Post on 06-Jun-2019
EFEK EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP,
GLUKOSA DARAH SEWAKTU, KADAR PROFIL KOLESTEROL DAN
DIABETIK KARDIOMIOPATI PADA TIKUS DIABETES MELITUS
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
IRFIANI NURRACHMAWATI
11141030000086
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta
keluarganya, sahabatnya, serta umatnya.
Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini telah selesai. Selama
penelitian ini, saya telah mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS. selaku Ketua Program Studi
Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta seluruh dosen pengajar dan staff di prodi ini yang telah dan selalu
membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa
pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM.
selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II, yang selalu membimbing
dan mengarahkan saya selama penelitian ini berlangsung.
4. Kedua orang tua tercinta H.Drs.Rebut Irianto, M.Pd. dan Eva Fitriana, SE.
yang selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian, doa dan dukungan
kepada saya. Dan kepada seluruh keluarga besar yang senantiasa memberi
motivasi dan dorongan kepada saya dalam menjalani proses pembelajaran
di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Chris Adhiyanto,M.Biomed,Ph.D. selaku penanggungjawab (PJ) modul
riset PSPD 2014, drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku PJ
laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R. S.Si. M.Biomed. DMS selaku PJ
v
laboratotium Animal house, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ
laboratorium Biokimia, dr.Nurul Hiedayati, Ph.D. selaku PJ Laboratorim
Farmakologi, Ibu Zeti Harryati, M.Biomed selaku PJ Laboratorium
Biologi, dan Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari selaku PJ Laboratorium Histologi
yang telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium selama
penelitian berlangsung.
6. Untuk teman-teman seperjuangan penelitian saya, Alissa Rifa,
Fadhlurrahman Ananditya, Fheby Syabrina, Nadira, dan Putri Rahmah
Ajizah yang telah berjuang hingga berlangsungnya sidang.
7. Untuk Aris Setiawan yang selalu membimbing dan mendukung saya dari
awal penelitian hingga berlansungnya sidang.
8. Untuk Dewi Mutiara, Izzatul Hanifa, Rahmawati Ayu, Annisa Luthfi,
Annisa Tsania, Thalia Audina yang terus mengalirkan semangat dan
memberikan masukan selama penelitian ini berlangsung.
9. Seluruh mahasiswa PSPD 2014.
10. Laboran yang terlibat Mbak Suryani, Mbak Ai, Mas Rachmadi, Mbak Din,
Mbak Lilis, Mas Panji yang telah membantu kami dalam penggunaan
laboratorium selama penelitian ini.
11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu saat berlangsungnya
penelitian ini.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini belum sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak.
Demikian laporan penelitian ini saya buat, semoga dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan para pembaca.
Ciputat, 13 September 2017
vi
ABSTRAK
Irfiani Nurrachmawati. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Terhadap Kadar Glukosa Darah Sewaktu, Profil Kolesterol, Dan Diabetik Kardiomiopati Pada Tikus Diabetes Melitus. 2017. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah diatas normal akibat terganggunya sekresi insulin dan kerja insulin dalam tubuh. Komplikasi diabetes melitus salah satunya adalah kardiomiopati diabetik. Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan salah satu tanaman yang dapat menurunkan kadar glukosa darah, daun ini mengandung senyawa antioksidan yang mampu mengatasi kondisi hiperglikemi dan hiperlipidemi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB/hari per oral selama 28 hari terhadap glukosa darah, berat badan, kolestrol, indeks apoptosis sel otot jantung, dan diameter sel otot jantung pada tikus yang diinduksi streptozotosin(STZ). Penelitian ini menunjukkan bahwa daun salam secara signifikan (p < 0.05) dapat menurunkan glukosa darah, meningkatkan berat badan, menurunkan kolesterol, menurunkan rata-rata persentase apoptosis sel jantung, dan tidak menunjukan efek yang signifikan terhadap perbedaan diameter sel otot jantung(p>0.05). Dapat disimpulkan bahwa daun salam mempunyai efek hipoglikemi dan hipolipidemik. Kata kunci : daun salam, glukosa darah, berat badan, kolesterol, apoptosis sel jantung, kardiomiopati diabetik, Diabetes Melitus
ABSTRACT Irfiani Nurrachmawati. Medical Education Study Program. Effect of Bay Leaves Extract(Syzygium polyanthum) on Blood Glucose, Cholesterol Profile, and Cardiomiopati Diabetic on Diabetic Rats. 2017. Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by elevated blood glucose levels above normal due to disruption of insulin secretion and insulin work in the body. One of complications of diabetes mellitus is diabetic cardiomyopathy. Bay leaves (Syzygium polyanthum) is one of the plant that can lower blood glucose levels, this leaves contains antioxidant that can overcome hyperglycemia and hyperlipidemia conditions. This study was conducted to determine the effect of bay leaves extract at doses of 300 mg/kg/day per oral for 28 days against blood glucose, body weight, cholesterol, cardiac cell apoptotic, and Cardiac Cell diameter on streptozotosin-induced rats (STZ ). The study showed that the bay leaf significantly (p <0.05) decreased blood glucose increased body weight, lowered cholesterol lowered the mean percentage of cardiac cell apoptotic, and did not show a significant effect on the difference in cardiac cell diameter (p>0.05). The conclusion is that bay leaves have hypoglycemic and hypolipidemic effects.
Key word: bay leaves, blood glucose, cholesterol, cardiac cell apoptotic, diabetic cardiomyopathy, diabetes mellitus
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3. Hipotesis .............................................................................................................. 3
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.4.1. Umum ..................................................................................................... 3
1.4.2. Khusus .................................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
1.5.1. Bagi Peneliti ............................................................................................ 3
1.5.2. Bagi Institusi ........................................................................................... 4
1.5.3. Bagi Masyarakat ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori .................................................................................................... 5
2.1.1. Definisi dan Klasifikasi Diabetes Melitus .............................................. 6
2.1.2. Fisiologi Pankreas dan Insulin ................................................................ 6
2.1.3. Patofisiologi Diabetes Melitus ................................................................ 7
2.1.4. Diagnosis Diabetes Melitus .................................................................... 8
2.1.5. Komplikasi Diabetes Melitus ................................................................. 8
2.1.6. Tatalaksana Diabetes Melitus ................................................................. 10
2.1.7. Dislipidemia dan Diabetes Melitus ......................................................... 14
viii
2.1.8. Kardiomiopati Diabetik dan Apoptosis Sel Jantung ............................... 15
2.2 Tinjauan Tanaman Salam ..................................................................................... 18
2.2.1. Daun Salam dan Diabetes Melitus .......................................................... 20
2.3 Tinjauan Streptozotosin (STZ) ............................................................................. 21
2.4 Kerangka Teori ..................................................................................................... 22
2.5 Kerangka Konsep ................................................................................................. 23
2.6 Definisi Oprasional .............................................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ................................................................................................. 26
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 26
3.2.1. Waktu Penelitian ..................................................................................... 26
3.2.2. Tempat Penelitian ................................................................................... 26
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................................... 26
3.2.1. Kriteria Inklusi ........................................................................................ 27
3.2.2. Kriteria Eksklusi ..................................................................................... 27
3.4. Cara Kerja Penelitian .......................................................................................... 28
3.4.1. Alat Penelitian ........................................................................................ 28
3.4.2. Bahan Penelitian ..................................................................................... 29
3.4.3. Pembuatan Ekstrak Daun Salam ............................................................. 29
3.4.4. Adaptasi Sampel ..................................................................................... 27
3.4.5. Induksi Streptozotosin (STZ) ................................................................. 27
3.4.6. Pemberian Ekstrak Daun Salam ............................................................. 30
3.4.7. Sacrifice .................................................................................................. 30
3.4.8. Tahap Pemerosesan Jaringan .................................................................. 30
3.4.9. Pengamatan Jaringan .............................................................................. 32
3.5. Pengukuran Sampel ............................................................................................. 33
3.5.1. Kolesterol Total ...................................................................................... 33
3.5.2. Glukosa Darah Sewaktu ......................................................................... 33
3.5.3. Berat Badan Tikus .................................................................................. 34
3.5.4. Indeks Apoptosis Sel Jantung ................................................................. 34
3.5.5. Diameter Sel Otot Jantung ...................................................................... 35
3.6. Alur Penelitian .................................................................................................... 36
ix
3.7. Pengolahan Data dan Analisa Data ..................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kolesterol ............................................................................................................ 38
4.2. Indeks Apoptosis Sel Jantung ............................................................................. 42
4.3. Glukosa Darah Sewaktu Tikus ............................................................................ 46
4.4. Berat Badan Tikus ............................................................................................... 51
4.5. Diameter Sel Otot Jantung .................................................................................. 55
4.6. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 58
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ............................................................................................................. 58
5.2. Saran .................................................................................................................... 58
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ..................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 61
LAMPIRAN .............................................................................................................. 65
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sekresi Insulin ....................................................................................... 6
Gambar 2.2. Komplikasi Kronis Diabetes Melitus .................................................... 9
Gambar 2.3. Diet Makanan Sehat .............................................................................. 14
Gambar 2.4. Mekanisme Proses Terjadinya Kardiomiopati yang Diinduksi
Oleh Diabetes Melitus ........................................................................ 15
Gambar 2.5. Mekanisme Apoptosis Oleh ROS Akibat Diabetes Melitus ................. 17
Gambar 2.6. Daun Salam ........................................................................................... 18
Gambar 2.7. Struktur Kimia Streptozotosin (STZ) .................................................... 21
Gambar 4.1. Apoptosis Sel Jantung ........................................................................... 45
Gambar 4.2. Diameter Sel Otot Jantung .................................................................... 57
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1.1. Uji Bonferroni Rata-rata Kadar Kolesterol Total ................................. 40
Grafik 4.2.1. Rata-rata Persentase Jumlah Apoptosis Sel Jantung (%) pada Semua
Kelompok Penelitian dan Hasil Uji Statistik Mann-Whitney ..................................... 44
Grafik 4.3.1. Rata-rata Glukosa Darah Sewaktu Tiap Kelompok Selama 28 Hari .... 47
Grafik 4.3.2. Uji Mann-Whitney Rata-rata Kadar GDS Hari ke-28 ........................... 50
Grafik 4.4.1. Rata-rata Berat Badan Tiap Kelompok Selama 27 Hari ....................... 52
Grafik 4.4.2. Uji Mann-Whitney Rata-rata %BB Tiap Kelompok Hari ke-27 ........... 54
Grafik 4.5.1. Rata-rata Jumlah Diametes Sel Otot Jantung pada Semua
Kelompok Penelitian dan Hasil Uji Statistik Mann-Whitney ............... 56
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Daftar Obat Antidiabetik Oral ................................................................... 11
Tabel 2.2. Sediaan Insulin Berdasarkan Mekanisme Kerja ....................................... 13
Tabel 2.5. Tabel Definisi Oprasional ......................................................................... 24
Tabel 4.1.1. Rata-rata Nilai Kolesterol Total dan Hasil Uji Oneway Annova ........ 38
Tabel 4.2.1. Persentase Jumlah Apoptosis Sel Jantung Semua Kelompok
Penelitian dan Uji Statistik Kruskal-Wallis ............................................. 42
Tabel 4.2.2. Hasil Persentase Apoptosis Sel Jantung dengan menggunakkan uji
Mann Whitney ......................................................................................... 43
Tabel 4.3.1. Rata-rata dan Standar Deviasi Glukosa Darah Sewaktu Tiap
Kelompok ................................................................................................ 46
Tabel 4.3.2. Rata-rata Kadar Nilai Glukosa Darah Sewaktu dan Hasil Uji Kruskal-
Wallis Selama 28 Hari ............................................................................. 48
Tabel 4.3.3. Analisa Uji Statistik Antara Kelompok Tikus D dibandingkan dengan
Kelompok Tikus D+E ............................................................................. 51
Tabel 4.4.1. Rata-rata Persentase BB Semua Kelompok dan Hasil Uji Kruskal-
Wallis Hari ke-27 .................................................................................... 53
Tabel 4.5.1. Rata-rata Jumlah Diametes Sel Otot Jantung pada Semua Kelompok
Penelitian dan Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis ................................. 55
xii
DAFTAR SINGKATAN ATP : Adenosin Trifosfat
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
Ca2+ : Kalsium
Ca2+ Channel : Kanal kalsium
DAB : Diaminobenzidine
DM : Diabetes Mellitus
DPP-IV : Dipeptidyl Peptidase-IV
EDTA : Ethylen Diamine Tetraacetic Acid
ELISA : Enzyme Linked Sorbant Assay
GDS : Glukosa Darah Sewaktu
GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
GLP-1 : Glucagon Like Peptide-1
GLUT : Glucose Transporter
HDL : High Density Lipoprotein
HIV/AIDS : Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodefficiency Syndrome
HLA : Human Leucocyte Antigen
IDF : International Diabetes Federation
IPB : Institut Pertanian Bogor
IRS : Insulin Receptor Substrate
K+ : Kalium
K+ Channel : Kanal Kalium
kgBB : Kilogram Berat Badan
LDL : Low Density Lipoprotein
mg/dl : Miligram per desiliter
xiii
mg/kgBB : Miligram per Kilogram Berat Badan
mL : Mililiter
NGSP : National Glycohaemoglobin Standarization Program
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PSKPD : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
ROS : Reactive oxidative stress
SGLT-2 : Sodium Glucose Co-Transporter 2
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
TUNEL : Tdt-mediated dUTP Nick End.Labelling
VLDL : Very Low Density Lipoprotein
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang tidak menular dan
diakibatkan oleh pola hidup yang buruk, berdasarkan data yang diperoleh oleh
International Diabetes Federation (IDF), setiap 7 detik, 1 orang di dunia
meninggal karena menderita diabetes. Selain itu, 1 dari 12 orang menderita
diabetes dan 1 dari 2 orang yang menderita diabetes tersebut tidak mengetahui
bahwa ia menderita diabetes.1
Dewasa ini, peningkatan jumlah penderita diabetes
mellitus selain dari pola hidup yang buruk dapat didukung oleh beberapa faktor
resiko. Menurut data yang diperoleh dari American Diabetes Association (ADA)
bahwa penyakit diabetes mellitus berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat
diubah seperti riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, umur ≥45 tahun, etnik,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita diabetes mellitus gestasional dan riwayat lahir dengan berat
badan rendah (<2,5 kg).2 Pada tahun 2013 di Indonesia, diabetes melitus
diperkirakan diderita oleh 12 juta warga dengan 3,7 juta penderitanya tidak
terdiagnosis. Potensi tersebut, menurut RISKESDAS (2013) akan mengalami
peningkatan hingga 21,3 juta orang di tahun 2030.3
Diabetes dapat membawa beberapa komplikasi diantaranya kardiomiopati
diabetik, kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi tungkai bawah. Pada keadaan ini,
kadar glukosa dalam darah meningkat maka terjadi peningkatan mekanisme stress
oksidatif pada sel termasuk pada sel otot jantung, akibatnya terjadi kematian sel-
sel jantung yang dipicu oleh pelepasan zat yang bersifat toksik kemudian
mengganggu fungsi dari otot jantung kemudian akan timbul gangguan kontraksi
dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-diastolic yang pada
akhirnya dapat beresiko gagal jantung.4 Penyakit diatas dapat menyebabkan
prognosis yang buruk seperti kematian pada penderitanya, selain kematian
penderita diabetes juga dapat mnjadi penyandang disabilitas karena
komplikasinya. Terapi diabetes yang segera dapat mengontrol tingkat glukosa
2
darah yang optimal dan dapat menyingkirkan kemungkinan buruk
komplikasinya.5
Namun, dewasa ini kebanyakan dari masyarakat takut akan efek samping
dari obat diabetes yang dikonsumsinya dan kemudian beralih untuk mencoba
terapi herbal untuk mengobati diabetesnya. Diketahui, bahwa Sebanyak 56 %
tanaman herbal antidiabetik tersebut terdapat di Asia dan menjadi wilayah
dengan distribusi tanaman herbal antidiabetik terbanyak di dunia.6
Salah satu tanaman herbal yang dapat dijadikan pengganti obat bagi
penyakit diabetes adalah Daun Salam (Syzygium polyanthum). Menurut buku
karangan Wijayakusumah et al. (1996) khasiat obat dari tumbuhan salam terdapat
pada seluruh bagian tanamannya seperti kulit batang, akar, buah, dan daunnya.
Namun, khasiat obat yang terdapat pada daunnya jauh lebih banyak daripada
bagian lainnya.
Menurut penelitian Suganda AG et al. (2005), ekstrak daun salam 3x350
mg/hari dilaporkan dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa dan kadar
glukosa darah 2 jam setelah makan terutama pada kadar 200mg/dl walaupun
menurut hasil statistik yang diperoleh tidak signifikan,7 Namun pada penelitian
Tri Widiyati et al (2015) pemberian dosis pada range 250-500 mg/dl ekstrak
kering methanol dari daun salam terbukti signifikan menurunkan kadar glukosa
darah sewaktu. 29
Menurut David & Branen (1993), pada daun salam mengandung
minyak atsiri yang terdiri dari sitral, eugenol, triterpenoid, saponin, flavonoid, dan
tannin. Selain itu, daun salam juga mengandung beberapa vitamin, di antaranya
vitamin A, vitamin C, vitamin E, Thiamin, Riboflavin, Niacin, vitamin B6,
vitamin B12, dan folat. Senyawa aktif yang dimiliki daun salam berupa flavonoid
memiliki sifat antioksidan yang berpotensial untuk mencegah pembentukan
radikal bebas dan melindungi pembuluh darah dari kerusakan yang nantinya dapat
mengurangi kerusakan sel dan menurut Patel et al (2012) flavonoid memiliki
kandungan antioksidan yang bersifat antidiabetik. Serta terdapat beberapa
senyawa aktif lain seperti saponin yang mampu mencegah penyerapan lemak
dalam usus dengan cara meningkatkan sekresinya di urin dan lemak tidak
tertimbun dalam pembuluh darah. Zat tersebut terkandung pada daun salam yang
berguna untuk tatakelola dislipidemia, diabetes mellitus, antiradang, antibiotik.8,9
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini
adalah Bagaimana efek dari ekstrak daun salam terhadap kadar kadar kolesterol,
glukosa darah tikus, berat badan, apoptosis sel dan diameter sel jantung yang
diinduksi STZ dibandingkan dengan tikus diabetes non terapi serta tikus normal?
1.3. Hipotesis
H0: Tidak terdapat efek dari pemberian ekstrak daun salam pada kadar kadar
kolesterol, glukosa darah, berat badan, apoptosis sel dan diameter sel jantung
tikus yang diinduksi STZ dibandingkan dengan tikus diabetes non terapi serta
tikus normal.
H1: Terdapat efek dari pemberian ekstrak daun salam pada kadar kadar
kolesterol, glukosa darah, berat badan, apoptosis sel dan diameter sel jantung
tikus yang diinduksi STZ dibandingkan dengan tikus diabetes non terapi serta
tikus normal.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1 Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak daun
salam terhadap kadar kolesterol total, glukosa darah, berat badan, apoptosis dan
diameter sel otot jantung terhadap tikus diabetes yang diinduksi STZ.
1.4.2 Khusus
Mengetahui efek ekstrak daun salam 300 mg/kgBB yang diberikan secara
oral selama 28 hari terhadap:
1. kolesterol
2. kadar glukosa darah
3. berat badan
4. apoptosis
5. diameter sel otot jantung
pada tikus diabetes yang diinduksi STZ, tikus diabetes tanpa terapi,tikus normal
dengan terapi, serta tikus normal.
4
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
a. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
b. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode eksperimen.
c. Mendapatkan pengetahuan mengenai tanaman herbal yang memiliki efek
hipoglikemik.
d. Mendapatkan pengetahuan mengenai tanaman herbal yang memiliki efek
hipoglikemik dan juga dapat mengontrol kolesterol darah.
1.5.1 Bagi Institusi
Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
1.5.2 Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai terapi
alternatif untuk mengatasi diabetes.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Diabetes Melitus
2.1.1. Definisi dan Klasifikasi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang menyerang pada sistem
metabolik endokrin dan bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia, yang
terjadi karena adanya kelainan pada pankreas yang menyebabkan gangguan pada
sekresi insulin, kerja insulin, atau melibatkan keduanya.12
Menurut Harisson tahun 2009, umumnya diabetes melitus disebabkan oleh
interaksi kompleks yang terjadi antara faktor genentik dan lingkungan. Terdapat
beberapa faktor terkait etiologi hiperglikemia dari diabetes melitus diantaranya
faktor sekresi insulin yang rendah, penggunaan glukosa tubuh yang menurun,
serta peningkatan produksi glukosa oleh tubuh. Disregulasi metabolik pada
diabetes melitus menyebabkan beberapa perubahan fungsi organ bekerja lebih
berat yang berlangsung terus menerus dan dapat menimbulkan komplikasi pada
organ tersebut. 13
Klasifikasi diabetes melitus dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan
Konsensus PERKENI tahun 2015. 14
A. Diabetes Melitus Tipe 1 yang disebabkan oleh kekurangan insulin tubuh
yang absolut akibat destruksi sel pankreas karena penyakit idiopatik atau
penyakit autoimun sehingga harus menerima insulin dari luar tubuh.
B. Diabetes Melitus Tipe 2 yang isebabkan oleh gangguan dari produksi
insulin tubuh dari sel pankreas disertai kondisi resistensi insulin sampai
menyebabkan defek pada produksi insulin.
C. Diabetes Melitus Tipe Lain yang disebabkan oleh defek-defek genetik dari
kerja insulin tubuh maupun fungsi sel pankreas, penyakit pada pankreas,
infeksi, endokrinopati, obat-obatan, dan lainnya.
D. Diabetes Melitus Gestasional yang sebabnya belum jelas dan terjadi pada
usia kehamilan mencapai trimester kedua atau ketiga dan kembali normal
setelah melahirkan.
6
2.1.2. Fisiologi Pankreas dan Insulin
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin yang
terdapat dalam tubuh, terletak di rongga retroperitoneal dan memiiki tiga bagian
yaitu kaput, kolum, dan kauda.15
Organ ini berfungsi sebagai penghasil enzim-
enzim pencernaan dan penghasil dua hormon penting dalam pengaturan glukosa
tubuh yaitu insulin dan glukagon.16
Insulin dan glukagon dihasilkan oleh sel pankreas yang terletak pada
pulau langerhans. Rangsangan yang diterima berupa adanya glukosa yang beredar
dalam darah kemudian dibawa oleh GLUT 2 sebagai molekul pengangkut glukosa
agar dapat masuk kedalam sel pankreas, selanjutnya glukosa akan mengalami
proses glikolisis dengan bantuan enzim glukokinase menjadi glukosa 6 fosfat
kemudian memasuki tahap fosforilasi oksidatif dan melepaskan molekul ATP
yang berada pada sel pankreas akan menghambat reseptor kanal ion kalium dan
menyebabkan penumpukan ion kalium didalam intrasel kemudian memicu
terjadinya depolarisasi membran dan influk ion kalsium akibat dari terbukanya
kanal ion kalsium. Ketika proses tersebut terjadi, sel pankreas teraktivasi untuk
membentuk insulin yang dimulai dari prekursor hormon insulin, dibantu dengan
enzim peptidase, untuk diubah menjadi insulin dan peptida C kemudian
dilepaskan dalam darah dan berikatan pada reseptor insulin, dan mengaktifkan
GLUT 4 dalam membran sel yang berguna mengangkut glukosa menuju intrasel
untuk dimetabolisme.16
Gambar 2.1 Sekresi insulin Sumber : Guyton, 2006
7
2.1.3. Patofisiologi DM
8
2.1.4. Diagnosis DM
Diagnosis DM ditentukan melalui anamnesis, ditemukan keluhan klasik DM
seperti poliuri, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan disertai beberapa
keluhan lain seperti kesemutan, lemas, dan infeksi saluran kemih. Pada
pemeriksaan laboratorium dianjurkan untuk memeriksa kadar glukosa darah dan
HbA1c.14
Berikut adalah kriteria diagnosa DM menurut PERKENI 2015.14
Jika pada pemeriksaan ditemukan hasil yang tidak memenuhi kriteria
normal atau kriteria DM maka hasil pemeriksaan tersebut akan digolongkan
kedalam kelompok prediabetes, kriteria kelompok prediabetes menurut PERKENI
2015 adalah dengan nilai kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dl dengan kadar
glukosa plasma setelah TTGO 140-199 mg/dl, serta nilai HbA1c 5,7-6,4 %.14
2.1.5. Komplikasi DM
Diabetes melitus yang tidak ditangani dengan baik dapat berkembang
menjadi gangguan berupa komplikasi organ. Pada komplikasi DM dapat
dibedakan menjadi dua, menurut lesi yang terjadi pada vaskuler, keadaan
hiperglikemia dalam tubuh yang memicu kerusakan vaskuler yang memperdarahi
organ tertentu didalam tubuh, dan mengakibatkan timbulnya lesi pada vaskuler
yaitu mikrovaskuler yaitu lesi yang terdapat pada pembuluh darah kecil dan
makrovaskuler yaitu lesi yang terdapat pada pembuluh darah besar.17
Pemeriksaan glukosa plasma puasa (tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam) 126 mg/dl
ATAU
Pemeriksan glukosa plasma 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan asupan
glukosa 75 gram 200 mg/dl
ATAU
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl disertai keluhan klasik
ATAU
Pemeriksaan HbA1c 6,5 % dengan metode National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP) yang sudah distandarisasi.
9
Komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler pada penderita
diabetes melitus terjadi akibat akumulasi dari senyawa toksik dan mengakibatkan
stress oksidatif pada sel sehingga memicu respon inflamasi berkepanjangan
berupa perubahan struktur dari endotel vaskuler. Jika perubahan struktur endotel
terjadi secara terus menerus akan menimbulkan gangguan pada aliran darah yang
memicu beberapa penyakit seperti ulkus diabetikum, retinopati diabetikum,
nefropati, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan penyakit serebrovaskuler
lainnya.17,19
Komplikasi akut tanpa melibatkan kerusakan pembuluh darah berupa
hipoglikemi dapat terjadi akibat konsumsi obat antidiabetes tanpa disertai adanya
asupan kalori serta melakukan aktivitas yang berat. Ketoasidosis diabetikum juga
dapat terjadi akibat pemecahan lemak menjadi asam lemak pada pasien diabetes
akibat respon dari jaringan yang kekurangan asupan glukosa darah karena
menurunnya respon insulin dalam darah.18
Gambar 2.2 Komplikasi Kronis Diabetes Melitus
Sumber : Robbin’s, 2014
10
2.1.6. Tatalaksana DM
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup dari penderitanya, mencegah terjadinya komplikasi dan
menurunnya morbiditas serta mortalitas dari penderita diabetes melitus.14
Menurut
PERKENI, penatalaksanaan diabetes melitus dapat dimulai dengan menerapkan
pola hidup sehat dan melakukan pencegahan secara medik dengan obat
antidiabetik oral dan/atau suntikan dapat diberi sebagai terapi tunggal atau
kombinasi.14
Maka, pemberiaan tatalaksana dimulai dari:14
1. Edukasi
Edukasi dilakukan untuk mengenalkan gaya hidup sehat, mengenai pola
penyakit diabetes melitus, pengendalian penyakit, penyulit penyakit, faktor resiko
serta pengelolan jika sudah terjadi komplikasi maupun dibetes melitus pada
kondisi tertentu.
2. Diet
Melakukan pengaturan waktu konsumsi dari asupan nutrisi ke dalam tubuh
dan pengaturan dari zat nutrisi yang dikonsumsi dengan cara menghitung dan
memberi pola konsumsi pada jumlah kalori yang dibutuhkan dengan komposisi
antara karbohidrat sebesar 45-67% dari kebutuhan kalori, protein sebesar 10-20%
dari kebutuhan kalori, dan lemak sebesar 20-25% dari kebutuhan kalori serta
konsumsi vitamin dan mineral agar terciptanya asupan kalori dalam tubuh yang
seimbang.
3. Olahraga
Olahraga sehari-hari dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama 30-45 menit. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan pasien, selain itu
juga bertujuan untuk menurunkan berat badan serta menurunkan dan menjaga
kadar gula darah agar tetap normal. Olahraga yang dianjurkan berupa olahraga
yang bersifat aerobik seperti senam aerobik, berjalan cepat, dan berenang.
4. Obat-obatan
Obat-obatan pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2 bertujuan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Terdapat dua bentuk sediaan obat
antidiabetik yaitu sediaan injeksi dan sediaan oral.
11
Sediaan oral dibagi menjadi 5 golongan dengan cara kerja, efek samping,
keuntungan, kerugian, serta efek terhadap penurunan HbA1c yang berbeda-beda,
berikut adalah tabel yang mencakup antidiabetik oral menurut perkeni 201513
:
Tabel 2.1. Daftar Obat Antidiabetik Oral
Golongan obat Jenis obat Cara Kerja (-) (+) Efek samping
utama
Penurunan
HbA1c
Sulfonilurea Glibenklamid
Glipizid
Glimepirid
Meningkatkan
sekresi insulin
BB meningkat,
Hipoglikemia
Sangat efektif BB naik
Hipoglikemia
(glibenklamid)
1,0-2,0%
Glinid
Meningkatkan
sekresi insulin
BB meningkat,
harga mahal,
hipoglikemia
Sangat efektif
BB naik
Hipoglikemia
0,5-1,5%
Metformin
Meningkatkan
kepekaan
terhadap
insulin
Kontraindikasi
dengan
insusfiensi
renal
Sangat efektif
dan tidak ada
kaitan dengan
kenaikan BB
Dispepsia
Diare
Asidosis laktat
1,0-2,0%
Alfa
Glucosidase-
inhibitor
Acarbose
Menghambat
penyerapan
glukosa
Mahal,
pemberian 3x1
tidak ada
kaitan dengan
kenaikan BB
Flatulen
Tinja lembek
0,5-0,8%
Tiazolidindion Rosiglitazone
Piaglitazone
Meningkatkan
kepekaan
terhadap
insulin
Mahal, beresiko
terjadinya
retensi cairan,
dan gagal
jantung
Memperbaiki
profil lipid
(pioglitazone)
Edema 0,5-1,4%
12
Inhibitor DPP-
4
Sitagliptin
Vildagliptin
Saxagliptin
Linagliptin
Meningkatkan
sekresi insulin
menghambat
sekresi
glukagon
Mahal
Tidak ada
kaitan dengan
kenaikan BB
Muntah
0,5%-
0,8%
Inhibitor
SGLT-2
Dapagliflozin
Canagliflozin
Empagliflozin
Menghambat
penyerapan
kembali
glukosa di
ginjal
Glukosuria
Memperbaiki
penurunan
berat badan,
menurunkan
tekanan darah
sistolik
Dehidrasi
Infeksi saluran
kemih
0,8%-
1,0%
Sumber: Perkeni 2015
Sediaan injeksi terdiri atas agonis GLP-1, insulin, dan kombinasi dari
keduanya. Agonis GLP-1 bekerja pada sel pankrea Pemakaian insulin
diperuntukkan dalam keaadaan tertentu sepert kadar HbA1c > 9% dengan
kdekompensasi metabolik, penurunan berat badan drastis, hiperglikemia berat
disertau ketosis, krisis hiperglikemi, gagal terapi anti diabetik oral, kehamilan
(diabetes melitus gestasional), serta terdapat keggagalan fungsi organ. Sediaan
insulin dibagi berdasarkan cara kerjanya menjadi 5 kelompok, yaitu.13
13
Tabel 2.2. Sediaan Insulin Berdasarkan Mekanisme Kerja
Jenis insulin Contoh
insulin
Awitan
(onset)
Puncak efek Lama
kerja
Insulin kerja pendek (Short-
acting)
-Humulin
-Actrapid
30-60
menit
2-4 jam 6-8 jam
Insulin kerja menengah
(Intermediate-acting)
-Humulin N
-Insulatard
-Insuman
Basal
1,5-4 jam 4-10 jam 8-12 jam
Insulin kerja cepat (Rapid-
acting)
-Insulin
Lispro
-Insulin
Aspart
-Insulin
Glulisin
5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
Insulin kerja panjang
(Long-acting)
-Insulin
glargine
-Insulin
Detemir
1-3 jam Hampir tanpa
puncak
12-24
jam
Insulin kerja sangat panjang Degludec 30-60
menit
Hampir tanpa
puncak
48 jam
Sumber: PERKENI 2015
14
Gambar 2.3 Diet Makanan Sehat
Sumber : Perkeni 2011
2.1.7. Dislipidemia dan DM
Dislipidemia adalah abnormalitas metabolisme lemak dalam plasma darah
dengan tanda peningkatan maupun penurunan profil lipid dalam plasma darah.
Abnormalitas jumlah profil lipid yang terdapat pada dislipidemia adalah kenaikan
kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida (TG), serta penurunan
kolesterol HDL.20
Klasifikasi dislipidemia menurut PERKENI 2015 dalam buku panduan
pengelolaan dislipidemi dibagi berdasarkan ada tidaknya penyakit yang
mencetuskan kondisi dislipidemia pada manusia, yaitu dislipidemia primer dan
dislipidemia sekunder.20
Dislipidemia primer terjadi akibat adanya kelainan genetik yang
menyebabkan kadar profil lipid dalam darah meningkat contohnya
hiperkolesterolemia familial, dilipidemia remnan, dan hipertrigliserida primer.
Sedangkan dislipidemia sekuder adalah suatu keadaan dislipidemia yang terjadi
akibat suatu penyakit lain contohnya diabetes melitus.
pada keadaan diabetes melitus, khususnya diabetes melitus tipe 2, terjadi
peningkatan VLDL-trigliserida atau trigliserida (TG) dan penurunan kadar HDL.
Hal ini disebabkan akibat berkurangnya produksi insulin yang berfungsi sebagai
stimulator dari enzim lipoprotein lipase. Pada kondisi tersebut akan terjadi
penurunan pada enzim lipoprotein lipase, penurunan kemampuan metabolisme
lipid normal dalam tubuh, serta terjadi gangguan klirens dari VLDL-trigliderida.
Gangguan klirens ini disebabkan karena kurangnya produksi insulin yang
15
berfungsi untuk menekan degradasi dari apolipoprotein B (Apo-B) sehingga dapat
dijumpai peningkatan VLDL-trigliserida dalam plasma darah akibat mekanisme
dari berkurangnya klirens VLDL-trigliserida dalam tubuh.
Selain itu, pada kondisi tubuh kekurangan insulin sel adiposa akan terus
memecah asam lemak tak jenuh. Fungsi dari Asam lemak tak jenuh adalah
sebagai regulator produksi VLDL yang kaya akan trigliserida di dalam hati.
Semakin banyak asam lemak yang dibawa kehati, maka semakin banyak pula
VLDL kaya akan trigliserida.21
VLDL yang kaya akan trigliserida atau VLDL besar, kemudian akan
bersirkulasi dan bertukar dengan kolestrol ester yang terdapat di HDL kemudian
menghasilkan HDL kaya ester kolestrol miskin trigliserida yang mudah
dikatabolisme oleh ginjal sehingga kadar HDL di dalam plasma darah menurun.
Kemudian, selain bertukar dengan HDL, VLDL besar akan bertukar dengan
kolesterol ester yang terdapat pada kolestrol-LDL, dan menghasilkan LDL kaya
trigliserida. Trigliserida nantinya akan dihidrolisis oleh enzim lipase hati sehingga
menghasilkan LDL kecil padat yang sifatnya mudah teroksidasi.21
2.1.8. Kardiomiopati Diabetik dan Apoptosis Sel Jantung
Gambar 2.4 Mekanisme Proses Terjadinya Kardiomiopati yang Diinduksi Oleh
diabetes melitus Sumber : An D, Rodrigues B. Role of changes in cardiac metabolism in development of
diabetic cardiomyopathy 2006
16
Pada kondisi hiperglikemia kronik dapat menginduksi terjadinya
gangguan pada otot jantung, berupa terjadi kegagalan pompa jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Keadaan ini disebabkan akibat peningkatan
dari glikolasi protein interstisium kemudian timbul kekakuan pada miokardium,
dan berujung pada gangguan kontraksi miokardium.
Gangguan kontraksi miokardium yang diinduksi oleh kondisi
hiperglikemia kronik memiliki lima mekanisme yaitu:22
1. Gangguan hemostasis kalsium
Terjadi perubahan hemostasis akibat terjadinya peningkatan oksidasi asam
lemak bersamaan dengan penurunan jumlah glukosa dalam tubuh sehingga terjadi
penghambatan glikolisis sel otot jantung. Ketika proses glikolisis sel otot jantung
dihambat, maka ATP tidak diproduksi dan tidak lagi digunakan oleh pengangkut
ion seperti Na+
K+ATP-ase sehingga terjadi gangguan hemostasis intraseluler
Ca2+
.
2. Aktivasi sistem renin-angiotensin
Pada diabetes melitus terjadi aktivasi sistem angiotensin yang berlebih
sehingga menghasilkan angiotensin II yang berlebihan. Pada kondisi ini fungsi
angiotensin II memiliki fungsi berlawanan dari nitrit okside (NO). Hal ini dapat
memicu perubahan pada pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi sel endotel
yang menginduksi stress oksidatif pada sel kemudian memicu apoptosis sel.
3. Peningkatan stress oksidatif
Produksi reactive oxygen species (ROS) yang berlebihan akibat proses
oksidasi lemak yang berlebihan pada kondisi hiperglikemia, akan menyebabkan
toksik terhadap sel melebihi dari kemampuan sel untuk memproduksi antioksidan
kemudian kejadian ini akan mengarah kepada kebocoran protein dari mitokondria
sel kemudian sitokrom c sebagai salah satu protein yang terkandung di
mitokondia mengaktifkan enzim kaspase-9. Teraktifasinya enzim kaspase-9
merupakan awal dari pengaktifan kaskade kaspase yang berujung pada
fragmentasi nuclear sel, kemudian menyebabkan ekspresi gen yang abnormal
akibat dari kurangnya faktor antiapoptosis akan menginduksi apoptosis sel
jantung dengan segera.
17
4. Perubahan substrat metabolism
Peningkatan metabolism asam lemak di jantung yang menghasilkan
penumpukan lemak yang bersifat lipotoksik di dalam sel otot jantung serta hasil
sampingan dari metabolisme lemak berupa ceramide akan menginduksi apoptosis
dari sel otot jantung.
5. Disfungsi mitokondria
Sifat lipotoksisitas dari sel lemak yang penumpuk di miokardium
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi akibat terjadinya proses reduksi
dari produksi ATP sehingga mengganggu kontraktilitas sel otot jantung.
Gambar 2.5 Mekanisme Apoptosis Oleh ROS Akibat Diabetes Melitus
Sumber : Liu 2014
Lima dari mekanisme diatas menyebabkan salah satu komplikasi diabetes
pada organ jantung yang mengarah kepada kardiomiopati diabetik. Semakin
banyak kematian sel jantung dapat terjadi proses remodeling sel, keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya proses fibrosis jantung yang kemudian akan
mengganggu dari kontraktilitas otot jantung dan terjadinya hipertrofi sebagai
kompensasi kerja dari sel jantung.
18
2.2. Tinjauan Tanaman Salam
Tumbuhan salam atau gowok atau ubar serai atau meselangan merupakan
tumbuhan yang tumbuh secara liar pada ketinggian 5 m sampai dengan 1000 m
diatas permukaan laut. Karakteristik Daun salam seperti daunnya tunggal, bentuk
tulangnya menyirip, letaknya berhadapan, berbentuk lonjong sampai elips atau
bundar telur sungsang, dan berwarna hijau. Daun salam memiliki tangkai yang
panjangnya 0.5-1 cm, panjang daun 5-15 cm dan lebar daun 3-8 cm. Salam
biasanya diambil daunnya untuk digunakan sebagi bumbu masakan pada
kebanyakan masakan di Indonesia karena gunanya memberi aroma pada masakan.
Selain digunakkan sebagai penyedap, salam juga digunakan untuk mengobati
beberapa penyakit contohnya diabetes.23
Gambar 2.6 Daun Salam
Sumber: http://gernot-katzers-spice-pages.com/engl/Euge_pol.html
Salam memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Phylum : Tracheophyta
Subphylum : Euphylliphytina
Infraphylum : Radiatopses
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Superorder : Myrtanae
Order : Myrtales
Suborder : Myrtineae
19
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : polyantha
Daun yang diketahui masyarakat Indonesia sebagai salah satu bumbu
masak ini ternyata juga termasuk dalam salah satu tanaman herbal, daun salam
tumbuh menyebar dan dapat ditemukan di hutan mulai dari Burma, Indocina,
Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Mayoritas
masyarakat Indonesia menggunakan tanaman ini sebagai obat herbal bagi
penyakit tertentu, misalnya daunnya digunakkan untuk mengobati diabetes
melitus, darah tinggi, sakit maag, kolesterol tinggi, dan buahnya digunakkan
untuk mengatasi mabuk akibat alkohol.
Kandungan yang terdapat pada daun salam antara lain minyak atsiri, yang
mengandung sitrat, eugenol, tannin, flavonoid, saponin, serta astringent yang
memberi aroma23
. Kandungan flavonoid dalam daun salam yaitu kuersetin dan
fluoretin. Flavonoid merupakan senyawa antioksidan polifenol alami yang
terdapat pada tumbuhan, buah-buahan, dan minuman seperti teh, dapat
menurunkan kadar kolesterol dan kadar trigliserida dalam darah, melindungi
pembuluh arteri dari kerusakan akibat meningkatnya jumlah penimbunan
kolesterol di permukaan endotel pembuluh darah arteri. Penelitian Arnelia (2004),
pada tikus yang di berikan flavonoid menunjukkan penurunkan peroksidasi lipid.
Mekanisme penurunan lipid oleh adalah dengan bekerja sebagai penghambat
enzim HMG-KoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun.10,11
Selain flavonoid, beberapa hipotesis menyebutkan zat saponin dan tannin
bekerja pada traktus gastrointestinal, saponin memiliki cara untuk membentuk
ikatan kompleks yang tidak larut dengan kolesterol yang berasal dari makanan
kemudian berikatan dengan asam empedu membentuk micelles dan meningkatkan
pengikatan kolesterol oleh serat sehingga kolesterol tidak dapat diserap oleh usus.
sedangkan tannin bereaksi di epitel mukosa usus kemutian berikatan dengan
protein untuk menghambat penyerapan lemak.10,11
20
2.2.1. Daun Salam dan Diabetes Mellitus
Kandungan kimiawi yang terdapat pada saun salam dan berhubungan
dengan dislipidemia adalah zat flavonoid, saponin, dan tannin.24
Flavonoid
merupakan senyawa antioksidan yang terdapat pada tumbuhan, flavonoid bekerja
dengan cara menghambat enzim HMG-CoA reduktase sehingga sintesis kolestrol
menurun, flavonoid juga menginhibisi pembentukan misel dengan menjadi
penghambat absorbsi kolesterol makanan, kandungan kursetin pada flavonoid juga
berfungsi sebagai penghambat oksidasi LDL serta dapat menghambat sekresi dari
Alpha lipoprotein-B100 (Apo-B100) yang berfungsi sebagai pembentuk VLDL
dan LDL ke usus halus, sehingga jumlah Apo B akan mengalami penurunan.24
Flavonoid juga bertindak sebagai senyawa antidiabetik dengan cara memicu
pengeluaran sekresi insulin melalui pengaktifan kaskade sinyal cAMP di dalam
sel beta pankreas.25
Saponin pada daun salam bekerja dengan cara membuat ikatan kompleks
yang tidak larut dengan kolesterol dan meningkatkan pengikatan kolesterol oleh
serat sehingga penyerapan dalam usus halus menurun, selain itu saponin dapat
merangsang sekresi insulin pda sel beta pankreas dengan cara menghambat
pengeluaran kalium dari sel dan mencetuskan depolarisasi sel beta pankreas
kemudian insulin di sekresikan keluar sel.25
Tannin bekerja dengan cara bereaksi
dengan protein mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan
lemak24
. Sedangkan efek antidiabetiknya, tanin memiliki kemampuan untuk
menangkap radikal bebas dan mengurangi stres okidatif sel sehingga kadar
glukosa darah dapat terkontrol.25
21
2.3. Tinjauan Streptozotosin (STZ)
Gambar 2.7 Struktur Kimia STZ
Sumber: Design of Anticancer Agents Utilizing Streptozocin for In Silico Optimization of
Properties and Pattern Recognition Identification of Group Features
STZ disintesis oleh bakteri Streptomyces achromogenes , merupakan
alkylating agents kelas nitrosurea. Alkylating agents berfungsi sebagai anti kanker
karena sifatnya yang dapat mengalkilasi DNA dan menyebabkan nekrosis sel
yang irreversibel. STZ digunakkan untuk menginduksi diabetes melitus pada
hewan percobaan berupa mencit dan tikus.
STZ memiliki efek toksisitas yang selektif terhadap sel β pankreas dan
STZ memiliki struktur separuh glukosa sehingga memudahkannya untuk
berikatan dengan GLUT 2 kemudian dapat memasuki sel β pankreas. Setelah
masuk kedalam sel β pankreas, pertama STZ mengakibatkan penghambatan
produksi insulin melalui proses alkilasi pada DNA sel β pankreas, kemudian STZ
akan melepaskan N-methylnitrosa sebagai hasil dari metabolisme di dalam sel β
pankreas yang akan meningkatkan jumlah NO di dalam sel β pankreas kemudian
akan menginduksi pengeluaran anion superoksida yang mengakibatkan efek
sitotoksik pada sel β pankreas. STZ dapat diberikan melalui injeksi intraperitoneal
ataupun intravena, dosis yang digunakkan adalah dosis tunggal. Efek pemberian
STZ dapat dilihat setelah 72 jam injeksi.26
22
2.4. Kerangka Teori
23
2.5. Kerangka Konsep
24
2.5. Definisi Oprasional
Tabel 2.3. Definisi Oprasional
No Variabel Definisi
operasional
Alat Ukur Cara Pengukuran Skala
Pengukuran
1 Gula Darah
Sewaktu
(GDS)
Hasil pemeriksaan
gula darah sampel
secara acak tanpa
dipuasakan.
Strip dan alat
glukometer “Easy
Touch”
Darah dari
sampel diteteskan
pada strip
glukometer,
interpretasi angka
yang muncul
pada alat.
Numerik
2 Berat badan
(BB)
Ukuran yang
digunakan secara
umum untuk
menilai keadaan
gizi
Timbangan
Digital
Sampel
diletakkan pada
timbangan
kemudian dilihat
angka pada
timbangan.
Angka tersebut
merupakan BB
sampel
Numerik
3 Kolesterol Komponen lipid
yang terdapat
dalam LDL dan
Trigliserida
Spektrofotometer Plasma sampel
dicampurkan
dengan reagen
kolestrol.
Campuran
sampel dan
reagen kemudian
dinilai dengan
spektrofotometer.
Numerik
25
4 Apoptosis
Sel Jantung
Mekanisme
kematian sel yang
terprogram akibat
pengaktifan enzim
kaspase di
sitoplasma dan
mengakibatkan
kerusakan pada
mitokondria sel
jantung yang
ditandai dengan
pemadatan
kromatin
disepanjang
membran inti (inti
sel memadat,
pembentukan
glembung
membran inti, dan
fragmentasi DNA)
Mikroskop Menghitung
jumlah apoptosis
sel jantung per
100 lapang
pandang dengan
menggunakkan
perbesaran 40x
Numerik
5 Diameter
Sel Otot
Jantung
Hasil pengukuran
jarak dari satu sisi
lingkaran ke sisi
lain sel melewati
inti
Mikroskop Menghitung
ukuran diameter
sel dari batas
terlebar dan
melewati inti sel
dengan
perbesaran 20x
Numerik
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian adalah desain penelitian
eksperimental.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September 2016 sampai Juli 2017.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium Biologi,
laboratorium Farmakologi, laboratorium Riset, laboratorium Biokimia,
laboratorium MPR, laboratorium histologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti
No.05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan, Banten.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague-
Dawley berumur 16 minggu, dengan berat badan rentang 77 - 195 gram yang
diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB).
Terdapat empat kelompok pada penelitian ini. Kelompok pertama adalah
kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif. Kelompok kedua adalah kelompok
D (diabetes) yaitu tikus diabetes karena induksi streptozotosin dan tidak diberikan
ekstrak daun salam. Kelompok ketiga adalah kelompok D + E 300 mg yaitu tikus
diabetes karena induksi streptozotosin yang kemudian diberi terapi ekstrak daun
salam dengan dosis 300 mg/KgBB selama 28 hari sebagai kontrol positif Dan
kelompok keempat N + E 300 mg yaitu tikus normal yang diberi terapi ekstrak
daun salam dengan dosis 300 mg/KgBB selama 28 hari. Untuk menentukan
jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian, digunakan rumus Mead sebagai
berikut:
27
Dengan :
E = derajat kebebasan komponen kesalahan, (10 – 20 )
N = Jumlah sampel dalam penelitian (dikurangi 1)
B = blocking component mengambarkan pengaruh lingkungan yang
diperbolehkan dalam penelitian
T = Jumlah kelompok perlakuan ( dikurangi 1)
E = N-B-T
E = N-B-T
10 =(N-1)-0-(4-1) 20 =(N-1)-0-(4-1)
10= N-1-3 20= N-1-3
10=N-4 20=N-4
N 14 N 24
Berdasarkan perhitungan MEAD, maka jumlah sampel yang digunakan
adalah 4 sampel setiap kelompok sehingga jumlah sampel adalah 16 sampel.
Jumlah sampel berada di rentang 14 sampai 24, sesuai dengan rumus MEAD.
Alasan pemilihan MEAD sebagai rumus jumlah sampel adalah :
1. Rumus MEAD lebih sering digunakan untuk perhitungan jumlah sampel
yang menggunakan hewan percobaan.
2. Rumus MEAD menghasilkan jumlah sampel minimal dibandingkan
rumus lainnya.
3.3.1. Kriteria Sampel
3.3.1.1. Kriteria Inklusi
1. Kelompok N : tikus jantan strain Sprague dawley dengan glukosa
darah sewaktu < 250 mg/dL
2. Kelompok D, D + E 300mg : tikus jantan strain Sprague dawley
dengan glukosa darah sewaktu > 250 mg/dL.
3.3.1.2. Kriteria Eklusi
1. Tikus mati sebelum mendapat perlakuan
2. Tikus yang diinduksi streptozotosin namun tidak mengalami diabetes
RUMUS MEAD : E = N-B-T
28
3.4. Cara Kerja Penelitian
3.4.1. Alat Penelitian
alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat kandang tikus
2. Tempat makan dan
minum tikus
3. Glukometer merk
Easy Touch.
4. Glucotest strip merk
Easy Touch
5. Neraca digital
6. Spuit
7. Oral sonde
8. Alcohol swab
9. Tissue
10. Silet
11. Korek api
12. Minor set
13. Neraca analitik
14. Timbangan milligram
15. kulkas -80oC
16. Termos es
17. Tabung reaksi
18. Micropipet
19. Pipet Multichannel
20. Plate
21. Shaker
22. Slide preparat
23. Mikroslide
24. Beaker glass 50 ml
25. Tabung EDTA
26. Falcon tube
27. Eppendorf
28. Vortex
29. Sentrifuge
30. Spektrofotometer
31. Rak mikroslide
32. Toples
33. Stirer
29
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ekstrak daun salam
2. Streptozotosin
3. Buffer Sitrat
4. Sukrosa 10%
5. Ether
6. Kit Kolesterol
7. Aquadest
8. Xylene
9. Ethanol
10. Methanol
11.PhosphateBuffer
Saline
12.Diaminobenzidine
(DAB)
13. Kit Takara Bio
14.Labeling reaction
mixture
15. Labeling safe buffer
16. H2O2
17. Entelan
18. Methyl green 3%
3.4.3. Pembuatan Ekstrak Daun Salam
Pada tahap awal, daun salam diblender. Setelah itu diayak untuk
mendapatkan serbuk halus daun salam. Serbuk halus daun salam kemudian
dicampur dengan ethanol 70% dengan perbandingan 10 mg serbuk dilarutkan
dalam 100ml ethanol 70%. Kemudian hasil campuran tersebut diaduk di hot plate
stirer selam 5 jam. Setelah diaduk kemudian disaring menggunakan saringan
mikro dan didapatkan ekstrak cair daun salam. Ekstrak cair daun salam kemudian
di evaporasi di PAU Institut Pertanian Bogor dan didapatkan ekstrak kering daun
salam.
3.4.4. Adaptasi Sampel
Sampel diadaptasikan di Animal house selama 14 hari di beri makan dan
minuman yang cukup serta kandang diisikan sekam kayu agar tikus tetap nyaman
selama proses penelitian.
3.4.5. Induksi Streptozotosin (STZ)
Setelah adaptasi selama 14 hari, pada hari pertama percobaan dilakukan
injeksi streptozotosin 55 mg/kgBB secara intraperitoneal pada tikus. Setelah
dilakukan injeksi streptozotosin, dalam waktu 24 jam tikus diberikan sukrosa 10%
melalui sonde dan diberi makan yang cukup untuk mencegah kondisi
30
hipoglikemia. Kemudian dilakukan pengukuran berat badan selang 2 hari yaitu
hari ke-3 dan pengukuran glukosa darah sewaktu selang 6 hari yaitu hari ke-7,
untuk menentukan tikus diabetes mellitus dengan kriteria kadar glukosa
>250mg/dl.
3.4.6. Pemberian Ekstrak Daun Salam
Sebagian tikus yang mengalami diabetes kemudian diberikan ekstrak daun
salam 300 mg/kgBB selama 4 minggu (hari 1 sampai ke 28) secara oral dengan
menggunakan alat sonde satu kali sehari.
3.4.7. Sacrifice
Pemberian ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) 300 mg/kgBB
dilakukan selama 28 hari, kemudian seluruh tikus di sacrifice dengan minor set,
kemudian dilakukan pengambilan darah untuk dilakukan pengukuran kadar
kolesterol total. Selanjutnya dilakukan pengambilan organ berupa organ jantung,
ginjal dan pankreas. Organ jantung yang diambil kemudian digunakan untuk
melihat presentase jumlah apoptosis sel jantung dan ukuran diameter sel jantung.
3.4.8. Tahap Pemrosesan Jaringan
Organ jantung tikus kemudian dikirimkan kepada bagian Patologi Anatomi
FKUI untuk diawetkan dalam paraffin, lalu dilakukan pembuatan preparat dari
organ jantung yang telah dikirim tersebut. Kemudian dilakukan pewarnaan
dengan menggunakkan metode TdT-mediated dUTP nick end-labeling (TUNEL)
dan kit pewarnaan Takara bio guna mengidentifikasi apoptosis sel jantung pada
masing-masing kelompok tikus sampel.
Tahap pewarnaan TUNEL sebagai berikut: 27
1. Deparafinisasi
Preparat mikroskopik yang telah siap dipanaskan di dalam microwave
dengan suhu 55 derajat celcius selama 5-15 menit agar potongan organ jantung
merekatkan supaya tidak terlepas saat dilakukan pewarnaan preparat. Kemudian,
preparat diletakan pada rak preparat dan dicelupkan secara berurutan kedalam 3
toples yang berbeda. Toples pertama berisi cairan xylene I, toples kedua berisi
cairan xylene II, dan toples terakhir berisi xylene III, preparat di celupkan dengan
cara bergantian masing-masing selama 5 menit.
Pada saat proses pencelupan preparat, toples diletakkan di atas Rotamax
31
dengan pengaturan kecepatan ±125 rpm. Kemudian, preparat dicelupkan secara
berurutan ke dalam 3 toples yang berisi ethanol 100%, ethanol 90%, dan ethanol
70% masing-masing selama 5 menit. Saat dilakukan pencelupan, toples tetap
diletakkan diatas Rotamax dengan pengaturan kecepatan ±125 rpm.
Selanjtnya preparat dicelupkan ke dalam toples berisi DW yang berada
diatas Rotamax selama 2 menit. Kemudian, preparat dicelupkan secara berurutan
ke dalam larutan Phosphat Buffer Saline 1 dan Phosphat Buffer Saline 2 masing-
masing selama 5 menit. Saat dilakukan pencelupan, toples tetap diletakkan diatas
Rotamax dengan pengaturan kecepatan ±125 rpm. Kemudian setelah tahap
deparafinisasi selesai dilakukan, preparat dikeringkan dengan menggunakan tisu
makan.
2. Proses Enzimatik
Preparat dikeringkan lalu disusun secara berjajar diatas alas. Kemudian
diteteskan Proteinase K sebanyak 10-20 μg/ml lalu segera ditutup dengan cover
glass kemudian diamkan pada suhu ruangan selama 45 menit. Selanjutnya, cover
glass dilepas, lalu preparat dicuci 2 kali dengan DW selama masing-masing 2
menit. Kemudian preparat dikeringkan menggunakan tisu makan.
3. Proses inaktivasi endogen peroksidase
Setiap preparat kemudian ditetesi dengan larutan Quenching atau H2O2
3% (450 ml H2O2 dengan 50 ml methanol) sampai seluruh permukaan potongan
organ tertutup. Selanjutnya preparat segera ditutup dengan cover slip dan diamkan
pada suhu ruangan selama 5 menit. Kemudian lepaskan cover glass dan preparat
kembali dicelupkan 2 kali kedalam toples larutan PBS yang diputar di atas
rotamax selama masing-masing 1 menit.
4. Proses labeling
Setiap preparat kemudian ditetesi dengan larutan Labeling reaction
mixture 50μl yang berisi 5μl TdT enzyme dicampurkan dengan 45 μl Labeling safe
buffer dan ditutup dengan cover glass lalu diamkan selama 1 jam. Kemudian
setiap preparat yang sudah melalui proses tersebut dicuci dengan larutan TDT
stop buffer + DW dengan volume 200 ml yang diputar di atas rotamax selama 5
menit. Kemudian, setiap preparat kembali dicuci dengan larutan DW yang diputar
di atas rotamax selama 5 menit. Dan keringkan dengan tisu makan.
32
5. Proses reaksi antibodi
Setiap preparat kemudian ditetesi dengan larutan anti-FITC HRP
conjugate sebanyak 70 μl dan ditutup dengan cover glass kemudian diamkan pada
suhu ruangan selama 10 menit. Selanjutnya buka cover glass, letakkan preparat
pada rak yang kemudian akan dicelupkan ke dalam toples berisi cairan PBS yang
diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan PBS yang berbeda masing-
masing selama 2 menit.
6. Proses pewarnaan akhir
Masukkan preparat ke dalam toples yang berisi diaminobenzidine (DAB)
10 μl dan diputar diatas Rotamax selama 12 menit. Selanjutnya, preparat
dicelupkan ke dalam toples berisi DW lalu dikeringkan dengan tisu makan.
7. Proses Counterstaining
Setiap preparat kemudian ditetesi dengan larutan methyl green 3% sampai
seluruh permukaan potongan organ tertutup. Setelah itu tunggu sampai 5 menit.
Kemudian keringkan dengan tisu makan.
8. Proses Rehidrasi preparat
Preparat diangkat-celupkan sebanyak 3 kali secara berurutan kedalam
toples yang berisi DW, ethanol 70 %, ethanol 90%, ethanol 100%, Kemudian
celupkan satu persatu preparat kedalam xylene dan dikeringkan dengan tisu
makan.
9. Fiksasi preparat
Setelah preparat kering, kemudian setiap preparat ditetesi dengan larutan
Entelan diatas potongan organ preparat sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan cover
glass, kemudian diamati ada atau tidaknya gelembung udara, jika ada gelembung
udara maka cover glass di geser perlahan sampai gelembung udaranya
menghilang. Kemudian diamkan preparat minimal 12 jam.
3.4.9. Pengamatan Jaringan
Preparat yang telah diwarnai dengan TUNEL takara bio diamati dibawah
mikroskop Olympus BX41 pada perbesaran 40x dan di foto dengan software
Olympus DP2-BSW pada seluruh lapang pandang setiap jaringan pada masing-
masing preparat. Kemudian dilakukan perhitungan persentase apoptosis sel
dengan cara menghitung jumlah total apoptosis dalam semua lapang pandang
33
dalam satuan persen.
Preparat jantung yang diwarnai dengan pewarnaan HE diamati
menggunakan mikroskop Olympus BX41 pada perbesaran 20x dan dan di foto
dengan software Olympus DP2-BSW pada seluruh lapang pandang setiap jaringan
pada masing-masing preparat. Kemudian dilakukan perhitungan ukuran diameter
sel jantung per 30 lapang pandang.
3.5. Pengukuran Sampel
3.5.1 Kolesterol Total
Pada hari ke-28 sejak diinjeksi streptozotosin, tikus di Sacrifice. Tikus
dibius terlebih dahulu dengan menggunakan ether sampai tikus mengalami
penurunan kesadaran, kemudian dilakukan pembedahan dengan menggunting
kulit dari perut menuju thorax dan diambil darah dengan spuit 3 cc dengan needle
26 G melalui vena cava inferior tikus. Kemudian darah disimpan dalam tabung
ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) agar tidak mengalami koagulasi dan
disimpan sementara di termos es. Darah dari tabung EDTA dilakukan sentrifugasi
selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Sentrifugasi dilakukan untuk
mendapatkan plasma tikus kemudian dipindahkan ke tabung eppendorf dan
disimpan di kulkas -80oC. Kemudian diukur kadar kolesterol plasma.
Saat melakukan pengukuran kolesterol plasma, dibutuhkan blanko yang
berisi 10 µl NaCl sebanyak dua lubang dan control yang berisi kit kolesterol 1 µl
dicampur dengan larutan NaCl sebanyak 9 µl. Kemudian sampel plasma
dipindahkan ke dalam plate sebanyak 1 µl, kemudian di campurkan larutan NaCl
9µl untuk menghasilkan sampel 10µl. Setelah dicampur kemudian diteteskan kit
kolesterol 100µl serentak menggunakan pipet multichanel dan dicampur
menggunakan shaker dan kemudian dibaca dialat spektofotometer dengan panjang
gelombang 500 nm.
3.5.2. Glukosa Darah Sewaktu Tikus
Pengukuran glukosa darah dilakukan sebelum pemberian streptozotosin
dan kembali di ukur glukosa darah sebelum memulai terapi ekstrak daun salam,
kemudian dilanjutkan selang 6 hari pada hari ke-7, 14, 21, 28 untuk melihat efek
terapi dari ekstrak daun salam. Sampel darah yang diambil adalah darah perifer
34
yang berasal dari ekor tikus. Tikus dibius menggunakan ether untuk membuatnya
tidak sadar dan mengurangi rasa sakit. Setelah tidak sadar, ekor tikus disayat
menggunakan silet dan darah yang keluar diteteskan pada strip glucotest dan
kemudian diukur dialat glukometer. Ekor yang telah disayat kemudian dibakar
dengan korek api untuk menghentikan perdarahan dan mencegah infeksi.
3.5.3. Berat Badan Tikus
Pengukuran berat badan tikus di ukur dalam satuan gram. Pengukuran berat
badan awal dilakukan sebelum tikus di suntik STZ, sebelum memulai terapi
ekstrak daun salam dan dilanjutkan dengan selang 2 hari dilakukan selama 4
minggu sampai henti pemberian ekstrak daun salam yaitu pada hari ke-3, 5, 7, 9,
11, 13, 15, 17, 19, 21, 23, 25, dan 27.
3.5.4. Indeks Apoptosis Sel Jantung
Pengambilan organ jantung tikus pada hari ke-28 bertujuan untuk melihat
indeks apoptosis sel jantung dan pengukuran diameter sel otot jantung. Kemudian
setelah pemotongan organ jantung, dilakukan pengawetan dengan menggunakkan
formalin 70% dan organ jantung dikirimkan ke bagian Patologi Anatomi FKUI
untuk dibuatkan preparat tanpa pewarnaan. Selanjutnya, dilakukan pewarnaan
dengan pewarnaan TdT- mediated dUTP nick end-labeling (TUNEL).
Pengamatan apoptosis jantung dilakukan menggunakan mikroskop
olympus BX-41 dengan aplikasi DP2-BSW. Jumlah sel yang mengalami apoptosis
dengan kriteria inti menjadi mengecil dan kromatin menjadi padat dengan
membrane sel yang tidak hancur kemudian dihitung per 100 lapang pandang
sehingga didapatkan presentase jumlah apoptosis sel jantung pada setiap
kelompok penelitian.
35
3.5.5. Diameter Sel Otot Jantung
Pengambilan organ jantung tikus pada hari ke-28 bertujuan untuk melihat
indeks apoptosis sel jantung dan pengukuran diameter sel otot jantung. Kemudian
setelah pemotongan organ jantung, dilakukan pengawetan dengan menggunakkan
formalin 70% dan organ jantung dikirimkan ke bagian Patologi Anatomi FKUI
untuk dibuatkan preparat dengan pewarnaan HE. Kemudian dilakukan
pengukuran dengan menggunakan mikroskop olympus BX 41 dengan aplikasi
DP2-BSW. Diameter sel otot jantung dihitung berdasarkan rata-rata 10 sel per
lapang pandang sebanyak 30 lapang pandang.
36
3.6. Alur Penelitian
37
3.7. Pengolahan Data dan Analisa Data
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data secara komputerisasi
yaitu menggunakan SPSS. Karena penelitian ini termasuk analitik numerik dan
lebih dari 2 kelompok maka uji yang dilakukan adalah uji Oneway Annova.
Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan homogenitas. Jika hasil uji
terdisribusi normal dan homogen maka dilakukan uji Oneway Annova dengan
taraf kepercayaan 95 % dan dilanjutkan dengan uji post hoc untuk mengetahui
hubungan antar 2 kelompok. Jika salah satu syarat uji Oneway Annova tidak
terpenuhi maka dilakukan transformasi data. Saat uji tersebut tidak berhasil maka
dilakukan uji Kruskal-Wallis.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kolesterol Total
Pada penelitian ini, difokuskan pada hasil dari pengolahan data nilai
kolesterol total. Kemudian data yang digunakan adalah nilai rata-rata kolesterol
total pada sampel kelompok tikus normal (N) sebagai kontrol negatif, kelompok
tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB,
kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) sebagai kontrol positif, dan kelompok
tikus diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB
selama 28 hari (D+E) yang diambil pada akhir penelitian.
Tabel 4.1.1. Rata-rata Nilai Kolesterol Total dan Hasil Uji Oneway Annova
Keterangan : N = tikus normal (n=4), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4),
SD = Standar Deviasi.
Rata-rata hasil kolesterol total yang diambil pada hari ke-28 yang terdapat
pada 4 kelompok tikus percobaan adalah 183.5 mg/dl pada kelompok tikus
normal (N), 82 mg/dl pada kelompok tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun
salam 300mg/kgBB (N+E), 174 mg/dl kelompok tikus diabetes tanpa pemberian
ekstrak daun salam (D), dan 150 mg/dl pada kelompok tikus diabetes yang diberi
ekstrak daun salam 300mg/kgBB (D+E) pada semua kelompok tikus ditemukan
nilai rata-rata kolesterol yang masuk dalam kategori normal.
Pada pengolahan data kolesterol total pada 4 kelompok tikus percobaan
dilakukan analisis statistik dimulai dengan melakukan uji normalitas dan
Sampel Mean ±SD P-Value
N 183.5 5.50
0.020
N + E 150 18.25
D 82 1.53
D + E 174 62.52
39
homogenitas sampel pada data kolesterol total yang diambil pada hari ke-28 untuk
mengetahui distribusi data secara signifikan. Hasil analisis dari uji statistik
tersebut menunjukan bahwa data terdistribusi tidak normal dengan nilai p < 0.05,
kemudian dilakukan uji analisa Oneway Annova untuk mengetahui perbedaan
bermakna pada data rata-rata kolesterol total antar semua kelompok penelitian.
Berdasarkan uji analisa Oneway Annova menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan dengan nilai p yang signifikan terhadap nilai kolesterol total yang
diambil pada hari ke-28 pada semua kelompok penelitian. Kemudian dilakukan
analisa statistik lanjutan dengan menggunakkan uji Bonferroni untuk mengetahui
perbedaan nilai kolesterol total pada masing-masing kelompok percobaan yang
diambil pada hari ke-28. Kemudian diadapatkan hasil perbedaan yang bermakna
secara statistik pada kelompok tikus normal (N) dengan kelompok tikus normal
yang diberi terapi ekstrak daun salam (N+E) dan pada kelompok tikus diabetes
tanpa terapi (D) dengan kelompok tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun
salam 300mg/kgBB (N+E), hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun
salam 300mg/kgBB dapat memperbaiki kadar kolesterol dalam darah dan
bermakna secara statistik, namun tidak ada perbedaan yang bermakna signifikan
pada kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) dengan kelompok tikus diabetes
yang diberi terapi ekstrak daun salam kelompok tikus diabetes yang diberi terapi
ekstrak daun salam 300mg/kgBB (D+E).
Salah satu yang menyebabkan hasil kolesterol total tidak bermakna secara
signifikan pada kelompok D denga D+E adalah terdapat kemungkinan berupa
lisisnya darah saat pengambilan dilakukan melalui vena cava inferior dan
pengukuran kadar trigliserida yang dilakukan oleh Fadhlurrahman (2017)
ditemukan hasil yang tidak signifikan terhadap kelompok tikus tersebut dan dapat
memiliki defek pada perhitungan hasil kolesterol total.
40
Grafik 4.1.1. Uji Bonferroni Rata-rata Kadar Kolesterol Total
Keterangan : N = tikus normal (n=4), NS = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D+S =
DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4) ),
=*p < 0,05.
Berdasarkan grafik hasil analisa uji statistik diatas, didapatkan kadar
kolesterol tikus diabetes tanpa terapi (D) lebih tinggi dari kelompok tikus
kelompok tikus diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam 300mg/kgBB
(D+E), dapat disimulkan bahwa pemberian terapi ekstrak daun salam 300mg/kBB
selama 28 hari memiliki efek hipokolesterolemia karena senyawa-senyawa anti
oksidan yang terkandung dalam daun salam dapat menghambat penyerapan
kolesterol dalam usus dan meningkatan pembuangan kolesterol melalui urin
sehingga kadar kolesterol dalam darah tidak meningkat.25,26
Pada penelitian S. Josten dkk 2006 penderita diabetes melitus tipe 2 di
RSUP dr. Wahidin, Makassar, juga mengidap dislipidemia dengan peningkatan
kadar trigliserid yang paling banyak jumlahnya, hal ini dijumpai keterkaitan
antara diabetes melitus dengan dislipidemia. Peningkatan kolesterol total juga
dapat terjadi pada pendrita diabtes melitus, hal ini disebabkan peningkatan
0
50
100
150
200
250
N N + E D D + E
Ra
ta-r
ata
Ko
lest
ero
l (m
g/
dl)
NS
P: 0.053 P: 0.032
NS
NS
NS
41
pemecahan lemak akibat kondisi defisiensi insulin. Perbaikan kadar kolesterol
yang terjadi pada pemberian terapi ekstrak daun salam dikarnakan aktivitas dari
senyawa antioksidan berupa flavonoid, saponin, dan tanin yang dapat mengurangi
penyerapan lemak di usus sehingga hati dapat mengurangi sintesis lemak dan
kadar lemak berupa kolesterol di dalam darah menjadi berkurang. Flavonoid akan
bekerja dengan cara menghambat enzim HMG CoA Reduktase yang akan
menghambat jalur sintesis kolesterol yang berasal dari HMG CoA, akibatnya
terjadi penurunan pada kolesterol di hati, kemudian senyawa flavonoid juga
berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah terjadinya peroksidasi lipid
yang akan menimbulkan komplikasi vaskular pada penderita diabetes melitus.
Saponin dan tanin akan menghambat penyerapan lemak dengan mengikat
lemak pada sel epitel mukosa usus serta meningkatkan pengikatan kolesterol
dalam serat akibatnya kolesterol dapat dibuang melalui feses dan tidak diserap ke
dalam tubuh, ketika kolesterol dalam jumlah banyak tidak diserap oleh tubuh
maka kadar kolesterol dalam darah menjadi normal.
Berdasarkan penelitian Hana Ratnawati 2014, daun salam juga memiliki
kandungan vitamin A, B3, C, E dan mineral berupa selenium. Vitamin A, vitamin
E, dan selenium memiliki sifat antioksidan seperti senyawa flavonoid, sedangkan
vitamin C disamping sifatnya sebagai antioksidan, ia juga berfungsi sebagai
pembantu pembentukan asam empedu pada proses hidroksilasi yang kemudian
nanti menjadi pengikat kolesterol yang akan dibuang menuju feses. Kemudian
vitamin B3 dapat menutunkan produksi VLDL dalam tubuh akibatnya kadar LDL
dan IDL dalam tubuh dapat menurun begitu juga kolesterol total dalam darah
kadarnya juga akan menurun.
Menurut penelitian Lajuck 2012 terhadap kadar kolesterol total pada
penderita dislipidemia yang diberikan terapi daun salam menunjukkan penurunan
kadar kolesterol total dikarenakan kandungan antioksidannya. Menurut penelitian
Pidrayanti 2008, pemberian ekstrak etanol daun salam selama 15 hari dengan
dosis 1 gram dapat menuunkan kadar kolesterol total dalam darah pada penderita
dislipidemia.
42
4.2 Indeks Apoptosis
Data indeks apoptosis merupakan rata-rata persentase jumlah apoptosis sel
pada organ jantung berupa gambaran dengan ciri mikroskopis sel jantung dengan
membran inti sel yang intak, inti sel yang mengecil dan berwana lebih gelap
akibat dari penggumpalan benang kromatin dan fragmentasi DNA yang terjadi
akibat dari stres oksidatif yang kemudian merangsang sitoplasma untuk
mengeluarkan enzim kaskade yang kemudian akan merusak mitokondria sel yang
terdapat pada sampel kelompok tikus normal (N) sebagai kontrol negatif,
kelompok tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300
mg/kgBB, kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) sebagai kontrol positif, dan
kelompok tikus diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300
mg/kgBB selama 28 hari (D+E) yang kemudian dilakukan pewarnaan dengan kit
TAKARA bio dan menghasilkan warna coklat kehitaman karena kandungan
nukleotida fluorasen yang terdapat pada kit pewarnaan akan melabeli ujung dari
fragmen DNA yang dihasilkan pada proses apoptosis adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2.1. Presentase Jumlah Apoptosis Sel Jantung Semua Kelompok
Penelitian dan Uji Statistik Kruskal-Wallis
Kelompok Mean p-value Kruskal-wallis
N 8
0,004
N + E 5
D 75,6
D + E 23
Keterangan : N = tikus normal (n=4), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4).
43
Tabel 4.2.2. Hasil Presentase Apoptosis Sel Jantung dengan Menggunakkan Uji
Statistik Mann-Whitney
Kelompok p-value Mann-whitney
N vs N + E 0,037*
N vs D 0,019*
N vs D + E 0,019*
N + E vs D 0,021*
N + E vs D + E 0,020*
D vs D + E 0,042*
Keterangan : N = tikus normal (n=4), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4),
=*p < 0.05.
Hasil analisa uji statistik rata-rata persentase apoptosis sel jantung
menggunakkan uji Kruskal-wallis menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan jumlah apoptosis sel jantung pada 4 kelompok tikus penelitian, dengan
nilai apoptosis terbanyak 75,6% terdapat pada kelompok tikus diabetes tanpa
terapi dan terendah pada kelompok tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
300mg/kgBB selama 28 hari. Pada tabel 4.4.1. terdapat perbedaan rata-rata
persentase apoptosis sel jantung pada kelompok tikus diabetes dengan terapi
salam 300mg/kgBB (D+E) dengan kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D). Hal
ini menunjukkan bahwa kadar glukosa darah yang tinggi dapat memproduksi
banyak ion superoksida yang kemudian mengarah kepada mekanisme stress
okidatif yang berujung kematian sel.
Penelitian Lu Cai et al 2002 membuktikan bahwa tingginya kadar glukosa
darah pada tikus yang diinduksi STZ 150mg/kgBB dapat menyebabkan apoptosis
sel jantung, hal ini terbukti diperantarai oleh pelepasan sitokrom c dan aktifasi
kaskade kaspase akibat kondisi hiperglikemia. Abeer et al 2014 menyatakan
bahwa terdapat keterkaitan pada kadar glukosa darah yang tinggi dengan
peningkatan jumlah apoptosis sel jantung pada tikus diabetes melitus tipe 1, pada
44
penelitiannya didapatkan peningkatan kadar peroksidase lipid pada jaringan
jantung dan penurunan kadar antioksidan. hal ini merupakan akibat dari pelepasan
sitokrom c dan pengaktifan dari kaskade kaspase yang diinduksi oleh kadar
oksigen reaktif yang tinggi pada kondisi hiperglikemia yang dapat merusak
langsung protein dan DNA dari sel jantung.
Grafik 4.2.1. Rata-Rata Presentase Jumlah Apoptosis Sel Jantung (%) pada Semua
Kelompok Penelitian Dan Hasil Uji Statistik Mann-Whitney
Keterangan : N = tikus normal (n=4), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4).
Kemudian dilakukan analisa statistik lanjutan dengan menggunakkan uji
Mann-whitney untuk mengetahui perbedaan rata-rata persentase apoptosis sel
jantung pada masing-masing kelompok tikus. Menurut grafik 4.4.1 terjadi
perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata persentase apoptosis sel jantung
antara masing-masing kelompok, terutama kelompok tikus diabetes tanpa terapi
8 5
75.56
23
-20
0
20
40
60
80
100
N N + E D D + E
Ra
ta-r
ata
Ap
op
tosi
s S
el
Jan
tun
g (
%)
P: 0.037
P: 0.019 P: 0.042
P: 0.020
P: 0.019
P: 0.021
45
(D) dengan kelompok tikus diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam
300mg/kgBB (D+E) dan kelompok tikus normal (N) dengan kelompok tikus
diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam 300mg/kgBB (D+E). Maka, dapat
disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun salam 300mg/kgBB dapat
menurunkan nilai rata-rata persentase apoptosis sel jantung secara bermakna.
Berikut adalah gambar hasil dari perhitungan jumlah apoptosis sel jantung pada
kelompok tikus normal (N) sebagai kontrol negatif, kelompok tikus normal yang
diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB, kelompok tikus
diabetes tanpa terapi (D) sebagai kontrol positif, dan kelompok tikus diabetes
yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari
(D+E) :
Gambar 4.1. Apoptosis Sel Jantung
Keterangan : Tanda panah pada gambar a, b, c, dan d merupakan penunjuk sel yang mengalami
apoptosis. a. Gambaran histologi jantung tikus normal (N) dengan gambaran 3 apoptosis, b. Gambaran
histologi jantung kelompok tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum
300mg/kgBB selama 28 hari (N + E) dengan gambaran 3 apoptosis, c. Gambaran histologi kelompok
tikus tikus DM tanpa terapi (D) dengan gambaran 6 apoptosis, d. Gambaran histologi jantung kelompok
tikus DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (D + E)
dengan gambaran 4 apoptosis.
46
4.3 Glukosa Darah Sewaktu Tikus
Pengolahan data glukosa darah sewaktu pada sample dilakukan secara
bersama di dalam satu kelompok. Data glukosa darah sewaktu yang digunakan
merupakan jumlah rerata glukosa darah sewaktu yang diambil dari sampel
kelompok tikus normal (N) sebagai kontrol negatif, kelompok tikus normal yang
diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB, kelompok tikus
diabetes tanpa terapi (D) sebagai kontrol positif, dan kelompok tikus diabetes
yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari
(D+E), yang diambil pada hari ke-1, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-
28. Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3.1. Rata-rata dan Standar Deviasi Glukosa Darah Sewaktu Tiap
Kelompok
GDS Mean±SD (mg/dl)
Sampel Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28
N 135.17±14.03 136.67±11.59 137.00±15.21 149.33±9.72 149.50±11.38
N + E 120.00±26.56 119.00±20.78 122.00±2.31 85.50±14.43 134.00±48.50
D 598.00±4.47 505.60±81.01 551.60±70.26 514.80±87.20 600±0
D + E 522.43±78.05 453.57±153.90 372.14±208.66 400.00±126.30 388.42±149.89
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7),
SD = Standar Deviasi.
47
Grafik 4.3.1. Rata-rata Glukosa Darah Sewaktu Tiap Kelompok Selama 28 Hari
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus D tanpa terapi (n=5), D + E =
DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7).
Pada hari pertama pengukuran glukosa darah sewaktu didapatkan hasil
normal pada kelompok tikus normal dengan kriteria nilai normal <250mg/dL, data
ini digunakan sebagai acuan untuk menilai kadar glukosa darah sewaktu pada
tikus yang diinduksi streptozocin tanpa terapi, tikus yang diinduksi streptozocin
dengan terapi ekstrak daun salam 300mg/kgBB, serta tikus normal dengan terapi
ekstrak daun salam 300mg/kgBB.
Nilai gula darah pada sampel tikus yang diberi induksi streptozotocin
menunjukkan peningkatan kadar gula darah >250mg/dl, akibat efek dari
kerusakan pankreas akibat streptozotocin injeksi yang akhirnya mempengaruhi
sekresi insulin, kadar glukosa darah, serta metabolisme tubuh dan menghasilkan
gejala berupa hiperglikemia. Pemberian ekstrak daun salam dosis 300 mg/kgBB
dalam 28 hari pada kelompok tikus DM+S menunjukan penurunan kadar rata-rata
glukosa darah dibandingkan dengan kelompok tikus DM, namun penurunan kadar
rata-rata glukosa darah pada kelompok DM belum mencapai kadar glukosa darah
kelompok normal. Pada grafik diatas menunjukan bahwa terjadi kenaikan kadar
gula darah pada kelompok tikus DM+S pada hari ke-21 yang tidak terlalu jauh
0
100
200
300
400
500
600
700
H1 H7 H14 H21 H28
Ra
ta-R
ata
GD
S (
mg
/d
l)
HARI
N
N + E
D
D + E
48
terhadap kadar glukosa darah DM+S pada hari ke-14 dan kemudian turun kembali
pada hari ke-28.
Analisis perhitungan data statistik dimulai dengan melakukan uji
normalitas dan homogenitas sampel pada seluruh data GDS untuk mengetahui
distribusi data secara signifikan. Hasil analisis dari uji statistik tersebut
menunjukan bahwa data tidak terdistribusi normal dengan nilai p < 0.05,
kemudian dilakukan uji analisa Kruskal-wallis untuk mengetahui perbedaan
bermakna pada data rata-rata GDS antar semua kelompok penelitian. Dari hasil uji
Kruskal-wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
rata-rata GDS antar semua kelompok penelitian.
Tabel 4.3.2. Rata-rata Kadar Nilai Glukosa Darah Sewaktu dan Hasil Uji Kruskal-
Wallis selama 28 hari
Sampel Mean ± SD P.value
N
141.53 ± 2.20
0.001
N + E
116.10 ± 17.09
D
554 ± 42.78
D + E
427.31 ±47.37
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7),
SD = Standar Deviasi.
Setelah mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada data
rata-rata GDS antar kelompok penelitian, kembali dilakukan uji analisis stastistik
lanjutan dengan menggunakkan uji Mann-whitney untuk mengetahui perbedaan
rata-rata kadar GDS pada kelompok tikus yang paling signifikan pada hari ke-28.
49
Hasil uji Mann-whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa
darah yang signifikan pada akhir penelitian hari ke-28 terhadap 4 kelompok tikus.
Kelompok tikus pertama yang dibandingkan adalah kelompok tikus
normal (N) dengan kelompok tikus diabetes yang diberi ekstrak daun salam
300mg/kgBB (D+E) dan kelompok tikus diabetes tanpa pemberian ekstrak daun
salam (D). Kelompok tikus kedua adalah kelompok tikus normal yang diberi
terapi ekstrak daun salam 300mg/kgBB (N+E) dengan kelompok tikus diabetes
tanpa pemberian ekstrak daun salam (D) dan kelompok tikus diabetes yang diberi
ekstrak daun salam 300mg/kgBB (D+E). Kelompok tikus yang ketiga adalah
kelompok tikus diabetes tanpa pemberian ekstrak daun salam (D) dengan
kelompok tikus yang diberi ekstrak daun salam 300mg/kgBB (D+E) pada kedua
kelompok ini ditemukan nilai signifikan yang paling rendah (p=0.003), hal ini
sesuai dengan penelitian Nurwati (2009) yang menyebutkan bahwa pemberian
terapi ekstrak daun salam yang memiliki sifat antihiperglikemia dapat
menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang signifikan dibanding dengan
kelompok tikus yang tidak diberi terapi.
Namun pada kelompok tikus keempat tidak terdapat hasil yang signifikan
yaitu pada kelompok tikus normal (N) dengan kelompok tikus normal dan
kelompok tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun salam 300mg/kgBB
(N+E), hal ini menunjukkan bahwa efek antihiperglikemia pada kelompok tikus
normal yang diberi terapi ekstrak daun salam 300mg/kgBB tidak menyebabkan
hipoglikemia atau penurunan kadar kadar glukosa darah yang turun secara
signifikan dari angka normal. Pemberian ekstrak daun salam pada percobaan ini
menunjukkan hasil yang baik pada tikus hiperglikemia karena senyawa-senyawa
yang terdapt pada daun salam seperti tannin, saparonin, dan flavonoid yang dapat
mencegah stress oksidatif sel sehingga sel beta pankreas dapat mensekresikan
insulin ke darah dan uptake glukosa darah dapat terkontrol.
50
Grafik 4.3.2. Uji Mann-whitney rata-rata kadar GDS hari ke-28.
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7),
=*p < 0,05.
Analisa statistik kembali dilakukan untuk kelompok tikus diabetes tanpa
pemberian ekstrak daun salam (D) dengan kelompok tikus yang diberi ekstrak
daun salam 300mg/kgBB (D+E) dengan tujuan melihat perbandingan kadar
glukosa tiap 6 hari selama penelitian. Kadar glukosa darah sample diambil pada
hari ke-1, 7, 14, 21, dan 28. Pada tabel dibawah, diperoleh hasil perbandingan
kadar glukosa darah yang signifikan pada hari ke-21 pemberian ekstrak daun
salam 300mg/kgBB (p=0.06) dan semakin signifikan menurunnya kadar glukosa
darah pada hari ke-28 (p=0.003). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
daun salam selama 21-28 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah secara
signifikan.
0
100
200
300
400
500
600
700
N N + E D D + E
Ra
ta-r
ata
GD
S (
mg
/d
l)
HARI 28
NS
p = 0.007
p = 0,004
p=0.032
p = 0.003
p = 0.023
51
Tabel 4.3.3. Analisa Uji Statistik Antara Kelompok Tikus D dibandingkan dengan
Kelompok Tikus D+E
Hari Kelompok tikus p - value
1
D vs D+E
0.124
7 0.570
14 0.098
21 0.060
28 0.003*
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun
salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5),
D + E = DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari
(n=7), =*p < 0,05.
4.4 Berat Badan
Pengolahan data glukosa darah sewaktu pada sample dilakukan secara
bersama di dalam satu kelompok. Data berat badan yang digunakan merupakan
nilai rata-rata berat badan dari sampel kelompok tikus normal (N) sebagai kontrol
negatif, kelompok tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan
dosis 300 mg/kgBB, kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) sebagai kontrol
positif, dan kelompok tikus diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan
dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari (D+E), yang diambil pada hari ke-1 sampai
hari ke-27. Data ini dibuat dalam persentase terhadap hari pertama kemudian di
kalikan 100% agar dapat melihat persentase perubahan berat badan tikus dari hari
1 sampai dengan hari ke-27, data yang diolah adalah sebagai berikut:
52
Grafik 4.4.1. Rata-rata Berat Badan Tiap Kelompok Selama 27 hari
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7).
Rata-rata berat badan dari 4 kelompok tikus diukur mulai dari hari ke-1
sampai dengan hari ke-28. Pada grafik diatas, ditemukan kenaikan berat badan
pada hampir tiap kelompok tikus (N, N+E, D+E, D) dan mulai terlihat penurunan
berat badan pada kelompok tikus diabetes tanpa pemberian ekstrak daun salam
(D) di hari ke-21, namun pada kelompok tikus yang diberi ekstrak daun salam
300mg/kgBB (D+E) menunjukkan grafik kenaikkan yang stabil dari hari ke-21,
hal ini dapat disebabkan oleh perbaikan metabolisme tubuh tikus yang diberi
ekstrak daun salam 300mg/kgBB (D+E) yang senyawanya dapat memperbaiki
kadar lipid tubuh dan memperbaiki sel beta pankreas sehingga dapat sekresi
insulin dengan optimal.
Analisis perhitungan data statistik kembali dilakukan dengan melakukan
uji normalitas dan homogenitas sampel pada data berat badan tikus semua
kelompok pada hari ke-27 untuk mengetahui distribusi data secara signifikan.
Kemudian diperoleh hasil bahwa data tidak terdistribusi normal dengan nilai p <
0.05, pada tahap berikutnya dilakukan uji analisa Kruskal-wallis untuk
mengetahui perbedaan bermakna pada data rata-rata persentase berat badan antar
semua kelompok penelitian. Dari hasil uji Kruskal-wallis menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai rata-rata persentase berat badan
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
H1 H3 H5 H7 H9 H11 H13 H15 H17 H19 H21 H23 H25 H27
BB
(%
Kg
)
HARI
N
N + E
D
D + E
53
antar semua kelompok penelitian pada hari ke-27. Dapat disimpulkan bahwa
pemberian ekstrak daun salam 300mg/kgBB dapat menaikan berat badan dengan
cara memperbaiki kadar glukosa dalam tubuh.
Tabel 4.4.1. Rata-rata Persentase BB Semua Kelompok dan Hasil Uji Kruskal-
Wallis hari ke-27
Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7),
SD = Standar Deviasi.
Setelah mengetahui bahwa terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada
data rata-rata persentase berat badan antar kelompok penelitian pada hari ke-27,
kemudian dilakukan analisa statistik lanjutan dengan menggunakkan uji Mann-
whitney untuk mengetahui perbedaan rata-rata persentase berat badan pada
kelompok tikus satu per satu pada hari ke-27.
Hasil uji Mann-whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata
persentase berat badan tikus kelompok normal (N) dengan kelompok tikus
diabetes tanpa pemberian ekstrak daun salam (D) dan kelompok tikus yang yang
diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari
(D+E).
Keadaan diabetes melitus, membuat berat badan seorang penderita dapat
menurun akibat peningkatan dari pemecahan cadangan makanan yang ada di
dalam tubuh dan pada penilitian ini dapat dijumpai penurunan berat badan
kelompok tikus dengan diabetes melitus tanpa pemberian ekstrak daun salam (D).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Flori 2014 menyatakan bahwa insulin
memiliki efek kerja terhadap metabolisme lemak, protein serta karbohidrat yang
ada di dalam tubuh untuk diubah menjadi cadangan makanan dan energi bagi
Sampel Rerata BB (%) P-Value
N 142.21
0.037
N + E 132.33
D 73.90
D + E 80.88
54
jaringan, pada keadaan defisiensi insulin maka akan terjadi perubahan berupa
pemecahan cadangan makanan dan kurangnya penyerapan jaringan akan energi,
hal ini mengakibatkan penurunan berat badan.
Pemberian ekstrak daun salam yang mempunyai efek antidiabetik dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan cara meningkatkan produksi
sinyal terhadap insulin, sehingga glukosa dalam darah daat masuk ke dalam
jaringan dan tubuh tidak perlu untuk memecah cadangan makanan dan tidak
terjadi penurunan berat badan yang drastis seperti pada penderita diabetes.
Penelitian widyawati 2013 menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun salam
pada tikus yang diinduksu streptozotocin menunjukkan peningkatan pengambilan
glukosa pada otot di abdomen, hal ini menunjukkan terjadi perbaikan terhadap
metabolisme di tubuh tikus.
Grafik 4.4.2. Uji Mann-Whitney Rata-Rata %BB Tiap Kelompok Hari-27
Keterangan : Keterangan : N = tikus normal (n=6), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=5), D + E = DM
dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=7), =*p < 0,05.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
N N + E D D + E
Ra
ta-r
ata
BB
(%g
)
HARI 27
NS
p: 0.018
NS
NS
NS
p: 0.046
55
4.5 Diameter Sel Otot jantung
Data diameter sel otot jantung merupakan rata-rata persentase jumlah
pembesaran diameter sel otot jantung yang di ambil dari sampel organ jantung
yang terlebih dulu diberi pewarnaan HE kemudian diukur dengan mengambil
jarak terpanjang dari sel otot jantung. Data diameter sel otot jantung pada
kelompok tikus normal yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300
mg/kgBB, kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) sebagai kontrol positif, dan
kelompok tikus diabetes yang diberi terapi ekstrak daun salam dengan dosis 300
mg/kgBB selama 28 hari (D+E) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5.1. Rata-Rata Jumlah Diameter Sel Otot Jantung Semua Kelompok
Penelitian dan Uji Statistik Kruskal-Wallis
Kelompok Mean Rank p-value Kruskal-wallis
N 11.50
0,146
N + E 3.50
D 8.75
D + E 10,25
Keterangan : N = tikus normal (n=4), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4).
Dari data yang didapat dilakukan uji normalitas untuk melihat data
terdistribusi normal atau tidak, kemudian diperoleh hasil bahwa data tidak
terdistribusi dengan normal kemudian dilakukan uji analisa statistik Kruskal-
wallis untuk melihat perbedaan diameter sel otot jantung pada semua kelompok.
Pada tabel 4.5.1 ditemukan angka p-value yang tidak signifikan pada semua
kelompok tikus sampel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang
bermakna signifikan antar semua kelompok penelitian, kemudian dilakukan uji
statistik lanjutan yaitu uji statistik Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar
masing-masing kelompok, pada grafik 4.5.1 tidak ditemukan nilai perbedaan
diameter sel otot jantung yang signifikan kecuali pada kelompok tikus normal (N)
dan kelompok tikus normal dengan pemberian ekstrak daun salam 300mg/kgBB
(N+E). Dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun salam 300mg/kgBB
56
belum dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan pada diameter sel otot
jantung karena durasi penyakit diabetes pada tikus percobaan serta pemberian
ekstrak daun salam yang belum cukup lama yaitu selama 28 hari.36,37
Pada penelitian Takayuki 2012 terhadap kardiomiopati, ditemukan bahwa
terdapat banyak faktor terkait hipertrofi sel otot jantung, tidak hanya berupa
keadaan diabetes melitus saja melainkan seperti adanya penyakit lain seperti
penyakit jantung dan vaskular yang dapat menyebabkan perubahan dan
modifikasi dari mikrosirkulasi yang ada di jantung serta lamanya penyakit
diabetes melitus yang dapat menyebabkan kematian pada sel otot jatung.
Kemudian disebutkan pula bahwa pada kardiomiopati akibat diabetes tidak selalu
ditemukan sel otot jantung yang hipertrofi, terdapat pula yang atrofi sehingga
tidak menggambarkan pembesaran diameter otot jantung dengan jelas.
Grafik 4.5.1. Rata-Rata Jumlah Diameter Sel Otot Jantung pada Semua Kelompok
Penelitian dan Hasil Uji Statistik Mann-Whitney
Keterangan : N = tikus normal (n=4), N + E = tikus normal dengan terapi ekstrak daun salam
Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4), D = tikus DM tanpa terapi (n=4), D + E
= DM dengan terapi ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (n=4).
10.47
6.86
8.71
10.98
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
N N + E D D + E
Ra
ta-r
ata
Ap
op
tosi
s S
el
Jan
tun
g
(%)
P: 0.019
NS NS
NS
NS
NS
57
Gambar 4.2. Diameter Sel Otot Jantung
Keterangan : a. Gambaran histologi jantung dan diameter sel otot jantung tikus normal (N), b.
Gambaran histologi jantung dan diameter sel otot jantung kelompok tikus normal dengan terapi
ekstrak daun salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (N + E), c. Gambaran
histologi dan diameter sel otot jantung kelompok tikus tikus DM tanpa terapi (D), d. Gambaran
histologi jantung dan diameter sel otot jantung kelompok tikus DM dengan terapi ekstrak daun
salam Syzygium polyanthum 300mg/kgBB selama 28 hari (D + E).
4.5 Keterbatasan Penelitian
1. Keterbatasan waktu penelitian yang hanya dilakukan pada fase akut tikus
sehingga tidak mengetahui efek lanjutan dari penyakit dan terapi
pemberian ekstrak daun salam.
2. Dosis tidak bervariatif sehingga tidak terdapat perbandingan hasil antara
kelompok dosis.
58
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan pada penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum)
300 mg/kgBB per oral selama 28 hari pada tikus Sprague dawley yang diinduksi
STZ dapat:
1. Menurunkan rata-rata kadar glukosa darah sewaktu dan mulai bermakna pada
pemberian terapi pada hari ke-21 dibandingkan dengan kelompok tikus
diabetes tanpa terapi, normal dengan terapi, dan normal secara signifikan.
2. Menekan penurunan rata-rata berat badan dibandingkan dengan kelompok
tikus diabetes tanpa terapi, normal dengan terapi, dan normal secara signifikan.
3. Belum dapat menurunkan kadar kolesterol total terhadap semua kelompok
secara signifikan.
4. Menurunkan rata-rata persentase apoptosis sel jantung dibandingkan dengan
kelompok tikus diabetes tanpa terapi, normal dengan terapi, dan normal secara
signifikan.
5. Belum dapat menunjukkan perbedaan diameter sel otot jantung dibandingkan
dengan kelompok tikus diabetes tanpa terapi, normal dengan terapi, dan normal
secara signifikan.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan :
1. Diperlukan penelitian efek ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dengan
beberapa dosis terapi yang berbeda.
2. Diperlukan penelitian efek ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dengan
waktu yang lebih lama..
3. Diperlukan penelitian efek ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dengan
sampel yang lebih banyak.
4. Diperlukan penelitian tentang efek samping dari pemberian ekstrak daun salam
(Syzygium polyanthum).
59
5. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang cara pemberian ekstrak daun salam
(Syzygium polyanthum) yang lebih efektif untuk menurunkan kadar glukosa
darah.
6. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut tentang pengaruh ekstrak daun salam
(Syzygium polyanthum) dalam menurunkan kadar LDL dan VLDL.
7. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh ekstrak daun salam
(Syzygium polyanthum) dengan dosis, lama terapi dan kit pewarnaan yang
berbeda untuk menilai persentase apoptosis sel organ jantung.
8. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh ekstrak daun salam
(Syzygium polyanthum) dengan dosis dan lama terapi yang berbeda untuk
menilai perbedaan diameter sel otot jantung pada tikus Sprague dawley yang
diinduksi STZ dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes tanpa terapi,
normal dengan terapi, dan normal.
9. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang dosis optimal pemberian ekstrak
daun salam (Syzygium polyanthum) pada manusia sebagai alternatif
pengobatan diabetes mellitus dan dislipidemia.
60
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian kerjasama antara penelitian mahasiswa
dengan kelompok penelitian diabetes dan regenerasi pankreas PKSPD FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari
Hendarto,Sp.PD, KEMD, Ph.D, FINASIM yang dibiayai oleh Kementerian
Agama Republik Indonesia.
61
DAFTAR PUSTAKA
1. International Diabetes Federation. IDF – Diabetes Atlas 7th
ed. 2015
2. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus, Clinical Practice Recommendations, USA, 2004; 55–9.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI. 2013
4. Bauters C, Lamblin N, Mc Fadden EP, Belle EV, Millaire A, de Groote
P. Influence of diabetes mellitus on heart failure risk and outcome.
Cardiovascular Diabetology 2003; 2:1-16.
5. Ndraha, Suzanna. Diabetes Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus Vol 2.
2014
6. Anonymous. Fitofarmaka jamu yang naik kelas. [Online]. 2006 [cited 2007
Sep 24];[2 screens]. Available from URL http://www.kompas.co.id/
7. Anonymous. Daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) sebagai
obat. [Online]. 2005 Sep 26 [cited 2007]; [2 screens]. Available from:
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1024&tbl=alternatif
8. Anonymous. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jendral POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 2000
9. Wijayakusuma, H. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia Rempah, Rimpang
dan Umbi. Jakarta: Prestasi Instan Indonesia; 2002
10. Permadi, Adi. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta: Niaga Swadaya;
2008h47
11. Arintawati, Muti. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Aroma Daun
Salam. 2000. Available from:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/5311/2000mar.pdf?seq
uence=4&isAllowed=y
12. Michael RP . Flavonoids attenuate cardiovascular disease, inhibit
phosphodiesterase, and modulate lipid homeostasis in adipose tissue and liver.
[Online]. 2007 [cited 2007 Jan 5]; [16 screens]. Experimental Biology and
Medicine 231 : 1287 – 1299. Available from : http://www.ebmonline.org
62
13. Sudoyo,Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Diabetes Melitus di
Indonesia. Jakarta: Interna Publishing;2010:h1874-1876: h1954.
14. Isselbacher,Harrison. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 5 ed 13. Jakarta:
EGC;2012.
15. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DiabetesMelitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta : PERKENI;2015
16. Faiz, Omar et al. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2002.h42-43
17. Guyton, Arthur C., Hall, John E. Textbook of Medical Physiology 11th
Edition. Philadelphia: Elsevier;2006.
18. Creager MA, Luscher TF. Diabetes and Vascular disease: Patophysiology,
Clinical Consequences, and Medical Therapy: Part I. Circulation 2003; 108:
1527-1532.
19. Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi Ed 9.Jakarta:EGC;2012.h718-
733.
20. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Ed 6 Vol 2. Jakarta:EGC;2005.
21. PERKENI. Konsensus Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia.
Jakarta : PERKENI;2015
22. Dewi, Mira. Resistensi Insulin Terkait Obesitas: Mekanisme Endokrin dan
Intrinsik Sel. Jurnal Gizi dan Pangan Vol. 2. Jakarta; 2007
23. Josten, S dkk. Profil Lipid Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2P. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory Vol 3. Jakarta; 2006
24. Dalimartha, S. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Jakarta: Niaga Swadaya;
2005
25. Prahastuti S, Tjahjani S, Hartini E. Efek Infusa Daun Salam (Syzgium
polyanthum(wight) Walp) terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Total Darah
Tikus Model Dislipidemia Galur Wistar. Jurnal Medika Planta. 2011;1 (4): 28-
32.
26. Muflikhatur SR, Murwani HR. Perbedaan Pengaruh antara Ekstrak dan
Rebusan Daun Salam (Eugenia polyantha) dalam Pencegahan Peningkatan
63
Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Sprague Dawley. Journal of Nutrition
College. 2014; 3 (1): 142-9.
27. Goud BJ. Streptozotocin – A Diabetogenic Agent in Animal Models. Vol. 3.
IJPPR; 2015.h253-269
28. Takara Bio. In situ Apoptosis Detection Kit. [dikutip 6 Maret 2017]; Available
from: http://www.takara.co.kr/file/manual/pdf/mk599_e_0712.pdf
29. Tri Widyawati, Nor Adlin Yusoff, Mohd Zaini Asmawi, Mariam Ahmad.
Antihyperglycemic Effect of Methanol Extract of Syzygium polyanthum Leaf
in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Nutrients [Internet]. 14 agustus 2017
[dikutip 13 Agustus 2017]; Available from: www.mdpi.com/journal/nutrient
30. Fang ZY, J B Prins. Diabetic Cardiomiopathy : Evidence, Mechanisms and
Therapeutic Implications. Endocr Rev. 25:543–67.
31. Lajuck P. Tesis Efek Ekstrak Daun Salam (Eugenia Polyantha) Lebih Efektif
Menurunkan Kadar Kolesterol Total dan LDL dibandingkan Statin Pada
Penderita Dislipidemia. 2012 [dikutip 10 Februari 2017]; Tersedia pada:
http://www.pps.unud.ac.id
32. Farkouh ME, Fuster V, Rayfield EJ. Diabetes and Cardiovascular Disease.
Hurst`s The Heart, 13th
ed, McGraw-Hill, New York. 2011
33. Utami, Tasya dkk. Uji Efektivitas Daun Salam Sebagai AntiHipertensi pada
Tikus Jantan Galur Wistar. Lampung: FK UNILA; 2017
34. Widowati, W. Peran Antioksidan sebagai Agen Hipoklesterolemia. Majalah
Kedokteran Damianus, Vol. 6, No. 3: 2007;h228-230
35. Cai, L et al. Hyperglycemia-Induced Apoptosis in Mouse
Myocardium.American Diabetes Association Journals. Juni 2002. [dikutip 13
agustus 2017]; Available from:
http://diabetes.diabetesjournals.org/content/51/6/1938.full
36. Abeer A, Noha S, Hussien. Cardiac Apoptosis as a Possible Cause of Diabetic
Cardiomiopathy and The Protective Role of Alpha Liphoic Acid and
Losartanin Diabetic Rats. Int J Adv Res. 2014;2:325–37.
64
37. B. Nagaraju, S.Vidhyandara, Ch. Aruna Kumar, Vikas, Suryanarayana Raju.
Evaluation of Cardioprotective activity of Ethanolic extract of dried leaves of
Cinnamomum tamala in rats. Int J Biomed Adv Res. 2016;7:181–6.
38. Ligaray K., Isley M. Type 2 Diabetes Mellitus Overview.2010 feb 4[Cited
2014 May 15].Available From :
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview
39. Szkudelski, T. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B
Cells of The Rat Pancreas. Physiological Research2001:50:536-546.
40. Direktorat pengendalian penyakit tidak menular.,Direktorat jenderal
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Pedoman Pengendalian
Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik.Jakarta:Departemen Kesehatan
Republik Indonesia;2008;hal8.
41. Media Aesculapius. Kapita Selekta jilid 1 edisi 3.Jakarta:FKUI;1999.
42. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia.Dislipidemia. Available from:
www.jurnalmedika.com
43. Ganong,W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganonng Edisi
22.Jakarta:EGC;2003.
44. Cooperstain SJ,Watkins D. The Islet of Langerhans.New York:Academia
Press;1981: p 179-201
45. Taconic booklet.Sprague dawley rat. United States: Taconic;2009. Diunduh
dari www.taconic.com
65
LAMPIRAN
Lampiran 1
Cara Perhitungan
Pembuatan Buffer Sitrat
Buffer sitrat yang digunakan adalah buffer sitrat 0,1 M.
Untuk mendapatkan buffer sitrat 0,1 M, maka harus mencampurkan :
20 ml Natrium Sitrat + 20 ml asam sitrat
0,576 gram Natrium SItrat bubuk+ 20 ml akuades steril (Dicampur menggunakan
stirer)
0,516 gram Asam Sitrat bubuk + 30 ml akuades steril (Dicampur menggunakan
stirer)
Diaduk bersama menggunakan stirer
Buffer Sitrat 0,1 M
Ph Buffer Sitrat diukur di alat pH meter terkalibrasi
dengan target Ph 4,5
Menambahkan NaOH jika pH Buffer terlalu asam atau
Menambahkan Hcl jika pH Buffer terlalu basa
Pembuatan Induksi Streptozotocin
Dosis streptozotocin yang digunakan adalah 55mg/kgBB.
=
=
100 gram BB dilarutkan dengan 0,1 ml buffer sitrat
(Lanjutan)
Maka
66
Dari hasil pengukuran BB tikus, rerata BB tikus yang akan disuntik pada hari 15
adalah 1200 gram (37 tikus) include tikus dengan ekstrak okra dan cambogia
Cara pencampuran STZ dengan buffer sitrat :
1. Hitung BB tikus yang akan disuntik (ex:1200 gram)
2. Dosis STZ =
x 1200 gram
= 66 mg untuk 37 tikus
3. Menentukan dosis buffer sitrat (pelarut) yang digunakan
Dosis buffer sitrat yang digunakan =
=
= 1,2 ml buffer sitrat
Pembuatan Ekstrak Daun Salam
Dosis ekstrak daun salam yang digunakan adalah 300mg/kgBB.
=
=
100 gr dilarutkan dengan 0,1 ml aquades steril
Maka
Contoh dosis ekstrak salam untuk BB rata-rata tikus 1300 gram :
x 1300 gr = 390 mg
Dosis pelarut untuk ekstrak daun salam :
=
= 1,3 ml aquades steril
Jadi untuk melarutkan 390 mg daun salam diperlukan 1,3 ml aquades steril
Setiap hari BB tikus akan berubah, oleh karena itu setiap hari pelarut dan dosis
akan berbeda.
67
Lampiran 2
Surat Keterangan
Surat keterangan tikus sehat
68
Hasil determinasi/identifikasi bahan uji
69
Surat lulus kaji etik
70
Lampiran 3
Gambar Proses Penelitian
Adaptasi Tikus, Pembuatan Sukrosa, Buffer Sitrat, STZ, dan Ekstrak Daun
Salam
Tikus sampai di animal house
dan dilakukan adaptasi
Penimbangan sukrosa
Pencampuran sukrosa dengan
akuades steril dengan stirer
Sukrosa 10%
71
(Lanjutan)
Menimbang Asam sitrat dan
Natrium Sitrat untuk membuat
Buffer Sitrat
Membuat larutan standar PH
untuk mengkalibrasi alat PH
Meter
Buffer Sitrat 0,1 M dengan pH 4,5 Streptozotocin bubuk
72
(Lanjutan)
Penyuntikkan Streptozotocin
intraperitoneal Ekstrak kering daun salam
Penimbangan ekstrak kering
daun salam
73
(Lanjutan)
Sacrifice dan Pengambilan Darah
Proses sacrifice Darah dari vena cava inferior
dimasukkan ke dalam tabung
EDTA
Larutan ekstrak daun salam di
vortex
Ekstrak daun salam disonde per
oral
74
Darah dan organ tikus
dimasukkan ke dalam cool box
Darah di sentrifuge dengan
kecepatan 10000 rpm dalam 15
menit untuk diambil plasma nya
Proses Pengukuran Kadar Trigliserida Darah
Plasma hasil sentrifuge Reagen Trigliserida
Sclavo
75
Mengurutkan microtube yang
berisi plasma di dalam rak
NaCl untuk membersihkan
plasma
Meletakkan plasma 1 mikro
liter ke dalam plate
Pencampuran plasma, NaCl
dan reagen trigliserida dengan
pipet multichannel
76
Proses Pewarnaan TUNEL
Homogenisasi dengan Rotamax
15 rpm selama 10 menit
Kadar Trigliserida dibaca
menggunakan ELISA reader
Tempat preparat Larutan Entelan
77
Formalin 37% H2O2 30%
Phosphate Buffer Saline (PBS) PBS dilarutkan pada DW, dan
dicampurkan menggunakan
stirer
78
Tahap Deparafin ethanol Tahap Deparafin xylene
Tahap rehidrasi ethanol
79
Lampiran 4
Hasil Data Uji Statistik
a. Uji Normalitas GDS
Tests of Normalityc
tikus Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
h1 dms .268 7 .137 .838 7 .095
ns .307 4 . .729 4 .024
dm .473 5 .001 .552 5 .000
n .146 6 .200* .988 6 .985
h7 dms .228 7 .200* .866 7 .172
ns .307 4 . .729 4 .024
dm .218 5 .200* .919 5 .527
n .178 6 .200* .977 6 .936
h14 dms .228 7 .200* .887 7 .257
ns .307 4 . .729 4 .024
dm .355 5 .039 .774 5 .048
n .219 6 .200* .917 6 .487
h21 dms .322 7 .027 .856 7 .139
ns .307 4 . .729 4 .024
dm .236 5 .200* .903 5 .425
n .320 6 .055 .819 6 .087
h28 dms .203 7 .200* .886 7 .253
ns .307 4 . .729 4 .024
n .281 6 .150 .903 6 .391
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
c. h28 is constant when tikus = dm. It has been omitted.
b. Uji Kruskal-wallis GDS
h28
Chi-Square 15.492
df 3
Asymp. Sig. .001
80
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tikus
c. Uji Mann Whitney
N vs D+E
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -2.143
Asymp. Sig. (2-
tailed) .032
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .035
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs N+E
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.711
Asymp. Sig. (2-
tailed) .007
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .016
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs N+E
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 33.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-
tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] 1.000
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs D
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 21.000
Z -2.872
Asymp. Sig. (2-
tailed) .004
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .004
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs D+E
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -2.143
Asymp. Sig. (2-
tailed) .032
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .035
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
81
N+E vs D+E
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -2.278
Asymp. Sig. (2-
tailed) .023
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .024
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs D+E
Test Statisticsa
h28
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -2.947
Asymp. Sig. (2-
tailed) .003
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .003
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
d. Uji Normalitas BB
Tests of Normalitya,d,e,f,g,h,i,j,k,l,m,n,o
tikus Kolmogorov-Smirnov
b Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
H1 dm .202 5 .200* .950 5 .737
dms .165 7 .200* .977 7 .944
n .240 5 .200* .855 5 .212
ns .307 4 . .729 4 .024
H3 dm .200 5 .200* .929 5 .586
dms .199 7 .200* .925 7 .508
n .206 5 .200* .907 5 .448
ns .307 4 . .729 4 .024
H5 dm .235 5 .200* .955 5 .770
dms .134 7 .200* .988 7 .990
n .204 5 .200* .912 5 .480
ns .307 4 . .729 4 .024
H7 dm .200 5 .200* .972 5 .889
dms .189 7 .200* .974 7 .928
n .223 5 .200* .894 5 .375
ns .307 4 . .729 4 .024
H9 dm .240 5 .200* .876 5 .293
dms .221 7 .200* .952 7 .744
n .248 5 .200* .853 5 .205
82
ns .307 4 . .729 4 .024
H11 dm .383 5 .016 .756 5 .034
dms .205 7 .200* .910 7 .393
n .228 5 .200* .895 5 .382
ns .307 4 . .729 4 .024
H13 dm .193 5 .200* .967 5 .853
dms .197 7 .200* .956 7 .787
n .263 5 .200* .906 5 .443
ns .307 4 . .729 4 .024
H15 dm .234 5 .200* .938 5 .655
dms .195 7 .200* .965 7 .862
n .287 5 .200* .880 5 .308
ns .307 4 . .729 4 .024
H17 dm .203 5 .200* .927 5 .573
dms .164 7 .200* .970 7 .902
n .268 5 .200* .893 5 .374
ns .307 4 . .729 4 .024
H19 dm .210 5 .200* .905 5 .438
dms .158 7 .200* .964 7 .854
n .215 5 .200* .929 5 .592
ns .307 4 . .729 4 .024
H21 dm .181 5 .200* .960 5 .809
dms .197 7 .200* .942 7 .657
n .250 5 .200* .899 5 .407
ns .307 4 . .729 4 .024
H23 dm .327 5 .086 .786 5 .062
dms .186 7 .200* .950 7 .734
n .217 5 .200* .920 5 .533
ns .307 4 . .729 4 .024
H25 dm .313 5 .124 .845 5 .179
dms .189 7 .200* .975 7 .932
n .287 5 .200* .856 5 .213
ns .307 4 . .729 4 .024
*. This is a lower bound of the true significance.
a. H1 is constant when tikus = n. It has been omitted.
b. Lilliefors Significance Correction
d. H3 is constant when tikus = n. It has been omitted.
e. H5 is constant when tikus = n. It has been omitted.
f. H7 is constant when tikus = n. It has been omitted.
83
g. H9 is constant when tikus = n. It has been omitted.
h. H11 is constant when tikus = n. It has been omitted.
i. H13 is constant when tikus = n. It has been omitted.
j. H15 is constant when tikus = n. It has been omitted.
k. H17 is constant when tikus = n. It has been omitted.
l. H19 is constant when tikus = n. It has been omitted.
m. H21 is constant when tikus = n. It has been omitted.
n. H23 is constant when tikus = n. It has been omitted.
o. H25 is constant when tikus = n. It has been omitted.
e. Uji Kruskal-wallis BB
Test Statisticsa,b
tikus
Chi-Square 16.186
df 15
Asymp. Sig. .370
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
bb_28
f. Uji Mann Whitney
N vs D+E
Test Statisticsa
bb_28
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 35.000
Z -2.000
Asymp. Sig. (2-
tailed) .046
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .051
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs N+E
Test Statisticsa
bb_28
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.482
Asymp. Sig. (2-
tailed) .138
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .190
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
84
N vs N+E
Test Statisticsa
bb_28
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 20.000
Z -.429
Asymp. Sig. (2-
tailed) .668
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .762
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs D
Test Statisticsa
bb_28
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 17.000
Z -2.373
Asymp. Sig. (2-
tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .017
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N+E vs D+E
Test Statisticsa
bb_28
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 34.000
Z -1.519
Asymp. Sig. (2-
tailed) .129
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .164
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs D+E
Test Statisticsa
bb_28
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 24.000
Z -1.380
Asymp. Sig. (2-
tailed) .167
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .202
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
g. Uji Normalitas kolesterol
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kole
N 12
Normal
Parametersa,b
Mean 147.4583
Std. Deviation 49.82034
Most Extreme
Differences
Absolute .175
Positive .149
Negative -.175
Test Statistic .175
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
85
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
h. Uji OneWay Annova
ANOVA
kole
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18753.563 3 6251.188 5.850 .020
Within Groups 8549.167 8 1068.646
Total 27302.729 11
i. Uji Bonfferoni
Multiple Comparisons
Dependent Variable: kole
Bonferroni
(I) tikus (J) tikus
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
n ns 101.16667* 26.69139 .032 8.3105 194.0228
d 9.50000 26.69139 1.000 -83.3561 102.3561
dms 33.50000 26.69139 1.000 -59.3561 126.3561
ns n -101.16667* 26.69139 .032 -194.0228 -8.3105
d -91.66667 26.69139 .053 -184.5228 1.1895
dms -67.66667 26.69139 .210 -160.5228 25.1895
d n -9.50000 26.69139 1.000 -102.3561 83.3561
ns 91.66667 26.69139 .053 -1.1895 184.5228
dms 24.00000 26.69139 1.000 -68.8561 116.8561
dms n -33.50000 26.69139 1.000 -126.3561 59.3561
ns 67.66667 26.69139 .210 -25.1895 160.5228
d -24.00000 26.69139 1.000 -116.8561 68.8561
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
j. Uji Normalitas Apoptosis
Tests of Normality
tikus
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
apo ns .208 4 . .950 4 .714
86
dms .285 4 . .935 4 .625
dm .316 4 . .892 4 .392
n .307 4 . .729 4 .024
a. Lilliefors Significance Correction
k. Uji Kruskal-wallis Apoptosis
Test Statisticsa,b
apo
Chi-Square 13.576
df 3
Asymp. Sig. .004
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tikus
l. Uji Mann Whitney
N vs D+E
Test Statisticsa
apo
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.352
Asymp. Sig. (2-
tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .029
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs N+E
Test Statisticsa
apo
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-
tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .029
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
87
N vs N+E
Test Statisticsa
apo
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.084
Asymp. Sig. (2-
tailed) .037
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .057
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs D
Test Statisticsa
apo
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-
tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .029
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N+E vs D+E
Test Statisticsa
apo
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.323
Asymp. Sig. (2-
tailed) .020
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .029
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs D+E
Test Statisticsa
apo
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.033
Asymp. Sig. (2-
tailed) .042
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .057
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
m. Uji Normalitas Diameter
Tests of Normality
tikus
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
diameter D .410 4 . .680 4 .007
DMS .299 4 . .821 4 .145
N .307 4 . .729 4 .024
NS .208 4 . .950 4 .714
a. Lilliefors Significance Correction
88
n. Uji Kruskal-wallis Diameter
Test Statisticsa,b
diameter
Chi-Square 6.571
df 3
Asymp. Sig. .087
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tikus
o. Uji Mann Whitney
N vs D+E
Test Statisticsa
diameter
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 18.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-
tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] 1.000
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs N+E
Test Statisticsa
diameter
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-
tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .029
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs N+E
Test Statisticsa
diameter
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-
tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .029
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
N vs D
Test Statisticsa
diameter
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.169
Asymp. Sig. (2-
tailed) .243
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .343
b
a. Grouping Variable: tikus
89
b. Not corrected for ties.
N+E vs D+E
Test Statisticsa
diameter
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.155
Asymp. Sig. (2-
tailed) .248
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .343
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
D vs D+E
Test Statisticsa
diameter
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 15.000
Z -.866
Asymp. Sig. (2-
tailed) .386
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .486
b
a. Grouping Variable: tikus
b. Not corrected for ties.
90
Lampiran 5
Riwayat Penulis
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Irfiani Nurrachmawati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 10 Maret 1996
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Grand Depok City Cluster Alpinia A10
Tirtajaya Sukmajaya Depok Jawa Barat
e-Mail : Irfiani18@gmail.com
Riwayat Pendidikan
2000-2001 : TK Islam Nurul Fajar Citayam
2001-2007 : SDS Pelita Atsiri Permai
2007-2010 : SMPIT Al-Madinah Cibinong
2010-2013 : MAN 13 Jakarta Selatan
2014-Sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Profesi dan Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta