Post on 13-Jan-2016
description
Inflammatory Bowel Disease Jenis Kolitis Ulseratif
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
I. Pendahuluan
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran
cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD
terdiri dari tiga jenis,yaitu Kolitis ulseratif, Penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan keduanya
maka dimasukan dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara garis praktis
membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya
seperti infekis, iskemia dan radiasi.1
Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami
inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam. Kolitis
ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan
pertama dari penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas sehingga untuk
menegakkan diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain dan dengan
pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan biopsi. Serangan pertama kolitis ulseratif
mempunyai gejala prodromal yang lebih lama daripada penyakit infeksi akut. Bukti pendukung
diagnosis kolitis ulseratif adalah ketidak terlibatan usus kecil.
II. Epidemiologi
Inflammatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di Negara-
negara Eropa atau Amerika. Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada
usia muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan dan
laki-laki. Selain adanya perbedaan geografis di atas, tampaknya orang kulit putih lebih banyak
terkena disbanding kulit hitam. IBD cenderung mengenai pada kelompok social tinggi, bukan
perokok, pemakai kontrasepsi oral dan diet rendah serat.1
Halaman | 1
Tidak dapat disangkal bahwa factor genetic memainkan peran penting dengan adanya
kekerapan anak kembar dan adanya keterlibatan familial. Secara umum diperkirakan bahwa
proses patogenis IBD diawali oleh adanya toksin, infeksi, produk bakteri, atau diet intralumen
kolen, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh factor genetic, defek imun,
lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus.1
Belum ada data prevalensi dan insidensi IBD di Indonesia. Bila bertitik tolak pada data
endoskopi di Sub-bagian Gastroenterologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, di 20 kasus
KU dan 10 kasus PC dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi. Data di
masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di rumah sakit, mengingat sarana
endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada studi
prospektif di beberapa rumah sakit di Jakarta pada kasus yang dilakukan kolonoskopi atas
indikasi diare kronik, hematokezia, dan nyeri perut kronik (total 451 kasus), didapatkan KU
sebanyak 5,5 %, PC 2,0 %, dan 2,4 % indeterminate colitis.
III. Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori tentang apa penyebab
kolitis ulseratif sangat banyak, tetapi tidak satupun dapat membuktikan secara benar. Penelitian-
penelitian telah dilakukan dan membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu penyebab dan
efek kumulasi dari penyebab tersebut adalah akar dari keadaan patologis. Penyebabnya meliputi
herediter, faktor genetik, faktor lingkungan, atau gangguan sistem imun.
Kolitis ulseratif biasanya ditemukan pada kelompok usia 20-40 tahun, namun bisa terjadi
pada semua usia. Keluhan utama jarang timbull pertama kali pada usia diatas 65 tahun namun
mortilitasnya lebih tinggi. Saat datang, 30% pasien memiliki penyakit yang terbatas pada rectum,
dan 20% memiliki penyakit yang meluas. Diare intermiten dengan lender dan darah dalam tinja,
disertai demam dan remisi menjadi hamper normal, adalah gejala tersering.2
Ada tiga pola berbeda :2
a. Penyakit kadang-kadang timbul sebagai episode singkat diare ringan tanpa gejala lain
yang tampaknya mereda dengan cepat nemun bisa relaps kapan saja.
Halaman | 2
b. Biasanya, terdapat riwayat keadaan umum yang tidak baik selama berbulan-bulan atau
bertahun- tahun, dengan diare terus menerus-menerus atau intermiten. Dalam kasus ini
penyakit biasanya terbatas pada rectum dan kolon desenden, dan biasanya disebut
proktokolitis. Gejala umum bisa ringan atau berat. Sering timbul komplikasi sekunder.
c. Sekitar seperlima datang dengan episode diare berdarah akut berat dengan gejala
konstitusional berupa demam dan toksemia serta rasa tak enak di perut akibat mengkolon
toksik yang bisa berlanjut menjadi perforasi.2
IV. Patogenesis
Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetic memainkan peranan penting dengan adanya
kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterikatan familial. Teori adanya
peningkatan permiabelitas epitel usus, terdapatnya anti neutrophil cytoplasmic autoantibodies,
peran nitrit oxide dan riwayat infeksi (terutama Mycobacterium paratuberculosis) banyak
dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa yang mencetuskan keadaan tersebut.
Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen
(termasuk permiabelitas epitel usus), dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD.
Secara umum diperkirakan bahwa proses pathogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi,
toksin, produk bakteri atau diet intralumenal kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan
dipengaruhi oleh faktor genetic, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses
inflamasi pada dinding usus.1
Beberapa factor predisposisi terjadinya IBD adalah :3
a. Faktor Genetik
Penderita IBD mempunyai factor predisposisi genetic. Penelitian epidemiologi
menunjukan bahwa 10-20% penderita IBD memiliki riwayat keluarga dengan IBD. Pada
kembar monozigot peluang untuk KU sekitar 6%-17%. Saat ini telah ditemukan beberapa
kelainan kromosom yang berhubungan dengan IBD. Kromosom 16 (gen IBDI) atau gen
CARD15 berhubungan dengan PC. Perinuklear antineutrophil antibody ditemukan 70%
penderita KU.
b. Faktor lingkungan
Halaman | 3
Beberapa agen infeksius diduga sebagai penyebab IBD. Tetapi sampai saat ini belum ada
data mengenai factor transmisi secara epidemic dan indeksius pada IBD. Factor
lingkungan lain yang juga diduga pencetus IBD adalah stress psikososial, factor makanan
seperti pajanan susu sapi, asupan serat kurang, dan zat toksin lingkungan.
c. Faktor imunologi
Pada IBD, setelah pajanan primer oleh antigen, system kekebalan akan mengalami
kelainan regulasi yang bersifat menetap dan mengakibatkan proses inflamasi. Sel Th 1
dan sitokin yang dihasilkan akan merangsang aktivasi magrofag dan pembentukan
granuloma, yang merupakan gambaran histology pada PC. Sebaliknya Th2 menghasilkan
IL-4,IL-5,IL-6, dan IL-10, akan merangsang antibody-mediated immune respons. Hal ini
akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktifasi antibody dan komplemen sering
ditemukan pada KU
d. Integritas Epitel
Kelainan barier epitel mukosa menyebabkan peningkatan pajanan antigen terhadap
system kekebalan usus. Ini di duga menjadi factor inisial pada IBD.3
V. Gambaran klinik
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manidestasi klinis
IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis, uveitis,
pioderma gangrenosum, eritema nodosum, dan kolangitis. Di samping itu tentunya disertai
dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada
seperti gangguan nutrisi. Gtambaran klinis KU relative lebis seragam dibandingkan gambaran
klinis pada PC. Hal ini disebabkan distribusi anatomic saluran cerna yang terlibat pada KU
adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau terjadi pada semua
segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal.1
Tabel 1. Gambaran Klinis IBD1
Colitis Ulseratif Penyakit Chorn
Gejala dan tanda :
o Diare kronik
o Perdarahan per anum
++
++
++
+
Halaman | 4
o Nyeri perut
o Adanya massa intraabdomen
o Terjadinya fistula
o Timbul striktur/stenosis usus
o Keterlibatan usus halus
o Keterlibatan rectum
o Menifestasi ekstraintestinal
o Komplikasi megakolon toksik
+
0
+/-
+
+/-
95%
+
+
++
++
++
++
++
50%
+
+/-
Patologi :
o Lesi bersifat segmental
o Bersifat transmural
o Didapatkan granuloma
o Terjadi proses fibrosis
o Terjadi fistula
0
+/-
0
+
+/-
++
++
50%
++
++
Ket : (++) Sering, (+) Kadang-Kandang, (+/-) Jarang, (0) Tidak
Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi ini dapat
disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan. Dengan sifat perjalanan
klinik IBD yang kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu criteria klinik sebagai gambaran
aktivitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase
remisi.1
Terdapat tiga tipe klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, yan dikaitkan dengan
seringnya gejala. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai dengan awitan mendadak dan disertai
pembentukan terowongan dan pengelupasan mukosa, menyebabkan keilangan banyak darah dan
mukus. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10% penderita.
Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi dengan interval
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin hanya
terdapat sedikit atau tidak ada demam atau gejala- gejala konstitusional, dan biasanya hanya
kolon bagian distal yang terkena. Demam atau gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang
Halaman | 5
lebih berat dan serangan dapat berlangsung selama 3-4 bulan, kadang-kadang digolongkan
sebagai tipe kronik kontinyu, penderita dibandingan dengan tipe intermiten, kolon yang terkena
cenderung lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi terus-menerus diare setelah serangan
permulaan. Pada kolitis ulseratif ringan, diare mungkin ringan dengan perdarahan ringan dan
intermitten. Pada penyakit yang berat defekasi dapat lebih dari 6 kali seharidisertai banyak darah
dan mukus. Kehilangan banyak darah dan mukus yang kronik dapat mengakibatkan anemia dan
hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda
setelah defekasi. Sangat sedikit kematian yang disebabkan penyakit ini tapi dapat menimbulkan
cacat ringan atau berat.
Tabel 2. KriteriaTruelove untuk KU3
Variabel Ringan Berat Fulminan
Diare/hari <4 >6 >10
Feses berdarah Intermiten Sering Selalu
Suhu (°C) Normal >37,5 >37,5°C
Nadi/menit Normal >90 >90
Hemoglobin Noemal <75% normal Perlu transfuse
Laju endap darah >30(mm/jam) >30 (mm/jam) >30 (mm/jam)
Radiografi kolon Udara
edematous,thumbprinting
Dilatasi
Tanda klinik Abdominal tenderness Abdominal
distension and
tenderness
Pada IBD ada manifestasi klinis ekstraintestinal, antara lain:3
a. Tulang : arthritis perifer, ankylosing spondilitis dan sakrolitis
b. Kulit : eritema nodusum, pioderma gangrenosum, kutaneus penyakit crohn
c. Mata : episkleritis, iritis, uveitis
d. Hati : fatty liver, perikolangitis, kolangiokarsinoma, hepatitis kronik
e. Lainnya : autoimun hemolitik anemia, flebitis, emboli paru
Halaman | 6
VI. Pemeriksaan Penunjang
VI.1. Laboratorium
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik sebagai dasar
diagnosis IBD maupun untuk membedakan KU dengan PC. Data laboratorium lebih banyak
berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan dampaknya pada status nutrisi pasien.
Parameter yang banyak dipakai adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi serum untuk
menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai aktivitas inflamasi serta
kadar albumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive protein yang dapat dipakai juga
sebagai parameter aktivitas penyakit.
Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan KU.
Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktifitas penyakit dan dampaknya
pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar Hb, Ht dan besi serum dapat menggambarkan derajat
kehilangan darah leawat saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan C reactive protein yang
positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin mencerminkan status
nutrisinya yang rendah.1
VI.2. Endoskopi
Endoskopi mempunyai peran penting dalam diagnosis maupun penatalaksanaan kasus
IBD. Akurasi diagnostic kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7% hasil
yang meragukan.
Pada dasarnya KU merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan
kontinyu, dimulai dari rectum dan menyebar ke proksimal. Sedangkan PC bersifat transmural,
segmental dan dapat terjadi di saluran cerna bagian atas, usus halus, ataupun kolon.
Dari data kolonoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokasi KU
adalah 80% pada rectum dan rektosigmoid, 12% kolonsebelah kiri dan 8% melibatkan seluruh
kolon (pan-kolitis). Sedangkan PC, 11% terbatas pada ileum terminal, ileo-kolon 33%, dan kolon
56%. Ileo-saekal merupakan predileksi beberapa penyakit yaitu TBC, amebiasis, PC, dan
keganasan. Data di Jakarta memperlihatkan bahwa pada temuan lesi per-kolonoskopik yang
Halaman | 7
terbatas pada ileo-saekal disebabkan oleh 17,6% PC, 23,5% TBC, 17,6% amebiasis, dan 35,4%
colitis infektif.1
Tabel 3. Gambaran Lesi Inflamasi IBD Secara Endokopik1
Colitis ulseratif Penyakit Crohn
Lesi inflamasi (edema, eritema, erosi, dll) :
Bersifat kontinyu
Adanya skip area (adanya mukosa normal
di antara lesi)
Keterlibatan rectum
Lesi mudah berdarah
Mukosa granular
Cobblestoned appearece/pseudo polip
+++
0
+++
+++
+++
+
+
+++
+
+
+
+++
Sifat ulkus :
Terdapat pada mukosa yang inflamasi
Keterlibatan ileum (ada lesi di ileum)
Lesi ulkus berukuran diskrit
Bentuk ulkus :
- Diameter > 1cm
- Dalam
- Bentuk linier (longitudinal)
- Aphloid
+++
0
+
+
+
+
0
+
++++
+++
+++
++
+++
++++
Ket : (++) Sering, (+) Kadang-Kandang, (+/-) Jarang, (0) Tidak
VI.3. Radiologi
Teknik pemeriksan radiologi kontras merupakan pemeriksaan diagnostic pada IBD yang
saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan striktur,
Halaman | 8
fistula, mukosa yang irregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distenbilitas
lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae. Interpretasi radiologi
merupakan kontraindikasi pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik. Foto
polos abdomen secara sederhana dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen
usus yang melebar tanpa material feses di dalamnya. Untuk menilai keterlibatan usus halus
dapat dipakai metode enterocolytis yaitu pemasangan kanul nasogastrik sampai melewati
ligamentum Treitz sehingga barium dapat dialirkan secara kontinyu tanpa terganggu oleh
kontraksi pylorus. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada PC dalam
mendeteksi adanya abses ataupun fistula.1
VI.4. Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostic dari pada specimen
yang diambil secara biopsy per-endoskopik. Terlebih lagi bagi PC yang lesinya bersifat
transmural sehingga tidak dapat dijangkau dengan teknik biopsy per-endoskopik. Gambaran khas
untuk KU adalah adanya abses kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel monoukleus dan
polimorfonuklear di lamina propia. Sedangkan pada PC adanya granuloma tuberkuloid (terdapat
20-40% kasus) merupakan hal yang karakteritik disamping adanya infiltrasi sel makrofag dan
limfosit di lamina propia serta ulserasi yang dalam.
VII. Alur diagnosis1,3
Secara praktis diagnosis IBD didasarkan pada :
Anamnesis yang akurat mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai
eksaserbasi kronik-remisi diare, kadang berdarah, nyeri perut, serta ada riwayat keluarga.
Anamnesis yang lengkap tentang gejala gastrointestinal, gejala sistemik, riwayat
keluarga, gagal tumbuh, adanya keterlambatan perkembangan dan kematangan seksual
serta manifestasi ekstraintestinal.
Gambaran klinik yang sesuai
Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain, terutama untuk
Indonesia, adanya infeksi gastrointestinal. Eksklusi penyakit tuberculosis sangat penting
mengingat gambaran kliniknya mirip dengan PC. Tidak ada parameter yang spesifik
untuk IBD
Halaman | 9
Temuan endoskopik yang karakteristik dan didukung konfirmasi histopatologik
Temuan gambaran radiologic yang khas
Pemantauan perjalanan klinik pasien yang bersifat akut-remisi-eksaserbasi kronik.
VIII. Diagnosis Kolitis Ulseratif
Anamnesis : Laki-laki 36 tahun datang dengan nyeri perut sejak 1 tahun hilang timbul,
terakhir kambuh 1 minggu yang lalu. Kadang-kadang diare berdarah
Pemeriksaan fisik : nyeri tekan LLQ.
Laboratorium Hb 10 g/dL, leu 11.100/uL, lain-lain dalam batas normal. Feses lengkap:
darah +, lender +.
IX. Diagnosis banding
IX.1. Kolitis infeksi4
Merupakan peradangan kolon yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica.
Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai berat
dengan gejala klinis menyerupai colitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien
amebiasis adalah sebagai berikut :
a. Carrier : ameba tidak mengadakan infasi kedinding usus, tanpa gejala, atau hanya
keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadadng diare.
Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10%)
berkembang menjadi colitis ameba.
b. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan
dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lender, keadaan umum pasien
baik.
c. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali, dengan
nyeri spontan
d. Disentri ameba berat : diare yang disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia
e. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan, diselingi dengan
periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,
neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan
yang sukar dicerna.
Halaman | 10
Diagnosis. Terdapat eritrosit dalam tinja, pemeriksaan kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan tinja segar yang diberi garam larutan fisiologis, dilakukan minimal 3
spesimen tinja yang terpisah untuk menemukan adanya bentuk trofozoid. Colitis amebic
sangat perlu dibedakan dengan colitis ulserosa atau colitis crohn karena pemberian
kortikosteroid pada colitis amebic menyebabkan penyebaran organism dengan cepat dan
dapat menimbulkan kematian pasien.4
IX.2. Diverticulitis
a. Divertikulitis Akut
Adanya diverticulitis akut menimbulkan keluhan nyeri perut bawah(bila lokasinya
sigmoid), demam dan leukositosis, namun ketiga gejala ini tidak spesifik. Inflamasi
yang terjadi dapat bervariasi mulai dari local subklinis hingga peritonitis generalisata.
Diverticulitis dapat mengalami komplikasi segera maupun komplikasi jangka
panjang. Komplikasi segera meliputi pembentukan abses, peritonitis, obstruksi,
fistula, dan perdarahan. Infeksi yang ditimbulkan dapat menyebar secara local atau
juga melalui vena porta menimbulkan abses hati, bahkan bisa mengenai sendi
panggul. Pemeriksaan fisik pada penyakit ini tidak member tanda fisik pada fase
asimptomatik. Bila ditemukan nyeri rebound pada palpasi maka ini menunjukan
iritasi-inflamasi peritoneal akibat mikroperforasi atau makroperforasi hingga
peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba massa bila proses inflamasi menjadi
flegmon atau abses. Perforasi terjadi bila tekanan intraluminal meningkat atau oleh
karena divertikel tersumbat oleh feses sehingga terjadi erosi pada dinding divertikel,
yang berlanjut dengan inflamasi, nekrosis fokal, dan berakhir dengan perforasi.
b. Nyeri abdomen kronik
Sebagian divertikulosis menimbulkan keluhan nyeri abdomen kronik, yang
umumnya berlokasi di kiri bawah. Sebagian kasus terdiagnosis sebagai sebagai
sindrom kolon iritabel (SKI). Selain keluhan nyeri, penyakit divertikular kronik bisa
menimbulkan diare. Peningkatan sitokin proinflamatori dan TNF mengakibatkan
inflamasi mukosa yang bersifat kronik ringan, dan menimbulkan keluhan nyeri
abdomen bawah, bloating, tenesmus dan diare.
c. Segmental colitis associated with diverticula (SCAD)
Halaman | 11
SCAD adalah bentuk khusus dari colitis kronik yang terbatas pada area kolon
dengan divertikel. Keluhan umumnya menyerupai IBD yaitu adalah nyeri abdomen
kronik dengan perdarahan rectal yang intermiten, namun pada kolonoskopi hanya
didapatkan mukosa yang friable, tidak ditemukan aphthous ulcerations yang khas
pada penyakit Cronh. Gambaran kolonoskopi yang khas dari SCAD ini adalah colitis
kronik fokal tanpa granuloma, dan mengenai mukosa pada area interdivertikular.
Beberapa studi juga juga mendapatkan perbaikan keluhan dengan pemberian 5-ASA.5
IX.3. Irritable Bowel Syndrome
Diagnosis IBS menggunakan criteria Rome III, criteria ini didasarkan pada
adanya keluhan berupa rasa tidak nyaman atau nyeri yang telah berlangsung sedikitnya
selama 3 hari/bulan selama 3 bulan pertama dan telah berlangsung dalam 3 bulan terakhir
dan tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas secara kelainan struktur maupun
biokimiawi. Selain itu terdapat 2 dari 3 hal berikut ini yaitu nyeri hilang setelah defekasi,
perubahan frekuensi dari defekasi (diare/konstipasi) atau perubahan dari bentuk feses.
Diare juga gejala utama IBS yang selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, IBS
yang tipe konstipasi biasanya juga disertai oleh kembung serta rasa tidak nyaman diulu
hati. Pada pasien IBS dengan dominasi keluhan diare pemerikasaan kolonoskopi diikuti
biopsy mukosa kolon perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya colitis mikroskopik.
Selain criteria Roma III, secara praktis juga sering digunakan criteria Manning.6
Tabel. 4 Kriteria IBS berdasarkan Rome III6
Nyeri atau tidak nyaman diperut yang berulang sedikitnya 3 hari per bulan selama 3 bulan
terakhir disertai gejala berikut :
- Membaik dengan defekasi
- Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi defekasi
- Onset berhubungan perubahan bentuk feses.
Tabel. 5 Kriteria Manning6
Gejala yang sering didapat pada penderita IBS yaitu :
- Feses cair pada saat nyeri
Halaman | 12
- Frekuensi buang air besar bertambah pada saat nyeri
- Nyeri berkurang setelah buang air besar
- Tampak abdomen distensi
Dua gejala tambahan yang sering muncul pada pasien IBS :
- Lender saat buang air besar
- Perasaan tidak lampias saat buang air besar
IX.4. Karsinoma kolon3
Gejala dan tanda yang menunjukan predileksi tinggi terhadap adanya kanker
kolon dan rectum, dari keluhan utama dan pemeriksaan klinis:
Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/ atau diare selama
minimal 6 minggu (semua umur)
Perdarahan peranum tanpa gejala anal (diatas 60 tahun)
Peningkatan frekuensi defikasi atau diare selama minimal 6 minggu (diatas 60 tahun)
Massa teraba pada fossa iliaca dektra (semua umur)
Massa intra luminal didalam rectum
Tanda-tanda obstruksi mekanik usus (ileus obstruksi)
Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hb<11 gr % pada pria dan Hb <10gr %
pada wanita psaca menopause)3
IX.5. Demam typoid
Keadaan umum biasanya pada pasien typhoid mengalamibadan lemah,panas,
pucat,mual, perut tidak enak, anoreksia. Konjungtiva anemia, lidah kotor, ditepi dan
ditengah merah. Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. Pada system kardiovaskuler
biasanya pada pasien dengan typhoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat
akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
System integument kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak. Pada
pasien typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi,produk kemih pasein bisa mengalami
penurunan.7
IX.6. Tuberkulosis abdomen
Halaman | 13
Gejala kilnis dapat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Tb abdominal dapat
timbul secra kaut, kronik maupun acute on chronic. Keluhan umumnya adalah nyeri,
gejala konstitusional berupa demam, berat badan turun, diare dan konstipasi. Nyeri perut
dapat berupa kolik bila terjadi gangguan pada lumen, bisa juga nyeri visceral yang
bersifat tumpul dan menetap bila mengenai kelenjar getah bening mesenterium. Keluhan
lain adalah batuk, demam, keringat malam, anoreksia, kelelahan, berat badan menurun,
dan diare.Tb usus dapat memberikan keluhan yang bervariasi berdasarkan lokasinya
yaitu:8
Tb esophagus : demam ringan, disfagia, odinofagia, ulkus. Gejala ini mirip
dengan karsinoma esophagus
Tb gastroduodenale : gejala yang ditimbulkan mirip dengan ulkus peptic namun
riwayat keluhan lebih singkat dan tidak respon terhadap obat antiasam.
Tb ileosekal (merupakan yg terbanyak) : gejala umum nyeri kolik dan muntah.
Dapat ditemukan masa dikuadran kanan bawah. Komplikasi yang terjadi adalah
obstruksi, perforasi, dan malabsorbsi
Tb kolonik segmental : yaitu Tb yang mengenai kolon tanpa melibatkan ileosekal.
Umumnya mengenai sigmoid, kolon asendens dan kolon transversum. Keluhan
tersering adalah nyeri dan perdarahan. Perdarahan masih jarang terjadi, yang
paling sering adalah demam, anoreksia, berat badan turun dan perubahan pola
buang air besar.
Tb rectal anal (jarang ditemukan) : keluhan utama Tb rectal adalah hematokezia,
gejala konstitusional, dan konstipasi.
X. Pengobatan1,3
Mengingat bahwa etiologi dan pathogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih
ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama
sekali)
X.1 Pengobatan umum
Dengan dugaan adanya faktor/agen pro-inflamasi dalam bentuk bakteri
intraluminal dan komponen diet sehari-hari yng dapat mencetuskan proses inflamasi
kronik pada kelompok orang yang rentan, diusahakan mengeliminasi hal tersebut dengan
Halaman | 14
cara pemberian antibiotic, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan kerja
usus, dan perubahan pola diet. Metroniazol cukup banyak diselidiki dan cukup
bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas penyakitnya. Sedangkan pada
KU jarang digunakan antibiotic sebagai terapi terhadap agen pro-inflamasinya.
Disamping beberapa konstituen diet yang harus dihindari karena mencetuskan serangan
(seperti wheat, cereal yeast, dan produk peternakan), terdapat konstituen yang bersifat
anti oksidan yang dalam penelitian terbatas terlihat bermanfaat pada kasus IBD yaitu
glutamine dan asam lemak rantai pendek. Mengingat penyakit ini bersifat kronik
eksaserbasi, edukasi pada pasien dan keluarganya mempunyai peranan penting. (Hanaver,
1997)
X.2. Obat golongan kortikosteroid
Sampai saat ini glukokortikoid merupakan oba pilihan untuk PC (semua derajat)
dan KU derajat sedang berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada prednisone,
metilprednisolon (keduanya bentuk oral) atau hidrokortison enema. Pada keadaan berat
dapat diberikan secara parenteral. Dengan tujuan memperoleh konsentrasi steroid local di
usus yang tinggi dengan efek sistemik (dan efek sampan) yang renda, telah dicoba
golongan glukokortikoid non-istemik untuk pengobatan IBD. Aplikasi rectal/enema
diprioritaskan pada KU distal, sedangkan untuk PC dipakai preparat oral lepas lambat.
Termasuk golongan ini antara lain budesonid oral/enema. Dosis rata-rata yang banyak
digunakan adalah setara prednisone 40-60 mg per hari dan bila remisi telah tercapai
dilakukan tapering dose dalam waktu 8-12 minggu. (Hanaver, 1997)
X.3. Obat golongan asam amino salisilat
Pemakaian aminosalisilat telah lama mapan pada pengobatan IBD. Preparate
Sulfasalazin (ikatan azo dari sulfapiridin dan aminosalisilat) di dalam usus akan dipecah
menjadi sulfapirin dan 5 amino salicylic acid (5-ASA). Telah diketahui bahwa yang
bekerja sebagai anti-inflamasi pada IBD adalah 5-ASA. Saat ini tersdia preparate 5-ASA
murni, baik dalam bentuk lepas lambat pada ph>5 (di Indonesia Salofalk) maupun ikatan
diazo. Baik sulfasalazin maupun 5-ASA mempunyai efektifitas yang relative sama pada
IBD, hanya dilaporkan efek samping yang terjadi diakibatkan komponen sulfapiridin.
Halaman | 15
Dosis oral rata-rata yang banyak digunakan adalah 2-4 gram per hari, yang kemudian
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sesuai dengan kondisi pasien.
X.4. Obat golongan imunosupresif
Bila dengan 5-ASA dan glukokortikoid gagal dicapai remisi, alternative lain
adalah penggunaan obat imunosupresif seperti 6-merkaptopurin (1,5 mg/KgBB/hari/oral),
azatioprin, siklosporin, dan metotreksat.
Surgikal. Peran surgical bila pengobatan konservatif/medikamentosa gagal atau
terjadinya komplikasi (perdarahan, obstruksi ataupun megakolon toksik).
XI. Komplikasi1,9
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:
Perforasi usus yang terlibat
Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis
Megakolon toksik (terutama pada KU)
Perdarahan
Degenerasi maligna. Diperkirakan resiko terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13%.
XII. Prognosis1
Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi.
Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu lama.
Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap
pengobatan konservatif.
XIII. Kesimpulan
Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus
gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus
dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering
berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ
seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh
Halaman | 16
kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis
IBD
Sebagaimana kasus yang didiagnosa sebagai kolitis ulseratif yang merupakan suatu
penyakit menahun di usus besar, yang mengalami peradangan dan luka, sehingga menyebabkan
diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis ulseratif bisa dimulai pada usia berapapun, tetapi
biasanya dimulai atara usia 15-30 tahun.
Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulseratif.
Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah berupa buang air besar lebih sering.
Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah.
Halaman | 17
Daftar Pustaka
1. Djojoningrat D. Inflammatory bowel disease: Alur diagnosis dan pengobatannya di
Indonesia. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2011.hlm.591-7
2. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Erlangga;2005.hml.257
3. Ndraha S. Penyakit inflamasi kolon. Dalam : Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Edisi 1.
Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.hlm.59-67
4. Qesman N. Kolitis infeksi. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2011.hlm.560-561
5. Akil H.A.M. Penyakit divertikular. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2011.hlm.604
6. Manan C, Syam A F.Irritable bowel syndrome. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1.
Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2011.hlm.583-5
7. Santoso M. Kapita selekta ilmu penyakit dalam. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.1-17
8. Ndraha S. Tuberkulosis abdominal. Dalam : Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Edisi 1.
Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.hlm.95
9. Betz C L, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatric. Edisi 5. Jakarta :EGC ;2009.
hlm.219-22
Halaman | 18