Post on 04-Feb-2021
FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN
THYROID EYE DISEASE
OLEH
Yoyok Nike Subagio
NPM : 131221150505
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter
Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN
THYROID EYE DISEASE
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Yoyok Nike Subagio
NPM : 131221150505
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter
Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal
Seperti tertera di bawah ini
Bandung, 29 Desember 2020
Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., Sp. M(K)
Pembimbing 1
dr. Syumarti, Sp. M(K), M.Sc
Pembimbing 2
Dr. Hikmat Permana, dr., SpPD-KEMD
Pembimbing 3
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor) baik
dari Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari Tim
Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi.
Bandung, Desember 2020
Yang membuat pernyataan,
Yoyok Nike Subagio, dr.
131221150505
ii
ABSTRAK
LatarBelakang: Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), yang dikenal
sebagai Graves Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah
penyebab paling umum penyakit orbital pada orang dewasa dan penyebab
morbiditas pasien. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya peradangan,
yang mengakibatkan terjadinya produksi berlebih dari glycosaminglycans (GAG)
dan adipogenesis. Proses ini diinduksi oleh pelepasan sitokin inflamasi lokal.
Salah satu faktor risiko yang dicurigai berhubungan dengan tingkat
keparahan TED adalah rokok.Asap tembakau mengandung zat sianida yang
ketika dihisap akan diubah menjadi tiosianat kimia yang dapat mempengaruhi
fungsi dari kelenjar tiroid.
Tujuan: Untuk mengetahui apakah rokok merupakan faktor risiko TED.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan
cross-sectional. Seluruh pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan
dimasukkan sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel penelitian dilakukan
secara consecutive sampling
Hasil: Dari analisis didapatkan perbandingan karakteristik subjek penelitian pada
kelompok pasien dengan TED dan tanpa TED sebagai faktor risiko terjadinya
TED didapatkan hanya variabel terapi yang memberikan hasil yang bermakna
dengan nilai p= 0.012. pada tabel 4.2 perbandingan antara jumlah rokok, jenis
rokok, paparan asap rokok dan status merokok sebagai faktor risiko terjadinya
TED, didapatkan hasil yang bermakna pada semua variabel yang di teliti (nilai
p
iii
ABSTRACT
Background: Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), known as Graves
Ophthalmopathy (GO) or Thyroid Eye Disease (TED), is the most common cause
of orbital disease in adults and a significant cause of morbidity in patients with
Graves' disease. The main cause of TED is inflammation, which results in the
overproduction of glycosaminglycans (GAG) and adipogenesis. This process
thought to be induced by the release of local inflammatory cytokines. One of risk
factor that associated with TED severity was smoking. Tobacco smoke contains
cyanide which when inhaled is converted into chemical thyocyanates that can
affect the function of the thyroid gland.
Objective: To determine whether smoking is a risk factor for TED.
Methods: This study was an analytic observational study with a cross-sectional
design. All patients who met the inclusion criteria will be included as study
subjects. The research sample was taken by consecutive sampling
Results: From the comparative analysis of the comparison of the study subjects in
the patient group with TED and without TED as a risk factor for which TED was
applied, it was found that only the therapeutic variables gave the results obtained
with a value of p = 0.012. In table 4.2, the comparison between the number of
cigarettes, type of cigarette, exposure to cigarette smoke and smoking status as a
risk factor is obtained, the results obtained for all the variables studied (p value
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan
rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis pada
Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-I) Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran/Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit
Mata Cicendo.
Penulis menyampaikan rasa hormat kepada Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E.,
M.SIE selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr. Med. Setiawan,
dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program Pendidikan
Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irayanti, dr., Sp.M(K), MARS
selaku Direktur Utama PMN Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Irayanti,dr.,
Sp.M(K),MARS selaku Direktur Utama dan Dr. Feti Karfiati Memed, dr.,
Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan Pendidikan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat belajar, bekerja, dan menggunakan
sarana dan prasarana di Rumah Sakit Mata Cicendo.
Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiman,
dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M(K), M.Kes.,
v
sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran, beserta seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran untuk segala ilmu dan dukungan
yang diberikan, serta telah menjadi teladan bagi penulis selama menempuh
pendidikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang luar biasa penulis sampaikan
kepada Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., SpM(K), selaku pembimbing I dan dr.
Syumarti, Sp. M(K), M.Sc, selaku pembimbing II dan Dr. Hikmat Permana, dr.,
SpPD-KEMD selaku pembimbing III yang dengan sabar membimbing,
memberikan masukan dan arahan selama penelitian berlangsung sehingga
penelitian ini berjalan dengan lancar sampai tahap akhir penyelesaian tesis ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Irawati Irfani, dr.,
Sp.M(K), M.Kes., selaku Ketua Sidang, Susanti Natalya Sirait, dr., SpM(K),
M.Kes selaku penilai, Dr. Shantie F. Boesoerie, dr., SpM(K), selaku penilai dan
dr. Aldiana Halim, SpM(K) yang telah banyak memberikan masukan dan
gagasan sehingga pada akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan
terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pegawai Poli Rekonstruksi dan
Oculoplasti PMN Rumah Sakit Mata Cicendo dan Ibu Nurvita Trianasari yang
telah membantu dalam pengumpulan dan pengolahan data penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Ambarwati, Ibu
Mumbaryatun, Bapak Ajat Sudrajat, dan Mas Ludfi selaku staf sekretariat dan
pustakawan Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
yang telah banyak membantu penulis selama masa pendidikan. Terima kasih juga
vi
disampaikan kepada seluruh karyawan PMN Rumah Sakit Mata Cicendo atas
segala bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa pendidikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan residen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran atas
kebersamaannya selama menempuh pendidikan, teristimewa kepada keluarga
penulis dari angkatan Maret 2016; Viora Rianda Piscaloka, Joan Sherlone T.H.,
Angel F. Marnida S., Prettyla Yollamanda, Dian Paramitasari, Sindi Dwijayanti,
Lucky Fitrada, dan Rizki Rahma Nauli, serta kakak-kakak tersayang; Mega
Wulan, Dianita Veulina, Grace Farinthska, Mendy Candella, Niluh Putu Ayu,
Sonie Umbara, dan Puti Ayu Tiara.
Penghormatan, cinta dan rasa syukur tak terhingga ditujukan kepada
keluarga tercinta yang senantiasa dirindukan penulis; Monik Perwitasari dr., M.
Cakra Athaya Subagio, M. Hafiz Erlangga Subagio, M. Rayyan Alfarizqi
Subagio, serta untuk orang tua terkasih dengan segenap adik-adik tercinta;
Sanimun, Suparmi, Erma Budi Susilowati, Rizal Tri Susilo, Nono Sudiono, Siti
Djunaeni, Yudha Perwira Putra, Mirda Tiarasari yang telah memberikan kasih,
kehangatan, tawa, dan doa kepada penulis. Akhir kata, semoga Allah SWT
melimpahkan seluruh karma baik atas semua yang telah diberikan oleh pihak-
pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
vii
Bandung, November 2020
Penulis,
Yoyok Nike Subagio
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
ABSTRACT....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................ 5
1.4.1 Kegunaan Ilmiah ............................................................................. 5
1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS ..................................................................................................... 6
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................. 6
2.1.1 Anatomi Orbita Manusia .................................................................. 6
2.1.2 Kelenjar Tiroid ................................................................................ 8
2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid ............................................................... 11
ix
2.1.4 Thyroid Eye Disease ...................................................................... 15
2.1.5 Efek merokok pada Thyroid Eye Disease ......................................... 24
2.2 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 28
2.2.1 Alur Kerangka Pemikiran ................................................................ 31
2.3 Premis dan Hipotesis ....................................................................... 32
2.3.1 Premis ............................................................................................. 32
2.3.2 Hipotesis.......................................................................................... 32
BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN ..................................... 33
3.1 Objek dan Sampel Penelitian ........................................................... 33
3.1.1 Subjek Penelitian ............................................................................. 33
3.1.2 Sampel............................................................................................. 33
3.1.3 Pemilihan Sampel ............................................................................ 33
3.1.4 Kriteria Inklusi ................................................................................ 34
3.1.5 Kriteria Eksklusi .............................................................................. 34
3.1.6 Penentuan Besar Sampel .................................................................. 34
3.2 Metode Penelitian ............................................................................ 35
3.2.2 Rancangan Penelitian ....................................................................... 35
3.2.2.1 Bebas dan Tergantung ..................................................................... 36
3.2.3 Definisi Operasional ........................................................................ 36
3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data ........................................ 39
3.2.5 Rancangan Analisis ......................................................................... 40
3.2.6 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 41
3.2.7 Implikasi / Aspek Etik Penelitian ..................................................... 41
x
3.3 Alur Penelitian ................................................................................ 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 44
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 44
4.2 Uji Hipotesis .................................................................................... 47
4.3 Pembahasan ..................................................................................... 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 52
5.1 Simpulan ......................................................................................... 52
5.2 Saran ............................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Otot Ekstraokuler ……………............................................ 7
Gambar 2.2. Anatomi Tiroid ……………………................................... 9
Gambar 2.3. Interaksi antara Orbital Fibroblast dan Proses Autoimun
Menuju Perubahan Jaringan Karakteristik
Ophthalmopathy Graves ……………………....................
21
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik Subjek Penelitian pada kelompok
pasien dengan TED dan Tanpa TED …….......
45
Tabel 4.2 Perbandingan antara Jumlah Rokok, Jenis Rokok, Status
Merokok …………………………………........................
46
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Komite
Etik………………………………..………………..
56
Lampiran 2 Data Hasil
Penelitian…………………………………………
58
Lampiran 3 Perhitungan Analisis
Statistik………………………………...………………..
62
Lampiran 4 Kuesioner …………………………………...…………… 85
Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup
………………………………………...………………..
86
xiv
DAFTAR SINGKATAN
AS : Amerika Serikat
cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate
CN : Cranial Nerve
FT4 : Free Thyroxine
FT3 : Free Triiodothyronine
GAG : Glycosaminglycans
GO : Graves Ophthalmopathy
HLA-DR : Human Leucocyte Antigen-DR
IgG : Imunoglobulin G
IGF-1 : Insulin-Like Growth Factor-1
LATS : Long-Acting Thyroid Stimulator
Ofs : Orbital fibroblast
TAO : Thyroid-Associated Ophthalmopaty
TBII TSH : Binding Inhibitor Immunoglobulin Thyroid Stimulating Hormone
TED : Thyroid Eye Disease
TNF : Tumor Necrosis Factor
TRH : Thyrotropin-Releasing Hormone
TSH : Thyroid Stimulating Hormone
https://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyrotropin-releasing_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormone
xv
TSI : Thyroid stimulating immunoglobulin
T3 : Triiodothyronine
T4 : Tiroksin
https://www.alodokter.com/ini-kegunaan-pemeriksaan-hormon-tiroksin
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), yang dikenal sebagai Graves
Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah penyebab paling
umum penyakit orbital pada orang dewasa dan merupakan penyebab
signifikan morbiditas pada pasien dengan penyakit Graves. Penyakit ini
merupakan suatu proses autoimun, yang berpotensi mengancam penglihatan,
merusak penampilan dan menurunkan kualitas hidup. TED pada umumnya terjadi
pada penyakit graves. Terdapat sekitar 25-50% pasien
dengan hipertiroidisme Graves dengan keterlibatan mata yang dapat mengancam
penglihatan karena neuropati optik atau kerusakan kornea pada 3-5% pasien.1-3
Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan
kelainan multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti tirotoksikosis,
oftalmopati, limfadenopati, dermatopati dan meningkatnya kadar thyroid-
stimulating immunoglobulins dalam darah. Insidensi kejadian penyakit graves di
Amerika Serikat sekitar 0.4%, dan di Inggris sekitar 0.3%. Penderita perempuan
lebih banyak 6 sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan laki-laki, dan umur
penderita umumnya sekitar 30-50 tahun. Sebuah studi di Amerika tentang pasien
penyakit graves di dapatkan tingkat insiden secara keseluruhan untuk wanita
adalah 16 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan untuk pria adalah 3
kasus per 100.000 penduduk per tahun. Thyroid Eye Disease lebih sering terjadi
pada wanita dibanding pria (86% dibandingkan 14% kasus). Tingkat insiden
https://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/morbidityhttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/graves-diseasehttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/hyperthyroidismhttps://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/optic-nerve-disease
2
puncak pada wanita terjadi pada kelompok usia 60-64 tahun, dan 45-49 tahun
pada pria.4-7
Thyroid Eye Disease merupakan penyebab tersering proptosis unilateral
atau bilateral pada dewasa. Gejala dan tanda klinis TED yang sering muncul pada
kasus ringan, terdiri dari iritasi okular, mata kering dan perih, bila kasus sudah
lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora, diplopia, dan merasakan adanya
tekanan di belakang bola mata. Tanda klinis merupakan suatu karakteristik dan
mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati ekstraokuler
restriktif dan neuropati optik. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya
peradangan, yang mengakibatkan terjadinya produksi berlebih dari
glycosaminglycans (GAG) dan adipogenesis. Proses ini diperkirakan diinduksi
oleh pelepasan sitokin inflamasi lokal.1, 2, 8
Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti yang telah mempelajari
sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan atau memburuknya
kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED dibagi menjadi
dua, kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium radioaktif,
distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis kelamin.
Salah satu faktor risiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan
perkembangan atau penurunan TED adalah berhubungan dengan rokok. 9
Senyawa tembakau diduga bertindak dalam beberapa cara yang mungkin
berhubungan dengan TED. Perubahan jaringan lunak orbita adalah salah satu
mekanisme utama di mana merokok kemungkinan dapat mempengaruhi
perkembangan dari TED. Pada perokok terdapat keterlibatan orbita tiga kali lebih
3
besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan
berkepanjangan. Merokok juga berkaitan dengan eksaserbasi oftalmopati setelah
menjalani terapi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh A Sadeghi-Tari. dkk,
perokok memiliki jumlah proptosis yang lebih besar dan penyakit yang lebih aktif
dan berat daripada bukan perokok atau orang yang memiliki riwayat perokok. 10, 11
Pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan mungkin terlibat
dalam proses perkembangan ke arah TED. Radikal superoksida dapat
menginduksi fibroblast orbital pada pasien dengan TED, untuk perkembangannya
sendiri tergantung dari jumlah rokok, dan banyaknya asap rokok sendiri yang
masuk ke dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan berbagai oksidan dan radikal
bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang fibroblas orbital, dan
mensintesis GAG. Fibroblas orbital yang bertambah telah terbukti meningkatkan
ekspresi antigen leukosit manusia (HLA-DR), menunjukkan mekanisme yang
memungkinkan dengan merokok dapat mengubah respons imun orbital pada TED.
Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves lima kali lebih besar
kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang bukan
perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan antara rokok dan keparahan
TED, termasuk keparahan TED yang berhubungan dengan jumlah rokok yang
dihisap per hari dan persentase perokok berat yang lebih tinggi pada pasien
dengan oftalmopati yang lebih parah. Beberapa studi prospektif, menyebutkan
bahwa mantan perokok memiliki risiko lebih rendah untuk berkembang menjadi
TED dibandingkan dengan perokok.3, 12
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Sadeghi-Tari%20A%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=27540833
4
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 51,1 persen rakyat
Indonesia adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini
sangat jauh berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam
0,06% dan Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari
golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan
buruh mencakup 44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30
hingga 34 tahun. Sebanyak 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif,
walaupun tentunya perokok pasif akan lebih banyak. 13
Faktor risiko eksternal tersebut penting untuk diketahui oleh klinisi agar
dapat memprediksi jalan penyakit TED dan mempermudah Pengambilan
keputusan klinis untuk tatalaksananya. Sejauh ini, hanya sedikit faktor risiko yang
dibahas, diantaranya efek merokok pada pasien graves. Merokok adalah risiko
yang dapat dicegah agar tidak berkembang menjadi TED, dan tingkat keparahan
TED terkait dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Dengan besarnya
jumlah perokok yang cukup besar di indonesia, dan mengingat adanya perbedaan
dari genetik, ras dan wilayah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan menganalisis apakah merokok merupakan faktor risiko pada penderita TED di
Indonesia, yang akan menjadi dasar bahwa mengkonsumsi rokok berisiko untuk
terjadinya TED, sehingga dibuat tema sentral sebagai berikut:
Thyroid Eye Disease merupakan penyebab signifikan morbiditas pada
pasien dengan penyakit Graves, penyakit graves sendiri merupakan penyebab
paling umum untuk terjadinya hipertiroid. Pada kelainan hipertiroid terjadi
peningkatan kadar tiroksin bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau
keduanya mengarah pada kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. TED merupakan
penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada dewasa. Mekanisme
utama TED adalah peradangan, dimana terjadi produksi berlebih dari
glycosaminglycans (GAG), dan adipogenesis yang didorong oleh pelepasan
https://id.wikipedia.org/wiki/ASEANhttps://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/morbidityhttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/graves-disease
5
sitokin inflamasi. Salah satu faktor risiko eksternal yang dicurigai berhubungan
dengan perjalanan penyakit (TED) adalah merokok yang dapat meningkatkan
keterlibatan orbita tiga kali lebih besar dan menyebabkan perubahan jaringan
lunak orbita. Proses ini dimulai dari fase aktif (inflamasi) dimana terjadi
pelepasan sitokin yang merangsang fibroblas orbital untuk berkembang dan
menghasilkan mucopolysaccharides, yang menyerap air. Akibatnya, otot-otot
ekstraokular menebal dan volume adiposa serta jaringan ikat retroorbita akan
meningkat sehingga akan mengakibatkan adanya gangguan pada orbita seperti
gangguan gerak bola mata dan diplopia. Asap tembakau mengandung zat sianida
yang ketika dihisap akan diubah menjadi tiosianat kimia yang dapat
mempengaruhi fungsi dari kelenjar tiroid. Oleh karena itu penulis ingin meneliti
apakah merokok menjadi faktor risiko peningkatan terjadinya TED pada pasien
dengan hipertiroid
1.2 Rumusan Masalah
Apakah merokok merupakan faktor risiko bagi terjadinya TED pada
pasien hipertiroid.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah merokok merupakan faktor risiko TED.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai ilmu pengetahuan dan
memiliki manfaat sebagai berikut :
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini di harapkan menjadi bukti ilmiah dalam perkembangan ilmu
kesehatan mata, khususnya sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang faktor
risiko merokok pada pasien graves.
1.4.2 Kegunaan praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi klinisi dalam
memberikan penjelasan bagi pasien dengan TED mengenai faktor risiko eksternal
yang dapat berpengaruh dalam perjalanan penyakitnya.
https://www.verywellhealth.com/the-thyroid-gland-and-thyroid-hormones-4149834
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, PREMIS DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Anatomi Orbita Manusia
Mata dibagi menjadi segmen anterior dan segmen posterior. Segmen anterior
terdiri dari kornea, iris dan lensa dan segmen posterior yang lebih besar, terdiri dari
koroid, retina, humor vitreous, dan saraf optik. Mata berada di dalam rongga
pelindung yang disebut rongga orbita. Dalam rongga orbita terdapat enam otot
ekstraokular di rongga orbita melekat pada mata. Otot-otot ini berfungsi untuk
menggerakkan mata ke atas, ke bawah, dari sisi ke sisi, dan memutar mata. 1). Otot
rektus superior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi medial bola mata, 2). Otot
rektus inferior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi lateral bola mata, 3). Otot
oblik inferior untuk berfungsi adduksi dan elevasi, 4). Otot rektus medial berfungsi
untuk pergerakan adduksi, ke empat otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotor (CN
III), 5). Otot rektus lateral berfungsi untuk gerakan abduksi bola mata yang
dipersarafi oleh nervus abdusen (CN VI), 6). Otot oblik superior berfungsi untuk
gerakan abduksi bola mata yang dipersarafi oleh nervus troklearis (CN IV). Fungsi
otot ekstraokular dapat dinilai secara bersamaan dengan otot ekstraokular lainnya
selama pemeriksaan klinis. Pergerakan otot ekstraokular dapat dinilai dengan
meminta pasien melihat ke sembilan arah. 14, 15, 16
https://www.aao.org/eye-health/anatomy/eye-muscleshttps://www.aao.org/eye-health/anatomy/eye-muscleshttps://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/trochlear-nerve/
7
Gambar 2.1 Otot Ekstraokuler16
Untuk mengendalikan gerakan bola mata terdapat 3 pasang otot yang cara
kerjanya bersifat antagonis yaitu: otot rektus lateral dan medial, otot rektus superior
dan inferior, dan otot obliq superior dan inferior. Otot-otot ini bertanggung jawab
untuk pergerakan mata pada tiga sumbu yang berbeda: 1). Gerakan horisontal, baik
ke arah hidung (adduksi) atau menjauh dari hidung (abduksi); 2). Gerakan vertikal,
baik elevasi atau depresi; dan torsional, 3). Gerakan diagonal yang membuat mata
bergerak ke arah hidung (intorsi) atau menjauh dari hidung (ekstorsi). Gerakan
horizontal dikendalikan sepenuhnya oleh otot-otot rektus medial dan lateral; otot
rektus medialis bertanggung jawab untuk adduksi, otot rektus lateral untuk
abduksi. Gerakan vertikal membutuhkan tindakan terkoordinasi dari otot-otot rektus
superior dan inferior, serta otot-otot oblik.16
Rektus Superior
Rektus Medial
Rektus Inferior Oblik Inferior
Rektus Lateral
Oblik Superior
8
2.1.2 Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid adalah kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak di pangkal
leher, terdiri dari dua lobus yang berada di kedua sisi trakea. Kelenjar tiroid
merupakan perkembangan dari suatu evaginasi epitel faring yang turun sebagai
bagian dari duktus tiroglosus dari foramen sekum, terletak di leher bagian anterior.
Berat tiroid dewasa normal sekitar 15 sampai 25 gram. Kelenjar tiroid memiliki
banyak jaringan kapiler intra kelenjar yang di pasok oleh arteri tiroidalis superior dan
inferior. Serat saraf dari ganglia simpatis servikalis secara tidak langsung
mempengaruhi sekresi tiroid dengan bekerja pada pembuluh darah. Tiroid dibagi oleh
sekat tipis yang menjadi lobulus-lobulus yang terdiri dari 20 sampai 40 folikel.
Folikel ini dilapisi oleh epitel kuboid dan terisi oleh tiroglobulin positif. Tiroid
melepaskan hormon yang diperlukan untuk banyak fungsi vital tubuh, termasuk
metabolisme, detak jantung, suhu tubuh, pertumbuhan dan perkembangan. 17, 18
Ada tiga hormon yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid,
yaitu tiroksin (T4), triiodothyronine (T3), dan kalsitonin. Kalsitonin juga berperan
dalam homeostasis kalsium. Sekresi dua hormon tiroid diatur oleh Thyroid
Stimulating Hormone (TSH), yang dikeluarkan dari kelenjar hipofisis
anterior . Thyroid Stimulating Hormone diatur oleh Thyrotropin-Releasing
Hormone (TRH), yang diproduksi oleh hipotalamus.
https://www.alodokter.com/risiko-penyakit-yang-mengintai-kelenjar-tiroidhttps://www.alodokter.com/ini-kegunaan-pemeriksaan-hormon-tiroksinhttps://en.wikipedia.org/wiki/Calcitoninhttps://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_metabolism#Regulation_of_calcium_metabolismhttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Anterior_pituitaryhttps://en.wikipedia.org/wiki/Anterior_pituitaryhttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyrotropin-releasing_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyrotropin-releasing_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Hypothalamus
9
Gambar 2.2 Anatomi Tiroid 19
Karena hormon tiroid memegang peranan penting bagi tubuh, produksi yang
berlebihan maupun terlalu sedikit akan berdampak langsung kepada kesehatan tubuh
secara umum. Sebagai respon terhadap faktor-faktor trofik dari hipotalamus, tirotrof
di hipofisis anterior melepaskan TSH (tirotropin) ke dalam sirkulasi. Terikatnya TSH
ke reseptornya di epitel folikel tiroid menyebabkan pengaktifan dan perubahan
konformasi reseptor sehingga reseptor berikatan dengan protein G stimulatorik.
Pengaktifan dari protein G akan menyebabkan peningkatan kadar cAMP intrasel,
yeng merangsang pertumbuhan tiroid, dan sintesis hormon serta pelepasan melalui
protein kinase dependen cAMP. 17, 18, 20, 21
Sel epitel folikel tiroid akan merubah tiroglobulin menjadi T4 dan sebagian
kecil menjadi T3. Tiroksin dan triiodothyronine akan dilepaskan ke dalam sirkulasi
sistemik, dan sebagian besar dari peptida ini akan terikat ke protein plasma. Protein
Tulang Hyoid
Arteri tiroid superior
Carotid arteri Trachea
Isthmus
Cartilago Thyroid
https://www.alodokter.com/ini-kegunaan-pemeriksaan-hormon-tiroksin
10
pengikat ini berfungsi mempertahankan konsentrasi T3 dab T4 bebas dalam jumlah
yang terbatas, tetapi menjamin bahwa hormon tersedia bagi jaringan. Di jaringan
perifer sebagian besar T4 bebas akan mengalami deiodenasi menjadi T3. Lalu T3
akan berikatan dengan reseptor hormon tiroid di nukleus sel sasaran dengan aktivasi
sepuluh kali lipat di bandingkan T4 sehingga aktivitasnya lebih besar. Hormon tiroid
memiliki beragam efek pada sel, termasuk peningkatan katabolisme karbohidrat dan
lemak serta stimulasi sintesis protein di berbagai jenis sel. Hasil akhirnya adalah
meningkatnya laju metabolik basal. Salah satu fungsi terpenting hormon tiroid adalah
perannya dalam perkembangan otak karena tidak adanya hormon tiroid akan
memperngaruhi pertumbuhan intlektual.18
Sejumlah bahan kimia dapat menghambat fungsi kelenjar tiroid yang di sebut
goitrigen, bahan ini akan menekan sintesis T3 dan T4, kadar TSH meningkat dan
terjadi pembesaran hiperplastik kelenjar. Obat antitiroid akan menghambat oksidasi
iodida dan menghentikan pembentukan hormon tiroid, selain itu juga menghambat
deiodinasi T4 menjadi T3 pada sirkulasi jaringan perifer sehingga dapat mengurangi
gejala dari kelebihan hormon tiroid. Iodida dapat menghambat pelepasan hormon
tiroid, dalam dosis besar iodida akan menghambat proteolisis tiroglobulin. Folikel
kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikel atau sel C yang berfungsi untuk
membentuk dan mengeluarkan hormon kalsitonin yang berperan meningkatkan
penyerapan kalsium oleh sistem tulang dan juga menghambat resorpsi tulang oleh
osteoklas. 18
11
2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid
Kelenjar tiroid memiliki peran penting untuk mengatur berbagai proses
metabolisme di seluruh tubuh. Berbagai jenis gangguan tiroid mempengaruhi struktur
atau fungsi dari tiroid itu sendiri. Fungsi kelenjar tiroid diatur oleh mekanisme umpan
balik yang melibatkan otak. Ketika kadar hormon tiroid rendah, hipotalamus di otak
menghasilkan hormon yang dikenal sebagai TRH yang menyebabkan kelenjar
pituitari untuk melepaskan TSH. TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk
melepaskan lebih banyak T4. Karena kelenjar tiroid dikendalikan oleh kelenjar
hipofisis dan hipotalamus, gangguan jaringan ini juga dapat mempengaruhi fungsi
tiroid dan menyebabkan masalah tiroid. Ada beberapa jenis gangguan tiroid spesifik
yang meliputi: Hipotiroidisme, Hipertiroidisme, Gondok, Nodul tiroid, Kanker
tiroid.18, 21
Tirotoksikosis adalah suatu keadaan hipermetabolik akibat meningkatnya
kadar T3 dan T4 bebas dalam darah, umumnya disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar
tiroid keadaan ini sering disebut dengan hipertiroidsme. Hipertiroidisme dibagi
menjadi 2 yaitu hipertiroidisme primer dan sekunder hal tersebut untuk mengetahui
hipertiroidsme yang berasal dari kelainan tiroid intrinsik dan yang ditimbulkan dari
proses di luar tiroid seperti tumor hipofisis. Pada hipertiroidisme terjadi serangkaian
gangguan yang melibatkan sintesis berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Hipertiroidisme ditandai dengan penurunan konsentrasi TSH dan konsentrasi
peningkatan hormon tiroid T 4 dan T 3. Peningkatan yang dihasilkan dalam kadar
thyroxine bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau keduanya mengarah pada
https://www.medicinenet.com/hyperthyroidism_pictures_slideshow/article.htmhttps://www.medicinenet.com/image-collection/pituitary_gland_picture/picture.htmhttps://www.medicinenet.com/image-collection/pituitary_gland_picture/picture.htmhttps://www.medicinenet.com/hypothyroidism/article.htmhttps://www.medicinenet.com/hyperthyroidism/article.htmhttps://www.medicinenet.com/thyroid_nodules/article.htmhttps://www.medicinenet.com/thyroid_cancer/article.htmhttps://www.medicinenet.com/thyroid_cancer/article.htm
12
kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. Tiga penyebab tersering terjadinya
tirotoksikosis yang juga disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar adalah Hiperplasia
difus tiroid yang 85 % kasus disebabkan oleh penyakit graves, gondok multinodular
hiperfungsional, dan adenoma tiroid hiperfungsional. 18
Manifestasi klinis dari hipertiroidisme dapat beragam dan mencakup
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh overaktivitas sistem saraf simpatis yang
berlebihan. Jumlah hormon tiroid yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan
laju metabolik basal sehingga pasien akan sering mengalami intoleransi terhadap
panas dan akan sering berkeringat. Peningkatan laju metabolik basal juga dapat
menyebabkan penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat. Sebagian
pasein tirotoksikosis mengalami disfungsi diastolik reversibel dan gagal jantung.
Kelainan yang muncul di sistem neuromuskulus dapat menyebabkan tremor, emosi
tidak stabil, rasa cemas, sulit konsentrasi dan insomnia. 18, 22, 23
Gejala yang muncul pada mata sering menimbulkan perhatian akan
kemungkinan adanya hipertiroidisme. Mata tampak menonjol keluar dan lebar yang
disertai juga dengan terlambatnya kelopak mata saat menutup akibat dari rangsangan
simpatis yang berlebihan pada otot levator pelpebra superior. Pada TED proptosis
adalah gambaran yang hanya di jumpai pada penyakit graves. Diagnosis
tirotoksikosis di tegakkan saat pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebab
penurunan berat badan yang tidak jelas. 18, 22, 23
Hipertiroidisme merupakan serangkaian gangguan yang melibatkan sintesis
berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Diagnosis hipertiroidisme
13
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Hipertiroidisme ditandai dengan penurunan konsentrasi TSH dan konsentrasi
peningkatan hormon tiroid: T 4 dan T 3. Pengukuran konsentrasi dari TSH serum
dengan menggunakan uji TSH yang sensitif merupakan pemeriksaan yang terpenting
untuk hipertiroidisme karena kadar TSH dapat berkurang, bahkan pada stadium
paling awal sekalipun saat penyakit masih subklinis. Thyroid Stimulating Hormone
yang rendah dapat dipastikan dengan pengukuran T4 bebas yang meningkat. Thyroid
Stimulating Hormone yang terikat ke reseptor pada kelenjar tiroid akan menyebabkan
pelepasan hormon tiroid terutama T4 dan pada tingkat yang lebih rendah T3,
peningkatan kadar hormon ini yang bekerja pada hipotalamus untuk mengurangi
sekresi TRH dan dengan demikian juga sintesis TSH. Setiap proses yang
menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer hormon tiroid yang tidak terikat dapat
menyebabkan tirotoksikosis. Gangguan dari mekanisme homeostatis normal dapat
terjadi pada tingkat kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. 18, 22, 24
Hipotiroidisme disebabkan oleh gangguan struktural atau fungsional yang
menggangu pembentukan hormon tiroid dalam kadar yang cukup. akibat produksi
hormon tiroid yang tidak mencukupi, sehingga dapat berkembang menjadi masalah
di dalam kelenjar tiroid, kelenjar hipofisis, atau hipotalamus. Kasus hipotiroidisme
dibagi menjadi hipotiroidisme primer dan sekunder, tergantung dari akibat kelainan
intrinsik dalam tiroid atau terjadi karena penyakit hipofisis. Hipotiroidisme primer
merupakan kasus yang paling sering terjadi pada kasus hipotiroidisme. 18
https://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormone
14
Beberapa penyebab umum hipotiroidisme meliputi: Tiroiditis Hashimoto,
resistensi hormon tiroid, jenis tiroiditis lain, seperti tiroiditis akut dan tiroiditis
postpartum. Mekanisme terjadinya hipotiroidisme adalah, hipotalamus mengeluarkan
TRH yang merangsang kelenjar hipofisis untuk menghasilkan TSH. Thyroid
Stimulating Hormone merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi dan
mengeluarkan terutama T4 (sekitar 100-125 nmol setiap hari) dan jumlah T3 yang
lebih kecil. Tingkat T3 dan T4 yang sampai pada batas tertentu, akan memberikan
umpan balik negatif pada produksi TRH dan TSH. Perubahan struktur dan fungsi
organ atau jalur ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Penurunan produksi T4
menghasilkan peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis, menyebabkan
hipertrofi dan hiperplasia parenkim tiroid, sehingga menyebabkan peningkatan
produksi T3. Bila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat terjadi peradangan kronis
pada parenkim menyebabkan infiltrasi limfositik sel T yang dominan sehingga dapat
terjadi gangguan metabolisme dalam tubuh. 18, 22,25
Fungsi tiroid sangat penting untuk metabolisme hampir semua jaringan dan
sangat penting untuk perkembangan sistem saraf pusat pada janin dan anak-
anak. Efek dari tiroid berasal dari dua hormon yang mengandung yodium, T3 dan T4.
Yodium adalah elemen pembatas laju untuk sintesis hormon tiroid. Saat ini, satu-
satunya peran fisiologis yang dikenal untuk yodium dalam tubuh manusia adalah
dalam sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Iodide dilaporkan menghambat
berbagai langkah metabolisme dalam sel tiroid. Apabila terjadi kekurangan iodium,
maka produksi hormon tiroid juga akan berkurang. Hormon tiroid adalah suatu
https://www.medicinenet.com/thyroiditis/article.htmhttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormone
15
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan.25, 26, 27, 28
2.1.4 Thyroid Eye Disease
Thyroid Eye Disease (TED) adalah penyakit inflamasi orbital yang kompleks,
yang dapat mengancam penglihatan, melemahkan, dan menurunkan kualitas
hidup. TED juga dikenal sebagai oftalmopati Graves, penyakit ini dinamai menurut
Robert J. Graves, seorang dokter Irlandia yang pertama kali menggambarkan
tirotoksikosis pada seorang wanita yang mengalami gondok, detak jantung yang
cepat, dan exophthalmos. Penyakit graves ditandai dengan adanya trias pada keadaan
klinis; 1) hipertiroidisme, 2) oftalmopati infiltratif dan 3) dermopati infiltratif.
Perkembangan akut dari penyakit ini adalah suatu keadaan darurat okular, khususnya
kompresi saraf optik dan penyakit kornea sekunder akibat paparan. Sebagian besar
pasien dengan TED memiliki bukti biokimia hipertiroidisme dengan penyebab paling
umum adalah penyakit Graves. Waktu berkembang menjadi TED mungkin berbeda
antara pasien. Perjalanan penyakit tiap individu dapat berbeda-beda, baik tiroid
mendahului perkembangan TED, ada juga dimana gangguan tiroid dan TED timbul
pada saat yang bersamaan, dan ada juga pasien dengan TED sebagai manifestasi
pertama yang muncul sebelum terjadi gangguan tiroid. 18, 29, 30
Insidensi penyakit graves terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun, dan wanita
dapat terjadi lebih sering tujuh kali lipat di banding pria. Faktor genetik penting untuk
etiologi penyakit graves. Penyakit graves adalah penyakit autoimun yang disebabkan
16
terdapatnya sejumlah antibodi di dalam serum, termasuk antibodi terhadap reseptor
TSH, peroksisom tiroid dan tiroglobulin. Autoantibodi terhadap reseptor TSH
merupakan yang terpenting dalam patogenesis penyakit graves. Pada pasien graves
terdapat Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), serum pada pasien graves
memiliki suatu Long-Acting Thyroid Stimulator (LATS), yang berfungsi untuk
merangsang fungsi tiroid lebih lambat di bandingkan TSH. Long-Acting Thyroid
Stimulator merupakan antibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH dan
memiliki kerja seperti TSH yang merangsang adenil siklase yang menyebabkan
peningkatan pelepasan hormon tiroid. Terdapat juga hormon Thyroid Growth-
Stimulating Imunoglobulin yang berperan dalam proliferasi epitel folikel tiroid. 18
Salah satu autoantibodi terhadap reseptor TSH adalah TSH binding inhibitor
immunoglobulin (TBII) yang berperan mencegah TSH berikatan secara normal
dengan reseptor yang berada di dalam sel epitel tiroid. Terdapat beberapa bentuk dari
TBII ini meniru cara kerja dari TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel
tiroid, sedangkan bentuk yang lain menghambat fungsi dari sel tiroid. Dengan
ditemukannya keberadaan immunoglobulin perangsang dan penghambat pada serum
pasien yang sama, maka dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien graves secara
spontan mengalami episode hipotiroidisme. 18
Thyroid Eye Disease adalah penyakit yang secara signifikan menurunkan
kualitas hidup, dapat mengancam penglihatan. Oleh karena itu sangat penting bahwa
pencegahan penyakit yang lebih baik dapat dicapai jika morbiditas yang signifikan
terkait dengan kondisi ini harus diatasi. Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti
17
yang telah mempelajari sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan
atau memburuknya kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED
dibagi menjadi dua yaitu kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium
radioaktif, distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis
kelamin. Salah satu faktor resiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan
perkembangan atau penurunan TED adalah merokok. 31
Thyroid Eye Disease merupakan kelainan inflamasi autoimun dari orbit dan
jaringan periorbital serta penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada
dewasa. Gejala dan tanda klinis TED pada kasus ringan, terdiri dari iritasi okular,
mata kering dan perih, pada kasus lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora,
diplopia, dan merasakan tekanan di belakang mata. Tanda klinis merupakan suatu
karakteristik dan mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati
ekstraokuler restriktif dan neuropati optik. Retraksi kelopak mata atas adalah tanda
okuler yang paling umum dari TED. Retraksi kelopak mata disebabkan adanya
proptosis, selain itu proptosis juga menyebabkan lagophthalmos sehingga kornea
lebih rentan terhadap kekeringan dan dapat disertai dengan kemosis , abrasi epitel,
dan keratitis eksposure. 2, 8,
Diplopia terjadi akibat dari peradangan dan pembengkakan otot-otot
ekstraokular dan umumnya bersifat restriktif daripada paralitik. Rektus inferior
adalah otot yang paling sering terlibat. Retraksi kelopak mata atas disebabkan oleh
peningkatan stimulasi simpatik otot Muller, reaksi berlebihan otot levator saat
berkontraksi dengan rektus inferior yang ketat, atau jaringan parut antara levator dan
https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Autoimmune&usg=ALkJrhi6qn8Z2hROyhqy2XY1ADmVmlAfCAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Chemosis&usg=ALkJrhgWQv1rLHIGOrmr-JXNXx6zjbVpfAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Punctate_epithelial_erosions&usg=ALkJrhgH5cSK0PtTCtln0NdpR4W1Qi54JAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Superior_limbic_keratoconjunctivitis&usg=ALkJrhiu2xR33KabHlvA9yzglFERf-nOOw
18
jaringan di sekitarnya. Penyebab utama TED pada orbita adalah peradangan, dimana
terjadi produksi berlebih dari glycosaminglycans (GAG), dan adipogenesis, dan
proses ini terjadi karena adanya pelepasan sebagian oleh lokal sitokin inflamasi. 2, 8, 30
Peradangan otot ekstraokular dapat menyebabkan gerakan mata terbatas dan
proptosis. Saraf optik dapat dikompresi yang dapat menyebabkan neuropati optik
yang mengakibatkan hilangnya penglihatan permanen. Selain itu, autoimunitas
terhadap otot mata antigen calsequestrin dan orbital jaringan ikat antigen kolagen
memainkan peran dalam patogenesis TED. Fitur unik TED dibandingkan dengan
penyakit autoimun lainnya adalah penyakit ini sembuh sendiri, alasan yang mungkin
adalah tidak adanya jaringan limfoid dalam orbit. Penyakit ini dimulai dengan fase
aktif (inflamasi) dengan gejala dan tanda yang memburuk dengan cepat, mencapai
titik keparahan maksimum yang kemudian membaik tetapi tidak kembali seperti
semula (fase tidak aktif).29, 31, 32
Neuropati optik disebabkan oleh peradangan yang menghasilkan
deposisi kolagen dan glikosaminoglikan pada otot, yang mengarah pada pembesaran
dan fibrosis selanjutnya. Ada juga induksi lipogenesis oleh fibroblas dan preadiposit ,
yang menyebabkan pembesaran lemak orbital dan kompartemen otot ekstra
okular. Peningkatan volume dari isi intraorbital dapat menyebabkan terjadinya
neuropati optik distiroid, peningkatan tekanan intraokuler meskipun sangat jarang
terjadi, proptosis dan edema periorbita. Perluasan volume jaringan lunak
intraorbital merupakan bentuk dekompresi otomatis. 33
https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Collagen&usg=ALkJrhhOp3c_z0lupNn3x7TOGQAPztFxFghttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Glycosaminoglycans&usg=ALkJrhiO8vUNOPUtCerQfSlp5Sco-dmtXAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Fibrosis&usg=ALkJrhiQBBmL3Dz9FlCm7uYIH4cEFDDq6Ahttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Lipogenesis&usg=ALkJrhjJbNQiSQifJ2T02yUXewWFm3VHAwhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Fibroblasts&usg=ALkJrhhecBHOLrVRtDHRnUqxd7ZotRSTIghttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Preadipocytes&usg=ALkJrhjz6Duxx7Mzf2wrlJs4hKnhInbsnA
19
Patofisiologi penyakit mata tiroid (TED) cukup kompleks dan belum
sepenuhnya dipahami. Mekanisme yang mendasari pemicu timbulnya reaksi
autoimun kemungkinan adalah gangguan sel T helper yang menyebabkan
terbentuknya autoantibodi anti-TSH. Sel T juga berperan dalam timbulnya
oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi
peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi
akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)
edema dan pembengkakan inflamatorik otot ekstraokuler, 3) akumulasi matriks
ekstrasel khususnya glikosaminoglikan, dan 4) peningkatan adiposit (infiltrasi
lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan dapat
mengganggu fungsi dari otot ekstraokuler. Pelepasan sitokin yang merangsang
fibroblas orbital untuk berkembang dan menghasilkan glikosaminoglikan yang
menyerap air. Akibatnya, otot-otot ekstraokular menebal dan jaringan adiposa dan
ikat retro orbital meningkat dalam volume. 18, 34
Orbital fibroblast (OFs) menjadi sel efektor utama yang bertanggung jawab
untuk pembesaran jaringan lunak yang khas pada TED. Thyroid Eye Disease
disebabkan oleh peradangan retro orbital yang timbul karena aktivasi fibroblast
orbital. Aktivasi fibroblast terjadi akibat stimulasi auto-antibodi [anti-TSHR dan anti-
insulin-like growth factor-1 (IGF-1)]. Fibroblast ini mengekspresikan reseptor TSH
dan menghasilkan komponen matriks ekstraseluler dan molekul pro-inflamasi.
Fibroblas orbital ini mengeluarkan sejumlah besar hyaluronan sebagai respons
20
terhadap berbagai sitokin, dan sub kelompok fibroblas orbital dapat berdiferensiasi
menjadi adiposit matang yang telah meningkatkan ekspresi reseptor
thyrotropin. Perubahan seluler ini menyebabkan otot mata membesar secara khas dan
perluasan lemak orbital pasien dengan Graves oftalmopati. Interaksi yang rumit
antara autoantigen dan autoantibodi yang ditemukan pada penyakit Graves dapat
mengarah pada aktivasi OFs, yang kemudian mengarah pada peningkatan produksi
hyaluronan, sintesis sitokin proinflamasi, dan peningkatan diferensiasi menjadi
miofibroblas atau adiposit.29, 30, 35
Ketika diaktifkan oleh antibodi anti thyrotropin reseptor, fibroblas orbital
mulai berdiferensiasi menjadi adiposit dengan peningkatan ekspresi reseptor
thyrotropin, sementara yang lain yang mengandung antigen Thy-1 dirangsang oleh
sitokin, termasuk interferon dan Tumor Necrosis Factor (TNF), untuk meningkatkan
produksi hyaluronan. Demikian pula, stimulasi reseptor faktor pertumbuhan seperti
insulin (reseptor IGF-I) yang diekspresikan pada fibroblas orbital menghasilkan
sekresi chemokines interleukin-16 dan RANTES, yang meningkatkan rekrutmen dari
mengaktifkan sel T dan sel imun mononuklear lainnya ke dalam orbit. Ekspresi
CD154 dalam sel T memungkinkan untuk interaksi langsung dengan fibroblast orbital
melalui pembentukan jembatan CD40-CD154, menghasilkan produksi fibroblast
interleukin-1. Sel T helper 1 tipe aktif pada pasien dengan oftalmopati Graves dini
menghasilkan interferon-γ dan TNF, dan makrofag lokal mensekresikan interleukin-
1. Sitokin ini menstimulasi fibroblas orbital untuk menghasilkan kadar prostaglandin
E2 yang tinggi dan hyaluronan hidrofilik yang terakumulasi di antara serat otot
21
ekstraokular yang masih utuh dan di dalam jaringan adiposa orbital untuk
memperbesar volume jaringan ini. 34
Gambar 2.3 Interaksi antara Orbital Fibroblast dan Proses Autoimun
Menuju Perubahan Jaringan Karakteristik Ophthalmopathy Graves 34
Sel T yang diaktifkan pada pasien dengan oftalmopati Graves juga menghasilkan
prostaglandin proadipogenik yang menstimulasi preadiposit untuk berdiferensiasi
menjadi sel lemak dewasa, semakin memperluas volume jaringan. Adiposit dan
fibroblast menghasilkan interleukin-6, yang menambah pematangan sel B dan
meningkatkan produksi antibodi anti-thyrotropin-reseptor oleh sel-sel plasma dalam
orbit. Fibroblas orbital juga menghasilkan transformasi faktor pertumbuhan β (TGF-
β), yang merangsang produksi hyaluronan dan diferensiasi subkelompok Thy-1 +
menjadi myofibroblast yang berpartisipasi dalam pengembangan fibrosis, terutama
pada tahap akhir penyakit.34
22
Aktivasi dari sel T secara langsung akan melawan antigen pada sel-sel
folikuler tiroid, kemudian sel T menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial interaksi
antara CD4 T sel yang teraktifasi dan fibroblast akan menghasilkan pengeluaran
sitokin ke jaringan sekitarnya, khususnya interferon-interleukin 1 dan Tumor
Nekrosis Faktor. Sitokin ini akan merangsang ekspresi dari protein-protein
immunomodulator (HLA-DR) dalam fibroblast orbital seterusnya akan muncul
respon autoinum pada jaringan ikat orbita. Sitokin khusus seperti interferon-
interlukin-1, TNF dan insulin like growth factor 1 akan merangsang produksi
glykosaminoglikan kemudian merangsang fibroblast atau keduanya, sehingga terjadi
akumilasi glykosaminoglikan dan edema pada jaringan ikat orbita. Reseptor
tyrotropin atau antibodi yang lain mempunyai hubungan biologi langsung terhadap
fibroblast orbital atau miosit, kemungkinan antibodi ini mewakili proses autoimun.34
Gambaran histologis oftalmopati Graves berfokus pada otot ekstraokular,
karena adanya pembesaran yang jelas pada pasien dengan penyakit ini. Otot
ekstraokular dipisahkan oleh akumulasi material granular amorf yang terutama terdiri
dari fibril kolagen dan glikosaminoglikan, di antaranya dominan hyaluronan. Muatan
polyanionik dan tekanan osmotik yang sangat tinggi dari bahan matriks ini
membuatnya sangat hidrofilik dan mampu mengikat berkali-kali beratnya dalam
air. Akibatnya, otot-otot tubuh menjadi edematous dan dapat membesar berkali-kali
lipat dari ukuran normalnya. Pada penyakit tidak aktif, atrofi dan fibrosis ikatan otot
terlihat jelas, dengan ekstensi fibrosa ke jaringan adiposa yang berdekatan. 30, 31, 37
23
Penelitian yang dilakukan oleh Mc Alinden, dkk serta Halliwell M, dkk.
menyatakan bahwa reseptor thyrotropin adalah target autoimunitas di dalam orbita
yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan Graves oftalmopati. Kloning reseptor
thyrotropin memungkinkan penilaian langsung dari ekspresi reseptor ini dalam
jaringan ekstrathyroidal, dan beberapa kelompok melaporkan rendahnya reseptor
thyrotropin dalam fibroblast orbital dan pada jaringan orbital adiposa. terdapat
penelitian yang menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor thyrotropin dalam
jaringan orbital pada pasien dengan Graves oftalmopati, dengan tingkat tertinggi pada
mereka yang memiliki penyakit aktif secara klinis. Temuan-temuan ini, memiliki
hubungan erat antara Graves oftalmopati dan level antibodi anti-thyrotropin yang
meningkat secara konsisten dalam Graves oftalmopati. Hal ini mendukung konsep
bahwa reseptor thyrotropin adalah autoantigen utama dalam Graves
oftalmopati. Kelebihan reseptor tirotropin yang rendah juga dapat dideteksi di
beberapa jaringan ekstrathyroidal, termasuk kulit, kelenjar adrenal, ginjal, dan
timus.29, 37
Pada pasien TED dapat terjadi pembesaran karakteristik otot ekstraokular dan
proliferasi adiposit menghasilkan temuan klinis, seperti retraksi kelopak mata,
exophthalmos, dan strabismus dari TED. Semua pasien memerlukan penatalaksanaan
penyakit tiroid sistemik mereka. Sebagian besar kasus TED dapat dikelola secara
konservatif. Perawatan simtomatik seringkali mencukupi bagi mereka yang menderita
TED ringan. Individu dengan TED sedang hingga berat mungkin memerlukan
eskalasi terapi termasuk steroid, radiasi atau imunomodulasi. Glukokortikoid
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=McAlinden%20C%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=26605355
24
intravena memiliki tingkat respons terbaik dan insiden efek samping terendah dan
dengan demikian memainkan peran penting dalam manajemen TED sedang hingga
berat serta TED yang mengancam penglihatan. Manajemen bedah diperlukan ketika
manajemen medis gagal. Prognosis dari TED ini baik bila mendapatkan penanganan
dan penatalaksaan yang tepat.38
2.1.5 Efek merokok pada Thyroid Eye Disease
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 51,1 % rakyat Indonesia
adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini sangat jauh
berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam 0,06% dan
Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah;
37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup
44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30 hingga 34 tahun.
Sebanyak 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif, walaupun tentunya
kemungkinan perokok pasif akan lebih banyak. 39
Dampak kesehatan yang merugikan dari rokok menyebabkan 440.000
kematian di AS setiap tahun. Merokok merusak hampir setiap organ dalam tubuh,
menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kesehatan perokok pada umumnya.
Kandungan senyawa dalam asap rokok yang bersifat karsinogenik. Di dalam satu
batang rokok, terdapat 250 jenis zat tosik dan 70 jenis zat yang bersifat karsinogenik.
Beberapa senyawa yang banyak terkandung dalam rokok antara lain; Karbon
https://id.wikipedia.org/wiki/ASEANhttps://www.alodokter.com/waspadai-bahaya-zat-karsinogenik-di-sekitar-kita
25
monoksida, Nikotin, Tar, Benzena, Formaldehida, Arsenik, Kadmium, Amonia,
Hidrogen sianida. 40, 41
Karbon monoksida, senyawa yang satu ini merupakan gas yang tidak
memiliki rasa dan bau. Jika terhirup terlalu banyak, sel-sel darah merah akan lebih
banyak berikatan dengan karbon monoksida dibanding dengan oksigen. Akibatnya
fungsi otot dan jantung akan menurun. Hal ini akan menyebabkan kelelahan, lemas,
dan pusing. Nikotin, akan terserap masuk ke aliran darah, kemudian merangsang
tubuh untuk memproduksi lebih banyak hormon adrenalin, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan. Efek yang mungkin
muncul akibat paparan nikotin adalah muntah, kejang, dan penekanan pada sistem
saraf pusat.Tar, timbunan tar ini berisiko tinggi menyebabkan penyakit pada paru-
paru. Benzena, paparan benzena jangka panjang (setahun atau lebih), dapat
menurunkan jumlah sel darah merah dan merusak sumsum tulang, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya anemia dan perdarahan. Formaldehida, merupakan
residu dari pembakaran rokok. mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan
tenggorokan. Arsenik, merupakan golongan pertama karsinogen. dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker kulit, kanker paru-paru, kanker saluran kemih, kanker ginjal,
dan kanker hati. Kadmium, kadar yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan
gangguan sensorik, muntah, diare, kejang, kram otot, gagal ginjal, dan meningkatkan
risiko kanker. Amonia, merupakan gas beracun, tidak berwarna, namun berbau tajam.
mengakibatkan napas pendek, sesak napas, iritasi mata, dan sakit tenggorokan.
https://www.alodokter.com/kanker-hatihttps://www.alodokter.com/gagal-ginjal-kronis
26
Sedangkan dampak jangka panjangnya yaitu pneumonia dan kanker tenggorokan.
Hidrogen sianida, efek dari senyawa ini dapat melemahkan paru-paru, menyebabkan
kelelahan, sakit kepala, dan mual. 40, 41
Faktor eksternal yang dianggap mempengaruhi fungsi tiroid dan penyakit
tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED
adalah merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Su jin kim dkk, menunjukkan
bahwa perokok memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada yang bukan
perokok. Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves kira-kira lima kali
lebih besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang
bukan perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan dosis merokok dengan
respon dan perjalanan klinis TED, hal ini berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap per hari, lamanya merokok dan persentase perokok berat yang lebih tinggi
pada pasien dengan opthalmopati yang lebih parah. Gerasimos E Krassas dkk.
menyatakan bahwa jumlah rokok yang di konsumsi akan berpengaruh terhadap
gejala yang muncul. Pasien perokok dengan disertai adanya keluhan diplopia
memiliki risiko relatif 1,8 untuk yang mengkonsumsi 1-10 rokok per hari, memiliki
risiko relatif 3,8 untuk yang mengkonsumsi 11-20 batang per hari, dan memiliki
risiko relatif 7,0 untuk yang mengkonsumsi > 20 batang per hari, dengan angka yang
sama untuk pasien perokok dengan proptosis. 3, 42, 43
Salah satu komponen tembakau yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar
tiroid adalah sianida yang saat berada di dalam tubuh akan diubah menjadi
Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam tiga cara
https://eje.bioscientifica.com/search?f_0=author&q_0=Gerasimos+E+Krassashttps://eje.bioscientifica.com/search?f_0=author&q_0=Gerasimos+E+Krassashttps://www.verywellhealth.com/the-thyroid-gland-and-thyroid-hormones-4149834https://www.verywellhealth.com/the-thyroid-gland-and-thyroid-hormones-4149834
27
yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid, mengurangi
produksi hormon tiroid T4 dan T3, menghambat produksi hormon dengan
mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid. Meningkatnya ekskresi yodium dari
ginjal, meningkatkan risiko peradangan kelenjar tiroid dan gejala konstitusional
seperti demam, mual, dan sakit perut. Penyakit Graves, suatu bentuk hipertiroidisme
autoimun yang ditandai dengan pembesaran tiroid, terjadi dua kali lebih sering pada
perokok dibandingkan pada yang bukan perokok. Selain itu pasien dengan penyakit
ini, merokok dikaitkan dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat,
memburuknya gejala, dan respons yang lebih buruk terhadap pengobatan tiroid.44, 45
Tiosianat akan mempengaruhi tiroid dengan cara menghambat penyerapan
dan pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Stimulasi sistem saraf simpatik oleh
asap rokok juga diperkirakan dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Graves
Oftalmopati dapat berhubungan dengan merokok, semakin parah penyakit mata
semakin kuat hubungannya. Penyakit Graves tanpa ophthalmopathy juga
berhubungan dengan merokok, meskipun hubungan ini lebih lemah. Penelitian yang
dilakukan oleh TJ cawood dkk. menunjukan bahwa paparan dari asap rokok dapat
meningkatkan produksi dan adipogenesis dari CAG. Belum ada studi yang secara
terpisah menjelaskan efek penghentian merokok, tetapi ada efek jangka panjang yang
disebabkan oleh merokok. 3, 46, 47
Laporan penelitian yang dilakukan oleh Utiger, R. D di dapatkan tentang
kemungkinan efek dari merokok pada sintesis hormon tiroid, ukuran kelenjar tiroid,
dan oftalmopati endokrin. Tiosianat dihasilkan dari rokok sebagai produk
28
detoksifikasi sianida. Konsentrasi tiosianat diperoleh dari merokok secara kompetitif
menghambat transportasi iodida ke kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel
tiroid. Tiosianat yang tidak tergantung pada konsentrasi TSH menghambat
pengorganisasian iodida dan peningkatan refflux iodida dari sel. Kekurangan yodium
dapat meningkatkan aksi antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi
efek ini. 46, 48
2.2 Kerangka pemikiran
Thyroid Eye Disease adalah penyebab paling umum penyakit orbital pada
orang dewasa dan merupakan penyebab signifikan morbiditas pada pasien
dengan penyakit Graves. Dimana penyakit ini adalah suatu proses autoimun, yang
berpotensi mengancam penglihatan, merusak penampilan dan menurunkan kualitas
hidup. Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan kelainan
multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti struma difusa,
tirotoksikosis, oftalmopati, limfadenopati, dermatopati dan thyroid-stimulating
immunoglobulins dalam darah. Penderita perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki, dan umur penderita umumnya muncul pada pasien antara 40-60
tahun.1-3
Patofisiologi penyakit mata tiroid (TED) cukup kompleks dan belum
sepenuhnya dipahami. Mekanisme yang mendasari pemicu timbulnya reaksi
autoimun kemungkinan adalah gangguan sel T helper yang menyebabkan
terbentuknya autoantibodi anti-TSH. Sel T juga berperan dalam timbulnya
https://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/morbidityhttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/graves-disease
29
oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi
peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi
akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)
edema dan pembengkakan inflamatorik otot ekstraokuler, 3) akumulasi matriks
ekstrasel khususnya glikosaminoglikan, dan 4) peningkatan adiposit (infiltrasi
lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan dapat
mengganggu fungsi dari otot ekstraokuler. 18, 34
Faktor eksternal yang dianggap mempengaruhi fungsi tiroid dan penyakit
tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED
adalah merokok. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa rokok adalah faktor
risiko yang dapat mempengaruhi durasi, tingkat keparahan dan meningkatkan angka
kejadian dari TED. Mekanisme dimana merokok memperparah TED membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Senyawa tembakau dalam rokok diduga bertindak dalam
beberapa cara yang mungkin. Perubahan jaringan lunak orbital adalah salah satu
mekanisme utama di mana merokok diketahui dapat mempengaruhi perkembangan
dari TED. Pada pasien yang mengkonsumsi rokok terdapat keterlibatan orbita tiga
kali lebih besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan
berkepanjangan. Pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan mungkin
terlibat dalam proses perkembangan ke arah TED. Radikal superoksida dapat
menginduksi fibroblast orbital pada pasien dengan TED, untuk perkembangannya
tergantung dari dosis, dan asap rokok sendiri mengandung atau dapat menghasilkan
30
berbagai oksidan dan radikal bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang
fibroblas orbital, dan mensintesis GAG. 3, 42, 43
Salah satu komponen tembakau yang dapat mempengaruhi adalah sianida
Asap tembakau yang mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah
menjadi Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam
tiga cara yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid,
mengurangi produksi hormon tiroid T4 dan T3, menghambat produksi hormon
dengan mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid. 44, 45
Ada berbagai cara merokok dianggap mempengaruhi fungsi tiroid. Tiosianat
dihasilkan dari asap rokok sebagai produk detoksifikasi sianida. (1). Konsentrasi
tiosianat diperoleh dari merokok secara kompetitif menghambat transportasi iodida ke
kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel tiroid. Tiosianat yang tidak
tergantung pada konsentrasi TSH menghambat pengorganisasian iodida dan
peningkatan refflux iodida dari sel (2). Kekurangan yodium dapat meningkatkan aksi
antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi efek ini. 46, 48
Oleh karena itu berdasarkan teori diatas dapat diketahui apakah rokok
merupakan faktor resiko terjadinya graves opthalmopaty. Tiosianat dalam asap
tembakau mempengaruhi tiroid dengan menghambat penyerapan dan
pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Juga stimulasi sistem saraf simpatik oleh
asap rokok dan benzpyrene adalah unsur lain tembakau yang diperkirakan dapat
mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid.
31
2.2.1 Alur Kerangka Pemikiran
Hipertiroidisme
Thiocyanate
Melepaskan sitokin
G
lyc
osa
min
ogl
yca
ns
Gly
cos
ami
nog
lyc
ans
Aktifasi Fibroblas Orbital
Meningkatnya Volume : Otot-Otot Ekstraokular Jaringan Adipose Ikat Retroorbital
Thyroid Eye Disease
Merokok
Mengganggu fungsi Tiroid :
Menghambat penyerapan
yodium
Menurunkan produksi T 4 dan
T 3
Mengganggu proses sintesis di
kelenjar tiroid
Glycosaminoglycans
Adipogenesis
Peradangan
Hipoksia Jaringan
Tembakau
Hidrogen Sianida
32
2.3 Premis dan Hipotesis
2.3.1 Premis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
ditarik premis sebagai berikut :
Premis 1 :
Hipertiroid adalah peningkatan kadar tiroksin bebas (FT4), triiodothyronine bebas
(FT3), atau keduanya mengarah pada kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. 25, 26
Premis 2 :
Hipertiroid dapat mengganggu metabolisme tubuh yang dapat mengakibatkan
inflamasi, inflamasi autoimun dari orbit dan jaringan periorbital di sebut Thyroid Eye
Disease (TED). 2, 8
Premis 3 :
Asap tembakau mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah
menjadi Thiocyanate.48, 49
Premis 4 :
Thiocyanate mengganggu fungsi tiroid yang dapat menyebabkan terjadinya Thyroid
Eye Disease. 48, 49
Premis 5 :
Merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi berhubungan dengan keparahan Thyroid
Eye Disease. 3, 12
2.3.2 Hipotesis
Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED.
https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Autoimmune&usg=ALkJrhi6qn8Z2hROyhqy2XY1ADmVmlAfCA
33
1. BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek dan Sampel Penelitian
3.1.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis dengan TED yang
datang ke RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang terdiagnosis hipertiroidism
di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin bandung. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat hubungan antara rokok sebagai faktor risiko pada pasien graves di
RS Mata Nasional Cicendo, dengan mengambil data sekunder yang didapatkan
dari rekam medis pasien di RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang
terdiagnosis hipertiroidism di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung.
Populasi target pada penelitian ini adalah penderita TED dan
hipertiroidism. Populasi terjangkau adalah penderita TED dan hipertiroidism yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
3.1.2 Sampel
3.1.3 Pemilihan Sampel
Subjek diambil dari data sekunder yang didapatkan dari rekam medis
pasien dengan TED di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo dan
pasien yang terdiagnosis hipertiroidism di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan
Sadikin bandung yang memenuhi kriteris inklusi sehingga terpenuhi besar sampel
minimal.
34
3.1.4 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada kelompok kasus adalah pasien yang telah
terdiagnosis menderita TED dan pasien yang telah terdiagnosis hipertiroidism.
Pasien bersedia menjadi subjek penelitian dan mengisi informed consent, terdapat
data hasil laboratorium sebagai penunjang diagnosis hipertiroidism tanpa TED
dan hipertiroidism dengan TED, pasien yang dapat di hubungi lewat telepon.
3.1.5 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah pasien hipertiroidsm yang tidak terdapat data hasil
laboratorium, data rekam medis yang dimasukan dalam variable penelitian tidak
lengkap, nomer kontak tidak tersedia, dan tidak ada respon setelah dihubungi tiga
kali,pasien tidak bersedia mengikuti penelitian.
3.1.6 Penentuan Besar Sampel
Penelitiannya merupakan analitik kategorik tidak berpasangan. Dengan
menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk penelitian analitik kategorik
tidak berpasangan maka digunakan rumus besar sampel menggunakan rumus
sampel untuk uji hipotesis antara dua populasi dari program sample size 2.0 dari
Hosmer danLemeshow. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Dimana :
Zα = Deviat baku alfa
Zβ = Deviat baku beta
Q2 = 1 – P2
2
1 1 2 2
1 2
1 2
2Z PQ Z PQ P Qn n
P P
35
P2 = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya.
P1-P2 = Selisih Proporsi yang dianggap bermakna
P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti.
Q1 = 1-P1
P = Proporsi total .
Q = 1-P.
2
2
1 1 2 2
1 2
2 (1 ) (1 ) (1 )
( )n
Z P P Z P P P P
P P
Dengan menggunakan Zα dan Zβ yang diperoleh dari tabel distribusi
normal standar, didapat harganya sesuai untuk Zα = 1,96 dan untuk Zβ = 1.64,
maka akan diperoleh besar sampel minimal dari tiap kelompok.
Dimana :
P1= proporsi (persentase) populasi (asumsi di populasi 50%)
P2= proporsi populasi (asumsi di populasi 10%)
Maka P = (50% +10%)/2 = 30%
N = 30
Dengan demikian jumlah sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah
30 sampel. Karena merupakan penelitian cross-sectional maka minimal sampel
untuk 2 kelompok adalah total sebesar 60 sampel.
36
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan
cross-sectional. Seluruh pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan
dimasukkan sebagai subjek penelitian. Jenis penelitian ini berusaha mempelajari
dinamika hubungan antara faktor-faktor risiko terhadap TED. Data karakteristik
subjek penelitian diperoleh dari rekam medis pasien. Pengambilan sampel
penelitian dilakukan secara consecutive sampling.
3.2.1.1 Variabel Bebas Dan Tergantung
- Variabel tergatung penelitian ini adalah pasien dengan TED.
- Variabel bebas penelitian ini adalah status merokok pada pasien TED.
3.2.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
Jenis kelamin
Usia
Status rokok :
Bukan perokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Laki-laki dan perempuan sesuai
yang tertulis dalam rekam medis
Usia dalam bentuk tahun sesuai
yang tertulis di rekam medis
Orang yang tidak mengkonsumsi
rokok sama sekali
Orang yang mengkonsumsi rokok
secara rutin dengan sekecil
apapun walau hanya satu batang
rokok sehari.
Orang yang tidak merokok tetapi
seseorang yang menghirup asap
Rekam
medis
Rekam
medis
Formulir
kuesioner
Formulir
kuesioner
Formulir
kuesioner
Nominal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Nominal
37
Perokok ringan
Perokok sedang
Perokok berat
Tingkat pendidikan :
Tingkat pendidikan
tinggi
Tingkatan pendidikan
sedang
Tingkat pendidikan
rendah
Pasien TED
Pasien tanpa TED
Wawancara
Terstruktur
Rokok filter
rokok dari perokok aktif.
Orang yang mengkonsumsi rokok
secara rutin dengan jumlah 1
sampai 10 batang rokok sehari.
Orang yang mengkonsumsi rokok
secara rutin dengan jumlah 11
sampai 20 batang rokok sehari.
Orang yang mengkonsumsi rokok
secara rutin dengan jumlah lebih
dari 20 batang rokok sehari
Orang yang dapat menyelesaikan
pendidikannya minimal di tingkat
diploma atau tingkat sarjana.
Orang yang dapat menyelesaikan
pendidikannya minimal di tingkat
SMA/SMK.
Orang yang dapat menyelesaikan
pendidikannya minimal di
tingkatSD/sederajat dan
SMP/sederajat.
Pasien hipertiroid dengan gejala
TED seperti diplopia, lid
retraction, berair, mata merah,
exopthalmos dan adanya
keterlibatan kornea.
Pasien hipertiroid tanpa adanya
gejala TED
Dalam wawancara, menggunakan
instrumen penelitian berupa
pertanyaan tertulis dengan
alternatif jawabannya
Rokok filter juga dikenal
Formulir
kuesioner
Formulir
kuesioner
Formulir
kuesioner
Rekam
medis
Rekam
medis
Rekam
medis
NOSPECS
Rekam
medis
Kuesioner
Kuesioner
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
38
Rokok kretek
FT 4 normal
FT 4 Naik
FT 4 Turun
TSH Normal
TSH Naik
TSH Turun
dengan rokok putih adalah
jenis rokok tanpa campuran
cengkih
Rokok kretek adalah rokok yang
menggunakan tembakau asli yang
dikeringkan, dipadukan dengan
cengkih
Hasil laboratorium darah yang
menilai kadar hormon tiroid
dengan hasil 0.89 – 1.76 ng/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium
darah yang terdapat peningkatan
kadar hormon tiroid dengan hasil
> 1.76 ng/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium
darah yang terdapat penurunan
kadar hormon tiroid dengan hasil
< 0.89 ng/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium
darah yang menilai kadar hormon
tiroid dengan hasil 0.55 – 4.78
mikro IU
Hasil pemeriksaan laboratorium
darah yang terdapat peningkatan
kadar hormon tiroid dengan hasil
> 4.78 mikro IU
Hasil pemeriksaan laboratorium
darah yang terdapat peningkatan
kadar hormon tiroid dengan hasil
< 0.55 mikro IU
Kuesioner
Rekam
medis
Rekam
medis
Rekam
medis
Rekam
medis
Rekam
medis
Rekam
medis
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
https://id.wikipedia.org/wiki/Rokokhttps://id.wikipedia.org/wiki/Cengkihhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rokokhttps://id.wikipedia.org/wiki/Tembakauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Cengkih
39
3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data
1. Rancangan penelitian di ajukan ke komite etik penelitian kesehatan ( ethical
clearence) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan RSHS.
2. Pencarian data rekam medis pasien berdasarkan kode 10 revision of the
international statistical classification of disease and related health problems
(ICD 10) yang didiagnosis TED dari bulan januari 2019 hingga bulan
desember 2019 hingga sample terpenuhi.
3. Data-data subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di catat nomor
telepon yang tercantum pada data rekam medis tersebut
4. Peneliti menjelaskan secara lisan melalui media telepon mengenai maksud,
tujuan penelitian dan isi lembar persetujuan (inform consent).
5. Dilakukan wawancara melalui telepon untuk melengkapi kekurangan data
yang ada di rekam medis. Wawancara dilakukan oleh dokter umum yang
telah dilatih sebelumnya untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan
secara terstruktur dengan kuesioner.
6. Pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi dicatat identitas meliputi nama,
usia, jenis kelamin, pendidikan, kadar T3, T4, dan TSH, gambaran klinis.
3.2.5 Rancangan Analisis
Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah
data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data di mulai
dari :
1) Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan
40
2) Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalmiat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan.
3) Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan pengukuran
subjek penelitian yang telah di-coding, dimasukan kedalam program
komputer.
4) Cleaning, yaitu apabila semua data dari res