Post on 27-Jan-2020
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah diatur dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah
No. 24 tahun 1997, yang artinya adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.24
Pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre yang artinya suatu istilah
teknis yang menunjukkan terkait luas, nilai dan kepemilikan kepada suatu
bidang tanah. Pendaftaran tanah merupakan syarat dari upaya untuk menata
dan mengatur peruntukan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah
termasuk untuk mengatasi berbagai masalah pertanahan. Pendaftaran tanah
digunakan untuk memberikan kepastian hak dan perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah dengan pembuktian sertifikat tanah.25
Menurut Boedi Harsono Pendaftaran Tanah adalah suatu serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur, berupa
pengumpulan keterangan atau data yang berada di wilayah tertentu,
pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam
24 Jayadi Setiabudi, 2013, Paduan Lengkap Mengurus Tanah Rumah Serta Segala
Perizinannya, Yogyakarta : Buku Pintar, Hal : 63 25 Adrian Sutedi, 2012, Op.cit. Hal : 59
18
rangka memberikan jaminan kepastian hukum dalam bidang pertanahan,
termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.26
Bachsan Mustafa berpendapat bahwa pendaftaran tanah akan
melahirkan sertifikat tanah yang memberikan kepastian hukum, karena
hukum dapat diketahui baik identitas pemegang haknya maupun identitas
tanahnya.27
Menurut sutedi, pendaftaran tanah merupakan prasyarat dalam upaya
menata dan mengatur peruntukan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan
tanah termasuk dalam menyelesaikan masalah pertanahan. Pendaftaran tanah
ditujukan untuk memberikan kepastian hak dan perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah dengan pembuktian sertifikat tanah sebagai
pengendali dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah.28
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendaftaran tanah
merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk
kepentingan rakyat dalam hal menjamin kepastian hukum dibidang
pertanahan. Dengan adanya pendaftaran tanah dapat secara mudah
memperoleh keterangan terkait dengan sebidang tanah seperti hak yang
dimiliki, luas tanah, letak tanah, apakah telah dibebani dengan hak
tanggungan atau tidak. Dengan demikian penyelenggaraan pendaftaran tanah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria dan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.29
26 Boedi Harsono, Op.Cit. Hal : 72 27 Bachsan Mustafa, 1984, Hukum Agraria dalam Prespektif, Bandung : Remaja Karya CV,
Hal : 58 28 Adrian Sutedi, 2012, Op.Cit. Hal : 59 29 Teguh Susato, 2014, Panduan Praktis Mengurus Sertifikat Tanah & perizinannya, ctk
pertama, Yogyakarta : Buku Pintar, Hal 52
19
2. Sistem Pendaftaran Tanah
Terdapat dua macam sistem pedaftaran tanah menurut Boedi Harsono
yaitu sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran
hak (registration of tittles). Setiap pemberian atau menciptakan hak baru serta
pemindahan dan pembebanan dengan hak lain, harus dibuktikan dengan akta
yang memuat data yuridis tanah yang bersangkutan. Dalam sistem ini tidak
dilakukan penyelidikan data yang tercantum dalam akta yang telah didaftar.
Apabila terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya. Sedangkan
pada sistem pendaftaran hak, bukan akta yang didaftarkan melainkan haknya
yang diciptakan dan perubahannya. Akta merupakan sumber datanya.30
Sistem pendaftaran tanah yang digunakan yaitu sistem pendaftaran hak,
sesuai dengan PP No. 10 tahun 1961. Hal tersebut terbukti dengan adanya
buku tanah yang digunakan sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan
data fisik yang disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda
bukti hak yang telah didaftarkan. Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah
wakaf, dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan
membukukannya dalam buku tanah. Pembukuan dalam buku tanah serta
pencatatannya merupakan bukti bahwa yang bersangkutan beserta pemegang
haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur telah terdaftar
dalam PP No. 24 Tahun 1997.31
Sebelum berlakunya UUPA, Indonesia menganut sistem pendaftaran
akta yang diatur dalam Overschrijvings Ordonnantie 1834-27. Akta atau surat
perjanjian peralihan hak atas tanah dilakukan didepan Overschrijvings
30 Boedi harsono, Op.Cit. Hal : 76-77 31 Ibid, Hal : 477
20
Ambteaar yang merupakan pejabat pendaftaran tanah. Setelah dilakukan
kemudian pemilik hak atas tanah tersebut diberi grosse akta sebagai bukti
terjadinya peralihan hak atas tanah. Setelah berlakunya UUPA, Indonesia
mengatur sistem pendaftaran Hak karena peralihan hak atas tanah di
Indonesia sesuai dengan hukum adat yang bersifat nyata, terang dan tunai.32
3. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
Apabila melihat dari aspek jaminan yang diberikan dalam pendaftaran
tanah dengan pemberian surat tanda bukti hak atas tanah, sebagai alat
pembuktian maka dalam pendaftaran tanah mengenal dua macam sistem yaitu
sistem negatif dan sistem positif.33
Sistem publikasi positif yaitu sertifikat berlaku sebagai alat pembuktian
yang mutlak, data yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat diganggu
gugat. Dengan melakukan pendaftara tanah makan tercipta suatu hak yang
tidak dapat diganggu gugat dan untuk memastikan pemegang haknya cukup
melihat sertfiikat.34
Sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah menurut PP
No. 24 tahun 1997 yaitu sistem negatif yang megandung unsur positif karena
menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat, seperti dalam pasal 1 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32
ayat (2), dan pasal 38 ayat (2) UUPA. Sistem publikasi yang digunakan bukan
sistem publikasi negatif yang murni, karena sistem publikasi yang murni tidak
32 Urip Santoso, 2011, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana, Hal
: 31-32 33 Ali Achmad Chomzah, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jakarta : Prestasi
Pustakarya, Hal : 15 34 Adrian Sutedi, 2006, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta : Sinar
Grafika, Hal : 121
21
akan menggunakan sistem pendaftaran hak juga tidak akan ada pernyataan
seperti dalam pasal-pasal UUPA tersebut, bahwa sertifikat merupakan alat
bukti yang kuat.35
Meskipun sertifikat telah dijamin untuk menjadi sistem publikasi
positif, namun jika dalam ketentuan pasal 32 ayat (2) di antaranya yang
pertama, sertifikat diterbitkan secara sah, kedua, tanah diperoleh dengan
itikad baik, ketiga, tanah dikuasai secara nyata, keempat, dalam waktu lima
tahun sejak diterbukannya sertifikat tidak ada yang mengajukan keberatan
secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan.36
Ketentuan pasal 32 tersebut untuk memberikan jaminan kepastian
hukum dibidang pertanahan. Orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah
brsertifikat atas nama seseorang atau badan hukum lain, jika selama 5 tahun
sejak dikeluarkannya sertifikat tidak ada yang mengajukan gugatan pada
pengadilan mengenai penguasaan hak atas terbitnya sertifikat tersebut. Jadi
sertifikat hak atas tanah merupakan dokumen dala bentuk data yuridis dan
data fisik suatu obyek pendaftaran yang sudah ada haknya.37
4. Asas Pendaftaran Tanah
Kegiatan pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan 5 asas, yaitu
diantarnya : asas sederhana, asas aman, asas terjangkau, asas mutakhir, dan
35 Ibid. Hal : 477-478 36 Rozi Aprian Hidayat, Analisis Yuridis Proses Pembatalan Serrtifikat Hak Atas Tanah Pada
Kawasan Hutan, Jurnal IUS, Vol IV Nomor 2 : 84-95, Hal : 91 37 Fandri Entiman Nae, Kepastian Hukum Terhadap Hak Milik Atas Tanah yang Sudah
Bersertifikat, Jurnal Lex Privatum, Vol.I No. 5 : 54-63, Hal 57
22
asas terbuka sebagaimaa tercatum dalam dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.38
Penjelasan pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
yaitu :
a. Asas sederhana, yang berarti ketentuan pokok serta prosedur dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dimengerti oleh pihak yang
berkepentingan, terutama pihak pemegang hak atas tanah;
b. Asas aman, yang berarti pendaftaran tanah dilaksanakan secara teliti dan
cermat sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai
dengan tujuan pendaftaran tanah;
c. Asas terjangkau, yang berarti terjangkau bagi pihak yang memerlukan,
khususnya bagi para pihak dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus terjangkau oleh para pihak yang
memerlukan;
d. Asas mutakhir, yang berarti kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaan dan kesinambungan, pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, sehingga
perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan yang terjadi
dikemudian hari;
e. Asas terbuka, yang berarti adanya tuntutan dipeliharanya data pendaftaran
tanah secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang
38 SP. Florianus Sangsun, 2007, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Jakarta : Visi Media,
Hal : 17
23
tersimpan dalam keadaan yang nyata dilapangan dan masyarakat dapat
memperoleh keterangan mengenai data yang benar pada setiap saat.39
5. Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan pendaftaran tanah diatur dalam pasal 19 ayat (1) Undang-
Undang Pokok Agraria junto Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun
1997. Tujuan dari pendaftaran tanah yaitu untuk memberikan jaminan
kepastian hukum, yang meliputi letak batas dan luas tanah, status tanah dan
orang yang berhak atas tanah dan pemberian sertifikat. Dalam pasal 19 ayat
(1) dijelaskan bahwa :
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Sedangkan dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah menjalaskan bahwa :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengeai bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.40
39 A.P Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, Hal :
76-77 40 Boedi Harsono, Op.Cit. Hal : 472-474
24
Pemegang hak dalam pendaftaran tanah diberikan sertifikat sebagai
surat tanda bukti. Hal tersebut merupakan tujuan utama pendaftaran tanah
yang penyelenggaraan diperintahkan oleh pasal 19 UUPA. Maka
memperoleh sertifikat, bukan sekedar fasilitas melainkan merupakan hak
pemegang hak atas tanah, yang dijamin oleh Undang-Undang.41
Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa adanya
keharusan bagi pemerintah untuk mengatur terkait pendaftaran tanah. Pasal
19 UUPA ditujukan kepada pemeritah dalam rangka melaksanakan
kewajiban pokok dari pendaftaran tanah tersebut sedangkan pasal 23, 32 dan
38 UUPA serta Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1996 adalah
pasal-pasal yang ditujukan kepada masing-masing pemegang hak milik, hak
guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai serta hak pengelolaan untuk
wajib mendaftarkan hak-hak atas tanah yang dipegangnya itu selaras dengan
cita-cita kepastian hukum yang dikehendaki pembuat UUPA.42
Bachtiar Effendi menjelaskan terdapat dua tujuan terkait pendaftaran
tanah yaitu :
a. Penyediaan data-data penggunaan tanah untuk pemerintah ataupun
masyarakat,
b. Jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.43
41 Ibid. Hal : 472 42 Bachtiar Efendie, 1993, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya,
Bandung : Alumni, Hal : 19 43 Ibid. Hal : 21
25
6. Obyek Pendaftaran Tanah
Didalam Undang-Undang Pokok Agraria diatur terkait dengan obyek
pendaftaran tanah yang telah diatur dalam pasal 16 UUPA yang terdiri dari :
a. Hak milik;
b. Hak guna usaha;
c. Hak guna bangunan;
d. Hak sewa;
e. Hak membuka tanah;
f. Hak memungut hasil hutan;
g. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak dalam hak tersebut diatas
yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.44
Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang dibantu oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan dalam malaksanakan
kegiatan tersebut. Menurut ketentuan pasal 9 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah meliputi :
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan;
44 Penjelasan pasal 16 UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
26
f. Tanah negara.45
Berbeda dengan obyek pendaftaran tanah lain, tanah negara
dilaksanakan dengan membukukan tanah yang bersangkutan dalam daftar
tanah. Tanah negara tidak disediakan buku tanah dan juga tidak diterbitkan
sertifikat tanah. Sedangkan obyek pendaftaran tanah yang lain didaftar
dengan membukukannya dalam peta pendaftaran dan buku tanah serta
menerbitkan sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya. Tanah negara atau
tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dipunyai
dengan sesuatu hak atas tanah.46
7. Prosedur Pendaftaran Tanah
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam pasal 5 PP No. 24 Tahun
1997, instansi pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tannah adalah
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan dari pengertian
pendaftaran tanah yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftran Tanah, dapat diuraikan beberapa unsur pendaftaran tanah,
yaitu :
a. Adanya serangkaian kegiatan;
b. Dilakukan oleh Pemerintah;
c. Secara terus menerus dan berkesinambungan;
d. Secara teratur;
e. Bidang tanah dan satuan rumah susun;
f. Pemberian surat tanda bukti hak;
45 Urip Santoso, 2011, Op.Cit. Hal : 19 46 Boedi Harsono, Op.Cit. Hal : 476-477
27
g. Hak-hak tertentu yang membebaninya.47
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah, pendaftaran tanah
pertama kali yaitu pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftarakan berdasarkan PP No.10 tahun 1961
dan PP No. 24 tahun 1997. Sedangkan pemeliharaan data pendaftaran tanah
yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data
yuridis dalam peta pedaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku
tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian
hari. 48
Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali berdasarkan pasal 12 ayat (1)
PP No. 24 tahun 1997, yang meliputi :
a. Pengumpulan dan pengelolaan data fisik;
b. Pengumpulan dan pengelolaan data yuridis serta pembukuan haknya;
c. Penerbitan sertifikat;
d. Penyajian data fisik dan data yuridis;
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.49
Untuk keperluan pengumpulan dan pengelolaan data fisik pertama-
tama dilakukan dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang meliputi :
a. Pembuatan peta dasar pendaftaran;
b. Penetapan batas-batas bidang tanah;
47 Urip Santoso, Op.Cit. Hal : 14-16 48 Boedi Harsono, Op.Cit. Hal : 474-475 49 Urip Satoso, Op.Cit. Hal 487
28
c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran
d. Pembuatan daftar tanah;
e. Pembuatan surat ukur.50
Terkait jenis pelayanan pedaftaran tanah pertama kali adalah sebagai
berikut :
a. Konversi, Pengakuan dan Penegasan Hak;
b. Pemberian Hak;
c. Wakaf;
d. P3MB/PRK.5;
e. Pedaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun;
f. Pemberian Hak Guna Usaha;
g. Pelayanan Prona.51
Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dilaksanakan melalui dua cara,
yaitu :
a. Pendaftaran tanah secara sistematik
Adalah kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua obyek yang belum didaftar dalam
wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik
diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana
kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah
50 Ibid. Hal : 488 51 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Jenis Pelayanan Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia, site.bpn.go.id, diakses 23 April 2018
29
yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional.52
b. Pendaftaran tanah secara sporadik
Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu
atau beberapa obyek pedaftaran tanah dalam suatu desa/kelurahan secara
idividual atau masal.53
Terkait dengan Pemeliharaan data Pendaftaran Tanah terdapat jenis
pemeliharaan data pendaftaran tanah yaitu :
a. Peralihan hak atas tanah dan satuan rumah susun;
b. Ganti nama sertifikat hak atas tanah dan hak milik atas rumah susun;
c. Perpanjangan jangka waktu;
d. Perpajangan hak milik atas satuan rumah susun;
e. Pembaruan Hak Gua Bangunan/Hak Pengelolaan dan pemberian Hak
Guna Bangunan/Hak Pengelolaan diatas Hak Pegelolaan;
f. Pembaruan Hak Guna Usaha;
g. Wakaf dari tanah yang sudah bersertifikat;
h. Perubahan hak atas tanah;
i. Pemecahan/penggabungan/pemisahan hak;
j. Sertifikat pengganti hak atas tanah, hak milik atas rumah susun, dan hak
tanggungan;
k. Hak tanggungan.54
52 Adrian Sutedi, 2006, Op.Cit. Hal : 29 53 Ibid. Hal : 29 54 Badan Pertanahan Nasioal Republik Indonesia. Op.Cit.
30
Kegiatan dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :
a. Pendaftaran peralihan hak dan pembebanan hak;
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.55
Dalam menjamin kepastian hukum tersebut, pasal 19 ayat 2 UUPA
menjelaskan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah dengan mengadakan :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya;
c. Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai pembuktian yang
kuat.56
B. Tinjauan Tentang Sertifikat Hak Atas Tanah
1. Pengertian Sertifikat
Sertifikat tanah adalah suatu tanda bukti yang dimiliki oleh seseorang
yang digunakan untuk bukti kepemilikan atas tanah. Didalam sertifikat
tersebut tertulis nama dari kepemilikan tanah, keberadaan lokasi tanah,
tercantum juga terkait batas, luas, dan gambar ukur. Sertifikat dikeluarkan
oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.57
Dalam pasal 1 angka 20 PP No. 24 tahun 1997, sertifikat adalah surat
tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan.58
55 Urip Santoso, Op.Cit. Hal : 487 56 Bachtiar Efendie, Op.Cit. Hal : 14 57 Yulyanti M. Rampengan, 2016, Kedudukan Hukum Registrasi Desa (Letter C ) Dalam
Pembuktian Hak Milik Atas Tanah Menurut UUPA No.5 Tahun 1960, Lex Admiistratum, Vol. IV
No. 4 : 170 -177, Hal : 5 58 Penjelasan pasal 1 angka 20 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
31
Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda “certificat” yang
artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu.
Jadi kalau dikatakan sertifikat tanah adalah surat keterangan yang
membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain
keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-
bidang tanah tertentu dan pemilik itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat
yang dibuat oleh instansi yang berwenang inilah yang disebut sertifikat
tanah.59
Menurut Ali Chomzah, yang dimaksud sertifikat adalah surat tanda
bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi sampul, dijilid
menjadi satu dan ditetapkan oleh Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional.60
Dengan diterbitkannya sertifikat maka terciptalah tertib hukum dalam
sistem pertanahan Indonesia. Sehingga menandakan telah ada pendaftaran
tanah yang dilakukan. Pendaftaran tanah akan menimbulkan keuntungan
akibat pelaksanaan administrasi pertanahan yang sah. Dengan demikian dapat
memunculkan konsekuensi, diantaranya adalah :
a. Memberikan jaminan keamanan penggunaan bagi pemiliknya;
b. Mendorong atau meningkatkan penarikan pajak oleh Negara;
c. Meningkatkan fungsi tanah sebagai jaminan kredit;
d. Meningkatkan pengawasan pasar tanah;
e. Mengurangi sengketa tanah;
59 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2010, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung,
Mandar Maju, Hal : 204 60 Ali Achmad Chomzah, 2002, Op.Cit. Hal 122
32
f. Memfasilitasi kegiatan rual land reform;
g. Meningkatkan urban planning dan memajukan infrasruktur;
h. Mendorong pengelolaan lingkungan hidup yang berkualitas;
i. Dapat menyediakan data statistik tanah yang baik. 61
2. Fungsi Sertifikat Tanah
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang kuat, data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang
benar. Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam buku tanah dan surat
ukur yang bersangkutan, karena data tersebut diambil dari buku tanah dan
surat ukur. Data yang dimuat dalam surat ukur dan buku tanah mempunyai
sifat terbuka untuk umum, sehingga pihak yang berkepentingan wajib
mencocokkan data dalam sertifikat dengan surat ukur dan buku tanah yang
ada di Kantor Pertanahan.62
Mengenai kekuatan berlakunya sertifikat yaitu yang pertama, sertifikat
memberikan kepastian hukum bagi kepemilikan tanah yang namanya
tercantum dalam sertifikat. Dengan begitu dapat mencegah adanya sengketa.
Kedua, dengan pemberian sertifikat dapat mencegah sengketa kepemilikan
tanah. Ketiga, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum selagi tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.63
Sebagai surat tanda bukti hak, maka fungsi sertifikat terletak pada
bidang pembuktian. Apabila kepada hakim ditunjukan sertifikat hak atas
tanah, maka hakim harus menerima keterangan dalam sertifikat sebagai
61 Mhd. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op.Cit. Hal : 206 62 Haryati, Fungsi Sertifikat Hak Atas Tanah Dalam Menjamin Kepastian Hukum, Jurnal
Hukum dan Dinamika Masyarakat, Vol. 5 No. 1, Hal : 69 63Adrian Sutedi, 2012, Op.Cit. Hal : 2
33
benar, bila tidak dapat dibuktikan dengan alat bukti lain bahwa keterangan
dalam sertifikat itu salah atau palsu. Sertifikat hak milik atas tanah sebagai
alat bukti yang kuat, hal tersebut berkaitan dengan sistem publikasi yang
dianut yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif karena
menghasilakn sertifikat yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.64
Fungsi sertifikat hak atas tanah yaitu :
1. Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat;
2. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan pihak bank/kreditur
untuk pinjaman uang kepada pemiliknya;
3. Bagi pemerintah sertifikat hak atas tanah juga sangat menguntungkan,
dengan adanya sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang
bersangkutan telah terdaftar di kantor agraria.65
3. Sertifikat Cacat Hukum
Sertifikat cacat hukum adalah penerbitan sertifikat yang salah pada saat
penerbitannya. Salah pada saat penerbitannya terjadi karena cacat hukum
administratif dan cacat kepemilikan. Cacat hukum administratif berkaitan
dengan data fisik dan data yuridis sebagaimana yang dituliskan oleh pemohon
dalam formulir permohonan hak atas tanah pada saat pertama kali
pendaftaran. Sedangkan cacat kepemilikan apabila sertifikat yang diterbitkan
berdasarkan kepada bukti kepemilikan yang tidak sah. Cacat kepemilikan
64 Effendi Perangin, 1986, Praktek Pengurusan Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta : Rajawali,
Hal : 2 65 Adrian Sutedi, 2006, Op.Cit. Hal : 27-28
34
terjadi apabila bukti hak peralihan atas tanah tersebut diperoleh dengan cara
melawan hukum66
Sertifikat hak atas tanah yang mengalami cacat hukum administratif
menurut pasal 107 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan
Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan adalah sertifikat Hak Atas Tanah yang
mengandung kesalahan antara lain sebagai berikut :
a. Kesalahan prosedur;
b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
c. Kesalahan subyek hak;
d. Kesalahan obyek hak;
e. Kesalahan jenis hak;
f. Kesalahan perhitungan luas;
g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
h. Data yuridis atau data data fisik tidak benar;
i. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif.67
4. Bentuk-Bentuk Sertifikat Cacat Hukum
Sertifikat cacat hukum terjadi karena cacat hukum administratif dan
cacat kepemilikan. Sertifikat hak atas tanah dikatakan cacat administratif
apabila melanggar ketentuan sesuai yang diatur dalam pasal 107
PMNA/KBPN No. 9/1999, sedangkan dikatakan cacat kepemilikan apabila
66 Siti Rahma Mary Herawati dan Dody Setiadi, 2005, Memahami Hak Atas Tanah dalam
Praktek Advkasi, Surakarta : Cakraboks, Hal : 152 67 Penjelasan pasal 107 Peratura Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan
35
sertifikat yang diterbitkan berdasarkan kepada bukti kepemilikan yang tidak
sah. Bentuk-bentuk sertifikat cacat hukum :
a. Sertifikat Palsu
Disebut sertifikat palsu, apabila :
1). Data pembuatan sertifikat adalah palsu atau dipalsukan;
2). Tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
dipalsukan;
3). Blanko yang digunakan membuat sertifikat adalah blanko palsu atau
bukan blanko yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.68
Sertifikat yang palsu atau tidak dapat diketahui dari buku tanah yang
ada pada kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat bahwa data
yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan data yang ada dibuku tanah.
Sertifikat tanah dibuat terhadap tanah yang masih kosong dan mempunyai
nilai yang cukup tinggi, serta terhadap tanah yang sertifikatnya masih
menggunakan blanko lama. 69
Upaya dalam hal mencegah terjadinya sertifikat palsu adalah sebagai
berikut :
1). Blanko sertifikat dicetak sedemikian rupa dengan teknik pencetakkan
mutakhir sehingga sulit dipalsukan dan ditunjang dengan pengelolaan
yang baik;
2). Meningkatkan tertib administrasi pertanahan;
3). Upaya-upaya lain untuk mencegah dan mendeteksi sertifikat palsu.70
68 Ali Achmad Chomzah, 2002, Op.Cit. Hal : 136 69 Ibid. Hal : 137 70 Eddy Ruchiyat, 1995, Politik Pertanahan Sebelu Dan Sesudah Berlakunya UUPA UU No.
5 Tahun 1960, Bandung : Alumni, Hal : 185
36
b. Sertifikat Asli Tapi Palsu
Sertifikat asli tapi palsu adalah sertifikat yang diterbitkan oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya tetapi surat bukti kepemilikan
atau surat lain yang digunakan sebagai dasar pembuatan dan penerbitan
sertifikat tersebut adalah palsu. Sertifikat asli tapi palsu seharusnya tidak
berlaku serta ditarik dari peredaran setelah dibuktikan melalui proses di
Pengadilan Negeri. Bahwa surat yang merupakan dokumen untuk
penerbitan sertifikat adalah palsu. Upaya untuk mencegah terjadinya
sertifikat asli tapi palsu yaitu dengan meningkatkan kecepatan dan
ketelitian aparat yang memproses pembuatan dan penerbitan sertifikat.71
c. Sertifikat Ganda
Sertifikat adalah surat atau keterangan berupa pernyataan tertulis
atau tercetak dari orang atau instansi yang berwenang sebagai bukti suatu
kejadian secara otentik.72 Sedangkan Ganda adalah menurut kamus bahasa
Indonesia berarti lipat atau rangkap (tentang hitungan).73
Sertifikat ganda yaitu sebidang tanah yang mempuyai lebih dari satu
sertifikat. Hal tersebut dapat megakibatkan ketidakpastian hukum bagi
pemegang hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan dalam pendaftaran
tanah di Indonesia. Sertifikat ganda merupakan sertifikat yang
menguraikan satu bidang tanah yang sama dengan dua sertifikat yang
berlainan datanya. Sertifikat ganda tersebut dimana muncul dua sertifikat
dengan objek yang sama. Dan untuk membuktikan kebenaran kedua
71 Ibid. Hal : 131 72 Sudarsono, 2010, Kamus Hukum Terbaru, Jakarta, Rineka Cipta, Hal : 483 73 Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, 2009, Kamus Lengakap Bahasa Indonesia, Jakarta :
Difa Publisher, Hal : 304
37
sertifikat tersebut dilakukan pembuktian di Pengadilan, dalam hal ini
adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.74
Sertifikat ganda dapat terjadi jika obyeknya sama tetapi alas haknya
berbeda atau obyeknya sama tetapi namanya, nomornya, alas haknya
berbeda, bisa juga obyeknya sama lokasi sama. Sertifikat dapat dikatakan
sertifikat ganda apabila obyek tanah yang mempunyai dua alas hak yang
berbeda tetapi yang satu sertifikat sedangkan yang lain girik. Selain itu
apabila batas yang ditunjukkan oleh pemohon secara sengaja atau tidak
sengaja keliru sehingga surat ukur atau gambar situasinya menggambarkan
keadaan batas-batas yang bukan sebenarnya atau sebagian, karena
sebelumnya di lokasi yang sama telah diterbitkan sertifikat.75
Sertifikat ganda adalah sertifikat yang dalam satu bidang tanah
mempunyai dua sertifikat dengan kepemilikan yang berbeda. Sertifikat
ganda sering terjadi di wilayah-wilayah yang masih kosong, belum
dibangun dan didaerah perbatasan kota dimana untuk lokasi tersebut
belum ada peta-peta pendaftaran tanah. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan munculnya sertifikat ganda.76 Berikut adalah yang tidak
termasuk dalam kategori sertifikat ganda, adalah :
1). Sertifikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang hilang;
2). Sertifikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang rusak;
74 Soni Harsono, 1992, Kegunaan Sertifikat Dan Permasalahannya, Yogyakarta : Seminar
Nasional, Hal : 6 75 Margaretha Dewi Kirana, Sertifikat Ganda Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No. 156/K/TUN/2005, Hal : 56-57, Magister Kenotariatan, Universitas
Indonesia 76 Ali Achmad Chomzah, 2002, Op.Cit. Hal : 139
38
3). Sertifikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang
dibatalkan. Disebabkan karena sertifikat tersebut telah dinyatakan
tidak berlaku sebagai tanda bukti;
4). Sertifikat hak guna bangunan diatas Hak Milik maupun diatas Hak
Pengelolaan, karena menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, hal yang dimaksud memang dimungkinkan.77
C. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa Pertanahan
1. Penyelesaian Sengketa Pertanahan didalam Pengadilan (Litigasi)
Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di Pengadilan,
dimana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain
untuk mempertahankan hak-haknya dimuka pengadilan. Hasil akhir dari
penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-
lose solution Dalam hal penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan
dapat juga disebut sebagai hukum acara perdata formal (formal civic law)
karena mengatur tentang proses penyelesaian perkara melalui pengadilan
yang secara formal diakui sah menurut Undang-Undang. Hukum acara
perdata mempertahankan berlakunya hukum perdata agar hak dan kewajiban
pihak-pihak diperoleh dan dipenuhi sebagaimana mestinya.78
Penyelesaian sengketa secara litigasi adalah suatu penyelesaian
sengketa yang dilakuka melalui lembaga pengadilan. Dalam hal ini proses
litigasi sebagian besar berfungsi untuk menyelesaikan sengketa dengan
77 Ibid. Hal : 139-140 78 Nurmaningsih Amriani, 2012, Alternatif penyelesaian sengketa Perdata di Pengadilan,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, Hal : 35
39
menjatuhkan putusan pengadilan dan sebagian kecil untuk pencegahan
sengketa dengan menjatuhkan penetapan pengadilan (declatoir).79
Prosedur litigasi sifatnya lebih formal dan teknis, yang menghasilkan
kesepakatan bersifat menang kalah, cenderung memunculkan masalah baru,
lambat peyelesaiannya, biaya yang mahal, tidak responsif dan menimbulkan
permusuhan pihak yang bersengketa. Kondisi tersebut menimbulkan
masyarakat mencari alternatif lain yaitu penyelesaian sengketa diluar proses
peradilan formal. Penyelesaian sengketa diluar proses peradillan disebut
dengan Alternatif Dispute Resolution atau ADR.80
2. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Diluar Pengadilan (Non Litigasi)
Penyelesaian sengketa tanah melalui lembaga diluar pengadilan atau
non litigasi adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang
dilaksanakan berdasarkan kehendak dan itikad baik dari para pihak untuk
menyelesaikan sengketa. Proses non litigasi sebagian besar fungsinya adalah
untuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui cara-cara perdamaian,
dan sebagian kecil untuk pencegahan sengketa dengan perancangan kontrak
yang baik.81
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan bersifat tertutup untuk umum
(closed door session) dan kerahasiaan para pihak terjamin, proses lebih cepat
dan efisien. Proses non litigasi menghindari kelambatan yang diakibatkan
79 Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
(Negoisasi, Mediasi, Kosiliasi, & Arbitrase), Jakarta : Transmedia Pustaka, Hal : 8 80 M. Yahya Haraha, 2008, Hukum Acara Perdata, Cet. 8, Jakarta : Sinar Grafika, Hal : 234 81 I Wayan Wiryawan, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan : Keterampilan
Nonlitigasi Aparat Hukum, Denpasar : Udayana University Press, Hal : 4
40
prosedural dan administratif sebagaimana beracara di Pengadilan umum dan
memiliki win win solution.82
Bentuk penyelesaian non litigasi babas memilih bentuk penyelesaian
yang disepakati berdasarkan kehendak dan itikad baik para pihak. Sifat
putusan tergantug kehendak dan itikad baik para pihak. Namun, dapat bersifat
eksekutorial apabila didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Waktu penyelesaian
Non litigasi lebih cepat daripada litigasi. Biaya perkara yang dikeluarkan
relatif murah karena proses penyelesaiannya yang cepat.83
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum
Penyelesaian Sengketa mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian
sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek
pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya
dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para
pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa
secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif
penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.84
Penyelesaian segketa non litigasi mempunyai bentuk dalam hal
penyelesaian sengketa, yaitu :
a. Arbitrase, yaitu penyelesaian suatu sengketa di luar pengadilan umum
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa;85
82 Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta : Sinar Grafika, Hal
: 9 83 Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit. Hal : 10 84 Frans Hendra Winarta, Op. Cit. Hal : 1-2 85 Nurnaningsih, Op.Cit. Hal : 17
41
b. Negoisasi, yaitu proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan
dengan pihak yang bersengketa;86
c. Mediasi, yaitu negoisasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki
keahlian prosedur mediasi sehingga dapat membantu dalam situasi konflik
agar dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar;87
d. Konsiliasi, yaitu lanjutanndari mediasi, mediator berubah menjadi
konsiliator yang berfungsi mencari bentuk penyelesaian sengketa dan
menawarkan kepada para pihak; 88
e. Penilaian ahli, yaitu cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta pendapat para ahli;89
f. Pencari fakta, yaitu penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta bantuan tim dengan jumlah ganjil untuk menjalankan fungsi
penyelidikan fakta yang dapat mengakhiri sengketa.90
D. Peran atau wewenang BPN dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan
1. Pengertian Badan Pertanahan Nasional
Badan pertanahan Nasional yang disebut sebagai BPN yaitu lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden. Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas pemerintahan
dibidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
86 Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta :
Telaga Ilmu Indonesia, Hal : 21 87 Ibid. Hal : 21
88 Nurnaningsih, Op.Cit. Hal : 34 89 Takdir Rahmadi, 2011, Mediasi, Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,
Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada, Hal : 19 90 Ibid. Hal : 17
42
Tugas pokok BPN adalah membantu presiden dalam mengelola dan
mengembangkan Administrasi Pertanahan baik berdasarkan undang-undang
Pokok Agraria maupun Peraturan Perundang-undangan lain yang meliputi
pengaturan, penggunaan, penguasaan dan kepemilikan tanah dan lain-lain
yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Presiden.91
2. Fungsi Badan Pertanahan Nasional.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Pertanahan
Nasional menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan dan penetapan kebijakan dibidang pertanahan;
b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang survey, pengukuran dan
pemetaan;
c. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang penetapan hak tanah,
pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;
d. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengaturan, penataan, dan
pengendalian kebijakan pertanahan;
e. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengadaan tanah;
f. Perumusan dan Pelaksanaan kebijakan dibidang Pengendalian dan
penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
g. Pengawasan atas pelaksanaan tugas dilingkungan BPN;
h. Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
91 Ali Achmad Chomzah, 2002, Op.Cit. Hal : 145
43
i. Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan
berkelanjutan dan informasi dibidang pertanahan;
j. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan; dan
k. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dibidang pertanahan.92
3. Peran BPN dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan
Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 38 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan
Kantor Pertanahan tertera bahwa fungsi BPN dalam rangka menangani
sengketa, konflik dan perkara pertanahan adalah untuk mewujudkan
kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakan. Badan
Pertanahan Nasional berperan untuk menangani dan menyelesaikan perkara,
masalah, sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara
sistematis.
Untuk meminimalkan dalam hal sengketa pertanahan, maka dalam hal
ini peran BPN yaitu :
a. Menelaah dan mengolah data utuk menyelesaikan perkara dibidang
pertanahan;
b. Menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori banding,
kasasi, peninjauan kasasi atas perkara yang diajukan melalui peradilan
terhadap perorangan dan badan hukum yang merugikan negara;
c. Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan
92 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Op.Cit.
44
d. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan mengenai penyelesaian
sengketa atas tanah;
e. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan hak atas tanah
yang cacat administrasi dan berdasarkan kekuatan putusan peradilan;
f. Mendokumentasi.93
Dalam prakteknya, penyelesaian terhadap sengketa pertanahan bukan
hanya dilakukan oleh BPN tetapi juga diselesaikan oleh lembaga Peradilan
Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara. Jika diperadilan Umum lebih
menitikberatkan kepada hal-hal mengenai perdata dan pidana dalam sengketa
pertanahan, lain halnya jika dengan Peradilan Tata Usaha Negara yang
meyelesaikan sengketa pertanahan berkaitan dengan surat keputusan yang
dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional atau pejabat daerah lainnya
yang berkaitan dengan taah.94
93 Angga B CH Eman, Penyelesaian Terhadap Sertifikat Ganda Oleh Badan Pertanahan
Nasional, Jurnal Lex Ex Sosiatis, Vol I No. 5 : 28-40, Hal : 37 94 Ibid. Hal 37-38