Post on 06-Feb-2018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh : Aris Widitananto
H 0506037
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh : Aris Widitananto
H 0506037
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
THE ANALYSIS OF MARKETING OF BEEF CATTLE IN PLAYEN DISTRICT, GUNUNGKIDUL REGENCY
Aris Widitananto
H0506037
SUMMARY
The cattle have a high potential to be developed in primarily in Playen District Gunungkidul. Cattle marketing has an important role in the distribution of cattle from producers to consumers. Breeder as producers in the beef market has always weakness. This is because the habit of Breeder selling cattle directly to the broker. This research aims to determine the flow of profils and verious marketing costs of beef cattle in Playen District Gunungkidul. The research was carried out for 4 months starting from August to November 2011. The method used is a survey method and data sources used are primary data and secondary data. The primary data obtained through interviews with respondents, using a prepared questionnaire. Secondary data were obtained from the Animal Husbandry Departemen Gunungkidul, BPS, Bappeda, district office, the Office of the village head. Sample villages were purposively selected based on the number of cattle population of high, medium and small, the Village Bleberan, Plembutan and Playen. The data analysis has been as descriptive (descriptive) , that is analysis of existing data summary measure outcomes cattle ranchers.
Survey respondents namely convenience sampling taken by 60 breeder with their own criteria cattle ranges 2-5 cows and cows have been sold. The sample were purposive selected merchants by 10 experienced traders to trade at least 5 years. The research results show that is channel in the Playen District marketing involving, among others: breeders, broker, traders, wholesalers and traders cutter / butcher. Marketing margins are highest in the channel to 4 (breeder - broker-traders - wholesalers - butcher - consumer) Rp. 2.200.000/cattle. Share received by breeder was highest in the first plot is 100%. The first marketing channels of the (breeder-consumers) is the most efficient workflow in District Playen Gunungkidul.
The conclusion of this research, there are four kinds of marketing channel of cattle, those are: (I). breeder consumer directly. (II). breeder, broker, traders cutter, consumer. (III). breeder, broker, wholesaler, trader cutter, the consumer. (IV). breeder, broker, traders, wholesalers, traders cutter, the consumer. The lowest marketing costs and margins in the first channel. The lowest farmer's share in the fourth channel. The first marketing channel of the most efficient in Playen District Gunungkidul, because it has the value of the farmer's share as high as 100%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………..... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..... iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………... viii
RINGKASAN …………………………………………………………………………... ix
SUMMARY …………………………………………………………………………...... xi
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………..... 3
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………... 3
D. Kegunaan Penelitian …………………………………………………………...... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………….... 5
A. Sapi Potong ……………………………………………………………………… 5
B. Pemasaran Sapi Potong …………………………………………………………. 6
C. Saluran Pemasaran ……………………………………………………………… 7
D. Margin Pemasaran …………………………………………………………....... 10
E. Biaya Pemasaran ………………………………………………………………... 13
F. Efisiensi Pemasaran ……………………………………………………………... 14
III. METODE PENELITIAN ………………………………………………………….. 17
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………………. 17
B. Metode Penelitian ……………………………………………………………...... 17
C. Jenis dan Sumber Data ………………………………………………………….. 17
D. Teknik Pengambilan Data ……………………………………………………..... 18
E. Pengambilan Sampel …………………………………………………………..... 18
F. Analisis Data ………………………………………………………..................... 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
G. Definisi Operasional …………………………………………………………...... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………... 24
A. Keadaan Umum Kabupaten Gunungkidul ……………………………………..... 24
B. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong ………………………………….. 25
C. Karakteristik Responden Pedagang Sapi Potong ………………………………… 29
D. Saluran Pemasaran ……………………………………………………………….. 32
E. Fungsi-fungsi Pemasaran …………………………………………………............ 37
F. Analisis Biaya Pemasaran ………………………………………………............... 41
G. Efisiensi Pemasaran ………………………………………………………………. 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………... 51
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………...... 51
B. Saran ……………………………………………………………………………… 51
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 52
LAMPIRAN …………………………………………………………………………..... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian
penduduknya sebagian besar adalah petani. Lahan pertanian di Indonesia saat
ini mulai menyempit, para petani agar dapat meningkatkan pendapatannya,
mereka melakukan kegiatan seharinya dengan beternak. Usaha ternak sapi
potong secara umum memiliki kelebihan seperti, penghasil daging, kotoran dan
kulit. Ternak sapi potong di pedesaan mempunyai prospek untuk meningkatkan
salah satu usaha, baik itu usaha sampingan maupun usaha pokok. Usaha sapi
potong dapat dijadikan sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap
saat (Mosher, 1987).
Pembangunan peternakan tidak hanya diarahkan pada peningkatan
produksi dan pendapatan peternak tetapi diperluas hingga mencakup
pengembangan agribisnis secara terpadu. Peternak sebagai subyek
pembangunan didorong ke arah pemahaman peternakan menjadi sumber
pendapatan. Pembangunan usaha peternakan dilakukan secara sinergis, mulai
dari hulu sampai hilir dan tidak berhenti hanya di tingkat produksi, tetapi juga
sebagai pelaku pasca panen seperti pengolahan dan pemasaran. Populasi dan
jumlah pemotongan ternak sapi potong di Indonesia dalam lima tahun terkhir
(2005-2010) mengalami penurunan sebesar 0,43% per tahun. Hal ini
disebabkan masih rendahnya produktivitas ternak sapi potong dan terbatasnya
ketersediaan bibit unggul lokal serta belum optimalnya kelembagaan
pembibitan (Ditjen Peternakan, 2010).
Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai daerah kegiatan usaha
peternakan sapi potong yang banyak dikelola oleh petani dan menyebar secara
merata ke seluruh wilayah Gunungkidul. Usaha peternakan mempunyai potensi
dan prospek untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah,
khususnya di Kabupaten Gunungkidul, hal tersebut dapat ditunjukkan dari
jumlah populasi sapi potong pada tahun 2010 terdapat 126.455 ekor sapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Usaha peternakan sapi potong merupakan usaha yang bernilai ekonomi tinggi
sehingga memungkinkan peternak mendapat penghasilan yang cukup.
Usaha peternakan sapi potong kegiatan yang paling pokok adalah pada
kemampuan memasarkan. Salah satu faktor pelancar dalam pembangunan
peternakan adalah sistem pemasaran yang efisien (Mosher, 1987). Sistem
pemasaran dikatakan efisien apabila dapat memberikan suatu balas jasa yang
seimbang kepada semua pelaku pemasaran yang terlibat yaitu peternak,
pedagang perantara dan konsumen akhir (Azzaino, 1983). Pemasaran juga
mempunyai peranan penting dalam memindahkan suatu produk (sapi potong)
dari produsen ke konsumen. Pemindahan suatu produk dari produsen ke
konsumen akan melibatkan beberapa pedagang sapi potong. Pemasaran ternak
sapi potong khususnya di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul lebih
banyak dikuasai oleh pedagang seperti blantik, pedagang pengumpul, pedagang
besar dan jagal.
Saluran pemasaran dapat digunakan untuk memindahkan suatu produk
dari produsen sampai ke konsumen. Saluran pemasaran yang relatif panjang
menyebabkan kerugian bagi peternak maupun konsumen, karena konsumen
terbebani dengan biaya pemasaran yang tinggi, bagi peternak perolehan
pendapatan menjadi lebih rendah. Sistem pemasaran efisien yaitu apabila
mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan
biaya murah serta menguntungkan baik bagi peternak maupun konsumen,
sehingga peternak harus memilih alur pemasaran yang pendek.
Peternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
dalam memasarkan ternaknya masih menggunakan saluran pemasaran yang
panjang, sehingga harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir menjadi lebih
tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Rumusan Masalah
Populasi ternak sapi potong yang terdapat di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul cukup banyak yaitu sebesar 12.075 ekor. Usaha
ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul sebagian
besar masih bersifat tradisional dengan rata-rata kepemilikan 2-5 ekor sapi.
Peternak sebagian besar menjual sapi tidak langsung ke Pasar Hewan akan
tetapi melalui pedagang perantara, sehingga harga yang dibayarkan oleh
konsumen akhir menjadi lebih tinggi. Pemasaran adalah suatu proses sosial
ekonomi dimana individu atau kelompok mendapatkan kebutuhan dan
keinginan mereka dengan menciptakan dan menawarkan produk, dan dengan
rantai pemasaran yang panjang akan berpengaruh terhadap nilai yang diterima
peternak. Pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan sapi dari
peternak ke konsumen dengan biaya murah. Pedagang mempunyai peranan
dalam mendistribusikan ternak sapi potong ke berbagai daerah, sehingga terjadi
saluran pemasaran sapi dari peternak ke konsumen. Untuk itu perlu diketahui
bagaiman sistem pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul yang meliputi, biaya, margin dan profil saluran
pemasaran ternak sapi potong, dan dengan melihat kondisi tersebut ada
beberapa permasalahan yang perlu dikaji antara lain:
1. Bagaimana profil pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul?
2. Bagaimana struktur biaya pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan
Playen Kabupaten Gunungkidul?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui profil pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul.
2. Mengetahui berbagai biaya pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan
Playen Kabupaten Gunungkidul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peternak sapi potong, hasil dari penelitian ini dapat memberikan
informasi tentang pentingnya kegiatan pemasaran sehingga diharapkan
mampu meningkatkan pendapatan di tingkat peternak. Diharapkan
peternak mampu menjual ternak sapi potong ke pedagang yang membeli
dengan harga tinggi atau langsung ke Pasar Hewan.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul, diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran, evaluasi terhadap penetapan
kebijakan, terutama kaitannya dengan pemasaran ternak sapi potong di
Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sapi Potong
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama
sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging.
(Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus
dipelihara untuk digemukkan karena tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas
daging cukup baik.
Bangsa-bangsa sapi potong di Indonesia termasuk tipe dwiguna yakni
tipe kerja dan potong. Bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki
karakteristik tertentu yang sama dan dengan karakteristik tersebut, mereka
dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang
sama dan karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi
berikutnya. Beberapa jenis sapi potong yang banyak dijumpai di Indonesia
diantaranya sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole dan sapi Madura.
Bangsa sapi potong impor seperti sapi Limousine, sapi Simmental, sapi
Charolais dan sapi Brahman (Rivai, 2009).
Menurut Talib dan Siregar (1991) sapi potong bangsa Ongole
populasinya paling tinggi di antara bangsa-bangsa sapi yang lain di Indonesia,
dan jenis sapi yang banyak dipelihara oleh para petani atau peternak di
Indonesia adalah sapi Ongole (Djarijah, 1996). Sapi Peranakan Ongole sering
juga disebut Sapi Lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih (Darmono, 1993).
Menurut Susilorini (2008) sapi Peranakan Simental mempunyai sifat jinak,
tenang, dan mudah dikendalikan. Jenis sapi ini memiliki pertambahan bobot
badan berkisar antara 0,6 sampai 1,5 kg/hari. Sapi Peranakan Simental
memiliki ciri-ciri ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, bobot sapi
betina mencapai 800 kg, dan jantan 1.150 kg (Sugeng, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Pemasaran Sapi Potong
Pasar merupakan salah satu aspek penting dalam proses produksi.
Ketersediaan pasar dapat memacu berkembangnya program dalam menerapkan
teknologi. Menurut Boediono (1998) pasar adalah tempat terjadinya suatu
transaksi antara penjual dan pembeli. Pasar juga bisa diartikan sebagai
sekumpulan pedagang yang membeli barang dengan maksud untuk dijual lagi
supaya bisa menghasilkan laba /keuntungan (Daryanto, 2011). Pasar terdiri dari
semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan yang
sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. Menurut Rahayu (2006) pasar hewan
adalah tempat untuk memperdagangkan hewan, khususnya sapi potong.
Menurut Mughni (1996) bahwa setiap pedagang sapi potong dalam
menjalankan aktifitas ekonominya mengeluarkan biaya pemasaran. Jumlah
biaya pemasaran berbeda-beda untuk setiap tingkatan pedagang karena
tergantung pada tambahan nilai guna dari ternak sapi potong yaitu guna waktu,
guna tempat, guna bentuk dan guna pemilikan. Komponen biaya pemasaran
sapi potong berbeda-beda pada setiap tingkatan pedagang.
Napitupulu (1989) menyatakan bahwa setiap pedagang melakukan
fungsi-fungsi pemasaran. Pada dasarnya fungsi pemasaran terdiri dari tiga
fungsi, yaitu:
1. Fungsi pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan.
2. Fungsi fisik yang meliputi penyimpanan, pengangkutan, standarisasi dan
grading.
3. Fungsi fasilitas yang meliputi penanggungan resiko, pembiayaan dan
informasi pasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Saluran Pemasaran
Menurut Swastha (1997) bahwa saluran pemasaran memberikan
gambaran tentang rute atau jalur perjalanan suatu produk. Hanifah dan
Saefudin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran tataniaga yang
dilalui tergantung pada beberapa faktor, antara lain jarak antara produsen dan
konsumen. Kotler (1992) mendefinisikan saluran pemasaran merupakan
saluran distribusi yang terdiri dari seperangkat pedagang yang melakukan
semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dari
produsen ke konsumen. Proses pemasaran dari produsen ke konsumen banyak
terdapat berbagai bentuk untuk mengerakkan barang dan jasa dari produsen ke
konsumen (Daryanto, 2011). Gambar umum saluran pemasaran produk
pertanian dan peternakan sebagai berikut.
Gambar 1. Saluran Pemasaran Umum Produk Pertanian dan Peternakan di Indonesia (Limbong dan Sitorus, 1987)
Produsen/ Petani peternak
Blantik
Konsumen Akhir
Koperasi/ KUD
Pedagang Besar Eksportir
Pengecer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 2. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Sigi Biromuru Kabupaten Donggala Sulawesi Selatan (Mughni 1996)
Hasil penelitian Mughni (1996) menunjukkan bahwa pedagang yang
terlibat dalam penyaluran ternak sapi potong yaitu peternak, blantik, pedagang
pengumpul, pedagang besar, pedagang pemotong/jagal dan konsumen. Setiap
tingkatan terdapat pedagang yang mengalirkan barang atau jasa dari
produsen/peternak hingga ke konsumen akhir. Setiap rantai tingkatan tersebut
menciptakan tambahan nilai untuk setiap produk dalam bentuk, tempat, waktu
dan pemilikan. Keterlibatan pedagang dalam peyaluran produk adalah untuk
mendapatkan nilai tambah atau guna barang atau jasa yang diusahakan. Hal ini
menyebabkan fungsi pedagang berbeda di setiap tingkatan, misalnya pedagang
pengumpul mempunyai skala usaha yang lebih besar dari pada blantik. Lebih
lanjut Napitupulu (1989) menyatakan bahwa bentuk saluran pemasaran lebih
memberikan arti apabila harga pada setiap tingkatan dan fungsi-fungsi yang
dilakukan pada setiap tingkatan tersebut.
Saluran distribusi atau saluran pemasaran adalah saluran yang dipakai
produsen untuk menyalurkan barang hasil produksinya kepada konsumen akhir
melalui pedagang perantara. saluran pemasaran ternak sapi potong merupakan
Peternak
Konsumen Blantik
Pedagang Besar
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pemotong/Jagal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
suatu bentuk organisasi dalam peternakan dan luar peternakan yang terdiri atas
blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal (Swastha dan
Handoko, 1997). Menurut Sudiyono (2002) bahwa pedagang adalah badan
usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan
komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan
dengan badan usaha atau individu lainya.
Fanani (2000) menyatakan bahwa di dalam pemasaran sapi potong
terdapat beberapa pedagang yang ikut ambil bagian, diantaranya: pedagang
perantara, pedagang pengumpul dan pedagang antar propinsi. Peran pedagang
ini sangat mempengaruhi harga ternak yang akan dijual dan mampu
menyampaikan dan memindahkan sapi dari peternak ke konsumen. Pedagang
ternak sapi potong yaitu suatu bentuk usaha yang berkaitan dengan ternak sapi
potong, seperti halnya jasa-jasa yang ditawarkan oleh peternak atau pedagang
sapi (Kartasapoetra, 1992). Pedagang ini dapat berupa blantik, pedagang
pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong dengan definisi sebagai
berikut:
1. Blantik, yaitu pedagang yang secara langsung berhubungan dengan
peternak, blantik melakukan transaksi dengan peternak baik secara tunai,
ijon maupun dengan kontrak pembelian.
2. Pedagang pengumpul, yaitu pedagang yang membeli ternak sapi dari
blantik biasanya relatif kecil.
3. Pedagang besar, yaitu pedagang yang melakukan proses pengumpulan
komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke
pedagang pemotong/jagal.
4. Pedagang pemotong yaitu pedagang yang membeli sapi, kemudian di jual
dalam bentuk daging.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
D. Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan di tingkat
pedagang pemotong dengan harga yang diterima oleh produsen (peternak).
Menurut Adi (1995) bahwa harga yang terbentuk di pasar banyak dipengaruhi
oleh pedagang. Menurut Mubyarto (1994) bahwa sistem pemasaran dianggap
efisien bila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari
peternak sebagai produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya,
dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam
kegiatan produksi.
Margin pemasaran menurut Kohls (2002) adalah perbedaan harga antara
produsen dan konsumen tingkat akhir, dimana di dalamnya terdapat harga
penambahan nilai kegunaan dan fungsi serta keuntungan bagi pedagang.
Menurut Azzaino (1983) bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga
yang dibayarkan oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan harga yang
diterima petani peternak untuk produk yang sama.
Gambar 3. Konsep Margin Pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977)
Keterangan:
Pr = Harga retail (tingkat pengecer)
Pf = Harga farmer (tingkat petani)
Sr = Supply retail (penawaran di tingkat pengecer)
Sr
Sf
Jumlah (Q) Df
Qrf
Pr
Pf
Harga (P)
Dr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Sf = Supply farmer (penawaran di tingkat petani)
Dr = Demand retail (permintaan di tingkat pengecer)
Df = Demand farmer (permintaan di tingkat petani)
(Pr-Pf) = Margin tataniaga (Pr-Pf)
Qrf = Nilai margin tataniaga
Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah barang
yang sama, tetapi harga yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga
yang dibayarkan konsumen. Permintaan adalah jumlah barang yang dibeli pada
tingkat harga tertentu dan cenderung lebih rendah dari yang ditawarkan
sehingga semakin banyak barang yang dibeli. Permintaan dan penawaran
bertemu maka terbentuklah tingkat harga yang disetujui oleh kedua belah
pihak. Daya beli merupakan kemampuan pembeli yang benar-benar
menciptakan pasar, maksudnya pembeli berkinginan membeli dan mereka juga
mampu membayar. Daya beli ini tidak hanya tergantung pada keinginan
konsumen yang ingin terpuaskan tetapi juga bagaimana kedudukan barang
tersebut dalam urutan daftar kebutuhan konsumen tersebut, karena semakin
penting bagi konsumen untuk membelinya maka akan semakin memberikan
peluang untuk menciptakan daya beli konsumen/pembeli. Semakin elastis sifat
permintaan pasar maka semakin besar pengaruh perubahan harga terhadap
perilaku pembeli. Sifat permintaan barang dikatakan elastis kalau harga barang
berubah sedikit saja akan mengakibatkan perubahan volume penjualan lebih
besar. Akan tetapi sebaliknya kalau sifat permintaan pasar terhadap barang
tersebut adalah inelastis maka dampak pengaruh perubahan harga tidak terlalu
membuat perubahan pada volume penjualannya atau dengan kata lain
perubahan harga hanya menyebabkan perubahan volume yang lebih kecil
persentasenya.
Politik penetapan harga dilakukan untuk merangsang dan menarik
pembeli agar membeli barang yang ditawarkan perusahan. Adapun politik ini
melibatkan beberapa bagian perusahan terutama bagian penjualan, produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dan keuangan. Margin pemasaran hanya menunjukkan jumlah produk yang
dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah
produk ditingkat pengecer.
Margin pemasaran bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan
efisiensi suatu komoditas. Salah satu indikator lain adalah dengan
membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau yang biasa
disebut farmer’s share (bagian harga yang diterima petani) dan sering
dinyatakan dalam persen. Farmer’s share mempunyai hubungan yang negatif
dengan marjin pemasaran, sehingga semakin tinggi margin pemasaran maka
bagian yang diperoleh petani akan semakin rendah. Kohls (2002)
mendefinisikan farmer’s share sebagai selisih antara harga eceran dengan
margin pemasaran. Farmer’s share merupakan bagian dari harga konsumen
yang diterima oleh petani, dan dinyatakan dalam persentase harga konsumen.
Hal ini berguna untuk mengetahui harga yang berlaku di tingkat konsumen dan
yang diterima oleh petani. Besarnya farmer’s share biasanya dipengaruhi oleh
tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk dan jumlah produk.
Menurut Sudiyono (2002) bahwa bagian yang diterima petani (farmer’s
share) sama dengan harga yang betul-betul diterima dibagi dengan yang
diterima oleh konsumen dikalikan 100%.
× 100%)
Keterangan :
F
M
Pr
:
:
:
Bagian yang diterima oleh petani (Rp)
Margin Pemasaran (Rp)
Harga ditingkat konsumen akhir (Rp)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
E. Biaya Pemasaran
Menurut Soekartawi (1993) biaya pemasaran adalah biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan pemasaran, besarnya biaya pemasaran berbeda
satu sama lain disebabkan antara lain: jenis komoditas, lokasi pemasaran,
macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Semakin kecil
biaya pemasaran yang dikeluarkan, maka semakin efektif pemasaran
dilakukan. Biaya pemasaran dibutuhkan untuk menyampaikan barang dari
produsen (peternak) ke konsumen akhir. Biaya pemasaran meliputi biaya
angkut, biaya pengepakan atau pengemasan, biaya bongkar muat (tenaga),
biaya penyusutan dan lain-lain. Secara umum biaya merupakan pengorbanan
yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usaha ternaknya untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya merupakan pengorbanan yang diukur
untuk suatu alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu dalam usahataninya.
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau
aktifitas usaha pemasaran komoditas peternakan. Biaya pemasaran komoditas
peternakan meliputi biaya transportasi/biaya angkut, biaya pungutan retribusi,
biaya penyusutan dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama
lain. Hal ini disebabkan lokasi pemasaran, pedagang (pengumpul, pedagang
besar, pengecer, dan sebagainya) dan efektifitas pemasaran yang dilakukan
serta macam komoditas (Rahim dan Hastuti, 2007). Seringkali komoditas
peternakan yang nilainya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi
pula. Peraturan pemasaran di suatu daerah juga kadang-kadang berbeda satu
sama lain. Begitu pula macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang
dilakukan. Semakin efektif pemasaran yang dilakukan, maka akan semakin
kecil biaya pemasaran yang dikeluarkan (Soekartawi, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
F. Efisiensi Pemasaran
Keuntungan pemasaran merupakan selisih harga di tingkat produsen dan
harga yang dibayarkan oleh konsumen dikurangi dengan biaya pemasaran.
Jarak yang mengantarkan produksi peternakan dari produsen ke konsumen
menyebabkan terjadinya perbedaan besarnya keuntungan. Perbedaan harga di
masing-masing pedagang sangat bervariasi tergantung besar kecilnya
keuntungan yang diambil oleh masing-masing pedagang (Soekartawi, 1993).
Pertimbangan lain dalam menetapkan saluran pemasaran adalah dengan jalan
membandingkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Secara umum
menggunakan saluran pemasaran yang panjang akan menimbulkan biaya-biaya
yang lebih besar sehingga mendorong harga jual yang lebih tinggi dan
kelancaran penjualan barang-barang tersebut dapat terganggu. Hal ini dapat
disebabkan karena setiap spedagang menginginkan keuntungan yang layak
sebagai kegiatan imbalan mereka. Harga penjualan agar tidak terlalu tinggi
sehingga perusahaan harus merelakan agar komisi dari saluran tersebut
menjadi lebih kecil (Semito, 1993). Persaingan yang semakin tajam dapat
mendorong harga penjualan menjadi lebih rendah. Tingkat keuntungan dari
perusahaan yang megunakan saluran pemasaran yang sangat panjang dapat
menyebabkan harga ke konsumen menjadi sangat tinggi dan ini mengganggu
kelancaran penjualan barang-barang tersebut. Efisiensi pemasaran menurut
Soekartawi (2002) adalah persentase antara biaya pemasaran dengan nilai
produk yang dipasarkan. Pemasaran tidak akan efisien jika biaya pemasaran
semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.
Sistem pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil
dari produsen kepada konsumen dengan biaya murah dan mampu mengadakan
pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir
kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran
barang tersebut (Mubyarto, 1995).
Pengukur efisiensi pemasaran peternakan yang menggunakan
perbandingan output pemasaran dengan biaya pemasaran pada umumnya dapat
digunakan untuk memperbaiki efisiensi pemasaran dengan mengubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
keduanya. Upaya perbaikan efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan
meningkatkan output pemasaran atau mengurangi biaya pemasaran (Sudiyono,
2002). Menurut (Soekartawi, 1993) bahwa faktor-faktor yang dapat sebagai
ukuran efisiensi pemasaran adalah sebagai berikut:
a. Keuntungan pemasaran.
b. Harga yang diterima konsumen.
c. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran yang memadai untuk melancarkan
transaksi jual beli barang, penyimpanan, dan transportasi.
d. Persaingan diantara pelaku pemasaran
Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari besarnya
margin pemasaran dan farmer’s share, juga dapat dilihat dari penyebaran rasio
keuntungan dan biaya. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan
terhadap biaya pada setiap pedagang, maka secara teknis sistem pemasaran
tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk
mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh pedagang ketika biaya
pemasaran naik sebesar satu satuan. Pengukur efisiensi pemasaran adalah
bagian yang diterima oleh peternak. Komoditas yang diproduksi secara tidak
efisien maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi sehingga
komoditas yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian yang
diterima peternak menjadi kecil (Sudiyono, 2002).
Menurut Yusuf et al., (1999) bahwa keuntungan bagi pedagang
merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan selama melakukan proses
pemasaran, masing-masing pedagang akan menetapkan harga yang berbeda-
beda sehingga keuntungan yang diterima tiap pedagang juga berbeda-beda.
Selain perbedaan harga di tingkat pedagang, biaya pemasaran yang dikeluarkan
akibat adanya fungsi pemasaran juga akan mempengaruhi besar kecilnya
keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang.
Pemasaran hasil-hasil peternakan yang efisien ditandai oleh besarnya
bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) sebagai imbalan dari
pengorbanan yang dilakukan petani dalam menghasilkan komoditas tertentu.
Besarnya bagian yang diterima ini akan tercermin apabila dihubungkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi komoditas tersebut,
(Buharman, 1983).
Besarnya keuntungan pemasaran diperoleh dari penjumlahan keuntungan
pemasaran dari tiap-tiap pedagang. Keuntungan pemasaran ternak sapi potong
dapat diketahui dengan jalan menjumlahkan keuntungan dari tiap-tiap
pedagang. Keuntungan pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Kp = Kp1+Kp2+Kp3+.....................+Kpn
Keterangan :
Kp
Kp1+Kp2+Kp3+...+Kpn
:
:
Keuntungan pemasaran
Keuntungan pemasaran setiap pedagang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Bleberan, Plembutan dan Playen,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta mulai dari bulan Agustus sampai bulan November 2011.
Kecamatan Playen dipilih karena populasi ternak sapi potong di wilayah
tersebut paling banyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu
sebanyak 12.075 ekor (Tabel 2).
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei (survey
method). Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) bahwa penelitian dengan
menggunakan metode survei (survey method) adalah pengumpulan informasi
dari responden dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok.
C. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yaitu sebagai
berikut :
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari peternak sapi potong
dan pedagang sapi dengan cara wawancara serta mengajukan pertanyaan
yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu berupa kuesioner.
2. Data sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis dan dikutip
secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang
terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten
Gunungkidul, Dinas Peternakan, Kantor Kecamatan Playen dan Kantor
Desa yang diambil sebagai desa sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
D. Teknik Pengambilan Data
1. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung mengenai pemasaran
ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.
2. Wawancara
Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab secara
terstruktur dengan alat bantu kuesioner kepada peternak sapi potong di
Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan aspek penelitian.
3. Metode Pencatatan
Metode pencatatan yaitu metode pengumpulan data sekunder dan
primer dengan melakukan pencatatan dari segala sumber termasuk
wawancara dengan responden dan dari instansi-instansi pemerintah atau
lembaga yang terkait dengan penelitian ini.
E. Pengambilan Sampel
1. Metode Pengambilan Sampel
Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive sampling) yaitu di
Kecamatan Playen dan diambil tiga desa yaitu Desa Blebaran, Desa
Plembutan dan Desa Playen. Desa-desa tersebut diambil berdasarkan jumlah
populasi ternak sapi yang dikategorikan tinggi, sedang dan kecil (Tabel 1).
Sampel diambil secara convenience sampling yaitu pengambilan sampel
peternak yang terdekat atau telah dijumpai di tempat/lokasi penelitian
sebanyak 60 peternak, dan dengan kriteria mereka memiliki sapi potong
berkisar 2-5 ekor dan sudah pernah menjual sapi. Jumlah peternak di tiga
desa sebanyak 1708 orang (Tabel 4). Sampel pedagang dipilih secara
sengaja (purposive sampling) sebanyak sepuluh orang yang sudah
berpengalaman berdagang minimal lima tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
No Desa Sapi Potong (ekor) Jantan Betina Jumlah
1 Bleberan 269 1.045 1.314 2 Banaran 345 960 1.305 3 Getas 263 988 1.251 4 Gading 422 756 1.178 5 Banyusoco 492 629 1.121 6 Logandeng 368 708 1.076 7 Ngleri 219 715 934 8 Plembutan 227 612 839 9 Bandung 237 448 685
10 Ngunut 178 489 667 11 Dengok 238 429 667 12 Ngawu 170 415 585 13 Playen 209 244 453 Jumlah 3.637 8.438 12.075
Sumber : BPS Gunungkidul (2010)
Tabel 2. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Gunungkidul
No Kecamatan Jumlah Sapi Potong (ekor) 1 Playen 12.075 2 Tanjungsari 10.891 3 Ponjong 9.682 4 Gedang Sari 8.897 5 Semin 8.508 6 Semanu 8.341 7 Wonosari 7.720 8 Nglipar 7.594 9 Tepus 7.374
10 Rongkop 5.842 11 Girisubo 5.543 12 Karang Mojo 5.529 13 Patuk 5.473 14 Saptosari 5.357 15 Panggang 5.187 16 Paliyan 4.440 17 Ngawen 4.392 18 Purwosari 3.610 Jumlah 126.455
Sumber : Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Tabel 3. Jumlah Peternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Sumber : Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2010)
2. Penentuan Responden (Peternak Sampel)
Singarimbun dan Effendi (1995) mengatakan bahwa data yang
dianalisis harus menggunakan sampel yang cukup besar sehingga dapat
mengikuti distribusi normal, yaitu sebanyak ≥ 30. Berdasarkan
pertimbangan maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60
responden peternak. Pengambilan peternak sampel dilakukan dengan
menggunakan metode Proportional random sampling artinya pengambilan
sampel dari keseluruhan populasi, yaitu Desa Bleberan, Plembutan, dan
Desa Playen dengan rumus menggunakan sebagai berikut:
Keterangan :
Ni : Jumlah sampel peternak sapi potong pada desa ke-i.
Nk : Jumlah peternak sapi potong dari masing-masing desa.
N : Jumlah peternak sapi potong dari semua desa.
n : Jumlah sampel petani/ peternak yang dikehendaki.
No Desa Jumlah Peternak 1 Bleberan 700 2 Banaran 700 3 Getas 687 4 Gading 665 5 Banyusoco 650 6 Logandeng 640 7 Ngleri 625 8 Plembutan 605 9 Bandung 577
10 Ngunut 476 11 Dengok 475 12 Ngawu 464 13 Playen 403
Jumlah 7667
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berdasarkan penggunaan rumus diatas sampel peternak yang memelihara
ternak sapi potong tiap desa dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Jumlah Responden Peternak Masing-masing Desa Terpilih
No Kelurahan/ Desa
Populasi Peternak (orang)
Jumlah sampel Peternak (orang)
1 Bleberan 700 25 2 Plembutan 605 21 3 Playen 403 14
Jumlah 1708 60
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
F. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif (descriptive analysis) yaitu suatu
analisis terhadap hasil tindakan dan ringkasan data peternakan sapi potong
yang digunakan untuk kepentingan peternakan yang bersangkutan, seperti
memuat perhitungan rugi, laba serta segala keterangan-keterangan yang dimuat
dalam lampiran-lampirannya untuk mengetahui gambaran posisi dan
perkembangan usaha peternakan yang bersangkutan seperti :
1. Profil pemasaran digunakan untuk menggambarkan keadaan lokasi,
karakteristik responden tatalaksana usaha ternak, alur pemasaran, fungsi-
fungsi pemasaran dan sistem pasar.
2. Perhitungan mengenai margin pemasaran (farmer’s share), keuntungan dan
bagian yang diterima peternak dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Rumus perhitungan margin pemasaran (Sudiyono, 2002)
Keterangan :
M : Margin
Pr : Harga ditingkat konsumen (Rp)
Pf : Harga ditingkat produsen (Rp)
M = Pr-Pf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b. Rumus perhitungan Farmer’s share (Sudiyono, 2002)
Keterangan :
c. Rumus perhitungan keuntungan pemasaran (Soekartawi, 1993)
Keterangan :
Kp : Keuntungan Pemasaran
Kp1+Kp2+Kp3+......+Kpn : Keuntungan Pemasaran tiap pedagang
sapi potong
G. Definisi Operasional
1. Peternak adalah orang yang memelihara dan memproduksi ternak sapi
potong yang bertindak sebagai produsen.
2. Blantik adalah pedagang yang secara langsung berhubungan dengan
peternak, blantik melakukan transaksi dengan peternak baik secara tunai,
ijon maupun dengan kontrak pembelian.
3. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli ternak sapi dari
blantik biasanya relatif kecil.
4. Pedagang besar adalah pedagang yang melakukan proses pengumpulan
komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke
pedagang pemotong/jagal.
F
M
Pr
:
:
:
Bagian yang diterima oleh petani (Rp)
Margin Pemasaran (Rp)
Harga ditingkat konsumen akhir (Rp)
× 100%)
Kp = Kp1+Kp2+Kp3+……+Kpn
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
5. Pedagang pemotong adalah pedagang yang berhadapan langsung dengan
konsumen.
6. Pasar hewan sapi adalah tempat yang digunakan untuk memperdagangkan
ternak sapi potong di pasar hewan Kecamatan Playen Kabupaten
Gunungkidul.
7. Margin pemasaran adalah selisih antara harga penjualan dengan harga
pembelian ternak sapi potong yang dinyatakan dalam Rp/ekor
8. Keuntungan adalah selisih antara marjin pemasaran dengan biaya
pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/ekor
9. Farmer’ share adalah persentase harga yang diterima petani peternak
terhadap harga yang dibayarkan konsumen.
10. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan
usaha pemasaran ternak sapi potong yang dinyatakan dalam Rp/ekor
11. Lembaga pemasaran adalah badan-badan atau lembaga-lembaga yang
berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen ke
konsumen melalui proses jual beli.
12. Konsumen akhir adalah merupakan pengguna (user) akhir hasil produksi
ternak sapi potong.
13. Efisiensi Pemasaran adalah semakin rendah biaya pemasaran dan semakin
besar bagian yang diterima peternak, maka sistem pemasaran tersebut
dikatakan semakin efisien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Kabupaten Gunungkidul
1. Geografis
Wilayah Kabupaten Gunungkidul terletak antara 7o 46’- 8o 09’ Lintang
Selatan dan 110o 21’ - 110o 50’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan sebelah timur
berbatasan dengan Wonogiri Jawa Tengah dan di sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Luas wilayah
Kabupaten Gunungkidul tercatat seluas 1.485,36 km2 yang meliputi 18
kecamatan dan 144 desa/kelurahan.
Wilayah Kecamatan Playen sebagai lokasi penelitian secara
administratif berbatasan dengan:
Sebelah selatan : Kecamatan Paliyan
Sebelah barat : Kecamatan Bantul
Sebelah utara : Kecamatan Patuk
Sebelah timur : Kecamatan Wonosari
Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan
curah hujan rata-rata pada Tahun 2010 sebesar 1.200 mm/tahun dengan
jumlah hari hujan rata-rata 103 hari/ tahun. Bulan basah tujuh bulan,
sedangkan bulan kering berkisar lima bulan. Daerah Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul berpotensi untuk dikembangkan usaha peternakan
sapi potong rakyat berbasis limbah pertanian lokal.
2. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 diperkirakan
berjumlah 753.008 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Secara
keseluruhan jumlah penduduk perempuan (384.248 jiwa) lebih banyak
daripada jumlah penduduk laki-laki (368.760 jiwa).
Jumlah penduduk Kecamatan Playen sampai dengan akhir bulan
Agustus 2010 berjumlah 58.186 jiwa, terdiri dari 28.808 laki-laki dan
29.378 perempuan. Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 16.100 KK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Keadaan Umum Peternakan
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mempunyai tujuan untuk
mengembangkan semua komoditas peternakan. Pengembangan ternak ini
diharapkan mampu meningkatkan populasi ternak di masyarakat serta dapat
menambah sumber pendapatan keluarga.
Perkembangan populasi ternak sapi potong di Kabupaten
Gunungkidul menurut Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul Tahun
2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Gunungkidul dari Tahun 2006-2010
Tahun Jumlah Ternak Sapi Potong (ekor)
2006 2007 2008 2009 2010
115.502 114.139 114.696 121.469 126.455
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul, 2011
Kabupaten Gunugkidul merupakan wilayah untuk pengembangan
ternak sapi potong. Pemasukan dan pengeluaran ternak sapi potong di
Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Data Pemasukan dan Pengeluaran Sapi Potong dari Tahun 2009-2010
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2011)
B. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong
Identitas responden merupakan gambaran secara umum dan latar
belakang dalam menjalankan suatu kegiatan usaha ternak. Dalam menjalankan
usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur
Tahun Sapi Potong Pemasukan Pengeluaran
2009 3.345 14.008 2010 3.291 13.984
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
peternak, tingkat pendidikan, jumlah pemilikan ternak, jenis sapi yang
diusahakan dan pengalaman beternak.
a. Umur Peternak
Umur produktif dan umur tidak produktif dapat mempengaruhi kegiatan
dalam usaha beternak. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah
peternak responden berdasarkan umur.
Tabel 7. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Kelompok Umur
No Kelompok Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 2 3
0 - 15 15 - 60
> 60
0 45 15
0,00 75,00 25,00
Jumlah 60 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 60 responden peternak
sapi potong, yang paling banyak terdapat pada rentang umur antara 15 - 60
tahun sebanyak 45 peternak atau sebesar 75%. Umur peternak secara umum
termasuk dalam kelompok umur yang produktif, sehingga usia ini
berpengaruh terhadap produktivitas kerja peternak, seperti mudah menerima
informasi dan inovasi baru serta lebih cepat mengambil keputusan dalam
penerapan teknologi baru yang berhubungan dengan usaha ternaknya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mardikanto (1993) bahwa faktor umur peternak
berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi, adopsi dan lebih dinamis
karena dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha ternak sapi potong.
b. Tingkat Pendidikan Peternak
Pendidikan peternak responden merupakan salah satu faktor penting
menerima dan menerapkan teknologi baru disamping kemampuan dan
ketrampilan peternak, dan juga dapat mempengaruhi pola pikir serta mudah
mengambil keputusan dalam pengolahan usaha ternak sapi potong dan
pemasarannya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah peternak
responden berdasarkan tingkat pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 8. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2 3 4
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
28 18 12 2
46,67 30,00 20,00 3,33
Jumlah 60 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 8 tingkat pendidikan peternak di Kecamatan Playen
paling banyak pada tingkat pendidikan SD sebesar 22 orang atau 36,7%, hal
ini disebabkan karena ekonomi yang kurang, sehingga mereka tidak bisa
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk itu mereka memilih untuk
beternak atau bertani. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut akan
berdampak pada pola pikir penduduk yang cenderung memiliki pandangan
dan pengetahuan yang sempit. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar
(1996) bahwa peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
seharusnya dapat meningkatkan pendapatannya, namun tidak demikian di
lapangan yang pada umumnya peternak tegolong berpendidikan rendah.
c. Jumlah Anggota Keluarga Peternak
Jumlah anggota keluarga dalam beternak sapi sangat penting
khususnya untuk mengembangkan usaha ternak sapi tersebut. Berikut ini
merupakan jumlah anggota keluarga dari peternak responden, dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
No
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 1-4 30 50,00 2 5-8 18 30,00 3 9-13 12 20,00
Jumlah 60 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah anggota keluarga
responden terbanyak dikisaran 1-4 sebanyak 30 orang atau 50%. Banyaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
anggota keluarga dapat membantu dalam usaha beternak baik mencari
pakan, menggembala maupun menjual ternak tersebut. Menurut Priyanti et
al., (1998) bahwa tenaga kerja yang diperuntukkan bagi usaha ternak sapi
potong pada umumnya adalah tenaga kerja keluarga.
d. Pengalaman berternak Sapi Potong
Keberhasilan usaha ternak sapi potong tidak terlepas dari pengalaman
beternak. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa persentase lama
menjalankan usaha ternak sapi potong paling banyak terdapat pada lama
usaha 5 - 10 tahun sebanyak 28 orang atau 46,57%.
Tabel 10. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Pengalaman Beternak Sapi Potong
No Lama menjalankan usaha (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 < 5 3 5,00 2 5 – 10 28 46,67 3 10 – 15 12 20,00 4 > 15 17 28,33 Jumlah 60 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Pengalaman tersebut menunjukkan lamanya waktu peternak dalam
mengusahakan ternaknya serta keuletan dalam budidaya dan pemasaran
ternak tersebut. Peternak dalam mengembangkan dan meningkatkan
usahanya dapat memanfaatkan teknologi kawin suntik untuk perbaikan
genetik dan pengolahan pakan untuk perbaikan kualitas pakan dengan
teknologi pengawetan. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh peternak
sehingga diharapkan kedepannya dapat lebih baik dalam menjalankan
usahanya sehingga bisa mempertahankan serta meningkatkan produktivitas
dan pendapatannya. Menurut Saksono (1988) bahwa pengalaman
merupakan faktor penentu maju mundurnya kegiatan usaha.
e. Jenis Pekerjaan Pokok Peternak
Keberhasilan usaha peternakan dapat dilihat dari tingkat tenaga kerja
yang bekerja di sektor peternakan. Besarnya penyerapan tenaga kerja akan
meningkatkan pendapatan per kapita penduduk, sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menyejahteraan hidup penduduk. Keadaan penduduk menurut mata
pencaharian di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dapat di lihat
pada Tabel di bawah ini sebagai berikut:
Tabel 11. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pokok
No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 2 3 4
Tani Wiraswasta Swasta PNS
42 2 7 9
70,00 3,33
11,67 15,00
Jumlah 60 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah peternak menurut
mata pencahariannya sebagian besar adalah petani yaitu sebanyak 42 orang
atau 70%. Hal ini dikarenakan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten
Gunungkidul secara umum dilakukan sebagai pekerjaan sambilan. Menurut
Usman (1993) bahwa usaha peternakan memang dijadikan sebagai usaha
pokok yang ditempatkan sebagai salah satu sandaran dalam memenuhi
kebutuhan hidup pada kalangan tertentu, tetapi di kalangan masyarakat
tertentu lainnya, beternak adalah usaha sambilan disela-sela usaha pertanian.
Menurut Susanto (2003) bahwa untuk menghadapi resiko usaha seperti
kegagalan produksi, petani melakukan usaha sambilan sebagai salah satu
sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
C. Karakteristik Responden Pedagang Sapi Potong
Pedagang yang terlibat dalam pemasaran ternak sapi potong di
Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul adalah blantik, pedagang
pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong/jagal. Layaknya suatu
pengalaman dan pola pikir yang cermat seperti, pengalaman berdagang, umur,
dan pendidikan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam berdagang. Proses
penyampaian ternak sapi potong dari peternak sampai ke konsumen terdapat
alur pemasaran yang melibatkan beberapa pedagang sapi potong. Berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
identitas pedagang sapi di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, dapat
dilihat pada Tabel 12.
a. Umur Pedagang
Faktor umur pedagang berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi,
dan kepintaran dalam hal jual beli ternak sapi potong. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh data jumlah pedagang berdasarkan umur.
Tabel 12. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Umur
No Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 0 – 15 0 0 2 16 – 60 8 80,00 3 > 60 2 20,00
Jumlah 10 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa umur responden
pedagang sapi potong tergolong dalam usia produktif 16 - 60 tahun dan dari
10 pedagang sapi potong, paling banyak terdapat pada kelompok umur
antara 16 - 60 tahun sebanyak 8 orang atau 80%. Umur pedagang yang
produktif akan lebih mudah menerima informasi dan inovasi baru serta lebih
cepat mengambil keputusan dalam penerapan teknologi baru yang
berhubungan dengan jual beli ternak sapi potong. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mardikanto (1993) faktor umur berpengaruh terhadap kerja, fisik,
daya inovasi, adopsi dan juga dapat mengembangkan usaha, cara menjual
dan membeli ternak sapi potong.
b. Tingkat pendidikan pedagang
Tingkat pendidikan pedagang yang tinggi, dapat dikatakan semakin
pandai dalam mengatur harga ternak. Pendidikan merupakan salah satu
faktor untuk keberhasilan penerapan teknologi baru yang berhubungan
dengan usaha ternak sapi. Berikut ini karakteristik pedagang berdasarkan
tingkat pendidikan, dapat dilihat pada Tabel 13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 13. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan
responden pedagang di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
mayoritas tamat SLTA yaitu sebesar 5 orang atau 50%. Pedagang memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga mereka bisa menyusun
strategi dalam berjualan, mereka juga bisa mendapatkan keuntungan yang
lebih tinggi dan bisa berjalan terus dalam berdagang. Hal ini sesuai dengan
penelitian Siregar (1996) bahwa peternak atau pedagang sapi potong yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat meningkatkan
pendapatannya.
c. Karakteristik pedagang berdasarkan pengalaman.
Keberhasilan usaha dalam memasarkan ternak sapi potong tidak
terlepas dari pengalaman dan kejelian. Hasil wawancara tersebut terdapat
jumlah pedagang berdasarkan pengalamannya dapat dilihat pada Tabel 14.
Berikut ini karakteristik pedagang sapi potong berdasarkan pengalaman
berdagang.
Tabel 14. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Lama Berdagang Sapi potong
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa persentase lama
berdagang ternak sapi potong, responden paling banyak pada lama
No Tingkat pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 SD 2 20,00 2 SMP 3 30,00 3 SLTA 5 50,00
Jumlah 10 100,00
No Lama berdagang (Tahun)
Jumlah (orang) Persentase (%)
1 0 – 10 1 10,00 2 11 – 20 4 40,00 3 > 20 5 50,00
Jumlah 10 100,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
berdagang > 20 tahun sebanyak 5 orang atau 50%. Lama berusaha akan
mempengaruhi pengalaman mereka dalam memasarkan ternak sapi potong.
Pedagang semakin lama berpengalaman maka keberhasilan dalam menjual
dan membeli ternak sapi akan lebih mudah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Saksono (1988) bahwa pengalaman merupakan faktor penentu maju
mundurnya kegiatan usaha.
D. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah saluran yang dipakai oleh produsen untuk
menyalurkan barang hasil produksinya kepada konsumen akhir melalui
pedagang perantara. Saluran pemasaran ternak sapi potong merupakan suatu
bentuk organisasi dalam peternakan dan luar peternakan yang terdiri atas
blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal (Swastha dan
Handoko, 1997), lebih lanjut Napitupulu (1989) menyatakan bahwa bentuk
saluran pemasaran lebih memberikan arti apabila harga pada setiap tingkatan
dan fungsi-fungsi yang dilakukan pada setiap tingkatan tersebut. Hanifah dan
Saefudin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran tataniaga yang
dilalui tergantung pada beberapa faktor, antara lain jarak antara produsen dan
konsumen. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat
diuraikan mengenai saluran pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan
Playen Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai
hasil pemasaran ternak sapi potong yang digunakan dan diperoleh dengan cara
penelusuran saluran pemasaran ternak sapi potong yaitu dimulai dari petani
peternak sapi potong, blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan
pedagang pemotong. Berikut ini terdapat 4 macam saluran pemasaran ternak
sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, dapat dilihat pada
gambar dibawah ini sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 4. Saluran I Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Gambar 5. Saluran II Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
.
Gambar 6. Saluran III Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Gambar 7. Saluran IV Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Pedagang Pemotong Blantik Konsumen
Peternak
Konsumen
Pedagang Pemotong Pedagang Besar Blantik Peternak
Konsumen
Pedagang Besar
Pedagang Pengumpul Blantik Peternak
Pedagang Pemotong
Peternak Konsumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar saluran I, II, III, dan IV pemasaran ternak sapi potong jika
digambarkan dalam satu kesatuan, dapat dilihat pada gambar 8
Gambar 8. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Keterangan :
Saluran I Pemasaran Ternak Sapi Potong Saluran II Pemasaran Ternak Sapi Potong Saluran III Pemasaran Ternak Sapi Potong Saluran IV Pemasaran Ternak Sapi Potong
Konsumen
Pedagang Besar
Pedagang Pengumpul
Peternak
Pedagang Pemotong
Blantik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui beberapa saluran pemasaran
ternak sapi potong yang dilalui di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Jenis Saluran Pemasaran dan Jumlah Responden Peternak
No Saluran Pemasaran Jumlah Peternak Persentase (%) 1 Saluran I 5 8,34 2 Saluran II 12 20,00 3 4
Saluran III Saluran IV
29 14
48,33 23,33
Jumlah 60 100,00
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
a. Saluran Pemasaran I
Pada saluran pemasaran yang pertama, peternak menjual sapi langsung
ke konsumen. Penjualan ini dengan cara konsumen mendatangi peternak,
penjualan itu dilakukan pada saat Hari Raya Qurban. Hari-hari biasa
peternak kurang luas dalam mencari informasi sampai kekonsumen
langsung. Pada saluran pertama peternak tidak mengeluarkan biaya
transportasi, parkir dan biaya tenaga kerja, karena ternak diambil langsung
oleh konsumen.
b. Saluran Pemasaran II
Saluran pemasaran II ini, peternak menjual sapi ke blantik, karena
peternak sudah berlangganan setiap tahunnya. Blantik menjual sapi ke
pedagang pemotong/ jagal dan kemudian jagal menjual langsung ke
konsumen dalam bentuk daging. Skala usaha pembelian dan penjualan yang
dilakukan oleh jagal sebanyak 2-5 ekor sapi tiap hari.
c. Saluran Pemasaran III
Saluran pemasaran III peternak menjual sapi ke blantik, karena peternak
tidak ingin mengeluarkan biaya. Blantik menguasai proses pemasaran baik
di desa maupun di pasar hewan, sehingga peternak tidak perlu membawa
sapi ke pasar hewan. Biaya transportasi, parkir dan biaya tenaga kerja di
keluarkan blantik. Blantik membawa sapi ke pasar hewan untuk dijual ke
pedagang besar yang membeli sapi dalam skala besar (banyak), skala usaha
pedagang besar berkisar antara 12-18/ekor/hr. Sapi dari pedagang besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dijual ke jagal yang berada di luar Kecamatan Playen. Biaya yang
dikeluarkan jagal meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, retribusi RPH
dan sewa kios. Sapi kemudian dijual ke konsumen dalam bentuk daging.
d. Saluran Pemasaran IV
Saluran pemasaran IV, peternak melakukan penjualan ternak dilakukan
di kandang dengan cara blantik desa diundang untuk melakukan penawaran,
karena kebutuhan peternak yang sangat mendesak, seperti biaya sekolah dan
hajatan. Blantik menjual sapi ke pedagang pengumpul dengan skala
usahanya berkisar 5-10 ekor sapi, pedagang pengumpul melakukan seleksi
sapi sesuai dengan ukuran tubuh (bobot), kesehatan, jenis dan bangsa sapi.
Sapi setelah diseleksi kemudian dikirim ke pedagang besar luar Kabupaten
Gunungkidul. Sapi potong yang berada di pedagang besar kemudian dijual
ke pedagang pemotong luar kabupaten Gunungkidul yang berdomisili di
Jakarta, Cirebon, Klaten, Wonogiri, Pacitan dan Pracimantoro. Jagal
melakuakan pemotongan di RPH setempat kemudian hasil potongannya
dijual ke konsumen yang berlokasi disekitarnya. Jagal mengeluarkan biaya
meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, sewa kios dan retribusi RPH.
Berdasarkan Gambar saluran pemasaran I,II,III dan IV dapat diketahui
bahwa alur III merupakan saluran yang paling banyak digunakan yaitu
sebesar 29 responden atau 48,33% dari 60 responden. Peternak pada
umumnya tidak menjual sendiri ternak sapinya ke pasar hewan, karena
adanya hambatan dari blantik untuk masuk ke pasar. Saluran pemasaran I
merupakan saluran yang lebih sedikit digunakan yaitu sebesar 8,34%. Hal
ini disebabkan karena peternak sudah berlangganan dengan pembeli setiap
tahunnya dan dalam penguasaan informasi pasar kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
E. Fungsi - fungsi Pemasaran
Setiap pedagang melakukan fungsi - fungsi pemasaran dalam
memasarkan sapi antara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Fungsi - fungsi tersebut dapat dilihat pada tabel 16 sebagai berikut:
Tabel 16. Fungsi - fungsi Pemasaran Oleh Pedagang Sapi potong
Sumber : Data Primer Diolah
a. Peternak
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh peternak adalah menjual
ternak sapi potong dan pada umumnya langsung ke blantik. Peternak dalam
menjual sapi sudah membiasakan cenderung menunggu blantik datang,
karena peternak lebih mengutamakan pekerjaan yang lain seperti tani, buruh
tani dan buruh pabrik. Transaksi jual-beli antara peternak dan blantik
dilakukan ditempat peternak.
Penjualan ternak sapi potong oleh peternak digolongkan berdasarkan
umur, jenis kelamin dan bobot badan. Fungsi fisik yang dilakukan oleh
peternak adalah pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan.
Fungsi - fungsi pemasaran
Petani peternak
Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pemotong
Pertukaran · Pembelian · Penjualan
ü
ü ü
ü ü
ü ü
ü ü
Fisik · Penampungan · Penyimpanan · Pengangkutan · Pengemasan · Grading
ü
ü
ü
ü ü
ü ü
ü ü ü ü ü
Fasilitas · Penanggungan Resiko · Pembiayaan · Informasi
Pasar
ü
ü ü ü
ü ü
ü ü
ü
ü ü
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Kepemilikan ternak sapi oleh peternak rata-rata sebanyak 1-5 ekor. Pakan
yang diberikan pada ternak sapi adalah rumput lapang, pollard (jagung dan
janggel) dan dedak padi.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh peternak adalah mencari
informasi pasar tentang harga sapi sehingga peternak dapat memprediksi
harga jual dan harga beli sapi potong. Peternak biasanya mencari informasi
harga sapi di pasar hewan atau menanyakan kepada tetangga desa.
b. Blantik
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh blantik yaitu meliputi sub-
fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan. Blantik melakukan negoisasi
dan transaksi jual beli ternak sapi di tempat peternak, profesi sebagai blantik
yang memiliki pengalaman bertahun-tahun, sehingga terjalin suatu ikatan
sosial dengan peternak. Blantik memberi uang muka kepada peternak
sebagai tanda sepakat dalam pembelian sapi dan sisa dari harga sapi yang
belum dibayar oleh blantik dibayarkan setelah hari pasar. Ternak sapi yang
telah dibeli oleh blantik tidak langsung dibawa tetapi menunggu hingga hari
pasar. Sub-fungsi penjualan yang dilakukan oleh blantik adalah melakukan
penjualan ternak sapi ke pasar hewan. Blantik menjual sapi kepada
pedagang pengumpul, kepada jagal dan pedagang besar, seluruh transaksi
penjualan ternak sapi oleh blantik dilakukan di pasar hewan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh blantik adalah pembiayaan dan
informasi pasar, sub-fungsi pembiayaan yang dilakukan blantik yaitu
pembiayaan dalam pengangkutan. Sub-fungsi informasi pasar yang
dilakukan blantik yaitu mencari informasi peternak yang akan menjual
sapinya. Blantik keliling desa dengan menggunakan sepeda motor untuk
mencari informasi peternak yang akan menjual sapi. Pedagang sapi sering
berinteraksi di pasar dan selalu mengamati perkembangan pasar terutama
mengenai harga sapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
c. Pedagang Pengumpul
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah
melakukan sub-fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan, pembelian sapi
yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berasal dari blantik. Pedagang
pengumpul membeli sapi dari blantik dilakukan di pasar hewan. Sapi dari
pedagang pengumpul dijual ke kepada pedagang besar. Seluruh transaksi
penjualan dan pembelian antara pedagang pengumpul dengan pedagang
besar dilakukan di pasar hewan.
Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi sub-fungsi
penampungan dan sub-fungsi pengangkutan. Pedagang pengumpul
melakukan penampungan sementara sapi yang telah dibeli. Sapi dari
pedagang pengumpul akan dijual kembali pada hari pasar. Lama
penampungan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu antara 2-3
hari. Pedagang pengumpul melakukan pengangkutan sapi pada saat
pembelian dan saat penjualan. Pengangkutan ternak sapi dilakukan dengan
menggunakan truk diesel dengan kapasitas 12 ekor sapi.
Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul adalah
pembiayaan untuk pengangkutan, tenaga kerja, retribusi pasar dan biaya
pakan, pedagang pengumpul menyewa truk untuk mengangkut ternak sapi.
Besarnya biaya pengangkutan dibebankan per ekor sapi yang diangkut.
Biaya tenaga kerja dikeluarkan untuk membantu dalam mengangkut sapi
saat pembelian dan saat penjulan. Biaya retribusi pasar dibebankan pada
setiap pengeluaran ternak sapi dari pasar hewan dan biaya pakan
dikeluarkan selama ternak sapi dalam penampungan. Pedagang pengumpul
berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga antar pasar,
sehingga pedagang pengumpul selalu mengamati perkembangan pasar dan
perkembangan harga sapi.
d. Pedagang besar
Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar adalah meliputi
sub-fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan. Pedagang besar membeli
sapi dari blantik dan pedagang pengumpul yang dilakukan di pasar hewan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Pedagang besar menjual sapi dengan cara melakukan pengiriman ternak sapi
keluar daerah. Besarnya skala usaha pedagang besar yaitu antara 12 – 18
ekor. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang besar adalah meliputi sub-
fungsi penampungan dan sub-fungsi pengangkutan. Pedagang besar
melakukan penampungan ternak sapi selama 2-3 hari sebelum sapi tersebut
dikirim. Pedagang besar memberi pakan sapi selama dalam penampungan
agar tidak terjadi penyusutan bobot badan yang drastis. Pedagang besar
mengangkut sapi dari pasar hewan ke tempat penampungan sementara,
kemudian sapi di angkut lagi dari tempat penampungan ke daerah tujuan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang besar adalah sub-fungsi
pembiayaan yang meliputi biaya pengangkutan, biaya tenaga kerja, biaya
pakan dan retribusi pasar. Pedagang besar mengeluarkan biaya
pengangkutan yang berguna untuk mengangkut sapi pada saat pembelian
dan pengiriman. Biaya pengangkutan sapi ke luar daerah cukup besar karena
jarak yang ditempuh cukup jauh. Pedagang besar mengeluarkan biaya lain-
lain yaitu berupa pungutan-pungutan selama dalam perjalanan.
e. Pedagang Pemotong (Jagal)
Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pemotong (jagal) adalah
melakukan pembelian ternak sapi potong di pasar hewan. Jagal membeli
sapi dari pedagang pengumpul dan pedagang besar, transaksi pembelian dan
penjualan sapi dilakukan di pasar hewan. Jagal membeli sapi rata-rata
sebanyak lima ekor dan dilakukan pada saat hari pasar. Jagal kemudian
menjual sapi tersebut dalam bentuk potongan-potongan dan dijual di pasar
tradisional.
Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pemotong meliputi sub-fungsi
penampungan, sub-fungsi pengangkutan dan sub-fungsi grading. Jagal
melakukan penampungan sapi hingga saatnya dipotong, pemotongan sapi
yang dilakukan oleh jagal yaitu selama 1-5 hari. Jagal mengangkut sapi dari
pasar hewan ke tempat penampungan sementara, kemudian dari tempat
penampungan sementara sapi diangkut lagi ke RPH untuk
dipotong/disembelih, setelah itu pengangkutan hasil ternak sapi dari RPH di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bawa ke pasar tardisional. Pengangkutan ternak sapi dilakukan
menggunakan truk, kemudian untuk hasilnya diangkut menggunakan mobil
boks atau angkot.
Grading yang dilakukan jagal yaitu pada saat penjualan daging. Jagal
menentukan kualitas daging dengan cara membedakan daging yang tidak
banyak lemaknya dan daging sapi yang banyak mengandung lemak. Jagal
membeli sapi dengan bobot badan rata-rata 270 kg, dan dengan ciri-ciri
ternak tersebut gemuk, sehat dan tidak cacat atau sakit. Pengalaman dan
keahlian dalam mengamati bobot badan dan karkas sapi sangat diperlukan
oleh jagal. Jagal tidak melakukan penggolongan daging secara khusus
seperti sirloin, tender loin dan sebagainya.
Fungsi fasilitas yang dilakukan jagal mencakup sub-fungsi
pembiayaan, sub-fungsi penanggungan resiko dan sub-fungsi informasi
pasar. Jagal mengeluarkan biaya untuk pengangkutan sapi dan hasil
potongan-potongannya, tenaga kerja, pakan, retribusi RPH, pengemasan
dan sewa kios untuk berjualan. Jagal melakukan penyimpanan daging yang
tidak habis terjual di pasar. Jagal selalu mengamati perkembangan harga
sapi dan harga hasil ternak sapi baik daging maupun non daging.
F. Analisis Biaya Pemasaran
Proses mengalirnya barang dari produsen ke konsumen memerlukan
biaya pemasaran dan dengan adanya biaya tersebut maka suatu produk akan
meningkat harganya. Semakin panjang saluran pemasaran maka biaya yang
dikeluarkan akan semakin tinggi. Setiap pedagang berusaha mendapatkan
keuntungan dari kegiatan usahanya untuk mendapatkan nilai tambah. Menurut
Saliem (2004) menyatakan bahwa analisis margin pemasaran bertujuan untuk
melihat efisiensi pemasaran semakin tinggi harga yang diterima produsen,
semakin efisien pemasaran tersebut.
Rata-rata biaya, keuntungan dan margin pemasaran ternak sapi potong di
Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada tabel 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 17. Harga yang diterima dan yang dibayarkan pada saluran pemasaran I
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 17 pola saluran pemasaran ternak sapi potong yang
pertama paling efisien karena mempunyai nilai farmer’s share tinggi yaitu
100%. Menurut Sudiyono (2002) bahwa untuk mengukur efisiensi pemasaran
yaitu apabila bagian yang diterima produsen < 50% pemasaran belum efisien
dan bila bagian yang diterima produsen > 50% maka pemasaran dikatakan
efisien.
Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan bahwa pedagang yang terkait pada
saluran pemasaran II adalah blantik dan pedagang pemotong. Peternak pada
saluran ini tidak mengeluarkan biaya pengangkutan karena biaya dikeluarkan
sepenuhnya oleh blantik. Harga sapi yang diterima blantik sebesar
Rp. 7.750.000/ekor karena kondisi sapi tersebut masih berada di peternak.
Blantik pada saluran II mengeluarkan biaya sebesar Rp. 34.000 dan
keuntungan yang diperoleh blantik sebesar Rp. 416.000/ekor. Margin
pemasaran yang dikeluarkan adalah Rp. 450.000/ekor. Harga jual ternak sapi
potong ditingkat blantik sebesar Rp. 8.200.000/ekor. Jagal mengeluarkan biaya
paling besar di biaya tenaga kerja sebesar Rp. 200.000/ekor setiap potongnya.
Resiko yang diperoleh jagal yaitu daging busuk/rusak, tidak laku, dan
persaingan pasar. Biaya retribusi yang dikeluarkan jagal meliputi biaya
keamanan, dan pajak di pasar dan total biaya pemasaran ternak sapi potong
saluran pemasaran II sebesar Rp. 291.000/ekor, diperoleh dari penjumlahan
biaya yang dikeluarkan blantik dan jagal. Total keuntungan pemasaran sebesar
Rp. 849.000/ekor, diperoleh dari penjumlahan keuntungan antara blantik dan
jagal. Margin pemasaran pada saluran pemasaran ke II sebesar
Rp. 1.150.000/ekor. Farmer's share pada saluran II adalah 87,08%. Melihat
No Uraian Biaya Rp/ekor 1 Peternak
(Harga Jual 1 ekor sapi)
8.100.000 2 Konsumen
(Harga Beli)
8.100.000 3 Farmer’s share 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
nilai farmer's share yang terjadi >50% maka saluran pemasaran II efisien. Hal
ini sesuai pendapat Sudiyono (2002) bahwa untuk mengukur efisiensi
pemasaran yaitu apabila bagian yang diterima produsen < 50% pemasaran
belum efisien dan bila bagian yang diterima produsen > 50% maka pemasaran
dikatakan efisien, dan juga menurut pendapat dari Soekartawi (2002) bahwa
efisiensi pemasaran adalah persentase antara biaya pemasaran dengan nilai
produk yang dipasarkan. Pemasaran tidak akan efisien jika biaya pemasaran
semakin besar dari nilai produk yang dipasarkan.
Tabel 18. Rata-rata biaya pemasaran setiap pedagang pada saluran pemasaran II
No Uraian Biaya Rp/ekor/hari 1 Peternak
a. Harga Jual (1 ekor sapi)
7.750.000 2 Blantik
a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan (Transportasi) - Parkir - Retribusi Pasar Jumlah Biaya
c. Harga Jual Sapi d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
7.750.000
30.000 20.000
2000 34.000
8.200.000 450.000 416.000
3 Pedagang Pemotong a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Parkir - Retribusi RPH - Tenaga Kerja - Sewa Kios Jumlah Biaya
c. Harga Jual Daging dan Ikutannya d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
8.200.000
20.000
2.000 25.000
200.000 10.000
257.000 8.900.000*
700.000 433.000
4 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Margin Pemasaran c. Total Keuntungan d. Farmer’s Share
291.000 1.150.000
849.000 87,08%
Sumber: Data Primer Diolah (2011) *) Rincian harga daging dan ikutannya dapat dilihat pada Lampiran 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 19. Rata-rata biaya pemasaran setiap pedagang pada saluran pemasaran III
No Uraian Biaya Rp/ekor 1 Peternak: a. Harga Jual (1 ekor sapi) 7.750.000 2 Blantik
a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Parkir - Retribusi Pasar Jumlah Biaya
c. Harga Jual Sapi d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
7.750.000
30.000
2.000 2.000
34.000 8.200.000
450.000 416.000
3 Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Parkir - Retribusi Pasar - Pakan - Tenaga Kerja Jumlah Biaya
c. Harga Jual Sapi d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
8.200.000
75.000
2.000 2.000
25.000 35.000
139.000 8.750.000
550.000 411.000
4 Pedagang Pemotong a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Parkir - Retribusi RPH - Sewa Kios - Tenaga Kerja Jumlah Biaya
c. Harga Jual Daging dan Ikutannya d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
8.750.000
20.000
2.000 25.000 10.000
200.000 257.000
9.450.000* 700.000 443.000
5 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Margin Pemasaran c. Total Keuntungan d. Farmer’s Share
430.000 1.700.000 1.270.000
82,01% Sumber : Data Primer Diolah (2011) *) Rincian harga daging dan ikutannya dapat dilihat pada Lampiran 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Berdasarkan Tabel 19 saluran pemasaran III pada ternak sapi potong
pedagang yang terlibat yaitu blantik, pedagang besar dan jagal, pada alur
pemasaran ini blantik mengeluarkan biaya yaitu biaya parkir, pengangkutan
dan retribusi pasar. Biaya paling tinggi adalah biaya pengangkutan, yaitu
sebesar Rp. 30.000/ekor. Hal ini disebabkan karena blantik harus melakukan
pengangkutan sapi potong dari peternak sampai ke pasar hewan. Keuntungan
yang diperoleh blantik sebesar Rp. 416.000/ekor, margin pemasarannya
sebesar Rp. 450.000/ekor, dan harga jual ternak sapi potong ditingkat blantik
sebesar Rp. 8.200.000/ekor. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran III
sebesar Rp. 430.000/ekor dengan total keuntungan pemasaran sebesar
Rp. 1.270.000/ekor. Besarnya biaya dan keuntungan dipengaruhi oleh banyak
dan sedikitnya pedagang yang terlibat dalam saluran pemasaran. Berdasarkan
Tabel 19 total margin pemasarannya sebesar Rp. 1.700.000/ekor. Besarnya
nilai margin ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran. Saluran ini
memiliki margin pemasaran yang paling rendah hal ini ditunjukkan dengan
nilai farmer’s share sebesar 82,01%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 20. Rata-rata biaya pemasaran setiap pedagang pada saluran pemasaran IV
No Uraian Biaya Rp/ekor/hari 1 Peternak: Harga Jual (1 ekor sapi) 7.750.000 2 Blantik : a. Harga Beli
b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan - Parkir - Retribusi Pasar Jumlah Biaya
c. Harga Jual d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
7.750.000
30.000 2.000 2.000
34.000 8.200.000
450.000 416.000
3 Pedagang Pengumpul : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Tenaga Kerja - Parkir - Retribusi Pasar - Pakan Jumlah Biaya
c. Harga Jual d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
8.200.000
25.000 35.000 2.000 2.000
25.000 89.000
8.750.000 550.000 461.000
4 Pedagang Besar : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Tenaga Kerja - Parkir - Retribusi Pasar - Pakan Jumlah Biaya
c. Harga Jual d. Margin Pemasaran e. Keuntungan
8.750.000
75.000 35.000 2.000 2.000
25.000 134.000
9.250.000 500.000 466.000
5 Pedagang Pemotong : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
- Pengangkutan - Parkir - Retribusi RPH - Tenaga Kerja - Sewa Kios Jumlah Biaya
c. Harga Jual Daging dan Ikutannya d. MarginPemasaran e. Keuntungan
9.250.000
20.000 2.000
25.000 200.000 10.000
257.000 9.950.000*
410.000 153.000
6 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Margin Pemasaran c. Total Keuntungan d. Farmer’s Share
514.000 2.200.000 1.786.000
77,89% Sumber : Data Primer Diolah (2011)
*) Rincian harga daging dan ikutannya dapat dilihat pada Lampiran 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa saluran pemasaran IV
pedagang yang terlibat yaitu blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar
dan pedagang pemotong (jagal). Peternak pada saluran pemasaran ini tidak
mengeluarkan biaya pengangkutan, hal ini disebabkan karena peternak
menjual sapi potong pada umumnya langsung ke blantik, sehingga biaya
pengangkutan dikeluarkan penuh oleh blantik. Harga yang diterima blantik
sebesar Rp. 7.750.000/ekor, karena kondisi sapi tersebut masih berada di
peternak. Blantik mengeluarkan biaya pengangkutan rata-rata sebesar adalah
Rp. 30.000. Keuntungan yang diperoleh blantik sebesar Rp. 416.000/ekor,
margin pemasarannya yaitu Rp. 450.000/ekor dan harga jual ternak sapi
potong ditingkat blantik sebesar Rp. 8.200.000/ekor. Pedagang pengumpul
pada saluran pemasaran ini mengeluarkan biaya meliputi biaya
pengangkutan, tenaga kerja, parkir, retribusi pasar, dan pakan. Biaya paling
tinggi adalah biaya tenaga kerja, yaitu sebesar Rp. 35.000/hari. Biaya pakan
dan pengangkutan masing-masing sebesar Rp. 25.000/ekor. Keuntungan
yang diperoleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 461.000/ekor. Margin
pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp. 550.000/ekor. Harga jual ternak
sapi potong di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp. 8.750.000/ekor.
Total biaya pemasaran ternak sapi potong pada saluran pemasaran IV
diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
sapi potong seperti blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal.
Hasil dari penjumlahan tersebut diperoleh sebesar Rp. 514.000/ekor.
Total keuntungan pemasaran ternak sapi potong pada saluran IV diperoleh
dari penjumlahan keuntungan dari masing-masing pedagang yang terlibat
yaitu sebesar Rp. 1.768.000/ekor dan total margin pemasarannya sebesar
Rp. 2.200.000/ekor. Farmer's share pada saluran pemasaran IV adalah
77,89%. Melihat nilai farmer's share >50% maka saluran pemasaran IV
efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
G. Efisiensi Pemasaran
1. Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong
Pemasaran yang efisien apabila mampu menyampaikan hasil dari
produsen ke konsumen dengan biaya murah serta mampu mengadakan
pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen
akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam mendistribusikan sapi
tersebut. Tinggi rendahnya margin pemasaran dan bagian yang diterima
peternak merupakan indikator dari efisiensi pemasaran. Semakin rendah
margin pemasaran dan semakin besar bagian yang diterima peternak, maka
sistem pemasaran tersebut dikatakan efisien (Mubyarto, 1995).
Efisiensi pemasaran ternak sapi potong dapat diukur dengan melihat
margin dan bagian yang diterima peternak (farmer’s share) pada setiap
saluran pemasaran yang ada. Pedagang berusaha untuk mendapatkan
keuntungan dari kegiatan usahanya dalam memasarkan ternak sapi potong.
Tabel 21. Perbandingan Total Biaya, Margin, dan Keuntungan Pemasaran Pada Setiap Pedagang Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
No Saluran Pemasaran
Total Biaya
(Rp/ekor/hr)
Total Margin
Pemasaran (Rp/ekor/hr)
Total Keuntungan (Rp/ekor/hr)
Farmer’s Share (%)
1 Saluran I 0 0 0 100,00 2 Saluran II 291.000 1.150.000 894.000 87,08 3 4
Saluran III Saluran IV
430.000 514.000
1.700.000 2.200.000
1.270.000 1.786.000
82,01 77,89
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Pedagang sapi berusaha mendapatkan tambahan nilai atau keuntungan
dengan cara mendistribusikan sapi dari peternak sampai ke konsumen. Jagal
agar bisa mendapatkan tambahan nilai sehingga mereka menjual sapi
dengan cara di potong-potong berupa daging yang dikonsumsi oleh
konsumen.
Keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang berbeda-
beda tergantung dari tingkat usahanya. Berdasarkan Tabel 21 dapat
diketahui bahwa saluran pemasaran IV memiliki margin pemasaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
paling tinggi dibandingkan saluran pemasaran yang lain, yaitu sebesar Rp.
2.200.000/ ekor. Hal ini disebabkan karena pada saluran pemasaran IV
memiliki farmer’s share yang kecil dan pedagang yang terlibat lebih
banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan juga semakin tinggi. Hal ini sesuai
pendapat Soekartawi (1993) bahwa perbedaan harga di masing-masing
pedagang sangat bervariasi tergantung besar kecilnya keuntungan yang
diambil oleh masing-masing pedagang, dan sekaligus Soekartawi
melanjutkan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan pemasaran, besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain
disebabkan karena macam komoditas, lokasi pemasaran, macam pedagang
dan efektivitas pemasaran yang dilakukan.
Margin pemasaran menurut Kohls (2002) adalah perbedaan harga
antara produsen dan konsumen tingkat akhir, dimana di dalamnya terdapat
harga penambahan nilai guna dan fungsi serta keuntungan bagi pedagang.
Berdasarkan tinggi dan rendahnya margin pemasaran maka saluran
pemasaran pertama merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien di
Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Hal ini dikarenakan pedagang
yang terlibat lebih sedikit yaitu dari peternak langsung ke konsumen. Nilai
farmer’s share saluran pemasaran pertama lebih tinggi yaitu sebesar 100%.
Hal ini dapat dilihat pada tabel 21 bahwa pada saluran pemasaran pertama
total margin pemasaran sebesar Rp 0/ekor yang jauh lebih kecil dari total
margin pemasaran pada saluran II, III, dan IV, hal ini disebabkan karena
perbedaan biaya yang dikeluarkan dan tingkat keuntungan yang berbeda.
Saluran pemasaran ternak sapi potong IV di Kecamatan Playen Kabupaten
Gunungkidul mempunyai nilai farmer’s share yang rendah dibandingkan
dengan saluran pemasaran yang lain. Hal ini disebabkan karena margin pada
saluran ini lebih tinggi, yaitu sebesar Rp. 2.200.000/ekor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Kendala-kendala yang dihadapi peternak dalam pemasaran ternak sapi
potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul adalah
a. Peternak belum berusaha maksimal dalam mencari informasi di pasar
hewan yang berkaitan dengan harga sapi.
b. Merosotnya harga sapi potong dipengaruhi oleh cuaca, seperti pada saat
musim penghujan fisik pada sapi kurang menarik, contoh pada kulit sapi
timbul bintik hitam dan berukuran kecil. Hal ini tentunya tidak
menguntungkan bagi peternak.
2. Pasar Hewan
Pasar Hewan Siyono Harjo yang berlokasi di Bulak Sepat, Siyono
Tengah Desa Logandeng Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Pasar
Hewan di bangun di atas tanah seluas lima hektar sejak tahun 2008.
Aktivitas pasar hewan setiap hari wage mulai pukul 02.00 – 04.00 WIB.
Pasar hewan disini kurang menjalankan fungsinya sebagai penyedia
informasai terutama mengenai perkembangan harga sapi dan bobot badan
ternak. Pasar Hewan sebenarnya sudah tersedia alat penimbangan sapi, akan
tetapi banyak pedagang yang tidak mau memanfaatkannya atau
menggunakan untuk menimbang karena mereka sudah terbiasa
menggunakan pengamatannya sendiri dan itu lebih cepat. Informasi
mengenai perkembangan harga sapi dan bobot badan sangat penting bagi
peternak dan pedagang terutama pedagang pemotong (jagal). Menurut
Daryanto (2011) menyatakan bahwa konsumen dalam membeli barang
bergantung pada situasi yang dihadapi seperti kerumitan, dan bisa juga
situasi tersebut bersifat tidak rumit, sehingga pembeli tidak perlu
mempertimbangkan dalam pembelian. Penataan pasar hewan
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, bangsa sapi dan sapi pedet.
Setiap pengeluaran sapi dari pasar hewan dikenakan biaya retribusi sebesar
Rp. 2.000/ekor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
saluran pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten
Gunungkidul terdapat empat macam yaitu,
a. Saluran I : Peternak - Konsumen
b. Saluran II : Peternak - Blantik - Pedagang Pemotong - Konsumen
c. Saluran III : Peternak - Blantik - Pedagang Besar - Pedagang Pemotong
- Konsumen
d. Saluran IV : Peternak - Blantik - Pedagang Pengumpul - Pedagang Besar
- Pedagang Pemotong - Konsumen
Saluran pemasaran yang pertama yaitu (peternak langsung konsumen)
mempunyai biaya pemasaran yaitu Rp. 0.00 dan mempunyai nilai farmer’s
share tertinggi sebesar 100%, sehingga saluran pemasaran pertama merupakan
saluran yang paling efisien, akan tetapi pada saluran ini hanya dipakai dalam
satu tahun sekali ketika Hari Raya Qurban. Peternak dalam menjual sapi
disarankan memilih saluran pemasaran yang paling banyak digunakan di
wilayah tersebut yaitu saluran pemasaran yang ke III dan dengan persentase
48,33%, karena pada saluran ini dapat mempermudah dan memperlancar
peternak dalam proses pemasaran sapi potong dan dapat memenuhi
kebutuhannya lebih cepat. Bagian yang diterima peternak pada saluran ini tidak
terlalu kecil dan biaya pemsarannya juga tidak terlalu besar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan kepada peternak
supaya lebih aktif dalam mencari informasi pasar, sehingga penerimaan bisa
lebih tinggi dan diharapkan pemerintah maupun swasta menyediakan sarana
informasi yang berhubungan dengan sistem pemasaran sapi potong, agar
peternak bisa meningkatkan akses informasi pasar.