Post on 31-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Cerebral Palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak
progresif, oleh karena kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf
pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya. Manifestasi dari
gangguan motorik dan postur tubuh dapat beruba spastisitas, rigiditas, atakisa,
tremor, atonik/hipotonik, tidak adanya refleks primitif (pada fase awal) atau
refleks primitif yang menetap (fase lanjut), dikinesia (sulit melakukan gerakan
volunter). Gejala-gejala tersebut dapat timbul sendiri-sendiri ataupun kombinasi,
selain itu gejala-gejala tersebut akan muncul pada beberapa tahun pertama
kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia
selanjutnya. Usia terdiagnosa biasanya diatas 1 tahun sehingga anak gagal
mencapai perkembangan yang semestinya.
Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab.
Cerebral Palsy merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan,
tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Penyebab Cerebral Palsy dapat
dibagi menjadi tiga periode yaitu pranatal, perinatal dan postnatal. Untuk
menentukan penyebab Cerebral Palsy, harus digali mengenai bentuk Cerebral
Palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit.
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi
kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit
kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan
kapasitasnya. Rehabilitasi medik dalam ilmu kedokteran adalah suatu disiplin
ilmu yang berperan dalam pemulihan gangguan fungsi baik secara fisik, psikologi,
edukasi dan sosial. Dalam penatalaksanaan Cerebral Palsy, dibutuhkan
keterlibatan rehabilitasi medik karena tujuan dari terapi pasien Cerebral Palsy
adalah untuk mambantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan
mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan, sehingga
1
diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain
atau dengan sedikit bantuan.
BAB II
STATUS PENDERITA
I. Identifikasi
Nama : Dirly Saputra
Umur : 1 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Seberang Ulu, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2013
II. Anamnesis
Alloanamnesis: Ibu pasien
a) Keluhan Utama
Belum bisa duduk, merangkak, berjalan dan berbicara.
b) Riwayat Perjalanan Penyakit
± 15 bulan SMRS, anak menjalani operasi “usus melilit” di RS
Swasta. 1 hari setelah operasi, anak mengalami demam tinggi, batuk (-),
pilek (-). Anak lalu mengalami kejang. Kejang sebanyak 1 kali, selama
± 15 menit, kejang tonik umum. Post ictal anak tidak sadar. Anak lalu
dirujuk ke RSMH dan dirawat di ICU selama 10 hari.
Setelah kejang sampai sekarang, anak mengalami keterlambatan
perkembangan. Saat ini anak belum bisa duduk, berjalan, dan berbicara.
Anak dibawa ke dokter spesialis bagian neurologi dan didiagnosis
menderita Cerebral Palsi. Anak lalu dibawa ke RSMH untuk menjalani
terapi guna memaksimalkan fungsi motorik.
2
c) Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat pernah menderita ileus paralitik pada umur 7 bulan
Riwayat pernah kejang sebelumnya (+)
Riwayat pernah trauma sebelumnya (-)
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
e) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Aterm, G3P2A0
Persentasi : Kepala
Cara persalinan : Spontan (pervaginam), langsung menangis
KPSW : Tidak ada
Riwayat demam dalam kehamilan : Tidak ada
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : Tidak ada
Ditolong oleh : Dokter
APGAR Score : Ibu tidak tahu
Keadaan bayi saat lahir
Jenis kelamin : Perempuan
Kelahiran : Tunggal
BB : 3000 kg
PB : 47 cm
f) Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi Pertama : 6 bulan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 7 bulan
3
Duduk : Belum bisa
Berdiri : Belum bisa
Berjalan : Belum bisa
Berbicara : Belum bisa
Kesan: perkembangan belum sesuai dengan umur
g) Riwayat Imunisasi
BCG : (+)
DPT : DPT 1, 2, 3 (+)
Polio : Polio 1,2, 3 (+)
Hepatitis B : Hep B 0,1,2 (+)
Campak : (-)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur
h) Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak dari Tn.M, berusia 35 tahun, pendidikan
terakhir S1 yang bekerja sebagai PNS. Ibu penderita berusia 32 tahun
dengan pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Penghasilan per bulan ± Rp. 2 juta.
III. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan / Berat Badan : 80 cm/12 kg
Cara berjalan / Gait : belum dapat dinilai
Antalgik gait : belum dapat dinilai
Hemiparese gait : belum dapat dinilai
Steppage gait : belum dapat dinilai
Parkinson gait : belum dapat dinilai
Tredelenberg gait : belum dapat dinilai
4
Waddle gait : belum dapat dinilai
Lain-lain : -
Bahasa / bicara
Komunikasi verbal : Tidak baik
Komunikasi nonverbal : Tidak baik
Tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Kulit : Anemis (-), eritema (-), ulkus
dekubitus (-)
Status Psikis
Sikap : Kurang kooperatif
Orientasi : Tidak baik
Ekspresi wajah : Datar
Perhatian : Kurang baik
B. Saraf -saraf otak
Nervus Kanan Kiri
N.Olfaktorius belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Opticus belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Occulomotorius belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Trochlearis belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Trigeminus belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Abducens belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Fascialis belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Vestibularis belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Glossopharyngeus belum bisa dinilai belum bisa dinilai
5
N.Vagus belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Accesorius belum bisa dinilai belum bisa dinilai
N.Hypoglosus belum bisa dinilai belum bisa dinilai
C. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normocephali
Posisi :
- Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
strabismus (-), exoftalmus (-)
- Hidung : deviasi septum (-)
- Telinga : serumen (-)
- Mulut : normal
- Wajah : normal
Gerakan abnormal : (-)
D. Leher
Inspeksi : dinamis, simetris, posisi trakea normal, pembesaran KGB
(-), kontrol terhadap kepala tidak baik
Palpasi : JVP tidak meningkat, kaku kuduk (-)
Luas Gerak Sendi
Ante / retrofleksi (n 65/50) : Tidak bisa dinilai
Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : Tidak bisa dinilai
Rotasi (D/S) (n 45/45) : Tidak bisa dinilai
Test provokasi
Lhermitte test / Spurling : Tidak bisa dinilai
Test Valsalva : Tidak bisa dinilai
Distraksi test : Tidak bisa dinilai
Test Nafziger : Tidak bisa dinilai
E. Thorak
6
Bentuk : Normal
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Tidak dilakukan
Paru- paru
- Inspeksi : simetris statis dan dinamis
- Palpasi : tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tak teraba
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : suara jantung normal, murmur (-), gallop (-)
F. Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
G. Trunkus
Inspeksi : Simetris
- Deformitas : (-)
- Lordosis : (-)
- Scoliosis : (-)
- Gibbus : (-)
- Hairy spot : (-)
- Pelvic Tilt : (-)
Palpasi :
-Spasme otot-otot para vertebrae : (-)
7
-Nyeri tekan : tidak bisa dinilai
Luas gerak sendi lumbosakral
-Ante /retro fleksi (95/35) : tidak bisa dinilai
-Laterofleksi (D/S) (40/40) : tidak bisa dinilai
-Rotasi (D/S) (35/35) : tidak bisa dinilai
Test provokasi
- Valsava test : tidak bisa dinilai
- Laseque : tidak bisa dinilai
- Test Baragard dan Sicard : tidak bisa dinilai
- Nafziger test : tidak bisa dinilai
- Test SLR : tidak bisa dinilai
- Test: O’Connell : tidak bisa dinilai
- FNST : tidak bisa dinilai
- Test Patrick : tidak bisa dinilai
- Test Kontra Patrick : tidak bisa dinilai
- Test Gaenslen : tidak bisa dinilai
- Test Thomas : tidak bisa dinilai
- Test Ober’s : tidak bisa dinilai
- Nachalas knee flexion test : tidak bisa dinilai
- Mc.Bride sitting test : tidak bisa dinilai
- Yeoman’s hyprextension : tidak bisa dinilai
- Mc.Bridge toe to mouth sitting test : tidak bisa dinilai
- Test Schober : tidak bisa dinilai
H. Anggota Gerak Atas
kanan kiri
Inspeksi
Deformitas : (-) (-)
8
Edema : (-) (-)
Tremor : (-) (-)
Neurologi
Motorik Dextra
Sinistra
Gerakan kurang kurang
Kekuatan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
- Abduksi lengan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
- Fleksi siku tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
- Ekstensi siku tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
- Ekstensi wrist tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
- Fleksi jari tangan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
- Abduksi jari tangan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Tonus meningkat meningkat
Tropi eutropi eutropi
Refleks Fisiologis
- Refleks tendon biseps meningkat meningkat
- Refleks tendon triseps meningkat meningkat
Refleks Patologis
- Hoffman (-) (-)
- Tromner (-) (-)
Sensorik
Protopatik : Sulit dinilai Sulit dinilai
Proprioseptik : Sulit dinilai Sulit dinilai
Vegetatif normal normal
Penilaian fungsi tangan kanan kiri
Anatomical Sulit dinilai Sulit dinilai
9
Grips Sulit
dinilai Sulit dinilai
Spread Sulit dinilai Sulit dinilai
Palmar abduct Sulit dinilai Sulit dinilai
Pinch Sulit dinilai Sulit dinilai
Luas Gerak Sendi
Luas Gerak
Sendi
Aktif
Dextra
Pasif
Dextra
Aktif
Sinistra
Pasif
Sinistra
Abduksi Bahu Sulit dinilai 0-180° Sulit dinilai 0-180°
Adduksi Bahu Sulit dinilai 180°-0 Sulit dinilai 180°-0
Fleksi Bahu Sulit dinilai 0-180° Sulit dinilai 0-180°
Ekstensi Bahu Sulit dinilai 0-60° Sulit dinilai 0-60°
Endorotasi
Bahu
Sulit dinilai 90°-0 Sulit dinilai 90°-0
Eksorotasi
Bahu
Sulit dinilai 0-90° Sulit dinilai 0-90°
Fleksi Siku Sulit dinilai 0-150° Sulit dinilai 0-150°
Ekstensi Siku Sulit dinilai 150°-0 Sulit dinilai 150°-0
Ekstensi
pergelangan
tangan
Sulit dinilai 0-70° Sulit dinilai 0-70°
Fleksi
pergelangan
tangan
Sulit dinilai 0-80° Sulit dinilai 0-80°
Pronasi Sulit dinilai 0-90° Sulit dinilai 0-90°
Supinasi Sulit dinilai 0-90° Sulit dinilai 0-90°
Test Provokasi : tidak bisa dinilai
10
Anggota Gerak Bawah
Inspeksi kanan kiri
Deformitas : (-) (-)
Edema : (-) (-)
Tremor : (-) (-)
Palpasi
Nyeri tekan : (-) (-)
Diskrepansi : (-) (-)
Neurologi
Motorik Kanan Kiri
Gerakan kurang kurang
Kekuatan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Fleksi paha tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ekstensi paha tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Ekstensi lutut tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Fleksi lutut tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Dorsofleksi pergelangan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
kaki
Dorsofleksi ibu jari kaki tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Plantar fleksi pergelangan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Tonus meningkat meningkat
Tropi eutropi eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella meningkat meningkat
Refleks tendo achilles meningkat meningkat
Refleks patologi
Babinsky positif positif
11
Sensorik
Protopatik : Sulit dinilai
Proprioseptik : Sulit dinilai
Vegetatif : tidak ada kelainan
Luas gerak sendi
Luas Gerak
Sendi
Aktif
Dextra
Pasif
Dextra
Aktif
Sinistra
Pasif
Sinistra
Abduksi Paha Sulit dinilai 0-90° Sulit dinilai 0-90°
Adduksi Paha Sulit dinilai 0o-10o-15o Sulit dinilai 0o-10o-15o
Fleksi Paha Sulit dinilai 0-45° Sulit dinilai 0-45°
Ekstensi Paha Sulit dinilai 45°-0 Sulit dinilai 45°-0
Fleksi Lutut Sulit dinilai 0-135° Sulit dinilai 0-135°
Ekstensi
Lutut
Sulit dinilai 0-120° Sulit dinilai 0-120°
Dorsofleksi
Pergelangan
Kaki
Sulit dinilai 0-20° Sulit dinilai 0-20°
Plantar fleksi
Pergelangan
Kaki
Sulit dinilai 0-50° 0-50° 0-50°
Inversi Kaki Normal Normal Normal Normal
Eversi Kaki Normal Normal Normal Normal
Test Provokasi sendi lutut kanan kiri
Stres test tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Drawer’s test tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
12
Test Tunel pada sendi lutut tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
Test Homan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai
III. Pemeriksaan- pemeriksaan lainnya
Bowel test / Bladder test
- Sensorik peri anal : tidak dilakukan
- Motorik sphincter ani eksternus : tidak dilakukan
- BCR (Bulbocavernosis Refleks) : tidak dilakukan
Fungsi luhur
- Afasia : ada
- Apraksia : tidak ada
- Agrafia : tidak ada
- Alexia : tidak ada
IV. Rencana Pemeriksaan
- CT Scan kepala
- Pemeriksaan EEG
- MRI kepala
V. Resume
Anamnesis :
Penderita ingin mendapatkan pelayanan rehabilitasi medik dengan
keluhan utama belum bisa duduk, merangkak, berjalan dan berbicara.
Riwayat perjalanan penyakit :
± 15 bulan SMRS, anak menjalani operasi “usus melilit” di RS
Swasta. 1 hari setelah operasi, anak mengalami demam tinggi, batuk (-),
pilek (-). Anak lalu mengalami kejang. Kejang sebanyak 1 kali, selama
± 15 menit, kejang tonik umum. Post ictal anak tidak sadar. Anak lalu
dirujuk ke RSMH dan dirawat di ICU selama 10 hari.
13
Setelah kejang sampai sekarang, anak mengalami keterlambatan
perkembangan. Saat ini anak belum bisa duduk, berjalan, dan berbicara.
Anak dibawa ke dokter spesialis bagian neurologi dan didiagnosis
menderita Cerebral Palsi. Anak lalu dibawa ke RSMH untuk menjalani
terapi memaksimalkan fungsi motorik.
Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik umum, anak tampak sakit sedang. Anak
terlihat belum bisa berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungan
sekitar baik verbal maupun non verbal. Sikap anak terlihat kurang
kooperatif, ekspresi wajah datar dan perhatian anak kurang baik. Dari
inspeksi didapatkan kontrol leher anak terhadap kepala tidak baik. Pada
pemeriksaan fisik neurologi, dari pemeriksaan motorik didapatkan pada
kedua ekstremitas adanya gerakan yang kurang aktif, kekuatan yang
tidak bisa dinilai, tonus yang meningkat, dan refleks fisiologis pada
kedua lengan dan tungkai juga meningkat serta pada kedua tungkai
didapatkan refleks babinski positif.
Pemeriksaan Penunjang :
Rencana pemeriksaan yang dapat dilakukan untun membantu
menegakkan diagnosis adalah dengan melakukan CT Scan,
pemeriksaan EEG dan MRI kepala.
VI. Diagnosa Klinis
Diplegia spastik et causa Cerebal Palsy
VII. Program Rehabilitasi Medik
Fisioterapi
Terapi panas : IRR ekstremitas kanan dan kiri
Terapi Latihan : ROM exercise (aktif dan pasif) dan latihan Bobath
(untuk melatih postural yang normal dan keseimbangan)
14
Okupasi terapi
ADL exercise:
- Latihan keseimbangan: dimulai dengan keseimbangan saat duduk,
berdiri, dan saat berjalan
- Saat pasien sudah dapat berjalan dengan seimbang. Penderita
diperkenalkan dengan program ADL, seperti latihan mobilisasi (latihan
berpindah tempat dari tempat tidur menuju ke kursi), latihan fungsi
tangan untuk gerakan motorik halus dan koordinasi (latihan tata cara
makan, memakai baju, dll)
Terapi wicara:
Gangguan bicara dapat berupa disfonia, disritmia, disatria, disfasia dan
bentuk campuran. Terapi wicara dilakukan oleh ahli terapi wicara.
Edukasi:
Memberikan informasi umum untuk keluarga, yaitu dengan
menginformasikan kepada keluarga untuk senantiasa melatih anak
dengan teratur dan penuh kasih sayang agar anak lebih cepat mandiri.
Keluarga atau orang tua diajarkan untuk menggerakkan sendi secara
penuh setiap hari sekitar 3 kali per sendi tanpa disertai dengan gerakan
paksaan. Hal ini untuk memelihara jarak gerak sendi anak dan untuk
mencegah kekakuan.
VIII. Terapi Medikamentosa
Pada kasus ini, tidak diberikan obat antispastisitas seperti diazepam,
karena anak akan tidur terus, sehingga tidak dapat dilatih.
IX. Prognosa
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
15
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Cerebral palsy adalah suatu kerusakaan yang permanent, tetapi bukan
berarti tidak mengalami perubahan sama sekali pada postur gerakan yang
terjadi karena kerusakan otak non progresif (tidak berkelanjutan), disebabkan
oleh faktor bawaan, masalah selama kandungan, proses kelahiran, dan masa
bayi atau sekitar dua tahun pertama kehidupan anak.
Secara definisi dapat diartikan kata cerebral itu sendiri adalah otak,
sedangkan palsy adalah kelumpuhan, kelemahan, atau kurangnya
pengendalian otot dalam setiap pergerakan atau bahkan tidak terkontrol.
Kerusakan otak tersebut mempengaruhi sistem dan penyebab anak
mempunyai koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk, pola-pola
gerakan yang abnormal atau kombinasi dari karakter-karakter tersebut.
Kelainan yang muncul tergantung luasnya kerusakan otak yang dialami anak,
letak kerusakan di otak dan seberapa cepat penanganannya yang diberikan,
kerusakan yang dialami biasanya tidak akan bertambah parah, namun dengan
bertambahnya usia maka kemampuan anak yang dimilki dapat terlihat
semakin tertinggal.
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak
progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik
pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai
pertumbuhannya. Cerebaral palsy merupakan gangguan pada otak yang
bersifat non progresif. Gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau
gangguan perkembangan pada otak Cerebaral palsy adalah akibat dari lesi
atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat
bayi lahir terlalu dini (prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola
abnormal dari postur dan gerakan (Abduerrachman, dkk, 2002).
17
3.2. Etiologi
Cerebral palsy dapat disebabkan oleh cedera otak yang terjadi pada saat:
1. Bayi masih berada dalam kandungan
2. Proses persalinan berlangsung
3. Bayi baru lahir
4. Anak berumur kurang dari 5 tahun.
Penyebabnya tidak diketahui, 10-15% kasus terjadi akibat cedera lahir dan
berkurangnya aliran darah ke otak sebelum, selama dan segera setelah bayi
lahir. Bayi prematur sangat rentan terhadap CP, kemungkinan karena
pembuluh darah ke otak belum berkembang secara sempurna dan mudah
mengalami perdarahan atau karena tidak dapat mengalirkan oksigen dalam
jumlah yang memadai ke otak.
Cedera otak bisa disebabkan oleh:
1. Kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah (sering ditemukan pada bayi
baru lahir), bisa menyebabkan kernikterus dan kerusakan otak
2. Penyakit berat pada tahun pertama kehidupan bayi (misalnya ensefalitis,
meningitis, sepsis, trauma dan dehidrasi berat)
3. Cedera kepala karena hematom subdural
4. Cedera pembuluh darah
Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinatal dan
post natal.
a. Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal diantaranya:
1) Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan
kromosom.
2) Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.
3) Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak Jerman,
Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis
4) Radiasi saat masih dalam kandungan
18
5) Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia
maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan
lain–lain).
6) Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok
dan alkohol.
7) Induksi konsepsi.
8) Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat
melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan
kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).
9) Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan
yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang
kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–
kejangataukonvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia
pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas.
Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan
otak pada janin.
10) Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal
pada salah satu bayi kembar
b. Perinatal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP,
antara lain:
1) Brain injury
Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat mengakibatkan:
a. Anoksia/hipoksia
Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen,
yang dapat terjadi pada saat kelahiran bayi abnormal, disproporsi
sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah
caesar.
19
b. Perdarahan otak
Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya
pada proses kelahiran dengan mengunakan bantuan instrumen tertentu.
Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang
subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan
spastik.
2) Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.
3) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.
4) Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran.
c. Post natal
Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut pada
otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah.
3.3. Patofisiologi
Kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangan
menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral
ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat
menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–24 sampai ke–34
menyebabkan periventricular leucomalacia atau PVL dan antara minggu
ke–34 sampai ke-40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury.
Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai
faktor saat terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi
aliran darah ke otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia
20
jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi. Kelainan tergantung pada
berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat
tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang menyeluruh. Pada
keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular
substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea
korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat
yang terkena.
Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur
seperti imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu
bukti yang menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang
signifikan terhadap kejadian cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi
sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi terjadinya
hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat
menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau periventricular
leucomalacia, yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.
Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi
otak dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas dari
arterycerebral mayor, yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik
quadriplegia. Ganglia basal juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini,
yang selanjutnya menyebabkan terjadinya koreoathetoid atau distonik.
Kerusakan vaskular yang terjadi pada saat perawatan seringkali terjadi
dalam distribusi artery cerebral bagian tengah, yang menyebabkan
terjadinya fenotip spastik hemiplegia.
Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan
terjadi, dan kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam
perkembangan otak janin. Autoregulasi peredaran darah cerebral pada
neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia perinatal, yang dapat
menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya kerusakan
yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor
metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan synaps.
21
Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa
kehamilan, area periventricular white matter yang dekat dengan lateral
ventricles sangat rentan terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber
yang bertanggungjawab terhadap kontrol motorik dan tonus otot pada kaki,
cedera dapat menyebabkan spastik diplegia.Saat lesi yang lebih besar
menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat
melibatkan centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat
menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.
3.4. Manifestasi Klinis
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus
yang berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Gejalanya
bervariasi, mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan
yang berat, yang menyebabkan perubahan bentuk lengan dan tungkai
sehingga anak harus memakai kursi roda.
Cerebral palsy dibagi menjadi 4 kelompok:
a. Tipe Spastik (50% dari semua kasus CP)
Otot-otot menjadi kaku dan lemah. Kekakuan yang terjadi bisa berupa:
1) Kuadriplegia (kedua lengan dan kedua tungkai)
2) Diplegia (kedua tungkai)
3) Hemiplegia (lengan dan tungkai pada satu sisi tubuh)
Spastic cerebral palsy merujuk pada kondisi dimana tonus otot
meningkat, menyebabkan postur yang kaku pada satu atau lebih anggota-
anggota tubuh.. Kekejangan menjurus pada keterbatasan penggunaan dari
anggota tubuh yang terlibat, sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk mengkoordinasi gerakan-gerakan. Seringkali kekejangan terjadi pada
satu sisi tubuh (hemiparesis), namun ia juga dapat mempengaruhi keempat
anggota-anggota tubuh (quadriparesis) atau dibatasi pada kedua tungkai-
tungkai (spastic diplegia). Jika kondisi terjadi pada kedua tungkai-tungkai,
os seringkali mempunyai postur gunting, dimana tungkai-tungkai meluas dan
menyilang.
22
Diluar tonus otot yang meningkat ada juga refleks-refleks tendon dalam
yang meningkat, koordinasi motor yang halus dan kasar yang terganggu,
kelemahan otot, dan kelelahan diantara persoalan-persoalan lain.
Kekejangan seringkali adalah akibat dari kerusakan pada area putih
otak, namun ia juga dapat disebabkan oleh kerusakan pada area abu-abu.
Derajat kekejangan dapat bervariasi, mencakup dari ringan sampai parah.
Anak-anak yang dipengaruhi secara ringan mungkin mengalami sedikit
keterbatasan-keterbatasan dari fungsi mereka sementara anak-anak yang
dipengaruhi secara parah mungkin mempunyai sedikit penggunaan sampai
penggunaan tidak berarti dari anggota-anggota tubuh yang terpengaruh.
Kekejangan, jika tidak dirawat secara benar, dapat berakibat pada
contractures, yang adalah keterbatasan-keterbatasan yang permanen pada
kemampuan dari gerakan sendi. Contractures dapat menjadi keterbatasan
yang sangat besar pada perawatan dari anak-anak dengan cerebral palsy.
Kekejangan (spasticity) dapat juga sangat menyakitkan, yang memerlukan
obat untuk mengendurkan tone otot.
Proses-proses dasar yang sama yang mempengaruhi kekejangan dari
anggota-anggota tubuh dapat juga berakibat pada kelainan-kelainan dari
gerakan dan tone otot pada sistim-sistim tubuh yang lain. Pada otot-otot dari
kepala dan muka, contohnya, cerebral palsy dapat secara besar membatasi
koordinasi dan produksi kemampuan bicara, bahkan jika anak itu secara
sempurna mampu mengerti pembicaraan. Juga ada keterbatasan-keterbatasan
dari mengunyah, menelan, dan gerakan-gerakan muka dan mata. Gejala-
gejala ini dapat terutama mengganggu untuk anak-anak yang terpengaruh dan
keluarga-keluarga mereka.
Banyak pasien-pasien dengan spastic cerebral palsy tidak dapat
mengontrol pengeluaran urin mereka. Ketidakmampuan ini bukan disebabkan
oleh persoalan-persoalan pada pemikiran namun disebabkan oleh refleks-
refleks yang meningkat dari kantong kemih. Ketika kantong kemih terisi pada
anak-anak ini, ia seperti mengetuk padanya dengan martil (palu) refleks, jadi
membuatnya berkontraksi dengan penuh semangat daripada normal dan
23
menyebabkan tumpahnya urin. Incontinence (tidak dapat menahan kencing)
ini dapat sangat memalukan, terutama pada anak yang secara kognitif utuh.
b. Tipe Diskinetik (Koreoatetoid, 20% dari semua kasus CP)
Otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan,
menggeliat dan tak terkendali; tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan
mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk,
gerakan akan menghilang jika anak tidur.
Choreoathetoid cerebral palsy berhubungan dengan gerakan-gerakan
yang abnormal, tidak terkontrol, menggeliat dari lengan-lengan dan/atau
tungkai-tungkai. Berbeda dari spastic cerebral palsy, orang-orang dengan
choreoathetoid cerebral palsy mempunyai beragam tonus otot seringkali
dengan tonus otot yang berkurang (hypotonia). Kontraktur dari anggota-
anggota tubuh jarang terjadi. Gerakan-gerakan yang abnormal sering
dicetuskan oleh stres, serta oleh reaksi-reaksi emosi yang normal seperti
tertawa. Segala usaha untuk melakukan gerakan-gerakan yang sukarela,
misalnya menjulurkan lengan dalam usaha untuk menjangkau obyek mungkin
berakibat pada banyak gerakan-gerakan yang tidak sukarela pada lengan-
lengan, tungkai-tungkai, batang tubuh, dan bahkan muka. Ada tipe-tipe yang
berbeda dari gerakan-gerakan yang abnormal. Dua dari yang paling umum
adalah penyakit gerakan choreoathetotic dengan kontraksi-kontraksi yang
cepat, tidak teratur, tidak dapat diprediksi dari individu atau kelompok-
kelompok otot kecil dan dystonia dengan postur abnormal yang gigih namun
tidak permanen dari beberapa bagian-bagian tubuh (lengan-lengan, tungkai-
tungkai, batang tubuh) yang disebabkan oleh kontraksi-kontraksi otot yang
abnormal. Penyakit dystonic juga mempengaruhi otot dari ekspresi
(ungkapan) muka, menelan, deglutition dan kemampuan bicara, berakibat
pada kekurangan-kekurangan fungsional yang parah.
Lebih jauh, gerakan-gerakan serupa pada latihan yang konstan, dengan
demikian menyebabkan anak yang terpengaruh untuk memetabolisme jumlah
yang besar dari kalori-kalori. Choreoathetoid cerebral palsy seringkali
24
berhubungan dengan kerusakan pada sturktur-struktur otak yang khusus yang
terlibat dalam kontrol gerakan -- basal ganglia. Seperti spastic cerebral palsy,
derajat dari keparahan gejala bervariasi, dari yang ringan sampai yang berat.
c. Tipe Ataksik, (10% dari semua kasus CP)
Terdiri dari tremor, langkah yang goyah dengan kedua tungkai terpisah
jauh, gangguan koordinasi dan gerakan abnormal.
d. Tipe Campuran (20% dari semua kasus CP)
Merupakan gabungan dari 2 jenis diatas, yang sering ditemukan adalah
gabungan dari tipe spastik dan koreoatetoid.
Banyak (kemungkinan kebanyakan) anak-anak dengan cerebral palsy
mempunyai banyak gejala-gejala dengan kombinasi-kombinasi dari beragam
bentuk cerebral palsy. Contohnya, anak-anak dengan spastic cerebral palsy
sering berlanjut menjadi head lag, yang merupakan gejala hypotonia. Anak-
anak dengan choreoathetoid atau hypotonic cerebral palsy seringkali
mempunyai refleks-refleks tendon dalam yang meningkat, yang
menyebabkan kekejangan (spasticity).
Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:
1. Kecerdasan di bawah normal
2. Keterbelakangan mental
3. Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)
4. Gangguan menghisap atau makan
5. Pernafasan yang tidak teratur
6. Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai
sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)
7. Gangguan berbicara (disartria)
8. Gangguan penglihatan
9. Gangguan pendengaran
10. Kontraktur persendian dan gerakan menjadi terbatas
25
3.5. Pengobatan
Cerebral palsy tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang
berlangsung seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak
bisa hidup semandiri mungkin. Pengobatan yang dilakukan biasanya
tergantung kepada gejala dan bisa berupa:
1. terapi fisik
2. braces (penyangga)
3. kaca mata
4. alat bantu dengar
5. pendidikan dan sekolah khusus
6. obat anti-kejang
7. obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan)
8. terapi okupasional
9. bedah ortopedik
10. terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu
mengatasi masalah makan
11. perawatan (untuk kasus yang berat)
Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak
dengan cerebral palsy yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah
biasa. Anak lainnya memerlukan terapi fisik yang luas, pendidikan khusus
dan selalu memerlukan bantuan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang
semakin memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu dilakukan
pembedahan. Pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang
makanan dan untuk mengendalikan refluks gastroesofageal.
3.6. Prognosis
Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral
palsy seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek
patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional.
26
Anak dengan hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun,
kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya
tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa
disebabkan adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan
gangguan motorik halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe
diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering
tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu. Aktifitas tangan
biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak dengan tipe
kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan,
biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering
didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas.
Keterlibatan otot-otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada
tipe ini (Steven et all, 2004).
Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar
berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic
neck reflex, extensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak
dapat belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur
4 tahun akan belajar berjalan (Steven et all, 2004).
Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan
hidup. Pada umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30
tahun angka kematian sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30
tahun pada gangguan motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan
gangguan penglihatan berat 38%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding
gangguan yang ringan atau sedang.
Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy
bervariasi seperti sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan
tradisional, pekerja pendukung. Hasil penelitian menunjukkan adanya
prediktor sukses atau tidak suksesnya bekerja pada penderita Cerebral Palsy.
Dimana yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat
melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai
27
normal dan dapat menggunakan tangan secara normal sampai membutuhkan
bantuan.
3.7. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral Palsy
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi
kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau
penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai
dengan kapasitasnya. Rehabilitasi medik dalam ilmu kedokteran adalah suatu
disiplin ilmu yang berperan dalam pemulihan gangguan fungsi baik secara
fisik, psikologi, edukasi dan sosial.
Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas dan
tingkat keparahan. Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi
satu atau lebih prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil
yang diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien.
Metode tersebut meliputi metode Bobath atau Neuro Development
Treatment(NDT).
a. Konsep Neuro Development Treatment
Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada hubungan antara
normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks postural normal),
yang merupakan suatu mekanisme refleks untuk menjaga postural normal
sebagai dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme refleks postural normal
memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1) normal postural tone, (2)
normal reciprocal innervations, dan (3) variasi gerakan yang mengarah
pada fungsional. Syarat agar mekanisme refleks postural normal dapat
terjadi dengan baik: (1) righting reaction yang meliputi labyrinthine
righting reaction, neck righting reaction, body on body righting reaction,
body on head righting reaction, dan optical righting reaction, (2)
equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan mempertahankan
keseimbangan selama beraktivitas, (3) protective reaction, yang
merupakan gabungan antara righting reaction dengan equilibrium
reaction.
b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau NDT
28
Prinsip dasar teknik metode Neuro Development Treatment atau NDT
meliputi 3 hal:
1. Patterns of movement
Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola
tertentu dan pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level
kortikal bukan kelompok otot tertentu. Pada anak dengan kelainan
sistem saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana
dapat berupa dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak
abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan adanya
kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau
penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan
pergerakan yang minim.
2. Use of handling
Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus,
membangkitkan koordinasi gerak dan postur, pengembangan
ketrampilan, dan adaptasi respon. Dengan demikian anak atau penderita
dibantu dan dituntun untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak
dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.
3. Prerequisites for movement
Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor yang mendasari
atau prerequisites yaitu (1) normal postural tone mutlak diperlukan
agar dapat digunakan untuk melawan gravitasi, (2) normal reciprocal
innervations pada kelompok otot memungkinkan terjadinya aksi
kelompok agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan
seimbang, dan (3) postural fixation mutlak diperlukan sehingga
kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota gerak saat
terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak.
c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment (NDT)
29
Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki teknik-teknik
khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks (Wahyono,
2008). Teknik-teknik tersebut meliputi:
1. Inhibisi
Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang
bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang
abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang abnormal.
Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat
affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal.
2. Fasilitasi
Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural, memelihara dan
mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk memudahkan
gerakan-gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari).
3. Propioceptive Stimulation
Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot
melalui propioseptive dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi
pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh
gaya gravitasi secara otomatis.
4. Key Points of Control (KPoC)
Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh (biasanya terletak di
proksimal) yang digunakan untuk handling normalisasi tonus maupun
menuntun gerak aktif yang normal. Letak Key Points of Control
(KPoC) yang utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang panggul.
5. Movement Sequences and Functional Skill
Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan untuk
menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan keterampilan
fungsional anak
d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development Treatment(NDT)
30
Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT) adalah
menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitasi gerakan
yang normal, serta meningkatkan kemampuan aktivitas pasien.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Anak, Dirly Saputra, usia 10 tahun 10 bulan, ± 15 bulan SMRS anak
menjalani operasi “usus melilit” di RS Swasta. 1 hari setelah operasi, anak
mengalami demam tinggi, batuk (-), pilek (-). Anak lalu mengalami kejang.
Kejang sebanyak 1 kali, selama ± 15 menit, kejang tonik umum. Post ictal anak
tidak sadar. Anak lalu dirujuk ke RSMH dan dirawat di ICU selama 10 hari.
Setelah kejang sampai sekarang, anak mengalami keterlambatan
perkembangan. Saat ini anak belum bisa duduk, berjalan, dan berbicara. Anak
dibawa ke dokter spesialis bagian neurologi dan didiagnosis menderita Cerebral
Palsi. Anak lalu dibawa ke RSMH untuk menjalani terapi guna memaksimalkan
fungsi motorik.
Dari pemeriksaan fisik umum ditemukan anak tampak sakit sedang. Anak
terlihat belum bisa berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungan sekitar baik
verbal maupun non verbal. Sikap anak terlihat kurang kooperatif, ekspresi wajah
datar dan perhatian anak kurang baik. Dari inspeksi didapatkan kontrol leher anak
terhadap kepala tidak baik. Pada pemeriksaan fisik neurologi, dari pemeriksaan
motorik didapatkan pada keempat ekstremitas adanya gerakan yang kurang aktif,
kekuatan yang tidak bisa dinilai, tonus yang meningkat, dan refleks fisiologis
pada kedua lengan dan tungkai juga meningkat serta pada kedua tungkai
didapatkan refleks babinski positif.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa anak ini
mengalami keterlambatan perkembangan motorik, ditemukan gejala-gejala seperti
belum bisa duduk, berdiri dan berjalan yang seharusnya sudah dapat dilakukan
31
oleh anak seusianya, spastisitas, dan refleks primitif yang menetap. Gejala-gejala
ini merupakan gejala yang timbul akibat adanya kerusakan pada sel-sel motorik
susunan saraf pusat yang dikenal dengan Cerebral Palsy.
Penyebab Cerebral Palsy dapat dibagi menjadi 3 periode yaitu prenatal,
perinatal dan postnatal. Pada kasus ini, anak mengalami Cerebral Palsy pada
periode postnatal. Hal ini diketahui dari hasil anamnesis yang menyimpulkan
bahwa tidak terdapat kelainan pada riwayat kehamilan dan kelahiran.
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak
progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya.
Cerebral palsy tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang
berlangsung seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa
hidup semandiri mungkin. Dari segi rehabilitasi medik, pada anak ini dilakukan
IRR ekstremitas kanan dan kiri, terapi latihan dengan ROM exercise baik aktif
maupun pasif, latihan bobath untuk melatih postural yang normal dan seimbang,
okupasi terapi, serta terapi wicara. Terapi-terapi ini dilakukan untuk
memaksimalkan fungsi motorik yang sudah ada.
32
DAFTAR PUSTAKA
Cerebral Palsy Alliance. 2011. Cerebral Palsy. Diunduh dari
https://www.cerebralpalsy.org.au/ , diakses 26 November 2013.
Desy, Vertilia. 2012. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic
quadriplegic. Diunduh dari http://www.slideshare.net/penatalaksanaan-
fisioterapi-pada-kasus-cerebral-palsy-spastic-quadriplegic, diakses 26
November 2013.
Jalalin. 2006. Penuntun Pemeriksaan Fisik dan Fungsional Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi.
National Institutes of Health. 2013. Cerebral Palsy. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000716.htm, diakses 27
November 2013.
Neurological Foundation. 2011. Cerebral Palsy. Diunduh dari
http://www.neurological.org.nz/disorders/cerebral-palsy, diakses 25
November 2013.
NHS. 2012. Cerebral Palsy. Diunduh dari http://www.nhs.uk/conditions/Cerebral-
palsy/Pages/Introduction.aspx, diakses 27 November 2013)
Sukarno. Terapi Latihan Bobath. Terjemahan dari The Western Cerebral Palsy
centre, London. UPF Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak; Palsi Serebralis. Jakarta: EGC.
33