CSS Typhoid Fever

Post on 06-Mar-2016

246 views 0 download

description

lspkas

Transcript of CSS Typhoid Fever

Kuman dari genus Salmonella mampu menyebabkan sejumlah besar infeksi pada manusia, termasuk demam tifoid (atau demam enterik),

I. PendahuluanTifus abdominalis atau demam tifoid merupakan infeksi demam sistemik akut. Demam ini disebabkan oleh bakteri patogen enterik Salmonellae typhi yang secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid : Typhoid fever dan paratyphoid fever, Enteric fever, Typhus dan paratyphus abdominalis. Walaupun patogen kuat, kuman ini tidak bersifat piogenik, namun bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil.

Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi umumnya disebarkan melalui jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk yaitu melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau pus yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya karena bakteri dapat berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau kontak langsung. Oleh karena itu pencegahan harus diusahakan melalui perbaikan sanitasi lingkungan, kebiasaan makanan, proyek MCK (Mandi, Cuci, Kakus), dan pendidikan kesehatan di puskesmas dan posyandu.

Oleh karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang beradaptasi pada manusia maka sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier manusia. Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah air (jalur yang paling sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam feses dan urine selama > 1 tahun. Karier menahun umumnya berusia lebih dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan, dan sering menderita batu empedu. S. typhi sering berdiam di batu empedu, bahkan di bagian dalam batu, dan secara intermiten mencapai lumen usus dan diekskresikan ke feses, sehingga mengkontaminasi air atau makanan. II. Etiologi

Salmonella merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu motil dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih bentuk antigen H. S. typhi secara taksonomi dikenal sebagai Salmonella enterica, subspesies enterica. Selain antigen H, ada 2 polisakarida antigen permukaan yang membantu mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O somatik yang terlibat dalam serogrouping (S. typhi termasuk serogrouping D) dan antigen yang satu lagi adalah antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan dengan resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan resistensi terhadap aktivasi komplemen oleh jalur yang lain. / melindungi O antigen terhadap fagositosis. Etiologi lainnya : Salmonella paratyphi A, B, C.III. PatogenesisSetelah tertelan inokulum yang sesuai, S. typhi melintasi sawar lambung mencapai usus halus. Infeksi manusia secara eksperimental dengan strain Quailes telah menyatakan bahwa 103 kuman tidak dapat menyebabkan penyakit simtomatik tetapi 105 bakteri dapat menyebabkan gejala pada 27 persen relawan. Dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan penyakit yang lebih sering, terutama jika kuman menghasilkan antigen polisakarida kapsuler Vi. Kuman ditelan oleh fagosit mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri dalam sel sehingga menimbulkan penyakit.

Masa inkubasi bervariasi dan tergantung pada ukuran inokulum dan keadaan pertahanan pejamu. Variasi masa inkubasi antara 3 sampai 60 hari telah dilaporkan. Ketiadaan antibodi bakterisid memungkinkan kuman untuk difagositosis dalam keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada faktor mikroba yang menunjang resistensi terhadap pembinasaan dan pada imunitas yang diaktifkan oleh sel limfosit T pejamu, yang berada di bawah kendali genetik. Ketergantungan dosis pada penyakit klinis tampaknya diatur oleh keseimbangan antara perbanyakan diri bakteri dan pertahanan ekstraselular dan intraseluar penjamu yang didapat. Jika jumlah bakteri intraselular melampaui ambang batas kritis, bakteremia sekunder dapat terjadi dan menimbulkan invasi pada kelenjar empedu dan Plaque Peyeri pada usus halus. Bakteremia yang menetap menjadi penyebab demam yang menetap pada tifoid klinis, sementara reaksi radang terhadap invasi jaringan menentukan pola pengungkapan klinis (kolesistitis, perdarahan usus atau perforasi). Dengan invasi kelenjar empedu dan Plaque Peyeri, kuman kembali masuk ke dalam lumen usus, dan dapat ditemukan pada biakan feses pada awal minggu kedua penyakit klinis. Pertumbuhan dalam ginjal menyebabkan biakan urin positif, tetapi dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada biakan darah yang positif. Endotoksin liposakarida pada S. typhi dapat menyebabkan demam, leukopenia dan gejala sistemik lain, tetapi kejadian gejala ini pada individu yang dibuat toleran terhadap endotoksin menunjang peranan untuk faktor lain, seperti sitokin yang dilepaskan dari fagosit mononuklear yang terinfeksi, yang dapat memperantarai peradangan.1. Bakteriemi I (1-7 hari) Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (106-109) masuk ke dalam tubuh manusia ( melalui esofagus, kuman masuk ke dalam lambung dan sebagian lagi kuman masuk ke dalam usus halus ( Di usus halus, kuman mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang sudah mengalami hipertrofi (ditempat ini sering terjadi perdarahan dan perforasi) ( Kuman menembus lamina propia, kemudian masuk ke dalam aliran limfe dan mencapai kelenjar mesenterial yang mengalami hipertrofi ( melalui ductus thoracicus, sebagian kuman masuk ke dalam aliran darah yang menimbulkan bakteriemi I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan masuk kembali ke dalam hati.2. Bakteriemi II (6 hari 6 minggu) Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk ke dalam hati ( kuman ditangkap dan bersarang di bagian RES : plaque peyeri di ileum terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES ( kemudian masuk kembali ke aliran darah ( menimbulkan bakteriemia II ( dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid adalah disebabkan oleh endotoksin Salmonella typhi yang berperan pada patogenesis demam tifoid karena Salmonella typhi membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.IV. Patofisiologi

Pada dasarnya tifus abdominalis merupakan penyakit sistem retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfoid usus, limpa, hati, dan sumsum tulang. Di usus, jaringan limfoid terletak di antemesenterial pada dindingnya, dan dinamai Plaque Payeri.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal / distal, tetapi terkadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi (Minggu I). Pada permulaaan Plaque Payeri penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran Plaque Payeri yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis. Jaringan retikuloendotelial lain juga mengalami perubahan. Kelenjar limfe mesenterial penuh fagosit sehingga kelenjar membesar dan melunak. Limpa biasanya juga membesar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimorfonuklear dan mengalami nekrosis fokal. Jaringan sistem lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi dan bakteri hidup dalam empedu. Sesudah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri dan

Penderita menjadi pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kemih. Bila sembuh, penderita menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan orkitis kadang ditemukan, sedangkan bronkititis hampir selalu ada dan kadang terjadi pneumonia. Selain disebabkan oleh basil tifus, pneumonia pada tifus abdominalis lebih sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.

SHAPE \* MERGEFORMAT

Otot jantung membengkak dan menjadi lunak serta memberikan gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relatif) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami trombosis terutama v. femoralis, v. safena dan sinus di otak. Otot lurik dapat mengalami degenerasi Zenker berupa hilangnya striae transversales disertai pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis dan otot paha. Hal ini yang mendasari kelemahan otot pada penderita. Toksin di otot dapat juga menyebabkan ruptura spontan disertai perdarahan lokal. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot bersangkutan.

Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang dapat hidup di darah. Infeksi di sumsum tulang ditunjukkan dengan gambaran leukopenia disertai hilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil dan bertambahnya sel mononuklear.

V. Anamnesa Umum

Gambaran klinik tifus abdominalis

Keluhan :

- Nyeri kepala (frontal)100%

- Kurang enak di perut 50%

- Nyeri tulang, persendian dan otot 50%

- BAB( 50%

- Muntah( 50%

Gejala :

- Demam100%

- Nyeri tekan perut75%

- Bronkitis75%

- Toksik> 60%

- Letargik> 60%

- Lidah tifus (kotor)40%

Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan gejala toksik umum, seperti letargi, sakit kepala, demam dan bradikardia. Demam ini khas karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik tangga sampai dengan 40 atau 410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan menggigil. Ciri utama demam tifoid adalah demam menetap yang persisten (4 sampai 8 minggu pada pasien yang tidak diobati).Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikuloendotelial, misalnya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri perut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyulitnya. Masa tunas biasanya lima sampai empat belas hari, tetapi dapat dapat sampai lima minggu. Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung empat minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badan, letargi dan demam. Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi (Gambar 1-11 dan 1-12) dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri pada perut. Konstipasi sering ada, namun diare juga ditemukan.

Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita mengalami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kekambuhan ini dapat ringan namun dapat juga berat, dan mungkin terjadi sampai dua atau tiga kali.

VI. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Demam yang tinggi. Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut agak meninggi dan dapat menghilang jika ditekan. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama dua sampai empat hari pada minggu pertama. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang ditemukan pada orang Indonesia). Perut distensi disertai dengan nyeri tekan perut. Bradikardia relatif.

Hepatosplenomegali.

Jantung membesar dan lunak. Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat rangsangan peritoneum. Perdarahan usus sering muncul sebagai anemia. Pada perdarahan hebat mungkin terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar.

Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi, bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani. Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan ampulanya kosong. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu-denyut nadi menunjukkan tanda salib maut (Gambar 1-12).

Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma, sering disertai gambaran ileus paralitik.

VII. Laboratorium

Pemeriksaan apus darah tepi penderita memperlihatkan anemia normokromik, leukopenia dengan hilangnya sel eosinofil dan penurunan jumlah sel polimorfonuklear. Pada sebagian besar pasien, jumlah sel darah putih normal, walaupun jumlah tersebut rendah jika dikaitkan dengan tingkat demam. Leukopenia (