Post on 08-Apr-2016
description
PENDAHULUAN
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini
di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan
jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya
alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy)
yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi
terbuka).(1)
Dari data di luar negeri didapatkan bahwa resiko pembentukan batu sepanjang
hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5-10% (EAU Guidelines). Laki-laki lebih
sering dibandingkan wanita (kira-kira 3:1) dengan puncak insidensi antara dekade
keempat dan kelima, hal ini kurang lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-
CM.(1)
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua
jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien
dengan batu saluran kemih.
Dengan perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan
yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun daerah.
Oleh karena itu sudah dianggap semestinya bahwa terdapat suatu Clinical Practice
Guideline/Pedoman Penatalaksanaan Klinik (PPK) mengenai penatalaksanaan
penyakit batu saluran kemih, yang dapat menjadi acuan yang praktis bagi sejawat
spesialis urologi yang berpraktek di Indonesia. Untuk itu Ikatan Ahli Urologi
Indonesia membentuk sebuah panel khusus yang menyusun PPK ini.
Tujuan disusunnya PPK ini adalah agar menjadi acuan bagi praktik urologi di
Indonesia yang diharapkan membawa praktik urologi di Indonesia menjadi praktik
urologi yang sedapat mungkin berlandaskan bukti yang sahih (Evidence Based
Medicine (EBM)).
1
Metodologi
PPK batu saluran kemih (PPK-BSK) ini, selanjutnya disebut ‘guidelines’
disusun oleh suatu tim panelis yang dibentuk oleh PP-IAUI dan melaksanakan
beberapa kali pertemuan yang dimulai sejak tgl. 26 November 2005. Penyusunan
‘guidelines’ ini berdasarkan beberapa Guidelines yang ada di tingkat internasional
(EAU dan AUA) ditambah dengan data yang ada di tingkat Nasional (terutama yang
sudah dipublikasi di majalah ilmiah kedokteran nasional yang sudah terakreditasi oleh
Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI) bila dianggap
memungkinkan. Umumnya tim penyusun guidelines di tingkat internasional sudah
melakukan penelusuran literatur yang ekstensif dan telah menyaripatikannya dalam
bentuk rekomendasi-rekomendasi. Oleh karena itu tugas tim panelis ‘guidelines’
adalah melakukan penilaian terhadap guidelines yang sudah ada dan menilai
kecocokannya dengan kondisi di tanah air dengan mempertimbangkan ketersediaan
dan distribusi alat, prasarana, sarana & kemampuan spesialis urologi dalam
melakukan modalitas terapi yang ada.
Hasil rumusan “guidelines’ ini dicapai melalui konsensus dan diformulasikan
dalam berbagai tingkatan sesuai urutan rekomendasi.
Persetujuan Tindakan Kedokteran/Medik (informed consent)
Pada setiap melakukan tindakan medik pasien harus diberitahu mengenai
semua modalitas terapi yang ada meskipun tidak tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan yang bersangkutan. Harus dijelaskan mengenai diagnosis, sifat dan tujuan
tindakan yang ditawarkan, keuntungan dan risiko setiap tindakan (keluaran [treatment
outcomes] yang diharapkan [sebaiknya dengan persentase keberhasilan], dan
komplikasi yang mungkin terjadi baik jangka panjang maupun jangka pendek),
alternatif lainnya (observasi, medikamentosa, non-invasif, minimal invasif dan
operasi terbuka) beserta keuntungan dan risiko masing-masing. Selain itu juga harus
dijelaskan keuntungan dan risiko bila pasien tidak menerima tindakan medik.
Sebaliknya pasien juga perlu mendapat kesempatan untuk bertanya agar lebih
mengerti lagi mengenai sifat dari tindakan medik yang ditawarkan sehingga dapat
memutuskan untuk menerima atau menolak tindakan medik yang ditawarkan.(2;3)
2
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan,
sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria.
Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal ginjal.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
o Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
o Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
o Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
o Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria (nitrit), pH
urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum dan
kreatinin.
PENCITRAAN
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat.
Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan
ultrasonografi atau intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT.1,2,3 Pemeriksaan
IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :
Dengan alergi kontras media
Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
Dalam pengobatan metformin
Dengan myelomatosis
3
Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan meliputi :
Retrograde atau antegrade pyelography
Scintigraphy
BATU URETER
4
Latar Belakang
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik
ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang
biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic
junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding
buli.
Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada
umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalat
monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam
urat, batu struvit dan batu sistin.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak
batu, ukuran batu, adanya komplikasi ( obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal )
dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang kita
putuskan. Misalnya cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau
melakukan intervensi aktif.
Dahulu sebelum alat-alat minimal invasif berkembang, untuk keperluan
penanganan batu ureter, ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter proksimal (dari
UPJ sampai bagian atas sakrum), ureter tengah (bagian atas sakrum sampai pelvic
brim) dan ureter distal (dari pelvic brim sampai muara ureter). Hal ini berkaitan
dengan teknik pembedahan (insisi). Namun dengan berkembangnya terapi minimal
invasif untuk batu ureter, maka saat ini untuk keperluan alternatif terapi, ureter dibagi
2 saja yaitu proksimal (di atas pelvic brim) dan distal (di bawah pelvic brim).
Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar
spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita
pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi
tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat
monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat
biasanya kurang keras dan mudah pecah.
Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan
dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan kita
melakukan tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis
tindakan yang akan kita lakukan.
5
Secara garis besar terdapat beberapa alternatif penanganan batu ureter yaitu
observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka. Ada juga alternatif lain yang jarang
dilakukan yaitu laparoskopi dan ekstraksi batu ureter tanpa tuntunan (“blind
basketing”).
Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk
pilihan terapi konservatif berupa :
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
Shock Wave Lithotripsy ( SWL )
SWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kencing. Prinsip dari
SWL adalah memecah batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut
yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya
di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali
gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar
supaya bisa keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
Berbagai tipe mesin SWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya
semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru,
dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah
dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama,
sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian
6
mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat
yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.
Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL
mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium
oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang
gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan SWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid,
untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.
Ureteroskopi
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound,
EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter
dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS
dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk terapi batu
ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-
masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
PNL
PNL yang berkembang sejak dekade 1980 an secara teoritis dapat digunakan
sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil
alih oleh URS dan SWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar
dan melekat masih ada tempat untuk PNL.
Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.
Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau
ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.
Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak.
Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian
7
besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan SWL dibanding
PNL.
Bedah Terbuka
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi
pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada
batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita
dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian
stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
ANALISA KELUARAN
Berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui hasil dari berbagai modalitas
terapi batu ureter. Beberapa indikator keluaran yang sering dipakai adalah : angka
bebas batu, jumlah prosedur dan komplikasi.
Angka bebas batu
Angka ini dipakai untuk menentukan efikasi dari terapi batu ureter. Ini sangat
penting pada batu ureter karena adanya fragmen batu yang tertinggal akan tetap
memberikan keluhan klinis. Cara yang dipakai untuk menentukan angka bebas batu
melalui evaluasi foto polos abdomen setelah tindakan. Khusus untuk pasien yang
dilakukan observasi, penentuan angka bebas batu sedikit berbeda karena harus
memperhatikan lamanya waktu tunggu, lokasi batu dan ukuran batu.
Angka bebas batu dari masing-masing modalitas terapi selengkapnya lihat
tabel.
Jumlah prosedur tiap pasien
Mengenai jumlah prosedur tindakan dibedakan primer dan sekunder. Yang
dimaksud prosedur primer adalah prosedur yang dipakai pada awal tindakan, sedang
8
prosedur sekunder adalah prosedur yang dipakai untuk tindakan berikutnya yang
berbeda dengan prosedur awal ( primer ). Sehingga jumlah prosedur tindakan pada
seseorang pasien bisa beberapa prosedur primer dan beberapa prosedur sekunder atau
hanya beberapa prosedur primer saja.
Tentang jumlah prosedur tindakan dari masing-masing modalitas terapi bisa
dilihat di tabel.
Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut
yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal,
kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data
kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter
memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan
dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli
paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom
perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama
yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan
evaluasi radiografi ( IVP ) pasca operasi. Data selengkapnya dapat dilihat di tabel.
(Lampiran)
Pedoman Pilihan Terapi
Pedoman pilihan terapi ini dibagi dalam beberapa kategori. Pencantuman
angka berdasarkan konsensus yang dicapau oleh tim penyusun guidelines ini dan
diformulasikan dalam berbagai tingkatan sesuai urutan rekomendasi. Berikut ini untuk
tiga pedoman pertama digunakan pada batu ureter proksimal dan distal, sedang
pedoman selanjutnya dibedakan antara batu ureter proksimal dan distal :
1. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan kecil keluar spontan :
Batu ureter yang kemungkinan kecil bisa keluar spontan harus diberitahu kepada
pasiennya tentang perlunya tindakan aktif dengan berbagai modalitas terapi yang
sesuai, termasuk juga keuntungan dan risiko dari masing-masing modalitas terapi.
9
2. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan besar keluar spontan :
Batu ureter yang baru terdiagnosis dan kemungkinan besar keluar spontan, yang
keluhan/gejalanya dapat diatasi, direkomendasikan untuk dilakukan terapi
konservatif dengan observasi secara periodik sebagai penanganan awal.
3. Penanganan batu ureter dengan SWL.
Stenting rutin untuk meningkatkan efisiensi pemecahan tidak direkomendasi
sebagai bagian dari SWL.
4. Untuk batu 1 cm di ureter proksimal
Pilihan terapi :
1. SWL
2. URS + litotripsi
3. Ureterolitotomi
5. Untuk batu 1 cm di ureter proksimal
Pilihan terapi :
1. Ureterolitotomi
2. SWL, PNL dan URS + litotripsi
6. Untuk batu 1 cm di ureter distal
Pilihan terapi :
1. SWL atau URS + litotripsi
2. Ureterolitotomi
7. Untuk batu 1 cm di ureter distal
Pilihan terapi :
1. URS + litotripsi
2. Ureterolitotomi
3. SWL
10
BATU GINJAL
Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak
dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan
pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar
spontan 80%. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5
mm terutama bila disertai :1
a. Nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat
b. Obtruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal
c. Adanya infeksi traktus urinarius
d. Risiko pionefrosis atau urosepsis
e. Obstruksi bilateral
Untuk praktisnya, pedoman penatalaksaan batu ginjal ini diuraikan dalam
empat bagian, yaitu:
a. Penatalaksanaan untuk batu ginjal nonstaghorn
b. Penatalaksanaan untuk batu cetak/ staghorn
c. Penatalaksanaan batu ginjal dengan kelainan khusus
d. Penatalaksanaan batu ginjal pada anak
Faktor penting yang juga menjadi pertimbangan adalah ketersediaan alat,
prasarana, sarana dan kemampuan ahli urologi dalam melakukan modalitas terapi
yang ada. Apa yang dicantumkan dalam pedoman ini sebagai standar, rekomendasi
ataupun opsional adalah jika alat, prasarana, sarana dan kemampuan operator
memungkinkan untuk melakukan modalitas terapi yang disarankan.
A. PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU GINJAL NONSTAGHORN
A.1. Ukuran Batu < 20 mm
1. Latar Belakang
Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal
< 20 mm, yaitu:1
- Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
- Percutaneus nephrolithotomy (PNL)
- Operasi terbuka
- Kemolisis oral
11
2. Analisis keluaran
a. Stone free rate
Secara umum, yang dimaksud dengan stone free rate adalah persentase pasien
tanpa sisa batu pasca prosedur. Khusus untuk ESWL, pengertian stone free rate ini
bisa berupa tidak adanya sisa batu ataupun adanya sisa/ fragmen batu yang tidak
signifikan secara klinis (clinically insignificant fragment = CIRF). Belum ada
keseragaman dalam menentukan CIRF sampai saat ini, secara umum literatur
menggunakan pada sisa/ fragmen berukuran kurang 2-5 mm, tidak ada infeksi saluran
kemih dan tidak ada keluhan pada pasien yang dievaluasi tiga bulan setelah
penembakan.2-4
ESWL merupakan metode yang efektif untuk penanganan batu ginjal < 20 mm.5
Batu dengan ukuran < 10 mm mempunyai stone free rate 84% (64%-92%) dan batu
berukuran 10-20 mm mempunyai stone free rate 77% (59%-81%).6 Komposisi batu
berpengaruh terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan komposisi asam urat dan
kalsium oksalat dihidrat memiliki koefisien fragmentasi yang baik, sementara batu
kalsium oksalat monohidrat dan batu sistin lebih sulit mengalami fragmentasi. Stone
free rate untuk kalsium oksalat monohidrat 38-81% sedangkan untuk batu sistin 60-
63%. Jika berukuran < 15 mm, stone free rate batu sistin masih 71%, sedangkan jika
sudah > 20 mm, stone free rate menjadi hanya 40%. Adanya hidronefrosis dan adanya
infeksi ginjal juga mempengaruhi hasil ESWL. Persentase keberhasilan ESWL pada
ginjal tanpa hidronefrosis 83%, turun menjadi 50% pada hidronefrosis derajat sedang
dan sangat rendah pada hidronefrosis yang berat. Karenanya, dianjurkan untuk
dilakukan nefrostomi dan pemberian antibiotik selama 3-5 hari sebelum ESWL pada
kasus batu ginjal dengan hidronefrosis.5-7
PNL mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan ESWL untuk batu ginjal
< 20 mm. Namun, PNL merupakan prosedur yang lebih invasif dibanding ESWL.
Karena itu, ESWL lebih direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm,
kecuali pada kasus khusus, seperti batu pada kaliks inferior dengan infundibulum
yang panjang dan sudut infundibulopelvis yang tajam ataupun pada kaliks yang
obstruktif. Stone free rate pada kasus ini dengan ESWL kurang dari 50%. Pada batu
berukuran 10-20 mm yang terletak di kaliks inferior, perbandingan stone free rate
antara ESWL dan PNL adalah 57% : 73%.8-10
12
Kemolisis oral dianjurkan untuk batu dengan komposisi asam urat. Caranya
adalah dengan asupan cairan yang banyak ( lebih dari 2000 ml/ 24 jam), alkalinisasi
urin (kalium sitrat 3 x 6-10 mmol, natrium kalium sitrat 3 x 9-18 mmol dan natrium
bikarbonat 3 x 500 mg). Jika dijumpai hiperurikosuria (>1000 mg/ hari) dengan
hiperurisemia diberikan allopurinol 300 mg/ hari. Penyesuaian dosis dilakukan pada
pasien dengan insufisiensi ginjal.11-13
b. Jumlah prosedur
Jumlah prosedur harus dipisahkan antara prosedur sekunder dan prosedur
tambahan. Prosedur sekunder merupakan prosedur yang merupakan bagian dari
prosedur untuk pengangkatan batu, sedangkan prosedur tambahan adalah prosedur
untuk mengatasi komplikasi dan prosedur insidental untuk pengangkatan batu (seperti
insersi atau pengangkatan stent). Sayangnya, pada sebagian besar penelitian tidak
disebutkan/ dibedakan antara prosedur sekunder dan prosedur tambahan ini.
Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran < 20 mm terjadi pada 7,4%
kasus sedangkan pada PNL pada 6,9% kasus. Prosedur tambahan pada ESWL
dijumpai pada 11,3% kasus dibandingkan 1,2% pada PNL.2
Jenis batu berkaitan dengan jumlah ESWL yang diperlukan. Pada batu kalsium
oksalat monohidrat, perlunya penembakan tambahan terjadi pada 10,3% kasus, pada
batu struvit 6,4% sedangkan batu kalsium oksalat dihidrat 2,8%.
Banyaknya ESWL sebaiknya tidak lebih dari 3-5 kali (tergantung dari jenis
lithotiptornya). Jika perlu dilakukan pengulangan, tidak ada standar baku lamanya
interval antar penembakan. Namun biasanya hal ini disesuaikan dengan jenis
lithotriptornya: pada mesin ESWL elektrohidrolik, interval waktu minimal 4-5 hari
sedangkan pada piezoelektrik bisa lebih singkat (2 hari). Maksimal gelombang kejut
yang diberikan setiap penembakan juga disesuaikan dengan jenis mesin ESWL, pada
jenis elektrohidrolik sebaiknya tidak melebihi 3500, sedangkan pada piezoelektrik
sebaiknya tidak melebihi 5000.14
3. Pedoman pilihan terapi
Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator
memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut
adalah pedoman prosedur yang dianjurkan:
1. ESWL monoterapi
13
2. PNL untuk kaliks inferior ukuran 10 – 20 mm
3. Operasi terbuka
4. Kemolisis oral untuk batu asam urat murni
A.2. Ukuran Batu > 20 mm
1. Latar Belakang
Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal
> 20 mm, yaitu:
- ESWL ± pemasangan stent
- PNL
- Terapi kombinasi (PNL + ESWL)
- RIRS atau laparoskopi
- Operasi terbuka
- Kemolisis oral
2. Analisis keluaran
a. Stone free rate
Secara keseluruhan, stone free rate untuk batu 20-30 mm dengan ESWL lebih
rendah dibandingkan pada batu < 20 mm (rentang 33%-65%). Stone free rate PNL
pada batu berukuran 20-30 mm mencapai 90%. Beberapa faktor menjadi
pertimbangan dalam pemilihan ESWL untuk batu berukuran > 20 mm:
- Lokasi batu
Batu yang terletak di kaliks inferior mempunyai stone free rate yang rendah
dibanding batu yang terdapat di lokasi lain, stone free rate paling tinggi dijumpai
pada batu di pielum. PNL merupakan pilihan pada batu di kaliks inferior yang
berukuran > 15 mm.2,15-17
- Total stone burden
Tidak ada batasan yang pasti mengenai ukuran batu tetapi ukuran 40 x 30 mm
dapat dipakai sebagai pedoman. Monoterapi ESWL (dengan pemasangan stent)
mempunyai stone free rate 85% jika batu berukuran < 40 x 30 mm setelah 3 bulan
penembakan. Angka ini turun menjadi 43% pada batu berukuran > 40 x 30 mm.
Dengan terapi kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate mencapai 71%-96%
14
pada batu > 40 x 30 mm, dengan morbiditas dan komplikasi yang kecil.
Keberhasilan lebih tinggi jika ESWL dilakukan setelah PNL.2,18
- Kondisi ginjal kontralateral
Jika kondisi ginjal kontralateral yang buruk atau pada ginjal soliter, ESWL
monoterapi merupakan alternatif pertama karena efeknya yang lebih ringan
dibanding terapi PNL atau kombinasi.19
- Komposisi dan kekerasan batu
ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu kalsium atau struvite. Sekitar
1% batu mengandung sistin, tiga perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu
sistin besar memerlukan penembakan tambahan hingga 66% kasus. Pada batu sistin,
khususnya yang berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL atau kombinasi PNL dan
ESWL lebih efektif ketimbang ESWL yang berulang kali.20,21
Kemolisis oral merupakan terapi lini pertama untuk batu asam urat. Pada batu
yang besar, disolusi dapat dipercepat dengan ESWL. Stone free rate pada batu asam
urat besar dengan ESWL dan kemolisis oral dapat mencapai hingga 85%.2
Peran laparoskopi dalam penanganan batu ginjal > 20 mm masih bersifat
eksperimental.
b. Jumlah prosedur
Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran > 20 mm terjadi pada 33,1%
kasus sedangkan pada PNL pada 26,1% kasus. Prosedur tambahan pada ESWL
dijumpai pada 28,7% kasus dibandingkan 4,3% pada PNL. Pada batu kaliks inferior
berukuran > 10 mm, angka terapi ulang dan prosedur tambahan pada ESWL (16%
dan 14%) lebih tinggi dibanding PNL (9% dan 2%).2
3. Pedoman pilihan terapi
Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator
memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut
adalah prioritas pilihan prosedur yang dianjurkan:
1. PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ stent)
2. Operasi terbuka
15
Komplikasi
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan
terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan
PNL.2,4,8,10
Jenis morbiditas ESWL PNL
Penurunan hemoglobin
Praterapi
Pascaterapi
14,6
14,1*
13,7
12,2
Suhu maksimal (C)
39 C
38 C
< 38 C
4 (0,5%)*
111 (15%)
635 (85%)
12 (11%)
37 (34%)
60 (55%)
Terapi nyeri
Tanpa obat
Terapi oral
Narkotik im
586 (51%)*
191 (17%)
369 (32%)
10 (9%)
15 (4%)
85 (77%)
* p < 0,05
Sumber: Lingeman JE (1987)
B. PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU CETAK
GINJAL/ STAGHORN
1. Latar Belakang
Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak/ staghorn ginjal. Definisi
yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting
system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/
staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system,
sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh
collecting system.1
16
Komposisi tersering batu cetak ginjal adalah kombinasi magnesium amonium
fosfat (struvit) dan/ atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin
dan asam urat, sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Komposisi
struvite/ kalsium karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang
disebabkan oleh organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang
menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi
alkali dan mengandung konsentrasi amonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi
magnesium amonium fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan
bercabang. Faktor-faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofilm
eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik menjadi
matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan di dalam batu menunjukkan bakteri
tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi
infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada.1
Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal
dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu
merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi
obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya
serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan
untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu,
sebagian besar penelitian mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan
menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang.1
Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah:
1. PNL monoterapi
2. Kombinasi PNL dan ESWL
3. ESWL monoterapi
4. Operasi terbuka
5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL
2. Analisis Keluaran
Jika tidak diterapi, batu cetak ginjal terbukti akan menyebabkan kerusakan
ginjal. Pasien dapat mengalami infeksi saluran kemih berulang, sepsis dan nyeri.
Selain itu, batu akan mengakibatkan kematian. Terapi nonbedah, seperti terapi
antibiotik, inhibitor urease, dan terapi suportif lainnya, bukan merupakan alternatif
17
terapi kecuali pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur tindakan
pengangkatan batu. Pada analisis retrospektif 200 pasien dengan batu cetak ginjal
yang menjalani terapi konservatif, 28% mengalami gangguan fungsi ginjal.
a. Stone Free Rate
Secara keseluruhan, stone free rate setelah terapi paling tinggi pada PNL (78%)
dan paling rendah pada SWL (54%). Pada terapi kombinasi (PNL dan SWL), stone
free rate lebih rendah jika SWL dilakukan terakhir (66%) dan dapat menjadi 81% jika
dilakukan PNL-ESWL-PNL. Pada operasi terbuka, stone free rate berkisar antara
71%-82%. Angka ini lebih rendah jika batunya lebih kompleks.1,22-24
Sumber: AUA Guidelines 2005
Stone free rate juga dihubungkan dengan klasifikasi batu cetak (parsial atau komplit).
Pada batu cetak parsial, angka stone free rate lebih tinggi dibandingkan batu cetak
komplit. Pada PNL, stone free rate batu cetak parsial 74% dibandingkan 65% pada
batu cetak komplit.1,22
b. Jumlah Prosedur
Pada pedoman American Urological Association (AUA) tahun 2004, PNL
membutuhkan total rata-rata 1,9 prosedur, ESWL 3,6 prosedur dan terapi kombinasi
membutuhkan 3,3 prosedur untuk penatalaksanaan batu cetak ginjal. Operasi terbuka
membutuhkan total 1,4 prosedur.
18
Jumlah prosedur juga berkaitan dengan klasifikasi batu cetak (parsial atau total).
Pasien batu cetak parsial menjalani 2,1 prosedur dibandingkan 3,7 prosedur pada
pasien batu cetak komplit.1,9,10
c. Komplikasi
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari
meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).
Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang
besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%.
Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien
dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data
yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang
dari 1%.
Pedoman AUA menyebutkan adanya kesulitan dalam menarik kesimpulan dari
laporan komplikasi akibat ketiadaan keseragaman laporan. Misalnya, pasien dengan
demam dikelompokkan sebagai sepsis oleh sejumlah peneliti, namun hanya demam
saja oleh peneliti lainnya. Perkiraan komplikasi keseluruhan yang diakibatkan oleh
keempat prosedur sama dan berkisar antara 13%-19%.
Hanya ada satu penelitian yang melihat komplikasi yang dikaitkan dengan
klasifikasi batu cetak (parsial atau komplit). Dari penelitian itu didapatkan,
komplikasi berkaitan dengan ukuran batu (stone burden). 1,9,10
3. Pedoman pemilihan modalitas terapi
Pasien yang didiagnosis batu cetak ginjal dianjurkan untuk diterapi secara
aktif.
Terapi standar, rekomendasi dan optional pada pasien batu cetak ginjal berlaku
untuk pasien dewasa dengan batu cetak ginjal (bukan batu sistin dan bukan batu asam
urat) yang kedua ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif sama) atau ginjal soliter
dengan fungsi normal dan kondisi kesehatan yang secara umum, habitus, dan anatomi
memungkinkan untuk menjalani keempat modalitas terapi, termasuk pemberian
anestesi. Pedoman pilihan terapi meliputi :
1. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)
2. Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)
19
Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut, pilihan terapi ditentukan
berdasarkan pertimbangan individual.
C. PENATALAKSANAAN BATU GINJAL PADA ANAK
1. Latar Belakang
Penelitian mengenai penggunaan berbagai modalitas penatalaksanaan untuk
anak tidak selengkap pada orang dewasa, namun dalam dekade terakhir ini jumlahnya
mulai banyak ditemukan.
2. Analisis Keluaran
Terapi batu pada anak dengan ESWL mulai banyak dilakukan. Disintegrasi
dan bersihan batu lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan orang dewasa.
Kemungkinan hal ini sebabkan gelombang kejut ditransmisikan dengan kehilangan
energi yang lebih sedikit. Selain itu komposisi batu dan pembentukan batu yang lebih
singkat, ureter yang lebih pendek dan elastis memungkinkan transmisi fragmen batu
yang lebih mudah serta mencegah terjadinya impaksi batu. Pada batu ginjal, stone free
rate mencapai 63%-100% dengan penembakan 1 hingga 3 sesi, tergantung dari
ukuran dan lokasi batu. Penggunaan ESWL monoterapi pada batu cetak ginjal
memberikan hasil stone free rate 73,3% setelah rata-rata dua kali penembakan.2,25-32
Penanganan batu ginjal anak berukuran rata-rata 47 mm (rentang 25-50 mm)
dengan PNL memberikan hasil stone free rate 67,7%, 274% memerlukan tambahan
ESWL untuk menghasilkan bersihan batu yang komplit.33-35
Stone free rate pada operasi terbuka batu ginjal anak mencapai 97,8%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang
berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15
hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. 1
20
Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%),
demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).35
3. Pedoman Penatalaksanaan
ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka dapat merupakan pilihan terapi
untuk pasien anak-anak
21
BATU KANDUNG KEMIH
Latar belakang :
Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar 5% dan
terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-3%.
Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih : obstruksi infravesika,
neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda
asing, divertikel kandung kemih.
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa
daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemik
yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.
Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu infeksi(struvit),
ammonium asam urat dan kalsium oksalat.
Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan
gejala obstruktif dan iritatif saat berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan
keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-
tiba.
Metodologi
Analisis keluaran :
Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus batu
kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai
sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik),
vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL.
Vesikolitolapaksi :
Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam
menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka. Indikasi kontra
untuk tindakan ini adalah kapasitas kandung kemih yang kecil, batu multiple, batu
ukuran lebih dari 20mm, batu keras, batu kandung kemih pada anak dan akses
uretra yang tidak memungkinkan.
Teknik ini dapat dipergunakan bersamaan dengan tindakan TUR-P, dengan tidak
menambah risiko seperti halnya sebagai tindakan tunggal.
Angka bebas batu : tinggi (angka ?).
22
Penyulit : 9-25%, berupa cedera pada kandung kemih.
Vesikolitotripsi :
a. Elektrohidrolik (EHL);
Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan batu
kandung kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P.
Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama
dan fragmentasinya inkomplit.
EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras.
Angka bebas batu : 63-92%.
Penyulit : sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%.
Waktu yang dibutuhkan : ± 26 menit.
b. Ultrasound ;
Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih,
dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan
biaya tidak tinggi.
Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm).
Penyulit : minimal (2 kasus di konversi).
Waktu yang dibutuhkan : ± 56 menit.
c. Laser ;
Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu
besar, tidak tergantung jenis batu.
Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan tidak ada penyulit.
Angka bebas batu : 100%.
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
d. Pneumatik;
Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung
kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu
besar dan keras.
Angka bebas batu : 85%.
23
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
Vesikolitotomi perkutan :
Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita
dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu múltipel. Tindakan ini
indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi
daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen.
Angka bebas batu : 85-100%.
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.
Vesikolitotomi terbuka :
Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses
melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi.
Angka bebas batu : 100%.
ESWL :
Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk
operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan.
Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan menurunkan
angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi sekitar
10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu.
Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali untuk
terapi batu kandung kemih.
Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96%
pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan hanya 50%
yang berhasil.
Pedoman pilihan terapi :
Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh
para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa
dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia.
24
Penggunaan istilah ‘standar’, ‘rekomendasi’ dan ‘opsional’ digunakan
berdasarkan fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam
penanganan penderita.
Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm.
1. Litotripsi endoskopik
2. Operasi terbuka
Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
Pedoman untuk batu buli-buli pada anak.
1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopi
25
BATU URETRA
Latar belakang :
Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra.
Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan stasis urin yang kronis dan
infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra.
Insidensi terjadinya batu uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran
kemih. Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua
pertiga batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior.
Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urin.
Analisis keluaran :
Beberapa cara yang dikenal untuk menangani batu uretra antara lain; batu uretra
posterior didorong ke kandung kemih, operasi terbuka (uretrotomi/meatotomi),
Laser holmium, pneumatik litotripsi.
o Operasi per endoskopik :
Dengan berkembangnya teknologi, beberapa alat dapat digunakan untuk batu
uretra.
Laser Holmium merupakan salah satu modalitas yang paling sering digunakan
untuk menangani kasus batu uretra khususnya yang impacted diluar operasi
terbuka. Angka bebas batu 100%, tanpa penyulit.
Modalitas lain yang digunakan adalah litrotripsi pneumatik, angka bebas batu
100%, penyulit tidak disebutkan.
o Operasi terbuka :
Pada kasus-kasus batu uretra impacted, adanya striktur uretra, divertikel
uretra, batu di uretra anterior/fossa navikularis, merupakan indikasi untuk
operasi terbuka. Angka bebas batu 100%, penyulit berupa infeksi, fistel
uretrokutan.
Pedoman pilihan terapi :
Pedoman untuk batu uretra posterior
Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih.
26
Pedoman untuk batu uretra anterior.
1. Lubrikasi anterior
2. Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih
3. Uretrotomi terbuka
Pedoman untuk batu di fossa navikularis/meatus eksterna.
Uretrotomi terbuka/meatotomi.
27