Post on 14-Apr-2018
7/29/2019 Herpes Gestasionis
1/8
HERPES GESTASIONIS
PENDAHULUAN
Herpes gestationis atau disebut juga pemphigoid gestationis merupakan penyakit
autoimun yang ditandai oleh erupsi bulosa yang terjadi selama kehamilan atau setelah
melahirkan. Herpes gestationis dapat terjadi pada kehamilan berikutnya dan dapat mengalami
eksaserbasi dengan penggunaan obat yang mengandung estrogen atau progesteron, misalnya
pil kontrasepsi.
Herpes gestationis merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan angka kejadian 1
dalam 10.000 sampai 1 dalam 60.000 kehamilan. Pada studi retrospektif antara tahun 1994
sampai 2004 terhadap 505 pasien hamil pada dua rumah sakit berbasis pendidikan
dermatotologi dengan keluhan pada kulit, sekitar 4,2% didiagnosis sebagai herpes
gestationis.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit herpes gestationis bervariasi. Sebagian besar
kasus mengalami remisi pada beberapa minggu setelah melahirkan. Diagnosis herpes
gestationis didapatkan melalui anamnesis dengan adanya gejala awal berupa lesi urtika yang
terasa gatal di daerah abdomen sekitar umbilikus, dapat menyebar ke seluruh abdomen,
trunkus anterior dan posterior, ekstremitas, palmar dan plantar. Dari pemeriksaan
dermatologikus ditemukan lesi yang bervariasi mulai dari eritema, papul sampai plak
urtikaria, vesikel atau bula, erosi, dan krusta. Temuan histopatologi dan temuan
imunofluoresensi dapat menegakkan diagnosis herpes gestationis.
Pada paper ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis penyakit herpes gestationis. Dengan
demikian diharapkan referat ini dapat membantu para dokter dan mahasiswa kedokteran
mendapatkan informasi mengenai penyakit herpes gestationis.
DEFINISI
Herpes gestationis atau disebut juga pemphigoid gestationis merupakan penyakit yang
jarang ditemukan, dikarakteristikkan sebagai penyakit dermatitis pada kehamilan. Herpes
gestationis adalah penyakit bulosa autoimun yang terjadi selama kehamilan atau setelah
melahirkan. Penulis lain mendefinisikan herpes gestationis sebagai penyakit yang ditandai
7/29/2019 Herpes Gestasionis
2/8
oleh erupsi bulosa pruritus yang berhubungan dengan kehamilan atau tumor trofoblastik,
mola hidatidosa dan koriokarsinoma.
Penyakit ini merupakan proses autoimun yang ditandai dengan terdapatnya komplek
komplemen-antibodi IgG di dalam serum dan tidak berhubungan dengan infeksi virus.
EPIDEMIOLOGI
Herpes gestationis merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan angka kejadian 1
dalam 10.000 sampai 1 dalam 60.000 kehamilan. Sumber lain menyebutkan angka kejadian
herpes gestationis sekitar 1 dalam 50 000 kehamilan. Insiden penyakit ini pada populasi
Eropa Barat sekitar 0,5 per juta populasi. Terjadi pada warga Afro-Caribbeans, tetapi sangat
jarang di kawasan timur.
Pada studi retrospektif antara tahun 1994 sampai 2004 terhadap 505 pasien hamil
pada dua rumah sakit berbasis pendidikan dermatotologi dengan keluhan pada kulit, sekitar
4,2% didiagnosis sebagai herpes gestationis. Umumnya onset sering terjadi antara bulan ke-4
dan ke-7 kehamilan tetapi juga dilaporkan pada trimester pertama dan periode post partum.
Herpes gestationis dapat terjadi ataupun tidak pada kehamilan berikutnya dan dapat terjadi
eksaserbasi pada periode post partum, penggunaan obat yang mengandung estrogen atau
progesteron, misalnya pil kontrasepsi.
ETIOLOGI
Herpes gestationis merupakan penyakit autoimun, yang dimediasi oleh antibodi.
Herpes gestationis disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap membran basalis kulit yang
dicetuskan oleh deposit C3 pada dermal-epidermal junction. Hampir semua pasien herpes
gestationis menunjukkan adanya antibodi pada BP180 (kolagen tipe XVII), sebuah protein
transmembran dengan ujung N-terminal dalam komponen intraseluler hemidesmosom dan
ujung C-terminal dalam ekstraseluler. Apa yang menginisiasi terbentuknya autoantibodi
sampai saat ini masih belum jelas, tetapi penyebab herpes gestationis yang terjadi pada
kehamilan merupakan akibat imunogenetik dan reaktivitas silang potensial antara jaringan
plasenta dan kulit. Pada studi imunogenetik menyatakan adanya peningkatan antigen HLA
DR3 atau DR4, sekitar 50% pasien mempunyai kedua antigen tersebut. Secara esensial,
100% wanita dengan riwayat herpes gestationis menunjukkan adanya antibodi antiHLA. Hal
7/29/2019 Herpes Gestasionis
3/8
ini disebabkan oleh variasi dari antigen HLA pada plasenta, dimana umumnya terkait
paternal, penemuan antibody anti HLA meningkat frekuensinya selama kehamilan.
Autoantibodi pada herpes gestasional terikat pada membran basalis amnion, struktur
yang didapat dari jaringan ektoderm fetus dan secara antigen mirip dengan kulit. Wanita
dengan herpes gestasional juga kan peningkatan MHC II dalam stroma vili korion. Ekspresi
MHC II dalam plasenta menginisiasi respon alogenik pada area membran basalis plasenta,
kemudian terjadi reaksi silang dengan kulit.
Beberapa penelitian mendokumentasikan peningkatan frekuensi allel HLk'-DR3,
DR4, dan C4 null pada pasien dengan herpes gestationis. Seorang wanita dapat mempunyai
antibodi langsung terhadap antigen HLA suaminya. Wanita kulit hitam jarang mengalami
herpes gestationis, hal ini kemungkinan berhubungan dengan rendahnya kadar HLA-DR4
pada orang kulit hitam Amerika.
Penyakit ini dapat muncul pada jaringan derivat paternal, jaringan fetus, dan mola
hidatidosa atau koriokarsinoma, kemudian jaringan tersebut mengekspresikan antigen HLA
dari ayah. Ketidakcocokan HLA antara ibu dan fetus akan menstimulasi respon imun berupa
reaksi silang dengan kulit ibu. Terdapat bukti klinis insufisiensi plasenta, dan temuan
imunohistokimia di plasenta, serta dipengaruhi oleh ibu dengan titer antibodi yang tinggiterhadap antigen HLA kelas 1.
Pasien dengan herpes gestationis kronis cenderung terjadi pada wanita yang berusia
lebih tua dan multigravida, dengan riwayat herpes gestationis pada kehamilan sebelumnya.
Herpes gestationis dapat berhubungan dengan penyakit autoimun lain. Pada penelitian akhir-
akhir ini, sekitar 14% berhubungan dengan penyakit Graves, hipotiroid, vitiligo, alopesia
areata, dan trombositopenia autoimun. Terdapat peningkatan jumlah penyakit Graves pada
pasien dengan herpes gestationis.
PATOGENESIS
Faktor hormonal memiliki peranan dalam terjadinya manifestasi penyakit ini. Selain
terjadi pada wanita hamil, wanita yang sedang menstruasi, dan yang sedang menggunakan
kontrasepsi oral, penyakit ini juga dapat berhubungan dengan penyakit mola hidatidosa dan
koriokarsinoma. Antibodi IgG terikat pada lamina lucida dan komplemen. Ikatan antigen-
antibodi pada membran basalis disertai aktivasi komplemen memicu kemotaksis eosinofil
7/29/2019 Herpes Gestasionis
4/8
pada lokasi kompleks antigen antibodi di membran basalis. Aktivasi eosinofil, neutrofil, dan
sel T dengan predominan fenotif Th2 terlibat dalam proses pembentukan bula. Degranulasi
eosinofil dan kerusakan dermal-epidermal junction memulai terbentuknya formasi
vesikobulosa. Peristiwa imunologi yang menstimulasi respon imun ini masih belum
diketahui.
Antibodi yang berperan pada penyakit herpes gestationis terdapat di region C-terminal
BP180. Regio ini juga merupakan lokasi target pada pasien dengan sikatrik pemphigoid dan
beberapa BP lain. Autoantibodi ini langsung mengenai antigen target pada hemidesmosom
yang sama. Reaksi autoantibodi dengan membran basalis amnion plasenta dimulai dari
trimester kedua dan ditemukan pada kulit dan sumsum tulang fetus. Autoantibodi yang
terlibat adalah antibody IgG1 dan IgG3. Dilaporkan satu kasus dengan antibodi IgA.
GEJALA KLINIK
Herpes gestationis terjadi pada akhir kehamilan, ditandai dengan onset yang tiba-tiba
berupa lesi urtika yang sangat gatal. Sekitar 50% pasien mengaku lesi pertama kali muncul di
abdomen, berdekatan dengan umbilikus. Sedangkan pada pasien lain distribusi lokasi tidak
khas, yaitu pada ekstremitas, palmar atau plantar. Lesi secara cepat menyebar ke seluruh
tubuh, pemphigoidlike eruption, menyebar di muka, membran mukosa, palmar dan plantar
(walaupun lokasi lain dapat terlibat). Onset timbulnya vesikel dapat terjadi dalam beberapa
jam persalinan. Sedangkan pada seperempat pasien lesi dimulai selama periode post partum.
Sepuluh persen neonatus dapat mengalami gejala serupa, tetapi umumnya ringan dan dapat
sembuh sendiri.
Lesi khas pada herpes gestationis berupa urtika atau plak yang secara cepat
berkembang menjadi mixed dermatitis, termasuk pembentukan massa yang tegang,
phempigoid-like blister . Vesikel dapat timbul pada plak urtika atau pada kulit yang tampak
normal. Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy (PUPPP) dapat menunjukkan
mikrovesikulasi, tapi tidak jelas, berupa vesikel sub epidermal.
Onset penyakit ini sering terjadi pada trimester kedua, dengan plak urtika dan papul
yang muncul di sekitar umbilikus dan ekstremitas. Pada awal perjalanan penyakitnya, lesi
kulit terdiri dari papula urticated , plakat, lesi target dan bercak annulus, yang terasa gatal.
Selanjutnya, akan muncul vesikel dan bula. Infiltrat plak eritema, vesikel dan bula seringberukuran annular atau membentuk konfigurasi polisiklik. Seiring dengan perkembangan
7/29/2019 Herpes Gestasionis
5/8
penyakit, lesi dapat menyebar ke seluruh abdomen, punggung, dada, dan ekstremitas,
termasuk palmar dan plantar. Keterlibatan area muka, scalp dan mukosa oral relatif jarang.
Penyakit ini sering timbul segera setelah melahirkan dan kemudian mengalami remisi
spontan dalam 3 bulan. Tidak terdapat skar, kecuali disebabkan oleh eskoriasis atau infeksi
sekunder. Biasanya terjadi rekurensi pada kehamilan selanjutnya, dan dapat diprovokasi oleh
periode menstruasi atau kontrasepsi oral.
Sejumlah kasus dengan penyakit yang persisten telah dilaporkan. Sebagian besar
penelitian menyatakan tidak terdapat peningkatan angka kematian fetus secara statistik,
walaupun sejumlah bayi baru lahir sering lahir prematur dan berat badan lahir tidak sesuai
usia gestasi. Sekitar 5% kasus, terdapat manifestasi lesi urtika atau bula pada neonatus.
Neonatal herpes gestationis mungkin terjadi pada 3% dari kehamilan, dengan uji
immunofluoresensi positif pada neonatus, didapat dari transfer antibodi melalui plasenta. Lesi
biasanya terbatas dan sembuh spontan tanpa memerlukan terapi khusus.
Herpes gestationis dimulai pada usia gestasi 4 sampai 5 minggu, dengan mayoritas
terjadi pada trimester kedua dan ketiga. Hampir setengah dari kasus berkembang pada
kehamian pertama. Ada risiko tinggi kekambuhan pada kehamilan berikutnya, gejala
mungkin akan timbul lebih awal dan lebih berat. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini
relatif tenang pada akhir kehamilan, dan muncul lebih berat segera setelah melahirkan.
Biasanya penyakit ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, rerata adalah 6
bulan, tapi kadang-kadang dapat berlanjut selama beberapa tahun. Kemungkinan menetapnya
penyakit ini berhubungan dengan usia yang lebih tua, multiparitas dan keterlibatan mukosa.
DIAGNOSIS
Dari anamnesis didapatkan keluhan pada kulit berupa erupsi yang sangat gatal, sering
terjadi pada primigravida. Pada pemeriksaan status dermatologikus, ditemukan erupsi
papulovesikular. Lesi bervariasi mulai dari eritema, papul sampai plak urtika, bula, erosi, dan
krusta. Distribusi lesi umumnya pada abdomen, sisi lateral trunkus, namun dapat juga
melibatkan area lain seperti palmar, plantar, dada, punggung dan muka.
Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan vesikel sub epidermal dengan infiltral
perivaskular limfosit dan eosinofil. Pemeriksaan imunopatologi menggunakan ELISA dapat
mengkonfirmasi adanya deposit autoantibodi IgG pada area membran basalis. Terdapatdeposit yang homogen berbentuk linier C3 sepanjang membran basalis pada lesi urtika dan
7/29/2019 Herpes Gestasionis
6/8
peribulosa serta perilesi pada kulit yang terlihat normal. Deposit IgG pada 30%-40% pasien
merupakan deposit IgG,sedangkan IgA dan IgM jarang ditemukan. Temuan imunofluoresensi
tetap bertahan selama beberapa bulan sampai setahun setelah lesi menghilang. Penemuan
terbaru menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas tinggi uji BP180 ELISA dalam
mendiagnosis herpes gestationis.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama yang dapat dipertimbangkan adalah pruritic urticarial
papules and plaques of pregnancy (PUPPP). Diagnosis banding lainnya termasuk eritema
multiforme, reaksi obat, dermatitis kontak iritan, dermatitis herpetiformis, bulous
pemphigoid, dan skabies bulosa. Biopsi, temuan imunofluoresensi dan temuan klinismenentukan diagnosis.
PENATALAKSANAAN
Pada kasus ringan, pengobatan dengan steroid topikal yang poten dapat berhasil,
sekitar 20% pada studi retrospektif baru-baru ini. Pengobatan topical sering dikombinasikan
dengan antihistamin sistemik. Pada saat timbul lesi vesikobulosa, diperlukan terapi dengan
steroid sistemik. Penyakit derajat moderate respon terhadap Prednison 2030 mg/hari,
sedangkan penyakit yang lebih berat memerlukan dosis prednison 4080 mg/hari. Prednison
di-tappering off sampai dosis maintenance terendah. Oleh karena sering terjadi eksaserbasi
post partum, dibenarkan untuk meningkatkan dosis kortikosteroid sementara.
Plasmapheresis dapat dipertimbangkan pada sebagian besar kasus yang berat.
Penggunaan dapson masih belum jelas disamping obat ini dapat menyebabkan penyakit
hemolisis pada neonatus. Piridoksin dilaporkan efektif pada beberapa kasus.
Pengobatan post partum dapat bermasalah pada ibu menyusui, sebab obat- obatan
yang diminum oleh ibu dapat melalui air susu ibu. Antihistamin dapat menyebabkan rasa
kantuk pada bayi, steroid dosis tinggi (Prednisolon lebih dari 40 mg/hari) dapat menyebabkan
supresi kelenjar adrenal, dan dapson dapat menyebabkan hemolisis. Kondisi ini harus
dikonsultasikan dengan dokter anak. Pada wanita yang tidak menyusui, dilaporkan
keberhasilan penggunaan terapi tetrasiklin dan penggunaan terapi nikotinamid. Pengobatan
dengan imunosupresan dan imunomodulator seperti immunoglobulin intravena juga dapat
digunakan.
7/29/2019 Herpes Gestasionis
7/8
Beberapa kasus yang berat membutuhkan pengobatan dengan siklofosfamid, dapson,
metotreksat, IVIG atau plasmaparesis. Neonatus dengan ibu yang menerima pengobatan dosis
tinggi prednison harus dilakukan pemeriksaan secara hati - hati oleh neonatologis terhadap
terjadinya insufisiensi adrenal. Lesi serupa pada kulit neonatus bersifat sementara dan tidak
memerlukan terapi.
PROGNOSIS
Gejala klinik dan perjalanan penyakit herpes gestasional sangat bervariasi. Banyak
pasien yang mengalami resolusi spontan pada akhir usia gestasi kehamilan, hanya beberapa
yang dapat kambuh saat melahirkan. Beberapa pasien timbul lesi urtika pada kehamilan
pertama, sedangkan lesi vesikel atau bula baru muncul pada kehamian berikutnya. Beberapapasien lain mengalami penyakit ini pada kehamilan pertama dan tidak muncul kembali pada
kehamilan berikutnya.
Frekuensi skip pregnancy sekitar 5-10%. Biasanya terjadi kekambuhan saat
menstruasi, sekitar 25% pasien mengalami kekambuhan setelah menggunakan kontrasepsi
oral. Pada studi retrospektif kohort terhadap 87 pasien dengan herpes gestationis, 47%
mengalami herpes gestationis pada kehamilan pertama dan pada pasien multipara, 65,7%
timbul pada kehamilan pertama tapi mempunyai satu atau lebih episode herpes gestationis.
Ada beberapa laporan kasus herpes gestationis yang persisten selama beberapa tahun setelah
melahirkan. Herpes gestationis dapat berkembang pada periode post partum, terjadi selama
beberapa minggu, beberapa bulan atau tahun sebelum resolusi sempurna. Sebagian besar
pasien mengalami remisi spontan dalam seminggu sampai sebulan pasca melahirkan.
Sekali terkena herpes gestiationis, biasanya akan terjadi kekambuhan pada kehamilan
berikutnya, yakni sekitar 8%. Walaupun berganti pasangan tidak meningkatkan risiko herpes
gestationis, masih belum jelas apakah hal ini memicu rekurensi atau tidak. Pasien sebaiknya
dikonsultasikan mengenai risiko terjadinya kekambuhan, tapi tidak disarankan merencanakan
kehamilan berikutnya sebab mereka telah mengalami herpes gestationis pada kehamilan
sebelumnya. Pandangan modern menyatakan bahwa herpes gestationis berhubungan dengan
kelahiran prematur dan risiko berat badan lahir rendah. Persalinan pada ibu dengan herpes
gestationis sebaiknya berlangsung di departemen obsteri yang mempunyai fasilitas perawatan
khusus bayi baru lahir. Pada penelitian akhir- akhir ini diketahui bahwa tidak ada peningkatan
morbiditas maternal maupun fetal pada ibu dengan herpes gestationis.
7/29/2019 Herpes Gestasionis
8/8
KESIMPULAN
Herpes gestationis merupakan penyakit autoimun yang terjadi selama kehamilan atau
setelah melahirkan, ditandai oleh erupsi bulosa pruritus yang berhubungan dengan kehamilan
atau tumor trofoblastik, mola hidatidosa dan koriokarsinoma, serta tidak berhubungan dengan
infeksi virus. Angka kejadian herpes gestationis sekitar 1 dalam 50 000 kehamilan.
Umumnya onset terjadi antara bulan keempat dan ketujuh kehamilan tetapi dapat
terjadi pada trimester pertama dan periode post partum. Herpes gestationis disebabkan oleh
adanya autoantibodi terhadap membran basalis kulit yang dicetuskan oleh deposit C3 pada
dermal-epidermal junction. Herpes gestationis terjadi akibat proses imunogenetik dan
reaktivitas silang potensial antara jaringan plasenta dan kulit.
Pada awal perjalanan penyakitnya, lesi kulit terdiri dari papula urticated , plakat,
lesi target dan bercak annulus, yang terasa gatal. Selanjutnya, akan muncul vesikel dan bula.
Lesi biasanya pertama kali muncul di abdomen, berdekatan dengan umbilikus, namun dapat
pula terjadi pada ekstremitas, palmar atau plantar. Lesi secara cepat menyebar ke seluruh
tubuh.
Diagnosis banding utama penyakit ini adalah pruritic urticarial papules and plaques of
pregnancy (PUPPP ). Pemeriksaan imunopatologi menggunakan ELISA dapat menentukan
diagnosis herpes gestationis dengan adanya deposit autoantibodi IgG pada area membran
basalis. Pada kasus ringan, pengobatan yang diberikan steroid topikal, sering dikombinasikan
dengan antihistamin sistemik. Pada saat timbul lesi vesikobulosa, diperlukan steroid sistemik.
Beberapa kasus yang berat membutuhkan pengobatan siklofosfamid, dapson, metotreksat,
IVIG atau plasmaparesis.
Sekitar 8% terjadi kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Sebagian besar pasienmengalami remisi spontan dalam seminggu sampai sebulan pasca melahirkan. Tidak ada
peningkatan morbiditas maternal maupun fetal pada ibu dengan herpes gestationis.