Post on 25-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai fungsi utama
mempertahankan homeostatis dalam tubuh sehingga terdapat keseimbangan optimal
untuk kelangsungan hidup dan berfungsinya sel. Ginjal mempertahankan homeostasis
dengan cara mengatur konsentrasi banyaknya konstituen plasma, terutama elektrolit
dan air, dan dengan mengeliminasi zat-zat yang tidak diperlukan atau berlebihan di
urin (Sherwood, L. 2001). Kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi-fungsi vital ini
menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (Price
dan Wilson, 2006).
Gagal ginjal yang merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal kronis, merupakan
kondisi kesehatan yang penting untuk diperhatikan. Hal ini mengingat tingginya
angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah gagal ginjal kronik (GGK)
seperti pola makan, transplantasi ginjal dan salah satunya dengan hemodialisis.
Hemodialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien GGK yang berlangsung
seumur hidup. Dahulu, pasien gagal ginjal sudah ditakdirkan meninggal apabila
semua metode konservatif gagal. Sekarang, hidup mereka mungkin masih dapat
diperpanjang beberapa tahun lagi dengan pemeliharaan dialisis atau transplantasi
ginjal (Wilson, L. M. 2005).
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, membutuhkan waktu 12-15 jam
untuk dialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam setiap kali terapi.
Kegiatan ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya. Penyesuaian diri
terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien.
Dampak psikologis pasien gagal ginjal kronik yang menjalani program terapi seperti
hemodialisa dapat dimanifestasikan dalam serangkaian perubahan perilaku antara lain
1
2
menjadi pasif, ketergantungan, merasa tidak aman, bingung dan menderita
(Wilkinson 1981).
Dua pertiga dari pasien yang mendapat terapi dialisis tidak pernah kembali pada
aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala. Dengan demikian pasien akan mengalami
kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, harapan umur panjang, fungsi seksual,
sehingga dapat menimbulkan kemarahan yang akhirnya timbul suatu keadaan depresi
sekunder sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Bishop dalam
Asri P., 2006).
Berdasarkan data dari National Kidney and Urologic Disease Information
Clearinghouse (NKUDIC) pada akhir tahun 2009, prevalensi penderita penyakit
ginjal stadium akhir di Amerika Serikat yaitu 1.738 penderita per satu juta penduduk
dan 370.274 diantaranya menjalani hemodialisis (USRDS, 2011).
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai depresi pada pasien-pasien
hemodialisis. Kimmel pada tahun 2001 mendapati prevalensi depresi pada pasien
hemodialisis dengan menggunakan kuesioner BDI (Beck Depression Inventory)
dengan skor >10 mencapai 46,4%. Pada tahun 2010 Cengic melakukan penelitian dan
mendapati prevalensi depresi dengan skor BDI > 11 mencapai 51% (Cengic, 2010).
Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, pada tahun 2008 prevalensi
penderita penyakit ginjal kronis yaitu berkisar 200-250 per satu juta penduduk, dan
yang menjalani hemodialisis mencapai 2.260 orang. Jumlah ini meningkat dari tahun
sebelumnya, dimana pasien hemodialisis pada tahun 2007 berjumlah 2.148 orang.
Seperti yang telah dikemukakan, bahwa salah satu dampak psikologis dari
hemodialisis adalah depresi. Sebuah penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia menemukan bahwa prevalensi depresi pada pasien PGK (Penyakit Ginjal
Kronik) yang menjalani hemodialisis mencapai 31,1% dan sebagian besar komponen
kualitas hidup mereka lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menderita
depresi (Wijaya, 2005).
Sedangkan di Kalimantan Barat sendiri, khususnya di RSUD dr. Soedarso jumlah
pasien gagal ginjal pada tahun 2011 mencapai 284 orang (Laporan RSUD dr.
3
Soedarso, 2011). Dari jumlah tersebut, yang menjalani hemodialisis rata-rata 60-80
orang perbulan (Laporan RSUD dr. Soedarso, 2011).
Mengingat tingginya angka prevalensi depresi pada pasien hemodialisis, penulis
merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai tingkat depresi pada pasien
hemodialisis di RSUD dr. Soedarso.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana tingkat depresi pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Soedarso?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD dr. Soedarso.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat mengembangkan
kemampuan peneliti dalam menulis dan melakukan penelitian ilmiah.
2. Bagi Institusi Pendidikan Fakultas Kedokteran, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian sejenis di masa akan datang.
3. Bagi rumah sakit, hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan informasi mengenai
tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
dr. Soedarso.
4. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, hasil penelitian ini diharapkan
dapat sebagai tambahan informasi mengenai tingkat depresi pada pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Soedarso.