Herpes Gestasionis

download Herpes Gestasionis

of 8

Transcript of Herpes Gestasionis

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    1/8

    HERPES GESTASIONIS

    PENDAHULUAN

    Herpes gestationis atau disebut juga pemphigoid gestationis merupakan penyakit

    autoimun yang ditandai oleh erupsi bulosa yang terjadi selama kehamilan atau setelah

    melahirkan. Herpes gestationis dapat terjadi pada kehamilan berikutnya dan dapat mengalami

    eksaserbasi dengan penggunaan obat yang mengandung estrogen atau progesteron, misalnya

    pil kontrasepsi.

    Herpes gestationis merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan angka kejadian 1

    dalam 10.000 sampai 1 dalam 60.000 kehamilan. Pada studi retrospektif antara tahun 1994

    sampai 2004 terhadap 505 pasien hamil pada dua rumah sakit berbasis pendidikan

    dermatotologi dengan keluhan pada kulit, sekitar 4,2% didiagnosis sebagai herpes

    gestationis.

    Gambaran klinis dan perjalanan penyakit herpes gestationis bervariasi. Sebagian besar

    kasus mengalami remisi pada beberapa minggu setelah melahirkan. Diagnosis herpes

    gestationis didapatkan melalui anamnesis dengan adanya gejala awal berupa lesi urtika yang

    terasa gatal di daerah abdomen sekitar umbilikus, dapat menyebar ke seluruh abdomen,

    trunkus anterior dan posterior, ekstremitas, palmar dan plantar. Dari pemeriksaan

    dermatologikus ditemukan lesi yang bervariasi mulai dari eritema, papul sampai plak

    urtikaria, vesikel atau bula, erosi, dan krusta. Temuan histopatologi dan temuan

    imunofluoresensi dapat menegakkan diagnosis herpes gestationis.

    Pada paper ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,

    gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis penyakit herpes gestationis. Dengan

    demikian diharapkan referat ini dapat membantu para dokter dan mahasiswa kedokteran

    mendapatkan informasi mengenai penyakit herpes gestationis.

    DEFINISI

    Herpes gestationis atau disebut juga pemphigoid gestationis merupakan penyakit yang

    jarang ditemukan, dikarakteristikkan sebagai penyakit dermatitis pada kehamilan. Herpes

    gestationis adalah penyakit bulosa autoimun yang terjadi selama kehamilan atau setelah

    melahirkan. Penulis lain mendefinisikan herpes gestationis sebagai penyakit yang ditandai

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    2/8

    oleh erupsi bulosa pruritus yang berhubungan dengan kehamilan atau tumor trofoblastik,

    mola hidatidosa dan koriokarsinoma.

    Penyakit ini merupakan proses autoimun yang ditandai dengan terdapatnya komplek

    komplemen-antibodi IgG di dalam serum dan tidak berhubungan dengan infeksi virus.

    EPIDEMIOLOGI

    Herpes gestationis merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan angka kejadian 1

    dalam 10.000 sampai 1 dalam 60.000 kehamilan. Sumber lain menyebutkan angka kejadian

    herpes gestationis sekitar 1 dalam 50 000 kehamilan. Insiden penyakit ini pada populasi

    Eropa Barat sekitar 0,5 per juta populasi. Terjadi pada warga Afro-Caribbeans, tetapi sangat

    jarang di kawasan timur.

    Pada studi retrospektif antara tahun 1994 sampai 2004 terhadap 505 pasien hamil

    pada dua rumah sakit berbasis pendidikan dermatotologi dengan keluhan pada kulit, sekitar

    4,2% didiagnosis sebagai herpes gestationis. Umumnya onset sering terjadi antara bulan ke-4

    dan ke-7 kehamilan tetapi juga dilaporkan pada trimester pertama dan periode post partum.

    Herpes gestationis dapat terjadi ataupun tidak pada kehamilan berikutnya dan dapat terjadi

    eksaserbasi pada periode post partum, penggunaan obat yang mengandung estrogen atau

    progesteron, misalnya pil kontrasepsi.

    ETIOLOGI

    Herpes gestationis merupakan penyakit autoimun, yang dimediasi oleh antibodi.

    Herpes gestationis disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap membran basalis kulit yang

    dicetuskan oleh deposit C3 pada dermal-epidermal junction. Hampir semua pasien herpes

    gestationis menunjukkan adanya antibodi pada BP180 (kolagen tipe XVII), sebuah protein

    transmembran dengan ujung N-terminal dalam komponen intraseluler hemidesmosom dan

    ujung C-terminal dalam ekstraseluler. Apa yang menginisiasi terbentuknya autoantibodi

    sampai saat ini masih belum jelas, tetapi penyebab herpes gestationis yang terjadi pada

    kehamilan merupakan akibat imunogenetik dan reaktivitas silang potensial antara jaringan

    plasenta dan kulit. Pada studi imunogenetik menyatakan adanya peningkatan antigen HLA

    DR3 atau DR4, sekitar 50% pasien mempunyai kedua antigen tersebut. Secara esensial,

    100% wanita dengan riwayat herpes gestationis menunjukkan adanya antibodi antiHLA. Hal

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    3/8

    ini disebabkan oleh variasi dari antigen HLA pada plasenta, dimana umumnya terkait

    paternal, penemuan antibody anti HLA meningkat frekuensinya selama kehamilan.

    Autoantibodi pada herpes gestasional terikat pada membran basalis amnion, struktur

    yang didapat dari jaringan ektoderm fetus dan secara antigen mirip dengan kulit. Wanita

    dengan herpes gestasional juga kan peningkatan MHC II dalam stroma vili korion. Ekspresi

    MHC II dalam plasenta menginisiasi respon alogenik pada area membran basalis plasenta,

    kemudian terjadi reaksi silang dengan kulit.

    Beberapa penelitian mendokumentasikan peningkatan frekuensi allel HLk'-DR3,

    DR4, dan C4 null pada pasien dengan herpes gestationis. Seorang wanita dapat mempunyai

    antibodi langsung terhadap antigen HLA suaminya. Wanita kulit hitam jarang mengalami

    herpes gestationis, hal ini kemungkinan berhubungan dengan rendahnya kadar HLA-DR4

    pada orang kulit hitam Amerika.

    Penyakit ini dapat muncul pada jaringan derivat paternal, jaringan fetus, dan mola

    hidatidosa atau koriokarsinoma, kemudian jaringan tersebut mengekspresikan antigen HLA

    dari ayah. Ketidakcocokan HLA antara ibu dan fetus akan menstimulasi respon imun berupa

    reaksi silang dengan kulit ibu. Terdapat bukti klinis insufisiensi plasenta, dan temuan

    imunohistokimia di plasenta, serta dipengaruhi oleh ibu dengan titer antibodi yang tinggiterhadap antigen HLA kelas 1.

    Pasien dengan herpes gestationis kronis cenderung terjadi pada wanita yang berusia

    lebih tua dan multigravida, dengan riwayat herpes gestationis pada kehamilan sebelumnya.

    Herpes gestationis dapat berhubungan dengan penyakit autoimun lain. Pada penelitian akhir-

    akhir ini, sekitar 14% berhubungan dengan penyakit Graves, hipotiroid, vitiligo, alopesia

    areata, dan trombositopenia autoimun. Terdapat peningkatan jumlah penyakit Graves pada

    pasien dengan herpes gestationis.

    PATOGENESIS

    Faktor hormonal memiliki peranan dalam terjadinya manifestasi penyakit ini. Selain

    terjadi pada wanita hamil, wanita yang sedang menstruasi, dan yang sedang menggunakan

    kontrasepsi oral, penyakit ini juga dapat berhubungan dengan penyakit mola hidatidosa dan

    koriokarsinoma. Antibodi IgG terikat pada lamina lucida dan komplemen. Ikatan antigen-

    antibodi pada membran basalis disertai aktivasi komplemen memicu kemotaksis eosinofil

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    4/8

    pada lokasi kompleks antigen antibodi di membran basalis. Aktivasi eosinofil, neutrofil, dan

    sel T dengan predominan fenotif Th2 terlibat dalam proses pembentukan bula. Degranulasi

    eosinofil dan kerusakan dermal-epidermal junction memulai terbentuknya formasi

    vesikobulosa. Peristiwa imunologi yang menstimulasi respon imun ini masih belum

    diketahui.

    Antibodi yang berperan pada penyakit herpes gestationis terdapat di region C-terminal

    BP180. Regio ini juga merupakan lokasi target pada pasien dengan sikatrik pemphigoid dan

    beberapa BP lain. Autoantibodi ini langsung mengenai antigen target pada hemidesmosom

    yang sama. Reaksi autoantibodi dengan membran basalis amnion plasenta dimulai dari

    trimester kedua dan ditemukan pada kulit dan sumsum tulang fetus. Autoantibodi yang

    terlibat adalah antibody IgG1 dan IgG3. Dilaporkan satu kasus dengan antibodi IgA.

    GEJALA KLINIK

    Herpes gestationis terjadi pada akhir kehamilan, ditandai dengan onset yang tiba-tiba

    berupa lesi urtika yang sangat gatal. Sekitar 50% pasien mengaku lesi pertama kali muncul di

    abdomen, berdekatan dengan umbilikus. Sedangkan pada pasien lain distribusi lokasi tidak

    khas, yaitu pada ekstremitas, palmar atau plantar. Lesi secara cepat menyebar ke seluruh

    tubuh, pemphigoidlike eruption, menyebar di muka, membran mukosa, palmar dan plantar

    (walaupun lokasi lain dapat terlibat). Onset timbulnya vesikel dapat terjadi dalam beberapa

    jam persalinan. Sedangkan pada seperempat pasien lesi dimulai selama periode post partum.

    Sepuluh persen neonatus dapat mengalami gejala serupa, tetapi umumnya ringan dan dapat

    sembuh sendiri.

    Lesi khas pada herpes gestationis berupa urtika atau plak yang secara cepat

    berkembang menjadi mixed dermatitis, termasuk pembentukan massa yang tegang,

    phempigoid-like blister . Vesikel dapat timbul pada plak urtika atau pada kulit yang tampak

    normal. Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy (PUPPP) dapat menunjukkan

    mikrovesikulasi, tapi tidak jelas, berupa vesikel sub epidermal.

    Onset penyakit ini sering terjadi pada trimester kedua, dengan plak urtika dan papul

    yang muncul di sekitar umbilikus dan ekstremitas. Pada awal perjalanan penyakitnya, lesi

    kulit terdiri dari papula urticated , plakat, lesi target dan bercak annulus, yang terasa gatal.

    Selanjutnya, akan muncul vesikel dan bula. Infiltrat plak eritema, vesikel dan bula seringberukuran annular atau membentuk konfigurasi polisiklik. Seiring dengan perkembangan

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    5/8

    penyakit, lesi dapat menyebar ke seluruh abdomen, punggung, dada, dan ekstremitas,

    termasuk palmar dan plantar. Keterlibatan area muka, scalp dan mukosa oral relatif jarang.

    Penyakit ini sering timbul segera setelah melahirkan dan kemudian mengalami remisi

    spontan dalam 3 bulan. Tidak terdapat skar, kecuali disebabkan oleh eskoriasis atau infeksi

    sekunder. Biasanya terjadi rekurensi pada kehamilan selanjutnya, dan dapat diprovokasi oleh

    periode menstruasi atau kontrasepsi oral.

    Sejumlah kasus dengan penyakit yang persisten telah dilaporkan. Sebagian besar

    penelitian menyatakan tidak terdapat peningkatan angka kematian fetus secara statistik,

    walaupun sejumlah bayi baru lahir sering lahir prematur dan berat badan lahir tidak sesuai

    usia gestasi. Sekitar 5% kasus, terdapat manifestasi lesi urtika atau bula pada neonatus.

    Neonatal herpes gestationis mungkin terjadi pada 3% dari kehamilan, dengan uji

    immunofluoresensi positif pada neonatus, didapat dari transfer antibodi melalui plasenta. Lesi

    biasanya terbatas dan sembuh spontan tanpa memerlukan terapi khusus.

    Herpes gestationis dimulai pada usia gestasi 4 sampai 5 minggu, dengan mayoritas

    terjadi pada trimester kedua dan ketiga. Hampir setengah dari kasus berkembang pada

    kehamian pertama. Ada risiko tinggi kekambuhan pada kehamilan berikutnya, gejala

    mungkin akan timbul lebih awal dan lebih berat. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini

    relatif tenang pada akhir kehamilan, dan muncul lebih berat segera setelah melahirkan.

    Biasanya penyakit ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, rerata adalah 6

    bulan, tapi kadang-kadang dapat berlanjut selama beberapa tahun. Kemungkinan menetapnya

    penyakit ini berhubungan dengan usia yang lebih tua, multiparitas dan keterlibatan mukosa.

    DIAGNOSIS

    Dari anamnesis didapatkan keluhan pada kulit berupa erupsi yang sangat gatal, sering

    terjadi pada primigravida. Pada pemeriksaan status dermatologikus, ditemukan erupsi

    papulovesikular. Lesi bervariasi mulai dari eritema, papul sampai plak urtika, bula, erosi, dan

    krusta. Distribusi lesi umumnya pada abdomen, sisi lateral trunkus, namun dapat juga

    melibatkan area lain seperti palmar, plantar, dada, punggung dan muka.

    Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan vesikel sub epidermal dengan infiltral

    perivaskular limfosit dan eosinofil. Pemeriksaan imunopatologi menggunakan ELISA dapat

    mengkonfirmasi adanya deposit autoantibodi IgG pada area membran basalis. Terdapatdeposit yang homogen berbentuk linier C3 sepanjang membran basalis pada lesi urtika dan

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    6/8

    peribulosa serta perilesi pada kulit yang terlihat normal. Deposit IgG pada 30%-40% pasien

    merupakan deposit IgG,sedangkan IgA dan IgM jarang ditemukan. Temuan imunofluoresensi

    tetap bertahan selama beberapa bulan sampai setahun setelah lesi menghilang. Penemuan

    terbaru menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas tinggi uji BP180 ELISA dalam

    mendiagnosis herpes gestationis.

    DIAGNOSIS BANDING

    Diagnosis banding utama yang dapat dipertimbangkan adalah pruritic urticarial

    papules and plaques of pregnancy (PUPPP). Diagnosis banding lainnya termasuk eritema

    multiforme, reaksi obat, dermatitis kontak iritan, dermatitis herpetiformis, bulous

    pemphigoid, dan skabies bulosa. Biopsi, temuan imunofluoresensi dan temuan klinismenentukan diagnosis.

    PENATALAKSANAAN

    Pada kasus ringan, pengobatan dengan steroid topikal yang poten dapat berhasil,

    sekitar 20% pada studi retrospektif baru-baru ini. Pengobatan topical sering dikombinasikan

    dengan antihistamin sistemik. Pada saat timbul lesi vesikobulosa, diperlukan terapi dengan

    steroid sistemik. Penyakit derajat moderate respon terhadap Prednison 2030 mg/hari,

    sedangkan penyakit yang lebih berat memerlukan dosis prednison 4080 mg/hari. Prednison

    di-tappering off sampai dosis maintenance terendah. Oleh karena sering terjadi eksaserbasi

    post partum, dibenarkan untuk meningkatkan dosis kortikosteroid sementara.

    Plasmapheresis dapat dipertimbangkan pada sebagian besar kasus yang berat.

    Penggunaan dapson masih belum jelas disamping obat ini dapat menyebabkan penyakit

    hemolisis pada neonatus. Piridoksin dilaporkan efektif pada beberapa kasus.

    Pengobatan post partum dapat bermasalah pada ibu menyusui, sebab obat- obatan

    yang diminum oleh ibu dapat melalui air susu ibu. Antihistamin dapat menyebabkan rasa

    kantuk pada bayi, steroid dosis tinggi (Prednisolon lebih dari 40 mg/hari) dapat menyebabkan

    supresi kelenjar adrenal, dan dapson dapat menyebabkan hemolisis. Kondisi ini harus

    dikonsultasikan dengan dokter anak. Pada wanita yang tidak menyusui, dilaporkan

    keberhasilan penggunaan terapi tetrasiklin dan penggunaan terapi nikotinamid. Pengobatan

    dengan imunosupresan dan imunomodulator seperti immunoglobulin intravena juga dapat

    digunakan.

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    7/8

    Beberapa kasus yang berat membutuhkan pengobatan dengan siklofosfamid, dapson,

    metotreksat, IVIG atau plasmaparesis. Neonatus dengan ibu yang menerima pengobatan dosis

    tinggi prednison harus dilakukan pemeriksaan secara hati - hati oleh neonatologis terhadap

    terjadinya insufisiensi adrenal. Lesi serupa pada kulit neonatus bersifat sementara dan tidak

    memerlukan terapi.

    PROGNOSIS

    Gejala klinik dan perjalanan penyakit herpes gestasional sangat bervariasi. Banyak

    pasien yang mengalami resolusi spontan pada akhir usia gestasi kehamilan, hanya beberapa

    yang dapat kambuh saat melahirkan. Beberapa pasien timbul lesi urtika pada kehamilan

    pertama, sedangkan lesi vesikel atau bula baru muncul pada kehamian berikutnya. Beberapapasien lain mengalami penyakit ini pada kehamilan pertama dan tidak muncul kembali pada

    kehamilan berikutnya.

    Frekuensi skip pregnancy sekitar 5-10%. Biasanya terjadi kekambuhan saat

    menstruasi, sekitar 25% pasien mengalami kekambuhan setelah menggunakan kontrasepsi

    oral. Pada studi retrospektif kohort terhadap 87 pasien dengan herpes gestationis, 47%

    mengalami herpes gestationis pada kehamilan pertama dan pada pasien multipara, 65,7%

    timbul pada kehamilan pertama tapi mempunyai satu atau lebih episode herpes gestationis.

    Ada beberapa laporan kasus herpes gestationis yang persisten selama beberapa tahun setelah

    melahirkan. Herpes gestationis dapat berkembang pada periode post partum, terjadi selama

    beberapa minggu, beberapa bulan atau tahun sebelum resolusi sempurna. Sebagian besar

    pasien mengalami remisi spontan dalam seminggu sampai sebulan pasca melahirkan.

    Sekali terkena herpes gestiationis, biasanya akan terjadi kekambuhan pada kehamilan

    berikutnya, yakni sekitar 8%. Walaupun berganti pasangan tidak meningkatkan risiko herpes

    gestationis, masih belum jelas apakah hal ini memicu rekurensi atau tidak. Pasien sebaiknya

    dikonsultasikan mengenai risiko terjadinya kekambuhan, tapi tidak disarankan merencanakan

    kehamilan berikutnya sebab mereka telah mengalami herpes gestationis pada kehamilan

    sebelumnya. Pandangan modern menyatakan bahwa herpes gestationis berhubungan dengan

    kelahiran prematur dan risiko berat badan lahir rendah. Persalinan pada ibu dengan herpes

    gestationis sebaiknya berlangsung di departemen obsteri yang mempunyai fasilitas perawatan

    khusus bayi baru lahir. Pada penelitian akhir- akhir ini diketahui bahwa tidak ada peningkatan

    morbiditas maternal maupun fetal pada ibu dengan herpes gestationis.

  • 7/29/2019 Herpes Gestasionis

    8/8

    KESIMPULAN

    Herpes gestationis merupakan penyakit autoimun yang terjadi selama kehamilan atau

    setelah melahirkan, ditandai oleh erupsi bulosa pruritus yang berhubungan dengan kehamilan

    atau tumor trofoblastik, mola hidatidosa dan koriokarsinoma, serta tidak berhubungan dengan

    infeksi virus. Angka kejadian herpes gestationis sekitar 1 dalam 50 000 kehamilan.

    Umumnya onset terjadi antara bulan keempat dan ketujuh kehamilan tetapi dapat

    terjadi pada trimester pertama dan periode post partum. Herpes gestationis disebabkan oleh

    adanya autoantibodi terhadap membran basalis kulit yang dicetuskan oleh deposit C3 pada

    dermal-epidermal junction. Herpes gestationis terjadi akibat proses imunogenetik dan

    reaktivitas silang potensial antara jaringan plasenta dan kulit.

    Pada awal perjalanan penyakitnya, lesi kulit terdiri dari papula urticated , plakat,

    lesi target dan bercak annulus, yang terasa gatal. Selanjutnya, akan muncul vesikel dan bula.

    Lesi biasanya pertama kali muncul di abdomen, berdekatan dengan umbilikus, namun dapat

    pula terjadi pada ekstremitas, palmar atau plantar. Lesi secara cepat menyebar ke seluruh

    tubuh.

    Diagnosis banding utama penyakit ini adalah pruritic urticarial papules and plaques of

    pregnancy (PUPPP ). Pemeriksaan imunopatologi menggunakan ELISA dapat menentukan

    diagnosis herpes gestationis dengan adanya deposit autoantibodi IgG pada area membran

    basalis. Pada kasus ringan, pengobatan yang diberikan steroid topikal, sering dikombinasikan

    dengan antihistamin sistemik. Pada saat timbul lesi vesikobulosa, diperlukan steroid sistemik.

    Beberapa kasus yang berat membutuhkan pengobatan siklofosfamid, dapson, metotreksat,

    IVIG atau plasmaparesis.

    Sekitar 8% terjadi kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Sebagian besar pasienmengalami remisi spontan dalam seminggu sampai sebulan pasca melahirkan. Tidak ada

    peningkatan morbiditas maternal maupun fetal pada ibu dengan herpes gestationis.