Post on 27-Jan-2016
description
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
KONSEP TEORI FRAKTURE
DISUSUN OLEH :
DAVID KURNIAWAN
DWI ANGGER WINARSIH
DWI JULIA PUTRI
GAVEDO GHANA PAMUNGKAS
HARDEZA ANGGARA
KASMI JUITA
MARYADI
SATRIA ADI NUGRAHA
ZAZA RIKI DT
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES BENGKULU PRODI D III KEPERAWATAN
T.A 2014/2015
A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang,biasanya disebabkan ole trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut,keadaan tulang,dan jaringa lunak disekitar tulang akan menetukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila
seluruh tulang patah,sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang. Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan fraktur(Michael A.Carter)
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Ftraktur
dapat disebabkan pukulan langsung,gaya remuk,gerakan punter mendadak,dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Bruner & sudarth 2002)
B. Etiologi Etiologi dan predisposisi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan
fraktur adalah :
1)Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan. Misalnya karena trauma yang tiba tiba mengenaii tulang dengan kekuatan
dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
patah
2)Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengok yang menyebabkan
fraktur transversal, tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
3)Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses patologis. Contonya
a) Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos secara cepat dan
rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena trauma minimal.
b) Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang disebabkan oleh
bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah.
c) Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan tulang
rawan(Arif Muttaqin, 2008).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Apley & Solomon (1995: 244), manifestasi klinis yang
muncul pada fraktur:
1. Kelemahan pada daerah fraktur
2. Nyeri bila ditekan atau bargerak
3. Krepitasi
4. Deformitas
5. Perdarahan (eksternal atau internal)
6. Syok
D. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Patah tulang biasanya terjadi
karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan
olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Doenges, 2000:629).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman
nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. (Sylvia, 1995 : 1183)
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior
lateral.
b. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
d. Hitung darah kapiler
1. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
2. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
3. Kadar Ca kalsium, Hb.
F. Fokus pengkajian
Fokus pengkajian menurut Doenges (2000: 761)
1. Aktifitas istirahat
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder dari pembengkakan jaringan: nyeri
2. Sirkulasi
a. Takikardi (respon stress, hipovolemi)
b. Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cidera.
3. Neoro Sensori
a. Hilang pergerakan
b. Kesemutan
c. Deformitas lokal
4. Nyeri atau kenyamanan
Nyeri berat, spasme otot.
5. Keamanan
Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perubahan warna.
G. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Henderson (1997), Bruner dan Suddarth’s
(1995) adalah :
1. Syok
2. Infeksi
3. Nekrosis vaskuler
4. Malonian
5. Non Union
6. Delayed union
7. Kerusakan arteri
8. Sindroma kompartemem
9. Sindroma emboli lemak
G. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1. Penatalaksanaan secara umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru
lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada
jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya
fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur,
penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien
yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan
yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas
bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang
sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di
distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan
bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan
diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin
harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan
untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur,
deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis;
sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi
Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim
dilakukan :
· Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
· Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,
paku dan pin logam
· Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang
berpenyakit.
· Amputasi : penghilangan bagian tubuh
· Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka
· Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
· Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis
· Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi
dengan logam atau sintetis
· Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
· Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia.
4. Prinsip penanganan fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :
a. Reduksi,
– Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
– Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya.
– Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan:
a) Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan“Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan
imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai
ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang
oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
b) Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c) Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi,
– Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
– Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan
– Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal”
bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-
alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)
Tabel.1. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur
No Posisi / lokasi fraktur Lamanya dalam minggu
1. Falang (jari) 3-5
2. Metakarpal 6
3. Karpal 6
4. Skafoid 10 (atau sampai terlihat penyatuan pada sinar-
x)
5. Radius dan ulna 10-12
6. Humerus :
· Supra kondiler
· Batang
· Proksimal (impaksi)
· Proksimal (dengan
pergeseran)
3
8-12
3
6-8
7. Klavikula 6-10
8. Vertebra 16
9. Pelvis 6
10. Femur :
· Intrakapsuler
· Intratrokhanterik
· Batang
· Suprakondiler
24
10-12
18
12-15
11. Tibia : 8-10
· Proksimal
· Batang
· Maleolus
14-20
6
12. Kalkaneus 12-16
13. Metatarsal 6
14. Falang (jari kaki) 3
c. Rehabilitasi,
– Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit
– Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi
dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status
neurovaskuler (misalnya; pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan),
mengontrol ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan pengaturan otot,
partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara
bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Tabel.2. Ringkasan tindakan terhadap fraktur
Sasaran Tindakan terhadap fraktur
· Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal (reduksi)
· Mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi)
· Mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena
(rehabilitasi)
Metode untuk mencapai reduksi fraktur
· Reduksi tertutup
· Traksi
· Reduksi terbuka
Metode mempertahankan imobilisasi
· Alat eksterna
· Alat interna
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
· Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
· Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
· Memantau status neuruvaskuler
· Mengontrol kecemasan dan nyeri
· Latihan isometric dan setting otot
· Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
· Kembali aktivitas secara bertahap
H. Jenis – jenis Fraktur
1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit
masih utuh.
3. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur
dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
digradasi menjadi:
Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan wajah
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget,
metastasis tulang, tumor).
12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada prlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Segera setelah cedera perlu untuk meimobilisasi bagian yang cedera apabila klien akan dipindhkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh yang mengalami cedera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.
I. Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :1. Fase hematum :
Dalam waktu 25 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
2. Fase granulasi jaringan :
Terjadi 1-5 hari setelah injury Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru
fogoblast dan osteoblast. 3. Fase formasi callus :
Terjadi 6-10 hari setelah injuri Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus.
4. Fase ossificasi1:
Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh Callus permanen akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium
yang menyatukan tulang yang patah.
5. Fase consolidasi dan remadelling : Dalam aktu lebih dari 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan
oksifitas osteoblast dan osteuctas.
Sedangkan Tahapan penyembuhan tulang terdiri menurut Rasjad. C, 1998
yaitu : inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan
remodeling.
1. Tahap Inflamasi. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera
dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi
oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi
inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
2. Tahap Proliferasi Sel. Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut
dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang
berlebihan akan merusak sruktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan
potensial elektronegatif.
3. Tahap Pembentukan Kalus. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk
kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan
dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis
fargmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan
dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan endokondral.
Patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai
empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu
dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling). Tahap akhir perbaikan patah tulang
meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun
tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang. Tulang
kanselus mengalami penyembuhan danremodeling lebih cepat daripada tulang kortikal
kompak, khususnya pada titik kontak langsung.
Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami
remodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara
progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi
osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup,
dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang positif,
sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negative. Remodeling juga terjadi
setelah penyembuhan suatu fraktur. (Rasjad. C, 1998)
J. WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan
beberapa factor penting pada penderita, antara lain: Umur penderita Waktu penyembuhan tulang
pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena
aktivitas proses osteogenesis pada daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan
dengan proses remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila
umur bertambah Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding dengan fraktur oblik karena kontak yang
lebih banyak. Pergeseran awal fraktur Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak,
maka penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya
pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih
hebat. Vaskularisasi pada kedua fragmen Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang
baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya
jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau bahkan
mungkin terjadi nonunion. Reduksi dan Imobilisasi Reposisi fraktur akan memberikan
kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang
sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu
penyembuhan fraktur. Waktu imobilisasi Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu
penyembuhan sebelum terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat
besar. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak. Bila ditemukan
interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan
menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur. Adanya infeksi Bila terjadi infeksi didaerah
fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur tertutup atau fraktur terbuka, maka akan
mengganggu terjadinya proses penyembuhan. Cairan Sinovia Pada persendian dimana terdapat
cairan sinovia merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
Gerakan aktif dan pasif anggota gerak Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi. Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu – 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar setengah waktu penyembuhan dari pada orang dewasa.