Post on 24-Jun-2015
15
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan.
Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan
secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah.
Upaya-upaya tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu program prioritas
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 1998 jumlah
penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86% dari total jumlah
penduduk Indonesia, kemudian jumlah penduduk miskin pada tahun 2003
mengalami peningkatan yakni mencapai 37,34 juta jiwa. Sedangkan menurut data
BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 bahwa jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk
miskin pada tahun 1993 sebesar 1,33 juta jiwa atau sebesar 12,31% dari total
jumlah penduduk Sumatera Utara. Sedangkan pada tahun 1996 jumlah penduduk
miskin mengalami penurunan yakni sebesar 1,23 juta jiwa dengan persentase
sebesar 10,92 persen. Namun karena terjadi krisis moneter pada pertengahan
tahun 1998, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami peningkatan
menjadi 1,97 juta jiwa dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa
akibat kenaikan harga BBM (BPS.Prov.Sumut, 2007:39). Kebijakan pemerintah
menaikkan harga BBM pada bulan Maret rata-rata 29% dan Oktober 2005 hingga
(http://www.menkokesra.go.id/pdf/deputi2/raskin/pedomanumumraskinawardweb.
pdf).
Universitas Sumatera Utara
16
mencapai 126% membuat masyarakat gelisah dalam memenuhi kebutuhan pokok
kehidupan sehari-hari. Dampak dari kebijakan tersebut dirasakan oleh setiap
lapisan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang berada pada garis
kemiskinan.
Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan
menginstruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan
upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, pengembangan ekonomi
perdesaan dan stabilitas ekonomi nasional. Secara khusus kepada Perum Bulog
diinstruksikan untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi
kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan, yang penyediaannya
mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri.
Pemerintah berupaya mengedepankan peran partisipasi masyarakat dengan
mengacu pada teori Bottom-Up. Dalam hal ini pemerintah berharap masyarakat
dapat terpacu untuk bisa menembus perangkap kemiskinan yang melekat pada
dirinya sehingga dapat mengurangi jumlah masyarakat miskin. Salah satunya
adalah dengan dicanangkannya Program Raskin.
Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)
adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah
tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog sesuai dengan SKB
(Surat Keputusan Bersama) Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum
Bulog Nomor : 25 Tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan
instansi terkait, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
17
Program Raskin pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Program
Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah Program
Jaring Pengaman Sosial (JPS). Beberapa penyesuaian yang telah dilakukan antara
lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per rumah tangga, frekuensi
distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima manfaat, dan penyediaan
lembaga pendamping.
Pada 2002, pemerintah mengganti nama OPK (Operasi Pasar Khusus)
menjadi Program Raskin agar lebih mencerminkan sifat program, yakni sebagai
bagian dari program perlindungan sosial bagi RTM (Rumah Tangga Miskin),
tidak lagi sebagai program darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi.
Penetapan jumlah beras per bulan per RTM yang pada awalnya 10 kg, selama
beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 kg hingga 20 kg, dan pada 2009
menjadi 15 kg. Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali,
pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan pada 2007 sampai sekarang ini kembali
menjadi 12 kali per tahun. Sasaran penerima manfaat yang sebelumnya
menggunakan data keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera 1 (KS-1)
alasan ekonomi hasil pendataan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional), sejak 2006 berubah menggunakan data RTM hasil pendataan BPS
(Badan Pusat Statistik) (www.pnpm-mandiri.org/elibrary/download.php?id=15).
Program ini dilaksanakan sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang subsidinya ditarik oleh pemerintah pusat.
Kenaikan harga BBM tersebut jelas berdampak pada naiknya harga bahan pangan
(sembilan bahan pokok), salah satunya beras.
Universitas Sumatera Utara
18
Program Raskin ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari
rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan
pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah
maksimal 15 Kg/rumah tangga miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp.
1600,00/Kg (Netto) di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi,
sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik
distribusi di pegang oleh Perum Bulog
Tujuan mulia pemerintah untuk memberikan bantuan pada keluarga
miskin tidak luput dari penyimpangan. Menurut pemantauan di lapangan, ada lima
masalah dalam penyaluran program raskin. Pertama, mengenai salah sasaran.
Program raskin yang semestinya disalurkan atau dijual kepada keluarga-keluarga
miskin ternyata (banyak juga yang) jatuh pada kelompok masyarakat lain
(keluarga sejahtera). Salah sasaran ini banyak disebabkan oleh human error, di
mana para petugas lapangan justru membagi-bagikan kupon raskin pada keluarga
dekat atau teman kerabatnya. Bahkan tidak sedikit keluarga sejahtera yang
"menagih jatah" beras murah tersebut. Menurut Lembaga Penelitian SMERU
(www.digilib.itb.ac.id).
Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan
kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka
menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi
energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin
perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan
manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga terjangkau.
Sebagai Daerah dengan jumlah penduduk miskin yang masih tergolong tinggi,
Kelurahan Kota Bangun termasuk daerah yang menjadi target penyaluran Raskin.
Universitas Sumatera Utara
19
(dalam www.ppk.or.id) mengatakan bahwa Raskin menjangkau 52,6% rumah
tangga miskin, namun rumah tangga tidak miskin yang terjangkau juga relatif
tinggi, yakni 36,9%. Bahkan World Bank (2006: 215) melaporkan bahwa Raskin
lebih banyak diterima oleh rumah tangga bukan miskin.
Kedua, jumlah beras yang dibagikan sering tidak sesuai dengan apa yang
telah diprogramkan. Jumlah raskin yang dijual kepada masyarakat (miskin) sudah
pasti berkurang karena pembagian beras, sering tidak diukur dalam bentuk
kilogram (sesuai dengan program) tetapi dalam liter, sehingga kuantitas beras
yang diterima tak sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Kekurangan
jumlah itu juga terjadi karena petugas lapangan berusaha untuk bertindak adil
dengan membagikan raskin kepada (hampir) seluruh warga termasuk yang tidak
menerima kupon. World Bank (2005: 3) mengemukakan bahwa penerima manfaat
rata-rata hanya memperoleh 6-10 kg per distribusi. Universitas Indonesia (2004:
142) menyatakan bahwa beras yang diperoleh penerima manfaat hanya 8–16 kg
per distribusi. Menurut data Bulog, penerima manfaat memperoleh 9,8–14,9 kg
per bulan, sedangkan menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
BPS (Badan Pusat statistik) hanya 5,7–8,9 kg per bulan. Jumlah tersebut masing-
masing hanya mencapai 65%–78% dan 35%–45% dari jatah alokasi per penerima
manfaat
Permasalahan ketiga, berhubungan dengan masalah sebelumnya, yakni
disebabkan kesalahan data jumlah keluarga miskin. Hal ini terjadi akibat masih
buruknya koordinasi antara birokrasi baik dari pusat, provinsi, kabupaten/kota,
hingga desa, atau kelurahan. Akibatnya, kuantitas (jumlah) keluarga miskin yang
(http://www.ppk.or.id/downloads/EfektivitasPelaksanaanRaskin.pdf).
Universitas Sumatera Utara
20
didata bisa lebih besar atau lebih sedikit dari yang sebenarnya, sehingga Raskin
yang dibagikan akan berdampak pada kekurangan atau (bahkan) kelebihan jatah.
Menurut tinjauan dokumen yakni berdasarkan hasil penelitian dari Lembaga
Penelitian Smeru (dalam www.ppk.or.id), penargetan merupakan poin utama
kelemahan Program Raskin karena tidak seluruh rumah tangga miskin menerima
beras Raskin dan banyak rumah tangga tidak miskin yang menerimanya. Hasil
analisis data Susenas pun menyimpulkan kondisi yang sama, yakni Beras Raskin
diterima oleh semua kelompok rumah tangga berdasarkan tingkat kesejahteraan
(kuintil pengeluaran rumah tangga per kapita). Rumah tangga dari kuintil 1 dan 2
yang merupakan kelompok paling tidak sejahtera hanya mencapai 53% dari total
penerima; dengan kata lain, terdapat kebocoran sebesar 47%. Selama 2005–2006,
proporsi rumah tangga miskin yang terjangkau Program Raskin meningkat 19,8
titik persen dari 62,9% menjadi 82,7%. Akan tetapi, peningkatan jangkauan
terhadap rumah tangga miskin tersebut juga dibarengi dengan peningkatan
jangkauan terhadap rumah tangga tidak miskin sebesar 8 titik persen dari 23,8%
menjadi 31,8%.
Keempat, harga yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Naiknya
harga raskin yang harus ditebus warga disebabkan oleh alasan yang seringkali
dimunculkan para petugas untuk menjawab ketidaktersediaan dana untuk
pengangkutan (distribusi beras atau biaya transportasi), pengadaan kantong
plastik, dan lain-lain. Akibatnya, biaya ini dibebankan kepada warga, sehingga
tidak heran kalau harga awal berbeda dengan harga di lapangan (
http://newspaper.pikiran-rakyat.com).
Universitas Sumatera Utara
21
Dari paparan implementasi Program Raskin tersebut dapat disimpulkan
bahwa penyaluran raskin amat rentan terhadap kesalahan, penyelewengan, dan
bahkan manipulasi. Dengan melihat banyaknya permasalahan dalam penyaluran
raskin kepada Rumah Tangga Miskin maka dengan itu penulis merasa tertarik
untuk mengadakan penelitian mengenai “Implementasi Program Raskin (Beras
Untuk Rakyat Miskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraaan Masyarakat
Miskin (Studi Kasus Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli, Kota
Medan).
I.2 Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini
memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan
diteliti. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan pokok penelitian ini adalah:
“Bagaimana implementasi kebijakan program beras untuk rakyat miskin (Raskin)
dalam upaya meningkatkat kesejahteraan masyarakat miskin”
I.3 Tujuan Penelitian
1. Menggambarkan kebijakan Program Raskin.
2. Untuk mengetahui implementasi Program Raskin berjalan sesuai dengan
Pedoman Umum Raskin.
I.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah:
1. Manfaat secara ilmiah
Universitas Sumatera Utara
22
Untuk menambah khasanah pengetahuan ilmiah dalam studi administrasi
dan pembangunan umumnya dan pembangunan bidang kesejahteraan
masyarakat khususnya dengan kaitannya dengan Program Raskin
2. Manfaat secara teknis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut :
a. Dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan masalah
terkait yakni Program Raskin
b. Secara subjektif diharapkan penelitian ini sebagai suatu tahap untuk
melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis
dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif
dan kritis melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh suatu
kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.
3. Manfaaat secara akademis
Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Strata-1 di Departemen
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Social Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
I.5 Kerangka Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau
memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.
Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang
menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Selanjutnya teori
merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk
Universitas Sumatera Utara
23
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antara konsep (Singarimbun, 1989:37).
Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam bab ini penulis akan
mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan
berfikir dalam penelitian ini.
1.5.1 Hierarki Kebutuhan
Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat
mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak
terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat
dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu
hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera. Kebutuhan
adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha.
Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan
macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak
lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala
sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan
untuk mendapatkannya.
Abraham Maslow mengemukakan sejumlah proporsi penting tentang
perilaku manusia yakni Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan, ia
senantiasa menginginkan sesuatu dan menginginkannya lebih banyak. Tetapi, apa
yang diinginkannya, tergantung pada apa yang sudah dimiliki olehnya. Setelah
salah satu di antara keinginan manusia dipenuhi muncullah keinginan lain. Proses
tersebut tiada akhirnya. Ia berkelanjutan sejak manusia lahir, hingga ia meninggal
Universitas Sumatera Utara
24
dunia. Maka kebutuhan-kebutuhannya pada umumnya tidak mungkin terpuaskan
semuanya.
Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan-suatu hirarki
menurut pentingnya masing-masing kebutuhan. Setelah kebutuhan yang paling
mendasar terpenuhi, meningkatlah pada kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi,
yang menuntut pemuasan.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik.
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya
sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah
teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Kelima tingkatan
kebutuhan itu, menurut Maslow, ialah:
Kebutuhan Fisiologis dalam gambar diatas diletakkan di bagian paling atas
dalam susunan hierarki kebutuhan. Pada dasarnya, manusia harus memenuhi
kebutuhan fisiologisnya untuk dapat bertahan hidup. Pada hierarki yang paling
atas ini, manusia harus memenuhi kebutuhan makanan, tidur, minum, seks, dan
hal-hal lainnya yang berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan dasar ini
belum terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara
normal. Misalnya, seseorang mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan,
sehingga ia menderita kelaparan, maka ia tidak akan mungkin mampu untuk
memikirkan kebutuhan akan keamanannya ataupun kebutuhan aktualisasi diri.
I.5.2 Kebijakan Publik
Universitas Sumatera Utara
25
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus dapat
berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang kala
membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang
mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi masalah-
masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya kebijakan-kebijakan tapi
kadang kala, kebijakan itu tidak dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Menurut H. Hugh Heglo (dalam Abidin 2004:21) kebijakan adalah suatu
tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson
(dalam Islamy 1997:4) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan
yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Carl I. Friedrick dikutib oleh Riant D. Nugroho (2004 : 4)
mendefinisikannya sebagai: Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai
tujuan tertentu.
Kebijakan dapat pula diartikan sebagai bentuk ketetapan yang mengatur
yang dikeluarkan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan, jika ketetapan tersebut
memiliki sasaran kehidupan orang banyak atau masyarakat luas maka kebijakan
itu dikategorikan sebagai kebijakan publik. Dalam perkembangan Ilmu
Administrasi Negara baik di negara berkembang bahkan di negara maju
Universitas Sumatera Utara
26
sekalipun, kebijakan publik merupakan masalah politik yang menarik untuk dikaji
dan dibahas.
Dari kedua penjelasan diatas dapat ditarik konsep dasar bahwa : kebijakan
itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu yang
kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dalam
mencapai suatu tujuan. Dalam setiap kebijakan pasti membutuhkan orang-orang
sebagai perencana atau pelaksana kebijakan maupun objek dari kebijakan itu
sendiri. Sebagaimana penjelasan Irfan Islamy (1999:5) kebijakan adalah suatu
program kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat
dilaksanakan serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu
Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, dengan
mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau
berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka (M. Irfan
Islamy 1997:20) menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik,
yaitu :
1. Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk Perdanya berupa penetapan
tindakan-tindakan pemerintah;
2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;
3. Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak
melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan
tertentu;
Universitas Sumatera Utara
27
4. Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Menurut Anderson (dalam Tangkilisan 2003:2) kebijakan publik adalah
pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan
aparaturnya dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa:
a. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi pada tujuan.
b. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah.
c. Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi
bukan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk
melakukan sesuatu.
d. Kebijakan pemerintah ini dilandaskan pada perundang-undangan dan
bersifat memaksa.
Hogwood dan Peters menganggap ada sebuah proses linier pada sebuah
kebijakan yaitu : policy innovation – policy succession – policy maintenance –
policy termination. Policy innovation adalah saat di mana pemerintah berusaha
memasukkan sebuah problem baru yang diambil dari hiruk pikuk kepentingan
yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi sebuah kebijakan
yang relevan dengan konteks tersebut. Policy succession, setelah aspirasi itu
ditangkap maka pemerintah akan mengganti kebijakan yang ada dengan kebijakan
baru yang lebih baik. Policy maintenance adalah sebuah pengadaptasian atau
penyesuaian kebijakan baru yang dibuat tersebut untuk keep the policy on track.
Universitas Sumatera Utara
28
Policy termination adalah saat dimana kebijakan yang ada tersebut dan dianggap
sudah tidak sesuai lagi maka kebijakan tersebut dihentikan (Putra, 2003:115-116).
Terdapat berbagai macam strategi untuk menghentikan kebijakan, apakah
itu dengan mencabut kebijakan, membatalkannya, atau menggantinya dengan
sebuah kebijakan baru. Substansi utama dari proses linier yang digagas oleh
Hogwood dan Peters secara lugas mendeskripsikan kepada kita bahwa kebijakan
publik merupakan siklus yang mekanistik.
Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama William N. Dunn (1994)
mengatakan proses analisis kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas
intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politis itu nampak pada serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda,
formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
kebijakan. Sementara aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi
kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan sebagai aktivitas yang lebih bersifat
intelektual, dapat diamati melalui tabel berikut :
Tabel : 1
Proses Kebijakan Publik
Tahap Karakteristik
Perumusan Masalah : Memberikan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah
Forecasting (Peramalan) : Memberikan informasi mengenai
konsekuensi di masa mendatang dari
diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk
apabila tidak membuat kebijakan
Universitas Sumatera Utara
29
Rekomendasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai manfaat
bersih dari setiap alternatif, dan
merekomendasikan alternatif kebijakan
yang memberikan manfaat bersih paling
tinggi
Monitoring Kebijakan : Memberikan informasi mengenai
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari
diterapkannya alternatif kebijakan termasuk
kendala-kendalanya
Evaluasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai kinerja
atau hasil dari suatu kebijakan
Sumber : AG. Subarsono (2005:9)
Korten (dalam Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan
berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan,
penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana
kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon
penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini
dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang harus
dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan
persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena itu
organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil.
Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan kebutuhan
masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan tersebut terasa
Universitas Sumatera Utara
30
manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang dikehendaki
masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya kebijakan.
I.5.3 Implementasi Kebijakan
A. Pengertian Implementasi
Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi
dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan)
berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to”
(menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat
sesuatu).
Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab 1997:65)
menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan
sebagaimana berikut:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian."
Menurut Wahab (1991 : 45): Implementasi kebijakan merupakan
aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan
tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-
saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik,
keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.
Ia juga mengatakan, dalam implementasi khususnya yang dilibatkan
oleh banyak organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari 3 (tiga)
Universitas Sumatera Utara
31
sudut pandang yakni : ”(1) pemprakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the
center atau pusat); (2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery);
(3) aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintah kepada siapa
program-program itu diwujudkan yakni kelompok-kelompok sasaran (target
group)" (Wahab, 1997 : 63).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi
kebijakan adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan
tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai “Out come“
(hasil akhir) kegiatan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Sebab itu fungsi
implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan
negara tersebut “Policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan
kebijakan negara) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana tertentu
yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki (Wahab; 1990 : 123-
124).
Menurut Ripley & Franklin(1986:54) ada dua hal yang menjadi fokus
perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan What”s
happening ? (Apa yang terjadi ). Kepatuhan menunjuk pada apakah para
implementor patuh terhadap prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan.
Sementara untuk “what’s happening” mempertanyakan bagaimana proses
implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil
dicapai, mengapa dan sebagainya.
Sementara itu Cleaves (dalam Wahab 1991 : 125) menyatakan bahwa:
Keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut
Universitas Sumatera Utara
32
kemampuannya secara nyata dalam meneruskan/ mengoperasionalkan
program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan
proses implementasi kebijakan dapat dievaluasikan dengan cara mengukur
atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut
dengan tujuan-tujuan kebijakan.
Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi
kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau
unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan kepatuhan dari target grup, namun lebih dari itu juga berlanjut
dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku
semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:
Menurut George C. Edward III (dalam Subarsono 2005:90) ada empat
faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi
suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan
disposisi.
1.) Komunikasi
Secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses
komunikasi kebijakan, yakni (Winarno, 2002:126):
a. Transmisi
Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus
menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk
pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang
Universitas Sumatera Utara
33
langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-
keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap
keputusan yang dikeluarkan.
b. Konsistensi
Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan
harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur
kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut
tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya
dengan baik.
c. Kejelasan
Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan
komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan,
keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat,
kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam
memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan
dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.
2.) Sumber Daya
Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan
agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia,
yakni kompetensi implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya
sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas saja menjadi dokumen.
3.) Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor
Universitas Sumatera Utara
34
memiliki disposisi yang baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan
baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4.) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (standar operating procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi
implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99)
ada enam variable yang mempengaruhi kinerja implementasi yakni:
1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi
multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen
implementasi.
2. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
35
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk ini diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik agen pelaksana
Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat
opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung
implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni (a) respon implementor
terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c)
intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
I.5.4 Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
A. Pengertian Raskin
Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)
adalah sebuah program dari pemerintah. Program tersebut adalah sebuah upaya
Universitas Sumatera Utara
36
untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk
dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan
perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 kg/rumah tangga
miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp. 1600,00 per kg (netto) di titik
distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab
dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik distribusi di kelurahan dipegang
oleh Perum Bulog.
Istilah-istilah yang digunakan dalam petunjuk teknis antara lain adalah:
1. Tim Koordinasi program Raskin tingkat Provinsi adalah tim koordinasi
yang ditetapkan berdasarkan keputusan Gubernur dan terdiri dari unsur
pemerintah daerah Provinsi (Biro Sarana Perekonomian, Biro Bina
Produksi, BPMD, Bappeda, BPS (Badan Pusat Statistik), BKKBN, Perum
Bulog, Divisi Regional, Kepolisian, Kejaksaan serta stakeholders yang
terkait.
2. Tim Koordinasi Divisi Regional (Divre) Provinsi adalah satuan kerja
Perum Bulog Divre Provinsi yang dibentuk Kadivre yang bertugas dan
bertanggung jawab mengkoordinasi dalam pelaksanaan Program Raskin di
Sub Divre.
3. Satker Raskin adalah satuan kerja Perum Bulog Sub Divre yang dibentuk
Kasub Divre yang bertugas dan bertanggung jawab mengangkut beras dari
gudang Perum Bulog sampai dengan titik distribusi dan menyerahkan
kepada pelaksana distribusi.
4. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah tim yang dibentuk di tingkat
Kecamatan yang dipimpin oleh Camat sebagai ketua yang beranggotakan
Universitas Sumatera Utara
37
unsur Kecamatan, Polsek, Pengelola Program KB Kecamatan dan
Koordinator Sensus Kecamatan (KSK) yang bertugas mengkoordinir
pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan.
5. Pelaksana Distribusi adalah Kelompok Kerja (Pokja) dititik distribusi yang
dibentuk berdasarkan musyawarah Desa/Kelurahan yang ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Desa/Lurah, terdiri dari Aparat Desa/
Kelurahan, Lembaga Masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat yang
bertugas dan bertanggung jawab mendistribusikan Raskin kepada
penerima manfaat Raskin.
6. Titik Distribusi (TD) adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh
Satuan Kerja (Satker) Raskin Sub Divre kepada pelaksana distribusi di
Desa. Kelurahan yang dapat dijangkau penerima manfaat Raskin atau
lokasi lain yang ditetapkan atas dasar kesepakatan secara tertulis antara
Pemerintah Daerah dan Sub Divre.
7. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah penerima manfaat Program Raskin
di Desa/Kelurahan sesuai hasil pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 BPS
dengan kategori sangat miskin, miskin, dan sebagian hampir miskin.
8. Musyawarah Desa/Kelurahan adalah forum komunikasi di tingkat
Desa/Kelurahan untuk menetapkan RTM yang berhak menerima Raskin.
9. Beras Standar Kualitas Bulog adalah beras kualitas medium, kondisi baik
dan tidak berhama.
10. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) adalah lembaga yang ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur di Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota
di Kabupaten/Kota yang berfungsi menerima dan menindaklanjuti
Universitas Sumatera Utara
38
pengaduan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung termasuk
media cetak dan elektronik.
B. Tujuan dan Sasaran Program RASKIN
1. Tujuan
Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah
Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam
bentuk beras.
2. Sasaran
Sasaran Program Raskin Tahun 2010 adalah berkurangnya beban
pengeluaran 17,5 juta RTS berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui
pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 2,73 juta ton selama setahun dengan
harga tebus Rp 1.600 per kg netto di Titik Distribusi.
C. Prinsip Pengelolaan
Prinsip pengelolaan Raskin adalah suatu nilai-nilai dasar yang selalu
menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun
tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Raskin. Nilai-
nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan Raskin.
Keberpihakan kepada Rumah Tangga Miskin (RTM), yang maknanya mendorong
RTM untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan pelestarian seluruh kegiatan Raskin baik di desa dan kecamatan, termasuk
menerima manfaat atau menikmati hasilnya. Transparansi, yang maknanya
membuka akses informasi kepada lintas pelaku Raskin terutama masyarakat
penerima Raskin, yang harus tahu, memahami dan mengerti (www.bapeda-
jabar.go.id).
Universitas Sumatera Utara
39
D. Pengorganisasian
Dalam rangka pelaksanaan program Raskin tahun 2010 dipandang perlu
mengatur organisasi pelaksana program Raskin. Untuk mengefektifkan
pelaksanaan program dan pertanggungjawabannya, dibentuk Tim Koordinasi
Raskin di tingkat pusat sampai kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di
tingkat desa/kelurahan serta tim lainnya sesuai kebutuhan yang diatur dan
ditetapkan melalui keputusan pejabat yang berwenang.
Penanggung jawab pelaksanaan program Raskin di pusat adalah Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, di provinsi adalah gubernur, di
kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah camat dan di
desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.
a. Tim Koordinasi Raskin Pusat
Tim Koordinasi Raskin Pusat beranggotakan unsur dari Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Badan
Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
dan Perum BULOG.
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Pusat berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
2) Tugas
Melaksanakan koordinasi kebijakan perencanaan dan anggaran,
Universitas Sumatera Utara
40
pelaksanaan, fasilitasi, monitoring dan evaluasi serta menerima pengaduan
dari masyarakat tentang pelaksanaan program Raskin.
3) Fungsi
Mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan Raskin sebagai bagian
dari kebijakan penanggulangan kemiskinan.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Pusat
Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari Pengarah, Pelaksana dan
Sekretariat. Pengarah terdiri dari Ketua dari unsur Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Anggota terdiri dari unsur
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen Dalam
Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Sosial, Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, BPS, BPKP dan Perum BULOG.
Pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua/ketua bidang dan Anggota. Ketua
Pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan
Perumahan Rakyat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat; Wakil Ketua I /Bidang Kebijakan Perencanaan adalah Direktur
Pangan dan Pertanian Bappenas; Wakil Ketua II /Bidang Kebijakan
Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran Departemen
Keuangan; Wakil Ketua III /Bidang Pelaksanaan dan Distribusi adalah
Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG; Wakil Ketua IV /Bidang
Fasilitasi, Monev dan Pengaduan adalah Direktur Usaha Ekonomi
Masyarakat Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri.
Anggota Tim terdiri dari unsur-unsur Kementerian Koordinator Bidang
Universitas Sumatera Utara
41
Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Badan Pusat
Statistik, BPKP, dan Perusahaan Umum BULOG.
b. Tim Koordinasi Raskin Provinsi
Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan program Raskin di
wilayahnya dengan membentuk Tim Koordinasi Raskin Tingkat Provinsi
sebagai berikut :
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Provinsi adalah pelaksana program Raskin di
provinsi, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
gubernur.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai tugas melakukan koordinasi
perencanaan, anggaran, pelaksanaan distribusi, monitoring dan evaluasi
serta menerima pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan program
Raskin.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Provinsi
mempunyai fungsi :
a) Koordinasi perencanaan program Raskin di provinsi.
b) Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Program Raskin.
c) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan
Universitas Sumatera Utara
42
informasi program Raskin.
d) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota.
e) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di kabupaten/kota.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Provinsi
Tim Koordinasi Raskin Provinsi terdiri dari penanggung jawab, ketua,
sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: perencanaan, pelaksanaan
distribusi, monev dan pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan
keputusan gubernur.
Tim Koordinasi Raskin Provinsi beranggotakan unsur-unsur instansi
terkait di tingkat provinsi antara lain Setda (Sekertaris Daerah), Bappeda
(Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah), badan/dinas/lembaga
yang berwenang dalam pemberdayaan masyarakat, Dinas Sosial, Badan
Pusat Statistik, badan/dinas/kantor yang berwenang dalam ketahanan
pangan, Perwakilan BPKP dan Divisi Regional/Sub Divisi Regional
Perum BULOG serta lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
c. Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab program Raskin di tingkat
kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengalokasian Pagu Raskin bagi
seluruh RTS-PM Raskin, penyediaan dan pendistribusian beras, penyelesaian
pembayaran HPB (Hasil Penjualan beras) dan adminstrasi distribusi Raskin di
wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program Raskin di wilayahnya,
bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Raskin sebagai berikut :
1) Kedudukan
Universitas Sumatera Utara
43
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota adalah pelaksana program Raskin
di kabupaten/kota, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan
koordinasi perencanaan, anggaran, pelaksanaan distribusi, monitoring dan
evaluasi serta menerima pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan
program Raskin.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota mempunyai fungsi :
a) Perencanaan program Raskin di kabupaten/kota.
b) Penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Raskin di
kabupaten/kota.
c) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi
program Raskin di kabupaten/kota.
d) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di desa/kelurahan.
e) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di kecamatan,
desa/kelurahan.
f) Penyelesaian HPB dan administrasi pelaksanaan Raskin.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari penanggung jawab,
ketua, sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: Perencanaan, Pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
44
Distribusi, Monev dan Pengaduan Masyarakat, yang ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota.
Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari unsur-
unsur instansi terkait di tingkat kabupaten/kota antara lain Setda, Bappeda,
badan/dinas/lembaga yang berwenang dalam pemberdayaan masyarakat,
Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik, badan/dinas/kantor yang berwenang
dalam ketahanan pangan, Divre/Subdivre /Kansilog Perum BULOG dan
lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
d. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Camat sebagai penanggung jawab di tingkat kecamatan bertanggung jawab
atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan
adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program
Raskin di wilayahnya, camat membentuk Tim koordinasi Raskin sebagai
berikut :
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah pelaksana program Raskin di
kecamatan, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
camat.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan mempunyai tugas merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, dan evaluasi
pelaksanaan program Raskin serta melaporkan hasilnya kepada Tim
Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.
Universitas Sumatera Utara
45
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
mempunyai fungsi :
a) Perencanaan distribusi program Raskin di kecamatan.
b) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi
program Raskin di kecamatan.
c) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Pelaksana Distribusi
Desa/Kelurahan.
d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di desa/kelurahan.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan terdiri dari penanggung jawab yaitu
camat, ketua yaitu sekretaris kecamatan, sekretaris yaitu Kasi Kesejahteraan
Sosial, dan anggota terdiri dari aparat Kecamatan, Koordinator Statistik
Kecamatan (KSK), anggota Satker Raskin dan pihak terkait yang dipandang
perlu.
e. Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan
Kepala desa/lurah sebagai penanggung jawab di tingkat desa/kelurahan
bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran
HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk pelaksanaan
distribusi Raskin di wilayahnya, kepala desa/lurah dapat memilih dan menetapkan
salah satu dari 3 alternatif Pelaksana Distribusi Raskin yaitu :
1) Kelompok Kerja (Pokja)
2) Warung Desa (Wardes)
Universitas Sumatera Utara
46
3) Kelompok Masyarakat (Pokmas)
Pembentukan Pokmas dan Warung Desa diatur dalam Pedoman Teknis
tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin
a) Kedudukan
Pelaksana Distribusi Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada kepala desa/lurah.
b) Tugas
(1) Menerima dan mendistribusikan beras Raskin dari Satker Raskin dan
menyerahkan/menjual kepada RTS-PM Raskin di Titik Distribusi (TD).
(2) Menerima Hasil Penjualan Beras (HPB) dari RTS-PM Raskin secara tunai
dan menyetorkan ke rekening Bank yang ditunjuk Divre/Subdivre/Kansilog
Perum BULOG atau menyetor secara tunai kepada Satker Raskin.
(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Berita Acara Serah
Terima (BAST) dan Daftar Penjualan Beras sesuai model DPM-2.
c) Fungsi
(1) Pendistribusian Raskin kepada RTS-PM Raskin.
(2) Penerimaan uang hasil penjualan beras Raskin secara tunai dari RTS-PM
Raskin dan penyetorannya kepada Satker Raskin atau ke rekening bank
yang ditetapkan Divre/Subdivre/Kansilog Perum Bulog.
(3) Pengadministrasian distribusi Raskin kepada RTS-PM Raskin.
f. Satker Raskin
1) Kedudukan
Satker Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG sesuai tingkatannya.
Universitas Sumatera Utara
47
2) Organisasi
Satker Raskin terdiri dari :
a) Ketua
b) Anggota :
(1) Pegawai Perum BULOG yang ditetapkan melalui Surat Perintah (SP)
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.
(2) Tenaga bantuan yang ditetapkan oleh ketua satker atas sepengetahuan
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.
3) Tugas dan Kewenangan
Satker Raskin mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab :
a) Ketua :
(1) Mempunyai kewenangan mengangkat dan memberhentikan tenaga bantuan
di wilayah kerjanya atas sepengetahuan Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog
Perum BULOG.
(2) Mempunyai tugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi,
penyelesaian HPB, dan administrasi Raskin.
b) Anggota mempunyai tugas membantu dan bersama ketua sebagai berikut :
(1) Mendistribusikan beras dari gudang Perum BULOG sampai dengan TD dan
menyerahkan kepada Pelaksana Distribusi Raskin di TD.
(2) Menerima uang HPB atau bukti setor bank dari Pelaksana Distribusi Raskin
dan menyetorkan ke rekening HPB Bulog.
(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Delivery Order (DO),
BAST, Rekap BAST di kecamatan (model MBA-0) dan pembayaran HPB
(Tanda Terima/kuitansi dan Bukti Setor Bank) serta mengumpulkan DPM-
Universitas Sumatera Utara
48
2 dari TD.
(4) Melaporkan pelaksanaan tugas antara lain : realisasi jumlah distribusi beras,
setoran HPB dan BAST di wilayah kerjanya kepada Kadivre/Kasubdivre/
Kakansilog Perum BULOG secara periodik setiap bulan.
E. Penentuan Pagu
a. Pagu Raskin Nasional dialokasikan ke provinsi di seluruh Indonesia oleh
Tim Koordinasi Raskin Pusat berdasarkan data RTS dari BPS dan kuantum
Pagu Raskin Nasional sesuai dengan Undang Undang No. 47 tahun 2009
tentang APBN 2010.
b. Pagu Raskin Provinsi dialokasikan ke kabupaten/kota oleh Tim Koordinasi
Raskin Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur. Untuk
Sumatera Utara ini sendiri dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur
Sumatera Utara Nomor :501/670/K/ Tahun 2009 tanggal 2 Maret 2009
tentang penetapan Pagu beras Raskin untuk RTM Kabupaten/kota se-
Sumatera Utara Tahun 2009 dan Pemko Medan mendapat alokasi pagu
RTM sebanyak 86.323 RTM yang masing-masing memperoleh beras Raskin
sebanyak 15 Kg /RTM/perbulan dengan harga Rp.1.600/Kg. Sedangkan
penetapan Pagu Raskin Kabupaten/Kota didasarkan pada:
1) Pagu Raskin Provinsi.
2) Data RTS Kabupaten/Kota dari BPS, untuk kota Medan ini sendiri
berdasarkan pada Surat Kepala Badan Pusat Statistik Kota Medan (BPS)
Nomor : 12752/02.020 tanggal 23 Februari 2009 dan surat Nomor :
Universitas Sumatera Utara
49
12752.028 6 Maret 2009 tentang pengiriman data RTM di Kota Medan
sebanyak 86.323 RTM.
c. Pagu Raskin Kecamatan/Kelurahan/Desa ditetapkan oleh Tim Koordinasi
Raskin Kabupaten/Kota dengan Keputusan Bupati/Walikota. Penetapan
pagu Raskin Kecamatan dan Desa/Kelurahan didasarkan pada:
1) Pagu Raskin Kabupaten/Kota
2) Data RTS Kecamatan, Desa/Kelurahan dari BPS
d. Distribusi Pagu Raskin tahun 2010 berakhir sampai dengan 31 Desember
2010 dan apabila ada sisa pagu, tidak dapat disalurkan pada tahun 2011.
F. Pembiayaan Operasional
Pemerintah Provinsi menyediakan anggaran untuk pembinaan, koordinasi,
monitoring dan evaluasi Raskin dari APBD setempat. Pemerintah
Kabupaten/Kota mengalokasikan anggaran untuk biaya operasional dari Titik
Distribusi sampai di tangan Rumah Tangga Miskin (Penerima Manfaat Raskin)
yang bersumber dari APBD dengan tetap mendorong keterlibatan/partisipasi
masyarakat. Disamping itu anggaran Daerah hendaknya diarahkan juga untuk
pembinaan UPM, koordinasi, monitoring dan evaluasi Raskin di tingkat
Kabupaten/Kota.
G. Penentuan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat
a. RTM yang berhak mendapatkan Raskin adalah RTM yang terdaftar dalam
PPLS 08 BPS sebagai RTS di desa/kelurahan.
Universitas Sumatera Utara
50
b. Dalam rangka mengakomodir adanya dinamika RTM ditingkat
desa/kelurahan, maka perlu dilakukan Mudes/Muskel untuk menetapkan
kebijakan lokal:
1) Melakukan verifikasi nama RTS hasil PPLS 08 BPS yang sudah tidak layak
atau pindah alamat keluar desa/kelurahan dapat diganti oleh RTM yang
belum terdaftar sebagai RTS. Sedangkan untuk RTS yang meninggal dunia
diganti oleh salah satu anggota rumah tangganya. Apabila RTS yang
meninggal dunia merupakan rumah tangga tunggal (tidak memiliki anggota
rumah tangga) dapat digantikan RTM yang belum terdaftar.
2) RTM yang belum terdaftar sebagai RTS hasil PPLS 08 BPS dan butir 1)
diatas, yang dinilai layak sesuai kriteria RTS BPS dapat diberikan Raskin.
c. RTS BPS yang telah diverifikasi dan hasil Mudes/Muskel yang memutuskan
nama rumah tangga penerima manfaat Raskin tersebut butir b. diatas
dimasukkan dalam daftar RTS-PM sesuai model DPM-1, yang ditetapkan oleh
kepala desa/lurah dan disahkan oleh camat.
d. Data RTS-PM Raskin di desa/kelurahan direkap di tingkat kecamatan dan
dilaporkan kepada Tim Koordinasi RASKIN Kabupaten/Kota.
H. Mekanisme Distribusi Raskin
1. Bupati/walikota mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada
kepala Sub Divisi Regional Perum Bulog berdasarkan alokasi pagu Raskin
dan rumah tangga sasaran penerima manfaat di masing-masing
Kecamatan/Desa/Kelurahan.
Universitas Sumatera Utara
51
2. SPA yang tidak dapat dilayani sebagian atau seluruhnya dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan, maka pagu dapat direlokasikan ke daerah lain dengan
menerbitkan SPA baru yang menunjuk pada SPA yang tidak dapat
dilayani.
3. Berdasarkan SPA, Sub Divre menerbitkan SPPB DO beras untuk masing-
masing Kecamatan/Desa/Kelurahan kepada pelaksana Raskin. Apabila
terdapat tunggakan Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode
sebelumnya maka penerbitan SPPB DO periode berikutnya ditangguhkan
sampai ada pelunasan.
4. Berdasarkan SPPB DO, pelaksana Raskin mengambil beras di gudang
penyimpanan Perum Bulog, mengangkut dan menyerahkan beras Raskin
kepada pelaksana distribusi di titik distribusi. Kualitas beras yang
diserahkan, sesuai dengan standar kualitas Bulog. Apabila tidak memenuhi
standar kualitas Bulog. Apabila tidak memenuhi standar kualitas maka
beras dikembalikan kepada pelaksana Raskin untuk ditukar/diganti.
5. Serah terima beras Raskin dari pelaksana Raskin kepada pelaksana
distribusi di titik distribusi dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima
(BAST) yang merupakan pengalihan tanggung jawab.
6. Pelaksana distibusi menyerahkan beras kepada Rumah Tangga Miskin.
7. Mekanisme distribusi secara rinci diatur dalam Pedoman Teknis Raskin
Kabupaten/Kota dengan kondisi objektif masing-masing daerah. (Sumber :
Buku Pedoman Umum Raskin 2010).
Universitas Sumatera Utara
52
Kriteria Untuk Menentukan Keluarga/Rumah Tangga Miskin
Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga
miskin, yaitu :
1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air
hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500
m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- (Enam
Ratus Ribu) per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga : tidak bersekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
Universitas Sumatera Utara
53
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,- (Lima Rus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-
kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin.
I.5.5. Kesejahteraan Masyarakat
Sesuai dengan tujuan nasional, pembangunan bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dalam wadah Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu
dalam suasana kehidupan berbangsa yang tertib, aman, dan dinamis.
Kesejahteraan bermula dari kata “sejahtera” yang artinya aman sentosa,
terlepas dari segala gangguan dan kesukaran (Nurdin, 1989:27). Secara umum
kesejahteraan sering diartikan sebagai kondisi sejahtera, yaitu suatu keadaan
terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar
seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.
Pasal 33 UUD 1945 mengenai kesejahteraan sosial, antara lain
menyebutkan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran perseorangan. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas usaha kekeluargaan. Kesejateraan rakyat berarti kesejahteraan
lahir-batin dari rakyat. Hal itu berarti bahwa tidak hanya kesejahteraan fisik saja,
yaitu terpenuhinya kebutuhan fisik, akan tetapi juga kebutuhan-kebutuhan non
fisiknya, kebutuhan rohaninya juga haruslah tercukupi juga. Berhubungan dengan
hal itu, adanya program-program pembangunan ekonomi yang tidak dibarengi
Universitas Sumatera Utara
54
dengan pembangunan watak, etika, tatakrama dan budi luhur akan mengandung
bahaya adanya ketidakseimbangan sikap batin manusia yang dapat berkembang
hingga merupakan sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam masyarakat yang
berupa kesenjangan lahir-batin, ketidakpuasan, frustasi, kericuhan masyarakat dan
kegaduhan-kegaduhan. Secara umum hal ini dapat menyebabkan terjadinya
“instability” dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan
itupun tidak akan lepas dari faktor kecerdasan, ketertiban dan keamanan
masyarakat (www.transparansi.co.id).
Kesejahteraan rakyat tanpa meningkatkan kecerdasan bangsa, maka
kesejahteraan itu tidak akan dapat terwujud, dan dapat menghalangi kemajuan
bangsa dalam dunia antar bangsa-bangsa, akan tetapi juga akan dapat membuat
manusia dalam masyarakat itu lupa pada TuhanNya. Namun haruslah tetap
diingat, bahwa makin cerdas suatu bangsa, maka masyarakat bangsa itu tentulah
semakin banyak pula keinginan dan tuntutan-tuntutannya. Pada gilirannya
semakin banyak masalah-masalah (issue) yang timbul sehingga memerlukan
penyelesaian dan pemenuhan. Hal itu berarti akan makin banyak pula kebijakan-
kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan. Kebijakan pemerintah itu haruslah
selalu dilandaskan pada Asas Pancasila, terutama sekali pada nilai-nilai pokok
yang dicantumkan pada pembukaan UUD 1945, ialah kemerdekaan, perdamaian
dan keadilan. Berdasarkan tiga nilai luhur itulah kepentingan masyarakat (public
interest) dapat terpenuhi dengan diambilnya kebijaksanaan pemerintah, sehingga
kesejahteraan lahiriyah (jasmani) dan kesejahteraan bathiniah (rohaniyah) dapat
terwujud (Soenarko, 2003:46).
Universitas Sumatera Utara
55
Pemerintah sebagai pelaku kebijakan publik, perlu sekali memperhatikan
tuntutan masyarakat (public demand) dalam proses politik sesuai dengan asas
demokrasi Pancasila. Dengan demikian bukannya hanya hasil yang baik saja yang
menjadi jangkauan kebijakan, akan tetapi juga proses kegiatan-kegiatan untuk
tercapainya tujuan itu perlu mendapat perhatian dalam mempersiapkannya.
Dimock mengatakan bahwa di dalam masyarakat yang merdeka, maka
kepentingan-kepentingan yang tidak melanggar hukum adalah bebas bersaing
untuk maju, sedangkan tugas utama dari pemerintah adalah membantu pihak yang
satu dan lainnya atau memadukan diantara kepentingan-kepentingan itu,
semuanya didasarkan pada terciptanya kepentingan masyarakat, yaitu
meningkatkan ketertiban dan keamanan, kemantapan kehidupan ekonomi dan
kemajuan rakyat (Soenarko, 2003:100).
Adapun tujuan dari peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup :
(Suharto, 2005)
a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan
jaminan sosial segenap lapisan masyarakat
b. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan
ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung tinggi harga diri dan
martabat masyarakat/kemanusiaan.
c. Penyempurnaan kebebasan melalaui perluasan aksesibilitas dan pilihan-
pilihan kesempatan sesuai aspirasi, kemampuan dan standar
kemanusiaan/kemasyarakatan.
I.6 Definisi Konsep
Universitas Sumatera Utara
56
Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Tujuannya adalah untuk
memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari
variabel yang diteliti. Oleh karena itu untuk mendapatkan batasan yang jelas dari
masing-masing konsep yang akan diteliti maka penulis mengemukakan definisi
konsep seperti dibawah ini, yaitu:
1. Implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun
swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
2. Program Raskin (program penyaluran beras untuk keluarga miskin) adalah
sebuah program dari pemerintah. Program tersebut adalah sebuah upaya
untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai
bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan
memberikan perlindungan sosial beras murah.
3. Kesejahteraan masyarakat adalah terpenuhinya segala kebutuhan hidup,
khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan.
I.7 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama
(Singarimbun, 1989:46-47). Dari informasi tersebut, peneliti akan mengetahui
bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dapat dilakukan dan dengan
Universitas Sumatera Utara
57
demikian peneliti dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan
dilakukan atau diperlukan prosedur yang jelas.
Adapun yang menjadi indikator dari implementasi Program Raskin adalah:
1) Standar dan Sasaran Kebijakan meliputi:
a. Tingkat kesesuaian data RTS (Rumah Tangga Sasaran) penerima
raskin sesuai dengan daftar penerima manfaat yang dikeluarkan BPS
b. Tingkat kesesuaian jumlah raskin yang diterima RTS berdasarkan
pedoman umum raskin yakni sebesar 15Kg/RTM/Bulan selama 12
bulan
c. Tingkat kesesuaian harga tebus raskin oleh RTM berdasarkan standar
pedoman umun Raskin yakni Rp. 1600,-
d. Kelayakan Beras Raskin untuk dikonsumsi
2) Sumber Daya, yaitu meliput i:
a. Sumber daya manusia yaitu kemampuan para pengelola Program
Raskin untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
b. Sumber daya finansial yaitu merupakan dana yang disediakan
pemerintah untuk pengadaan Raskin dan ketersediaan dana dari
masyarakat penerima manfat itu sendiri untuk menebus Beras Raskin
ini.
3) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas yaitu meliputi
sosialisasi internal (pelaksana/pengelola Program Raskin), dan sosialisasi
eksternal (masyarakat penerima raskin), serta koordinasi antara instansi
terkait.
Universitas Sumatera Utara
58
4) Disposisi yakni karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti
kejujuran, kemauan dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Dan yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat adalah:
1) Kemampuan yang berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan saat ini.
2) Adanya jaminan keamanan dalam pemenuhan kebutuhan, terutama
pemenuhan pangan.
I.8 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi
operasional, sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Berisikan metode penelitian, lokasi penelitian, populasi, sampel,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, batas
wilayah, penduduk, sosial budaya, serta hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Berisikan penyajian data dari jawaban responden yang diperoleh
dari lapangan dan menganalisisnya.
BAB V : ANALISA DATA
Berisikan analisa data dari jawaban responden yang diperoleh dari
lapangan dan menganalisisnya.
Universitas Sumatera Utara