ANDI KOMARA-FSH.pdf

91
TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Andi Komara 1110048000006 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

Transcript of ANDI KOMARA-FSH.pdf

Page 1: ANDI KOMARA-FSH.pdf

TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM

PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Andi Komara 1110048000006

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 2: ANDI KOMARA-FSH.pdf

TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM

PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Andi Komara 1110048000006

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA. Ahmad Bahtiar, M.Hum. NIP. 197601182009121002

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 3: ANDI KOMARA-FSH.pdf

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 5 Mei 2014

Andi Komara

Page 4: ANDI KOMARA-FSH.pdf

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK

DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE

PLEDGE), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

5 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar strata satu, yaitu Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum

dengan Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara.

Jakarta, 5 Mei 2014

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM. Muslimin, MA.

NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA,M.H. (............................. )

NIP. 195503061976031001

Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum ( ............................. )

NIP. 196509081995031001

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA. ( .............................)

Pembimbing II : Ahmad Bahtiar, M.Hum. ( ............................ )

NIP. 197601182009121002

Penguji I : Drs. H. Asep Syarifudin Hidayat, S.H., M.H(...........................)

NIP. 196911211994031001

Penguji II : Dra. Hj. Hafni Muchtar, S.H., M.H., MM. ( ............................ )

Page 5: ANDI KOMARA-FSH.pdf

KATA PENGANTAR

��� ا���� ا�� ��� هللا

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, terrucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin

tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat seiring salam

semoga selalu tercurah limpahkan atas insane pilihan Tuhan khatamul anbiya’I

walmursalin Muhammad SAW.

Dengan setulus hati ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang

maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang

ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena

keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak

pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari tanpa dorongan dari pembimbing dan semua pihak

yang mendukung penelitian ini hingga selesai, pada kesempatan ini, izinkanlah

penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. JM. Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum, serta para Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Isalam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., MA, M.H. selaku Ketua Program

Studi Ilmu Hukum dan bapak Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum selaku

Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

Page 6: ANDI KOMARA-FSH.pdf

3. Bapak Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA. dan Ahmad Bahtiar, M.Hum.

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing selama

penulisan skripsi.

4. Seluruh Staf Dosen dan pengajar yang ada di dalam lingkungan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan bekal ilmu kepada penulis yang tak bisa disebutkan

namanya tanpa mengurangi rasa hormat.

5. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. Ibnudin Iddat, M.Si dan Ibunda

Ratna Damaiyanti yang senantiasa mendidik, membantu, mendukung dan

melimpahkan kasih sayang serta do’a yang tiada henti.

6. Kakakku tercinta Mohammad Firaz, S.IP dan Mohammad Fikar, S.E.

yang selalu memberikan semangat serta dukungan, baik moril maupun

materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga

untuk mas Ovick, tante Wati dan Nenek Nung yang selalu setia

membantu penulis.

7. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum Angkatan 2010, terima kasih atas

segala bentuk dukungan dan ilmu yang telah kalian berikan. Khususnya

sahabat saya Wawan, Rizky, Eko, Zikri, Soma dan teman-teman

Konsentrasi Hukum Bisnis Atiek, Nourma, Apri, Endah, Liza, dan dari

teman Konsenterasi Hukum Kelembagaan Negara Hopsah, Setyo, serta

kawan lainnya yang tak bisa disebutkan semua tanpa mengurangi rasa

hormat, telah memberikan segala dukungan dan hiburan kepada penulis,

sehingga penulis selalu optimis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: ANDI KOMARA-FSH.pdf

8. Seluruh Keluarga Besar AMPUH periode 2011-2013 dan HMPS Ilmu

Hukum periode 2013-2014.

9. Seluruh Sahabat KOMPAS, Syakur, Niji, Syiroh, Lukman, Farid,

Dhillah, Fitri, Dita, Uty, Nisa, Fida, Tias, Fida.

10. Seluruh teman-teman Peserta KALABAHU 35 LBH Jakarta khusunya

Cia, Talitha, Adji, Wira, Alldo, dan Krido serta teman lainnya yang tak

bisa disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat.

11. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materil

sampai detik ini penulis panjatkan do’a, semoga Allah memberikan Balasan yang

berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir

hingga yaum al-akhir. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa

memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Amin.

Jakarta, 5 Mei 2014

Andi Komara

Page 8: ANDI KOMARA-FSH.pdf

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

LEMBAR PERNYATAAN ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vii

ABSTRAK ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu 7

E. Kerangka Konseptual 9

F. Metode Penelitian 10

G. Sistematika Penulisan 13

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM JAMINAN

A. Pengertian Hukum Jaminan 15

B. Asas-asas dalam Hukum Jaminan 16

C. Hak-hak Jaminan 19

D. Bentuk-bentuk Jaminan 22

Page 9: ANDI KOMARA-FSH.pdf

BAB III OBLIGASI SEBAGAI OBJEK JAMINAN DAN PERNYATAAN

PENJAMINAN NEGATIF

A. Pengertian dan Karakteristik Obligasi 37

B. Jenis-jenis Obligasi 40

C. Obligasi Sebagai Jaminan 55

D. Penilaian Obligasi Sebagai Jaminan 56

E. Pengikatan dan Pencairan Obligasi Sebagai Objek Jaminan 58

F. Alternatif Pengganti Jaminan 59

G. Obligasi Sebagai Objek Pernyataan Penjaminan Negatif 62

BAB IV TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM

PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

A. Tinjauan Hukum Jaminan di Indonesia Terhadap Pernyataan

Penjaminan Negatif (Negative Pledge) 65

B. Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian dengan Klausul

Pernyataan Penjaminan Negatif 69

C. Pelanggaran dalam Pernyataan Penjaminan Negatif dengan Objek

Obligai 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 74

B. Saran 75

DATAR PUSTAKA 76

Page 10: ANDI KOMARA-FSH.pdf

ABSTRAK

Pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge adalah klausul pernyataan (negative covenant) yang menyatakan bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu pun atau sebagian dari hartanya kepada pihak lain. Negative pledge adalah model penjaminan yang diadopsi dari kebiasaan perbankan di luar negeri, sehingga belum diatur dalam hukum Indonesia. Pengaturan negative pledge dapat mengacu kepada pengaturan hukum perikatan di Kitab Undang-undang Hukum Perdata karena negative pledge merupakan bagian dari perjanjian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia terhadap pernyataan penjaminan negatif., untuk mengetahui pemenuhan asas proporsionalitas dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negative dan untuk mengetahui tindakan debitur yang dapat merugikan kreditur dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif saat benda objek pernyataan penjaminan negatif yaitu obligasi ditarik kembali oleh penerbit obligasi Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah obligasi sebagai objek dari negative pledge. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum serta jurnal hukum. Selanjutnya bahan-bahan dianalisis dengan diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Hasil penelitian menemukan bahwa penjaminan yang menggunakan negative pledege terdapat ketidaksesuaian dengan hukum Indonesia. Hal ini terlihat dari perjanjian dengan klausul negative pledge yang tidak memenuhi asas proporsionalitas karena tidak terdapat kesetaraan terhadap para pihak sehingga rentan merugikan salah satu pihak. Salah satu bentuk kerugian yang mungkin terjadi adalah saat obligasi sebagai objek negative pledge ditarik kembali oleh penerbit obligasi. Debitur dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum bila saat bersamaan obligasi ditarik kembali oleh penerbit dan kreditur hendak menggunakan obligasi tersebut. Sedangkan debitur tidak melakukan hal untuk mencegah penarikan obligasi. Kesimpulan dari penelitian ini 1) untuk memperbaiki penjaminan dengan cara negative pledge dengan melakukan penambahan klausul dalam perjanjian agar memenuhi asas proporsionalitas sehingga pelanggaran ataupun kerugian yang timbul dari perjanjian ini dapat dihindari 2) perlu dilakukan pemberitahuan kepada penerbit obligasi agar tidak dilakukan penarikan kembali obligasi selama menjadi objek negative pledge.

Kata kunci : Obligasi, pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge,

jaminan

Daftar pustaka : Tahun 1979 sampai 2012

Pembimbing : Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA dan Ahmad Bahtiar, M.Hum

Page 11: ANDI KOMARA-FSH.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh keberlangsungan

sektor dunia usaha, sehingga indikator kemajuan perekonomian suatu negara

dapat terlihat dari situasi sektor dunia usaha. Dalam menjalankan usaha tentu

baik perorangan maupun badan hukum membutuhkan dana untuk

menjalankan kegiatan usahanya. Salah satu sumber untuk mendapat dana

adalah melalui pinjam meminjam atau pengajuan kredit di lembaga keuangan

seperti di bank, pegadaian dan lembaga keuangan lainnya.

Saat mengajukan pinjaman atau kredit, tentu lembaga keuangan seperti

bank mensyaratkan adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit.

Hal ini dilakukan untuk mengamankan pelunasan kredit bila pihak pemohon

kredit cidera janji atau melakukan wanprestasi. Bank akan mencairkan

jaminan kredit untuk pelunasan kredit yang macet atau pemohon kredit cidera

janji. Selain itu jaminan kredit berfungsi untuk mengetahui kesungguhan

pihak pemohon kredit untuk melunasi kredit.

Selain melalui bank, untuk memperoleh dana bisa juga melalui

lembaga penjaminan seperti gadai, fidusia, hak tanggungan maupun hipotek.

Cukup dengan memberikan jaminan berupa benda baik benda bergerak

Page 12: ANDI KOMARA-FSH.pdf

ataupun benda tidak bergerak disesuaikan dengan lembaga penjaminan yang

dipilih, kita sudah dapat dana yang bisa diperuntukan guna menjalankan

usaha.

Aturan penjaminan di Indonesia diatur dalam undang-undang nomor

42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, undang-undang nomor 4 tahun 1996

tentang Hak Tanggungan dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Serta

peraturan teknisnya melalui peraturan pemerintah, peraturan menteri,

peraturan BI atau saat ini melalui peraturan OJK.

Terkait jaminan kredit perbankan, tidak semua benda atau barang bisa

menjadi jaminan. Pihak bank terlebih dahulu harus menilai objek jaminan

kredit, apakah memenuhi syarat untuk dijadikan objek jaminan kredit atau

tidak. Selama ini pada umumnya benda yang dapat dijadikan jaminan adalah

seperti tanah, kendaraan bermotor, logam mulia, dan benda berharga lainya1.

Seiring berkembangnya dunia perkreditan surat berharga pun bisa

dijadikan jaminan. Surat berharga yang dapat dijadikan jaminan antara lain

saham, obligasi, sukuk dan lain-lain. Obligasi sebagai jaminan kredit

merupakan hal yang kurang akrab dalam praktek perkreditan. Namun, seiring

dengan perkembangan pasar modal serta dunia usaha yang pesat, obligasi

menjadi pilihan karena memiliki beberapa keunggulan seperti obligasi yang

bersifat jangka panjang, memiliki resiko yang rendah, dan memberikan bunga

1 M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Kredit Perbankan Indonesia. (Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada. 2007). hal. 5

Page 13: ANDI KOMARA-FSH.pdf

yang tetap. Keunggulan inilah yang membuat banyak pihak mulai dari

pemerintah, perusahaan, dan pemerintah daerah mengeluarkan obligasi.

Saat ini juga telah banyak cara yang dilakukan bank dalam

memberikan kredit tanpa jaminan salah satunya melalui alternatif pengganti

jaminan. Salah satu alternatif pengganti jaminan adalah melalui perjanjian

dengan klausul pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge.

Pernyataan penjaminan negatif adalah klausul pernyataan (negative covenant)

yang menyatakan bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu pun atau

sebagian dari aset-asetnya kepada pihak lain2. Saat kreditur membutuhkan,

benda objek negative pledge dapat digunakan oleh kreditur dan debitur secara

sukarela memberikannya dengan melakukan pengikatan dengan lembaga

jaminan sebelumnya. Perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan

negatif ini biasa digunakan pihak bank asing, hal ini karena pernyataan

penjaminan negatif merupakan kebiasaan yang digunakan bank di luar negeri

atau cabangnya di Indonesia.

Badan hukum maupun perorangan yang memiliki obligasi dapat

memperoleh dana atau pinjaman ke bank melalui perjanjian dengan klausul

pernyataan penjaminan negatif, dengan menjadikan obligasi sebagai aset yang

dijadikan objek dalam pernyataan penjaminan negatif. Cara ini memberikan

keuntungan karena bisa mendapat pinjaman dana guna melaksanakan kegiatan

perusahaan tanpa harus menjaminkan asetnya dalam hal ini obligasi.

2 Irma Devita Purnamasari. Kiat-kiat cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan. 2012) h. 169

Page 14: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Pendapatan yang diperoleh obligasi pun yaitu berupa kupon obligasi masih

dapat diperoleh pemegang obligasi. Pihak bank pun menjadi memiliki

kepastian terhadap aset yang dijadikan objek pernyataan penjaminan negatif

ini apabila debitur wanprestasi karena aset tersebut tidak dijadikan jaminan

kepada pihak lain.

Pernyataan penjaminan negatif ini belum diatur dalam hukum

Indonesia karena merupakan adopsi dari kebiasaan bank di luar negeri dan

cabang bank asing di Indonesia. Akibat dari belum ada aturan yang mengatur

terkait hal ini, maka perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif

rentan timbul masalah. Namun, karena pernyataan penjaminan negatif ini

merupakan bagian dari perjanjian, maka peraturan yang dapat digunakan

berada di Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan.

Selain itu masalah rentan timbul saat kreditur hendak menggunakan benda

objek pernyataan penjaminan negatif namun benda tersebut tidak berada

dalam kuasa debitur sehingga berpotensi merugikan kreditur. Untuk itu perlu

ada kajian terkait pernyataan penjaminan negatif ini ditinjau dari hukum

jaminan yang berlaku di Indonesia. Lalu apakah perjanjian dengan klausul

penjaminan negatif sudah memenuhi asas proporsionalitas dan jika saat

kreditur hendak menggunakan benda objek pernyataan penjaminan negatif

dalam hal ini obligasi tapi obligasi tersebut tidak ada pada debitur apakah

debitur telah melakukan pelanggaran perjanjian.

Page 15: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Oleh karena itu, penulis tertarik membahas pernyataan penjaminan

negatif ditinjau dari hukum jaminan Indonesia dan dampaknya terhadap

obligasi yang dijadikan objek pernyataan penjaminan negatif. Maka penulis

membahas masalah ini dalam penelitian berjudul “TINJAUAN YURIDIS

OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN

NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE).”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum jaminan

maka penelitian ini difokuskan mengkaji pernyataan penjaminan negatif

dari perspektif peraturan yang mengatur hukum jaminan seperti undang-

undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, undang-undang

nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Kitab Undang-undang

Hukum Perdata.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana tinjauan dari hukum jaminan di Indonesia terhadap

pernyataan penjaminan negatif ?

b. Apakah perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif

telah memenuhi asas proporsionalitas ?

Page 16: ANDI KOMARA-FSH.pdf

c. Apakah debitur melakukan perbuatan melawan hukum saat

kreditur hendak menggunakan obligasi namun obligasi tersebut

tidak ada pada debitur karena ditarik oleh penerbit obligasi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tinjauan

hukum jaminan di Indonesia terhadap perjanjian dengan klausul

pernyataan penjaminan negatif, proporsionalitas perjanjian dengan klausul

pernyataan penjaminan negatif dan terkait pelanggaran perjanjian tersebut.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia terhadap

pernyataan penjaminan negatif.

b. Untuk mengetahui pemenuhan asas proporsionalitas dalam perjanjian

dengan klausul pernyataan penjaminan negatif.

c. Untuk mengetahui tindakan debitur yang dapat merugikan kreditur

dalam perjanjian dengan klausul pernyaan penjaminan negatif saat

benda objek pernyataan penjaminan negatif yaitu obligasi ditarik

kembali oleh penerbit obligasi.

2. Manfaat Penelitian

Page 17: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan

negatif dan mengenai obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan

negatif.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan bagi pelaku usaha dan masyarakat yang hendak mengajukan

kredit perbankan agar bisa menggunakan obligasi dalam pernyataan

penjaminan negatif.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian terkait obligasi sebagai jaminan kredit pernah ada yaitu

berjudul “Obligasi Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank X di Jakarta” yang

disusun oleh Lisniarni, Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1990,

yang membahas tentang praktek penjaminan obligasi pada bank X di Jakarta,

alasan mengapa obligasi bisa mendjadi jaminan pada bank tersebut serta hak

dan kewajiban para pihak

Selain itu ada pula penelitian yang berjudul”Pemberian Kredit Dengan

Jaminan Obligasi di Bank BNI 46” disusun oleh Sandra Nella Lengkong,

Page 18: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1993. Penelitian tersebut hampir

sama dengan penelitian sebelumnya yaitu membahas tentang praktek

penjaminan obligasi di Bank BNI 46, alasan mengapa pihak bank menerima

obligasi sebagai jaminan kredit serta tentang siapa yang berhak atas bunga

obligasi.

Adapun penelitian lain yang membahas tentang obligasi yaitu dalam

buku yang berjudul “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk” karya Adrian Sutedi.

Buku ini menjelaskan secara komprehensif tentang obligasi, seperti macam-

macam jenis obligasi, berinvestasi melalui obligasi dan lainya. Namun tidak

menjelaskan terkait obligasi yang menjadi jaminan kredit perbankan.

Hal yang membedakan skripsi ini dengan penelitian yang telah

diangkat oleh penulis sebelumnya adalah skripsi tersebut meneliti tentang

praktek pemberian kredit dengan jaminan obligasi di bank sedangkan dalam

skripsi ini berfokus pada obligasi sebagai objek pada pernyataan penjaminan

negatif. Hal yang membedakan dengan penelitian yang dituangkan dalam

buku “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk” adalah dalam buku tersebut tidak

menjelaskan terkait obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan

negatif sebagaimana yang akan diteliti dalam skripsi ini.

Sejauh penelusuran penulis, belum ada yang melakukan penelitian

mengenai obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif dan

setelah melakukan inventarisasi judul skripsi di Perpustakaan Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maka skripsi berjudul

Page 19: ANDI KOMARA-FSH.pdf

“Tinjauan Yuridis Obligasi Sebagai Objek Dalam Pernyataan Penjaminan

Negatif (Negative Pledge)” belum pernah diangkat sebelumnya sebagai judul

skripsi. Jadi, penelitian yang penulis teliti (sejauh yang diketahui penulis)

belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

E. Kerangka Konseptual

Obligasi adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh

peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada pemegang obligasi

sejumlah bunga tetap yang telah ditentukan sebelumnya3. Menurut Pasal 1

butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/kmk.010/1991, obligasi

adalah bukti utang dari emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau

janji lainya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh

tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak emisi.

Pernyataan penjaminan negatif (Negative Pledge) adalah klausul

pernyataan (negative covenant) yang menyatakan bahwa debitur tidak akan

menjaminkan satu pun atau sebagian dari aset-asetnya kepada pihak lain4.

Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk

menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat

dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan5.

3 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) h.1 4 Irma Devita Purnamasari. Kiat-kiat cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan. 2012) h. 169

5 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) h.2

Page 20: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang

jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur6.

F. Metode Penelitian

1. Tipe penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti

tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.7

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala

yang bersangkutan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan

mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-

undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di

6 J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

2007). h.3

7Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), h. 42.

Page 21: ANDI KOMARA-FSH.pdf

masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di

masyarakat.8

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis

normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep

(conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan

untuk meneliti aturan-aturan terkait hukum jaminan. Pendekatan

konsep dilakukan untuk memahami konsep pernyataan penjaminan

negatif dan obligasi.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi

perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim9. Dalam

penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah

undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, undang-

undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Kitab Undang-

undang Hukum Perdata dan undang-undang nomor 10 tahun 1998.

8Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam

Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.

9Peter Mahmud marzuki. Penelitian Hukum. cet.VI (Jakarta : kencana, 2010), h. 141.

Page 22: ANDI KOMARA-FSH.pdf

b. Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.

c. Bahan non hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa

buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat,

Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang

mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum

tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan

peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber

non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan

berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber

dan hierarkinya.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

Page 23: ANDI KOMARA-FSH.pdf

permasalahan konkret yang dihadapi10. Selanjutnya setelah bahan

hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang

akhirnya akan diketahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia tentang

obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif dan

dampak obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif.

G. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan sistematika yang

terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai

pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I meliputi pendahuluan, memuat latar belakang, batasan dan rumusan

Masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian

Terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II meliputi tinjauan umum hukum jaminan, memuat pengertian hukum

jaminan, asas-asas dalam hukum jaminan, hak-hak jaminan dan bentuk

bentuk jaminan.

BAB III mencakup obligasi sebagai objek jaminan dan pernyataan penjaminan

negatif, memuat pengertian dan karakteristik obligasi, jenis-jenis obligasi,

obligasi sebagai jaminan, penilaian obligasi sebagai jaminan, pengikatan

10Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cet-II,(Malang :

Bayumedia Publishing. 2006), hal 393

Page 24: ANDI KOMARA-FSH.pdf

dan pencairan obligasi sebagai objek jaminan, alternatif pengganti jaminan

dan obligasi sebagai objek pernyataan penjaminan negatif.

BAB IV meliputi tinjauan yuridis obligasi sebagai objek dalam pernyataan

penjaminan negatif (Negative Pledge) yang memuat tinjauan hukum

jaminan Indonesia terhadap pernyataan penjaminan negatif, asas

proporsionalitas dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan

negatif dan pelanggaran dalam pernyataan penjaminan negatif dengan

objek obligasi.

BAB V meliputi kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari

penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari

hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang

dianggap perlu.

Page 25: ANDI KOMARA-FSH.pdf

BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM JAMINAN

A. Pengertian Hukum Jaminan

Hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. Sebelum membahas pengertian hukum

jaminan lebih dulu akan dijelaskan pengertian jaminan terlebih dahulu. Jaminan

adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan

bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang

timbul dari suatu perikatan11. Selain itu pengertian jaminan adalah sesuatu yang

diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan

memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu

perikatan12. Sedangkan menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang perbankan jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Setelah membahas pengertian jaminan berikut pengertian hukum jaminan

menurut beberapa ahli. Menurut M. Bahsan hukum jaminan adalah peraturan yang

secara khusus mengatur tentang ketentuan-ketentuan berkaitan dengan

penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-

11 Hartono Hadisoeprapto. Pokok-pokok Hukum Perikatan Dan Jaminan. (Yogyakarta :

Liberty, 1984)

12 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) hal.2

Page 26: ANDI KOMARA-FSH.pdf

lembaga jaminan, objek jaminan utang dan sebagainya13. Menurut J. Satrio

hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan

piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur14. Sedangkan menurut Salim

H.S hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan

pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit15.

Dari berbagai pengertian hukum jaminan oleh para ahli dapat disimpulkan

bahwa hukum jaminan adalah kumpulan peraturan yang mengatur tentang

penjaminan utang, hak dan kewajiban debitur serta kreditur, dan lembaga jaminan.

B. Asas-asas dalam Hukum Jaminan

Menurut Salim HS, terdapat 5 asas yang terdapat dalam hukum

jaminan16, yaitu :

1. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak

fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan

supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut

sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di

13 M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2007) h.8

14 J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007) h.3

15 Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press, 2005) h.6

16 Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press, 2005) h.9-10

Page 27: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota, pendaftaran

fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal

laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu

syahbandar.

2. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek

hanya dapat dibebankan atas barang-barang yang sudah terdaftar atas

nama orang tertentu.

3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas yang dapat dibaginya hutang tidak

dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia,

hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) berada pada penerima

gadai.

5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu

kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah

Negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang

bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,

berdasarkan hak pakai.

Selain asas-asas diatas masih ada beberapa asas lainnya antara lain

asas absolut yaitu pemegang hak benda berhak menuntut orang yang

mengganggu haknya karena hak ini dapat dipertahankan setiap orang17. Asas

Droit de suite yaitu hak kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan

17 Mariam Badruzaman. Aneka Hukum Bisnis. (Jakarta : Alumni, 1994)h. 79

Page 28: ANDI KOMARA-FSH.pdf

siapapun benda berada18. Serta asas asesoir yaitu hak jaminan bukan

merupakan hak yang berdiri sendiri akan tetapi ada atau hapusnya bergantung

pada perjanjian pokok19. Hak jaminan kebendaan merupakan hukum yang

bersifat memaksa (dwingend recht) yang tidak dapat dikesampingkan oleh

para pihak. Dapat dipindahkan, dengan pengertian dapat dialihkan

kepemilikannya kepada pihak lain selama tidak bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Asas Individualiteit, yaitu yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah

segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah dan oleh

karenanya terhadap hak jaminan ini tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat

hapus begitu saja sampai seluruh hutang dilunasi. Asas Totaliteit yaitu

kepemilikan oleh individu atas suatu hak jaminan adalah menyeluruh atas

setiap bagian benda jaminan. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid),

yaitu tidak dimungkinkan seseorang melepaskan hanya sebagian hak miliknya

atas suatu kebendaan yang utuh, meskipun seorang pemilik diberikan

kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan hak kebendaan lainya

yang bersifat terbatas (jura in re alinea) namun pembebanan itu hanya dapat

dibebankan terhadap keseluruhan kebendaan yang menjadi miliknya tersebut

sebagai satu kesatuan.

18 Mariam Badruzaman. Aneka Hukum Bisnis. (Jakarta : Alumni, 1994)h. 79

19 Mariam Badruzaman. Aneka Hukum Bisnis. (Jakarta : Alumni, 1994)h. 79

Page 29: ANDI KOMARA-FSH.pdf

C. Hak-hak Jaminan

1. Hak Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata adalah suatu perjanjian antara seorang kreditur dengan

seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban

debitur. Jaminan ini dilakukan guna memberikan kepercayaan kepada

kreditur bahwa kewajiban debitur akan terpenuhi dalam hal adanya suatu

wanprestasi pada debitur atas suatu hubungan utang piutang oleh seorang

pihak ketiga tersebut. Pihak ketiga memberikan jaminan kepada kreditur

untuk melakukan pelunasan atau pelaksanaan prestasi debitur, baik

seluruhnya ataupun sebagian, terhadap kewajiban debitur dalam hubungan

utang piutang tersebut.

Jaminan perorangan ini dilakukan dengan sepengetahuan dari

debitur, tapi jaminan ini dapat dilakukan tanpa diketahui kreditur,

misalnya dengan dasar persahabatan atau kekeluargaan. Jaminan

perorangan ini pada umumnya dituangkan dalam suatu perjanjian di bawah

tangan, akta notaris atau bentuk-bentuk tertulis lainnya yang biasa disebut

perjanjian penanggungan. Perjanjian penanggungan ini merupakan

perjanjian yang bersifat asesoir, sehingga keberadaanya tergantung kepada

keberadaan perjanjian pokok.

Hak jaminan perorangan akan timbul hubungan langsung pada diri

orang perorang atau pihak tertentu yang memberikan perjanjian

penanggungan, maka hak kreditur hanya dapat dipertahankan terhadap

Page 30: ANDI KOMARA-FSH.pdf

penjamin tertentu tersebut dan terhadap harta kekayaan dari pihak

penjamin itu. Dalam hak jaminan bersifat perorangan berlaku asas

persamaan. Ini artinya tidak ada perbedaan antara piutang yang datang

lebih dahulu dan kemudian. Semua piutang kreditur terhadap penjamin

berkedudukan sama.

2. Hak Jaminan Kebendaan

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada

seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena kreditur didahulukan

dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya dari hasil

penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur.

Selain itu kreditur dapat pula memegang benda tertentu yang berharga

bagi debitur dan memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur

untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik terhadap kreditur20.

Selain memberikan kreditur kedudukan yang lebih baik, hak

jaminan kebendaan juga dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada

setiap orang, dan mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu

milik debitur, dengan kata lain mempunyai sifat droit de suite.

Berdasarkan ciri dasar tersebut, maka benda yang dapat dijadikan

jaminan atau objek jaminan kebendaan adalah sesuatu yang dapat

dialihkan dan mempunyai nilai jual (ekonomis), serta memiliki nilai atau

20 J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,

2007) h. 12

Page 31: ANDI KOMARA-FSH.pdf

harga, dalam pengertian mudah diuangkan apabila debitur cedera janji

untuk melakukan pembayaran kewajibannya atau utangnya21.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal adanya 3

bentuk jaminan yang memberikan hak kepada kreditur untuk didahulukan

diantara para kreditur yang lain, yaitu hak istimewa, gadai dan hipotik.

Dalam hal ini maka dikenal kreditur yang diistimewakan oleh Undang-

undang karena sifat piutangnya mendapat pelunasan terlebih dahulu dan

juga kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata disebut dengan gadai dan hipotik.

Para kreditur pemegang hak jaminan ini, memiliki hak yang

diutamakan (hak Preveren) dalam pengertian apabila terjadi eksekusi atas

harta kekayaan debitur yang dinyatakan wanprestasi, maka kreditur

tersebut didahulukan dalam pengambilan pelunasan dibandingkan

kreditur-kreditur lainnya.22

Selain gadai dan hipotik, termasuk juga hak tanggungan dan

jaminan fidusia yang memiliki hak didahulukan, semua hak tersebut

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari hak istimewa, dalam

pengertian apabila terjadi penjualan benda milik debitur, maka kreditur

pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia mengambil terlebih

21

Retnowulan Sutanto, Perjanjian Kredit Dan Macam-Macam Jamianan Kredit Dalam

Praktek Hukum Di Indonesia, Kapita Selekta Hukum Perbankan. (Jakarta : ikatan hakim Indonesia,

1995), hal 15

22 Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan, Jurnal

Hukum Bisnis, Volume 11 Tahun 2002, hal 12

Page 32: ANDI KOMARA-FSH.pdf

dahulu pelunasan atas piutangnya, baru kemudian pemilik hak tagih

dengan hak istimewa dan selanjutnya kemudian sisanya untuk kreditur

konkuren.

D. Bentuk-bentuk Jaminan

1. Gadai

Gadai menurut KUH Perdata pasal 1150 adalah suatu hak yang

diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan

kepadanya oleh seorang yang berutang atau orang lain atas namanya, dan

yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil

pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang

berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang

tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya,

setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang digunakan untuk

mengikat objek jaminan utang berupa benda bergerak. Ketentuan tentang

gadai diatur dalam pasal 1150-1160 KUH Perdata. Gadai hanya diberikan

untuk benda bergerak, dan benda yang dijadikan objek gadai harus

dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai.

Menurut pasal 1151 KUH Perdata persetujuan gadai dibuktikan

dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan

pokoknya. Ini berarti dalam hal persetujuan pokok yang menjadi dasar

pemberian gadai adalah berbentuk perjanjian yang tidak memerlukan

formalitas tertentu, maka gadai juga dapat diberikan dengan cara yang

Page 33: ANDI KOMARA-FSH.pdf

sama yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok

tersebut.

Objek gadai adalah “suatu barang bergerak“, selain benda bergerak

tersebut maka benda-benda bergerak tak bertubuh juga dapat diterima

sebagai objek gadai. Benda-benda bergerak tak bertubuh dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai tagihan-tagihan atau

piutang-piutang, surat-surat atas tunjuk dan surat-surat atas bawa.23 Benda

yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak, baik berwujud maupun

tak berwujud. Benda bergerak tak berwujud antara lain adalah hak

tagihan.24

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai terdiri dari pihak

yang memberikan jaminan gadai atau yang sering disebut dengan istilah

Pemberi Gadai, dan pihak yang menerima jaminan gadai atau yang sering

disebut Pemegang gadai. Namun bila ada perjanjian lain benda gadai dapat

dipegang oleh pihak ketiga, selain kreditur pemegang gadai yang disebut

juga pihak ketiga pemegang gadai. Keberadaan pihak ketiga Pemberi

Gadai ini adalah dalam hal benda jaminan yang diserahkan kepada

kreditur adalah milik pihak ketiga dan diberikan oleh pihak ketiga tersebut.

Tanggungjawab pihak ketiga ini terbatas pada benda gadai yang

dia berikan, sedangkan untuk selebihnya menjadi tanggungan debitur itu

23

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia,

Cetakan kedua, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, Tahun 1998) h. 208

24 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia,

Cetakan ke IV(Bandung : Penerbit Alumni, Tahun 1987) h. 56

Page 34: ANDI KOMARA-FSH.pdf

sendiri. Hal ini berarti pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai utang,

karena dia bukanlah debitur sehingga kreditur tidak mempunyai hak tagih

terhadap pihak ketiga pemberi gadai tersebut.Akan tetapi pihak ketiga

pemberi gadai ini mempunyai tanggungjawab yuridis atas benda gadainya.

Hak gadai diletakkan dengan memberikan benda gadai di bawah

kekuasaan kreditur pemegang gadai atau di bawah kekuasaan pihak ketiga

pemegang gadai, jika terdapat kesepakatan antara kreditur dan debitur.

Benda gadai harus ditaruh di luar kekuasaan dari pemberi gadai dan maka

dari itu harus telah diserahkan ke dalam kekuasaan pemegang gadai pada

saat terjadinya gadai. Penyerahan benda Gadai ke dalam kekuasaan

kreditur atau ke dalam kekuasaan pihak ke tiga yang ditunjuk oleh para

pihak dalam gadai. Syarat ini disebut dengan Inbezitstelling.

Penyerahan benda-benda bergerak bertubuh atau benda bergerak

tidak bertubuh yang berupa tagihan atas tunjuk, dilakukan dengan

penyerahan nyata maka penyerahan tersebut dilakukan dengan

endossement disertai dengan penyerahan nyata.

Penyerahan dalam gadai ini bukanlah penyerahan yuridis dalam

arti pihak yang menerima benda gadai tersebut, tetapi pihak pemilik atas

benda itu. Pihak pemegang gadai tetap hanya berkedudukan sebagai

pemegang gadai, walaupun ia menguasai benda tersebut (bezitter), maka

dari itu dalam gadai dikenal istilah pandbezit.

Page 35: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Pihak pemegang gadai memiliki hak dan kewajiban. Berikut adalah

hak-hak yang dimiliki oleh pihak pemegang gadai antara lain adalah

sebagai berikut :

a. Hak untuk tetap menahan benda gadai yang dijadikan jaminan selama

utang belum dilunasi, baik terhadap utang pokok maupun bunganya.

b. Hak untuk menjual benda gadai di depan umum menurut kebiasaan

dan syarat-syarat setempat dalam hal debitur tidak dapat melunasi

utangnya setelah tenggang waktu yang ditentukan telah lampau.

Terhadap penjualan benda gadai ini baru dilakukan apabila setelah

diberi peringatan ternyata debitur belum juga memenuhi

kewajibannya, maka dengan sendirinya pihak kreditur berhak untuk

mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda gadai tersebut. Dan

apabila dari hasil penjualan itu melebihi dari kewajiban yang harus

dipenuhi oleh debitur maka kreditur wajib mengembalikan kelebihan

itu kepada debitur.

c. Hak untuk meminta penggantian biaya yang dikeluarkan untuk

keperluan menyelamatkan benda gadai .

d. Hak untuk melaksanakan gadai ulang atas benda gadai.

Adapun kewajiban yang melekat pada pihak pemegang gadai antara

lain adalah :

a. Mengurus benda gadai yang berada dalam penguasaanya dan menjaga

keselamatan benda gadai tersebut serta bertanggungjawab jika terjadi

Page 36: ANDI KOMARA-FSH.pdf

kehilangan atau penyusutan nilai benda gadai, apabila hal itu terjadi karena

kesalahannya.

b. Memberitahu pihak pemberi gadai bila hendak dilakukan penjualan benda

jaminan.

c. Mengembalikan kelebihan atau sisa dari hasil penjualan benda gadai,

setelah diambil sebagai pelunasan utangnya kepada pemberi gadai.

d. Mengembalikan benda gadai jika utang yang ada dalam perjanjian pokok

telah dilunasi debitur pemberi gadai.

Hapusnya atau berakhirnya gadai dapat terjadi karena:

1) Hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Hal ini sesuai

dengan sifat gadai yaitu accesoir, yaitu keberadaannya tergantung pada

keberadaan perjanjian pokok, sehingga apabila perjanjian pokok berakhir

maka gadai juga ikut berakhir.

2) Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai atau dilepasnya

benda gadai secara sukarela oleh pihak pemegang gadai.

3) Hapus atau musnahnya benda gadai.

4) Terjadinya pencampuran, yaitu benda objek gadai menjadi milik

pemegang gadai.

2. Fidusia

Jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang digunakan untuk

mengikat objek jaminan berupa benda bergerak dan tidak bergerak

Page 37: ANDI KOMARA-FSH.pdf

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan25..

Jaminan fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia. Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor

42 Tahun 1999 fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak

kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Sedangkan jaminan fidusia menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor

42 Tahun 1999 adalah Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda

bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda

tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan

Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia

terhadap kreditor lainnya.

Asas-asas yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang jaminan fidusia adalah asas kepastian hukum, asas

pendaftaran, asas perlindungan yang seimbang, asas menampung

kebutuhan praktek, asas tertulis otentik, dan asas pemberian kedudukan

yang kuat terhadap kreditur26.

25 M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. (Jakarta ; Raja

Grafindo Persada, 2007) h. 50

26 J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007)h.180

Page 38: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Fidusia pada hakikatnya merupakan pengalihan hak kepemilikan

suatu barang atau benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan barang

atau benda tersebut tetap dalam penguasaan pemiliknya. Ciri-ciri jaminan

fidusia di antaranya adalah memberikan hak kebendaan, hak didahulukan

kepada kreditur, objek jaminan masih dalam penguasaan debitur,

memberikan kepastian hukum dan mudah dieksekusi.

Jaminan fidusia merupakan perjanjian turunan dari perjanjian

pokok, dibuat dengan akta notaris menggunakan bahasa Indonesia.

Pembuatan akta jaminan fidusia harus memuat hal-hal seperti identitas

para pihak (penerima dan pemberi fidusia), data perjanjian pokok yang

dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek fidusia, nilai

penjamin dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima

fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Pemberian

fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia umumnya dilakukan dalam

rangka pembiayaan kredit konsorsium. Kuasa adalah orang yang secara

hukum mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili

kepentingannya dalam penerimaan jaminan fidusia. Wakil adalah orang

yang secara hukum dianggap mewakili penerima fidusia dalam

penerimaan jaminan fidusia27.

27 M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

persada, 2007) h.55

Page 39: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Benda objek jaminan fidusia yang dapat digunakan bisa berupa

satu atau lebih jenis benda, termasuk piutang baik yang ada pada saat

jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Hal ini

membolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang diperoleh di

kemudian hari yang apabila dilihat secara komersial sangat

menguntungkan dan menunjukan fleksibilitas terkait benda yang dijadikan

objek jaminan fidusia.

Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda

yang menjadi objek jaminan fidusia. Hal ini karena benda yang menjadi

objek jaminan fidusia hak kepemilikanya telah beralih kepada penerima

fidusia.

Jaminan fidusia dapat dialihkan ke penerima fidusia baru, yang

berakibat beralihnya secara hukum segala hak dan kewajiban penerima

fidusia kepada penerima fidusia baru. Pengalihan jaminan fidusia ini harus

didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Pengalihan hak atas piutang ini

dikenal dengan sebutan cessie. Dalam hal ini berlaku asas droit de suite

yaitu hak kebendaan mengikuti pemegang benda dimana benda tersebut

berada. Jadi, segala hak kebendaan beralih dari penerima fidusia lama

kepada penerima fidusia baru. Dan perlu ada pemberitahuan kepada

pemberi jaminan fidusia bahwa telah terjadi hal tersebut.

Hapusnya jaminan fidusia terjadi karena hal berikut :

a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

b. pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau

Page 40: ANDI KOMARA-FSH.pdf

c. musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Namun musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal

10 huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia. Kantor pendaftaran jaminan fidusia lalu menerbitkan surat

keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia tidak

berlaku lagi setelah penerima fidusia melapor kepada kantor pendaftaran

jaminan fidusia.

Penerima fidusia memiliki hak mendahului terhadap kreditur lain

saat terjadi eksekusi benda objek jaminan fidusia. Hak mendahului adalah

hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil

eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak ini tidak

terganggu atau terhapus apabila pemberi fidusia pailit.

Apabila pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang

menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan

titel eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia

kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan, serta melakukan

penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

pemberi dan penerima fidusia jika cara ini dinilain dapat menguntungkan

para pihak.

Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek

jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Jika

Page 41: ANDI KOMARA-FSH.pdf

dalam hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib

mengembalikan kelebiham tersebut kepada pemberi fidusia. Namun bila

terjadi sebaliknya yaitu hasil eksekusi tidak mencukupi pelunasan utang,

pemberi fidusia tetap berkewajiban membayar sisa utang kepada penerima

fidusia.

3. Hak Tanggungan

Hak tanggungan adalah lembaga jaminan yang digunakan

mengikat objek jaminan utang berupa tanah atau benda-benda yang

berkaitan dengan tanah yang bersangkutan28. Sedangkan menurut pasal 1

ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 hak tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya

disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak

berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;

Peraturan yang mengatur hak tanggungan adalah Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1996, dengan belakunya undang-undang tersebut maka

aturan sebelumnya yang digunakan untuk mengikat tanah sebagai jaminan

28 M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

persada, 2007) h.22

Page 42: ANDI KOMARA-FSH.pdf

yaitu aturan hipotek dan crediet verband di KUH Perdata tidak berlaku

lagi.

Ciri-ciri hak tanggungan yang seperti ada dalam adalah Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah sebagai berikut :

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu; kepada

pemegangnya. Dalam hal ini pemegang hak tanggungan mendapat

hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh

pelunasan piutang dari hasil penjualan objek hak tanggungan saat

debitur melakukan wanprestasi.

b. Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapa pun

objek tersebut berada. Bila objek jaminan utang dengan hak

tanggungan beralih kepada pihak lain karena berbagai sebab seperti

penjualan, pewarisan penghibahan atau lainnya, pembebanan hak

tanggungan tetap melekat pada objek hak tanggungan.

c. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas. Hal ini tercermin

dalam aturan terkait pembuatan akta pemberian hak tanggungan

dan pendaftaran hak tanggungan. Dengan dipenuhinya asas-asas

tersebut maka pengikatan objek hak tanggungan akan sempurna

yang berarti terdapat kepastian hukum kepada para pihak yang

terlibat dalam hak tanggungan.

d. Mudah dalam pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dilakukan

berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak

tanggungan. Dimana pemegang hak tanggungan peringkat pertama

Page 43: ANDI KOMARA-FSH.pdf

dapat melakukan pelelangan umum atas objek hak tanggungan atas

kekuasaan sendiri.

Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat terbagi-bagi

kecuali ada perjanjian dalam akta pemberian hak tanggungan.Utang yang

dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang akan ada

maupun yang sudah ada.

Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah seperti hak milik, hak

guna usaha, dan hak guna bangunan. Selain itu, hak atas tanah yang

sifatnya dapat dipindahtangankan seperti hak pakai atas tanah Negara

dapat pula menjadi objek hak tanggungan. Hak tanggungan dapat pula di

bebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya

yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah

tersebut. Suatu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak

tanggungan untuk menjaminkan pelunasan lebih dari satu utang.

Apabila debitur cedera janji, pemegang hak tanggungan peringkat

pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum tanpa memerlukan

persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan yang didasarkan pada janji

yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan.

Di dalam akta pemberian hak tanggungan wajib mencatumkan,

identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para pihak,

penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, nilai tanggungan, dan

Page 44: ANDI KOMARA-FSH.pdf

uraian jelas tentang objek hak tanggungan. Lalu pemberian hak

tanggungan wajib didatarkan pada kantor Badan Pertanahan Nasional29.

Hak Tanggungan dapat hapus karena hal-hal sebagai berikut:

1) Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

2) Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;

3) Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri;

4) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

5) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya

dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai

dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak

Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.

6) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan

berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi

karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak

Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu

dibersihkan dari beban Hak Tanggungan.

7) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang

dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang

dijamin.30

29 M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

persada, 2007) h.32

30 M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007) h.43-45

Page 45: ANDI KOMARA-FSH.pdf

4. Hipotek

Hipotek adalah lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat

objek jaminan utang berupa kapal laut yang berukuran 20 m3 atau lebih

dan berbendera Indonesia.31 Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 4

tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan objek jaminan berupa tanah sudah

tidak dapat diikat dengan jaminan hipotek. Objek hipotek saat ini berupa

kapal laut berukuran 20 m3. Hipotek diatur dalam KUH Perdata dan KUH

Dagang.

Pengikatan kapal laut melalui hipotek memberikan kepastian

hukum bagi pemberi pinjaman dengan dibuatnya akta hipotek dan

sertifikat hipotek sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Sertifikat

hipotek mencantumkan kata-kata “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan

yang maha esa.” Sehingga memberikan kekuatan eksekutorial bagi

pemegang hipotek. Hipotek memberikan hak kebendaan dan kedudukan

didahulukan kepada pihak pemberi pinjaman sebagai pemegang hak

hipotek. Eksekusi terhadap objek jaminan yang diikat melalui hipotek

dilakukan melalui pelelangan umum. Eksekusi dapat dilakukan bila

pemberi hipotek melakukan wanprestasi.

Penggunaan hipotek sebagai lembaga jaminan ditegaskan kembali

melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

31 M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

persada, 2007) h.15

Page 46: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Dimana diatur dalam undang-undang tersebut bahwa kapal yang telah

didaftarkan dapat dibebani hipotek.

Selain itu, penggunaan hipotek untuk mengikat objek jaminan

utang berupa kapal udara dan helikopter. Hal ini ditegaskan pula di

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang

mengatur bahwa pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai

tanda pendaftaran dapat dibebani hipotek dan harus didaftarkan.

Page 47: ANDI KOMARA-FSH.pdf

BAB III

OBLIGASI SEBAGAI OBJEK JAMINAN DAN PENJAMINAN

PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF

A. Pengertian dan Karakteristik Obligasi

Pengertian obligasi ditemukan perbedaan pendapat di antara para ahli.

Obligasi atau bond, adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh

peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder

(pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan

sebelumnya32.

Obligasi menurut Black’s Law Dictionary adalah :

“A certificate or evidence of a debt, on which the issuing company or governmental body promises to pay the bondholders a specified amount of interest for a specified length of time, and to pay the loan on the expiration date. A long term debt instrument that promises to pay a lender a series of periodic interest payments in addition to returning the principal at maturity. In every case, a bond represents debt-it’s holder is the creditor of the corporation, and not a part owner as is the shareholder. Commonly bonds are secured by a mortgage. The word “bond” is sometimes used more broadly to refer also to unsecured instrument i.e. debentures.”

Dalam pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut

dapat diketahui bahwa yang dinamakan dengan obligasi atau bond tidak lain

adalah utang, yang pokok utangnya baru akan dikembalikan dalam suatu

jangka waktu tertentu di masa datang. Selama utang pokok belum dibayar,

32 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h. 1

Page 48: ANDI KOMARA-FSH.pdf

debitor akan membayar bunga dari utang pokok tersebut secara berkala

kepada kreditor 33

Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1548/KMK/1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 1199/kmk.010/1991, obligasi adalah bukti utang dari emiten

yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainya serta pelunasan

pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-

kurangnya 3 (tiga) tahun sejak emisi.

Dari beberapa pengertian obligasi diatas dapat disimpulkan bahwa

obligasi adalah pernyataan utang melalui surat utang yang diterbitkan oleh

penerbit obligasi kepada pemegang obligasi dimana penerbit obligasi

berkewajiban memberikan bunga atau kupon secara berkala kepada pemegang

obligasi.

Secara umum obligasi merupakan produk pengembangan dari surat

utang jangka panjang. Pada prinsipnya karakteristik obligasi dapat dilihat dari

struktur yang melekat pada obligasi. Pihak penerbit obligasi pada dasarnya

melakukan pinjaman kepada pembeli obligasi (pemegang obligasi). Pada

umumnya karakteristik umum yang tercantum pada sebuah obligasi adalah34 :

33 Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis : Efek Sebagai Benda. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 2005. h.136-137.

34 Sapto Rahardjo. Panduan Investasi Obligasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2003. h.8-10

Page 49: ANDI KOMARA-FSH.pdf

1. Nilai Penerbitan Obligasi

Dalam penerbitan obligasi maka pihak emiten akan dengan jelas

menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan

obligasi. Istilah yang ada dikenal dengan jumlah emisi obligasi. Penentuan

jumlah penerbitan obligasi diseuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan

aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya.

2. Jangka Waktu Obligasi

Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity). Masa

jatuh tempo obligasi biasanya berjangka pendek yaitu dibawah 1 tahun,

jangka menengah sekitar 5 tahun dan jangka panjang sekitar 10 tahun.

Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan sangat diminati oleh

investor karena resikonya semakin kecil.

3. Tingkat Suku Bunga

Untuk menarik investor agar membeli obligasi, maka penerbit

obligasi biasanya memberikan insentif berupa tingkat suka bunga yang

tinggi per tahunnya. Penentuan tingkat suku bunga biasanya ditentukan

dengan membandingkan tingkat suku bunga perbankan pada umumnya.

Istilah suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi.

Kupon dapat berbentuk bunga tetap (fixed rate) atau bunga megambang.

4. Jadwal Pembayaran Suku Bunga

Kewajiban pembayaran kupon dilakukan secara periodik sesuai

kesepakatan sebelumnya, bisa dilakukan secara triwulan atau semester.

Page 50: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Ketepatan waktu pembayaran kupon merupakan aspek penting dalam

menjaga reputasi penerbit obligasi.

5. Jaminan

Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk asset perusahaan

akan lebih mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut. Di

dalam penerbitan obligasi sendiri tidak mutlak harus menggunakan

jaminan. Apabila memberikan jaminan berbentuk asset perusahaan

ataupun tagihan piutang perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan

dapat menjadi alternatif yang menarik investor.

Penerbitan obligasi dilakukan dengan beberapa tujuan penting,

antara lain mendapatkan jumlah dana tambahan yang lebih fleksibel,

mendapatkan pinjaman dengan tingkat suku bunga fleksibel, mendapatkan

alternatif pembiayaan melalui pasar modal35.

B. Jenis-jens Obligasi

Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, tergantung pada sudut

mana dilihatnya. Berikut penjelasan jenis-jenis obligasi :

1. Obligasi Berdasarkan Definisi

Berdasarkan definisnya obligasi dibagi menjadi 6 (enam) jenis yaitu36 :

a. Debentures, yaitu surat utang jangka panjang yang tidak dijamin

(unsecured) dengan asset tertentu.

35 Sapto Rahardjo. Panduan Investasi Obligasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2003. h.11

36 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h. 6-7.

Page 51: ANDI KOMARA-FSH.pdf

b. Subordinated Debentures, yaitu surat utang yang pengakuan klaimnya

berada setelah secured-debt dan utang jangka panjang lainya.

c. Mortgage Bonds, yaitu surat utang dengan jaminan properti. Biasanya

nilai properti yang dijaminkan tersebut lebih besar dari Mortgage

Bonds yang dikeluarkan.

d. Zero and Very Low Coupon Bonds, yaitu surat utang yang dikeluarkan

dengan sedikit atau tanpa pembayaran kupon tahunan. Jadi, obligasi ini

tidak memberikan pembayaran bunga. Pemegang obligasi menerima

secara penuh pokok utang pada saat jatuh tempo.

e. Junk Bonds, yaitu surat utang yang memiliki rating merah, dan

biasanya dikeluarkan oleh perusahaan yang mengaami masalah

keuangan. Obligasi ini memiliki peringkat di bawah peringkat

investasi yang dikeluarkan lembaga pemeringkat efek.

f. Euro Bonds, yaitu surat utang yang dikeluarkan di Negara dimana

mata uangnya adalah yang tertera pada surat utang, dalam hal ini euro.

2. Obligasi Berdasarkan Bunga

Obligasi berdasarkan bunganya dibagi menjadi 4 (empat) yaitu37 :

a. Obligasi dengan Bunga Tetap

Obligasi ini memberikan bunga tetap yang dibayar setiap periode

tertentu. Karena bunga tetap, maka pergerakan harga obligasi di pasar

37 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Prenada

Media. Jakarta. 2004. h. 185.

Page 52: ANDI KOMARA-FSH.pdf

sekunder umumnya berlawanan dengan pergerakan tingkat suku bunga

yang berlaku umum.

b. Obligasi dengan Bunga Tidak Tetap

Dalam menentukan suku bunga pada obligasi ini, maka

disesuaikan dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada bank

pemerintah, atau dengan LIBOR (London Inter Bank Offer Rate) dan

SIBOR (Singapore Inter Bank Offer Rate).

c. Obligasi Tanpa Bunga

Obligasi ini tidak memiliki bunga, keuntungan yang diperoleh

berdasarkan selisih antara nilai pada waktu jatuh tempo dengan nilai

harga pembelian.

d. Obligasi Dengan Bunga Mengambang

Obligasi ini memberikan bunga atau kupon secara mengambang.

3. Obligasi Berdasarkan Jaminan

Obligasi dengan jaminan dibedakan menjadi 8 (delapan) yaitu38 :

a. Guaranteed Bond, yaitu obligasi bergaransi, bila perusahaan tidak

mencukupi dalam memberikan jaminan, maka perusahaan tersebut

berafilisasi dengan perusahaan lain yang mampu memberikan jaminan

terhadap pelunasan utang pokok dan bunga obligasi.

b. Mortgage Bond, yaitu obligasi dengan jaminan real assets.

38 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h. 9.10

Page 53: ANDI KOMARA-FSH.pdf

c. Collateral Trust Bond, yaitu obligasi yang dijamin dengan efek yang

dimiliki emiten dalam bentuk porto folio.

d. Equipment Trust Bond, obligasi dengan jaminan equipment yang

digunakan sehari-hari oleh emiten.

e. Unsecured Bond, yaitu obligasi tanpa jaminan.

f. Debenture Bond, obligasi dengan jaminan karakter si penerbit atau

jaminannya berbentuk kejujuran, nama baik si penerbit obligasi.

g. Subordinate Bond, yaitu obligasi yang memiliki peringkat prioritas

lebih rendah dibandingkan obligasi lainnyayang diterbitkan oleh

penerbit obligasi dalam hal terjadinya likuidasi.

h. Efek beragun asset, yaitu obligasi yang pembayaran bunga dan utang

pokok dijamin oleh acuan berupa arus kas yang diperoleh dari

penghasilan asset. Contoh efek beragun KPR.

4. Obligasi Berdasarkan Konvertibilitas

Obligasi konversi adalah obligasi yang dapat diubah (dikonversi)

menjadi saham biasa dan pemilik obligasi konversi memiliki obligasi dan

opsi call atas saham perusahaan39.

5. Obligasi Berdasarkan Penerbit

Obligasi ini dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Company Bond, yaitu obligasi yang diterbitkan perusahaan

39 Farid Harianto dan Sudomo. Perangkat dan Teknik Analisis Investasi. Bursa Efek Jakarta.

h.586.

Page 54: ANDI KOMARA-FSH.pdf

b. Government Bond, yaitu obligasi yang diterbitkan pemerintah. Contoh

obligasi yang diterbitkan pemerintah Indonesia yaitu obligasi rekap,

obligasi ritel Indonesia, Surat Utang Negara, dan Surat Berharga

Syariah Negara.

c. Municipal Bond, yaitu obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah. Contoh obligasi pemerintah provinsi DKI Jakarta.

6. Obligasi Berdasarkan Pemegang

Obligasi ini dibedakan menjadi 2 yaitu40 :

a. Obligasi atas nama, yaitu obligasi yang pokok pinjaman dan bunganya

tercantum nama pemilik obligasi.

b. Obligasi atas unjuk, yaitu obligasi yang nama pemilik tidak tercantum

pada obligasi. Ciri-ciri obligasi ini adalah :

1) Nama pemilik tidak tercantum dalam warkat obligasi.

2) Setiap warkat obligasi disertai dengan kupon bunga yang

dilepaskan setiap pembayaran bunga dilakukan.

3) Sangat mudah untuk dialihkan.

4) Warkat obligasi dibuat dengan bahan yang sama denga uang.

5) Bunga dan utang pokok hanya dibayarkan kepada orang yang dapat

menunjukan kupon bunga dan warkat obligasi.

6) Kupon bunga dan warkat obligasi yang hilang tidak dapat

dimintakan penggantian.

40 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h. 23-24.

Page 55: ANDI KOMARA-FSH.pdf

7. Obligasi Berdasarkan Nilai Pelunasan

Dalam pelunasan obligasi ini terkait dengan indeks harga tertentu,

seperti, klausula emas, klausula perak, valuta asing, indeks harga

konsumen41.

8. Obligasi Berdasarkan Waktu Jatuh Tempo

Obligasi ini dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu42 :

a. Obligasi jangka pendek (sampai dengan 1 tahun)

b. Obligasi jangka menengah (sampai dengan 5 tahun)

c. Obligasi jangka panjang (lebih dari 5 tahun)

9. Obligasi Lainnya

Selain yang telah disebutkan masih terdapat jenis obligasi lainya,

antara lain43:

a. Inflation Linked Bond, yaitu obligasi yang nilai pokoknya mengacu

pada indeks inflasi.

b. Obligasi indeks lainnya, yaitu surat utang berbasis ekuiti (equity linked

note) dan obligasi yang mengacu pada indeks indikator bisnis seperti

penghasilan, nilai tambah ataupun Produk Domestik Bruto.

c. Obligasi Abadi, yaitu obligasi yang tidak memiliki masa jatuh tempo.

41 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Prenada

Media. Jakarta. 2004. h. 185.

42 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Prenada Media. Jakarta. 2004. h. 187.

43 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h. 27-28

Page 56: ANDI KOMARA-FSH.pdf

d. Obligasi tercatat, yaitu obligasi yang kepemilikannya ataupun

peralihannya didaftarkan atau dicatatkan oleh penerbit pada lembaga

administrasi efek.

e. Book-entry Bond, yaitu obligasi tanpa warkat. Hal ini terjadi karena

mahalnya biaya pembuatan warkat serta kupon. Obligasi ini

menggunakan system elektronik terpadu yang mendukung transaksi

efek di pasar modal.

1) Obligasi Syariah (Sukuk)

a) Pengertian Obligasi Syariah

Obligasi syariah adalah obligasi yang ditawarkan dengan

ketentuan mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang

obligasi syariah sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar

kembali dana obligasi syariah pada tanggal pembayaran kembali

dana obligasi syariah44. Di dalam Islam istilah obligasi syariah

dikenal dengan sebutan sukuk.

Obligasi syariah menurut fatwa Dewan Syariah Nasioanl

Nomor 59/DSN-MUI/V/2007 adalah suatu surat berharga jangka

panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten

kepada investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten

untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi

hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana investasi pada saat

jatuh tempo.

44 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h. 126.

Page 57: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Dalam obligasi syariah terdapat beberapa pokok ketentuan

yang harus ada, yaitu :

2) Ketentuan umum

a) Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah, yaitu obligasi

yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan

bunga.

b) Obligasi yang dibenarkan menurut syariah, yaitu obligasi yang

berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

c) Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang

berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada

investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk

membayar pendapatan kepada investor berupa bagi

hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana investasi pada

saat jatuh tempo.

3) Ketentuan khusus

a) Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi

syariah antara lain :

(1) Mudharabah (Muqaradhah/Qiradh).

(2) Musyarakah.

(3) Murabahah.

(4) Salam.

(5) Istishna.

(6) Ijaroh.

Page 58: ANDI KOMARA-FSH.pdf

b) Jenis usaha yang dilakukan emiten (Mudharib) tidak boleh

bertentangan dengan syariah, sesuai dengan arahan DSN MUI

lewat fatwa nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman

Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.

c) Pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang

obligasi syariah Mudharabah harus bersih dari unsur nonhalal.

d) Pendapatan yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai

akad yang digunakan.

e) Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-

akad yang digunakan.

4) Karakteristik Obligasi Syariah

Karakteristik obligasi syariah yaitu :

a) Obligasi syariah menekankan pendapatan investasi bukan

berdasar tingkat suku bunga yang telah ditentukan sebelumnya.

Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasar pada

tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati

oleh pihak emiten dan investor.

b) Dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak Wali

Amanat, mekanisme obligasi syariah juga diawasi oleh Dewan

Pengawas Syariah. Dengan sistem ini maka prinsip kehati-

hatian dan perlindungan kepada investor obligasi syariah

diharapkan terjamin.

Page 59: ANDI KOMARA-FSH.pdf

c) Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan

perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur

nonhalal. Lembaga tempat transaksi obligasi syariah adalah di

pasar modal syariah.

5) Jenis-jenis Obligasi Syariah

Ada beberapa jenis obligasi syariah yaitu :

a) Obligasi Syariah Mudharabah

Obligasi syariah Mudharabah adalah obligasi syariah

yang berdasarkan akad Mudharabah dengan memperhatikan

substansi fatwa DSN-MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang

pembiayaan Mudharabah. Pendapatan hasil investasi yang

dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah

Mudharabah harus bersih dari unsur nonhalal, dibagikan sesuai

kesepakatan sebelum emisi obligasi serta dibayarkan secara

periodik.

Dalam Al Quran ayat yang berkenaan dengan Mudharabah

ada dalam surat Al Baqarah ayat 198 :

��� ����� �����ا أن ���ح � ��'ذا ◌ ر � � ������ذ,*وا �*��ت �� أ ا01�/ ��. هللا

� ,��� وإن ھ.ا,� ,�1 واذ,*وه ◌ ا3�*ام ر � 8�9 �1� ���� ا��

Artinya :

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ´Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy´arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-

Page 60: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Selain itu pada surat Al Muzammil ayat 20 :

:/� �8A وط�?<= �� ا�>;B8 و>CDو E�FA ا�B �� HD�م أدJ� :Dأ �ر ا�E� وا���Kر ن ر : ;/ .J; ◌ وهللا

J�ا �� * L�� �� 9�*ءوا� ��*آن �� أن �S�ن ��� �*HR وآO*ون �� أن �� ��C3ه ���ب �

�9�*ءوا �� �� �ن �E��S F هللا��J; ون*Oوآ �E� هللا �* �8� وأ�1�9ا ;�* �ن �F اUرض ;����ن � L

�R*9ة وأ�, W�ة وآ��ا ا� Cا ا�*�O �ھ � X� *�O.وه ��. هللا� �L>DU ا�� .J� ��و ��LY �R*9 ا هللا

��Y�ر ر>Z إن هللا وأ�]� أ�*ا وا�S�<*وا هللا

Artinya :

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

b) Obligasi Syariah Ijarah

Obligasi Syariah Ijarah adalah obligasi syariah yang berdasarkan

akad Ijarah dengan memperhatikan susbtansi fatwa DSN-MUI

No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah. Pemegang

obligasi ini dapat bertindak sebagai Musta’jir (penyewa) dan sebagai

Mu’jir (pemberi sewa). Objek ijarah harus berupa manfaat yang

diperbolehkan.

Page 61: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Dalam Al Quran surat yang berkenaan dengan Ijarah adalah surat Al

Qhashas ayat 26-27 :

�� ا�J�;>ث ا�S��*ت ��^ O�* ان اX]�S*ه اءY.ھ�1;�أ \ 9��\ �U9�ل .ا FDان أريءد ا

:3Dى أ.Yا H�Dا �1� �0*ا أ11�\ �'ن HD*��� FD�1B cXY أن �H ھ���� أرe. و�� ��.ك

g :e أf أن � HDو.X�S ءهللا إن�f �� ��3�� Cا�

Artinya :

Salah seorang dari dua wanita itu bekata:ambilah sebagian orang yang bekerja pada kita,karena sesungguhnnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkata ia (Nabi syuaib): sesungguhnya kami bermaksud menikahkan kamu dengan salah satu dari dua orang anakku ini atas dasar kamu bekerja denganku delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka hal itu adalah suatu kebaikan darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan kamu, dan insyaAlloh kamu akan mendapatkan aku termasuk ke dalam orang-orang yang baik.

c) Obligasi Syariah Salam

Salam adalah kontrak jual beli suatu barang yang jumlah dan

kriterianya telah ditentukan secara jelas, dengan pembayaran

dilakukan dimuka sedangkan barangnya diserahkan kemudian pada

waktu yang disepakati bersama. Obligasi syariah Salam adalah

obligasi syariah yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendapatkan

dana untuk modal dalam akad Salam, sehingga barang yang akan

disediakan melalui akad Salam menjadi milik pemegang obligasi

syariah45.

45 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Tanya Jawab Surat

Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). (Jakarta : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Kementerian Keuangan, 2010 ) h.13

Page 62: ANDI KOMARA-FSH.pdf

d) Obligasi Syariah Istishna

Istishna adalah akad jual beli aset berupa obyek pembiayaan antara

para pihak dimana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta

harga aset tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.

Obligasi syariah Istishna adalah obligasi syariah yang diterbitkan

dengan tujuan mendapatkan dana yang akan digunakan untuk

memproduksi suatu barang, sehingga barang yang akan diproduksi

tersebut menjadi milik pemegang Obligasi syariah46.

e) Obligasi Syariah Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih

untuk menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk

lainnya, untuk tujuan memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan

sesuai dengan nisbah yang telah disetujui, sedangkan kerugian yang

timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi

modal masing-masing pihak. Obligasi syariah Musyarakah adalah

Obligasi Syariah yang diterbitkan dengan tujuan memperoleh dana

untuk menjalankan proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah

berjalan, atau untuk membiayai kegiatan bisnis yang dilakukan

berdasarkan akad musyarakah, sehingga pemegang sukuk menjadi

46 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Tanya Jawab Surat

Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). (Jakarta : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Kementerian Keuangan, 2010 ) h.14

Page 63: ANDI KOMARA-FSH.pdf

pemilik proyek atau aset kegiatan usaha tersebut, sesuai dengan

kontribusi dana yang diberikan. Obligasi syariah musyarakah tersebut

dapat dikelola dengan akad musyarakah (partisipasi), mudharabah atau

agen investasi (wakalah)47.

f) Obligasi Syariah Muzara’ah

Muzara’ah adalah akad kerjasama di bidang pertanian, dimana

pemilik lahan memberi hak pengelolaan lahan kepada pihak lain

(petani). Keuntungan yang diperoleh dari hasil lahan dibagi bersama

sesuai kesepakatan. Obligasi syariah Muzara’ah adalah obligasi

syariah yang diterbitkan dengan tujuan mendapatkan dana untuk

membiayai kegiatan pertanian berdasarkan akad Muzara’ah, sehingga

pemegang obligasi syariah berhak atas bagian dari hasil panen sesuai

dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian48.

g) Obligasi Syariah Musaqah

Musaqah adalah akad kerjasama di bidang irigasi tanaman

pertanian, dimana pemilik lahan memberikan hak pengelolaan lahan

kepada pihak lain (penggarap) untuk melakukan penyiraman (irigasi)

47 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Tanya Jawab Surat

Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). (Jakarta : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Kementerian Keuangan, 2010 ) h.14

48 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Tanya Jawab Surat

Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). (Jakarta : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Kementerian Keuangan, 2010 ) h.15

Page 64: ANDI KOMARA-FSH.pdf

dan pemeliharaan tanaman. Keuntungan yang diperoleh dari hasil

pertanian dibagi bersama sesuai kesepakatan.

Obligasi syariah Musaqah adalah obligasi syariah yang diterbitkan

dengan tujuan menggunakan dana hasil penerbitan sukuk untuk

melakukan kegiatan irigasi atas tanaman berbuah, membayar biaya

operasional dan perawatan tanaman tersebut berdasarkan akad

musaqah, dengan demikian pemegang sukuk berhak atas bagian dari

hasil panen sesuai kesepakatan49.

h) Obligasi syariah Murabahah

Murabahah Akad atau perjanjian jual–beli atas suatu barang

dimana harga dan keuntungannya (profit margin) disetujui oleh semua

pihak yang terlibat. Pembayarannya dapat dilakukan secara tunai, cicil

atau tangguh, sedangkan penyerahan barang dilakukan di awal pada

saat dilakukannya transaksi. Murabahah juga disebut cost plus

financing. Obligasi syariah yang diterbitkan dengan akad ini disebut

dengan Obligasi syariah Murabahah50.

49 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Tanya Jawab Surat

Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). (Jakarta : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Kementerian Keuangan, 2010 ) h.15

50 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Tanya Jawab Surat

Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). (Jakarta : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Kementerian Keuangan, 2010 ) h.15

Page 65: ANDI KOMARA-FSH.pdf

C. Obligasi Sebagai Objek Jaminan

Objek jaminan pada umumnya dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu

benda bergerak, benda tidak bergerak dan jaminan perorangan. Masing-

masing kelompok jaminan terdiri dari bermacam jenis, benda bergerak berupa

benda berwujud seperti surat berharga, logam mulia, kendaraan bermotor dan

sebaginya. Benda tidak berwujud seperti hak atau piutang. Benda tidak

bergerak berupa tanah, bangunan, dan sebagainya.

Objek jaminan kredit diatas telah diatur dalam peraturan perundang-

undangan seperti KUH Perdata, Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia, dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Hak Tanggungan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur

masing-masing benda sebagai objek jaminan, maka objek jaminan tersebut

akan dinilai berbagai hal tentang benda bersangkutan. Kejelasan jenis objek

jaminan diperlukan untuk memudahkan pengikatan sesuai dengan lembaga

jaminan yang berlaku.

Sebagaimana telah disebutkan diatas surat berharga dapat dijadikan

sebagai objek jaminan. Dalam hal ini akan dibahas obligasi sebagai objek

jaminan. Obligasi belum lazim digunakan sebagai objek jaminan. Namun

obligasi memenuhi syarat sebagai objek jaminan yaitu bernilai ekonomi, dapat

dipindahtangankan, serta mudah dicairkan atau dieksekusi.

Obligasi memiliki berbagai kelebihan bila digunakan sebagai objek

jaminan. Kelebihan tersebut yaitu memiliki bunga atau kupon yang bernilai

Page 66: ANDI KOMARA-FSH.pdf

stabil, berjangka panjang, mudah dipindahtangankan. Hal ini menjadi

keuntungan bagi kreditur bila debitur menjaminkan obligasi, karena kreditur

dapat memperoleh bunga atau kupon obligasinya. Sehingga selain mendapat

pembayaran atas utang debitur, kreditur dapat memperoleh bunga atau kupon

obligasi dan mendapat bunga dari pembayaran utang.

D. Penilaian Obligasi Sebagai Objek Jaminan

Setiap objek jaminan dilakukan penilaian oleh kreditur baik dari segi

hukum maupun ekonomi. Ini dilakukan guna mengetahui apakah objek

jaminan layak atau tidak menjadi objek jaminan dari segi hukum. Sedangkan

dari segi ekonomi untuk mengetahui nilai atau besaran dari objek jaminan.

Penilaian dari segi ekonomi biasa dilakukan setelah diketahui kelayakan dari

segi hukum. Namun penilaian secara hukum sering diabaikan karena lebih

mengedepankan penilaian secara ekonomi.

Sebelum obligasi dapat menjadi jaminan perlu dilakukan penilaian dari

segi hukum dan ekonomi. Berikut penilaian obligasi sebagai objek jaminan :

1. Penilaian Obligasi Sebagai Objek Jaminan Secara Hukum

a. Legalitas Obligasi

Legalitas obligasi didukung oleh dokumen-dokumen yang diterbitkan

sesuai ketentuan perundangan antara lain warkat atau sertifikat

obligasi, data dari penerbit obligasi, dan data di bursa efek. Dengan

Page 67: ANDI KOMARA-FSH.pdf

diketahuinya data-data tersebut akan diketahui pemilik obligasi, nilai

obligasi dan data lainnya yang dapat menunjukan legalitas obligasi.

b. Keabsahan Penggunaan Obligasi

Dari dokumen-dokumen obligasi dapat diketahui penggunaan obligasi

tersebut. Siapa penerbitnya, setelah dilakukan IPO siapa yang membeli

obligasi tersebut, lalu setelah dibeli oleh pembeli obligasi apakah

dijual kembali atau disimpan. Dengan mengetahui riwayat penggunaan

Obligasi akan diketahui keabsahan penggunaan obligasi.

c. Sengketa yang Dapat Melekat pada Obligasi

Obligasi yang menjadi objek jaminan dapat berpotensi dalam keadaan

sengketa atau dalam masalah. Masalah tersebut bisa berupa

terdapatnya pembebanan utang lain atas obligasi yang menjadi objek

jaminan, sengketa atas obligasi yang menjadi jaminan maupun

masalah atau sengketa lain. Dengan melakukan penilaian ini potensi

kerugian yang akan ditimbulkan akibat sengketa pada obligasi akan

terhindar.

d. Pengikatan Obligasi Sebagai Jaminan Kredit

Dalam hal pemberian kredit diikuti dengan perjanjian pengikatan

jaminan. Pengikatan jaminan dilakukan untuk melindungi kepentingan

kreditur dalam hal pelunasan utang debitur. Pengikatan objek jaminan

berupa obligasi dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang

Page 68: ANDI KOMARA-FSH.pdf

berlaku, karena obligasi merupakan benda bergerak maka

pengikatannya dapat dilakukan dengan gadai atau fidusia. Setelah

mengetahui pengikatan sesuai dengan aturan yang berlaku maka

pengikatan objek jaminan bisa dilakukan.

2. Penilaian Obligasi Sebagai Jaminan Secara Ekonomi

Penilaian ekonomi terhadap obligasi dilakukan untuk mengetahui

berapa nilai atau harga dari obligasi menurut perhitungan ekonomi. Hal

yang dinilai dalam penilaian ekonomi adalah jenis dan bentuk jaminan,

komdisi objek jaminan, kemudahan pengalihan kepemilikan objek

jaminan, tingkat harga dan prospek pemasaran, penggunaan jaminan dan

nilai pajak objek jaminan51.

Nilai obligasi biasanya sudah tercantum dalam warkat obligasi

tersebut sehingga memudahkan dalam perhitungan. Biasanya yang

dilakukan perhitungan adalah jumlah bunga atau kupon obligasi yang

diperoleh.

E. Pengikatan dan Pencairan Obligasi Sebagai Objek Jaminan

Setiap objek jaminan kredit yang diserahkan dari debitur kepada kreditur

harus diikat sebagai jaminan utang dengan mengikuti peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Obligasi yang merupakan benda bergerak bila

51 M. Bahsan. Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2007) h. 123

Page 69: ANDI KOMARA-FSH.pdf

mengacu pada peraturan-perundangan diikat melalui gadai atau fidusia begitu

pun dengan pencairan obligasi apabila debitur wanprestasi dilakukan dengan

ketentuan mengikuti lembaga jaminannya.

Pengikatan obligasi yang dilakukan dengan gadai maka obligasi

tersebut diberikan dan berada dalam penguasaan kreditur. Hak kebendaan dari

obligasi menjadi beralih kepada kreditur, seperti hak didahulukan dalam

memperoleh pelunasan utang. Dengan obligasi yang berada dalam penguasaan

kreditur membuat kreditur mudah mencairkan obligasi bila debitur

wanprestasi. Pencairan dapat dilakukan dengan melakukan pelelangan umum,

namum karena objek jaminan adalah obligasi maka dilakukan di bursa efek.

Pengikatan obligasi yang diakukan dengan fidusia maka warkat atau

sertifikat obligasi diberikan kepada kreditur. Hampir sama dengan pengikatan

dengan gadai, pengikatan dengan fidusia memberikan hak didahulukan dari

kreditur lain dalam hal pelunasan utang. Namun obligasi tidak dalam

penguasaan kreditur. Pencairan fidusia dapat dilakukan melalui titel

eksekutorial yang diberikan terhadap kreditur.

F. Alternatif Pengganti Jaminan

Dalam keadaan tertentu, debitur tidak dapat menyerahkan suatu

jaminan yang dapat diikat melalui lembaga jaminan seperti gadai, fidusia, hak

tanggungan dan hipotek saat hendak melakukan utang atau pinjaman. Untuk

itu ada alternatif pengganti jaminan yang bisa dilakukan guna memperoleh

pinjaman.

Page 70: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Alternatif pengganti jaminan antara lain melalui akta jaminan dan

kuasa, kuasa menjual, pernyataan jaminan (pernyataan penjaminan negatif,

pernyataan akan menandatangani SKMHT/APHT)52. Walaupun tidak punya

kekuatan eksekutorial sebaik jaminan yang sudah diatur dalam undang-

undang, bahkan ada yang tidak diatur dalam hukum Indonesia namun

alternatif pengganti jaminan dapat menjadi solusi saat tidak bisa menyerahkan

jaminan.

Berikut penjelasan macam-macam alternatif pengganti jaminan :

1. Akta Penyerahan Jaminan dan Kuasa

Pemberian jaminan berupa akta penyerahan jaminan dan kuasa

bukanlah pemberian jaminan yang diatur dalam undang-undang di

Indonesia. Akta penyerahan jaminan dan kuasa adalah akta pernyataan

kesanggupan dari pemilik jaminan untuk menyerahkan jaminan yang

ditunjuk dalam akta tersebut kepada kreditur53. Apabila dalam proses

pengurusan suatu jaminan belum selesai dan ditengah jalan debitur

wanprestasi, pemilik jaminan dapat menyerahkan jaminan sehingga dapat

dieksekusi oleh kreditur sebagai pelunasan utang.

52 Irma Devita Purnamasari. Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan, 2012) h. 161

53 Irma Devita Purnamasari. Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan, 2012) h. 161

Page 71: ANDI KOMARA-FSH.pdf

2. Akta Kuasa Menjual

Akta kuasa menjual adalah akta yang memberikan hak preference

kepada kreditur untuk melakukan penawaran kepada pihak ketiga apabila

debitur wanprestasi.54 Lazimnya akta kuasa menjual dibuatkan untuk

memberi kuasa menjual dari pemilik jaminan kepada orang kepercayaanya

untuk mewakili debitur.

3. Pernyataan Jaminan (Acknowledge Of Indebtedness)

Ada beberapa jenis pernyataan jaminan antara lain :

a. Pernyataan Penjaminan Negatif (Negative Plegde)

Pernyataan penjaminan negatif adalah kebiasaan yang sering

diterapkan di dunia perbankan luar negeri, sehingga hukum Indonesia

belum mengatur hal ini. Di Indonesia hal ini diterapkan oleh cabang

bank luar negeri yang ada di Indonesia. Pernyataan penjaminan negatif

awalnya merupakan domain dari asuransi yang kemudian digunakan

dalam dunia perbankan.

Pernyataan penjaminan negatif adalah klausul pernyataan

(Negative Covenant) bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu pun

dari harta atau asetnya (atau kadang dapat ditentukan harta tertentu

milik debitur) kepada pihak lain55.

54 Irma Devita Purnamasari. Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan, 2012) h. 163

55 Irma Devita Purnamasari. Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan, 2012) h. 165

Page 72: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Pernyataan penjaminan negatif adalah cara lain kreditur untuk

melindungi piutang yang diberikan kepada debitur. Dengan demikian,

debitur tidak dapat menerima utang dari pihak lain dengan

menjaminkan harta miliknya. Apabila suatu saat kreditur

membutuhkan jaminan tersebut, kreditur dapat menggunakan harta

tersebut sebagai jaminan.

b. Pernyataan Akan Menandatangani SKMHT atau APHT

Pernyataan Akan Menandatangani SKMHT atau APHT adalah

bentuk komitmen debitur yang menyatakan apabila semua proses atas

sebuah jaminan telah selesai dilakukan, debitur akan hadir dihadapan

notaries untuk menandatangani akta pemberian jaminan.56 Inti dari

akta ini adalah kesanggupan debitur apabila terjadi wanprestasi maka

kreditur dapat menagih jaminan untuk pelunasan utang.

G. Obligasi Sebagai Objek dalam Peryataan Penjaminan Negatif (Negative

Pledge)

Pernyataan penjaminan negatif adalah klausula pernyataan (Negative

Covenant) yang menyatakan bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu pun

dari aset-asetnya atau sebagian kepada pihak lain57. Pernyataan penjaminan

negatif atau Negative Pledge ini adalah terobosan baru dalam dunia

56 Irma Devita Purnamasari. Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan, 2012) h. 167

57 Irma Devita Purnamasari. Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah

Hukum Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan. 2012) h. 185.

Page 73: ANDI KOMARA-FSH.pdf

perbankan. Semula negative pledge merupakan bagian dari domain asuransi,

yang kemudian dijadikan terobosan dalam pemberian kredit oleh bank.

Pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge dalam istilah

bisnis investasi disebut covenant of equal coverage. Di beberapa Negara

seperti Australia, negative pledge digunakan sejak adanya perjanjian pioneer

concrete yang berlaku sejak tahun 1978. Negative pledge ini sering digunakan

oleh bank di luar negeri, kemudian digunakan di bank asing yang memiliki

cabang di Indonesia. Konsep negative pledge merupakan adopsi dari

kebiasaan perbankan luar negeri, sehingga di Indonesia belum diatur

mengenai hal ini. Hal ini yang kemungkinan bisa membuat celah terjadinya

masalah.

Bila ditinjau, negative pledge ini merupakan cara lain dari pemegang

hak atau jaminan (dalam hal ini kreditur) untuk melindungi piutang yang

diberikan kepada debitur. Degan demikian, debitur tidak diperbolehkan

menerima utang dari kreditur lain dengan menjaminkan aset yang dijadikan

objek dalam negative pledge, tanpa persetujuan kreditur tersebut. Apabila

suatu saat kreditur membutuhkan jaminan tersebut, kreditur dapat

menggunakan aset tersebut sebagai jaminan dengan terlebih dahulu membuat

kesepakatan dengan debitur tentang cara penjaminannya apakah melalui gadai,

fidusia, hak tanggungan atau pun hipotek.

Pada pernyataan penjaminan negatif yang menjadi objeknya dibagi dua

yaitu objek secara umum meliputi semua harta debitur dan objek secara

Page 74: ANDI KOMARA-FSH.pdf

khusus meliputi sebagian harta debitur. Sebagaimana yang telah dijelaskan

pada bab sebelumnya obligasi dapat dijadikan objek jaminan, yang berarti

dapat pula menjadi objek pernyataan penjaminan negatif. Maka obligasi

menjadi objek khusus dalam pernyataan penjaminan negatif.

Page 75: ANDI KOMARA-FSH.pdf

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM

PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

A. Tinjauan Hukum Jaminan di Indonesia Terhadap Pernyataan

Penjaminan Negatif (Negative Pledge)

Hukum jaminan di Indonesia saat ini hanya mengatur lembaga jaminan

melalui gadai, fidusia, hak tanggungan dan hipotek. Aturan tentang lembaga

jaminan tersebut diatur melalui undang-undang tersendiri yaitu fidusia melalui

undang-undang nomor 42 tahun 1999, hak tanggungan melalui undang-

undang nomor 4 tahun 1996, dan gadai serta hipotek diatur dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata. Gadai diatur dalam pasal 1150 hingga 1160

sedangkan hipotek pasal 1162 hingga1232. Namun terkait hipotek setelah

adanya undang-undang terkait hak tanggungan, objek dari hipotek saat ini

hanya kapal-kapal bervolume lebih dari 20 m3 tidak termasuk tanah.

Sebagai bentuk pemberian kredit dalam dunia perbankan, saat ini

negative pledge belum diatur dalam perundang-undangan di Indonesia karena

memang negative pledge merupakan adopsi dari kebiasaan perbankan di luar

negeri. Sebagai bagian dari perjanjian maka pengaturan negative pledge

mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menurut KUH Perdata perikatan diatur dalam buku III, yang terdiri

atas 18 bab dan 631 pasal. Hal-hal yang diatur dalam KUH Perdata

Page 76: ANDI KOMARA-FSH.pdf

diantaranya adalah tentang syarat sah perjanjian, asas-asas perjanjian, dan

pembatalan perjanjian. Perjanjian dengan klausul negative pledge muncul dari

perjanjian yang bersumber hukum kebendaan, dimana dalam negative pledge

debitur dilarang menjaminkan benda miliknya kepada pihak lain. Ditinjau

dari syarat sahnya perjanjian, perjanjian dengan klausul negative pledge telah

memenuhi syarat yaitu adanya kesepakatan para pihak, cakap berbuat hukum,

adanya objek serta kausa yang halal.

Bila ditinjau dari perspektif hukum jaminan di Indonesia terdapat

perbedaan dan persamaan dengan lembaga jaminan seperti gadai, fidusia, hak

tanggungan dan hipotek. Karakteristik dari negative pledge ini adalah

mengisyaratkan hanya ada satu kreditur atau kreditur tunggal. Hal ini terlihat

jelas dari pengertian negative pledge yaitu klausul yang menyatakan debitur

tidak boleh menjaminkan seluruh atau sebagian asetnya kepada pihak lain

tanpa sepengetahuan kreditur. Ini membuat kreditur memiliki garansi atas aset

atau benda yang menjadi objek dari negative pledge ini apabila debitur

wanprestasi. Jadi, ketika debitur wanprestasi aset debitur masih ada dalam

penguasaan debitur sehingga kreditur dapat menggunakan aset tadi sebagai

jaminan pelunasan utang. Kemudian membuat kesepakatan baru tentang

penjaminan aset tersebut.

Karakteristik negative pledge yang hanya ada satu kreditur atau

kreditur tunggal dan memiliki privelege terhadap benda yang menjadi objek

bila debitur wanprestasi sama dengan gadai dan hipotek. Benda yang

Page 77: ANDI KOMARA-FSH.pdf

digadaikan mensyaratkan benda dipegang oleh penerima gadai dan penerima

gadai memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur lain bila debitur

wanprestasi begitupun hipotek. Hal inilah menjadi persamaan antara gadai dan

hipotek dengan negative pledge.

Namun, berbeda dengan gadai dan hipotek, fidusia dan hak

tanggungan tidak memiliki persamaan dengan negative pledge dalam hal

jumlah kreditur, karena dalam fidusia dan hak tanggungan bisa menjaminkan

ke lebih dari satu kreditur sedangkan negative pledge tidak. Seperti diatur

dalam pasal 8 undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

yang berbunyi “Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu

Penerima Fidusia atau kepada kuasa atauwakil dari Penerima Fidusia

tersebut.”

Dalam hal objek atau benda yang dijaminkan, negative pledge berlaku

untuk semua jenis benda. Hal ini terlihat dari pengetian negative pledge

dimana debitur tidak boleh menjaminkan semua atau sebagian hartanya

kepada pihak lain, ini berarti semua benda bisa menjadi objek negative pledge.

Sedangkan benda yang tergolong benda bergerak dijaminkan melalui gadai

dan hipotek. Benda yang tergolong benda tidak bergerak dijaminkan melalui

fidusia dan hak tanggungan.

Penjaminan dengan menggunakan negative pledge tidak bisa dilakukan

eksekusi ketika debitur wanprestasi karena bukan lembaga penjaminan yang

diberi wewenang eksekusi layaknya gadai, fidusia, hak tanggungan dan

Page 78: ANDI KOMARA-FSH.pdf

hipotek. Efek dari tidak bisa dilakukan eksekusi membuat posisi kreditur

menjadi lemah saat terjadi wanprestasi oleh debitur.

Hal terpenting dari negative pledge adalah kepercayaan kreditur

kepada debitur karena tidak ada pemberian benda objek negative pledge

kepada kreditur. Sebagai kebiasaan perbankan di luar negeri negative pledge

kurang cocok diterapkan di Indonesia. Tingkat kesadaran hukum masyarakat

di luar negeri yang lebih baik dari Indonesia menjadi dasar kepercayaan bank

dalam memberikan kredit dengan cara penjaminan negative pledge.

Sedangkan di Indonesia masyarakatnya masih banyak yang tidak tahu hukum

membuat tingkat kesadaran hukumnya rendah.

Kesadaran hukum adalah satu-satunya sumber dan kekuatan mengikat

dari hukum58. Akibat dari rendahnya kesadaran hukum masyarakat,

penggunaan negative pledge oleh bank perlu disesuaikan dengan kebiasaan

masyarakat Indonesia agar negative pledge tetap bisa dilakukan. Dengan

pemberian syarat-syarat yang lebih ketat serta adanya jaminan tambahan

ataupun hal lainnya, membuat negative pledge bisa sesuai dengan kebiasaan

masyarakat Indonesia. Sehingga muncul model negative pledge baru sesuai

dengan ciri khas Indonesia yang berbeda dengan negative pledge di luar

negeri.

58 Nur Rohim Yunus. Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia. (Jakarta :

Jurisprudence Press, 2012) h. 9.

Page 79: ANDI KOMARA-FSH.pdf

B. Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian dengan Klausul Pernyataan

Penjaminan Negatif

Asas proporsionalitas merupakan salah satu asas yang ada dalam

hukum perjanjian. Asas proporsionalitas adalah kesetaraan posisi antara para

pihak dalam sebuah perjanjian59. Kesetaraan disini tidak dilihat secara

matematis tetapi pada proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban

secara adil.

Perjanjian dengan klausul negative pledge menimbulkan konsekuensi

berupa debitur tidak diperkenankan menjaminkan benda miliknya kepada

pihak lain. Perjanjian ini menimbulkan kewajiban bagi debitur yaitu untuk

tidak menjaminkan benda atau harta miliknya kepada pihak lain. Sedangkan

hak kreditur adalah memperoleh kepastian dari debitur bahwa benda milik

debitur tidak dijaminkan ke pihak lain.

Sepintas terjadi kesetaraan antara hak dan kewajiban dari debitur dan

kreditur. Namun, bila ditinjau kembali justru perjanjian dengan klausul

negative pledge tidak memberikan kesetaraan bagi para pihak yang berarti

tidak sesuai dengan asas proporsionalitas. Hal ini terjadi ketika debitur

melakukan wanprestasi, kreditur tidak memiliki hak untuk mengeksekusi

59 Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersial. (Jakarta : Kencana Prenada Group.2011) cet. II. h. 79

Page 80: ANDI KOMARA-FSH.pdf

benda milik debitur karena penjaminan dengan cara ini tidak diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Akibatnya kreditur tidak memiliki hak

eksekutorial sehingga dapat membuat kreditur rugi. Bila terjadi hal seperti ini

kreditur han ya bisa menyelesaikan masalah ini melalui gugatan ke

pengadilan. Debitur harus memiliki kesadaran sendiri apabila dia melakukan

wanprestasi maka dia harus memberikan benda miliknya kepada kreditur

sebagai jaminan. Masalah muncul ketika debitur tidak memiliki itikad baik

untuk memberikan benda miliknya sebagai jaminan kepada kreditur. Disini

posisi kreditur menjadi lemah.

Selain itu, saat berlangsungnya perjanjian debitur menjadi tidak dapat

menjaminkan benda miliknya kepada pihak lain. Ini berarti debitur tidak bisa

menggunakan atau mendapat manfaat dari benda miliknya walau masih dalam

penguasaanya. Hal ini membuat hak debitur terhadap benda miliknya menjadi

terbatasi. Disini posisi debitur menjadi lemah. Perjanjian dengan klausul

negative pledge seperti dua sisi koin, disatu sisi sangat melindungi kreditur

namun disisi lain bisa merugikan kreditur.

Perjanjian dengan klausul negative pledge yang merupakan adopsi dari

kebiasaan hukum di luar negeri menyebabkan terdapat ketidaksesuaian dengan

hukum di Indonesia. Hal yang menjadi unsur paling penting dalam negative

pledge adalah kepercayaan kreditur terhadap debitur dan itikad baik dari

debitur.

Page 81: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Apabila dikaitkan dengan asas lain yaitu asas konsesualisme terdapat

benturan dengan asas proporsionalitas. Menurut asas konsesualisme ini salah

satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan para pihak. Bila ditinjau dari

asas proporsionalitas perjanjian dengan klausul negative pledge tidak

proporsional, tetapi karena perjanjian dengan klausul negative terjadi atas

kesepakatan maka perjanjian tetap sah. Meskipun dalam perjanjian tersebut

terdapat potensi merugikan salah satu pihak. Disisi lain ketika perjanjian

merugikan salah satu pihak dapat dimintakan pembatalan.

Contoh penggunaan perjanjian dengan klausul negative pledge di

Indonesia adalah perjanjian kredit yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia II

dengan PT. Bank Mandiri, Tbk. dan PT. Bank BNI 46 senilai 3 Triliun Rupiah

dalam akta perjanjian kredit dan akta pernyataan Negative Pledge secara

notaril 60.

C. Pelanggaran dalam Pernyataan Penjaminan Negatif dengan Objek

Obligasi

Negative pledge merupakan penegasan kembali apa yang telah

tercantum pada pasal 1131 Kitab Undang-undnag Hukum Perdata yang

berbunyi “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”

60 Diakses dari www.swa.co.id pada 11 Maret 2014 pukul 11.30 WIB.

Page 82: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Pada umumnya benda yang menjadi objek negative pledge dijaminkan

kepada pihak membuat debitur yang tidak sanggup bayar utang tidak bisa

menjaminkan harta benda atau asetnya kepada pihak lain. Sebenarnya bila

debitur terindikasi tidak sanggup bayar, debitur bisa meminjam kepada pihak

lain dengan jaminan benda atau aset miliknya untuk membayar utang kepada

kreditur yang melakukan perjanjian negative pledge. Namun, karena telah

melakukan perjanjian negative pledge hal ini tidak dapat dilakukan.

Bila dikaji lebih dalam lagi, dampak dari negative pledge bukan hanya

sekedar harta benda atau aset yang menjadi objek negative pledge tidak bisa

dijaminkan kepada pihak lain, tapi berdampak benda yang menjadi objek tidak

dapat dijual maupun dipindah tangankan. Karena apabila benda tidak berada

dalam penguasaan debitur akan menyulitkan kreditur bila debitur melakukan

wanprestasi atau saat kreditur membutuhkan benda yang menjadi objek

negative pledge.

Dalam perjanjian dengan klausul negative pledge bila benda tidak

berada dalam penguasaan debitur saat kreditur hendak menggunakannya maka

debitur dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum

karena telah merugikan kreditur. Untuk itu perlu ada itikad baik dari debitur

dalam pelaksanaan perjanjian dengan klausul negative pledge.

Kaitan obligasi sebagai objek negative pledge, saat obligasi ditarik

kembali oleh penerbit obligasi muncul dua pendapat antara debitur dapat

dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak karena

Page 83: ANDI KOMARA-FSH.pdf

telah merugikan kreditur. Pendapat pertama, debitur dapat dikatakan

melakukan perbuatan melawan hukum karena terlepas dari apapun

penyebabnya ketika kreditur hendak menggunakan obligasi debitur harus

memberikannya. Dan ketika debitur tidak bisa memberikannya maka debitur

telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pendapat kedua, debitur tidak

dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum ketika obligasi ditarik

kembali oleh penerbit karena penarikan kembali obligasi oleh penerbit

merupakan hal diluar kuasa debitur sehingga tidak dapat dikatakan debitur

telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Bila dikaji lebih dalam, obligasi dapat ditarik kembali oleh penerbit

dengan membayar semua kewajiban kepada pemegang obligasi. Kembali pada

pengertian obligasi yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit

obligasi kepada pemegang obligasi dan janji untuk membayar kembali pokok

utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo

pembayaran, menunjukan terdapat perjanjian antara penerbit obligasi dengan

pemegang obligasi. Sehingga saat penerbit hendak melakukan penarikan

kembali terhadap obligasi pemegang obligasi seharusnya dapat

memberitahukan kepada penerbit bahwa obligasi yang dipengannya dijadikan

objek negative pledge agar tidak ditarik. Ini berarti penarikan kembali obligasi

oleh penerbit dapat dicegah. Apabila penarikan obligasi tetap dilakukan oleh

penerbit dan terbukti pemegang obligasi tidak mencegah hal tersebut maka

pemegang obligasi atau debitur dapat dikatakan telah melakukan perbuatan

melawan hukum yang telah merugikan kreditur. Namun, ketika debitur telah

Page 84: ANDI KOMARA-FSH.pdf

melakukan berbagai upaya agar obligasi tidak jadi ditarik kembali, tapi tetap

ditarik oleh penerbit maka debitur tidak dapat dikatakan telah melakukan

perbuatan melawan hukum karena hal tersebut diluar kuasa debitur.

Page 85: ANDI KOMARA-FSH.pdf

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat menarik

beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge merupakan bentuk

alternatif pengganti jaminan yang diadopsi dari kebiasaan perbankan luar

negeri dan belum diatur dalam hukum Indonesia. Sifat negative pledge

yang sangat mengikat memberikan kepastian kepada kreditur atas

pelunasan utang debitur. Namun, negative pledge memberikan efek

domino terhadap benda yang dijadikan objek, yaitu membuat benda

tersebut bukan hanya tidak dapat dijaminkan kepada pihak lain tapi juga

tidak dapat berpindah tangan atau dijual. Benda dimaksud, menjadi objek

negative pledge yang tidak berada dalam penguasaan debitur akan

menyulitkan kreditur saat debitur melakukan wanprestasi.

2. Perjanjian dengan klausul negative pledge tidak memenuhi asas

proporsionalitas karena tidak terjadi kesetaraan antara para pihak. Hal ini

mengakibatkan rentan terjadi pelanggaran.

3. Debitur telah melakukan perbuatan melawan hukum saat kreditur hendak

menggunakan obligasi namun obligasi tersebut tidak ada pada debitur

Page 86: ANDI KOMARA-FSH.pdf

karena ditarik oleh penerbit obligasi yang mengakibatkan kerugian

terhadap krediur.

B. Saran

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat memberi

beberapa saran diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai alternatif pengganti jaminan yang memberi pilihan alternatif

dalam melakukan jaminan, negative pledge perlu diimbangi dengan

proporsionalitas bukan hanya melindungi kreditur namun juga harus tetap

memperhatikan debitur. Perlu dibuat klausul-klausul tambahan dalam

negative pledge agar perjanjiian penjaminan ini bisa lebih baik. Seperti

penamabahan terkait klausul yang mengatur kedudukan benda agar debitur

masih bisa mendapat keuntungan dari benda yang menjadi objek negative

pledge dan dari keuntungan tersebut bisa untuk membayar utang debitur.

2. Perlu dibuat regulasi di Indonesia terkait penerapan perjanjian perkreditan

yang dilakukan oleh bank asing agar sesuai dengan hukum di Indonesia

dalam hal ini terkait negative pledge.

3. Obligasi sangat tepat menjadi benda objek dalam negative pledge karena

walaupun obligasi tersebut tidak dapat dijaminkan kepada pihak lain.

Penghasilan obligasi atau kupon obligasi masih dapat diperoleh debitur

dan dapat digunakan juga untuk membayar utang debitur. Selain itu perlu

Page 87: ANDI KOMARA-FSH.pdf

ada pemberitahuan kepada penerbit obligasi ketika obligasi dijadikan

objek negative pledge agar penerbit tidak menarik obligasi.

Page 88: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Daftar Pustaka

Buku

Badrulzaman, Mariam Darus. “Aneka Hukum Bisnis”. Jakarta : Alumni. 1994.

Badrulzaman, Mariam Darus. “Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan

Fiducia.” Bandung : Alumni. 1987. Cet. IV.

Bahsan, M. “Hukum Jaminan dan Kredit Perbankan Indonesia.” Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada. 2007.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, “Tanya Jawab

Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara)”. Jakarta : Direktorat

Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, 2010. Cet. II

H.S, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta : Rajawali

Press. 2005

Ibrahim, Jhony. “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.” Malang :

Bayumedia Publishing. 2006. Cet. Ke-II.

Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum.” Jakarta : Kencana. 2010. Cet. VI.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijaya, ”Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik”.

Jakarta : Kencana. 2005.

Page 89: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya. “Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.”

Jakarta : Prenada Media. 2004. Cet. Ke- II.

Purnamasari, Irma Devita. “Kiat-kiat Cerdas, Mudah Dan Bijak Memamhami

Masalah Hukum Jaminan Perbankan.” Bandung : Mizan. 2012. Cet.II

Rahman, Hasanuddin. “Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di

Indonesia.” Bandung : PT Citra Aditya Bakti. 1998. Cet. II

Satrio, J. “Hukum Jaminan Dan Hak-hak Jaminan Kebendaan.” Bandung : Citra

Aditya Bakti. 2007. Cet. V.

Soekanto, Soerjono. “Pengantar Penelitian Hukum.” Jakarta : Universitas

Indonesia Press. 1986. Cet. Ke- III.

Soekanto,Soerjono dan Sri Mahmudji, “Peranan dan Penggunaan Kepustakaan

di Dalam Penelitian Hukum.” Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas

Indonesia. 1979.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. ”Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok

Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan.” Yogyakarta: Liberty Offset.

2004. Cet. III.

Subekti, “Pokok-pokok Hukum Perdata.” Jakarta : PT. Intermasa. 2010. Cet. Ke

XXXIV.

Subekti, “Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Page 90: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Indonesia.” (Bandung : PT Alumni. 1986. Cet. III

Sutanto, Retnowulan. ”Perjanjian Kredit Dan Macam-Macam Jamianan Kredit

Dalam Praktek Hukum Di Indonesia, Kapita Selekta Hukum Perbankan,”

Jakarta : ikatan hakim Indonesia. 1995. Cet. I.

Sutedi, Adrian. “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk.” Jakarta : Sinar Grafika.

2009.

Widjaja, Gunawan. “Seri Hukum Bisnis : Efek Sebagai Benda. ” Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada. 2005.

Yunus, Nur Rohim, “Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia.” Jakarta :

Jurispridence Press. 2012.

Jurnal

Badrulzaman, Mariam Darus. “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan.”

Jakarta : Jurnal Hukum Bisnis. 2002. Volume 11 T

Kitab Suci

Al-Qur’an

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Page 91: ANDI KOMARA-FSH.pdf

Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Undang-undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

Skripsi, Tesis, atau Desertasi

Lengkong, Sandra Nella “Pemberian Kredit Dengan Jaminan Obligasi Pada Bank

BNI 46.” (Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. 1993)

Lisniarni, “Obligasi Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank X di Jakarta.” (Skripsi S1

Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. 1990)