Post on 06-Dec-2015
description
- Polisakarida
Polisakarida adalah senyawa dimana molekul-molekulnya mengandung banyak satuan
monosakarida yang dipersatukan dengan ikatan glikosida, mempunyai massa molekul tinggi
dan tidak larut dalam air atau hanya membentuk emulsi saja. Hidrolisis lengkap akan
mengubah polisakarida menjadi monosakarida (heksosa).
Ikatan antara molekul monosakarida yang satu dengan yang lainnya terjadi antara
gugus alkohol pada atom C ke-4 molekul yang satu (II) dengan gugus aldehida pada atom C
ke -1 molekul monosakarida dengan yang lain.
Polisakarida adalah Golongan karbohidrat yang mengandung lebih dari 10 unit
monosakarida yang tergabung. Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan
tidak berbentuk kristal, tidak mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi.
Dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin,
lignin) dan sebagai sumber energi (pati, dekstrin, glikogen, fruktan) Beberapa polisakarida
yang penting di antaranya ialah : Amilun, Glikogen, Dektrin dan Selulosa.
Polisakarida juga senyawa yang terdiri dari gabungan molekul- molekul monosakarida
yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul
monosakarida. Polisakarida merupakan jenis karbohidrat yang terdiri dari lebih 6
monosakarida dengan rantai lurus/cabang.
Polisakarida biasa diberi nama berdasarkan monomer penyusunnya. Polisakarida yang
tersusun dari glukosa dinamakan glukan, sedangkan dari mannosa dinamakan mannan.
Kelompok polisakarida menurut monomer
Monomer Polisakarida Ikatan kimia Contoh
Arabinosa Arabinoxilan,
Arabinoglukan
Fruktosa Fruktan 1,4-glikosidik Inulin
Galaktosa Galaktan Galaktan, Agarosa
Glukosa Glukan 1,4-glikosidik;
1,6-glikosidik
Amilosa, glikogen, selulosa, de
kstran
Mannosa Mannan MOS
Xilosa Xilan Hemiselulosa
Polisakarida cadangan
- Pati
Pati adalah polisakarida cadangan dalam tumbuhan. Monomer-
monomer glukosa penyusunnya dihubungkan dengan ikatan alfa 1-4. Bentuk pati yang paling
sederhana adalah amilosa, yang hanya memiliki rantai lurus. Bentuk pati yang lebih
kompleks adalah amilopektin yang merupakan polimer bercabang dengan ikatan alfa 1-
6 pada titik percabangan.
- Glikogen
Glikogen adalah polisakarida simpanan dalam tubuh hewan.[butuh rujukan] Struktur
glikogen mirip dengan amilopektin, namun memiliki lebih banyak percabangan.
Manusia dan vertebrata lainnya menyimpan glikogen pada sel hati dan sel otot. Glikogen
dalam sel akan dihidrolisis bila terjadi peningkatan permintaan gula dalam tubuh. Hanya
saja, energi yang dihasilkan tidak seberapa sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber
energi dalam jangka lama.
- Dekstran
Dekstran adalah polisakarida pada bakteri dan khamir yang terdiri atas poli-D-hlukosa
rantai alfa 1-6, yang memiliki cabang alfa 1-3 dan beberapa memiliki cabnga alfa 1-2 ataualfa
1-4. Plak di permukaan gigi yang disebabkan oleh bakteri diketahui kayak akan dekstran.
Dekstran juga telah diproduksi secara kimia menghasilkan dekstran sintetis.
Polisakarida Struktural
- Selulosa
Selulosa adalah komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan. Selulosa adalah
senyawa paling berlimpah di bumi, yaitu diproduksi hampir 100 miliar ton per tahun. Ikatan
glikosidik selulosa berbeda dengan pati yaitu monomer selulosa seluruhnya terdapat dalam
konfigurasi beta.
- Kitin
Kitin adalah karbohidrat penyusun eksoskeleton artropoda (serangga, laba-
laba, krustase). Kitin terdiri atas monomer glukosa dengan cabang yang mengandung
nitrogen. Kitin murni menyerupai kulit, namun akan mengeras ketika dilapisi dengan kalsium
karbonat. Kitin juga ditemukan pada dinding sel cendawan. Kitin telah digunakan untuk
membuat benang operasi yang kuat dan fleksibel dan akan terurai setelah luka atau sayatan
sembuh.
- Pektin
Pektin merupakan karbohidrat kompleks (rumit) yang tegolong sebagai
heteropolisakarida. Pektin paling banyak terkandung dalam dinding sel primer
tumbuhan terestrial. Pektin mempunyai jenis ikatan 1,4 residu asam α-D-galaktosiluronis.
Pengertian Oligosakarida
Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa
molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang beriatan satu dengan yang lain,
membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang lain ialah trisakarida yaitu yang
terdiri atas tiga molekul monosakarida dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul
monosakarida. Oligosakarida yang paling banyak terdapat dalam alam ialah disakarida
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang
jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida. Sehingga
oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara
eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa
oligosakarida yang secara alami terdapat di alam. Oligosakarida yang paling banyak
digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa.
Umumnya oligosaarida terdapat secara alami sebagai bagian dari tanaman. Saat ini
diproduksi secara massal dari: Sukrosa, laktosa dengan enzim dari bakteri, glukosa,
turunanpati. Gula alkohol (kecuali eritritol) diproduksi melalui hidrogenasi mono atau
disakarida seperti glukosa, maltosa, laktosa serta hidrolisis sebagai derivatifpat.
- Jenis-jenis Oligosakarida
a) Sukrosa atau sakarosa (C11H22O11)
Sukrosa atau sakarosa adalah oligosakarida yang tersusun dari dua polimer
monosakarida yaitu Glukosa dan Fruktosa. Sukrosa memiliki rumus molekul yang hampir
sama dengan laktosa dan maltosa tapi berbeda pada struktur molekul. Sukrosa tidak
mempunyai sifat pereduksi karena tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif.
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses
pengolahan makanan. Sukrosa diperoleh dari hasil pengolahan tetes tebu, nira kelapa, siwalan
(lontar), dll. Sukrosa juga dapat di hidrolisis menjadi komponen penyusunnya yaitu fruktosa
dan glukosa. Pada umumnya, sukrosa berbentuk butiran-butiran kristal halus dan sedikit
kasar. Tapi jika dipanaskan dengan sedikit penambahan air, sukrosa akan terurai menjadi
glukosa dan fruktosa yang biasa di sebut dengan istilah gula invert.
b) Laktosa (C12H22O11.H2O)
Laktosa adalah kelompok disakarida yang terdapat dalam susu. Laktosa merupakan
disakarida yang berasal dari kondensasi antara galaktosa dan glukosa, yang membentuk
ikatan glikosida1→4-β. Nama sistematis laktosa adalah β-D-galaktopiranosil-(1→4)-D-
glukosa. Laktosa bersifat reduktif karena memiliki gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif.
Dalam proses pencernaan, laktosa akan dicerna dengan bantuan enzim laktase hingga
terurai menjadi gula sederhana penyusunnya yaitu glukosa dan galaktosa yang dapat segera
diserap oleh usus dan dirubah menjadi kalori dalam proses metabolisme tubuh.
c) Maltosa
Maltosa atau malto biosa adalah disakarida yang terbentuk bila pati (Amilum) di
hidrolisis oleh amilase. Maltosa adalah terbentuk dari dua molekul glukosa. ikatan yang
terjadi ialah antara atom karbon nomor 1 dan atom karbon nomor 4, oleh karenanya maltosa
masih mempunyai gugus –OH glikosidik dan dengan demikian mempunyai sifat pereduksi.
d) Rafinosa
Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga molekul monosakarida
yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Atom karbon 1 pada galaktosa berikatan
dengan atom karbon 6 pada glukosa, selanjutnya atom karbon 1 pada glukosa berikatan
dengan atom karbon 2 pada fruktosa. Rafinosa tidak bersifat reduktif karena tidak
mempunyai gugus hidroksil bebas.
e) Selobiosa
Selobiosa adalah kelompok disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang
mempunyai ikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4. Selobiosa bersifat
reduktif.
f) Stakiosa
Stakiosa adalah suatu tetrasaarida. Dengan jalan hidrolisis sempurna, stakiosa
menghasilkan 2 molekul galaktosa, 1 molekul glukosa dan 1 molekul fruktosa. Pada
hidrolisis parsial dapat dihasilkan fruktosa dan manotriosa suatu trisakarida. Stakiosa tidak
mempunyai sifat mereduksi.
Fungsi oligosakarida
Oligosakarida yang terdapat dalam makanan mempunyai fungsi untuk mengatur
kinerja usus yaitu menjadi substrat bagi pertumbuhanbifidobakteriadi dalam usus.
Pertumbuhan bifidobakteria yang baik didalam usus dapat mencegah pertumbuhan bakteri
patogen sepertiSalmonellaatau E . Colipatogenik. Beberapa coctoh oligosakarida yang dapat
berfungsi demikian antara lain adalah frukto-oligosakarida, galakto-oligosakarida, isomalto-
oligosakarida dan oligosakarida dari kedelai (Fardiaz, 1995). Di Jepang, oligosakarida adalah
komponen makanan fungsional kedua terbesar setelah serat makanan.
Oligosakarida, sejenis prebiotik yang memperkuat sistem kekebalan tubuh alami bayi
yang baru lahir, khususnya pada saluran cerna. Sebenarnya secara alami oligosakarida bisa
ditemukan dalam ASI (air susu ibu). Zat ini terus diproduksi pada ASI sehingga bayi akan
memperoleh kekebalan tubuh alami selama disusui oleh ibunya.
Gula pereduksi
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi
senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari
suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugusaldehida atau keto bebas.
Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa),
kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi.[1] Umumnya gula
pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim, dimana semakin tinggi
aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula
pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro
salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi nilai
absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.
Gula reduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid (aldosa) atau keton (ketosa)
bebas (Makfoeld dkk, 2002). Aldosa mudah teroksidasi menjadi asam aldonat, sedangkan
ketosa hanya dapat bereaksi dalam suasana basa (Fennema, 1996). Secara umum, reaksi
tersebut digunakan dalam penentuan gula secara kuantitatif. Penggunaan larutan Fehling
merupakan metode pertama dalam penentuan gula secara kuantitatif. Larutan fehling
merupakan larutan alkalin yang mengandung tembaga (II) yang mengoksidasi aldosa menjadi
aldonat dan dalam prosesnya akan tereduksi menjadi tembaga (I), yaitu Cu2O yang berwarna
merah bata dan mengendap. Maltosa dan laktosa adalah contoh gula reduksi.
Reaksi antara gugus karbonil gula pereduksi dengan gugus amino protein disebut reaksi
maillard yang menghasilkan warna coklat pada bahan, yang dikehendaki atau malah menjadi
pertanda penurunan mutu. Warna coklat pada penggorengan ubi jalar dan singkong, serta
pencoklatan pencoklatan yang indah dari berbagai roti adalah warna yang dikehendaki
(Winarno, 2002). Dengan kata lain, dalam kimia pangan gula reduksi berkontribusi
membentuk warna coklat apabila berikatan dengan asam amino.
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi
atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang
termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium
Kimia UMM, 2008).
Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa. Galaktosa merupakan gula yang
tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui
proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus kreb’s untuk
diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari Cerebrosida, yaitu turunan
lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).
Sedangkan salah satu ontoh dari gula reduksi adalah Sukrosa. Sukrosa adalah senyawa yang
dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan
mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-
buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah
yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial (Gaman,
1992).
Kandungan persentase Amilosa & Amilopektin
Menurut Winarno (1980) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.. Baik amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer α-D-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003).
AmilosaAmilosa merupakan polimer lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-
1,4-glikosidik dengan struktur cincin piranosa. Berat molekul amilosa berkisar antara 105-106 Da dengan derajat polimerisasi yang mencapai kisaran 500-6000 (Colonna dan Buleon, 1992). Banyaknya gugus hidroksil yang terdapat dalam senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik
AmilopektinAmilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada
rantai utama adalah ikatan α-1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada titik cabang adalah ikatan α-1,6-glikosidik (Young, 1984). Amilopektin mempunyai ukuran molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang mencapai 107-109 (Colonna dan Buleon, 1992) dan derajat polimerisasi 3 x 105- 3 x 106 (Zobel, 1988)
Proporsi amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati berbeda-beda demikian juga dengan bentuk dan ukuran granula yang disusunnya. Umumnya, pati memiliki proporsi amilopektin yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan amilosa. Kandungan amilosa pada kebanyakan sumber pati biasanya berkisar antara 20-30% dan amilopektin 70-80% (Chaplin, 2006). Adanya perbedaan karakteristik granula pati akan sangat berpengaruh pada sifat fisik, sifat kimia dan sifat fungsional pati. Viskositas, ketahanan terhadap pengadukan, gelatinisasi, pembentukan tekstur, kelarutan pengental, kestabilan gel, cold swelling dan retrogradasi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta ukuran granula pati.
Molekul amilosa dan amilopektin menyusun granula pati dengan pola tertentu (Jane, 2006). Struktur amilosa yang lurus cenderung berada pada bagian amorphous dari granula pati. Sementara itu, amilopektin yang dapat membentuk struktur double heliks bertanggung jawab terhadap bagian kristalin granula pati. Rantai-rantai samping amilosa dan amilopektin yang berdampingan dapat saling berinteraksi sehingga memberikan integritas pada granula pati yang disusunnya
Struktur amilosa-amilopektin yang berbeda menyebabkan daya cerna yang berbeda. Amilosa mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya, mempunyai struktur yang lebih kristalin. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Meyer, 1973). Amilopektin mempunyai struktur bercabang, ukuran
molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan lebih mudah dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Struktur granula pati terdiri dari kristal dan bukan kristal. Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin. Ketika pati murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang dan strukturnya hancur (gelatinisasi). Proses penghilangan kristal oleh panas dan air tersebut disebut proses gelatinisasi. Hilangnya kristal tersebut dapat membantu terjadinya proses puffing agar lebih optimal, sehingga produk akhir yang dihasilkan dapt lebih renyah/krispi. Ketika pengembangan tidak terjadi secara optimal, akan dihasilkan produk akhir yang keras atau bantet. Granula pati yang mengalami gelatinisasi dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Pengembangan pada granula pati bersifat dapat balik dan tidak dapat balik.
Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55–65oC merupakan pembengkakan granula pati yang dapat kembali ke kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula ketika pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasi.
Tabel. Karakteristik gelatinisasi berbagai patiPati Karakteristik Gelatinasi Berbagai sumber pati
Suhu Gelatinasi (0C) Viskositas Maksimum (BU)2
Swelling Power (%) pada 95 0C
Ubi Kayu 65-70 1200 71Sagu 65-70 100 97Gandum 80-85 200 21Jagung 75-80 700 24Sorghum 75-80 700 22Beras 70-75 500 19Kentang 60-65 3000 1153
Sumber: Swinkels
Pati yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi sangat sukar menggelatinisasi karena molekul amilosa cenderung berada dalam posisi sejajar, sehingga gugus-gugus hidroksilnya dapat berikatan dengan bebas dan pati akan membentuk kristal agregat yang kuat (Anonim 1983; Fardiaz dan Afdi 1989; Ahmad 2009). Sebaliknya, pati yang memiliki komponen amilopektin tinggi sangat sukar untuk berikatan sesamanya karena rantainya bercabang, sehingga pati yang amilopektinnya tinggi sangat mudah mengalami gelatinisasi tetapi viskositasnya tidak stabil
Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Pati yang lebih banyak mengandung amilosa bersifat lebih resisten terhadap pencernaan pati dibandingkan dengan pati yang lebih banyak mengandung amilopektin karena struktur linier amilosa yang bersifat kompak (Rashmi dan Urooj, 2003).
Tabel. Kandungan amilosa dan amilopektin berbagai jenis patiSumber Pati Amilosa (%) Amilopektin (%)Sagu 27 73Jagung 28 72Beras 17 83Kentang 21 79Gandum 28 72Ubi Kayu 17 83
Sumber : Herlina dalam Noerdin (2008)
Menurut Belitz dan Grosch (1999) pengaturan dan susunan molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati bersifat khas untuk setiap sumber pati sehingga akan menentukan bentuk dan ukuran granula. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai komponen utama penyusun bagian kristalin pati. Macam – macam bentuk granula pati umumnya adalah bulat, lonjong, ataupun bersegi banyak. Ukuran granula pati umumnya berkisar antara 1 mikron sampai 100 mikron.
Berikut ini adalah berbagai tabel tentang sumber pati, perbedaan bentuk granula pati,
serta sifat-sifat fisik dan kimianya.
Tabel. Gambar sifat fisik dan kimia berbagai jenis pati
Jenis Pati Bentuk
Granula
Ukuran
Granula (μm)
Kandungan (rasio) Suhu
gelatinisasi (0C)amilosa amilopektin
Arrowroot Oval 10.05±0.32 19 81 72.7-75.9
Oats - - 27 73 56-62
Sorghum – 21-34 66-79 69-75
Gandum Elips 2-35 25 75 52-85
Sagu Elips agak
terpotong
20-60 27-23 73 -
Ubi Jalar Poligonal 16-25 18 82 88.5
Kentang Bundar 15-100 24 76 58-65
Pati jagung Polygonal 5-25 26 74 62-80
Sumber : Belitz dan Grosch (1999)
Setiap jenis pati dari berbagai sumber yang berbeda seperti dari jagung (Zea mays)
kemudian kentang (Solanum tuberosum L.), beras (Oryza sativa), sagu (Metroxylon sp.),
tapioka (Manihot Utillisima) dan gandum (Triticum sp.) memiliki sifat fisik dan sifat kimia
yang berbeda- beda. Hal tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam uraian di bawah ini.
1. JAGUNG (Zea mays)
Granula pati jagung adalah membulat dan bersegi banyak, ukurannya antara 3 – 26
μm, hilum pada granula terletak di tengah. Pati jagung komersial berwarna biru bila diberi
Iodin.
Dibanding sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin
rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat
patinya, yaitu jenis normal mengandung 74- 76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis
waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilomaize mengandung 20% amilopektin atau
40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati. Jagung
normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir tidak beramilosa, jagung
amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8% amilosa.
Tabel. Kandungan amilosa, daya pengembangan, dan nisbah kelarutan air.
Pati jagung Amilosa (%) Daya absorpsi (g/g)
(oC)
Kelarutan (%)
(oC)
Jagung normal 15,3-25,1 14,9-17,9 (90) 12,5-20,3 (90)
Waxy 0 30,2 (90) 10,5 (90)
Amilomize 42,6-67,8 6,3 (95) 12,4 (95)
Jagung manis 22,8 7,8 (90) 6,3 (90)
Sumber: Singh et al. (2005)
Dibandingkan dengan beras kandungan amilopektin pati jagung lebih sedikit hal ini
menunjukkan daya gelatinasi dari pati beras lebih tinggi dibandingkan dengan pati jagung,
begitu halnya jika dibandingkan dengan pati ubi kayu dan kentang jagung daya gelatinasinya
lebih rendah walaupun tidak berbeda jauh. Jika dibandingkan dengan sagu ataupun gandum
memiliki kandungan amilopektin yang relative sama.
2. KENTANG (Solanum tuberosum L.)
Pati kentang adalah pati yang diekstrak dari kentang. Untuk mengekstrak pati,
kenatng dilumatkan sehingga butiran pati yang terlepas dari sel-sel. Pati tersebut kemudian
dibersihkan dan dikeringkan menjadi bubuk. Pati kentang adalah jenis pati yang telah
dimurnikan, mengandung jumlah protein dan lemak yang minimum. Hal ini membuat
bubuknya menjadi warna putih bersih. Pati yang telah dimasak memiliki ciri khas rasa netral,
kejernihan yang tinggi, kekuatan mengikat yang tinggi, tekstur baik dan kecenderungan
minim terjadinya busa atau perubahan warna menjadi kuning pada larutan tersebut.
Adapun sifat fisik kimia pati kentang adalah sebagai berikut :
ukuran granula 12-100 µm
rasio amilosa/amilopektin adalah 23% amilosa dan 77% amilopektin
bentuk granula bundar
Kristanilitas 25%
Suhu gelatinisasi 58-66oC
Granula pati kentang adalah yang terbesar ukurannya di antara pati – pati komersial,
yaitu antara 5 – 100 μm. Bentuknya kentang adalah bulat telur, granulanya mempunyai hilum
terletak di dekat ujung. Granula ini juga menunjukkan keberadaan striasi.
Suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu
tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan
kadang-kadang turun. Konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah konsentrasi
20%, makin tinggi konsentrasinya gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah
beberapa saat viskositasnya akan turun. Tiap jenis pati memiliki suhu gelatinisasi yang
berbeda-beda antara lain: jagung 620-700C, beras 680-780C, gandum 54,50-640C, kentang 580-
660C, dan tapioca 520-640C.
3. BERAS (Oryza sativa)Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar
80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa (pati dengan struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket). Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras (Winarno, 1992). Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 μm), berbentuk poligonal dan cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal.. Beras memiliki warna yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Beras merupakan tanaman yang secara intensif dibudidayakan oleh petani. Di
samping itu, lebih dari seratus varietas padi telah berhasil dirakit oleh para pemulianya dalam
satu dekade terakhir ini. Varietas-varietas tersebut memiliki sifat agronomis maupun kualitas
rasa nasi yang sangat beragam sesuai dengan kondisi alam dan preferensi masyarakat
Indonesia (Suprihatnoet al. 2010). Sifat nasi sangat ditentukan oleh kadar amilosa beras.
Berdasarkan kadar amilosa, beras dikelompokkan menjadi: (a) beras ketan dengan kadar
amilosa <10%, (b) beras beramilosa rendah dengan kadar 10-20%, (c) beras beramilosa
sedang dengan kadar 20-25% dan (d) beras beramilosa tinggi dengan kadar >25%(Indrasari et
al. 2008). Makin tinggi kadar amilosa makin pera tekstur nasinya.
4. SAGU (Metroxylon sp.)
Granula pati sagu native memiliki bentuk oval dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran
granula yang besar mengindikasikan tingginya kemampuan menyerap air pada saat
mengalami gelatinisasi. Hal ini yang memungkinkan pati alami memiliki viskositas yang
tinggi. Bila dibandingkan dengan beberapa jenis pati lainnya, granula pati sagu mempunyai
ukuran yang relatif besar yaitu mencapai rata-rata 24.8μm (Yiu et al, 2008) atau 25 μm
(Wattanachant et al, 2002)Pati sagu memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan pati
lain. Namun demikian, pati sagu mempunyai karakteristik yang lebih mendekati karakteristik pati umbi-umbian yaitu memiliki ukuran granula yang besar (Yiu et al, 2008), memiliki indeks pembengkakan (swelling power) dan kelarutan (solubility) yang tinggi (Wattanachant et al.,2002) serta karakteristik gelatinisasi tipe A (mempunyai puncak viskositas tinggi, namun akan menurun dengan tajam pada saat dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi (95oC)).
Pati dengan tipe A cenderung tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan
sehingga pati sagu native kurang dapat diaplikasikan untuk proses pengolahan yang
menggunakan panas dan pengadukan untuk pembentukan teksturnya. Modifikasi yang
dilakukan pada pati sagu native diharapkan dapat merubah karakteristiknya sehingga dapat
diaplikasikan secara luas pada berbagai produk pangan. Seperti yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya bahwa tanaman sagu terdiri atas berbagai spesies dan berbagai jenis
(varietas) yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik sagu yang dihasilkan. Selain
itu, karakteristik pati sagu juga akan dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya.
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah
tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati
sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan
amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati sagu adalah 73%± 3
(Ahmad and Williams, 1998). Pati sagu memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan
Ahmad and Williams (1998) yaitu berbentuk elips memiliki ukuran granula rata-rata 30 µm
(20-60 µm) , kadar amilosa 27%± 3 dan kadar amilopektin 73%, suhu gelatinisasi pati rata-
rata 700C (60-720C), entalpy gelatinisasi 15-17 J/g, dan termasuk tipe C pada pola X-ray
difraction. Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi
gelatinisasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu gelatinasi). Hal ini disebabkan oleh
pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-
menarik antara molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk kedalam pati tersebut
dan pati akan membengkak(mengembang). Granula pati dapat membengkak luar biasa dan
pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula.
Adapun sifat fisikimia pati sagu adalah sebagai berikut :
Bentuk granula elips agak terpotong
Ukuran granula 20-60 µm
Rasio amilosa 27% dan amilopektin 73%.
Suhu gelatinisasi 52-64oC
Entalpy gelatinisasi 15-17 J/g.
Termasuk tipe C pada pola X-ray difraction
Granula pati sagu memiliki bentuk yang bervariasi dari bulat, lonjong (oval) hingga
berbentuk oval terpotong. Khusus bentuk oval terpotong, diduga bukan merupakan bentuk
alami, tetapi lebih disebabkan karena rusaknya granula akibat proses pengecilan ukuran
empulur sagu dalam proses ekstraksi pati. Hal ini ditunjukkan pada pengamatan mikroskopis,
dimana ketika dilakukan pemanasan granula dengan bentuk oval terpotong langsung
mengalami amylose leaching. Ukuran granula pati sagu berkisar antara 5-62,5 μm.
5. TAPIOKA (Manihot Utillisima)
Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan
lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983).
Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat berupa
silinder, kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998 dalam Salunkhe dan
Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm.
Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong umumnya
menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Menurut Moorthy (2004), granula tepung tapioka menunjukan variasi yang besar
yaitu sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Febriyanti (1990) mendapati ukuran
granula pati dari beberapa varietas tepung singkong berada pada kisaran 3-25 μm. Rata-rata
ukuran granula tepung tapioka dalam penelititan ini menunjukan nilai yang tidak berbeda
dengan studi terdahulu, yaitu sekitar 3-40 μm. Sriroth et al., (1999) melaporkan bahwa
ukuran granula pati dari singkong yaitu sekitar 8-22 μm, dengan rata-rata ukuran granula
yaitu 15 μm (14 bulan masa panen) dan 12 μm (16 bulan masa panen). Perbedaan ukuran
granula dapat dipengaruhi oleh kondisi dan waktu panen singkong.
Granula pati tapioka berbentuk bulat dan bulat seperti terpotong pada salah satu sisi
membentuk seperti drum ketel. Ukuran granula pati tapioka sekitar 4 – 5 μm, banyak granula
– granula menunjukkan keberadaan hilum di bagian tengahnya. Pati singkong atau tapioka
memiliki suhu gelatinisasi yang sangat rendah, lebih rendah dari pati umbi-umbian yang lain
maupun pati sereal.
Menurut Grace (1977), kadar pati tepung tapioka sekitar 85%. Sementara itu, Abera
dan Rakshit (2003) melaporkan jumlah kadar pati dari tiga varietas singkong (CMR, KU50,
dan R5) yang diolah dengan cara yang berbeda (penggilingan basah dan penggilingan kering)
yaitu sekitar 96-98%. Proses penggilingan kering pada pembuatan tepung tapioka dapat
menghilangkan kadar pati sebesar 13-20%. Selain itu, kadar pati juga dapat berkurang karena
partikel-partikel pati yang berukuran kecil ikut terbuang bersama partikel serat halus selama
proses pencucian pati.
Menurut Moorthy (2004), kadar amilosa tepung tapioka berada pada kisaran 20-27%
mirip dengan pati tanaman lain, sedangkan kadar amilosa pada singkong sekitar 18-25%.
Variasi kadar amilosa tergantung dari varietas singkong. Sementara itu, menurut Pomeranz
(1991), kadar amilosa tepung tapioka yaitu sekitar 17%.
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang
terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, 1950;
Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam
Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut
dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73°C,
sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63°C.
Ketela pohon (Manihot Utillisima) mempunyai kemampuan untuk membentuk gel
melalui proses pemanasan (90°C atau lebih) sebagai akibat pecahnya struktur amilosa dan
amilopektin. Dengan terbentuknya gel ini, ketela mampu menjebak udara dan air bebas.
Pemecahan ikatan amilosa dan amolopektin akan menyebabkan terjadinya perubahan lebih
lanjut seperti peningkatan molekul air sehingga terjadi penggelembungan molekul, pelelehan
kristal, dan terjadi peningkatan viskositas (M.J. Deman, 1993).
Menurut Pomeranz (1991), suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 52- 64°C. Kadar
air pada tapioka sekitar 10-12%. Perbedaan kadar air sampel dapat dipengaruhi oleh proses
pengolahan, khususnya pada saat pengeringan. Pada industri rumah tangga, biasanya
pengeringan dilakukan secara tradisional yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari,
sedangkan pada industri besar, pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat
pengering (dryer).
Menurut Meyer (1960) dalam Mulyandari (1992), derajat putih sangat dipengaruhi
oleh proses ekstraksi pati. Secara umum partikel-partikel tapioka mempunyai tingkat
keputihan sebesar 94.5%. Sasaki dan Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) melaporkan
bahwa proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin berkontribusi dalam peningkatan
nilai swelling. Sasaki dan Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) juga melaporkan bahwa
terdapat korelasi negatif antara swelling power dengan kadar amilosa. Hal ini terjadi karena
amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida dalam pati, sehingga dapat
menghambat swelling. Menurut Pomeranz (1991), kelarutan pati akan meningkat dengan
meningkatnya suhu, dan kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati.
6. GANDUM (Triticum sp.)
Gandum adalah sekelompok tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya
akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan
ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol. Pati gandum adalah zat tepung
yang diperoleh dari biji gandum, yang digelatin pada suhu pemanasan yang rendah ketika
memberntuk pasta masak yang lembut dan bertekstur halus. akhirnya akan menghasilkan gel
yang lunak, lembut dan berwarna putih susu.
Adapun sifat fisikimia tepung gandum adalah sebagai berikut :
Bentuk granula elips.
Ukuran granula 2-35 µm.
Rasio amilosa 25% dan amilopektin 75%
Kristalinitas 36%.
Suhu gelatinisasi 53-65oC
Granula pati gandum tampak pipih, bulat, dan lonjong, dengan kecenderungan
mengelompok menjadi dua macam ukuran, yaitu yang kecil berukuran 2 – 10 μm, dan yang
besar antara 20 – 35 μm. Ukuran granula patinya berkisar 2-35 mikron dan
suhu gelatinisasi nya pada suhu 52-640C. Granula – granula pati gandum yang sudah
mengalami gelatinisasi, tampak kempes karena sebagian besar penyusun terutama amilosa
telah lepas keluar.
Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran. Ukuran
normalnya adalah18 µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm dan granula
yang lebih kecil berukuran 7-8 µm, secara umum berkisar 2-35 µm. Bentuk granula
pati gandum adalah bulat (lonjong) cenderung berbentuk ellips. Rasio kadar amilosa dan
amilopektinnyaadalah 1:3. Dengan kadar amilosa sebesar 25% dan kadar amilopektin sebesar
75%.
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-13%,
lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-15,5%. Di antara
komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu
prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang digolongkan sebagai protein pembentuk
gluten (Kent Jones dan Amas, 1967). Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein
tepung terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988),
bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan
membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan
membentuk suatu struktur spons bila dipanggang.Karakteristik tepung terigu ini, yang
memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain.
1. Pati Jagung
Dalam upaya pengembangan produk pertanian diperlukan informasi tentang
karakteristik bahan baku, meliputi sifat fisik, kimia, fisiko-kimia, dan gizi. Berdasarkan
karakteristik bahan baku dapat disusun kriteria mutu dari produk yang akan dihasilkan
maupun teknik dan proses pembuatannya.
Jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%.
Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen
lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi.
Bentuk dan ukuran granula pati jagung dipengaruhi oleh sifat biokimia dari
khloroplas atau amyloplasnya. Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang dapat
merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk bidang
berwarna biru dan kuning.
Granula pati jagung agak lebih besar (sekitar15 µm),berbentuk bulat ke arah
poligonal. Pati jagung mempunyai ukuran granulayang cukup besar dan tidak homogen yaitu
1-7μm untuk yang kecil dan 15-20 μm untuk yang besar. Granula besar berbentuk oval
polyhedral dengan diameter 6-30 μm. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan
ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar.
Pengamatan dengan DSC pada berbagai ukuran granula memperlihatkan nilai entalpi dan
kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran granula yang lebih besar.
Amilosa dan Amilopektin Pati dibandingkan sumber pati lain, jagung mempunyai
beragam jenis pati, yaitu dengan rasio kadar amilosa dan amilopektinnya mulai dari
amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis
berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74- 76% amilopektin dan 24-26%
amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilo maize mengandung 20%
amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah sukrosa di
samping pati.Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir
tidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis
mengandung 22,8% amilosa.
Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Suhu
gelatinisasi merupakan fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa, amilopektin, dan keadaan media
pemanasan. Kadar lemak atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan
amilosa, sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran
amilosa dari granula. Dengan demikian, diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas
amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi.
Suhu optimal gelatinisasi pati jagung adalah 62–70oC dan tapioka 80oC,
dengan waktu yang dibutuhkan berturut-turut 30 dan21 menit. Sifat ini berkaitan dengan
energi dan biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi. Pati akan terhidrolisis bilatelah
melewati suhu gelatinisasi. Kadar amilopektin yang tinggi (99%) akan meningkatkan suhu
awal (70,8oC), maupun suhu puncak gelatinisasi, yang diikuti oleh peningkatan
energi (Harborne, 1987).
2. Pati Singkong
Granula pati singkong berukuran lebih besar (sekitar 20 µm),berbentuk agak
polygonal bulat&pada salah satu bagian ujunnya berbentuk kerucut. Pati kentang akan
tergelatinisasi pada suhu 52-640C (Winarno, 2002). Rasio kadar amilosa dan amilopektin
pada pati ini adalah 17% : 83%.
3. Pati Kentang
Pati kentang berbentuk oval dan sangat besar, berukuran rata-rata 30-50 µm. Pati
kentang akan tergelatinisasi pada suhu 58-660C. Rasio kadar amilosa dan amilopektin pada
pati ini adalah 1:3.
Umbi kentang mengandung zat pati ( amilosa, amilopektin ), protein, lemak,kalsium,
fosfar, besi, belerang, vitamin A, B, C. cara pembuatan pati kentang tidak jauh berbeda
dengan pembuatan tepung kentang. Pada prosesnya terdapattahap pengeringan karena kadar
air kentang tinggi. Proses ekstraksi pati kentang menghasilkan rendemen sebesar3.61%.
Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa pati kentang yang dihasilkan
merupakan yang paling rendah rendemennya. Hal ini menunjukkan bahwa kentang
memiliki kadar air yang sangat tinggi dibandingkan singkong dan ubi jalar.
4. Pati Gandum
Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran.Ukuran
normalnya adalah18 µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm dan granula
yang lebih kecil berukuran 7-8 µm, secara umum berkisar 2-35 µm.Bentuk granula
pati gandum adalah bulat (lonjong) cenderung berbentuk ellips. Rasio kadar amilosa dan
amilopektinnya adalah 1:3. Dengan kadar amilosa sebesar 25% dan kadar amilopektin
sebesar 75%. Suhu gelatinisasi nya pada suhu 52-640C
5. Pati Pisang
Pada buah pisang segar kandungan pati sekitar 20%-25% dengan proporsi amilosa
20,5% dan amilopektin 75,5% . Pada proses pematangan buah sebagian besar pati terhidrolisi
hingga tinggal 1%-2% saat buah matang sempurna. Suhu glatinisasi pati pisang lebih tinggi
dari pada umbi-umbian lainnya, hal ini diduga dikarenakan adanya ikatan kuat pada granula
patinya. Pati buah pisang mengalami gelatinisasi pada suhu 55-650C. Granula pati nya
berbentu ellips.
6. Pati Porang
Porang atau iles-iles atau gaceng yang dalam bahasa latinnya disebut Amorphopallus
oncophillus, tanaman yang biasa tumbuh liar di Indonesia. Di hutan, kebun-kebun, lereng-
lereng gunung di atas tanah pada ketinggian 1 sampai 700 meter di atas permukaan laut.
Tanaman ini hidup di bawah tegakan pohon lain seperti di bawah rumpun bambu, di bawah
jati, atau di bawah mahoni.
Umbi porang mempunyai ukuran granula pati sebesar 20 – 30 µm. Ukuran granula
pati kecil dapat memperlambat proses gelatinisasi karena semakin lebar luas permukaan
sehingga daya jangkauan air untuk masuk pada granula semakin tinggi sebaliknya dengan
ukuran granula pati besar maka reaksi gelatinisasi lebih cepat. Dengan ukuran granula 20 –
30 µm, granula pati dari porang mempunyai suhu gelatinisasi 60 - 65º C.
Tepung porang adalah serat murni larut air, tanpa kanji dan gula, tidak mengandung
kalori, dan bebas gelatin. Tepung porang merupakan serat larutan yang memiliki tingkat
kekentalan paling tinggi secara alamiah.. Tepung porang merupakan serat soluble yang paling
kental yang ada di alam, yang memiliki kekuatan pengental 10x lebih besar daripada kanji
tepung jagung. Tepung porang mengentalkan dengan kelembutan satin dan penampakan luar
yang mengkilap. Tepung ini tidak menambahkan rasa pada rasa asli makanan
7. Pati Beras
Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk polygonal &
cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal.Komposisi kimia beras berbeda-beda
tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Selain sebagai sumber energi dan protein,
beras juga mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin (lihat tabel). Sebagian besar
karbohidrat beras adalah pati (85-90 persen), sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa
dan gula. Dengan demikian sifat fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia
patinya.
Pati beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L (familia Poaceae). Pati
beras memiliki serbuk sangat halus dan putih. Pati beras praktis tidak larut dalam air dingin
dan dalam etanol dan bila diamati dengan mikroskopik tampak butir bersegi banyak ukuran
2µm-5µm, tunggal atau majemuk, bentuk bulat telur ukuran 10µm-20µm. Pada pati beras
hilus di tengah tidak terlihat jelas dan tidak ada lamela konsentris. Pati beras bila diamati
dibawah cahaya terpolarisasi, tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong pada
hilus (Anonymousa,1995).
Granula pati beras berbentuk polihedral atau pentagonal dodekahedron. Temperatur
optimum gelatinisasi dari pati besarnya sangat bervariasi tergantung pada varietas padinya.
Pati beras mengandung amilosa 40-80% (Whistler et al, 1984)
8. Pati sagu
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah
tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati
sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan
amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati sagu adalah 73%± 3
(Ahmad and Williams, 1998). Pati sagu memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan
Ahmad and Williams (1998) yaitu berbentuk elips memiliki ukuran granula rata-rata 30 µm
(20-60 µm) , kadar amilosa 27%± 3 dan kadar amilopektin 73%, suhu gelatinisasi pati rata-
rata 700C (60-720C), entalpy gelatinisasi 15-17 J/g, dan termasuk tipe C pada pola X-ray
difraction.
Pati sagu yang telah mengalami modifikasi akan mengalami beberapa perubahan sifat
dibandingkan pati alaminya. Suryani, Haryadi, dan Santosa (1999) melaporkan bahwa
modifikasi pati sagu secara ikatan silang menyebabkan peningkatan suhu awal gelatinisasi,
penurunan viskositas pada suhu 950C, peningkatan rasio stabilitas pasta, rasio retrogradasi
dan total retrogradasi 2,3. Modifikasi Pati digunakan secara luas dalam industri pangan.
Penggunaan pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan
dengan retrogradasi, sineresis, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah terhadap
pH dan perubahan suhu. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati secara fisik,
kimia, dan enzimatik atau kombinasi dari cara-cara tersebut (Fortuna, Juszczak, and
Palansinski, 2001).
TUGAS I BIOKIMIA BAHAN PANGAN
Disusun oleh :
Ridha Aulia
432 14 001
2 D4 TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIIK NEGERI UJUNG PANDANG
JURUSAN TEKNIK KIMIA
TAHUN 2015/2016
TINGKAT KEMANISAN RELATIF GULA