusdiana, dan Nachrowi, Hukum Acara Perdata, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah dan Hukum, Jakarta: 2006

Marzuki, Mahmud, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005

Mas’ud, Ibnu dan Abidin, Zainal, Fikih Madzhab Syafi’I edisi lengkap Muamalat, munakahat jinayat, Bandung: pustaka Setia, 2000.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000

Romli, Moh, Syamsul, Asep, Jurnalistik Praktis, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001,cet Ke-3

Rosyadi, Rahmat. Hartini, Sri, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003

Rasyid, A. Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002

Rambe, Ropuan Tehnik praktek Advokat, Jakarta: Grasindo, 2001

Sabiq, Sayyid Fiqh Sunnah, Bandung : Al-Ma'arif, 1990, Jilid 8, Cet VII,

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : CV Rajawali, 1985

-------------------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, Cet. 3

Subekti, R. Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT. Arga Printing, 2007, cet. 30

-------------------, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007

Page 81: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

75

Soeroso, R. Praktik Hukum Acara Perdata. Tatacara dan Proses Persidangan,Jakarta: Sinar Grafika, 2004

Tafik Makarao, Moh, Pokok-pokok Hukum Acara perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1998

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina, 2001, Cet. 2

Winarta, Hendra, Frans, advokat Indonesia, cita, Idealisme, dan keprihatinan, Jakarta : Sinar Harapan,1995

Undang-Undang

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo; 2004

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama., Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Tahun 2006

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Internet

http: diglib.sunan ampel.ac.id

http: Artikelsifaks. Blogspot.com

Page 82: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Raja Fahd Ibn 'Abdul Aziz Al-Sa'ud, Qur'an dan Terjemah. Saudi Arabia.tt.

Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqhu ‘Ala al-Madzahibu Al-Arba’ah,(Al-Qahirah : Maktabah Atsaqafah), Juz III, tt

Ahmad Ibn Kudamah, As-Syaikh al-Imam Muwaffiquddin Abi Muhammad ‘Abdullah Ibn al-Mugni (Beirut : Daar El-Fikr), Juz v, tt

Al-Nawawi, Syarif, Ibn, Yahya, Zakariya, Abi, Raudhat Al-Thalibin, (Beirut: Darul Qutub Al-Islamiyah, Tt), Juz VI, h. 3

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007)

Arto, Mukti, A. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama.,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar., 1996)

Abd. ‘Azim bin Badawi al-khalafi, al-Wajiz, Ensiklopedi fikih Islam dalam Al-Quran dan as-Sunnah as-Shahih (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006), cet.I

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta 2004

Al-Hamdani, H.S. Risalah nikah, ( Jakarta : Pustaka Amin, 1985 )

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000)

As-Sajastani, Al-Asy'atsi Ibn, Abi Daud Sulaiman Sunan Abi Daud Juz I, (Semarang: Toha Putra).,Tt

Danim, Sudarman, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002)

Dahlan, Azis , Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid III, Cet I,

Harahap, Yahya, M. Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika; 2008)

Harahap, Yahya, M. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,(Jakarta: Pustaka Kartini, 1989)

Page 83: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , cet.3 (Malang: Bayumedia Publishing, 2007)

Kutipan oleh Az-Zarqa, al-Fiqh al-Islami fi Taubihi al-Jadid, Damaskus: Matabi’ Alifba al-Adib, 1967 Juz I: hal 424 dalam buku Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, Raja Grafindo: Jakarta 2007

Kutipan oleh Ibn Nujaim, al-Bahr ar-Ra’iq Syarh Kanz ad-Daqa’iq, Beirut: Daar al-Ma’rifah, t.t hal 402; Ibn ‘Abidin, Hsyiah Ibn ‘Abidin, Beirut: Daar al-Fikr, 1386 H, Juz V

Kutipan oleh Al-Marginani, Al-Hidayah Syarh Al-Bidayah ( Beirut : Al-Maktabah Al-Islamiyah, t.t), Juz III, hal. 137 didalam buku Syamsul Anwar., Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007)

Kutipan oleh As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, (Beirut: Daar al-Ma’rifah, Tt)

Kamarusdiana, dan Nachrowi, Hukum Acara Perdata, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah dan Hukum,( Jakarta: 2006)

Muhammad Al-Husaini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Kifayatu Al-Akhyar Fii Hali Ghoyatu Al-Ikhtisor, (Surabaya: Al-Hidayah, Tt), Juz I

Marzuki, Mahmud, Peter, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005)

Mas’ud, Ibnu dan Abidin, Zainal, Fikih Madzhab Syafi’I edisi lengkap Muamalat, munakahat jinayat, Bandung: pustaka Setia, 2000.

Romli, Moh, Syamsul, Asep, Jurnalistik Praktis, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001),cet Ke-3

Rosyadi, Rahmat. Hartini, Sri, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003)

Rasyid, A. Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)

Rambe, Ropuan Tehnik praktek Advokat, Grasindo, Jakarta, 2001

Sabiq, Sayyid Fiqh Sunnah, (Bandung : Al-Ma'arif, 1990), Jilid 8, Cet VII,

Page 84: RAUDHATUL IRFAN-FSH.pdf

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : CV Rajawali, 1985)

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3 (Jakarta: UI Press, 1986)

Subekti, R. Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta : PT. Arga Printing, 2007), Cet. 30

Subekti,R. Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007),

Soeroso, R. Praktik Hukum Acara Perdata. Tatacara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).

Tafik Makarao, Moh, Pokok-pokok Hukum Acara perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1998 )

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, ( Jakarta: Paramadina, 2001), cet. 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama., Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Tahun 2006

Winarta, Hendra, Frans, advokat Indonesia, cita, Idealisme, dan keprihatinan(Jakarta : Sinar Harapan,1995)

Yusuf al-Bahuti, As-Syaikh Mansur Ibn, Al-Roudhu al-Murabbih (Beirut :Daar el-Fikr), tt

http: diglib.sunan ampel.ac.id. Artikel diakses pada tanggal 21 Juli 2010.

http: artikelsifaks.blogspot.comArtikel di akses pada tanggal 21 Juli 2010.